Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH SELF ASSESSMENT SYSTEM..………………………………………..…...

……(Satyawati & Cahjono )

PENGARUH SELF ASSESSMENT SYSTEM DAN SISTEM


INFORMASI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN
WAJIB PAJAK
Endang Satyawati
endang.satyawati@yahoo.co.id

Mardanung Patmo Cahjono


mardanung@gmail.com
Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Surakarta

ABSTRACT

Taxes are a financial source for state revenues, so that the tax authorities as the tax collector must
perform outreach to tax payers and improve tax compliance. This study aims to determine the effect
of the self-assessment system and the information system of taxation on tax payer compliance. The
analysis tool used regression analysis to examine the effect of independent variables on the dependent
variable. The result of research that the self-assessment system and the information system of taxation
positive effect on tax compliance. The study is expected to contributed positively both to the tax office
and can be used as a reference for further research.

Keywords: self-assessment system, the information system of taxation, and tax compliance

ABSTRAK

Pajak adalah sumber keuangan untuk penerimaan negara, sehingga otoritas pajak sebagai pemungut
pajak harus melakukan penjangkauan ke wajib pajak dan memperbaiki kepatuhan pajak. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sistem self-assessment dan sistem informasi perpajakan
terhadap kepatuhan wajib pajak. Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi untuk menguji
pengaruh variabel bebas terhadap variabel dependen. Hasil penelitian bahwa sistem self-assessment
dan sistem informasi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi positif baik terhadap kantor pajak maupun dapat dijadikan
referensi untuk penelitian lebih lanjut.

Kata kunci: sistem asesmen diri, sistem informasi perpajakan, dan kepatuhan pajak

PENDAHULUAN Kepatuhan masyarakat Indonesia dalam


membayar pajak masih sangat rendah jika
Meningkatkan kesejahteraan rakyat dan dibandingkan dengan negara lainnya di Asia
kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan Tenggara (Rinella Putri : 2008). Rendahnya
negara Republik Indonesia. Tujuan ini kondisi kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia,
dilaksanakan melalui peningkatan sumber- ditunjukkan dengan masih sedikitnya wajib
sumber pendapatan negara. Pajak sampai saat pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan
ini menjadi sumber penerimaan negara yang yang terdaftar sebagai Wajib Pajak serta
paling besar. Penerimaan pajak merupakan sedikitnya Wajib Pajak yang terdaftar yang
sumber utama pembiayaan negara dan melaporkan kewajiban perpajakannya.
pembangunan. Hal ini juga dipengaruhi oleh Departemen Keuangan menyatakan bahwa
usaha negara untuk mengurangi jumlah Wajib Pajak resmi di Indonesia secara
ketergantungan terhadap sumber eksternal. keseluruhan masih sangat sedikit. Data di

