Anda di halaman 1dari 25

Topik : PNEUMONIA

Tanggal (kasus) : 15 juli 2019 Presenter : dr. Fernizha Mentari


dr. Fintje Jontah
Tanggal Presentasi : Pendamping :
dr. Budiman
Tempat Presentasi : RSUD ANDI DJEMMA MASAMBA
Objektif Presentasi :
 Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
 Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus Bayi  Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Seorang An. EG umur 5 bulan dibawa oleh ibunya ke IGD RS Andi Djemma
Masamba dengan keluhan Demam sejak 3 hari yang lalu, disertai sesak dan
□ Deskripsi : batuk sejak 3 hari yang lalu. Ibunya juga mengatakan anaknya BAB encer 3x
sebelum masuk RS , darah(-), lendir(-) ampas (+). pasien sudah diberi obat
penurun panas tetapi tetap masih demam.
Penegakan diagnosis dan pengobatan awal sesuai etologi serta mencegah
□ Tujuan :
komplikasi
Bahan  Tinjauan
□ Riset  Kasus □ Audit
Bahasan : Pustaka
Cara
□ Diskusi  Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Membahas :
Data Pasien : Nama : An. EG No. Registrasi : 21.39.09
Telp : Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :

1. Diagnosis / Gambaran Klinis : ISPA (PNEUMONIA) +DIARE AKUT


2. Riwayat Pengobatan : -
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Pasien lahir secara SC , BBL 2,5 kg dan merupakan anak
pertama.
4. Riwayat Keluarga : Bapak pasien merupakan seorang perokok aktif dan tinggal bersama
pasien.
5. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : tidak diketahui

Hasil Pembelajaran :
1. Penegakan diagnosis Pneumonia
2. Pengobatan Pneumonia berdasarkan etiologi
3. Mengenali gejala awal Pneumonia
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif :

• Keluhan Utama : Demam

2. Objektif :

Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum : tampak sakit sedang

 Kesadaran : CM

 Tekanan Darah : -

 Nadi : 124x/mnt

 Frekuensi Nafas : 48x/mnt

 Suhu : 39ºc

 STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital

Tekanan Darah : -

Nadi : 124x/menit, reguler, cukup, kuat angkat


Suhu : 39ºc

Pernapasan : 48 x/menit, teratur, retraksi (+)

Kulit : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), turgor normal,


kelembaban normal

Kepala dan Leher

Kepala : Normosefali, rambut warna hitam, distribusi merata, tidak


mudah dicabut

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), nafas cuping hidung


-/-, sekret -/-, epistaksis-

Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), gusi berdarah(-),

Lidah : Tidak dinilai

Tonsil : Tonsil T1-T1, hiperemis (-), detritus (-), kripte (-)

Tenggorokan : Mukosa dinding dorsal orofaring hiperemis (-), hipertrofi


granula (-).

Leher : : Pembesaran kelenjar (-)

Thorax

Paru

Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris, pulsasi abnormal (-), gerak


pernapasan simetris, irama normal, tipe abdomino-
thorakal, retraksi (+)
Palpasi : Gerak napas simetris, vocal fremitus simetris

Perkusi : Sonor di semua lapang paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronchi +/-, wheezing +/-

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba, thrill (-)

Perkusi : Sonor

Auskultasi : SI SII reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar

Palpasi : Teraba supel, nyeri tekan (-)

perkusi : Timpani

Auskultasi : Peristaltik (+)

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis (-), pucat, CRT kurang 2
detik

3. Pemeriksaan Penunjang : Foto Thorax PA


4. Assesment (penalaran klinis) : ISPA (Pneumonia)
5. Terapi
 IVFD Asering 24 cc/jam
 Inj. Ceftriaxon 560 mg /24 jam dalam Nacl 0,9 % 100 cc habis dalam 1 jam
 Zinc syrup 1x2,5 ml

PNEUMONIA (ISPA)

