Anda di halaman 1dari 74

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kesehatan merupakan hal yang sering terabaikan dan kita akan

merasakan betapa besar keberadaannya saat kita kehilangan nikmat kesehatan

tersebut. Kesehatan bukanlah segala-galanya akan tetapi segala yang kita miliki

tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya kesehatan. Merujuk pada Sistem

Kesehatan Nasional, maka pembangunan dan upaya tercapainya kemampuan

untuk hidup sehat bagi setiap penduduk dalam mewujudkan derajat kesehatan

masyarakat yang optimal merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum dari

tujuan nasional. Derajat kesehatan dapat dicapai melalui upaya-upaya

perbaikan sanitasi lingkungan, pengendalian dan pemberantasan penyakit

menular, pendidikan kesehatan, pengorganisasian pelayanan atau perawatan

kesehatan serta pengembangan unsur-unsur sosial untuk menjamin taraf

kehidupan yang layak.

Pendekatan masyarakat yang komprehensif untuk mempertahankan

dan meningkatkan status kesehatan penduduk sangat dibutuhkan. Hal tersebut

dilakukan dengan membina lingkungan yang memungkinkan masyarakat dapat

hidup sehat, membina perilaku hidup sehat, menggalakkan upaya promotif dan

preventif serta memperbaiki dan meningkatkan pelayanan kesehatan agar lebih

efektif dan efisien.

1
Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) sebagai salah satu institusi

kesehatan yang bergerak dalam bidang promotif dan preventif mempunyai

tanggung jawab dalam meningkatkan derajat kesehatan di negeri ini. Salah

satu mata kuliah yang menjadi mata kuliah wajib dalam mencapai gelar SKM

yaitu Pengalaman Belajar Lapangan (PBL). PBL merupakan proses belajar

untuk mendapatkan kemampuan professional kesehatan masyarakat yang

merupakan kemampuan spesifik seorang tenaga profesi kesehatan masyarakat,

yaitu :

1. Menerapkan diagnosa kesehatan melalui komunikasi yang intinya

mengenali, merumuskan dan menyusun prioritas masalah kesehatan

masyarakat.

2. Mengembangkan program penanganan masalah kesehatan masyarakat

yang bersifat promotif dan preventif.

3. Bertindak sebagai manajer yang dapat berfungsi sebagai pelaksana,

pengelola, pendidik, dan peneliti.

4. Melakukan pendekatan pada masyarakat.

5. Bekerja dalam tim multidisipliner.

PBL ini terdiri dari tiga tahapan mengikuti siklus perencanaan dan

evaluasi, yaitu PBL I, PBL II, dan PBL III. PBL I merupakan inti dari PBL lain

karena merupakan fondasi awal di dalam menyusun program berikutnya.

Kegagalan atau ketidakmaksimalan kegiata PBL I akan mencerminkan

pelaksanaan PBL II dan III. Selanjutnya PBL II akan menitikberatkan pada

prioritas masalah dan intervensi program dan PBL III adalah untuk evaluasi

2
program hasil kegiatan PBL dan melakukan perbaikan-perbaikan jika dianggap

perlu.

B. Maksud dan Tujuan PBL

Tujuan Umum

Mahasiswa mampu melaksanakan analisis situasi melalui identifikasi pada

suatu daerah, dari identifikasi tersebut kemudian merumuskan dan

memecahkan serta mengevaluasi masalah kesehatan masyarakat yang ada.

Tujuan Khusus

Melalui kegiatan ini, mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan :

1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah kebijakan kesehatan,

KB/Reproduksi, kejadian penyakit, gizi, kesehatan lingkungan, kesehatan

kerja, dan perilaku masyarakat.

2. Mahasiswa mampu menyusun prioritas masalah.

3. Mahasiswa mampu menyusun alternatif pemecahan masalah.

4. Bekerja sama dalam tim dalam suatu kelompok kegiatan.

5. Melakukan koordinasi dan komunikasi dengan masyarakat setempat untuk

memahami dan melihat kondisi lingkungan, kebiasaan, serta faktor sosial

budaya yang berpengaruh di masyarakat kemudiaan bersama-sama

menentukan prioritas masalah.

6. Menginformasikan hasil kegiatan PBL kepada semua pihak yang terkait

melalui suatu kegiatan seminar dan sebagainya.

3
7. Meningkatkan kemampuan profesi kesehatan masyarakat dalam

menangani permasalahan kesehatan masyarakat, dan mampu memberi

solusi alternatif pemecahan untuk masalah yang ada di wilayah kerja.

C. Manfaat PBL

Adapun manfaat yang akan diperoleh dari pelaksanaan PBL I, yaitu :

1. Mahasiswa dapat menerapkan dan mensinergiskan ilmu yang diperoleh

dalam bangku perkuliahan dengan kondisi sebenarnya yang terjadi di

masyarakat.

2. Mahasiswa dapat mengenal dan memahami perilaku dan kebiasaan-

kebiasaan yang berbeda dari setiap orang khususnya anggota kelompok

dan masyarakat pada umumnya.

3. Mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan yang tidak diperoleh dari

proses perkuliahan.

4. Melatih kemampuan dan pembelajaran tentang melalui teamwork yang

dibentuk.

5. Mendidik setiap pribadi agar memiliki jiwa sosial yang tinggi untuk

senantiasa peduli pada masalah orang lain.

4
BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI

A. Keadaan Geografi

Letak geografis wilayah kerja kelompok kami berada di Dusun

Pallantikang, Desa Biang Loe, Kecamatan Pa’jukukang, Kabupaten Bantaeng,

Propinsi Sulawesi Selatan.

Desa Biang Loe adalah salah satu desa yang ada di Kecamatan

Pa’jukukang, Kab. Bantaeng, yang memiliki luas ± 2.436.667 m 2, desa ini

terdiri atas 4 dusun yaitu :

1. Dusun Parang Muloroa,

2. Dusun Landang,

3. Dusun Ma’ le’ ro, dan

4. Dusun Pallantikang.

Adapun batas wilayah Desa Biang Loe adalah:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Barua

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Lamalaka

3. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Batukaraeng dan Kelurahan

Tanah Loe

4. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Ulu Galung dan Desa Lonrong

Tingkat ketinggian daerah Desa Biang Loe setinggi 50 m dari permukaan laut,

jarak dari ibukota kabupaten Bantaeng ± 12 km.

Adapun batas wilayah Dusun Pallantikang adalah:

5
1. Sebelah utara berbatasan dengan Dusun Ma’ le’ ro.

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Lamalaka

3. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Batu Karaeng

4. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Ulugalung

Dusun Pallantikang terdiri dari 1 RW dan 2 RT dengan letak rumah

tangga yang berdekatan.

B. Keadaan Demografi

Berdasarkan data primer yang kami kumpulkan sejak tanggal 13 – 27

Juni 2009, penduduk Dusun Pallantikang, Desa Biang Loe dibagi atas 1 RW

dan 2 RT dengan jumlah 51 KK dan keseluruhan penduduk 196 jiwa. Jumlah

penduduk laki-laki sebesar 87 jiwa dan penduduk wanita sebesar 121 jiwa,

seperti pada tabel di bawah ini :

Tabel 1
Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Dusun Pallantikang, Desa Biang Loe
Tahun 2009
Frekuensi Persentase
Jenis Kelamin
(f) (%)
Laki-Laki 87 44,4
Perempuan 109 55,6
Total 196 100
Sumber : Data Primer, 2009

Tabel 1 menunjukkan bahwa penduduk Dusun Pallantikang sebagian

besar berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 109 orang dengan

persentase 55,6%.

Adapun distribusi penduduk Dusun Pallantikang berdasarkan

kelompok umur dapat dilihat pada table 2 berikut:

6
Tabel 2
Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur
Dusun Pallantikang, Desa Biang Loe,
Tahun 2009

Umur Frekuensi Persentase


(tahun) (f) (%)
0–4 14 7,1
5–9 15 7,6
10 – 14 23 11,7
15 – 19 18 9,2
20 – 24 11 5,6
25 – 29 17 8,7
30 – 34 25 12,8
35 – 39 26 13,3
40 – 44 9 4,6
45 – 49 10 5,1
50 – 54 8 4,1
55 – 59 3 1,5
> 60 17 8,7
Total 196 100
Sumber : Data Primer 2009

Tabel 2 menunjukkan bahwa kelompok umur yang paling banyak yaitu

35-39 tahun sebesar 13,3%.

C. Keadaan Sosial, Ekonomi, dan Budaya

Faktor sosial ekonomi mempunyai pengaruh yang sangat besar

terhadap kehidupan dan kesehatan masyarakat sehingga faktor sosial ekonomi

sangat penting untuk diperhatikan demi meningkatkan status derajat kesehatan

masyarakat untuk tercapainya status dan derajat kesehatan yang optimal.

Adapun faktor sosial ekonomi meliputi faktor :

1. Mata Pencaharian dan Pendapatan Penduduk

Tingkat pendapatan per rumah tangga masyarakat Dusun

Pallantikang dapat dikategorikan cukup karena sebagian besar mata

pencaharian penduduk setempat adalah petani yang pendapatan dalam tiap

7
bulan tidak tentu/tetap. Mereka berpenghasilan setelah melakukan panen.

Adapun tingkat pendapatan per rumah tangga rata-rata penduduk tiap

bulannya yang paling dominan adalah Rp. 100.000,- sampai Rp. 400.000,-

pendapatan ini diperoleh dari pekerjaan seperti petani, buruh, dan

pedagang.

Tabel 3
Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Pekerjaan Frekuensi (f) Persentase (%)


Tidak Bekerja 39 19,9
Ibu Rumah Tangga 17 8,7
Pegawai Negeri Sipil 2 1
Karyawan Swasta 4 2,1
Petani 62 31,6
Wiraswasta 1 0,5
Pedagang/Pemilik Warung 5 2,5
Buruh/Pemukul Batu 16 8,2
Honorer 5 2,5
Pelajar 44 22,5
Lainnya 1 0,5
TOTAL 196 100
Sumber : Data Primer, 2009

Tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Dusun

Pallantikang bekerja sebagai petani, yaitu sebesar 31,6%.

2. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh warga sangat

mempengaruhi pemahaman dan pengetahuan mereka dalam usaha untuk

8
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Di Dusun Pallantikang

sendiri, tingkat pendidikan warganya dapat dikategorikan masih rendah.

