Anda di halaman 1dari 19

BAB I

LATAR BELAKANG

1.1. Latar Belakang


Makhluk hidup tersusun dari sel-sel yang akan dapat menyokong suatu
kehidupan makhluk hidup itu sendiri. Makhluk hidup terdiri atas manusia, hewan,
serta tumbuhan. Makhluk hidup juga memiliki beragam jenis karakteristik yang
berbeda-beda, serta menyebabkan adanya perbedaan sel-sel yang ada di dalamnya.
Faktor-faktor yang menyebabkan adanya perbedaan struktur sel yang merupakan
perbedaan dari jenis atau spesies dari makhluk hidup itu sendiri. Setiap organisme
pada dasarnya kumpulan atau susunan pada komponen-komponen. Komponen
dapat terus menerus diuraikan hingga mencapai pada suatu komponen yang sangat
kecil dan tidak dapat diuraikan lagi. Sel sebagai penyusun atau disebut inti pada
keberlangsungannya makhluk hidup. Sel dapat terjadi dalam beragam cara proses
metabolisme sehingga sel menjadi salah satu komponen yang penting. Sel sangat
kecil dan tidak dapat dilihat oleh mata manusia, maka digunakan alat bantu yaitu
mikroskop untuk dapat meningkatkan kemampuan pada daya lihat seseorang agar
memungkinkan untuk dapat mengamati obyek yang sangat halus dan sulit terlihat.
Seluruh sel tersusun atas komponen kimiawi yang akan sama meskipun
dengan komposisi yang akan berbeda, diduga semua sel berasal dari leluhur yang
sama. Setelah melalui proses evolusi yang sangat panjang, akhirnya sel tersebut
berkembang menjadi bentuk yang bermacam-macam bentuk sel, sehingga terdapat
keanekaragaman yang diverifikasi terhadap sel. Diverifikasi dapat diamati dalam
berbagai bentuk objek, misalnya terhadap fisiologi, variasi ukuran sel, morfologi
(bentuk), maupun metabolisme yang terjadi. Organisme terdiri organ-organ yang
dapat diamati dengan kasat mata. Bagian organ-organ tersebut diuraikan terus-
menerus maka pada akhirnya akan didapatkan bagian yang sangat kecil dan tidak
dapat untuk diuraikan lagi. Makhluk hidup ada juga yang memiliki sel tunggal
(uniseluler). Komponen penyusun sel pada makhluk hidup akan berbeda dengan
komponen penyusun sel pada makhluk hidup uniseluler yang disebut renik dengan
organisme multiseluler yang dapat disebut sebagai mikroba atau mikroorganisme.

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana bentuk sel pada roti yang segar dan basi?
2. Bagaimana hasil pewarnaan pada sel bawang merah yang segar dan sudah
busuk?

3. Bagaimana perbedaan hasil pengamatan dengan menggunakan variasi


perbesaran yang berbeda pada mikroskop?

1.1. Tujuan
1. Mengetahui bentuk sel pada roti yang segar dan basi.
2. Mengetahui hasil pewarnaan pada sel bawang merah yang segar dan sudah
busuk.

3. Mengetahui perbedaan hasil pengamatan dengan menggunakan variasi


perbesaran yang berbeda pada mikroskop.

1.2. Manfaat
1. Mengetahui bentuk sel pada roti yang segar dan basi.
2. Mengetahui hasil pewarnaan pada sel bawang merah yang segar dan sudah
busuk.
3. Mengetahui perbedaan hasil pengamatan dengan menggunakan variasi
perbesaran yang berbeda pada mikroskop.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Struktur Sel Tumbuhan


Menurut Arifiantini (2006) yang menyatakan bahwa tumbuhan
mempunyai organisme yang bersifat multiseluler, artinya tumbuhan tersusun dari
banyak sel yang masing-masing dapat membentuk suatu kelompok. Sel dalam
kelompok yang mempunyai struktur serta fungsi yang sama disebut dengan
jaringan. Setiap organ terdiri dari berbagai jaringan, dimana masing-masing
jaringan tersebut mempunyai struktur dan fungsi yang dapat berbeda-beda. Sel
tumbuhan mempunyai bentuk dan struktur yang sangat bervariasi, tergantung
pada tempat serta fungsinya sendiri. Sel tumbuhan berbeda pada sel hewan,
dikarenakan sel tumbuhan mempunyai dinding sel yang nyata. Sel hewan
memiliki bagian pada dinding sel yang disebut membran plasma. Perbedaan
lainnya yang menjadikan sel tumbuhan dan sel hewan berbeda yaitu pada sel
tumbuhan dapat dijumpai bagian sel berupa plastida dan vakuola yang membesar,
sel hewan tidak dijumpai bagian sel yang berupa plastida dan vakuola yang akan
membesar ukurannya di penyusun sel hewan dan sel tumbuhan.
Membran plasma disebut juga membran sel. Membran plasma pada sel
tumbuhan terletak di sebelah dalam yang melekat pada dinding sel, pada sel
hewan merupakan bagian terluar karena tidak mempunyai dinding sel. Membran
plasma tersusun atas protein dan lemak, yang disebut sebagai lipoprotein.
Membran plasma memiliki kemampuan untuk memisahkan zat-zat tertentu untuk
bisa masuk atau keluar, maupun untuk yang tidak bisa masuk. Zat yang dapat
melewatinya adalah air, zat yang larut dalam lemak dan ion tertentu. Membran sel
adalah lapisan terluar dari sel hidup. Membran sel berfungsi sebagai pelindung sel
dan pengatur keluar masuknya zat ke dalam sel. Protein membran yang terikat
dinamakan protein membrane. Struktur sitoplasma secara kimia yang sangat