A. DEFENISI
Pneumonia merupakan infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan interstitial serta manifestasi ISPA yang paling berat dan dapat
menyebabkan kematian. Walaupun banyak pihak yang sependapat bahwa
pneumonia merupakan suatu keadaan inflamasi , namun sangat sulit untuk
membuat suatu defenisi tunggal yang universal. Pneumonia didefenisikan
berdasarkan gejala dan tanda klinis , serta perjalanan penyakitnya. World Health
Organization (WHO) Mendefenisikan pneumonia hanya berdasarkan pneumonia
klinis yang didapat pada pemeriksaan inspeksi dan frekuensi pernapasan.1
B. EPIDEMIOLOGI
Pneumonia membunuh lebih banyak anak di bawah usia lima tahun daripada
penyakit lain di setiap wilayah di dunia. dari perkiraan 9 juta kematian anak pada
tahun 2007, sekitar 20% atau 1,8 juta, 2,3 disebabkan oleh pneumonia .Terlepas
dari banyaknya korban jiwa, relatif sedikit sumber daya global yang didedikasikan
untuk mengatasi masalah ini. kematian karena pneumonia pada masa kanak-kanak
sangat terkait dengan kekurangan gizi, kemiskinan dan akses yang tidak memadai
ke perawatan kesehatan. akibatnya, lebih dari 98% kematian akibat pneumonia
pada anak-anak terjadi di 68 negara di mana kemajuan dalam mengurangi angka
kematian balita adalah yang paling kritis ,beban yang ditimbulkan pneumonia pada
keluarga dan sistem kesehatan yang minim di Negara-negara sumber daya yang
kurang, anak-anak yang miskin, lapar dan tinggal di daerah terpencil kemungkinan
besar merupakan akibat dari pneumonia yang merupakan forgotten killer. 2
Pneumonia adalah penyebab infeksi tunggal terbesar pada anak-anak di
seluruh dunia. Pneumonia membunuh 808.694 anak di bawah usia 5 tahun 2017,
terhitung 15% dari semua kematian anak di bawah usia lima tahun. Pneumonia
menyerang anak-anak dan keluarga di mana-mana, tetapi paling umum di Asia
Selatan dan Afrika sub-Sahara. Anak-anak dapat dilindungi dari pneumonia, dapat
dicegah dengan intervensi sederhana, dan dirawat dengan biaya rendah,
pengobatan dan perawatan berteknologi rendah. Pneumonia disebabkan oleh
sejumlah agen infeksius, termasuk virus, bakteri, dan jamur. Yang paling umum
adalah: Streptococcus pneumoniae - penyebab paling umum pneumonia bakteri
pada anak-anak; Haemophilus influenzae tipe b (Hib) - penyebab paling umum
kedua dari pneumonia bakteri; virus syncytial pernapasan adalah penyebab virus
pneumonia yang paling umum; pada bayi yang terinfeksi HIV, Pneumocystis
jiroveci adalah salah satu penyebab pneumonia yang paling umum, bertanggung
jawab atas setidaknya seperempat dari semua kematian akibat pneumonia pada
bayi yang terinfeksi HIV.3
Secara global, kejadian pneumonia anak menurun 30% dan mortalitas
menurun 51% selama periode Tujuan Pembangunan Milenium. Pengurangan ini
konsisten dengan penurunan prevalensi beberapa faktor risiko utama untuk
pneumonia, peningkatan perkembangan sosial ekonomi dan intervensi preventif,
peningkatan akses ke perawatan, dan kualitas perawatan di rumah sakit. Namun,
tindakan lintas sektoral diperlukan untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi
dan meningkatkan cakupan intervensi yang menargetkan faktor risiko pneumonia
anak untuk mempercepat penurunan angka kematian pneumonia dan mencapai
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan untuk kesehatan pada tahun 2030.4
Kematian anak secara global, termasuk kematian akibat pneumonia, telah
menurun secara substansial sejak tahun 2000; Namun, mortalitas tetap tinggi
diperkirakan sekitar 921.000 anak dibawah 5 tahun meninggal karena pneumonia
pada tahun 2015. Selain memantau kematian, penting untuk memantau kejadian
pneumonia anak secara mendasar untuk menginformasikan strategi intervensi
preventif dan perencanaan pelayanan kesehatan, karena tingginya kasus
pneumonia pada layanan kesehatan rawat inap dan rawat jalan.4
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari Departemen Kesehatan tahun
1992, 1995 dan 2001 menunjukkan bahwa pneumonia mempunyai kontribusi
besar terhadap kematian bayi dan anak. Sedangkan pada penelitian kesehatan
dasar (Riskesdas) tahun 2007, pneumonia menduduki tempat ke-2 sebagai
penyebab kematian bayi dan balita setelah diare dan menduduki tempat ke-3
sebagai penyebab kematian pada neonates.5
Prevalens terbesar pneumonia: Asia Selatan dan Afrika , Setiap menit 1 anak balita
meninggal akibat pneumonia di wilayah Asia Tenggara, Insidens pneumonia di negara :
10-20 kasus/100 anak/tahun (10-20% anak).Hanya 25 % anak dengan pneumonia di Asia
Tenggara yang mendapatkan terapi antibiotik yang memadai. 5 Dalam kalangan dunia
Indonesia menempati peringkat ke 5 kejadian pneumonia. Dan di Indonesia didapatkan
data dari tahun 2008-2016 mengalami peningkatan kejadian pneumonia.

C. ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan karena infeksi berbagai bakteria, virus dan
jamur. Namun, penyakit pneumonia yang disebabkan karena jamur sangatlah
jarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70% penyakit pneumonia disebabkan
oleh bakteria. Sulit untuk membedakan penyebab pneumonia karena virus atau
bakteria. Seringkali terjadi infeksi yang didahului oleh infeksi virus dan
selanjutnya terjadi tambahan infeksi bakteri. Kematian pada pneumonia berat,
terutama disebabkan karena infeksi bakteria.6
Bakteri penyebab pneumonia tersering adalah Haemophilus influenzae (20%)
dan Streptococcus pneumoniae (50%). Bakteri penyebab lain adalah
Staphylococcus aureaus dan Klebsiella pneumoniae. Sedangkan virus yang sering
menjadi penyebab pneumonia adalah respiratory syncytial virus (RSV) dan
influenza. Jamur yang biasanya ditemukan sebagai penyebab pneumonia pada
anak dengan AIDS adalah Pneumocystis jiroveci (PCP).6
Virus merupakan penyebab pneumonia 30-67% kasus CAP, dan merupakan
yang paling umum pada anak-anak <2 tahun. Yang paling sering didapatkan
adalah Respiratory syncytial virus (RSV) yang diisolasi pada 13-29% dan
rhinovirus (3-45%). Virus lain yang menyebabkan pneumonia terdiri dari
adenovirus (1-13%), influenza (4-22%) dan virus parainfluenza (3-10%),
rhinovirus (3-45%), metapneumovirus manusia (5-12%), bocavirus manusia (5-
15%). Yang kurang umum adalah enterovirus, varicella-, herpes- dan
cytomegalovirus Pada anak yang lebih besar infeksi bakteri lebih sering:
Streptococcus pneumoniae menjadi yang utama (30-44% CAP) diikuti oleh
Mycoplasma pneumoniae (22-36%) dan Chlamydophila pneumoniae (5-27%)
Streptococcus pneumoniae tetap menjadi penyebab utama pneumo berat
Pneumonia pada Anak-Anak membutuhkan rawat inap bahkan di negara-negara
dengan penurunan tingkat penyakit pneumokokus invasif . Sejak pengenalan
PCV7, isolat pneumokokus yang paling umum adalah 1 (dominan bertanggung
jawab untuk empiema), 19A, 3, 6A dan 7F (semua termasuk dalam vaksin 13-
valent). Bertentangan dengan laporan sebelumnya Mycoplasma pneumoniae
tampaknya sama-sama sering terjadi pada anak-anak sekolah dan prasekolah .
Penyebab bakteri CAP yang kurang umum pada anak-anak termasuk Haemophilus
influenzae tipe B (5-9%), Staphylococcus aureus, Moraxella catarrhalis (1,5-4%),
Bordatella pertussis, Streptococcus pyogenes (1-7%), Chlamydia trachomatis dan
patogen baru diidentifikasi pada 1990-an - Simkania negevensis . Tidak seperti
pada orang dewasa, Legionella pneumophila adalah penyebab yang jarang dari
CAP pada anak-anak.7
Data mengenai kuman penyebab pneumonia sangat terbatas. Padahal,
mengetahui kuman penyebab pneumonia sangat penting untuk menyesuaikan
dengan antibiotika yang akan diberikan. Penelitian Kartasasmita, dkk di Majalaya,
Kabupaten Bandung pada tahun 2000 menyatakan bahwa Streptococcus
pneumoniae (Pneumococcus/ pneumokokus) diduga menjadi penyebab utama
pneumonia pada balita. Penelitian tersebut diperkuat dengan didapatkannya 67.8%
bakteri pneumokokus dari 25% apus tenggorok yang positif dari balita yang sakit.
Pada Bayi baru lahir, pneumonia seringkali terjadi karena aspirasi, infeksi virus
Varicella-zoster dan infeksi berbagai bakteri gram negatif seperta bakteri Coli,
TORCH, Streptokokus dan Pneumokokus. Pada Bayi, pneumonia biasanya
disebabkan oleh berbagai virus, yaitu Adenovirus, Coxsackie, Parainfluenza,
Influenza A or B, Respiratory Syncytial Virus (RSV), dan bakteri yaitu B.
streptococci, E. coli, P. aeruginosa, Klebsiella, S. pneumoniae, S. aureus,
Chlamydia. Pneumonia pada batita dan anak pra-sekolah disebabkan oleh virus,
yaitu: Adeno, Parainfluenza, Influenza A or B, dan berbagai bakteri yaitu: S.
pneumoniae, Hemophilus influenzae, Streptococci A, Staphylococcus aureus,
Chlamydia. Pada anak usia sekolah dan usia remaja, pneumonia disebabkan oleh
virus, yaitu Adeno, Parainfluenza, Influenza A or B, dan berbagai bakteri, yaitu S.
pneumoniae, Streptococcus A dan Mycoplasma.6