Tabel 4
Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Tingkat Pendidikan Frekuensi (f) Persentase (%)


Belum sekolah/tidak tamat 100 51
SD
Tamat Sekolah Dasar 60 30,6
SMP/Sederajat 19 9,7
SMA/Sederajat 11 5,6
Akademi 3 1,5
Universitas 3 1,5
TOTAL 196 100
Sumber : Data Primer, 2009

Dalam tabel 4, menunjukkan sebesar 51 % penduduk Dusun

Pallantikang belum sekolah/tidak tamat SD. Sedangkan yang

menyelesaikan pendidikan hingga tingkat universitas hanya sebesar 2%.

3. Sosial Budaya

Penduduk Dusun Pallantikang sebagian besar bersuku Makassar.

Dusun Pallantikang dipimpin oleh seorang kepala dusun yang membawahi

1 kepala RW dan 2 kepala RT. Seluruh penduduk Dusun Pallantikang

memeluk agama Islam dan terdapat 1 unit mesjid sebagai sarana

pendukung ibadah.

Bentuk rumah penduduk di Dusun Pallantikang sebagian besar

adalah rumah panggung yang kebanyakan adalah bangunan lama, ada juga

rumah lantai namun jumlahnya sangat sedikit. Hal ini disebabkan karena

karakteristik ekonomi yang berbeda.

9
Sebagian besar penduduk Dusun Pallantikang tidak menamatkan

sekolah dasar. Hal ini disebabkan karena masalah ekonomi. Mereka pun

berpikir bahwa pekerjaan adalah hal yang utama dibandingkan untuk

mengecap bangku pendidikan. Selain itu, di Dusun Pallantikang tidak

terdapat satu pun unit sekolah. Sehingga penduduk harus pergi ke desa

sebelah jika ingin sekolah dan ada yang bersekolah di sekolah yang

terdapat di ibu kota kabupaten.

Kebanyakan penduduk Dusun Pallantikang menumpukan hidupnya

pada pekerjaannya sebagai petani. Strata sosial masih menjadi budaya di

dusun ini, yaitu adanya tingkatan-tingkatan sosial yang kemudian

mempengaruhi kehidupan masyarakat di Dusun Pallantikang, misalnya

dalam hal pernikahan, pengambilan keputusan, dan lain-lain. Penduduk

Dusun Pallantikang masih memegang teguh adat istiadat setempat, seperti

upacara adat, perayaan keagamaan, upacara pernikahan, dan lain-lain.

D. Status kesehatan

1. Lingkungan

Dusun Pallantikang merupakan daerah yang wilayahnya terdiri dari

daerah persawahan, sungai, serta sebagian lainnya adalah tempat

pemukiman penduduk. Penduduk dusun Pallantikang menjadikan sungai

sebagai sasaran pembuangan sampah dan pembuangan air limbah karena

wilayah rumah mereka yang berdekatan dengan sungai.

Adapun di beberapa rumah penduduk, terdapat kotoran binatang

seperti kuda dan unggas. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :

10
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Ada Tidaknya Kotoran Binatang
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Ada kotoran binatang Frekuensi Persentase


(kuda dan unggas) (f) (%)
Ya 21 41,2
Tidak 30 58,8
Total 51 100
Sumber : Data Primer, 2009

Tabel 5 menunjukkan bahwa penduduk yang di sekitar rumahnya

terdapat kotoran binatang sebanyak 41,2%. Hal ini menyebabkan daerah

lingkungan, utamanya sekitar rumah maupun akses jalan banyak

ditemukan/berserakan kotoran hewan peliharaan.

2. Perilaku Masyarakat

Perilaku masyarakat Dusun Pallantikang masih kurang memiliki

kesadaran tentang pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan. Hal ini

terlihat dari kebiasaan warga yang suka merokok, khusus bagi yang laki-

laki. Selain itu, dapat dilihat dari kebiasaan membuang air besar di sungai

(tidak menggunakan jamban) oleh penduduk karena sebagian besar

penduduk tidak memiliki jamban.

Adapun kesadaran warga untuk berobat jika sakit telah cukup

tinggi. Hal ini terbukti dari adanya sebagian besar warga yang telah

memanfaatkan sarana dan prasarana kesehatan seperti puskesmas. Tetapi

inisiatif untuk memanfaatkan sarana kesehatan masih kurang karena

sebagian besar ketika pertama kali sakit mereka membeli obat terlebih

11
dahulu. Mengenai kebiasaan warga memasak air sebelum diminum juga

telah cukup tinggi.

3. Pelayanan Kesehatan

Di Dusun Pallantikang fasilitas kesehatan hanya ada satu, yaitu

puskesdes. Di Puskesdes itu sendiri hanya memiliki seorang petugas

kesehatan yaitu bidan desa yang menangani seluruh masalah kesehatan

yang ada dalam dusun ini. Hal ini disebabkan karena jarak fasilitas

kesehatan, seperti puskesmas, rumah sakit terletak cukup jauh di daerah

kota.

Sementara itu ditinjau dari aspek epidemiologi, pola penyakit yang

diderita oleh masyarakat Desa Biang Loe cukup bervariasi,hal ini dapat

dilihat dari tabel dibawah ini.

Tabel 6
10 Daftar Penyakit Di Puskesdes Biang Loe
Kec.Pa’jukukang, Kab.Bantaeng
Tahun 2009

Frekuensi Persentase
Jenis Penyakit (f) (%)
Influenza 6 16,2
Mialgia 6 16,2
ISPA 4 10,8
Demam 4 10,8
Hipertensi 4 10,8
Reumatik 3 8,1
Batuk 2 5,4
Diare 3 8,1
Anemia 2 5,4
Gastritis 3 8,1
Total 37 100
Sumber : Data Sekunder, Mei 2009

12
Tabel 6 menunjukkan bahwa penyakit yang sering terjadi di Desa

Biang Loe adalah influenza dan Mialgia (alergi rumput laut).

13
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Kegiatan

Kegiatan Pengalaman Belajar Lapangan I (PBL I) ini bertujuan untuk

mengidentifikasi masalah kebijakan kesehatan, KB/reproduksi, kejadian

penyakit, gizi masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan perilaku

masyarakat. Tujuan berikutnya adalah menentukan prioritas masalah

kesehatan yang ada di wilayah tersebut dan menentukan alternatif

penyelesaian masalah.

PBL I kali ini dipusatkan di Kecamatan Pa’jukukang Kabupaten

Bantaeng, dengan mengambil 10 Desa dan tersebar di 52 Dusun sebagai posko

tempat kegiatan dan kami ditempatkan di Dusun Pallantikang Desa Biang

Loe. Kegiatan PBL I ini berlangsung dari tanggal 13-27 Juni 2009, teknik

pengumpulan data dilakukan dengan metode sensus, di mana setiap rumah

tangga di Dusun Pallantikang di data dengan cara door to door (dari rumah ke

rumah) dan wawancara langsung.

Adapun tahap-tahap yang dilalui dalam kegiatan PBL I ini, yaitu :

1. Sosialisai dan Pengenalan Lokasi

Untuk pengenalan lokasi, kami telah melakukan observasi

lapangan pada hari kedua kedatangan kami, namun sebelumnya kami

bertemu dengan Kepala Dusun untuk mendapatkan informasi tentang

wilayah Dusun Pallantikang untuk membantu proses pengambilan data

14
dan mapping serta pengambilan data sekunder di Kantor Desa Biang Loe

untuk menjadi dasar kami dalam melakukan pendataan.

2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan selama 5 hari terhitung sejak tanggal

15 – 19 Juni 2009. Sebelum turun ke lapangan, kami mewawancarai

responden dengan membagi anggota menjadi beberapa kelompok agar

lebih mengefisienkan waktu. Pengambilan data pada responden dilakukan

secara door to door artinya kami mendatangi rumah-rumah penduduk satu

per satu untuk mengambil data yang kami perlukan. Adapun titik awalnya

dimulai pada rumah tangga yang terletak paling jauh dari letak posko.

Selama proses pendataan, kendala-kendala yang kami peroleh

antara lain masalah bahasa sehari-hari, kesibukan responden, dan program

untuk menginput data yang bermasalah yaitu Epi Data.

3. Mapping (Pemetaan)

Pemetaan dilakukan di masing-masing RW/RT oleh kordinator

lapangan yang telah diberi tanggung jawab dalam proses pembuatan peta

Dusun Pallantikang berdasarkan peta dasar yang diberikan oleh Kepala

Dusun dan yang kami liat di kantor desa serta dari observasi lapangan

yang telah kami lakukan sebelumnya.

4. Pembuatan Laporan

Pembuatan laporan dilakukan dengan kerja sama kelompok yang

kompak dengan semangat serta tanggung jawab yang tinggi.

15
B. Hasil Pendataan Rumah Tangga

1. Berdasarkan Karakteristik Sosial Ekonomi

a. Status Kepemilikan Rumah

Tabel 7
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Kepemilikan Rumah
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Status kepemilikan Frekuensi Persentase


rumah (f) (%)
Milik Sendiri 36 70,6
Milik Orang
15 29,4
Tua/Keluarga
Angsuran 0 0
Kontrak/Sewa 0 0
Dinas 0 0
Lainnya 0 0
Total 51 100
Sumber : Data Primer, 2009

Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar status kepemilikan

rumah responden adalah milik sendiri yaitu sebesar 70,6%.

b. Pembagian Ruangan/Kamar

Tabel 8
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pembagian Ruangan/Kamar
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Pembagian Frekuensi Persentase


ruangan/kamar (f) (%)

2 – 8 Kamar 51 100

Jumlah 51 100
Sumber : Data Primer, 2009

16
Tabel 8 menunjukkan bahwa seluruh responden yang terdata

di Dusun Pallantikang 100% termasuk dalam kategori memiliki

pembagian ruangan/kamar yang berjumlah 2 sampai 8 ruangan.

c. Penghasilan Per Bulan

Tabel 9
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penghasilan Per Bulan
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Penghasilan Rumah Tangga Frekuensi Persentase


Per Bulan (f) (%)

< Rp. 100.000 ,- 0 0

Rp. 100.000 – Rp. 499.000 ,- 22 43,1

Rp. 500.000 – Rp. 999.000 ,- 18 35,3

Rp. 1.000.000 – Rp. 6 11,8


2.000.000
> Rp. 2.000.000 ,- 5 9,8

Total 51 100

Sumber : Data Primer, 2009

Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar Rumah Tangga

memiliki penghasilan berkisar pada Rp. 100.000 - Rp. 499.000 yakni

sebesar 43,1 %.

17
d. Frekuensi Makan Dalam Sehari

Tabel 10
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Frekuensi Makan Dalam Sehari
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Frekuensi Makan Dalam Frekuensi Persentase


Sehari (f) (%)
Satu kali dalam sehari 1 2
Dua kali dalam sehari 17 33,3
Tiga kali dalam sehari 33 64,7
Lebih dari 3 kali 0 0
Total 51 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar Anggota Rumah

Tangga makan sebanyak tiga kali sehari yakni sebesar 64,7 %.

