TEKNOLOGI PAKAN
“Pengolahan Bahan Pakan Secara Kimia”
Disusun oleh:
Kelas A
Kelompok 10
Syahrir Fajrul Ali 200110170191
Selvy Fitria Nida 200110170192
Zukhrif Aulia Fitri F 200110170196
Syifa Rahma L 200110170207
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2019
KATA PENGANTAR
karena dengan taufik dan hidayah-Nyalah telah selesai laporan akhir praktikum
evaluasi pengolahan kimia bahan pakan. Sholawat dan salam semoga tetap
telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan saran demi
disampaikan kepada bapakDr. Ir. Denny Rusmana, S.Pt., M.Si., IPM sebagai
Beserta para Asisten Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Non Ruminansia Dan
sesuai dengan kemampuan kami. Namun sebagai manusia biasa, kami tidak luput
dari kesalahan dan kekhilafan baik dari segi tekhnik penulisan maupun tata
bahasa.Demikian, semoga laporan akhir praktikum ini dapat bermanfaat bagi kami
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................... ii
I PENDAHULUAN
II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Amoniasi..................................................................................... 3
2.3 Ekstraksi..................................................................................... 11
iii
IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.2 Pembahasan................................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran Foto............................................................................... 37
vi
1
I
PENDAHULUAN
Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah
maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada ternak untuk kelangsungan
hidup, berproduksi, dan berkembang biak. Tillman dkk., (1989) menyatakan
bahwa pakan atau makanan ternak adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan
dapat digunakan oleh ternak. Secara umum bahan makanan ternak adalah bahan
yang dapat dimakan, tetapi tidak semua komponen dalam bahan makanan ternak
tersebut dapat dicerna oleh ternak. Konsentrat adalah bahan makanan yang
konsentrasi gizinya tinggi tetapi kandungan serat kasarnya relatif rendah dan
mudah dicerna.
Berdasarkan uraian diatas muncul suatu teknologi pakan yang bertujuan
untuk mengolah pakan se-efektif dan efisien mungkin sehingga dapat membantu
menyediakan pakan sepanjang tahun untuk mendukung proses produksi ternak,
yang salah satunya ialah dengan menggunakan cara pengolahan pakan secara
kimiawi, yang menggunakan cara dan bahan kimia untuk membantu
mengawetkan serta mengolah pakan bagi ternak. Maka dari itu kami mengangkat
“Pengolahan Pakan Secara Kimiawi” sebagai judul makalah kami untuk
memenuhi tugas mata kuliah teknologi pakan dan juga untuk menjadi sumbangan
bagi kemajuan dunia peternakan Indonesia.
Universitas Padjajaran
Universitas Padjajaran
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Amoniasi
urea) yang telah banyak dilakukan untuk meningkatkan nilai gizi dan kecernaan
limbah berserat tinggi. Amoniasi merupakan salah satu perlakuan kimia yang
bersifat alkalis dan dapat melarutkan hemiselulosa, lignin dan silika, saponifikasi
asam uronat dan ester asam asetat menetralisasi asam nitrat bebas serta dapat
Hanafi (2008) yaitu suatu proses perombakan dari struktur keras menjadi struktur
lunak dengan bantuanbahan kimia sumber amonia atau NH3 agar dapat
Manfaat amoniasiyaitu merubah tekstur bahan menjadi lebih lunak dan rapuh,
memerlukan enzim urease dalam media perlakuan. Urea yang telah terurai
menjadi NH3 akan berikatan dengan air atau H2O dan mengalami hidrolisis
menjadi NH4+ dan OH. NH3 yang berada pada suasana netral atau pH 7 akan
4
lebih banyak terdapat sebagai NH+ sehingga amoniasi akan serupa dengan
perlakuan alkali. Gugus OH dapat memutuskan ikatan hidrogen antar karbon pada
dengan perlakuan alkali) sehingga pakan akan lebih mudah memuai dan dicerna
hidrogen dari molekul protein dapat diperoleh dari karbohidrat yang mudah
oksigen) supaya glukosa bahan dapat diubah dalam reaksi respirasi menjadi
dimulai dari satu molekul glukosa sampai tahap akhirnya akan dihasilkan 2
molekul piruvat. Tahap ini juga akan menghasilkan 2 ATP dan memberikan dua
elektron dan satu hidrogen pada NAD+ sehingga menjadi NADH (Whiting,
1970). Selain itu, keadaan anaerob akan menyebabkan panas yang berasal dari
Ciri-ciri amoniasi yang baik yaitu memiliki bau yang khas amonia,
lunak dan kering. Hasil amoniasi lebih lembut dibandingkan jeramia salnya, tidak
(Sumarsih, 2003).
