Anda di halaman 1dari 17

1.

Bronkoskopi
DEFINISI
Kata bronkoskopi berasal dari bahasa Yunani; broncho yang berarti batang tenggorokan dan
scopos yang berarti melihat atau menonton. Jadi, bronkoskopi adalah pemeriksaan visual
jalan nafas atau saluran pernafasan paru yang disebut bronkus. Lebih khusus lagi,
bronkoskopi merupakan prosedur medis, yang dilakukan oleh dokter yang mempunyai
kompetensi di bidangnya dengan memeriksa bronkus atau percabangan paru-paru untuk
tujuan diagnostik dan terapeutik (pengobatan). Untuk prosedur ini dokter menggunakan
bronkoskop, sejenis endoskop, yang merupakan instrumen untuk pemeriksaan organ dalam
tubuh. Tergantung pada alasan medis atau indikasi klinis untuk bronkoskopi, dokter dapat
menggunakan bronkoskopi kaku (rigid) atau Fiber Optic Bronchoscopy (FOB).

JENIS BRONKOSKOPI
Berdasarkan bentuk dan sifat alat bronkoskopi, saat ini dikenal dua macam
bronkoskopi, yaitu Bronkoskopi Kaku (Rigid) dan Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL).
A. Bronkoskopi Kaku (Rigid)
Bronkoskopi rigid merupakan alat yang berbentuk tabung lurus terbuat dari bahan
stainless steel. Panjang dan lebar bervariasi, tetapi bronkoskopi untuk dewasa biasanya
berukuran panjang 40 cm dan diameter berkisar 9-13,5 mm, tebal dinding bronkoskop
berkisar 2-3 mm. Bronkoskopi rigid biasanya dilakukan dengan penderita di bawah anestesi
umum. Tindakan ini harus dilakukan oleh bronchoscopist yang berpengalaman di ruang
operasi. Bronkoskopi rigid diindikasikan pada penderita dengan obstruksi saluran nafas besar
dimana dengan FOB tidak dapat dilakukan. Indikasi umum lainnya adalah:
• Mengontrol dan penanganan batuk darah massif
• Mengeluarkan benda asing dari saluran trakeobronkial
• Penanganan stenosis saluran nafas
• Penanganan obstruksi saluran nafas akibat neoplasma
• Pemasangan sten bronkus
• Laser bronkoskopia
B. Bronkoskopi Serat Optik Lentur (Bsol)
Bronkoskopi serat optik lentur (BSOL) juga dikenal sebagai Fiber Optic
Bronchoscopy (FOB), sangat membantu dalam menegakkan diagnosis pada kelainan yang
dijumpai di paru-paru, dan berkembang sebagai suatu prosedur diagnostik invasif paru.
FOB berupa tabung tipis panjang dengan diameter 5-6 mm, merupakan saluran untuk
tempat penyisipan peralatan tambahan yang digunakan untuk mendapatkan sampel dahak
ataupun jaringan. Biasanya 55 cm dari total panjang tabung FOB mengandung serat optik
yang memancarkan cahaya. Ujung distal FOB memiliki sumber cahaya yang dapat
memperbesar 120o dari 100o lapangan pandang yang diproyeksikan ke layar video atau
kamera.
Tabungnya sangat fleksibel sehingga memungkinkan operator untuk melihat sudut
160o-180o keatas dan 100o-130o ke bawah. Hal ini memungkinkan bronchoscopist FOB untuk
melihat ke segmen yang lebih kecil dan segmen sub cabang bronkus ke atas dan ke bawah
dari bronkus utama, dan juga ke depan belakang (anterior dan superior).