2. Berdasarkan Sanitasi dan Sumber Air Minum

a. Sumber Utama Air Minum

Tabel 11
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sumber Utama Air Minum
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Frekuensi Persentase
Sumber Air Minum
(f) (%)
Air ledeng PAM 0 0
Sumur Bor 0 0
Sumur Gali 0 0
Mata Air 50 98
Air Isi Ulang/refill 0 0
Air Permukaan 1 2
Lainnya 0 0
TOTAL 51 100
Sumber : Data Primer, 2009

Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar Rumah Tangga

menggunakan mata air yang dialirkan melalui pipa sebagai sumber

18
utama air minum yaitu sebesar 93,6%. Hanya ada satu rumah tangga

(2%) yang menggunakan air permukaaan

b. Kebiasaan Memasak Air Untuk Minum

Tabel 12
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebiasaan Memasak Air Minum
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Memasak Air Untuk Frekuensi Persentase


Minum (f) (%)
Ya 42 82,4
Tidak 9 17,6
Total 51 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar Rumah Tangga

memasak airnya sebelum diminum yaitu sebesar 82,4 %.

c. Kepemilikan Jamban

Tabel 13
Distribusi Frekuensi Berdasakan Kepemilikan Jamban
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Frekuensi Persentase
Kepemilikan Jamban
(f) (%)
Ya 14 27,5
Tidak 37 72,5
Total 51 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 13 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk tidak

memiliki jamban, yaitu sebesar 72,5 % . Sedangkan yang memiliki

jamban sebesar 27,5 %.

d. Jenis Jamban

Tabel 14
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Jamban Yang Sering Dipakai

19
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009
\
Jenis Jamban yang Frekuensi Persentase
Digunakan (f) (%)
Jamban dengan tangki septik 14 100

Jamban tanpa tangki septik 0 0


Lubang/dikomposkan/jamban 0 0
kering
Jamban 0 0
gantung/helikopter/kolam
ikan
Lainnya 0 0
Total 14 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 14 menunjukkan bahwa dari seluruh rumah tangga

yang memiliki jamban, jenis jamban yang digunakan adalah

jamban jenis leher angsa dengan tangki septik.

e. Kepemilikan Tempat Sampah

Tabel 15
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepemilikan Tempat Sampah
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Kepemilikan Tempat Frekuensi Persentase


Sampah (f) (%)
Ya 49 96,1
Tidak 2 3,9
Total 51 100
Sumber : Data Primer,2009
Tabel 15 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk

memiliki tempat sampah sendiri yaitu sebesar 96,1 %.

f. Jenis Tempat Sampah yang Digunakan

Tabel 16
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Tempat Sampah

20
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Frekuensi Persentase
Jenis Tempat Sampah Yang Digunakan
(f) (%)
Wadah tertutup 0 0
Wadah tidak tertutup 10 20,4
Kantong Plastik/dibungkus 0 0
Lubang terbuka 36 73,5
Lubang tertutup 0 0
Lainnya 3 6,1
Total 49 100
Sumber : Data Primer, 2009

Tabel 16 menunjukkan bahwa dari 49 rumah tangga yang

memiliki tempat sampah, jenis yang lebih banyak digunakan

adalah lubang terbuka, yaitu sebesar 73,5 %. Responden

membuang sampah mereka di sebuah lubang terbuka dan langsung

membakar sampah rumah tangga mereka. Sedang rumah tangga

yang memiliki jenis tempat sampah wadah tidak tertutup berupa

ember yang ditaruh di dalam rumah, yaitu sebesar 20,4 %.

g. Bahan Bakar Utama Yang Digunakan

Tabel 17
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Bahan Bakar Utama Untuk Memasak

21
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Jenis Bahan Bakar Yang Frekuensi Persentase


Digunakan (f) (%)
Kayu 36 70,6
Minyak tanah 14 27,4
Gas 1 2
Batu bara 0 0
Lainnya 0 0
Total 51 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 17 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga

menggunakan kayu sebagai bahan bakar utama yaitu sebesar

70,6%.

3. Berdasarkan Data Keluarga Berencana

a. Pengetahuan Tentang Cara KB

Tabel 18
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Tentang Cara/Alat KB
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Pengetahuan Tentang Frekuensi Persentase


Cara/Alat KB (f) (%)

Tahu 1 Cara/Alat KB 28 54,9


Tahu 2 Cara/Alat KB 9 17,6
Tahu 3 Cara/Alat KB 3 5,9
Tahu Minimal 4 Cara/Alat
2 4
KB
Tidak tahu 9 17,6
Total 51 100
Sumber : Data Primer,2009
Tabel 18 menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat

mengenai cara/ alat KB di Dusun Pallantikang yang tidak tahu

22
sebanyak 9 responden (17,6 %) dan sisanya mengetahui dengan

bermacam-macam pengetahuan dan yang paling banyak adalah

yang mengetahui 1 cara/alat KB yaitu sebanyak 28 responden (54,9

%). Pengetahuan masyarakat disini mengenai KB sangat kurang

karena tingkat pendidikan mereka yang rendah.

b. Pengetahuan Tentang Tempat Memperoleh Alat KB

Tabel 19
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Tentang
Tempat Memperoleh Alat KB
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Tempat Memperoleh Alat Frekuensi Persentase


KB (f) (%)
Puskesmas 3 5,9
Dokter Praktik 1 1,9
Bidan praktik 2 3,9
Bidan di desa 34 66,7
Tidak tahu 11 21,6
Total 51 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 19 menunjukkan bahwa responden paling banyak

mengetahui tempat memperoleh alat KB yaitu di bidan desa

sebesar 66,7 % Hal ini disebabkan karena di dusun ini sangat

kurang tenaga kesehatan sehingga mereka lebih mengenal bidan

desa saja.

c. Pernah Menggunakan Alat KB

Tabel 20
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pernah Menggunakan Alat KB

23
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Pernah Menggunakan Alat Frekuensi Persentase


KB (f) (%)
Ya 33 64,7
Tidak 18 35,3
Total 51 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 20 menunjukkan bahwa sebagai besar responden

menggunakan KB, yaitu sebesar 64,7 % (33 responden). Ada 18

responden (35,3%) yang tidak menggunakan KB.

d. Cara/Metode Yang Digunakan

Tabel 21
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Cara/Metode yang Digunakan
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Cara/Metode KB yang Frekuensi Persentase


Digunakan (f) (%)
Operasi 0 0
Implan 0 0
IUD/Spiral 0 0
Suntik 33 100
Pil 0 0
Kondom 0 0
Tradisional/alamiah 0 0
Total 33 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 21 menunjukkan bahwa responden yang

memanfaatkan alat KB, seluruhnya menggunakan metode KB

dengan cara suntik.

4. Berdasarkan Akses Pelayanan Kesehatan

24
a. Yang Dilakukan Pertama Kali Apabila Ada Anggota Keluarga

Yang Sakit

Tabel 22
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tindakan Pengobatan Pertama Kali
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Yang Dilakukan
Frekuensi Persentase
Pertama Kali Bila Ada
(f) (%)
Yang Sakit
Pengobatan sendiri:
3 5,9
Istirahat
Minum obat warung 28 54,9

Minum jamu/ramuan 0 0

Kompres air 0 0
Dukun 0 0
Pergi ke petugas
kesehatan di: 3 5,9
Rumah sakit
Puskesmas 7 13,7

Dokter Praktek 1 2
Bidan praktek/bidan di
9 17,6
desa
Total 51 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 22 menunjukkan bahwa masyarakat di Dusun

Pallantikang ketika sakit lebih banyak yang melakukan pengobatan

sendiri. Pengobatan sendiri yang mereka melakukan di antaranya

minum obat warung sebanyak 28 responden (54,9 %). Hanya ada 7

responden (13,7 %) yang pergi ke puskesmas.

b. Riwayat Kunjungan ke Fasilitas Kesehatan

25
Tabel 23
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Riwayat Kunjungan ke FASKES
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Pernah mengunjungi Frekuensi Persentase


Fasilitas kesehatan (f) (%)
Ya 50 98
Tidak 1 2
Total 51 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 23 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk

pernah berkunjung ke fasilitas kesehatan dengan persentase sebesar

98 %, dan hanya satu responden atau sebesar 2 % yang tidak

pernah berkunjung ke FASKES.

c. Jenis Fasilitas Kesehatan yang dikunjungi

Tabel 24
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis FASKES yang Dikunjungi
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Jenis fasilitas Frekuensi Persentase


Yang dikunjungi (f) (%)
Rumah sakit 9 18
Puskesmas 19 38
Dokter praktek 2 4
Bidan praktek/bidan di
20 40
desa
Total 50 100
Sumber : Data Primer,2009
Tabel 24 menunjukkan bahwa dari 50 responden yang

pernah mengunjungi FASKES, paling banyak memilih bidan desa

yaitu sebesar 40 %.

d. Jarak ke Fasilitas Kesehatan

26
Tabel 25
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jarak ke FASKES
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Jarak ke Fasilitas Frekuensi Persentase


Kesehatan (f) (%)
< 500 m 31 62
500 m – 1000 m 1 2
1001 m – 2000 m 2 4
2001 m – 3000 m 0 0
> 3000 m 16 32
Total 50 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 25 menunjukan bahwa sebanyak 31 responden (62 %)

yang mengunjungi fasilitas kesehatan yang berjarak < 500 m.

Fasilitas kesehatan terdekat tersebut adalah bidan desa. Dan

sebanyak 16 responden (32 %) yang mengunjungi fasilitas

kesehatan yang berjarak > 3000 m.

e. Waktu Tempuh ke fasilitas Kesehatan yang Pernah Dikujungi

Tabel 26
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Waktu Tempuh ke FASKES
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Waktu Tempuh ke Frekuensi Persentase


Fasilitas Kesehatan (f) (%)

27
< 1 jam 49 98
1 – 2 Jam 1 2
> 2 jam
Total 50 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 26 menujukkan bahwa sebagian besar responden

dalam mencapai fasilitas kesehatan terdekat hanya membutuhkan

waktu kurang dari sejam, yaitu sebesar 98 % (49 responden).

Sebagian besar hanya dengan melakukan jalan kaki dalam

mencapai fasilitas kesehatan tersebut.

f. Persepsi Tingkat Kepuasan Terhadap Pelayanan Kesehatan

Tabel 27
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Persepsi Tingkat Kepuasan
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Persepsi Tingkat Frekuensi Persentase


Kepuasan (f) (%)

Sangat puas 15 30
Puas 35 70
Kurang puas 0 0
Tidak puas 0 0
Total 50 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 27 menunjukkan bahwa dari 50 responden yang

pernah mengunjungi FASKES, sebagian besar menyatakan puas

terhadap pelayanan kesehatan dengan persentase sebesar 90 %.