3
kompleks dan mempunyai bahan dasar air yaitu 85-90% tersusun oleh air (Fried
dan Hademenos, 1999).
Sel tumbuhan berisi bagian yang bersifat hidup (protoplasmik), dan bagian
yang bersifat mati (non-protoplasmik). Bagian sel tumbuhan dapat dikategorikan
hidup yaitu sitoplasma, inti sel (nukleus), plastida, dan mitokondria. Bagian sel
tumbuhan yang mati yaitu suatu substansi ergastik yang bersifat padat, substansi
ergastik yang bersifat cair dan substansi yang terdapat di dalam plastida. Plastida
adalah organel sel bermembran ganda yang dapat ditemukan pada sel tumbuhan
dan juga beberapa alga yang utamanya bertanggung jawab terhadap aktivitas yang
terjadi seperti pembuatan energi, pembuatan makanan dan penyimpanan makanan.
Sitoplasma merupakan suatu komponen yang bersifat cair. Sitoplasma merupakan
substansi yang kental, serta tembus cahaya. Penggunakan mikroskop elektron ini
menampakkan diferensiasi terhadap sistem selaput di dalam sitoplasma. Sistem
selaput yang dimaksudkan adalah plasmalema yaitu (membran plasma ektoplas)
struktur unit selaput yang dapat membatasi unit selaput yang akan dapat
membatasi dinding sel terhadap sitoplasma dengan dinding yang pada sel (Fitri
dkk, 2011).
Menurut Hakim (2017) yang menyatakan bahwa tonoplas merupakan unit
selaput yang berbatasan dengan vakuola. Polioplasma merupakan unit selaput
terletak antara plasmalema dan tonoplas. Organel berbentuk granula (butir-butir)
yang terdapat di sitoplasma sferosom yang memiliki diameter 0,25-1 mikron dan
mengandung lipid serta protein. Ribosom yaitu orgenel yang berfungsi untuk
sintesis protein, diameter 150 A°. Ribosom akan dapat melekat pada permukaan
retikulum endoplasma. Retikulum endoplasma, sistem selaput, seperti tabung
yang kempis atau di dalam lembaran-lembaran. Dikitiosom (badan golgi)
merupakan kumpulan sisterna berbentuk sirkular, masing-masing yang
diselubungi oleh unit selaput organ yang halus. Mikrobodi memiliki dua jenis,
yaitu yang berhubungan dengan proses fotorespirasi yang disebut peroksisom, dan
berhubungan dengan proses biokimia dalam biji pertumbuhan
berkecambah,disebut dengan glioksisom.

4
Mikrotubul akan berbentuk seperti pipa, berlubang dengan diameter rata-
rata 240 A° dan juga terdapat pada sel eukariota, yang merupakan suatu
komponen berbentuk spindel mitosis dan meiosis.Bagian sel hidup selanjutnya
ialah inti sel. Inti ini terdapat dalam keadaan tidak membelah sehingga bentuknya
nanti akan berbentuk menjadi bulat atau jorong, namun terkadang juga berlekuk.
Inti dikelilingi oleh selaput inti yang di dalamnya terdapat suatu matriks yang
disebut nukleoplasma. Bagian dalam dari matriks tersebut terdapat satu anak inti
ataupun lebih dari satu anak inti serta rangka inti yang tersusun dan kromatin.
Plastida adalah organel yang karakteristik pada sel tumbuhan, mempunyai struktur
dan fungsi-fungsi yang sangat khusus, berasal dari proplastida. Nukleus
merupakan suatu tempat pembentukan dan pematangan RNA ribosomal atau salah
satu bahan pembentuk terjadi ribosom. Mengendalikan proses berlangsungnya
metabolisme di dalam sel. Menyimpan informasi genetik dalam bentuk DNA.
(Djuwita dkk, 1996).
Plastida dalam hal ini mempunyai bentuk, ukuran serta pigmentasi yang
dapat bermacam-macam. Tumbuhan pada tingkat rendah mungkin tidak dijumpai
adanya plastida, hanya terdapat satu atau dua plastida di dalam satu sel. Plastida,
secara ultrastruktural, mempunyai selaput di bagian terluar, yang akan mempunyai
membran rangkap. Plastida dapat diklasifikasikan berdasarkan ada tidaknya zat
warna, dibedakan menjadi suatu plastida yang berwarna (kioroplas dan
kromoplas) dan plastida yang tidak berwarna (leukoplas). Leukoplas berfungsi
menghasilkan suatu amilum (zat tepung) atau amiloplas, membentuk protein
(proteinoplas) dan membentuk substansi yang berlemak (elaioplas). Mitokondria
adalah organel yang dapat dilihat dengan mikroskop cahaya pada sel hidup yang
diwarnai dengan zat Janus Green B. Mitokondria, melihat dengan bantuan
mikroskop elektron, yang mempunyai bentuk bermacam- macam yaitu akan
berbentuk bulat memanjang, bentuk busur bebas pada sitoplasma. Mitokondria
mempunyai serangkaian selaput rangkap, berdiameter 0,5 nm dan panjangnya
lebih dari 6 nm (Mizana dkk, 2016).
Menurut Ismet dkk, (2011) yang menyatakan bahwa komponen terhadap
non-protoplasmik juga dapat bersifat padat maupun cair, yang terdapat di dalam