INDIKASI
Indikasi dari bronkoskopi adalah untuk membantu dalam menegakkan diagnosis,
sebagai terapeutik serta pre operatif/post operasi. Yang termasuk indikasi diagnostik
bronkoskopi antara lain:
• Batuk
• Batuk darah
• Mengi dan stridor
• Gambaran foto toraks yang abnormal
• Pemeriksaan Bronchoalveolar lavage (BAL)
• Lymphadenopathy atau massa intrabronkial pada intra toraks
• Karsinoma bronkus
• Ada bukti sitologi atau masih tersangka
• Penentuan derajat karsinoma bronkus
• Follow up karsinoma bronkus
Yang termasuk indikasi terapeutik bronkoskopi antara lain: 10,14
• Dahak yang tertahan, gumpalan mukus
• Benda asing pada trakeobronkial
• Pemasangan stent pada trakeobronkial
• Dilatasi bronkus dengan menggunakan balon
• Kista pada mediastinum
• Kista pada bronkus
• Mengeluarkan sesuatu dengan bronkoskopi
• Brachytherapy
• Laser therapy
• Abses paru
• Trauma dada
• Therapeutic lavage (pulmonary alveolar proteinosis)

KONTRA INDIKASI
Kontra indikasi tindakan bronkoskopi terdiri dari kontra indikasi absolut dan relatif.
Yang termasuk kontra indikasi absolut:
• Penderita kurang kooperatif
• Keterampilan operator kurang
• Fasilitas kurang memadai
• Angina yang tidak stabil
• Aritmia yang tidak terkontrol
• Hipoksia yang tidak respon dengan pemberian oksigen
Yang termasuk kontra indikasi relatif antara lain :
• Asma berat
• Hiperkarbia berat
• Koagulopati yang serius
• Bulla emfisema berat
• Obstruksi trakea
• High Positive end-expiratory pressure

KEAMANAN DAN KOMPLIKASI


Pada umumnya FOB mempunyai batas keamanan yang tinggi dengan angka mortaliti
0-0,4% dengan komplikasi mayor (perdarahan pada waktu dilakukan biopsi, depresi
pernafasan, hentijantung, aritmia, dan pneumotoraks) < 1 % pada waktu tindakan
bronkoskopi. Komplikasi ringan seperti kesulitan bernafas, demam, sakit tenggorokan.
Disamping komplikasi yang dapat terjadi pada saat premedikasi, selama tindakan dan
sesudah bronkoskopi, juga dapat terjadi sekuele. Pada umumnya sekuele ini terjadi akibat
adanya tindakan tambahan pada saat bronkoskopi. Sekuele tersebut dapat berupa jaringan
parut atau polypous granulatin setelah tindakan biopsi.
PERSIAPAN BRONKOSKOPI
Dalam survei yang dilakukan American College of Chest Physician (ACCP) pada
umumnya dilakukan prosedur sebelum tindakan bronkoskopi berupa foto toraks, faal
hemostasis, juga dilakukan EKG (Ecocardiography), analisa gas darah, elektrolit dan
spirometri. Evaluasi jantung dilakukan pada penderita dengan penyakit koroner yang akan
dilakukan bronkoskopi, karena penyakit ini dapat meningkatkan resiko pada saat
bronkoskopi.
Disamping pemeriksaan tersebut yang juga penting untuk dipersiapkan adalah yang
berkaitan dengan penderita. Persiapan yang harus dilakukan terhadap penderita adalah:
1. Informasi yang berkaitan dengan riwayat penyakit sebelumnya, penyakit
sekarang, kondisi fisik dan mental penderita dan riwayat reaksi alergi terhadap
obat yang akan digunakan untuk tindakan bronkoskopi.
2. Memberikan informasi kepada penderita tentang tahapan yang akan dilakukan
mulai dari persiapan bronkoskopi sampai pasca bronkoskopi, termasuk puasa
sebagai persiapan sebelum bronkoskopi yang dilakukan sekitar 8 jam untuk
mencegah terjadinya aspirasi isi lambung, penjelasan tentang tindakan anestesi
yang dilakukan dan efek anestesi yang dirasakan penderita, puasa setelah
menjalani tindakan bronkoskopi.
3. Menandatangani informed consent untuk tindakan yang akan dilakukan.
4. Melakukan evaluasi sebelum bronkoskopi untuk mengklasifikasikan
berdasarkan kondisi fisik penderita. Berhubungan dengan kondisi fisik penderita
American Association of Anesthesiologysts (ASA) membuat klasifikasi sebagai
berikut :
ASA I : Penderita dengan kondisi fisik normal.
ASA II : Penderita dengan penyakit sistemik ringan.
ASA III : Penderita dengan penyakit sistemik yang berat dengan
keterbatasan aktifitas.
ASA IV : Penderita dengan penyakit yang tergantung dengan obat-
obatan agar dapat bertahan.
ASA V : Penderita dengan kondisi yang gawat dengan
prediksi tidak akan bertahan hidup dalam 24 jam dengan atau tanpa
bronkoskopi.
Selain persiapan pada penderita juga dilakukan persiapan fasilitas penunjang, berupa:
• Ruangan:
• Broncoscopy suite
• Ruangan persiapan, ruangan tindakan, ruangan pemulihan, ruangan desinfeksi alat
• Bronkoskopi:
• Kelengkapan televisi, video, foto
• Kelengkapan alat diagnostik dan terapi
• Sarana penunjang:
• Oksigen, mesin penghisap lendir (suction).
• Alat pemantau EKG, oksimeter denyut
• Nebulizer
• Resusitator
• Jet ventilation