1) Tangible

Tabel 28

28
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tangible
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Dimensi Tanggapan
Total (%)
Kepuasaan
TP (%) CP (%) P (%)

Penampilan
0 0 21 42 29 58 50 100
Fisik

Perlengkapan
0 0 21 42 29 58 50 100
dan Sarana

Tersedianya
0 0 21 42 29 58 50 100
Peralatan

Ruang
0 0 21 42 29 58 50 100
Pelayanan

Kenyamanan 0 0 21 42 29 58 50 100

Kebersihan WC 0 0 22 44 28 56 50 100

Penampilan
0 0 21 42 29 58 50 100
Petugas

Sumber: Data Primer, 2009

Tabel 28 menunjukkan bahwa pelayanan FASKES jika

dilihat dari segi tangible, sebagian besar responden telah puas,

yaitu sebesar 58%

2) Realiability

Tabel 29
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Realiability
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

29
Tanggapan
Dimensi
Total (%)
Kepuasaan
TP (%) CP (%) P (%)

Waktu buka dan


0 0 21 42 29 58 50 100
Tutup

Pelaksanaan
0 0 21 42 29 58 50 100
Pemeriksaan

Pemberian
0 0 21 42 29 58 50 100
Informasi

Pelayanan
0 0 21 42 29 58 50 100
Efektif

Ketersediaan
0 0 21 42 29 58 50 100
Obat

Sumber: Data Primer, 2009

Tabel 29 menunjukkan bahwa pelayanan FASKES jika

dilihat dari segi realiability, sebagian besar responden telah

puas, yaitu sebesar 58%

3) Emphaty
Tabel 30
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Emphaty
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009
Dimensi Tanggapan Total (%)

30
Kepuasaan
TP (%) CP (%) P (%)

Dokter Ramah 0 0 21 42 29 58 50 100


Perawat Ramah 0 0 21 42 29 58 50 100
Penuh Perhatian 0 0 21 42 29 58 50 100
Kesabaran 0 0 21 42 29 58 50 100
Penanganan
0 0 21 42 29 58 50 100
Lanjut
Sosialisasi 0 0 21 42 29 58 50 100

Sumber:Tabel
Data 30
Primer, 2009
menunjukkan bahwa pelayanan FASKES jika

dilihat dari segi emphaty, sebagian besar responden telah puas,

yaitu sebesar 58%.

4) Responsivenes

Tabel 31
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Responsivenes
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

31
Dimensi Tanggapan
Total (%)
Kepuasaan TP (%) CP (%) P (%)

Kesiapan Dokter 0 0 21 42 29 58 50 100


Pasien Tidak
0 0 21 42 29 58 50 100
Menunggu Lama
Pelayanan Obat 0 0 21 42 29 58 50 100
Respon Petugas 0 0 21 42 29 58 50 100

Sumber: Data Primer, 2009

Tabel 31 menunjukkan bahwa pelayanan FASKES jika

dilihat dari segi responsivenes, sebagian besar responden telah

puas, yaitu sebesar 58%.

5) Assurance

Tabel 32
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Assurance
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

32
Dimensi Tanggapan
Total (%)
Kepuasaan TP (%) CP (%) P (%)

Kepercayaan 0 0 21 42 29 58 50 100
Kemampuan 0 0 21 42 29 58 50 100
Keterampilan 0 0 21 42 29 58 50 100
Keterangan 0 0 21 42 29 58 50 100
Retorika 0 0 21 42 29 58 50 100

Sumber: Data Primer, 2009

Berdasarkan tabel di atas, pelayanan FASKES jika dilihat

dari segi assurance, sebagian besar responden telah puas, yaitu

sebesar 58%.

5. Berdasarkan Perilaku Merokok

a. Ada Anggota Keluarga Yang Merokok

Tabel 33
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Ada Anggota Keluarga yang Merokok
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Ada Anggota Keluarga Frekuensi Persentase


yang Merokok (f) (%)
Ya 39 76,5
Tidak 12 23,5
Total 51 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 33 menunjukkan bahwa terdapat 39 responden (76,5

%) yang memiliki anggota keluarga yang merokok, sedangkan

yang tidak memiliki anggota keluarga yang merokok sebanyak 12

responden (23,5 %).

b. Anggota Keluarga (Ayah) Merokok

33
Tabel 34
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Ada Ayah yang Merokok
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Ada Ayah yang Frekuensi Persentase


Merokok (f) (%)
Ya 34 82,9
Tidak 7 17,1
Total 41 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 34 menunjukkan bahwa 41 rumah tangga yang

memiliki ayah sebagai kepala keluarga di dalamya, terdapat 34 RT,

yaitu sebesar 82,9 % yang memiliki ayah perokok.

c. Anggota Keluarga (Ibu) Merokok

Tabel 35
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Ada Ibu yang Merokok
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Frekuensi Persentase
Ada Ibu yang Merokok
(f) (%)
Ya 0 0
Tidak 46 100
Total 0 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 35 menunjukkan bahwa seluruh rumah tangga yang

memiliki ibu di dalamnya, 100 % tidak ada ibu yang jadi seorang

perokok.

d. Anggota Keluarga (Anak) Merokok

Tabel 36
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Ada Anak yang Merokok
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe

34
Tahun 2009

Ada Anak yang Frekuensi Persentase


Merokok (f) (%)
Ya 5 10,6
Tidak 42 89,4
Total 47 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 36 menunjukkan bahwa sebagaian besar RT yang

memiliki anak di dalamnya, yaitu sebesar 89,4 % tidak memiliki

anak yang berkebiasaan merokok. Hanya 5 anak dalam RT yang

merokok, yaitu sebesar 10,6 %.

e. Anggota Keluarga Lain Yang Merokok

Tabel 37
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Ada Anggota Keluarga Lain yang Merokok
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Ada Anggota Keluarga Frekuensi Persentase


Lain yang Merokok (f) (%)
Ya 3 23,1
Tidak 10 76,9
Total 13 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 37 menunjukkan bahwa sebagaian besar RT yang

memiliki anggota keluarga lain (selain ayah, ibu, dan anak) yang

tidak merokok, yaitu sebesar 76,9 %.

f. Lama Merokok (Ayah)

Tabel 38
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lama Merokok Ayah
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

35
Lama Kebiasaan Frekuensi Persentase
Merokok (Ayah) (f) (%)
< 1 Tahun 2 5,9
1- 5 tahun 0 0
> 5 Tahun 32 94,1
Total 34 100
Sumber : Data Primer,2009

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat 34

ayah yang memiliki kebiasaan merokok sejak lebih dari 5 tahun

lalu, yaitu sebesar 94,1 %. Hanya ada 2 ayah yang baru memiliki

kebiasaan merokok kurang dari setahun, sebesar 5,9 %.

g. Lama Merokok Anggota Keluarga (Anak)

Tabel 39
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lama Merokok Anak
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Lama Kebiasaan Frekuensi Persentase


Merokok (Anak) (f) (%)
< 1 Tahun 0 0
1- 5 tahun 2 40
> 5 Tahun 3 60
Total 5 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 39 menunjukkan bahwa sebagai besar anak dalam

RT, dalam hal ini 3 anak (60 %) yang memiliki kebiasaan merokok

sejak lebih dari 5 tahun lalu. Sedangkan 2 anak lainnya (40 %)

memiliki kebiasaan merokok antara 1 – 5 tahun lalu.

h. Lama Merokok Anggota Keluarga Lain

Tabel 40
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lama Merokok Anggota Keluarga Lain
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

36
Lama Kebiasaan
Frekuensi Persentase
Merokok (Keluarga
(f) (%)
Lain)
< 1 Tahun 0 0
1- 5 tahun 0 0
> 5 Tahun 3 100
Total 3 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 40 menunjukkan bahwa seluruh anggota keluarga

lain (100 %) yang terdapat dalam RT memiliki kebiasaan merokok

lebih dari 5 tahun lalu.

i. Frekuensi Merokok Dalam Sehari (Ayah)

Tabel 41
Distribusi Frekuensi Merokok Ayah Dalam Sehari
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Frekuensi Merokok Frekuensi Persentase


(Ayah) (f) (%)
1 batang 0 0
2-5 batang 6 17,6
6-10 batang 5 14,8

37
> 10 batang 23 67,6
Total 34 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 41 menunjukkan bahwa dari 34 ayah yang merokok

terdapat 23 ayah (67,6) yang memiliki frekuensi merokok lebih

dari 10 batang rokok per harinya atau ± satu bungkus rokok.

j. Frekuensi Merokok Dalam Sehari (Anak)

Tabel 42
Distribusi Frekuensi Merokok Anak Dalam Sehari
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Frekuensi Merokok Frekuensi Persentase


(Anak) (f) (%)
1 batang 0 0
2-5 batang 0 0
6-10 batang 5 100
> 10 batang 0 0
Total 5 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 42 menunjukkan bahwa seluruh anak yang merokok

dalam RT memiliki frekuensi merokok 6-10 batang rokok per

harinya.

k. Frekuensi Merokok Anggota Keluarga Lain

Tabel 43
Distribusi Frekuensi Merokok Anggota Keluarga Lain Dalam Sehari
Dusun Pallantikan Desa Biang Loe
Tahun 2009

Frekuensi Merokok Frekuensi Persentase


(Keluarga Lain) (f) (%)
1 batang 0 0

38
2-5 batang 0 0
6-10 batang 2 66,7
> 10 batang 1 33,3
Total 3 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 43 menunjukkan bahwa anggota keluarga lain yang

merokok terdapat 2 anggota keluarga lain (66,7 %) yang memiliki

frekuensi merokok 6-10 batang sehari dan ada satu anggota

keluarga lain (33,3 %) yang memiliki frekuensi merokok lebih dari

10 batang rokok seharinya.

6. Berdasarkan Penggunaan Garam Beryodium

a. Pengetahuan Tentang Garam Beryodium

Tabel 44
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Tentang Garam Beryodium
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Mengetahui Istilah Garam Frekuensi Persentase


Beryodium (f) (%)
Ya 23 45,1
Tidak tahu 28 54,9

39
Total 51 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 44 menunjukkan penduduk Dusun Pallantikang

sebagian besar belum mengetahui istilah garam beryodium, hal ini

ditunjukkan ada sebanyak 28 responden (54,9 %) yang tidak

mengetahui istilah garam beryodium, sedangkan yang mengetahui

istilah garam beryodium sebanyak 23 responden (23 %).

b. Kebiasaan Menggunakan Garam Beryodium

Tabel 45
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebiasaan Menggunakan Garam Beryodium
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Menggunakan Garam Frekuensi Persentase


Beryodium (f) (%)
Ya 21 41,2
Tidak 6 11,7
Tidak Tahu/Lupa 24 47,1
Total 51 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 45 menunjukkan bahwa ada 24 responden (47,1%)

yang tidak tahu/lupa dengan jenis garam yang mereka pergunakan.