5
sitoplasma, vakuola, serta plastida. Bahan-bahan tersebut dapat dikenal sebagai
substansi ergastik. Substansi ergastik yang bersifat padat dan kristal kalsium
senyawa oksalat, bentuknya bermacam-macam, yaitu kristal tunggal besar,
terdapat pada daun jeruk (Citrus sp.) dan pada kristal pasir, merupakan kristal
kecil-kecil terdapat pada tangkai daun bayam (Amaranthus sp.). Bentuk lain yaitu
kristal lidi (jarum), batang lidah dari buaya (Aloe sp.), kristal bintang terdapat di
tangkai daun Begonia serta kristal kersik terdapat di sel epidermis Poaceae,
Cyperaceae dan Orchidaceae. Bentuk kristal lainnya yaitu butir aluron dengan
badan protein yang terdapat di endosperma dinding sel di dalam suatu komponen
pembentuk selnya. Sitoplasma adalah cairang yang terdapat dalam sel dan terletak
di luar inti pada sel.
Zat-zat yang terdapat di dalam cairan sel adalah asam organik (asam malat
dan asam oksalat), karbohidrat dapat berupa kandungan monosakarida, disakarida
ataupun polisakarida. Zat lainnya yaitu amida, protein, alkaloid, zat penyamak, zat
warna, zat lemak, minyak lemak dan minyak atsiri di dalam suatu sel tumbuhan
minyak atsiri berupa tetes-tetes yang terdapat pada akar rimpang jahe. Zat lain
yang terdapat pada kulit buah jeruk dan juga daun sirih serta pada damar yang
terdapat di tumbuhan-tumbuhan Coniferophyta, misalnya pinus. Zat serupa dapat
ditemukan pada tumbuhan perti pohon jati, pohon apel dan bunga matahari. Zat
tersebut kaya akan senyawa asam dan protein. Substansi ergastik terdapat di
dalam plastida yaitu substansi yang mengandung ergastik kristal ataupun amilium
(Sunaryo, 2002).
Menurut Aziz (2015) yang menyatakan bahwa substansi yang berbetuk
kristal terdapat di dalam kromoplas sedangkan pada kristaloid protein tedapat di
dalam semua plastida. Amilum merupakan polisakarida terdapat di dalam
kioroplas serta leukoplas terdapat di dalam kioroplas amilum yang merupakan
hasil fotosintesis sedang terdapat di dalam leukoplas yang merupakan tepung
cadangan. Selaput mengalami percabangan atau melipat ke arah dalam yang
disebut dengan kristal serta sel yang mati disebut dengan non-protoplasmik.
Dinding sel merupakan bagian terluar dari sel tumbuhan. Fungsi dinding sel
adalah untuk memberi bentuk tertentu pada dinding sel, sebagai pelindung yang