Warna jerami padi yang diamoniasi dengan baik akan berubah dari coklat
muda kekuningan menjadi coklat tua dan merata. Tekstur jerami amoniasi
menjadi lebih lembut dan lunak meskipun jerami tersebut sudah dikeringkan.
Amonia dalam proses urea amoniasi dapat mencegah timbulnya jamur, sehingga
tidak terdapat pada jerami padi amoniasi walaupun diperam dalam jangka waktu
mikroorganisme)
dan cara kering. Perbedaan keduanya hanya terletak pada penggunaan urea yang
menggunakan urea dan air sebagai sumber amoniak, adapun alat-alatnya dapat
pembuatan amoniasi kering yaitu lembaran plastik, timbangan, dan kayu untuk
dengan pelarutan urea dalam air, amonia akan tersebar merata dalam bahan karena
A. Cara Basah
dengan air. Setelah itu siram larutan urea tersebut sedikit demi sedikit pada
bahanpakan yang ada di dalam plastik atau drum, kemudian diaduk hingga
merata. Tutup/ ikat plastik pada bagian atas sehingga tidak ada udara yang keluar,
lalu masukkan ke dalam plastik lain kemudian ikat kembali. Tunggu selama 4
dahulu.
B. Cara Kering
kering udara, kemudian taburkan urea ke dalam bahanpakan serta diaduk sampai
rata, lalu masukkan ke dalam kantong plastik. Tutup rapat kantong plastik selama
satu bulan dan disimpan dalam tempat teduh setelah itu dapat dipanen. Sebelum
7
terlebih dahulu.
Tiga sumber amonia yang dapat digunakan dalam proses amoniasi adalah
NH3 dalam bentuk gas cair, NH4OH dalam bentuk larutan, dan urea atau
(NH2)2CO dalam bentuk padat. Bahan sumber amonia yang disarankan untuk
digunakan adalah urea karena lebih murah, mudah dalam penggunaannya, dan
sedikit toksik yang ditimbulkan. Kriteria zat kimia untuk pengolahan pakan yaitu
harus efektif dalam meningkatkan daya cerna dan atau konsumsi, murah dan
mudah didapat secara lokal, tidak meninggalkan residu yang beracun pada ternak,
serta feces dan urin yang dikeluarkan tidak mengakibatkan polusi bagi
lingkungan. Bahan tersebut juga harus mudah ditangani dan tidak membahayakan
bagi peternak.Urea yang digunakan adalah urea yang umumnya digunakan untuk
terbukti dapat meningkatkan kecernaan bahan organik pakan. Hal ini karena
perlakuan urea merupakan hasil dari dua proses yang dilakukan secara simultan,
yaitu hidrolisis urea (ureolysis) dan kerja amonia terhadap dinding sel bahan.
Hidrolisis urea merupakan reaksi enzimatis yang memerlukan enzim urease dalam
media perlakuan. Urea yang telah terurai menjadi NH3 akan berikatan dengan air
atau H2O dan mengalami hidrolisis menjadi NH4+ dan OH. NH3 yang berada pada
8
Kedua ikatan tersebut bersifat labil alkali (dapat diputus dengan perlakuan alkali)
sehingga pakan akan lebih mudah memuai dan dicerna oleh mikroba
rumen.
berat nitrogen yang digunakan dibandingkan dengan berat bahan pakan. Ditelitisi
limbah lignoselulosa yaitu minimal 1,5% urea dari bahan kering. Penambahan
45% N atau equivalen dengan 284% PK. Seperti yang pernah dilaporkan bahwa
ransum dari 15,99% menjadi 17,85% (Puastuti dan Mathius, 2008) dan
ransum dari 15,0% menjadi 17,9 – 18,4% (Puastuti et al., 2008 unpublished).
Penggunaan urea dalam ransum sapi sebanyak 0,88 – 1,96% dari bahan kering
meningkatkan kadar PK dari 8,87% menjadi 11,11 – 14,13% (Shain et al., 1998).