Tapi ada 21 responden (41,2%) yang telah menggunakan

menggunakan garam beryodium.

c. Jenis Garam Beryodium

Tabel 46
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Garam Beryodium
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Jenis Garam Frekuensi Persentase


Beryodium (f) (%)

40
Curah 7 33,3
Briket/bata 0 0
Halus 14 66,7
Lainnya 0 0
Total 21 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 46 menunjukkan bahwa jenis garam beryodium yang

paling banyak dikonsumsi adalah jenis garam beryodium halus,

yaitu sebesar 66,7% (14 responden). Hanya ada 7 responden

(33,3%) yang mengkonsumsi garam beryodium jenis curah.

d. Tempat Memperoleh/Membeli Garam Beryodium

Tabel 47
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tempat Memperoleh/Membeli Garam
Beryodium
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Tempat Memperoleh/Membeli Frekuensi Persentase


Garam Beryodium (f) (%)
Diberikan
1 4,8
orang/keluarga/tetangga
Warung 0 0
Pasar 20 95,2
Total 21 100
Sumber : Data Primer,2009

41
Tabel 47 menunjukkan bahwa garam beryodium sangat

mudah ditemukan di pasar karena sebagian besar responden

(95,2%) yang memperoleh/membeli garam beryodium di pasar.

Hanya satu responden yang memperoleh garam beryodium dari

pemberian keluarga.

e. Pengetahuan Tentang Akibat Kekurangan Yodium

Tabel 48
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Tentang Akibat Kekurangan
Garam Beryodium
Dusun PallantikangDesa Biang Loe
Tahun 2009

Pengetahuan tentang akibat kekurangan Frekuensi Persentase


yodium (f) (%)
Tahu 1 akibat kekurangan yodium 14 27,4
Tahu 2 akibat kekurangan yodium 5 9,8
Tahu minimal 3 akibat kekurangan yodium 0 0
Lainnya 0 0
Tidak Tahu 32 62,8
Total 51 100
Sumber : Data Primer,2009

Tabel 48 menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat

Dusun Pallantikang tentang akibat kekurangan yodium sebagian

besar tidak tahu yaitu sebanyak 32 responden (62,8%), sedangkan

yang hanya tahu 1 akibat kekurangan yodium sebanyak 14

responden (27,4%). Rata-rata menyebutkan kekurangan yodium

adalah terjadi gondok.

C. Hasil Pendataan Balita

42
1. Berdasarkan Pengalaman Kehamilan Anak Terakhir

a. Perilaku Pemeriksaan Kehamilan Pada Petugas Kesehatan

Tabel 49
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perilaku Pemeriksaan
Kehamilan Pada Petugas Kesehatan
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Memeriksakan Diri ke Petugas Frekuensi Persentase


Kesehatan selama Kehamilan (f) (%)
Ya 11 78,6
Tidak 3 21,4
Total 14 100
Sumber: Data Primer, 2009

Tabel 49 menunjukkan bahwa dari total 14 responden, yang

memeriksakan kehamilannya ke petugas kesehatan sebanyak

78,6% dan ada 3 responden (21,4) yang tidak pernah

memeriksakan kehamilannya pada petugas kesehatan.

b. Jenis Petugas Kesehatan Yang Memeriksakan Kehamilannya

Tabel 50
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Petugas Kesehatan
Yang Memeriksakan Kehamilan Ibu
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Frekuensi Persentase
Jenis Petugas Kesehatan
(f) (%)
Dokter Umum 1 9,1
Dokter Spesialis
0 0
Kebidanan
Bidan 10 90,9
Perawat 0 0
Total 11 100
Sumber: Data Primer, 2009

43
Tabel 50 menunjukkan bahwa dari total 11 responden, ada

10 responden yang memeriksakan kehamilannya ke bidan karena

bidan adalah petugas kesehatan terdekat yang ada di sekitar tempat

tinggal responden.

c. Frekuensi Memeriksakan Kehamilan Kepada Petugas Kesehatan

Tabel 51
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pemeriksaan
Kehamilan Kepada Petugas Kesehatan
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Frekuensi Pemeriksaan Frekuensi Persentase


pada Petugas Kesehatan (f) (%)
1 Kali 1 9,1
2 Kali 0 0
3 Kali 2 18,2
4 Kali atau Lebih 8 72,7
Total 11 100
Sumber: Data Primer, 2009

Tabel 52 menunjukkan bahwa ada 8 responden (72,7%)

yang memiliki frekuensi pemeriksaan kehamilan pada petugas

kesehatan sebanyak lebih dari 4 kali. Hal ini menunjukkan para ibu

hamil di Dusun Pallantikan sudah cukup sadar akan pentingnya

pemeriksaan kehamilan secara rutin.

d. Jenis Pelayanan Yang Diberikan Selama Pemeriksaan

Tabel 52
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Pelayanan
yang Diberikan Selama Pemeriksaan
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Jenis Pelayanan Ya Tidak Total


yang Diberikan Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

44
(f) (%) (f) (%) (f) (%)
Ditimbang berat
9 81,8 2 18,2 11 100
badannya
Diukur tinggi
6 54,5 5 45,5 11 100
badannya
Disuntik TT 7 63,6 4 36,4 11 100
Diukur tekanan
darahnya
6 54,5 5 45,5 11 100
Diukur/diraba
perutnya
10 90,9 1 9,1 11 100
Dites kadar Hb
3 27,3 8 72,7 11 100
darah
Diperiksa/dites air
kencing
3 27,3 8 72,7 11 100
Diberi tablet
penambah 9 81,8 2 18,2 11 100
darah/TTD/Fe
Diberi tablet
penambah vitamin 6 54,5 5 45,5 11 100
A
Diberi obat
pencegahan anti 3 27,3 8 72,7 11 100
malaria
Diberi penyuluhan 9 81,8 2 18,2 11 100
Tidak dilakukan
0 0 11 100 11 100
Pelayanan apa pun
Sumber : Data Primer, 2009

Tabel 52 menunjukkan bahwa berdasarkan jenis pelayanan

yang diberikan selama pemeriksaan kehamilan di Dusun

Pallantikang, ada 9 responden (81,8%) yang ditimbang berat

badannya, diberi tablet penambah darah/TTD/Fe, dan diberi

penyuluhan. 6 responden (54,5%) yang mendapatkan pelayanan

berupa diukur tinggi badannya, diukur tekanan darahnya, dan

diberi tablet penambah vitamin A. 7 responden (63,6%) ibu

disuntik TT. 3 responden (27,3%) yang mendapat pelayanan

45
berupa dites kadar Hb darah, diperiksa/dites air kencing, dan diberi

obat anti malaria.

e. Kebiasaan Memeriksakan Kehamilan pada Dukun

Tabel 53
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebiasaan Memeriksakan Kehamilan pada
Dukun
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009
Pernah Memeriksakan
Frekuensi Persentase
Kehamilan
(f) (%)
pada Dukun
Ya 5 35,7
Tidak 9 64,3
Total 14 100
Sumber: Data Primer, 2009

Tabel 53 menunjukkan bahwa ada 9 responden (64,3%)

yang tidak memeriksakan kehamilannya ke dukun, tapi ada 5

responden (35,7%) yang memeriksakan kehamilan ke dukun.

f. Frekuensi Memeriksakan Kehamilan pada Dukun

Tabel 54
Distribusi Frekuensi Pemeriksaan Kehamilan kepada Dukun
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009
Frekuensi
Frekuensi Persentase
Memeriksakan
(f) (%)
Kehamilan pada Dukun
1 Kali 1 20
2 Kali 1 20
3 Kali 2 40
> 3 kali 0 0
Tidak Tahu 1 20
Total 5 100
Sumber: Data Primer, 2009

46
Tabel 54 menunjukkan bahwa ada 2 responden (40%) yang

memeriksakan kehamilannya ke dukun sebanyak 3 kali. Serta

masing-masing satu responden (20%) yang memeriksakan

kehamilannya sebanyak 1 kali dan 2 kali.

g. Pengetahuan Tentang Bahaya Selama Kehamilan, Persalinan, dan

Nifas

Tabel 55
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Tentang
Bahaya Selama Kehamilan, Persalinan, dan Nifas
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Pengetahuan Tentang
Bahaya Selama Frekuensi Persentase
Kehamilan, Persalinan , (f) (%)
dan Nifas
Tidak Tahu 7 50
Mengetahui 1 bahaya
kehamilan,persalinan dan 4 28,6
nifas
Mengetahui 2 bahaya 3 21,4

47
kehamilan,persalinan dan
nifas
Minimal mengetahui 3
bahaya
0 0
kehamilan,persalinan dan
nifas
Total 14 100
Sumber: Data Primer, 2009

Tabel 55 menunjukkan bahwa ada 7 responden (50%) yang

tidak mengetahui bahaya selama kehamilan, persalinan, nifas. Ada

4 responden yang hanya mengetahui 1 bahaya selama kehamilan,

persalinan, nifas. Hal ini menunjukkan para ibu hamil di Dusun

Pallantikang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang

bahaya selama kehamilan, persalinan, dan nifas.

h. Riwayat Kejadian Komplikasi Saat Kehamilan

Tabel 56
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Riwayat Kejadian Komplikasi Saat Kehamilan
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Riwayat Kejadian
Frekuensi Persentase
Komplikasi
(f) (%)
Saat Kehamilan
Tidak terjadi komplikasi 2 14,3
Terjadi 1 komplikasi
3 21,4
kehamilan
Terjadi 2 komplikasi
6 42,9
kehamilan
Terjadi minimal 3
3 21,4
komplikasi kehamilan
Total 14 100
Sumber: Data Primer, 2009

48
Tabel 56 menunjukkan bahwa dari total 14 ibu yang

mempunyai balita di Dusun Pallantikang (responden), 2 (14,4%)

tidak mengalami komplikasi pada masa kehamilan dan ada 6

responden (42,9%) yang mengalami 2 komplikasi kehamilan.