6
kuat dan untuk dapat mengatur keluar masuknya zat kimia ke dalam sel serta
bagian dari sel yang sifatnya mati.
Dinding sel merupakan bagian dari sel yang sifatnya mati. Dinding sel ini
dapat menentukan dalam bentuk sel serta tekstur di jaringan, berfungsi sebagai
penguat dan melindungi dinding protoplas. Dinding sel telah ditemukan lebih dulu
dibandingkan protoplas. Dinding sel pada tumbuhan juga mempunyai tebal yang
bermacam-macam, tergantung pada umur dan tipe sel. Sel muda pada umumnya
berdinding tipis serta sel dewasa berdinding tebal. Beberapa bagian-bagian sel
dinding ini terkadang tidak akan mengalami penebalan sampai sel berhenti
tumbuh. Dinding sel mempunyai struktur kompleks, berdasarkan perkembangan
struktur dapat dibedakan menjadi tiga bagian pokok, yaitu lamela tengah
(substansi antar sel), serta dinding primer dan dinding sekunder. Dinding sel
primer terdapat pada sel yang masih muda atau sel yang sedang aktif untuk
membelah (Karmana, 2008).
Dinding primer merupakan dinding pertama yang akan dibentuk oleh sel
baru. Dinding primer juga mengandung selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Sel
yang sedang dapat membelah diri dan sel-sel meristematik ini mempunyai dinding
sel yang bersifat primer. Dinding sekunder dalam hal ini dibentuk di sebelah
dalam permukaan dinding primer. Dinding sekunder terutama tersusun oleh
selulosa atau campuran selulosa dengan hemiselulosa. Dinding sekunder terdiri
dari lignin dan zat. Dinding sekunder dapat terdiri dari dua lapis atau lebih
lapisan. Dinding sel tidak hanya menebal tetapi dapat memperluas permukaannya
(Kusnadi dkk, 2017).

2.2. Kebutuhan Nutrien Mikroba


Menurut Istifadah dkk, (2016) yang menyatakan bahwa pada mikroba
memerlukan energi untuk membangun tubuhnya yang disebut nutrien. Sel akan
melakukan kegiatan yang disebut dengan metabolisme. Metabolisme di bagi atas
anabolisme dan katabolisme. Proses asimilasi atau anabolisme merupakan proses
sintesa untuk dapat membentuk bahan-bahan protoplasma dan bagian sel yang
lain. Proses katabolisme ataupun disimilasi adalah proses perombakan bahan-

7
bahan makanan menjadi bahan dan lebih sederhana tersebut disertai dengan
adanya pelepasan terhadap energi. Mikroba dapat beragam jenisnya serta
perbedaan sifat fisiologis dari mikroba sehingga menyebabkan kebutuhan
nutrisinya juga berbeda.
Menurut Sugiarti (2013) yang menyatakan bahwa mikroba juga akan dapat
menggunakan makanan berbentuk padat (holozoik), dan makanan dalam bentuk
yang cair (holofitik). Mikroba holofitik pun juga dapat menggunakan makanan
bentuk yang padat, tetapi makanan harus dicerna diluar selnya dengan enzim yang
ekstraseluler. Bahan makanan berfungsi sebagai sumber energi, sebgai bahan di
pembangun sel, dan aseptor. Bahan-bahan makanan, secara garis besar, dibagi
menjadi nutrisi makro dan nutrisi mikro. Nutrisi makro dapat berupa air, cahaya
matahari, zat karbohidrat, karbonat, asam organik, protein, lemak, dan vitamin.
Nutrisi mikro dapat berupa atom yaitu seperti C, O, Ca, Mg, S, Na, Cl, dan P.
Mikroba, berdasarkan sumber karbon, dapat digolongkan menjadi mikroba
autotrof dan heterotrof. Mikroba autotrof yaitu mikroba yang memerlukan karbon
anorganik seperti CO2 dan CO3 sedangkan mikroba jenis heterotrof memerlukan
karbon organik seperti karbohidrat. Mikroba heterotrof juga dapat mendegradasi
senyawa dalam organik dan menggunakannya untuk menunjang kebutuhan dan
pertumbuhannya. Proses ini dapat dibantu oleh beberapa jenis enzim untuk dapat
memecah makromolekul seperti pada contohnya, karbohidrat, protein, dan lemak
untuk dipecah menjadi senyawa yang lebih sederhana. Enzim protease dapat
untuk memecah kandungan pada protein menjadi senyawa sederhana
ditransportasikan ke seluruh bagian tumbuhan. Inti sel atau nukleus mempunyai
bentuk yang oval dan letaknya di tengah sel. Inti sel tersusun atass protein, enzim
dan bahan pembawa sifat atau gen. Inti sel pada sel eukariotik dibatasi oleh
membran inti. (Arifin, 2007).
Kehidupan beberapa mikroba seperti bakteri, jamur, dan virus dipengaruhi
oleh lingkungan dan untuk mempertahankan hidup mikroba melakukan adaptasi
dengan lingkungan. Adaptasi ini dapat terjadi secara cepat dan sementara
sehingga mempengaruhi bentuk morfologi dan struktur pada anatomi dari bakteri,
jamur, dan virus. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan

8
mikroorganisme. Kebanyakan fungsi lisosom sel hewan dilakukan oleh vakuola
pada sel tumbuhan. Membran vakuola merupakan bagian dari sistem
endomembran, disebut tonoplas. Vakuola berasal dari kata vacuolum yang berarti
kosong dan dinamai organel karena tidak memiliki struktur internal. Vakuola
lebih besar daripada vesikel, dan kadang kala terbentuk dari gabungan banyak
vesikel. Perbedaan bentuk ini dapat didasari oleh perbedaan fungsi dari vesikel-
vesikel. Vakuola dalam hal ini memiliki fungsi yang lebih dan sangat banyak jika
dibandingkan dengan vesikel. Vesikel merupakan pendukung fungsi dari vakuola
yang akan dapat menyempurnakan dan menyokong fungsi dari vakuola pada
proses suatu pertumbuhan (Lakitan, 2001).
Sel tumbuhan muda akan berukuran kecil dan mengandung banyak
vakuola kecil kemudian akan bergabung nantinya membentuk suatu vakuola
sentral seiring dengan penambahan air ke dalamnya. Ukuran sel tumbuhan akan
dapat diperbesar dengan menambahkan air ke dalam vakuola sentral dari tanaman.
Vakuola sentral ini juga dapat mengandung cadangan makanan, garam-garam,
pigmen, dan limbah metabolisme. Zat yang beracun bagi herbivora juga dapat
disimpan dalam suatu vakuola sebagai mekanisme dalam pertahanan. Vakuola
dalam hal ini berperan untuk mempertahankan tekanan dari turgor tumbuhan
sehingga ketahanan dari tumbuhan lebih besar. Vakuola memiliki banyak fungsi
dan juga dapat ditemukan pada sel hewan dan protista uniseluler. Kebanyakan
protozoa memiliki vakuola makanan yang mana bergabung dengan lisosom agar
makanan di dalamnya dapat dicerna. Beberapa jenis dalam protozoa juga memiliki
bagian-bagian vakuola kontraktil, yang mengeluarkan kelebihan terhadap air dari
sel tanaman. Sel tersebut akan menjadi tempat penyimpanan air dari jenis prozoa
(Sumadi dkk, 2007).

2.3. Mekanisme Transpor pada Sel


Mekanisme transpor membran pada sel adalah proses keluar masuknya sel
molekul melewati membran sel. Sel akan dibatasi oleh membran atau selaput sel
yang dapat melindungi serta menjadi pemisah antara isi di dalam sel dengan
lingkungan luar sel. Proses sel tersebut terjadi secara tertutup dan tidak ada

9
interaksi antara sel dengan lingkungannya. Sel tidak hidup sendiri sehingga harus
sebagian mengimpor bahan-bahannya untuk metabolisme lingkungannya
(Darkuni, 2001).
Menurut Mizana dkk, (2016) yang menyatakan bahwa proses pada bahan-bahan
tersebut keluar masuk sel dengan cara melewati membran sel. Cara zat untuk
melewati membran sel dapat juga melalui beberapa mekanisme. Macam-macam
molekul yang dapat dilalui seperti glukosa, oksigen, dan karbondioksida yang
biasanya juga harus melewati transpor membran sel untuk keluar-masuk sel dalam
pada proses metabolisme. Sel merupakan suatu struktur bersifat semipermeabel
yang tersusun oleh protein dan lemak yang membuat zat-zat asing tersebut dapat
keluar dan isi yang ada pada sel dapat masuk. Membran sel terbentuk dari struktur
fosfolipid bilayer. Bagian-bagian luar sel bersifat hidrofilik dan pada bagian
dalam sel yang bersifat hidrofobik. Sifat kimia pada membran sel berpengaruh
terhadap molekul-molekul yang bergerak melewatinya. Fungsi membran sel
adalah sebagai sarana lalu lintas dan transportasi molekul-molekul dan ion secara
dua arah.
Molekul-molekul yang dapat melewati membran sel merupakan molekul
hidrofobik seperti CO2 dan O2 serta molekul polar yang sangat kecil seperti air dan
etanol. Molekul lainnya yaitu pada molekul polar dengan ukuran yang besar
seperti senyawa glukosa, ion dan substansi hidrolik. Banyaknya molekul yang
masuk dan keluar pada membran akan menyebabkan terjadi lalu lintas membran.
Lalu lintas membran digolongkan menjadi dua cara yaitu dengan transpor pasif
untuk molekul-molekul pada sel yang mampu melalui membran tanpa mekanisme
yang khusus dan transpor aktif untuk molekul yang membutuhkan proses
mekanisme yang khusus. Sel prokariotik berasal dari prokariota yang berasal dari
bahasa Yunani pro yang berarti sebelum dan karyon yang artinya kernel disebut
juga dengan nukleus. Sel prokariotik tersebut tidak memiliki bagian nukleus.
Materi genetiknya (DNA) pada sel prokariotik yang akan terkonsentrasi pada
daerah disebut nukleoid (Aziz, 2015).