MEDIKASI SEBELUM BRONKOSKOPI


Medikasi diberikan sebelum dilakukan bronkoskopi untuk keamanan dan keberhasilan
prosedur bronkoskopi. Umumnya anti sedatif ringan diberikan 30 menit sebelum prosedur
bronkoskopi dilakukan. Selama prosedur, anestesi topikal diberikan pada saluran nafas serta
sedatif dan analgetik tambahan diberi untuk mengatasi dan mengurangi kecemasan, nyeri
serta batuk.
Antisialagogues diguna untuk mengurangi sekresi, munurunkan respon vasovagal
juga untuk meningkatkan efikasi anestesi topikal. Efek samping yang mungkin timbul pada
pemberian antisialagogues berupa takikardi, hipotensi, aritmia, retensi urin, glukoma dan
penurunan motilitas saluran cerna. Tidak ada data akurat menunjukkan efikasi pemberian
antisialagogues dan tidak selalu diberikan karena efek sampingnya. Operator umumnya
menggunakan kombinasi medikasi benzodiazepine, opiate narkotik, antisialagogue dan
antihistmin umumnya digunakan secara individual untuk menimbulkan efek amnesia,
anxiolysis, penurunan refleks batuk dan analgesia pada saluran nafas. Obat dengan onset
cepat, masa paruh pendek dan efek samping yang minimal selalu digunakan.
Benzodiazepin biasanya diberikan untuk menimbulkan efek amnesia dan anxiolysis.
Midazolam IV diberi karena onset cepat dan masa paruhnya pendek. Bolus 0.5-2.0 mg diberi
2-5 menit sampai efek sedasi diperoleh. Lorazepam juga digunakan sebelum dilakukan
tindakan dengan batas keamanan lebih baik disebabkan retrograde amnesia yang ditimbul
oleh midazolam. Flumanezil, inhibitor kompetetif GABA diguna sebagai antidotum
benzodiazepine. Digunakan untuk mengatasi overdosis benzodiazepine. Mempunyai masa
paruh yang pendek.
Opiat menurunkan refleks laryng dan batuk serta sebagai anxiolysis. Dapat
menimbulkan nausea dan disphoria. Fentanyl IV dalam bolus 25-50 mg diguna 2-5 menit
sebelum dilakukan bronkoskopi. Meperidine digunakan sebelum prosedur bronkoskopi
karena metaboliknya aktif dengan masa paruh panjang tetapi peningkatan resiko kejang dan
tidak disarankan untuk selalu digunakan. Naloxone digunakan sebagai antidotum untuk
sedasi narkotik dengan efek inhibitor kompetitif. Durasinya lebih pendek dibanding narkotik
dan justru digunakan untuk mengatasi overdosis opiat narkotik.
Anestesi topikal pada traktus aerogigestive atas, area glottis dan bronkial dapat
diperoleh dengan aplikasi lidokain, benzocaine tetracaine dan kokain. Lidokain paling banyak
dipakai karena onset cepat durasi pendek dan efek terapeutik lebar. Safety margin pada dosis
< 7 mg/kg.