31
JRAK, Volume 13, No 1 Februari 2017

tahun 2007 menunjukkan jumlah Wajib Pajak memiliki pengaruh yang sangat besar bagi
badan hanya 1,35 juta dan Wajib Pajak orang penerimaan negara. Penelitian tentang
pribadi hanya 5,14 juta. Jumlah ini terlampau kepatuhan Wajib Pajak memang sudah banyak
kecil bila dibandingkan dengan usia produktif dilakukan, tetapi yang dikaitkan dengan self
di Indonesia yang mencapai 170 juta. Untuk assessment system masih sedikit. Oleh karena
tahun 2011 terdapat 67% dari empat juta itu sangat perlu dilakukan penelitian terhadap
pemilik NPWP dilaporkan tidak menyerahkan hal ini.
SPT pajak. Kondisi itu terjadi antara lain Motivasi Penelitian adalah Memberikan
diduga karena mereka kecewa terhadap kontribusi kepada lembaga pelayanan pajak
pelayanan yang diberikan petugas pajak. mengenai kepatuhan wajib pajak dalam
(Darmin Nasution: 2011) membayar pajak. Bagi masyarakat umum,
Menurut Setiaji dan Hidayat (2005), tax penulis berharap publikasi tulisan ini dapat
ratio sendiri merupakan perbandingan antara berguna untuk penelitian selanjutnya. Bagi
jumlah penerimaan pajak dibandingkan penelitian selanjutnya dapat menambah ilmu
dengan Produk Domestik Bruto (PDB) suatu yang berkaitan dengan perpajakan dan
negara. Rasio itu dipergunakan untuk menilai sebagai referensi penelitian yang relevan.
tingkat kepatuhan pembayaran pajak oleh Tujuan Penelitian adalah untuk
masyarakat dalam suatu negara. Tahun 2009 memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh
tax ratio Indoensia hanya 11,9% yang self assessment system terhadap kepatuhan
kemudian meningkat menjadi 12% di tahun wajib pajak. Kedua, Memperoleh bukti
2010. Negara maju yang merupakan anggota empiris mengenai pengaruh sistem informasi
Organization for Economic Cooperation and perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.
Development (OECD) memiliki rata-rata ratio Ketigaa, memperoleh bukti empiris mengenai
di atas 30% bahkan Swedia mencapai 53%. pengaruh pelayanan fiskus terhadap kepatuhan
Oleh sebab itu, perlu bagi Indonesia untuk wajib pajak.
meningkatkan lagi tax ratio dengan
meningkatkan penerimaan pajak.
Penelitian Forest dan Sheffrin (2002) KAJIAN LITERATUR
menganalisis apakah sistem pajak yang
sederhana meningkatkan kenyamanan dan Self Assessment System
kepatuhan Wajib Pajak. Ia menemukan bahwa
sistem pajak Amerika Serikat yang sederhana Self assessment system adalah suatu
bukan pencegahan yang tepat untuk tindakan sistem pemungutan pajak yang memberi
penghindaran pajak dan tidak meningkatkan wewenang kepada Wajib Pajak untuk
kepatuhan Wajib Pajak. Fallan (1999) menguji menentukan sendiri besarnya pajak yang
apakah perbedaan gender dalam perubahan terutang. Ciri-cirinya:1). Wewenang untuk
pajak positif antara pengetahuan Wajib Pajak menentukan besarnya pajak terutang ada pada
dengan kepatuhan Wajib Pajak. Wajib Pajak sendiri. 2). Wajib Pajak aktif,
Carnes dan Englebrecht (1994) mulai dari menghitung, menyetor dan
menemukan bahwa ketika sanksi meningkat melaporkan sendiri pajak yang terutang. 3).
kepatuhan meningkat pula. Ia juga Fiskus tidak ikut campur dan hanya
menemukan ketika persepsi Wajib Pajak mengawasi.
meningkat, kepatuhan juga meningkat. Alm et Masalah yang dihadapi KPP bahwa
al. (1993) melakukan studi eksperimental guna wajib pajak sudah membayar pajak, tetapi
menentukan determinan-determinan kepatuhan masih timbul kebingungan para Wajib Pajak
wajib pajak. Ia menemukan bahwa pelaporan dalam mematuhi kewajiban perpajakannya,
Wajib Pajak meningkat seiring dengan wajib pajak sering tidak menyampaikan SPT
semakin besarnya probabilitas audit dan sanksi tepat waktu.
atas ketidakpatuhan. Kepatuhan akan lebih
besar pula ketika Wajib Pajak mendapat Sistem Informasi Perpajakan
insentif atas pembayaran tersebut. Karena
kebijakan perpajakan dalam hal ini sistem Dalam rangka akurasi data, kecepatan
pemungutan perpajakan self assessment system dan memperlancar pekerjaan, Direktorat