2.4. Macam- Macam Mekanisme Transpor pada Membran

10
Membran pada sel berfungsi sebagai pembatas sel dan lingkungan sekitar.
Pembatas tersebut tidak berarti sel menjadi satu sistem tertutup yang tidak dapat
dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Organisme tidak mampu hidup terpisah dari
lingkungan sekitarnya begitupun dengan sel. Sel memperoleh bahan-bahan yang
dibutuhkan untuk berbagai proses metabolisme lingkungan di luar sel. Mekanisme
yang terjadi pada sel dalam memperoleh bahan yang dibutuhkan adalah transpor
pasif terdiri difusi dan osmosis, endositosis serta eksositosis (Albert dkk, 2002).
2.4.1. Transpor Pasif
Menurut Arianingsih (2009) yang menyatakan bahwa pada transpor pasif
merupakan mekanisme transport yang tidak memerlukan energi dan terjadi secara
spontan. Mekanisme bergerak dari konsentrasi zat yang lebih tinggi ke
konsentrasi yang lebih rendah. Transpor pasif tersebut terdiri dari dua yaitu difusi
dan osmosis. Difusi dan osmosis memiliki perbedaan yaitu difusi merupakan
pergerakan acak antar molekul-molekul dari konsentrasi tinggi (hipertonis) ke
konsentrasi yang lebih rendah (hipotonis) pada proses transport pasif. Mekanisme
transpor pasif meliputi berbagai zat yaitu zat padat, cair dan gas. Zat-zat tersebut
akan berdifusi dan menuruni gradien terhadap konsentrasinya. Hasil dari difusi
adalah konsentrasi yang sama antara larutan yang disebut dengan isotonis.
Kecepatan terhadap zat yang akan berdifusi melalui membran sel yang tidak
hanya tergantung pada gradien konsentrasi, tetapi juga tergantung pada besarnya
suatu muatan daya larut zat dalam lemak (lipid). Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kecepatan dari difusi yaitu perbedaan pada konsentrasi ukuran
molekul, dengan daya larut partikel dalam lipid.
Menurut Sari dkk, (2018) yang menyatakan bahwa molekul yang suhunya
panas memiliki energi kinetik yang besar sehingga kecepatan difusinya lebih
besar. Berat dan molekul suatu zat yang berdifusi apabila semakin ringan, maka
terjadinya
akan lebih mudah untuk dapat berdifusi. Zat yang lebih mudah untuk berdifusi
adalah gas karena gas memiliki berat molekul yang lebih ringan. Proses difusi
tidak terjadi pada semua molekul dan tidak semua molekul dapat masuk ke dalam
sel. Membran tersebut terdiri dari molekul-molekul fosfolipid dengan memiliki

11
pori-pori ultramikroskopik yang hanya dapat melewatkan molekul-molekul
berukuran kecil dan juga ion-ion seperti oksigen, karbondioksida, air dan
beberapa zat yang mudah larut dalam air. Proses difusi bersifat pasif artinya
bahwa suatu membran sel tidak akan lagi membutuhkan energi pada
berlangsungnya proses saat memasukan dan mengeluarkan zat saat proses
terjadinya bentuk mekanisme trasnpor pada sel.
Membran sel kurang permeabel terhadap ion-ion seperti ion Na +, ion Cl–
dan juga ion K+ dibandingkan dengan molekul yang tidak bermuatan. Keadaan
yang sama molekul kecil lebih cepat untuk berdifusi yang melalui membran sel
daripada molekul besar. Molekul-molekul yang bersifat hidrofobik juga dapat
bergerak dan dengan mudah melewati membran daripada melalui molekul-
molekul hidrofolik. Molekul-molekul sel tersebut yang memiliki ukuran lebih
besar dan ion-ion dapat bergerak melalui membran sel yang ada. Difusi tersebut
bertujuan untuk mencapai keseimbangan konsentrasi pada za-zat terlarut dengan
pelarutnya. Proses difusi yang terfasilitasi adalah suatu mekanisme transport sel
yang dibantu oleh suatu protein tertentu yang akan terjadi dalam suatu membran
plasma (Nurhayati, 2009).
Menurut Waris dan Rahayu (2009) yang menyatakan bahwa difusi
biasanya berperan penting dalam peristiwa pertukaran terhadap materi dari suatu
sel dengan lingkungannya. Kecepatan sel akan terjadi pada difusi dan akan
bergantung pada beberapa aspek, diantaranya adalah wujud materi yaitu semakin
besar ikatan antar molekul maka semakin lama difusi tersebut dapat terjadi
misalnya zat padat sulit melakukan difusi karena memiliki ikatan antar molekul
yang besar. Suhu juga akan mempengaruhi difusi yaitu semakin tinggi suhu maka
ikatan antar molekul akan cepat untuk terputus. Proses tersebut akan
menyebabkan difusi terjadi secara cepat. Difusi juga dipengaruhi oleh ukuran
molekul. Molekul berukuran kecil akan lebih mudah untuk melintasi suatu
membran dari pada molekul yang besar pada suhu yang sama. Pengaruh
konsentrasi terhadap difusi yaitu semakin besar perbedaan konsentrasi antara zat
dan pelarutnya, atau perbedaan konsentrasi suatu zat pada dua tempat yang
berbeda akan menyebabkan semakin besar rata-rata difusi terjadi.