TINDAKAN BRONKOSKOPI
Sebelum memulai tindakan bronkoskopi, dilakukan pemantauan tekanan darah, detak
jantung, frekwensi pernafasan, denyut nadi oksimetri (oksigen saturasi). Penderita harus
diberikan suplemen oksigen selama dan setelah tindakan bronkoskopi.
Ada tiga cara untuk melakukan FOB, yaitu melalui hidung (trans nasal), mulut (trans
oral) atau melalui tabung endotrakeal (ETT). Elastisitas FOB memungkinkan bronkoskop
melewati hidung, tenggorokan posterior, pita suara, trakea, karina membagi bronkus utama
kanan dan kiri. Kemudian FOB masuk ke bronkus dan segmen yang lebih kecil kanan dan
kiri paru. Karina dan semua segmen pada trakeobronkial divisualisasikan pada layar video
bronkoskopi. Karina dinilai ketajamannya. Subsegmen paru dinilai posisi, tekstur, warna,
ukuran dan patency. Mukosa bronkial juga diperiksa apakah ada infiltrasi, peradangan dan
sekresi.
Setelah tindakan bronkoskopi selesai dilakukan, penderita dipantau tanda-tanda vital
seperti tekanan darah, denyut nadi, serta penderita tidak boleh mengkonsumsi apapun sampai
dua jam setelah tindakan bronkoskopi selesai dilakukan. Batuk dengan sedikit darah, sakit
tenggorokan dan ketidaknyamanan karena alergi terhadap obat yang diberikan selama
prosedur biasa dijumpai setelah tindakan bronkoskopi. Hal ini akan hilang setelah dua jam
prosedur bronkoskopi selesai dilakukan.
2. Analisa Gas Darah Arteri
Analisa gas darah arteri dilakukan ketika dibutuhkan informasi tentang status
asam-basa klien. Kontraindikasi : keadaan fibrinolisis sistemik, seperti pada
terapi trombolitik merupakan keadaan kontraindikasi relatif. Tujuan dilakukan analisa gas
darah adalah untuk mengetahui:
1. pH darah
2. Tekanan parsial Karbon Dioksida (PCO2)
3. Bikarbonat (HCO3-)
4. Base excess/deficit
5. Tekanan Oksigen (PO2)
6. Kandungan Oksigen (O2)
7. Saturasi Oksigen (SO2)
Faktor-faktor yang berkontribusi pada nilai-nilai analisa gas darah
yang abnormal
1. Obat-obatan dapat meningkatkan pH darah: sodium bikarbonat
2. Kegagalan untuk mengeluarkan semua udara dari spuit akan
menyebabkan nilai PaCO2 yang rendah dan nilai PaO2 meningkat
3. Obat-obatan yang dapat meningkatkan PaCO2 : aldosterone,
ethacrynic acid, hydrocortisone, metolazone, prednisone, sodium
bicarbonate, thiazides.
4. Obat-obatan yang dapat menurunkan PaCO2 : acetazolamide,
dimercaprol, methicillin sodium, nitrofurantoin, tetracycline,
triamterene.
5. Obat-obatan yang dapat meningkatkan HCO3-: alkaline salts,
diuretics
6. Obat-obatan yang dapat menurunkan HCO3-: acid salts.
7. Saturasi oksigen dipengaruhi oteh tekanan parsial oksigen dalam
darah, suhu tubuh, pH darah, dan struktur hemoglobin.