D. PATOFISIOLOGI
- Inhalasi
Proses infeksi yang dihasilkan dari invasi dan pertumbuhan berlebih
dari mikroorganisme patogen di parenkim paru-paru, dikaitkan dengan
mekanisme patologis dan produksi eksudat intra-alveolar. Seharusnya Ada
keseimbangan antara faktor yang berhubungan dengan patogen (mis.,
Virulensi dan ukuran inokulum) dan faktor yang berhubungan dengan host
nya (mis., Jenis kelamin, usia, dan komorbiditas) dalam perkembangan dan
tingkat kejadian pneumonia. Inhalasi merupakan salah satu sumber awal cara
masuk bakteri kedalam tubuh manusia yang akan melewati saluran
pernapasan . Dilaporkan bahwa partikel yang lebih kecil dari 5 μm dapat
membawat hingga 100 mikroorganisme, tergantung pada ukuran bakteri,
sehingga bisa mencapai alveoli dengan menghindari reaksi yang terjadi dari
system pertahanan system pernapasan. Ini adalah rute infeksi yang paling
umum pada infeksi komunitas di antara pasien muda yang sehat, dan rute
penyebaran virus pernapasan dan patogen intraseluler yang biasa. Virus
influenza adalah contoh yang baik dari rute ini, dimulai dengan penularan
aerosol (droplet nuclei) melalui tetesan pernapasan yang sarat air dan virus
yang kemudian dihembuskan oleh orang yang terinfeksi dalam bentuk yang
dikeringkan sehingga memungkinkannya tetap cukup ringan untuk ditunda di
udara selama beberapa menit hingga berjam-jam. Aerosol infeksius ini
kemudian dapat dihirup ke dalam saluran pernapasan orang yang rentan dan
memulai infeksi. Dalam kasus penularan semprotan tetesan, orang yang
terinfeksi batuk atau bersin, mengeluarkan tetesan pernapasan yang
mengandung partikel virus menular, yang secara langsung berdampak pada
mukosa hidung orang yang rentan. Contoh lain dari penularan bakteri terjadi
dengan Legionella, yang biasanya ditularkan melalui inhalasi aerosol yang
terkontaminasi yang dihasilkan oleh sistem air (mis., Menara pendingin,
pancuran, sistem distribusi air panas, dan faucet).