Selain itu contoh penggunaan pada amoniasi jerami padi dapat memacu
perkembangan mikroba dan meningkatkan energy ikatan lignin selulosa dan silika
yang merupakan factor penghambat utama daya cerna pada limbah jerami padi
meningkatkan kadar nitrogen bahan yang pada akhirnya akan terhitung sebagai
protein pakan. Penambahan urea sebagai sumber non protein nitrogen (NPN)
akan diurai oleh enzim urease yang berasal dari mikroba rumen menjadi ammonia
protein yang lebih tinggi karena terdapat penambahan unsur nitrogen. Struktur
dinding sel jerami padi menjadi lebih amorf dan mudah dicerna. Dalam keadaan
tertutup, bahan pakan yang diamoniasi dapat tahan lama. Berikut ini adalah
pesat. Terdapat 84 ribu unit industri tahu di Indonesia dengan kapasitas produksi
mencapai 2,56 juta ton per tahun (Sadzali, 2010). Ampas tahu yang terbentuk
(Kaswinarni, 2007). Ampas tahu dapat dijadikan sebagai bahan pakan sumber
protein karena mengandung protein kasar cukup tinggi berkisar antara 23-29%
(Mathius & Sinurat, 2001) dan kandungan zat nutrien lain adalah lemak 4,93%
sebagai pakan ternak tetapi asam amino yang rendah dan serat kasar yang tinggi
Penggunaan serat kasar yang tinggi, selain dapat menurunkan komponen yang
mudah dicerna juga menyebabkan penurunan aktivitas enzim pemecah zat -zat
lemak (Parrakasi, 1991). Untuk menurunkan serat kasar dan meningkatkan nilai
nutrisi pada limbah pertanian dibutuhkan suatu proses yang dapat mencakup
proses fisik, kimiawi, maupun biologis antara lain dengan cara teknologi
dapat meningkatkan nilai kecernaan (Winarno, 2000), menambah rasa dan aroma,
dihasilkan pula enzim hidrolitik serta membuat mineral lebih mudah untuk
diabsorbsi oleh ternak. Faktor-faktor fermentasi antara lain yaitu pH, waktu,
fermentasi yang semakin lama akan mengakibatkan penurunan kadar air bahan,
penurunan kadar air bahan tersebut menyebabkan kadar serat kasar semakin
yang semakin rendah maka mikroorganisme tidak akn bekerja secara optimal.
tumbuh dengan baik karena menurut Tamime dan Robinson (2008) tumbuh
optimal Lactobacillus ssp. adalah pada pH 5,2-5,8 dan menurut Juwita (2012)
Saccharomyces spp. tumbuh pada pH 4,0-4,5. Sejauh ini belum diketahui berapa
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah jenis pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu
padatan atau cairan. Proses ekstraksi dimulai dari penggumpalan ekstrak dengan
pelarut kemudian terjadi kontak antara bahan dan pelarut, sehingga pada bidang
12
antar muka bahan ekstraksi dan pelarut terjadi pengendapan massa dengan cara
difusi (Sudjadi, 1998). Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam
pelarut polar dan senyawa non-polar dalam pelarut non-polar (Harbone, 1987).
pemilihan pelarut, waktu proses ekstrasi, dan suhu ekstraksi. Pemilihan pelarut
akan mempengaruhi suhu ekstraksi dan waktu proses ekstraksi. Apabila suhu
tinggi, maka akan menghasilkan sisa pelarut yang tinggi pula (Anam, 2010).
mengekstrak zat aktif yang mudah larut dalam cairan pengekstrak, tidak
2006).
Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk didalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada
temperatur kamar yang terlindung dari cahaya. Pelarut akan masuk ke dalam sel
dari tanaman melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena terdapat perbedaan
konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan dengan
konsentrasi tinggi akan terdesak keluar dan digantikan dengan pelarut yang
konsentrasinya lebih rendah atau dikenal dengan proses difusi. Aktivitas tersebut
luar sel dan di dalam sel (Departemen Kesehatan RI, 2000). Proses maserasi
13
secara maserasi dilakukan pada suhu kamar sekitar 27 oC, dilakukan agar tidak
RI, 2006).
tinggi nilai rendemen yang dihasilkan, menandakan nilai ekstrak yang dihasilkan
terbalik dengan jumlah rendemen yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai rendemen
yang dihasilkan, maka semakin rendah mutu yang didapatkan (Irmayanti, 2016).