Alat yang diperlukan untuk pengambilan darah arteri adalah :


- Antiseptik (kapas alkohol)
- Kassasteril
- Spuit yang steril ukuran 3 cc
- Heparin
- Kontainer atau es
- Label spesimen
- Sarung tangan
- Pengalas
- Bengkok
- Plester dan gunting

Persiapan :
1. Cek catatan medik. Meliputi:
- Alasan pengambilan spesimen darah. Rasional mengidentifikasi tipe darah yang
dibutuhkan dan bagaimana mengumpulkannya.
- Riwayat faktor risiko perdarahan: terapi antikoagulan, gangguan perdarahan, jumlah
trombosit yang rendah. Rasional mengingatkan untuk menyiapkan peralatan
tambahan untuk penekanan pada daerah penusukan setelah dilakukannya tindakan.
- Faktor kontra indikasi dilakukan penusukan pada arteri atau vena : infus intra vena
atau keadaan setelah radikal mastektomi. Rasional mengidentifikasi daerah yang ddak
dapat digunakan sebagai tempat dilakukannya prosedur tindakan.
2. Siapkan formulir laboratorium.
3. Cuci tangan.
4. Siapkan alat dan bahan.
Untuk pengambilan darah arteri : siapkan spuit aspirasi 0,5 ml heparin dengan
perbandingan 1: 1000 unit/ml dari vial; Kemudian lakukan usaha agar heparin menyentuh
semua dinding bagian dalam spuit. Rasional mencegah pembekuan darah. Ini perlu untuk
keakuratan analisa darah.
Pelaksanaan
 Beri salam, panggil pasien dengan namanya.
 Jelaskan tujuan, prosedur dan lama tindakan yang akan dilakukan kepada klien.
Rasional memberikan informasi pada klien. Penjelasan pada pasien tantang tujuan
dari test ini dan pemberitahuan bahwa tindakan ini dapat merimbukan rasa sakit nyeri.
(catatan : beberapa institusi mengijinkan diberikan anastesi di area penusukan dengan
1% lidocaine (Xilocaine) akan mempersiapkan diri pasien, atau pada bayi dioleskan
anestesi semprot/salep.
 Beri kesempatan pada klien untuk bertanya.
 Menanyakan keluhan utarna klien.
 Memulai tindakan dengan cara yang baik.
 Jaga privacy klien.
 Dekatkan peralatan pada klien.
 Atur posisi klien agar nyaman.
 Identifikasi tempat penusukan.
 Posisikan klien dengan lengan ekstensi dan telapak tangan menghadap ke atas.
 Letakkan pengalas.
 Pakai sarung tangan.
 Palpasi arteri radial dan brakial dengan jari tangan. Tentukan daerah pulsasi
maksimal. Rasional mengidentifikasi dimana letak arteri yang paling dekat dengan
permukaan kulit.
 Lakukan test Allen. Rasional untuk mengkaji keadekuatan sirkulasi kolateral pada
arteri ulnaris. Sirkulasi kolateral ini penting bila arteri radialis terobstruksi oteh
trombus setelah dilakukan tindakan penusukan. Untuk melakukan test Allen, lakukan
penekanan pada kedua denyutan radialis dan ulnaris dari salah satu pergelangan
tangan pasien sampai denyutannya hilang. Tangan menjadi pucat karena kurangnya
sirkulasi ke tangan. Lepaskan tekanan pada arteri ulnaris. Jika tangan kembali normal
dengan cepat (tangan akan kemerahan dalam 10 detik), hasil test
dinyatakan negatif dan penusukan arteri dapat dilakukan pada pergelangan tangan
tersebut. Jika setelah dilakukan pelepasan tekanan pada arteri ulnaris tangan tetap
pucat, artinya sirkulasi ulnaris tidak adekuat. Hasil test dinyatakan positif dan
pergelangan tangan yang lain harus di-test. Bila hasil test pada kedua pergelangan
tangan adalah positif, arteri femoralis harus dieksplorasi.
 Stabilisasikan arteri radial dengan melakukan hiperekstensi pergelangan tangan;
stabilisasi arteri brakialis dengan melakukan hiperekstensi siku. Rasional mencegah
agar arteri tidak "menghilang" ketika jarum ditusukkan.
 Disinfeksi daerah penusukan di sekitar pulsasi maksimal dengan kapas alkohol
dengan gerakan sirkuler dari dalam ke luar atau dengan usapan satu arah. Rasional
mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam arteri dan sistem vaskular.
 Pegang kapas akohol dengan jari tangan dan palpasi pulsasi lagi. Pertahankan jari