i. Kepemilikan dan Pemanfaatan Buku KIA

Tabel 57
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepemilikan Buku KIA
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Frekuensi Persentase
Memiliki Buku KIA (f) (%)
Ya, Digunakan 5 35,7
Ya, Tidak digunakan 1 7,2
Tidak ada 6 42,8
Tidak Tahu 2 14,3
Total 14 100
Sumber: Data Primer, 2009

Tabel 57 menunjukkan bahwa dari 14 ibu yang mempunyai

balita di Dusun Pallantikang terdapat 5 ibu (35,7%) yang memiliki

dan menggunakan buku KIA, 6 ibu (42,8%) yang tidak memiliki

buku KIA, seorang ibu (7,2%) yang memiliki buku KIA tapi tidak

menggunakannya.

j. Kebiasaan Merokok Saat Hamil

Tabel 58
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perilaku Merokok Saat Hamil
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Frekuensi Persentase
Perilaku Merokok Saat Hamil
(f) (%)
Ya 0 0
Tidak 14 100

49
Total 14 100,0
Sumber: Data Primer, 2009

Tabel 58 menunjukkan bahwa 100% responden tidak

merokok saat mereka mengandung /hamil anak terakhir mereka.

k. Perilaku Merokok Anggota Keluarga Lain Selama Responden

Hamil

Tabel 59
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perilaku Merokok
Anggota Keluarga Lain Saat Hamil
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Ada Anggota Keluarga Lain


Yang Merokok Saat Ibu Frekuensi Persentase
Hamil (f) (%)
Ya 9 64,3
Tidak 5 35,7
Total 14 100
Sumber: Data Primer, 2009

Tabel 59 menunjukkan bahwa dari 14 responden terdapat 9

responden (64,3%) yang memiliki anggota keluarga yang merokok

selama hamil anak terakhir. Hal ini menunjukkan pengetahuan

serta kesadaran masyarakat akan bahaya rokok bagi ibu hamil

masih kurang.

2. Berdasarkan Pengalaman Persalinan Anak Terakhir

a. Penolong Persalinan Anak Terakhir

Tabel 60
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penolong Persalinan Anak Terakhir
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

50
Penolong Utama Frekuensi Persentase
Persalinan (f) (%)

Petugas kesehatan:
0 0
Dokter Umum

Bidan 5 35,7
Perawat 0 0
Non-petugas kesehatan:
5 35,7
Dukun
Teman/Keluarga 4 28,6
Tidak ada penolong 0 0
Total 14 100
Sumber: Data Primer, 2009

Tabel 60 menunjukkan bahwa dari 14 responden yang

mengalami proses persalinan, masing-masing 5 responden proses

persalinannya dibantu oleh bidan dan dukun. Juga ada 4 responden

yang dibantu proses persalinannya oleh teman/keluarga.

b. Tempat Persalinan

Tabel 61
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tempat Persalinan
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Frekuensi Persentase
Tempat Persalinan
(f) (%)
Rumah Sakit 1 7,1
Puskesmas 0 0
Bidan Praktek 0 0
Rumah
Responden/Dukun/Orang 13 92,9
Lain
Total 14 100
Sumber: Data Primer, 2009

51
Tabel 61 menunjukkan bahwa sebagian besar responden,

ada 13 responden (92,9%), yang melakukan proses persalinannya

di rumah responden/dukun/orang lain. Hanya ada satu responden

(7,1%) yang melakukan proses persalinan di rumah sakit.

c. Metode Persalinan

Tabel 62
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Metode Persalinan
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Frekuensi Persentase
Metode Persalinan
(f) (%)
Normal/spontan 14 100
Operasi 0 0
Oksitosin 0 0
Vakum/Forcep/Alat bantu
0 0
lainnya
Total 14 100
Sumber: Data Primer, 2009

Tabel 62 menunjukkan bahwa seluruh responden di Dusun

Pallantikang, 14 responden (100%), melakukan metode persalinan

secara normal/spontan.

d. Riwayat Komplikasi Persalinan

Tabel 63
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Riwayat
Kejadian Komplikasi Saat Persalinan
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Frekuensi Persentase
Komplikasi Persalinan
(f) (%)
Tidak terjadi komplikasi 11 78,6
Terjadi 1 komplikasi
3 21,4
persalinan
Terjadi 2 komplikasi 0 0

52
persalinan
Terjadi minimal 3
0 0
komplikasi persalinan
Total 14 100
Sumber: Data Primer, 2009

Tabel 63 menunjukkan bahwa ada 11 responden (78,6%)

dari 14 responden yang tidak mengalami komplikasi persalinan.

Juga ada tiga responden (21,4%) yang mengalami 1 komplikasi

persalinan.

3. Berdasarkan Perawatan Bayi Baru Lahir

a. Penimbangan Bayi Baru Lahir

Tabel 64
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penimbangan Bayi Baru Lahir
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Ditimbang Saat Bayi Frekuensi Persentase


Baru Lahir (f) (%)
Ya 5 35,7
Tidak 9 64,3
Total 14 100
Sumber: Data Primer, 2009

Tabel 64 menunjukkan bahwa dari total 14 responden,

sebagian besar responden, yaitu 9 responden (64,3%) tidak

53
melakukan penimbangan terhadap bayi mereka yang baru lahir.

Hanya ada 5 responden (35,7) yang melakukan penimbangan

terhadap bayi baru lahir.

b. Berat Badan Bayi Baru Lahir

Tabel 65
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Berat Badan Bayi Baru Lahir
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Berat Badan Bayi Baru Frekuensi Persentase


Lahir (Gram) (f) (%)
< 2.500 Gram 0 0
2500 – 3000 Gram 3 60
> 3.000 Gram 2 40
Total 5 100
Sumber: Data Primer, 2009

Tabel 65 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah

berat badan bayi baru lahir berkisar antara 2500-3000 gram yaitu

60% (3 responden).

c. Riwayat Pemeriksaan Bayi Baru Lahir (Neonatal Care)

Tabel 66
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pemeriksaan Bayi Baru Lahir
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Diperiksa oleh Tenaga
Frekuensi Persentase
Kesehatan
(f) (%)
(Umur 0 -28 Hari)
Ya 9 64,3
Tidak 5 35,7
Total 14 100
Tahun 2009
Sumber: Data Primer, 2009

54
Tabel 66 menunjukkan bahwa 9 responden (64,3%) dari 14

responden diperiksa bayinya oleh tenaga kesehatan dalam kurun

waktu 28 hari setelah melahirkan.

4. Berdasarkan Perilaku Pemberian ASI/Menyusui

a. Riwayat Menyusui

Tabel 67
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Riwayat Menyusui
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Frekuensi Persentase
Pernah Menyusui Balita
(f) (%)
Ya 14 100
Tidak 0 0
Total 14 100
Sumber: Data Primer,2009

Tabel 67 menunjukkan bahwa 100% responden pernah

menyusui balitanya.

b. Perilaku Pemberian Kolostrum

Tabel 68
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perilaku Pemberian Kolostrum
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Frekuensi Persentase
Memberikan Kolostrum
(f) (%)
Ya 8 57,1
Tidak 6 42,9

Total 14 100
Sumber: Data Primer, 2009

55
Tabel 68 menunjukkan bahwa sebanyak 57,1% (8

responden) memberikan kolostrum/ASI pertama mereka kepada

balita mereka, sisanya 42,9% (6 responden) tidak memberikan

kolostrum/ASI pertama mereka.

c. Makanan Tambahan untuk Bayi (umur < 3 Hari)

Tabel 69
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perilaku
Pemberian Makanan Tambahan untuk Bayi (umur < 3 Hari)
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Memberikan Makanan
Frekuensi Persentase
Tambahan (Bayi Umur <
(f) (%)
3 hari)
Ya 7 50

Tidak 7 50

Total 14 100
Sumber: Data Primer, 2009
Tabel 69 menunjukkan bahwa terdapat masing-masing 7

responden (50%) yang memberikan makanan tambahan kepada

bayinya dalam 3 hari pertama setelah lahir dan tidak memberikan

makanan tambahan. Hal ini disebabkan ada beberapa ibu yang

pada saat melahirkan, ASI-nya sulit keluar, biasanya ASI-nya

lancar pada hari ke 3 setelah melahirkan.

d. Jenis Makanan Tambahan untuk Bayi (umur < 3 Hari)

Tabel 70
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Makanan Tambahan
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

56
Jenis
Ya Tidak Total
Makanan
Tambahan
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(Bayi Umur
(f) (%) (f) (%) (f) (%)
< 3 Hari)
Susu
formula/susu 0 0 7 100 7 100
bayi

Air putih 1 14,3 6 85,7 7 100


Air
0 0 7 100 7 100
gula/manis
Air tajin/ air
5 71,4 2 28,6 7 100
beras

Teh 1 14,3 6 85,7 7 100

Madu 0 0 7 100 7 100

Sari Buah 0 0 7 100 7 100

Pisang 0 0 7 100 7 100

Lainnya 0 0 7 100 7 100


Sumber: Data Primer, 2009
Tabel 70 menunjukkan bahwa ada 5 responden (71,4%)

yang memberikan air tajin/beras sebagai pengganti ASI pada 3 hari

pertama sejak kelahiran bayi. Ada juga yang memberikan air putih

dan air teh, masing-masing satu responden.

5. Berdasarkan Riwayat Imunisasi

a. Kepemilikan Kartu Imunisasi / Catatan Imunisasi (KMS,Buku

KIA)

Tabel 71
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepemilikan KMS, KIA
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

57
Kepemilikan Catatan Frekuensi Persentase
Imunisasi (f) (%)

Ya 3 21,4

Tidak 11 78,6

Total 14 100

Sumber: Data Primer, 2009

Tabel 71 menunjukkan bahwa hanya ada 3 responden

(21,4%) yang memiliki kartu imunisasi sedangkan yang tidak

memiliki kartu imunisasi lebih banyak, yaitu 11 responden

(78,6%).

b. Riwayat Imunisasi

Tabel 72
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Riwayat Imunisasi
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Kepemilikan Ya Tidak Total


Catatan Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
Imunisasi (f) (%) (f) (%) (f) (%)
BCG 13 92,9 1 7,1 14 100
Polio1 12 85,7 2 14,3 14 100
Polio 2 1 7,1 13 92,9 14 100
Polio 3 1 7,1 13 92,9 14 100
Polio 4 0 0 14 100 14 100
DPT1 9 64,3 5 35,7 14 100

58
DPT2 1 7,1 3 92,9 14 100
DPT3 0 0 14 100 14 100

Campak 11 78,6 3 21,4 14 100

Hepatitis1 5 35,7 9 64,3 14 100

Hepatitis 2 0 0 14 100 14 100


Hepatitis 3 0 0 14 100 14 100
Belum
Diberikan
1 7,1 13 92,9 14 100
Vaksin Apa
Pun
Tidak Ingat 0 0 14 100 14 100
Sumber: Data Primer, 2009

Tabel 72 menunjukkan bahwa imunisasi yang telah

diberikan pada anak responden yang paling besar persentasenya

(92,9%) adalah BCG. Tapi ada satu anak responden yang tidak

pernah diberi sama sekali vaksin sejak dari lahir.

c. Pengetahuan Tentang Manfaat Imunisasi

Tabel 73
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Manfaat Imunisasi
Dusun Pallantikang Desa Biang Loe
Tahun 2009

Ya Tidak Total
Manfaat
Imunisasi Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(f) (%) (f) (%) (f) (%)
Supaya 8 57,1 6 42,9 14 100
Sehat
Supaya 0 0 14 100 14 100
Pintar
Supaya 0 0 14 100 14 100
Gemuk
Supaya 4 28,6 10 71,4 14 100
Tidak Sakit

59
Supaya 3 21,4 11 78,9 14 100
Terhindar
Dari
Penyakit
Tidak Tahu 2 14,3 12 85,7 14 100

Sumber: Data Primer, 2009

Tabel 73 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu

mengetahui manfaat imunisasi yaitu supaya sehat sebanyak 8

responden (57,1%). Tapi ada juga 2 responden (14,3%) yang tidak

mengetahui tujuan diberikannya imunisasi ada anak mereka.