terdapat bintik-bintik, sedangkan buah mengkudu yang sudah tua berwarna putih
dengan bintik-bintik hitam. Kadar air buah mengkudu berkisar antara 80,26 % -
87,47%. Tinggi rendahnya kadar air buah berkaitan erat dengan proses fermentasi
buah, buah yang memiliki kadar air tinggi cenderung cepat melunak karena proses
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracehobionta
14
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Morinda
asperuloside, alizarin, dan beberapa zat antraquinon. Zat antibakteri dalam buah
Salmonella dan Shigella (Winarti, 2005). Zat-zat yang terdapat dalam buah
menjadi dua, yaitu pelarut polar dan pelarut non-polar. Konstanta dielektrik
dinyatakan sebagai gaya tolak menolak antara dua partikel yang bermuatan listrik
dipengaruhi oleh ikatan polar dan non polar. Zat yang polar akan larut dalam
pelarut polar, sedangkan zat non polar hanya larut dalam pelarut non polar
(Houghton dkk., 1998). Jenis pelarut organik dan sifat fisiknya disajikan dalam
tabel berikut.
ekstraksi berhasil. Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam memilih
pelarut, yaitu pelarut harus mempunyai daya larut yang tinggi dan pelarut tidak
17
berbahaya atau tidak beracun. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dapat
melarutkan ekstrak yang diinginkan saja, mempunyai kelarutan yang besar, tidak
menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen ekstrak, dan titik kedua
bahan yang digunakan tidak berdekatan (Guenther, 2006). Pelarut yang biasa
(1) Aquades
Aquades berasal dari istilah latin aquadestilata yang berarti air suling atau
dapat disebut juga air murni. Aquades adalah air yang diperoleh dari
pengembunan uap air akibat penguapan atau pendidihan air (Ham, 2006).
Aquades memiliki rumus kimia, yaitu H2O yang berarti dalam satu molekul
terdapat dua atom hidrogen kovalen dan atom oksigen tunggal. Aquades bersifat
tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada
untuk melarutkan banyak zat kimia, seperti garam, gula, asam, beberapa jenis gas
dan banyak macam molekul organik sehingga aquades disebut sebagai pelarut
universal. Aquades berada dalam kesetimbangan dinamis antara fase cair dan
padat di bawah tekanan dan temperatur standar. Dalam bentuk ion, aquades dapat
dideskripsikan sebagai asosiasi (ikatan antara sebuah ion hidrogen dengan sebuah
Aquades juga memiliki kapasitas kalor yang cukup tinggi, yaitu sebesar 1 kal g-1
C-1 sehingga menyebabkan kalor yang diperlukan untuk mengubah suhu dari
18
sejumlah massa yang cukup tinggi (Achmad, 2004). Selain itu, aquades memiliki
tegangan permukaan yang tinggi dan dapat menyebabkan aquades memiliki sifat
terjadinya sistem kapiler, yaitu kemampuan untuk bergerak dalam pipa kapiler.
Dengan adanya sistem kapiler dan sifat sebagai pelarut yang baik, membuat
aquades dapat membawa nutrien dari dalam tanah ke jaringan tumbuhan (akar,
(2) Metanol
Metanol adalah senyawa alkohol dengan satu rantai karbon dengan rumus
kimia CH3OH. Metanol memiliki berat molekul sebesar 32, titik didih 64 – 65 oC
(tergantung kemurnian), dan berat jenis 0,792 – 0,793 g/cm3. Secara fisik metanol
memiliki sifat tidak berwarna, bau seperti alkohol, dapat bercampur dengan air,
etanol, dan kloroform, higroskopis, mudah menguap, dan mudah terbakar oleh api
dalam kata lain pelarut protik polar adalah senyawa yang memiliki rumus umum
ROH. Metanol atau biasa disebut metil alkohol merupakan pelarut polar yang baik
karena memiliki nilai konstanta dielektrik terbesar setelah aquades. Metanol juga