- Aspirasi
Mikropartikel (≤5 μm) dan mikroorganisme yang ada di saluran udara
bagian atas secara konstan terpapar ke jaringan paru-paru, dan melalui
aspirasi mikro dari sekresi orofaringeal dari trakea, dapat memasuki
saluran udara yang lebih rendah. Namun, saluran udara bagian bawah
mempertahankan mekanisme pertahanan untuk menghindari invasi alveoli
di paru-paru, sehingga diperlukan defek bawaan atau didapat untuk
memulai pneumonia. Faktor predisposisi yang paling penting untuk
aspirasi adalah refleks batuk yang tertekan, kesadaran yang berubah,
gangguan sistem eskalator mukosiliar, dan imunosupresi. Tingkat
pengangkutan nasofaring dari S. pneumoniae pada anak-anak dan orang
dewasa yang sehat berkisar antara 20% hingga 50% dan dari 5% hingga
30%, masing-masing . Diketahui bahwa infeksi virus pernapasan
sebelumnya menyediakan vektor untuk pneumokokus dari orofaring ke
saluran pernapasan bawah, karena virus menginduksi perubahan pada
saluran pernapasan manusia (misalnya, kerusakan epitel, perubahan
fungsi jalan napas, pengaturan dan pemaparan reseptor) dan kekebalan
bawaan . Selain itu, pemberantasan serotipe yang termasuk dalam vaksin
konjugat dalam karier yang sehat telah menciptakan ceruk ekologis untuk
serotipe baru yang tidak termasuk dalam vaksin (penggantian serotipe).
Pada sekitar 35% hingga 75% pasien rawat inap, orofaring mereka dijajah
dengan mikroorganisme gram negatif antara 3 dan 5 hari masuk rumah
sakit, tergantung pada tingkat keparahan dan jenis penyakit yang
mendasari sebelumnya. Faktor risiko yang terkait dengan kolonisasi jalan
napas oleh patogen ini termasuk terapi antibiotik sebelumnya, lama rawat
inap, intubasi, perokok saat ini, konsumsi alkohol berat, kekurangan gizi,
dan plak gigi . Dalam penelitian di Jerman tentang pola kolonisasi bakteri
pada pasien dengan ventilasi mekanis, laju kolonisasi awal di situs mana
pun (mis., Sampel hidung dan faring, trakeobronkial, lambung, dan kuas
spesimen terlindungi) adalah 83% di antara pasien yang mengalami cedera
otak yang dirawat di ICU. S. pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan
Staphylococcus aureus adalah patogen jalan nafas atas yang dominan .
- Penyebaran hematogen
Penyebaran hematogen jarang terjadi pada pneumonia, tetapi bila ada,
terjadi dari tempat infeksi yang berdekatan, seperti endokarditis sisi kanan
atau translokasi bakteri dari perut, ke darah, dan kemudian paru-paru .
- Perpanjangan langsung dari fokus infeksi yang berdekatan
Tuberkulosis dapat menyebar secara berdekatan dari kelenjar getah bening ke
perikardium atau paru-paru, tetapi ini jarang merupakan rute pembentukan
pneumonia.8