tangan di daerah proksimal dan daerah penusukan. Rasional memastkan keakuratan
insersi jarum, mencegah masuknya mikrooganisme dalam darah.
 Masukkan jarum, dengan sudut 60-90 derajat (sesuai dengan lokasi), langsung ke
dalam arteri. Rasional sudut ini mengoptimalkan curah darah ke dalam jarum.
 Perhatikan masuknya darah ke dalam spuit yang terlihat seperti "denyutan". Hentikan
menusukkan jarum lebih jauh bila terlihat "denyutan" ini. Rasional mengindikasikan
keakuratan penempatan jarum dalam arteri, pergerakan lebih jauh dapat menempatkan
ujung jarum pada dinding arteri atau ke luar dari arteri. Sampel darah arteri yang baik
sebaiknya menggunakan tekanan hisap minimal, dan secara normal, darah naik ke
dalam spuit dengan sendirinya.
 Pertahankan posisi dan tunggu sampai terkumpul 2 - 4 ml (atau sesuai kebutuhan)
darah ke dalam spuit.
 Letakkan kapas akohol di atas daerah penusukan dan tarik jarum; lakukan penekanan
sesegera mungkin dengan menggunakan kapas alkohol tersebut. Rasional membatasi
jumlah perdarahan dari daerah penusukan.
 Pelihara kontinuitas penekanan selama 5' (atau selama 10' bila klien menerima
antikoagulan). Rasional memastikan waktu yang cukup untuk pembentukan formasi
pembekuan; penekanan in lebih lama dibandingkan ketika dilakukan pengambilan
darah vena karena faktor curah darah dalam arteri.
 Keluarkan udara dari spuit.
 Ujung jarum ditusukkan ke dalam gabus.
 Pasang label identitas (nama pasien, tanggal, jam, suhu tubuh saat
pengambilan, ruangan) di spuit. Pastikan sampel dianalisis dalam waktu
5-10 menit, atau ditransport dalam freezer.
 Bersihkan daerah penusukan dengan kapas alkohol.
 Monitor tempat penusukan terhadap adanya perdarahan dengan melakukan inspeksi;
Dan palpasi. Rasional mengidentifikasi hematoma atau perdarahan.
 Lakukan balutan tekan (pressure dressing) jika perdarahan berlanjut.
 Bereskan peralatan.
 Lepaskan sarung tangan.
 Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
 Beri reinforcement positif pada klien.
 Mengakhiri pertemuan dengan baik.
 Cuci tangan. Dokumentasi.
 Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan, Yang perlu didokumentasikan
meliputi:
• Waktu dilakukannya prosedur.
• Jenis pemeriksaan yang dilakukan
• Keadaan kulit (kemerahan, perdarahan benebihan)
3. Rontgen Thorax
Foto thorax adalah foto X-ray pada thorax yang dibuat untuk membantu melihat
kelainan-kelainan yang ada pada rongga thorax. Pemeriksaan ini merupa kan pemeriksaan
yang cukup penting dalam penegakan diagnosis penyakit, utama nya sistem respirasi. Pada
foto thorax ini kita dapat melihat kelainan-kelainan yang ada pada paru, pleura, organ-organ
mediastinum, tulang-tulang dan pada jaringan lunak sekitarnya. Dalam pembuatan foto
thorax haruslah diperlihatkan beberapa keadaan sehingga foto thorax yang dihasilkan dapat
memenuhi syarat.
Indikasi Foto Thorax
1. Pasien dengan riwayat batuk.
2. Pasien dengan sesak
3. Nyeri dada
4. Untuk check up
5. Kelainan-kelainan pada dinding thorax
Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti pembelajaran ini maka mahasiswa mampu melakukan
penilaian terhadap foto thorax dengan kelainan-kelainan penyakit sistem respirasi.
Tujuan Instruksional Khusus
1. Mampu menentukan jenis posisi foto thorax
2. Mampu membedakan foto thorax yang memenuhi syarat/tidak
3. Mampu menentukan adanya kelainan pada paru-paru dan pleura
Media dan alat bantu pembelajaran
1. Daftar panduan belajar untuk teknik penilaian foto
2. Light box
3. Foto thorax
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai daftar panduan belajar
2. Ceramah
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab
5. Evaluasi melalui check list
TEKNIK PENILAIAN FOTO THORAX UNTUK SISTEM RESPIRASI