(3) Etanol
berbentuk cair, tidak berwarna, larut dalam air, eter, kloroform, dan aseton (Basri,
sedangkan gugus alkil (R) merupakan gugus non polar. Proporsi dari kedua gugus
Etanol 70% sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang
yang dapat bersifat toksik (Voight, 1994). Etanol biasanya digunakan dalam
bakteri pada suatu bahan. Pelarut etanol lebih baik daripada air, metanol
III
Cooper
Embrat
Tali
Timbangan
Ember
3.1.2 Bahan
Jerami Padi 50 kg
3.1.3 Prosedur
Disiapkan silo. Silo dapat berasal dari kantung plastk, tong, atau karung
Larutan amoniak dibuat sebanyak 4% dari bobot jerami, yaitu larutan urea
Silo ditutup rapat sehingga tidak ada kontak dengan udara luar
21
beberapa saat
3.2.1 Alat
Plastik
Ember plastik
Timbangan
Baki
3.2.2 Bahan
Asam Sodium Sitrat 5% 100 gram dan Asam Sodum Sitrat 6% 120 gram
3.2.3 Prosedur
3.3.1 Alat
pH meter
Blender
Kertas etiket
Corong plastik
3.3.2 Bahan
Aquadest
Etanol 70%
Metanol 79%
3.3.3 Prosedur
Bahan yang akan dimaserasi disiapkan, dicuci dengan air mengalir untuk
bagian pelarut)
IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Indikator
n Jerami
Menyengat
Menyengat
Menyengat
Mengkudu Coklat
Metanol 5 5,7 tajam Menyengat jernih Coklat agaktua 331 323
Sedikit Sedikit
Etanol 6,6 5,6 menyengat Menyengat jernih Bening kecoklatan 298 289
Putih
Air 4 4,35 Mengkudu Mengkudu keruh Putih keruh 37 363
D Metanol 5 5,6 Menyengat Menyengat Kuning Kuning 218 787
Tidak terlalu Tidak terlalu Putih
Etanol 4 5,1 menyengat menyengat keruh Putih keruh 223 776
Putih
Air 4 Mengkudu Mengkudu keruh Putih keruh - -
E Metanol 6 Menyengat Menyengat keruh keruh - -
Tidakmenyeng Tidak Hijau
Etanol 5 at menyengat keruh Hijau keruh - -
Mengkudu Kuning
Air 4 4,1 Mengkudu menyengat keruh Coklat keruh 500 382
F Putih Coklat muda
Metanol 6 6 Menyengat Mengkudu keruh jernih 1250 756
Etanol 5 5,2 Menyengat Menyengat abu-abu Coklat keruh 250 926
4.2 Hasil
(Ahmed et al., 2002). Beberapa bahan yang digunakan untuk membuat jerami
1. Jerami Padi
Jerami adalah hasil samping usaha dalam bidang pertanian berupa tangkai
dipisahkan. Massa jerami kurang lebih setara yaitu dengan massa biji-
2. Urea
Urea adalah pupuk kimia mengandung Nitrogen (N) berkadar tinggi. Urea
NH2CONH2. Urea mudah larut dalam air dan sangat mudah menghisap
Kadar Biuret 1%, ukuran 1-3,35MM 90% Min serta berbentuk Prill
3. Molases
menjadi gula yang masih mengandung gula dan asam-asam organic cukup
4. Air
Proses Pembuatan
bahan yang akan digunakan. Alat yang digunakan antara lain timbangan 50 kg
pembuatan jerami padi amoniasi adalah jerami dihamparkan diatas lantai ruang
untuk proses amoniasi jerami padi yang berukuran 3x3 meter lapis demi
lapisan ±30 cm. Urea dan air terlebih dahulu dicampur dalam ember hingga larut,
permukaan lapisan tumpukan jerami yang telah dipadatkan dengan cara dipercik
untuk proses fermentasi, dan setelah 3 minggu jerami padi amoniasi dievaluasi
organoleptik diperoleh:
oksigen masih ada hingga gula tanaman habis. Penurunan oksigen diikuti
padi dan menimbulkan bau amonia yang menyengat. Bau yang kurang
dengan baik, tidak efisien bahkan gagal. Penyebab bau yang kurang karena
sehingga sebagian besar amonia yang terbentuk menguap dan tidak terikat
oleh jerami padi, urea belum atau tidak terhidrolisis secara sempurna,
kurangnya bakteri ureolitik atau sumber urease dalam jerami padi yang
2. Tekstur halus. Tekstur jerami padi amoniasi yang lembut dan halus
disebabkan ikatan lignin, sellulosa, dan silika pada dinding jerami lepas.