Pneumonia dapat menyebar dalam beberapa cara. Virus dan bakteri


yang umumnya ditemukan di hidung atau tenggorokan anak, dapat
menginfeksi paru-paru jika terhirup. Mereka juga dapat menyebar melalui
tetesan yang terbawa melalui udara dari batuk atau bersin. Selain itu,
pneumonia dapat menyebar melalui darah, terutama selama dan segera
setelah lahir. Lebih banyak penelitian perlu dilakukan pada berbagai
patogen yang menyebabkan pneumonia dan cara penularannya, karena ini
sangat penting untuk perawatan dan pencegahan.6

E. FAKTOR RISIKO

F. DIAGNOSIS
Gejala pneumonia bervariasi tergantung pada umur penderita dan penyebab
infeksinya. Pneumonia karena infeksi bakteri biasanya menyebabkan anak sakit
berat mendadak dengan demam tinggi dan napas cepat. Infeksi karena virus
umumnya lebih gradual dan bisa memburuk setiap saat. Gejala - gejala yang sering
ditemui pada anak dengan pneumonia adalah napas cepat dan sulit bernapas,
batuk, demam, menggigil, sakit kepala, nafsu makan hilang, dan mengik. Balita
yang menderita pneumonia berat bisa mengalami kesulitan bernafas, sehingga
dadanya bergerak naik turun dengan cepat atau tertarik ke dalam saat menarik
napas/inspirasi yang dikenal sebagai „lower chest wall indrawing’. Gejala pada
anak usia muda bisa berupa kejang, kesadaran menurun, suhu turun (hipotermia),
tidak bereaksi (letargi) dan minum terganggu. Diagnosis pneumonia dipastikan
dengan foto dada (X-ray) dan uji laboratorium, namun pada tempat-tempat yang
tidak mampu melaksanakannya, kasus dugaan pneumonia dapat ditetapkan secara
klinis dari gejala klinis yang ada. Pedoman untuk temuan kasus pneumonia dari
WHO telah ada sehingga dengan cara yang sederhana dan mudah, pemberi
pelayanan dapat berperan penting dalam mengenal secara dini gejala pneumonia
pada balita dan memberikan pengobatan secara tepat. Pelaksanakan tatalaksana
pneumonia secara efektif telah diteliti di banyak negara berkembang akan
menurunkan kejadian dan kematian karena pneumonia.
Hal yang penting untuk diperhatikan adalah apabila seorang anak batuk dan
sulit bernapas, untuk mencegah menjadi berat dan kematian, anak tersebut harus
segera mendapatkan pertolongan sesuai dengan pedoman tatalaksana.9
G. PENATALAKSANAAN
Kriteria rawat inap
- Saturasi oksigen <92% , sianosis
- Frekuensi napas >60x/menit
- Distress pernapasan , apnea intermitten , grunting.
- Tidak mau minum/menetek
- Terdapat tanda dehidrasi
- Keluarga tidak bisa merawat dirumah
Pemberian Antibiotika

 Peroral
• Amoksisilin: 80-100mg/kg BB/hari dibagi 2 dosis • Eritromisin: 40–
60mg/Kg BB/hari dibagi 3-4 dosis • Antibiotik peroral diberikan selama
3-5 hari