D. Pembahasan

Adapun pembahasan dari data yang telah kami kumpulkan akn

diuraikan sebagai berikut :

1. Sosial Ekonomi

Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa kelompok usia penduduk Dusun

Pallantikang yang tertinggi adalah kelompok usia 15-54 tahun dengan

jumlah 124 jiwa dan proporsi 63 %. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk

Dusun Pallantikang berada pada usia produktif. Namun sayangnya tingkat

pendidikan masyarakat Dusun Pallantikang masih sangat rendah. Hal ini

disebabkan karena masyarakat khususnya pada usia subur lebih banyak

yang menikah di usia muda yang secara otomatis menyebabkan mereka

60
tidak bersekolah lagi. Ditambah lagi pekerjaan yang digeluti sebagian besar

lebih mengandalkan tenaga dibanding pekerjaan yang mengandalkan

pengetahuan dan skill. Ini dapat dilihat dari mata pencahariaan penduduk

yang sebagian besar sebagai petani dan buruh, sehingga penghasilan yang

diterima hanya dapat memenuhi kebutuhan makan sehari-hari saja.

2. Sumber Air Minum Dan Sanitasi Lingkungan

Berdasarkan hasil pendataan dan pengamatan langsung di lapangan,

dapat dikatakan bahwa kesadaran masyarakat dalam meningkatkan derajat

kesehatan dan kebersihan lingkungan sudah cukup baik. Hal  ini terbukti

dengan terdapatnya tempat pembuangan sampah di setiap rumah penduduk

yaitu sebesar 96,1 %. Namun, tempat sampah yang dimiliki oleh

masyarakat masih tidak memenuhi syarat. Masyarakat lebih sering

mengumpulkan sampahnya pada lubang terbuka dan wadah tidak tertutup

lalu membakarnya. Dan ada pula sebagian masyarakat yang membuang

sampahnya di sungai. Hal ini dapat menimbulkan beberapa kerugian di

antaranya sebagai berikut:

1. Tempat sampah yang sampahnya tidak langsung dibakar akan

menjadi tempat bersarang dan berkembangbiaknya berbagai macam

vektor penyakit seperti serangga dan binatang pengerat.

2. pencemaran air

Hal ini disebabkan karena adanya sampah-sampah yang dibuang ke

sungai. Selain itu, sampah-sampah tersebut juga akan menyumbat aliran

air sungai sehingga dapat mengakibatkan banjir.

61
3. pencemaran makanan

Pencemaran makanan akan terjadi bila makanan terkontaminasi dengan

kotoran yang dibawa oleh vector-vektor penyakit yang berupa serangga

atau binatang pengerat.

Mengenai kepemilikan jamban, masyarakat di lingkungan ini

sebagian besar tidak memiliki jamban yaitu sebesar 72,5%, mereka lebih

sering menjadikan sungai sebagai tempat jamban mereka. Hal ini

disebabkan oleh faktor ekonomi masyarakat yang masih sangat rendah

sehingga tidak memungkinkan bagi mereka untuk membuat jamban di

rumah.

Dari hasil pendataan kami, sumber air minum di Dusun Pallantikang

ini sebagian besar diperoleh dari mata air pegunungan yaitu sebesar 98 % .

Mereka memanfaatkan air tersebut juga untuk mandi dan mencuci. Air dari

mata air tersebut dari segi fisik jernih, tidak berasa,tidak berwarna dan tidak

berbau. Hal ini didukung.oleh kebiasaan masyarakat yang selalu memasak

air sebelum diminum yaitu sebesar 82,4%. Adapun masyarakat yang tidak

memasak air disebabkan karena mereka beranggapan air tersebut sudah

aman dan tidak perlu diolah lagi. Selain dari itu, faktor ekonomi pun turut

mempengaruhi hal tersebut.

Di Dusun Pallantikang ini, semua masyarakat sudah memiliki

jendela dan kamar di rumahnya karena masyarakat telah menyadari

pentingnya pencahayaan dan sirkulasi udara sehingga setiap rumah

memiliki jendela yang terbuka pada pagi dan siang hari.

62
3. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan dan Keluarga Berencana

Pada umumnya tingkat kesadaran masyarakat dalam penggunaan

sarana yankes masih kurang. Masyarakat yang sakit lebih banyak membeli

obat terlebih dahulu di warung jika mereka sakit, berdasarkan tabel sebesar

54,9%. Ada juga beberapa masyarakat yang berobat di puskesmas desa

yang ada di dusun, rumah sakit, dokter praktik, dan puskesmas yang ada di

ibu kota kabupaten bila pertama kali sakit. Masyarakat yang sudah

memanfaatkan jasa pelayanan kesehatan sebanyak 98%.

Pemanfaatan jasa yankes di dusun ini disebabkan oleh letak Pustu

yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan jaraknya yang sangat dekat.

Sedangkan puskesmas, rumah sakit dan dokter praktik, hanya dimanfaatkan

bila penyakit yang diderita oleh pasien sudah kronis dan tidak bisa lagi

ditangani oleh Pustu atau oleh mereka yang memiliki status sosial dan

tingkat pendidikan yang tinggi.

Dari data yang kami dapatkan, masyarakat yang ikut dalam program

KB sebanyak 64,7%. Adapun masyarakat yang tidak ikut serta dalam

penggunaan alat KB, beberapa diantaranya tidak memiliki pengetahuan

tentang alat KB tersebut. Ada juga yang beralasan karena sudah tua, suami

sudah meninggal, belum menikah, dan tidak mengkhawatirkan apa-apa jika

tidak menggunakan alat KB tersebut. Sebagian masyarakat lebih memilih

Pustu atau bidan desa sebagai tempat untuk mendapat pelayanan KB .

4. Perilaku Merokok

63
Dari data yang diperoleh, sebesar 76,5% atau 39 rumah mempunyai

anggota keluarga yang merokok, dan 97,4% di antaranya merokok di dalam

rumah. Sehingga bukan hanya perokok saja yang mendapat efek negatif

dari rokok tersebut, namun anggota keluarga yang lainnya juga terkena efek

negatif dari rokok tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh, ada beberapa

penduduk yang mempunyai keluhan batuk dan asma, yang kemungkinan

besar disebabkan oleh rokok. Bagi masyarakat Dusun Pallantikang,

merokok merupakan kebiasaan yang sulit dilepaskan dari aktivitas mereka

karena mereka beranggapan bahwa merokok dapat meningkatkan energi

dan membantu mereka dalam melakukan aktivitas mereka sehari-hari.

5. Gizi Keluarga

Status gizi masyarakat di Dusun Pallantikang sebagian besar sudah

cukup baik, terbukti dari frekuensi makan yaitu 3 kali sehari sebesar 64,7 %

dan makanan yang banyak dikonsumsi adalah beras, ikan dan sayuran segar

yang langsung diambil dari kebun yang dimiliki kebun atau disekitar rumah.

6. Status Kesehatan Ibu Hamil dan Balita

Status kesehatan ibu hamil dan balita di Dusun Pallantikang dapat

dikatakan cukup baik, terbukti dengan keadaan semua bayi yang lahir

normal. dan seringnya melakukan pemeriksaan kehamilan selama hamil

dengan dengan frekuensi pemeriksaan terbanyak adalah > 4 kali

pemeriksaan 72,7%. Ibu yang memeriksakan kehamilannya sebagian besar

memilih ke bidan desa yaitu sebanyak 90,9%. Hal ini disebabkan karena

pelayanan yang baik dan mudah dijangkau oleh masyarakat Dusun

64
Pallantikang. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kesadaran masyarakat akan

kesehatan ibu dan anak cukup tinggi. Namun demikian, masih ada juga

beberapa ibu yang memeriksakan kehamilannya pada dukun sebanyak

35,7%. Alasan mereka memeriksakan diri ke dukun yaitu karena

pengetahuan dan tingkat ekonomi masyarakat yang sangat rendah.

7. Perilaku Pemberian ASI

Berdasakan hasil pendataan yang kami peroleh sebagian besar

responden memberikan ASI kolostrum pada bayinya dengan persentase

57,1%. Ibu yang tidak memberi kolostrum disebabkan karena kurangnya

pengetahuan mereka tentang pentingnya kolostrum bagi tubuh balita.

Namun 100% responden pernah menyusui anaknya. Dapat

disimpulkan bahwa pengetahuan ibu terhadap pemberian ASI sudah tinggi.

8. Keadaan Balita

Dari 14 balita yang kami data, terdapat 13 balita yang pernah

diimunisasi. Namun, balita-balita tersebut tidak ada yang mendapatkan

imunisasi secara lengkap. Hal ini disebabkan karena tidak adanya posyandu

tetap yang ditempatkan di Desa Biang Loe khususnya Dusun Pallantikang

ini. Selain itu, tingkat pengetahuan dan ekonomi masyarakat pun ikut

mempengaruhi hal tersebut. Cakupan imunisasi yang didapatkan para balita

di Dusun Pallantikang ini berupa BCG, DPT 1, DPT 2, DPT 2, Polio 1,

Polio 2, Polio 3, campak, dan Hepatitis 1. Rata-rata mereka mendapatkan

pelayanan tersebut di bidan desa yang mudah dijangkau oleh masyarakat.