Semakin lama proses fermentasi maka tekstur jerami padi amoniasi akan
semakin lembut dan lunak sehingga lebih mudah dicerna oleh mikroba
jerami padi yang diberi urea dan molases 15% adalah antara 7 – 5,5. Suhu
atau turun dua kali lipat pada setiap peningkatan atau penurunan suhu
Praktikum kali ini yaitu dilakukan fermentasi ampas tahu. Ampas tahu
29
nutrisi yang terserab saat absorbsi nutrisi di organ pencernaan berjalan maksimal.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Bidura dkk (2007) yang menyatakan bahwa
mencampurkan ampas tahu dengan sodium sitrat. Ampas tahu yang digunakan
dengan sodium sitrat 5% dan sodium sitrat 6%. Sodium sitrat adalah asam
organik lemah yang merupakan bahan pengawet yang baik dan alami. Ampas
tahu dan asam sodium sitrat dicampurkan hingga merata, kemudian campuran
asam tahu dengan sodium sitrat tersebut dimasukkan kedalam plastik dan
kemudian dilakukan evaluasi dari keadaan fisik, bau dan pH dari ampas tahu
tersebut. Evaluasi dilakukan pada hari ke-1, hari ke-3, hari ke-9, hari ke-12, dan
hari ke-14. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, didapatkan hasil dari
campuran ampas tahu dengan sodium sitrat 5% pada hari ke-1 yaitu berbau tahu
asam, berwarna putih gading dan didapatkan pH 4,8. Untuk ampas tahu kedua
yang di campur dengan sodium sitrat 6% yaitu berbau tahu asam, berwarna putih
gading dan didapatkan pH 4,86. Dari pengamatan yang dilakukan untuk bau dari
ampas tahu tersebut tidak ada perubahan, bau didominasi oleh bau asam,
sedangkan dari pH kedua ampas tahu tersebut mengalami perubahan. Ampas tahu
30
4; 4,1 dan untuk sodium sitrat 6% mengalami perubahan pH 4,7; 3; 4; 4,1. Tidak
ada perbedaan yang begitu signifikan pada pH kedua ampas tahu dengan
yang digunakan tidak begitu jauh. Menurut Karlina (2008) semakin lama waktu
tidak akan bekerja secara optimal. Sedangkan adanya inkonsisten pada pH yang
kesalahan praktikan pada saat pengukuran pH dan kondisi lingkungan yang tidak
Dinyatakan dalam penelitian terjadi peningkatan bobot badan pada ayam broiler
setelah diberikan ekstrak tannaman yang dijadikan feed additive, dijelaskan
bahwa peningkatan berat badan yang terjadi kemungkinan disebabkan adanya zat
dengan sempurna. Buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) sebagai tanaman obat
coli dan Salmonella Enteritidis. Perasan segar buah mengkudu juga telah
2010). Menurut Bailey & Cantor (2013) feed additive adalah senyawa yang
toksisitas dan residu pada produk ternak membuat regulasi yang sangat ketat pada
Praktikum kali ini adalah melakukan ekstraksi zat aktif dari bahan buah
mengkudu secara maserasi. Maserasi dilakukan dalam waktu 24 jam dengan 2 kali
dengan rotary evaporator hingga didapat filtrat metanol dan dihitung nilai
alkaloid, flavonoid dan terpenoid yang dapat larut dengan pelarut polar
diantaranya adalah etanol, methanol, dan air. Untuk mendapatkan ekstrak dari
buah megkudu ini, maka praktikum ini dilakukan dengan metode maserasi yang
menggunakan pelarut polar yaitu methanol 70% dan aquadest sebagai pelarutnya.
Keuntungan dari metode ini yaitu prosedur dan peralatan yang digunakan
sederhana dan tidak dipanaskan sehingga bahan alam tidak menjadi terurai.
senyawa memiliki kelarutan terbatas dalam pelarut pada suhu kamar (Puspitasari,
2017). Buah mengkudu yang telah dicacah sebanyak 100 gram dan 250 gram
aktif didalamnya. Mengkudu sebanyak 100 gram dan 250 gram yang telah halus
aquadest dan methanol dengan perbandingan 1:4 b/v yang berarti sebanyak 758
gram pelarut untuk methanol atau 1000 ml, dan 389 grm untuk pelarut aquadest
atau 400 ml. Campuran ini di aduk untuk mempercepat reaksi antara pelarut dan
zat aktif yang terdapat dalam mengkudu tersebut. Pelarut methanol dan aquadest
ini digunakan karena pelarut ini memiliki tingkat kepolaran yang tinggi, sehingga
fenolik, karotenoid, tanin, gula, asam amino, dan glikosida. Pelarut Semi polar
Pelarut nonpolar dapat mengekstrak senyawa kimia seperti lilin, lipid, dan minyak
yang mudah menguap. Air dan etanol memiliki kepolaran yang sama, akan tetapi
air memiliki sifat asam dan basa yang tidak stabil sehingga senyawa aktif yang
1987).