12
Protein-protein tersebut akan membentuk struktur yang menyerupai
saluran sel sehingga molekul akan melintasi membran plasma. Bentuk protein
yang dapat disebut sebagai protein pembawa (Carrier protein). Protein pembawa
dan transpor yang merentangkan membran sel menyediakan suatu mekanisme.
Proses osmosis merupakan proses perpindahan pelarut melewati membran sel
yang semipermeabel yaitu hanya zat-zat yang bisa lolos. Pelarut yang digunakan
pada umumnya adalah pelarut air yang proses osmosis merupakan perpindahan air
melalui membran atau lapisan semipermeabel. Osmosis juga merupakan difusi
menggunakan air melalui selaput semipermeabel. Air ini akan dapat bergerak dari
suatu daerah yang memiliki konsentrasi larutan rendah ke daerah yang memiliki
konsentrasi larutan tinggi. Tekanan di osmosis dapat diukur dengan menggunakan
suatu alat yang disebut dengan osmometer. Air akan bergerak dari daerah dengan
tekanan osmosis rendah ke daerah dengan tekanan osmosis tinggi. Sel akan dapat
mengerut jika berada pada lingkungan yang mempunyai konsentrasi larutan yang
lebih tinggi (Sartika, 1980).
2.4.2 Transpor Aktif
Menurut Arifiantini (2006) yang menyatakan bahwa pada transpor aktif
merupakan transport terjadi pada partikel-partikel melalui membran
semipermeabel yang bergerak melawan gradien konsentrasi yang memerlukan
suatu energi dalam bentuk Adenosin Tri Pospat (ATP). Proses osmosis dan proses
difusi membran tidak mengeluarkan energi untuk memasukan dan mengeluarkan
zat. Transpor sel yang terjadi pada proses transport aktif sangat diperlukan dengan
sebuah energi yang dapat diperoleh dari ATP yang dihasilkan oleh mitokondria
melalui proses respirasi dan proses transpor aktif. Peristiwa transpor aktif dapat
dilihat pada suatu peristiwa masuknya glukosa dalam sel melewati membran
plasma menggunakan energi yang akan berasal dari Adenosin Tri Pospat (ATP)
pada kadar ion kalium.
Molekul atau zat-zat akan dipindahkan dengan transpor aktif merupakan
molekul atau zat yang akan memiliki ukuran yang cukup besar dan tidak mampu
melewati membrane sel. Transpor aktif diperlukan energi dalam sel untuk
melawan gradien terhadap konsentrasi. Transpor aktif sangat diperlukan dapat

13
untuk memelihara molekul. Transpor aktif primer merupakan sebuah mekanisme
transpor aktif yang memerlukan energi langsung untuk membawa molekul sel
(Karp, 2005).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1. Alat
1. Mikroskop
2. Api bunsen
3. Tabung reaksi
4. Jarum ose
5. Pipet tetes
6. Pinset
7. Pisau cutter tajam
3.1.2. Bahan
1. Aquadest
2. Serat kapas
3. Methylen blue
4. Daun
5. Minyak emersi
6. Roti (segar dan rusak)
7. Air comberan
8. Tempe (segar dan busuk)
9. Bawang merah
10. Kentang (segar dan rusak)

3.2. Prosedur Percobaan


3.2.1. Simple Staining (Pewarnaan Sederhana)
1. Kaca objek dibersihkan dengan alkohol 75%.
2. Setetes dari air comberan atau lendir makanan basi yang akan diwarnai
disiapkan.

14
3. 1 atau 2 ose biakan diambil dan diletakkan ditengah-tengah gelas objek.
4. Ujung jarum ose digunakan dan biakan disebarkan hingga melebar dan
diperoleh apusan tipis berdiameter 1-2 cm.

15
16

5. Fiksasi dilakukan dengan diangin-anginnkan atau dengan dilewatkan di


atas nyala api Bunsen hingga apusan tampak kering dan transparan.
6. Methylene blue diteteskan ke atas kaca objek tadi.
7. Sedikit aquadest disemprotkan.
8. Dikeringkan hati-hati dengan tissue (jangan sampai terkena apusan).
9. Diamati dengan mikroskop dengan variasi perbesaran dan bantuan
minyak emersi.
10. Gambar bentuk sel yang dilihat.
3.2.2. Pengamatan Sel Bawang Merah, Daun dan Serat Kapas
1. Kaca objek dibersihkan.
2. Helaian bawang merah atau daun atau serat kapas diiris tipis.
3. Diambil dengan pinset dan diletakkan di kaca objek.
4. Ditetesi aquadest.
5. Diamati di bawah mikroskop dengan variasi perbesaran.
6. Gambar bentuk sel yang dilihat.
3.2.3. Pengamatan untuk Roti, Tempe, Kentang (Segar dan Rusak)
1. Kaca objek dibersihkan.
2. Diambil sedikit preparat yang segar.
3. Ditetesi dengan aquadest.
4. Diamati di bawah mikroskop dengan variasi perbesaran.
5. Dilakukan hal yang sama untuk preparat dengan bahan yang rusak.
6. Hasilnya dibandingkan.
7. Gambar bentuk sel yang dilihat.
DAFTAR PUSTAKA