LANGKAH KLINIK

1. Melalukan pemeriksaan identitas pasien sesuai nomor register


foto
 Nama
 Umur
 Jenis Kelamin
 Tanggal
2. Melakukan pemeriksaan identitas foto yaitu
 No foto
 Marker dari foto  berupa R – L atau D – S
3. Memasang foto di light – box dengan beranggapan pasien
berhadapan dengan pemeriksa
4. Menentukan posisi foto apakah PA, AP, Lateral (R/L), Lateral
dekubitus (R/L) atau oblik
5. Menentukan foto memenuhi syarat atau tidak, dengan menilai :
 Inspirasi cukup dilihat dari posisi kedua diagfragma (kanan
setinggi intercostal IX – X posterior, dan diafragma kanan
lebih tinggi dari pada kiri)
 Posisi simetris, dapat dilihat dari projeksi tulang corpus
vertebra thoracal yang terletak ditengah sendi
sternoclaviculer kanan dan kiri.
 Film meliputi seluruh cavum thorax mulai dari puncak
cavum thorax sampai sinus phrenico-costalis kanan kiri
dapat terlihat pada film tersebut.
 Vertebra thoracal biasanya terlihat hanya sampai Th. 3-4.
6. Melakukan penilaian terhadap foto thorax :
 Periksa vaskuler parenkim paru, hili, mediastinum dan kedua
sinus/diafragma.
 Karakteristik kelainan/lesi pada paru-paru, pleura, diafragma
atau mediastinum Periksa, apakah ada efek dari kelainan/lesi
berupa pendorongan atau penarikan terhadap hili, diafragma,
mediastinum dan penyempitan/pelebaran sela iga.
 Pada anak-anak, periksa, apakah ada pembesaran kelenjar
paratrakeal/parahiler.
 Periksa, apakah ada organ abdomen dalam rongga thorax.
 Periksa keadaan soft tissue dan tulang-tulang iga/clavicula
7. Menentukan diagnosa berdasarkan kelainan yang ditemukan

8. Mengusulkan tambahan foto thorax posisi lain untuk lebih


memperkuat diagnosa (bila perlu).

4. Pemeriksaan Sputum
Dalam program pengendalian tuberculosis, diagnosis ditegakkan melalui
pemeriksaan sputum secara mikroskopis langsung yang diambil 3 kali berturut-turut :
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). Pemeriksaan 3 spesimen (SPS) sputum secara mikroskopis
langsung menjadi pilihan karena nilainya setara dengan pemeriksaan sputum secara kultur
atau biakan. Pemeriksaan kultur memerlukan waktu lebih lama (paling cepat sekitar 6
minggu) dan mahal.