polar aquadest dan methanol 70% selanjutnya di aduk untuk kemudian ditutup
tersebut dibuat memiliki ciri ciri yang sama yaitu, warna dari ekstrak mengkudu
dan pelarut aquadest adalah kuning keruh, sedangkan ektrak mengkudu dan
larutan methanol 70% kuning kecoklatan, dan aroma yang dikeluarkan oleh
campuran mengkudu dan methanol 70% ini lebih menyengat daripada campuran
dengan aquadest. Hal ini terjadi karena metanol memiliki bau yang sangat
33
menyengat dan menusuk hidung apabila tercium dalam jarak yang dekat. pH dari
kedua campuran tersebut berbeda, pH dari campuran methanol 70% yaitu 5,2
lebih tinggi daripada dengan campuran aquadest yang hanya 4,2. Itu menunjukkan
memiliki bentuk ekstrak kental, warna kuning kecoklatan, dan berbau khas buah
alkaloid,flavonoid, saponin, tanin, steroid dan fenol. (Fenita, 2010). Pada hari
ketiga maserasi, warna mengkudu tidak berubah nyata dan masih berwarna kuning
aquadest sebesar 4, dan pH dari larutan mengkudu dan methanol sebesar 5. Bau
dari kedua larutan tersebut berbeda, campuran yang direndam dengan methanol
memiliki aroma menyengat khas mengkudu. Pada pengecekan di hari ketiga ini
dihasilkan berat biji mengkudu yang terdapat pada bagian atas seberat masing
dipisahkan dari larutannya. Selain biji, ampas dari hasil ekstraksi juga di saring,
dan mendapatkan hasil 100 gram atau untuk campuran mengkudu dan aquadest,
kemudian seberat 224 gram untuk campuran mengkudu dan methanol 70%. Untuk
mendapatkan hasil rendemen yang baik, maka larutan harus disaring kembali agar
benar benar bersih dari ampas. Selain itu, maka dihitung pula volumenya dari
kedua campuran tersebut, yaitu sebesar 306 ml untuk campuran mengkudu dan
Berkurangnya volume dan berat larutan ini dikarenakan masih adanya air
berat larutan dan volume larutan tersebut. Paha hari ke 7 mengkudu berubah
warna menjadi kuning kecoklatan, dan pH dari masing masing larutan naik
kembali, yaitu sebesar 4,5 (100 gram) dan 6,1 (250 gram methanol 70%), bau
yang dihasilkan juga berbeda, larutan dengan aquadest berbau mengkudu yang
sangat pekat namun sedikit menyengat, dan larutan dengan methanol berbau
sangat menyengat dan bau mengkudu nya pudar. warna jingga yang berarti positif
adanya flavonoid. Magnesium dan asam klorida pada uji ini bereaksi membentuk
pekat berfungsi untuk mereduksi inti benzopiron yang terdapat pada struktur
Berat ampas yang tersaring pada kedua larutan ini adalah 0 gram, itu artinya
sudah tidak ada ampas yang tersisa. Dan berat larutan hasil saringan dari
campuran mengkudu dan aquadest seberat 295 gram atau volumenya sebanyak
300 ml. kemudian hasil saringan dari cairan megkudu dan methanol seberat 724
gram atau sekitar 875 ml. volume larutan dari kedua campuran ini harusnya tidak
jauh berbeda dari pengecekan pada hari ke 3 karena pada saat itu tidak terdapat
residu, mungkin terjadi kesalahan dalam perhitungan atau pada saat penimbangan
evaporator pada suhu berkisar antara 45-50 derajat C, setelah di ratory evaporator
larutan tersebut diletakkan di water bath untuk menguapkan sisa pelarut yang
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Simpulan
dan berubah menjadi coklat tua serta aroma nya amoniak yang sangat
menyengat, pH nya menjadi 8,9, serta tekstur yang yang menjadi rapuh.
2) Fermentasi ampas tahu didapatkan hasil untuk ampas tahu tanpa perlakuan
pada hari ke 1-14 berwarna tetap yaitu putih gading, pH nya turun dari 5,7
menjadi 4,2, dan aromanya berubah menjadi bau basi khas fermentasi.