Albert, B., dkk. 2002. Molecular Biology of the Cell 4th Ed. New York: Garland
Science.
Arianingsih, R. 2009. Isolasi Streptomyces dari Rizosfer Familia Poaceae yang
Berpotensi Menghasilkan Antijamur terhadap Candida albicans. Skripsi.
Jurusan Farmasi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Arifiantini, R. I. 2006. Pengujian Morfologi Spermatozoa Sapi Bali (Bos
Sondaicus) Menggunakan Pewarnaan Williams. Jurnal Indonesia Tropik
Agricultur. 31(2): 105-110.
Arifin, Z. 2007. Morfologi. Jakarta: Grasindo.
Aziz, F. 2015. Visibilitas Bacillus terhadap Methylene Blue yang Berpotensi
untuk Microbial Fuel Cell (MFC). Jurnal Sains dan Seni ITS. 4(1): 1-4.
Darkuni, N. 2001. Mikrobiologi (Bakteriologi, Virologi dan Mikologi). Malang:
Pendidikan Nasional.
Djuwita, dkk. 1996. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Indralaya: Laboratorium
Mikrobiologi Teknik Kimia Universitas Sriwijaya.
Fitri, L., dkk. 2011. Isolasi dan Pengamatan Morfologi Koloni Bakteri Kitinolitik.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi. 3(2): 20-25.
Fried, G. H. dan Hademenos, G. J. 1999. Biologi Second Edition. English:
McGraw-Hill.
Hakim, A. M. 2017. Struktur, Gambar, dan Fungsi Organel-Organel Sel.
(Online): http://www.yuksinau.id/struktur-fungsi-organel-organel-sel/
(Diakses pada tanggal 28 Februari 2020).
Ismet, M. S., dkk. 2011. Morfologi dan Biomassa Sel Spons Aaptos Aaptos dan
Petrosia Sp. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 3(2): 153-161.
Istifadah, N., dkk. 2016. Kemampuan Bakteri Endofit Akar Dan Ubi Kentang
Untuk Menekan Penyakit Busuk Lunak (Erwinia carotovora
pv.carotovora) Pada Ubi Kentang. Jurnal Algikultura. 27(3): 167-172.
Karmana, O. 2008. Biologi. Jakarta: PT Grafindo Media Pratama.
Karp, G. 2005. Cell and Molecular Biology Concepts and Experiments. United

3
States of America: John Wiley & Sons, Inc.
Kusnadi, dkk. 2017. New Editiion Pocket Book Biologi. Jakarta: Cmedia.
Lakitan, B. 2001. Dasar-Dasar Pembentukkan Fisiologi Sel Tumbuhan. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Mizana, D. K., dkk. 2016. Identifikasi Pertumbuhan Jamur Aspergillus sp Pada
Roti Tawar Yang Dijual Di Kota Padang Berdasarkan Variasi Suhu Dan
Lama Penyimpanan. Jurnal Kesehatan Andalas. 5(2): 355-360.
Nurhayati, N. 2009. Pelajaran IPA-Biologi Bilingual. Bandung: Yrama Widya.
Sari, L. M. 2018. Apoptosis: Mekanisme Molekuler Kematian Sel. Jurnal
Cakradonya Dent J. 10(2): 65-70.
Sartika, R. A. D. 1980. Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak Jenuh, dan Asam
Lemak Trans terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2(4):
154-160.
Sugiarti, E. 2013. Pengamatan Struktur Mikro-Nano Sistem Lapisan pada Baja
Karbon Berbasis Mikroskop Elektron. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi. 31(1): 31-38.
Sumadi, dkk. 2007. Biologi Sel. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sunaryo. 2002. Morfologi Sel-Sel Serat pada Kayu Eboni (Diospyros celebica
Bakh). Jurnal Biologi. 6(2): 255-258.
Waris, L. dan Rahayu, N. 2009. Distribusi Parasit Pencernaan di Sekolah Dasar
Negeri Miawa Kecamatan Piani Kabupaten Tapin Provinsi Kalimantan
Selatan Tahun 2008. Buletin Penelitian Kesehatan. 37(4): 188-195.

3
3

Anda mungkin juga menyukai