Waktu Pengumpulan Spesimen


Dibutuhkan tiga spesimen sputum untuk menegakkan diagnosis TB secara
mikroskopis. Spesimen sputum paling baik diambil pada pagi hari selama 3 hari berturut-
turut (pagi-pagi-pagi), tetapi untuk kenyamanan penderita pengumpulan sputum dilakukan :
Sewaktu – Pagi – Sewaktu (SPS) dalam jangka waktu 2 hari.
Sewaktu hari -1 (sputum sewaktu pertama = A)
 Kumpulkan sputum spesimen pertama pada saat pasien berkunjung ke UPK (Unit
Pelayanan Kesehatan)
 Beri pot sputum pada saat pasien pulang untuk keperluan pengumpulan sputum pada
hari berikutnya.
Pagi hari -2 (sputum pagi = B)
 Pasien mengeluarkan sputum spesimen kedua pada pagi hari kedua setelah bangun
tidur dan membawa spesimen ke laboratorium.
Sewaktu hari -2 (sputum sewaktu kedua = C)
 Kumpulkan sputum spesimen ketiga di laboratorium pada saat pasien kembali ke
laboratorium pada hari kedua saat membawa sputum pagi (B).

Tempat Pengumpulan Sputum


Pengumpulan sputum dilakukan di ruang terbuka dan mendapat sinar matahari
langsung atau di ruangan dengan ventilasi yang baik, untuk mengurangi kemungkinan
penularan akibat percikan sputum yang infeksius.
Jangan mengambil sputum di ruangan tertutup dengan ventilasi yang buruk,
misalnya:
 Kamar kecil / toilet
 Ruang kerja (ruang pendaftaran, ruang pengumpulan sampel, laboratorium, dsb)
 Ruang tunggu, ruang umum lainnya

Syarat pot sputum yang ideal :


 Sekali pakai.
 Bahan kuat, tidak bocor dan tidak mudah pecah.
 Tutup berulir, dapat menutup rapat.
 Plastik jernih/ tembus pandang.
 Mulut lebar, diameter 6 cm.
 Dapat ditulisi dengan pena
Pot sputum yang tidak dianjurkan:
 Tidak tembus pandang
 Terlalu kecil
 Tutup tidak berulir

Sputum mukoid Sputum purulen Sputum + darah Bukan dahak, tetapi air
liur

Indikasi :
Tujuan pemeriksaan mikroskopis sputum adalah :
 Menegakkan diagnosis TB
 Menentukan potensi penularan
 Memantau hasil pengobatan pasien

Identifikasi bakteri (morfologi/bentuk) memerlukan suatu pewarnaan yang


menggunakan zat-zat warna yang telah ditentukan. Zat warna yang banyak digunakan antara
lain adalah fuschin karbol, biru metilen, gentian ungu dan safranin. Agar bakteri agar dapat
diwarnai , sebelumnya harus dibuat sediaan di atas kaca objek (pulasan), dimana pulasan
nantinya dikeringkan pada suhu kamar dan bakteri difiksasi dengan pemanasan di atas nyala
api. Setelah dingin pulasan diwarnai dengan zat warna tertentu sesuai dengan pemeriksaan
apa yang diinginkan.
Ziehl Neelsen (ZN) adalah teknik pewarnaan untuk mengetahui adanya Basil
Tahan  Asam (BTA). Disebut BTA karena pada beberapa jenis bakteri sukar dilakukan
pengecatan namun setelah mendapat pengecatan/pewarnaan, dinding bakteri tahan terhadap
pencucian dengan asam tidak mudah untuk dilunturkan dengan menggunakan zat peluntur
(decolorizing agent) seperti asam alkohol.
Secara mikroskopik, dengan pewarnaan Ziehl Neelsen, BTA akan tampak
berwarna merah dengan warna biru di sekelilingnya.
BTA pada sediaan sputum dengan pewarnaan ZN

Anda mungkin juga menyukai