65
E. Penentuan Prioritas Masalah

Prioritas masalah adalah hal yang dilakukan setelah melakukan

pengumpulan data, screening dan analisis data. Prioritas masalah adalah

bagian yang paling penting dan merupakan esensi dari pelaksanaan PBL I

ini, karena pada tahap ini ditetapkan apa yang sebenarnya menjadi

permasalahan yang dihadapi oleh para responden di Dusun Pallantikang

yang telah diinterview sebelumnya pada tahap pengumpulan data. Dari

hasil penetapan prioritas masalah ini, kemudian akan dicari solusi/jalan

keluarnya serta dilakukan intervensi pada saat pelaksanaan PBL II nanti.

Untuk memudahkan dalam pelaksanaan program nantinya maka kami

menentukan prioritas masalah dengan menggunakan metode CARL, yaitu

merupakan suatu cara untuk menentukan prioritas masalah yang dilakukan

dengan menentukan skor atas kriteria tertentu, yaitu Capability,

Accessability, Readiness, dan Leverage (CARL). Semakin besar skor,

maka akan semakin besar masalahnya, sehingga semakin tinggi letaknyna

pada urutan prioritas.

Adapun langkah-langkahnya, yaitu :

1. Pemberian skor pada masing-masing masalah dan perhitungan

hasilnya.

- Nilai 1 : sangat tidak menjadi masalah

- Nilai 2 : tidak menjadi masalah

- Nilai 3 : cukup menjadi masalah

66
- Nilai 4 : sangat menjadi masalah

- Nilai 5 : Mutlak menjadi masalah

2. Identifikasi masalah kesehatan yang ada dan lakukan perhitungan

CARL.

Tabel 74

Identifikasi Masalah Berdasarkan Metode CARL

No Skor Hasil
Masalah Rangking
. C A R L C x A xR x L

1. Kepemilikan Jamban 4 4 4 5 320 1


Kepemilikan Tempat
2. 3 4 4 3 144 4
Sampah
3. Perilaku Merokok 4 4 3 4 192 3
4. Garam Beryodium 3 3 4 3 108 5
5. Saluran Pembuangan 4 4 4 4 256 2

67
Air Limbah
6. Pengertahuan KIA 2 3 3 3 54 6

3. Dari hasil perhitungan skor di atas maka diperoleh priorotas masalah

sebagai berikut :

a. Urutan 1 (skor 320) : Kepemilikan Jamban

Kebiasaan dari warga yang tidak memiliki jamban keluarga dengan

persentase 72,5% yaitu membuang tinjanya di saluran irigasi,

sungai. Pembuangan tinja di sembarang tempat akan berdampak

negatif antara lain sebagai sarang vektor (nyamuk, lalat, tikus, dll),

sebagai sumber pencemaran lingkungan yang dapat memberikan

situasi/ keadaan lingkungan yang kurang baik, memberikan atau

menimbulkan bau busuk. Hal ini perlu adanya penyuluhan akan

pentingnya kepemilikan dan pemanfaatan jamban yang sehat bagi

masyarakat. Selain itu perlu dibuatkan jamban percontohan yang

memenuhi syarat baik dari segi konstruksi maupun dari segi

kesehatannya.

b. Urutan 2 (skor 256) : SPAL

Rumah Tanngga yang tidak memiliki SPAL dapat mengakibatkan

genangan air yang kotor dan bau yang dapat menjadi sarang vector

seperti nyamuk. Hal ini dapat mengganggu kesehatan masyarakat

di Dusun Pallantikang.

c. Urutan 3 (skor 192) : Perilaku Merokok

68
Perilaku merokok pada masyarakat Dusun Pallantikang tertinggi

dilakukan oleh kepala rumah tangga. Kepala rumah tangga yang

harusnya dijadikan contoh malah memiliki tingkat perilaku

merokok yang tinggi. Dapat dilihat bahwa masih rendahnya

perilaku masyarakat untuk menghentikan perilaku merokok,

sebagian besar masyarakat sudah tau akan bahaya merokok namun

mereka belum mampu menghilangkan perilaku tersebut.

d. Urutan 4 (skor 144) : Tempat Sampah

Tempat sampah yang dimiliki oleh masyarakat masih tidak

memenuhi syarat. Masyarakat lebih sering mengumpulkan

sampahnya pada lubang terbuka dan wadah tidak tertutup lalu

membakarnya. Dan ada pula sebagian masyarakat yang membuang

sampahnya di sungai. Hal ini dapat menimbulkan beberapa

kerugian, misalnya terjadi pencemaran air, menurunnya kadar

oksigen terlarut, terjadinya pendangkalan serta mengganggu

estetika.

e. Urutan 5 (skor 108) : Garam Beryodium

Masalah ini tidak seberapa besar jika ditinjau dari segi persentase

penduduk yang tidak menggunakan garam beriodium. Begitupun

jika ditinjau dari sudut sejauh mana pengaruhnya terhadap

lingkungan di sekitarnya. Akan tetapi penggunaan garam yang

tidak beriodium akan menimbulkan penyakit gondok dan

69
menghambat perkembangan kecerdasan anak. Jika hal ini

diintervensi maka pengaruhnya sangat besar terhadap kesehatan

masyarakat karena berdasarkan pendataan yang kami lakukan,

pada umumnya masyarakat tidak mengetahui betapa pentingnya

penggunaan garam yang beriodium.

f. Urutan 6 (skor 54) : Pengetahuan KIA

Pengetahuan KIA menyangkut pengetahuan tentang KB,

pemberian kolostrum pada bayi, cakupan imunisasi bagi balita.

Secara umum, program KB untuk di Dusun Pallantikang sudah

baik. Tapi pengetahuan tentang tujuan KB, penggunaan alat-alat

KB sangat minim. Banyaknya balita di Dusun Pallantikang yang

tidak mendapatkan imunisasi lengkap. Hal ini diakibatkan karena

rendahnya pengetahuan para ibu tentang pentingnya imunisasi bagi

balita mereka.

F. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat

1. Faktor Pendukung

Faktor-faktor yang menjadi pendukung dalam kegiatan PBL

berlangsung adalah sikap warga yang sangat respon dan terbuka

terhadap kedatangan para peserta PBL I. selain itu sikap warga yang

ramah serta antusias terhadap kehadiran peserta PBL menjadi salah

satu hal yang membuat kegiatan PBL lancar hingga masa kegiatan

berakhir.

70
Selain faktor di atas, kerja sama, kekompakan , ketulusan,dan kerja

keras serta koordinasi yang baik dari peserta PBL 1 posko 52 yang

berlokasi di Dusun Pallantikang, Desa Biang Loe.

2. Faktor Penghambat

Adapun beberapa kendala yang kami hadapi dalam pelaksanaan

PBL I ini, salah satunya, yaitu faktor komunikasi. Secara umum,

penduduk Dusun Pallantikang masih menggunakan bahasa daerah

setempat, dalam hal ini Bahasa Konjo, sehingga kami sangat sulit

berkomunikasi dengan responden. Hanya sebagian kecil yang fasih

dalam berbahasa Indonesia.

Faktor lainnya adalah ada sebagian responden yang tidak mau

terbuka bahkan enggan menjawab pertanyaan-pertanyaan kuesioner

kami, seperti pertanyaan tingkat penghasilan per bulan serta

pengeluaran rumah tangga. Responden terkadang berusaha

menyembunyikan jumlah pendapatan dan pengeluaran rumah tangga

yang sebenarnya dengan memberi jawaban yang berlebihan.

Faktor ingatan responden juga menjadi kendala utama dalam

pendataan kami, karena ada sebagian masyarakat terutama yang telah

lansia kadang lupa dengan usianya. Juga ketidaklengkapan data

sekunder yang terdapat di kantor desa dan puskesdes maupun di kepala

dusun yang kami perlukan untuk menunjang proses pendataan.

71
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mayoritas mata pencahariaan penduduk Dusun Pallantikang adalah

bertani, sebagian kecil lainnya memenuhi kebutuhan hidup dengan

menggarap sawah milik orang lain, dengan kata lain sebagai petani

penggarap. Ditinjau dari segi pendidikan, penduduk dusun ini umumnya

hanya mengenyam pendidikan di bangku Sekolah Dasar (SD), juga banyak

yang tidak menamatkan SD.

Kurangnya kepemilikan jamban keluarga pada penduduk Dusun

Pallantikang sehingga mereka sering buang air besar tidak pada tempatnya,

seperti di sungai, saluran irigasi. Pembuangan tinja di sembarang tempat akan

berdampak negatif antara lain sebagai sarang vektor (nyamuk, lalat, tikus,

dll), sebagai sumber pencemaran lingkungan.

Sanitasi lingkungan di Dusun Pallantikang masih sangat rendah,

terbukti dengan kurangnya tempat sampah di setiap rumah, juga keadaan

SPAL yang tidak bersih dan sehat.

Kurangnya penyuluhan oleh petugas kesehatan juga merupakan faktor

yang menyebabkan minimnya pengetahuan masyarakat mengenai masalah

kesehatan.

72
Kegiatan PBL 1 di Dusun Pallantikang Desa Biang Loe tahun 2009

berjalan dengan cukup lancar meskipun ada beberapa hambatan namun

semuanya bisa diatasi dengan baik.

B. Saran

1. Perlu adanya koordinasi yang lebih antara pemerintah dengan anggota

masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatan khususnya kesehatan

lingkungan.

2. Diperlukan upaya dan kerja keras dari seluruh tenaga kesehatan untuk

mengubah perilaku masyarakat menuju peningkatan derajat kesehatan dan

upaya perbaikan fungsi dari fasilitas kesehatan yang ada di dusun.

3. Kepada pemerintah setempat agar lebih memperhatikan keadaan penduduk

di Dusun Pallantikang secara keseluruhan agar derajat kesehatan yang

optimal dapat segera terwujudkan.

4. Untuk pembimbing, sebaiknya lebih sering ke lapangan memantau

kegiatan peserta PBL agar setiap kendala dapat teratasi secepatnya.

5. Untuk pengelola PBL, sebaiknya memberikan pembekalan PBL secara

teratur dan rinci layaknya mata kuliah lain sehingga terjadi keseragaman.

Terutama dalam hal pendataan dan analisis data.

6. Kepada seluruh teman-teman mahasiswa untuk lebih berlapang dada

dalam menghadapi segala tantangan di lokasi PBL dan juga perlunya

menjaga kekompakan, kerukunan dan jalinan kerjasama yang baik antara

anggota kelompok.

73
7. Kepada masyarakat dan seluruh pihak yang terkait diharapkan untuk lebih

berpartisipasi dalam kegiatan mahasiswa di lapangan.

74

Anda mungkin juga menyukai