Untuk yang 1% pH nya dari 5,2 menjadi 3,9, 2% pH nya dari 4,8 menjadi
4,3, 3% pH nya dari 4 tetap 4, 4% pH nya 4,5 tetap 4,5, 5% dari 4,8
3) Didapatkan hasil dari Ekstraksi maserasi untuk aroma, dan warna tidak
jauh berbeda dari kelas A sampai F yaitu berbau mengkudu yang sedikit
5.1.2 Saran
36
Saran yang bisa penulis berikan pada praktikum kali ini adalah lebih harus
diawasi lagi saat praktikum berlangsung supaya data yang diproleh lebih valid dan
DAFTAR PUSTAKA
Anam, Choirul. 2010. Ekstraksi Oleoresin Jahe (Zingiber officinale) Kajian Dari
Ukuran Bahan, Pelarut, Waktu dan Suhu. Jurnal Pertanian MAPETA.
Vol. XII. (2) : 72-144.
Banerjee, G.C. 1978. Animal Nutrition. Oxford & IBM Pub. Co Calcutta
Djauhariya, E., Rahardjo, M., dan Ma’mun. 2006. Karakterisasi Morfologi dan
Mutu Buah Mengkudu. Buletin Plasma Nutfah. Vol. 12 (1) : 1-8.
37
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengolahan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta
Fenita, Y., Hidayat dan M. Sukma. 2008. Pengaruh pemberian air buah
mengkudu (Morinda citrifolia L) terhadap performans dan Berat Organ
dalam Ayam Broiler. Jurnal Sain Peternakan Indonesia. Vol. 3 (2) Hal. 52-
62.
Fenita, Y. 2010b. Pengaruh Pemberian Tepung Buah Mengkudu (Morinda
citrifolia L.) dalam Ransum terhadap Persentase Organ dalam Kolesterol
dan Trigliserida Darah Ayam Pedaging. Prosiding Seminar BKS-PTN
Barat tahun 2010. Hal.1060-1065.
Hanafi, N. D. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. Departemen.
Peternakan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara. Medan.
Hanafi, N.D. 2004. Perlakuan Silase dan Amoniasi Daun Kelapa Sawit Sebagai
Bahan Baku Pakan Domba. Skripsi. Fakultas Pertanian Program Studi
Produksi Ternak Universitas Sumatera Utara. Medan
Pratiwa, C., Farah Diba, dan Wahdina. 2015. Bioaktivitas Ekstrak Etanol Buah
Mengkudu (Morinda citrifolia L.) terhadap Rayap Tanah (Coptotermes
curvignathus Holmgren). Jurnal Hutan Lestari. Vol. 3 (2) : 227 – 233.
Pratiwi, I. 2009. Uji Antibakteri Ekstrak Kasar Daun Acalypha indica terhadap
Bakteri Salmonella choleraesuis dan Salmonella typhimurium. Skripsi.
FMIPA UNS. Surakarta.
Puastuti, W. dan I.W. Mathius. 2008. Respon domba jantan muda pada berbagai
tingkat substitusi hidrolisat bulu ayam dalam ransum. JITV 13(2): 95 –
102.
Sadzali, Imam. 2010. Potensi Limbah Tahu Sebagai Biogas. Jurnal UI Untuk
Bangsa Seri Kesehatan, Sains, dan Teknologi 1 (12) :62-69
Santoso, U., Kususuyah and Y. Fenita. 2010. The effect of Souropus Andrgynus
Extract and Lemuru Oil on Fat Deposition and Fatty Acid Composition of
Meat in Broiler Chickens. Journal of Indonesian Tropical Animal
Agriculture 35 (1): 48-54.
39
Satie, D.L. 1995. Memacu produktivitas ayam broiler dengan ramuan tradisional.
Poultry Indonesia. 185. Hal. 8-11.
Setyono, H., Kusriningrum, Mustikoweni, T. Nurhayati, R. Sidik, M. Anam, M.
Lamid, dan W.P. Lokapirnasari. 2009. Teknologi Pakan Hewan. Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya
Shain, D.H., R.R. Stock, T.J. Klopfenstein and D.W. Herold. 1998. Effect of
degradable intake protein level on finishing cattle performance and
ruminal metabolism. J. Anim. Sci. 76: 242 – 248.
Van Soest, P.J. 1982. Nutritional Ecology of The Ruminant. O and B Books, Inc
United States of America.
Wahyuni, dan R. Bijanti. 2006. Uji Efek Samping Formula Pakan Komplit
Terhadap Fungsi Hati dan Ginjal Pedet Sapi Friesan Holstein. MKH.
22(3) : 174- 178
LAMPIRAN
(1) Dokumentasi Saat Praktikum
41