 Anak-anak berumur 2 - 59 bulan dengan pneumonia berat harus ditangani


antibiotik parenteral lini pertama:
- Ampisilin/penisilin: 50 mg/kg BB diberikan 1 kali suntikan DAN
- Gentamisin: 7,5 mg/kg BB diberikan 1 kali suntikan
 Pada bayi berumur <2 bulan pemberian antibiotik oral merupakan tindakan
pra-rujukan jika bayi masih bisa minum, namun Jika bayi tidak bisa minum
maka berikan secara parenteral
- Ampisilin/penisilin: 50 mg/kg BB tiap 6 jam intravena DAN
- Gentamisin: 7,5 mg/kg BB tiap 24 jam
 Kecurigaan streptokokus: kloksasilin 50 mg/kgBB setiap 6 jam
 Apabila pengobatan lini pertama gagal, berikan seftriakson 80 (50-100)
mg/kgBB sekali sehari.10
WHO dan UNICEF terintegrasi Global action plan untuk pneumonia dan diare
(GAPPD) bertujuan untuk mempercepat pengendalian pneumonia dengan kombinasi
intervensi untuk melindungi, mencegah, dan mengobati pneumonia pada anak-anak
dengan tindakan untuk: melindungi anak-anak dari pneumonia termasuk mempromosikan
pemberian ASI eksklusif dan pemberian makanan pendamping yang memadai; mencegah
pneumonia dengan vaksinasi, mencuci tangan dengan sabun, mengurangi polusi udara
rumah tangga, pencegahan HIV dan profilaksis kotrimoksazol untuk anak yang terinfeksi
dan terpajan HIV; mengobati pneumonia yang berfokus untuk memastikan bahwa setiap
anak yang sakit memiliki akses ke jenis perawatan yang tepat - baik dari petugas
kesehatan berbasis masyarakat, atau di fasilitas kesehatan jika penyakitnya parah - dan
bisa mendapatkan antibiotik dan oksigen yang mereka butuhkan untuk sembuh.11

H. KOMPLIKASI
- Empyema
- Efusi parapneumonic
- Necrotizing pneumonia 7

DIARE12
Kematian balita karena penyakit diare juga masih sangat tinggi di Indonesia,
bahkan sejak tahun 2001 terlihat terjadi peningkatan angka kematian balita karena
penyakit diare, dari data SKRT 2001 (13%), studi mortalitas 2005 (15,3%) dan
Riskesdas 2007 (25,2%). Sama halnya dengan kematian bayi karena diare juga
meningkat, SKRT 2001 (9%), Studi mortalitas 2005 (9,1%) dan Riskesdas 2007
(42%). Hal ini tentunya sangat disayangkan mengingat bahwa pengobatan diare
sebenarnya tidak terlalu sulit.
Sejak tahun 2007, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam
KEPMENKES RI No: 1216/MENKES/ SK/XI/2001 Edisi ke-5 tahun 2007
memperbaharui tatalaksana diare sesuai rekomendasi Joint Statement WHO/UNICEF
tahun 2004 dan meluncurkan LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare)
sebagai salah satu strategi pengendalian penyakit diare di Indonesia dengan
mencantumkan penggunaan/pemberian ZINC dan ORALIT sebagai paduan obat
diare. Studi WHO membuktikan bahwa pemberian ZINC kepada penderita diare
dapat mengurangi prevalensi diare sebesar 34%, mengurangi jangka waktu diare akut
sebesar 20%, mengurangi jangka waktu diare persisten sebesar 24% dan dapat
mencegah kegagalan terapi atau kematian akibat terapi diare persisten sebesar 42%.
Berdasarkan definisi dari WHO (World Health Organization), salah satu
lembaga PBB (Perserikatan bangsabangsa) mendefi nisikan bahwa DIARE adalah
suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair,
bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering dari biasanya (tiga kali
atau lebih) dalam satu hari.

LINTAS Diare ( Lima Langkah Tuntaskan Diare )


1. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah
tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan
cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang
beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang
dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi
penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum
harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui
infus.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
a) Diare tanpa dehidrasi Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah
ini atau lebih :
- Keadaan Umum : baik - Mata : Normal
- Rasa haus : Normal, minum biasa
- Turgor kulit : kembali cepat

Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :


Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret
b) Diare dehidrasi Ringan/Sedang Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila
terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
 Keadaan Umum : Gelisah, rewel
 Mata : Cekung
 Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
 Turgor kulit : Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya
diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.

c) Diare dehidrasi berat


Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
 Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
 Mata : Cekung
 Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
 Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di
infus.

2. Berikan obat Zinc


Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh.
Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase),
dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan
hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang
mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare. Pemberian
Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan
diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta
menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.(Black,
2003). Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek
protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study
menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % (Hidayat
1998 dan Soenarto 2007). Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi
Zinc segera saat anak mengalami diare. Dosis pemberian Zinc pada balita:
- Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
- Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Cara pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang
atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare.

3. Pemberian ASI / Makanan :


Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri
ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya.
Anak uis 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan
padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih
sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.

4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi


Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare
pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada
penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare
karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali
muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan
status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya
dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare
disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).

5. Pemberian Nasehat

Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang :
1. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
2. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
 Diare lebih sering
 Muntah berulang
 Sangat haus
 Makan/minum sedikit
 Timbul demam
 Tinja berdarah
 Tidak membaik dalam 3 hari.

PEMBAHASAN
Pasien An.EG umur 5 bulan, MRS dibawa oleh ibunya dengan
keluhan Demam sejak 3 hari yang lalu, disertai sesak dan batuk sejak 2 hari
yang lalu, BAB encer 3x sebelum masuk RS , ampas (+). Pada pemeriksaan
Fisik didapatkan Keadaan Umum baik dan sadar. N: 124x/mnt, P: 48x/mnt, S:
39 c. kemudian dilakukan pemeriksaan fisik pada Thorax didapatkan
inspeksi : retraksi, auskultasi : Rh+/- wh +/- . Dan pada pemeriksaan abdomen
didapatkan peristaltic (+), turgor kulit normal. Berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik , maka ditegakkan diagnosis pasien adalah
ISPA(Pneumonia) + Diare Akut. Karena berdasarkan teori pasien secara klinis
batuk disertasi napas cepat (sesak) dan demam sudah bisa di diagnosis dan di
terapi dengan pneumonia. Serta pasien juga mengalami diare dimana
keluhannya BAB encer 3x dengan adanya perubahan konsistensi buang air
besar sehingga masuk dalam kategori diare.

DAFTAR PUSTAKA
1. IDAI. Standar Pelayanan Medik . 2009.
2. UNICEF; WHO. Global Action Plan for Prevention and Control of
Pneumonia (GAPP). 2008.
3. Pneumonia. Fact Sheet No. 331. Updated November 2014. WHO. ( World
Health Organization.Pneumonia.2019. https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/pneumonia diakses 5 agustus 2019)
4. David A McAlliste dkk. Global, regional, and national estimates of
pneumonia morbidity and mortality in children younger than 5 years between
2000 and 2015: a systematic analysis. Lancet Glob Health 2019; 7: e47–57).
5. IDAI. Epidemiologi Pneumonia. Hari Pneumonia se-Dunia ke X 12
November 2018.
6. ( World Health Organization.Pneumonia.2019. https://www.who.int/news-
room/fact-sheets/detail/pneumonia diakses 5 agustus 2019)
7. Wojsyk ,Irena. Pneumonia in Children. Respiratory Disease and Infection - A
New Insigh 2013 chapter 6.
8. Cillóniz ,Catia dkk. Epidemiology, pathophysiology, and microbiology of
community-acquired pneumonia.Annals Of Research Hospital.2018.
9. Kementrian Kesehatan RI. Pneumonia Balita. Buletin Jendela Epidemiologi.
Volume 3 September 2010.
10. IDAI.Tata Laksana Pneumonia. Hari Pneumonia se-Dunia ke X 12 November
2018
11. World Health Organization.Pneumonia.2019. https://www.who.int/news-
room/fact-sheets/detail/pneumonia diakses 5 agustus 2019)
12. Kementerian Kesehatan RI.Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare
Balita.Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan.2011

Anda mungkin juga menyukai