32
PENGARUH SELF ASSESSMENT SYSTEM..………………………………………..…...……(Satyawati & Cahjono )

Jenderal Pajak terdapat beberapa sistem pelaksanaan tugas KPP (Pandiangan,


informasi yang digunakan oleh unit-unit kerja 2008:10).
yang ada, seperti Sistem Informasi Perpajakan 3. Kantor Pelayanan Pajak, dalam
(SIP) di KPP, kemudian Sistem Informasi implementasinya ada 3 (tiga) model atau
Geografis (SIG) dan Sistem Manajemen jenis KPP, yaitu:
Informasi Objek Pajak (SMIOP) di KPPBB. a. KPP Wajib Pajak Besar (Large Taxpayers
Untuk mendukung peningkatan pelayanan Office). KPP Wajib Pajak Besar mengelola
perpajakan, dilakukan perubahan penggunaan Wajib Pajak skala besar secara nasional
teknologi informasi dan sistem informasi. Saat dengan jenis badan dan terbatas jumlahnya.
ini penerapan sistem informasinya dengan Di KPP ini tidak ada Kegiatan
Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak ekstensifikasi karena jumlah Wajib Pajak
(SIDJP) yang berbasis teknologi terkini. KPP tersebut sudah tetap sekitar 200-
Skema alur pekerjaan (work flow) berada 300 yang ditetapkan dengan Keputusan
dalam jalur SIDJP dengan case management. Direktur Jenderal Pajak. Tidak semua
Dengan demikian setiap jenis pelayanan atas jenis pajak dikelola, melainkan hanya PPh,
permohonan Wajib Pajak dapat terpantas oleh PPN, PPhBM dan bea materai.
pimpinan, yakni sedang di unit mana, Kedudukannya hanya berada di Jakarta dan
dikerjakan oleh siapa dan sudah berapa lama jumlahnya hanya 3 kantor (Pandiangan,
waktunya sejak diterima di Tempat Pelayanan 2008:10).
Terpadu (TPT). b. KPP Madya (Medium Taxpayers Office).
KPP Madya mengelola Wajib Pajak besar
Pelayanan Fiskus jenis badan dalam skala regional (lingkup
Kantor Wilayah) dan juga terbatas
Pelayanan adalah suatu proses bantuan jumlahnya. Di KPP ini juga tidak ada
kepada orang lain dengan cara-cara tertentu kegiatan ekstensifikasi, karena jumlah
yang memerlukan kepekaan dan hubungan Wajib Pajak KPP tersebut sudah tetap
interpersonal agar tercipta kepekaan dan sekitar 200-500 yang ditetapkan dengan
keberhasilan (Boediono, 2003). Pelayanan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Tidak
pelanggan bertujuan agar dicapainya kepuasan semua jenis pajak dikelola, melainkan
optimal pelanggan. Pelanggan yang dimaksud hanyaPPh, PPn, PPnBM dan bea meterai.
dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak. Wilayahkerjanya sama dengan Kantor
Nisa (2002) menyatakan bahwa Wilayah DJB atasannya (Pandiangan,
pelayanan yang baik kepada Wajib Pajak akan 2008:10).
membangun image positif dalam diri Wajib c. KPP Pratama (Small Taxpayers Office).
Pajak, sehingga mereka tidak lagi jera KPP Pratama mengelola Wajib Pajak
berhubungan dengan aparatur pajak. menengah ke bawah yakni jenis badan di
Pelayanan perpajakan dilakukan melalui luar yang telah dikelola di KPP Wajib
organisasi DJP, baik itu di Kantor Pusat, Pajak Besar dan KPP Madya serta orang
Kantor Wilayah maupun di KPP. pribadi. Di KPP ini ada kegiatan
1. Kantor Pusat, Kantor Pusat DJP ekstensifikasi Wajib Pajak sehingga jumlah
merupakan unit pembuat kebijakan Wajib Pajaknya dapat selalu bertambah
(policy maker) dan pengembangan seiring dengan pertambahn orang pribadi
organisasi juga proses kerja (transform) yang memperoleh penghasilan di atas
sehingga tidak mengerjakan tugas dan Penghasilan Tidak Pajak (PTKP) atau
fungsi operasional perpajakan, kecuali hal melakukan kegiatan usaha di wilayah
yang bersifa khusus (Pandiangan, kerjanya. Semua jenis pajak dikelola,
2008:10). meliputi PPh, PPN, PPhBM, bea meterai,
2. Kantor Wilayah, Secara umum, tugas PBB dan BPHTP. Kedudukaannya berada
pokok dan fungsi semua Kantor Wilayah di semua Kantor Wilayah di tanah air,
DJB pada dasarnya adalah sama satu kecuali di Kantor Wilayah Wajib Pajak
sama lain, yakni sebagai unit koordinator Besar dan Kantor Wilayah Jakarta khusus
pelaksanaan tugas perpajakan di (Pandiangan, 2008:10)
lapangan, sekaligus pengawasan atas

33
JRAK, Volume 13, No 1 Februari 2017

Pelayanan fiskus diteliti melalui tiga sesuai dengan ketentuan teknis dari UU
dimensi yaitu: 1) Kualitas Sumber Daya perpajakan.
Manusia, kualitas fiskus sangat menentukan di
dalam efektivitas pelaksanaan peraturan Selain itu, Nurmantu (dalam Yunita,
perundang-undangan di bidang perpajakan. 2007) membedakan kepatuhan menjadi dua
Bila dikaitkan dengan optimalisasi target macam, yaitu:
penerimaan pajak, maka fiskus haruslah 1. Kepatuhan Formal, kepatuhan formal
orang yang berkompeten di bidang perpajakan, adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak
memiliki kecakapan teknis dan bermoral memenuhi kewajiban perpajakan secara
tinggi. 2) Ketentuan Perpajakan, dengan formal sesuai dengan ketentuan dalam
perkembangan yang terjadi baik Undang-Undang perpajakan. Misalnya,
perekonomian, perdagangan internasional, batas waktu penyampaian Surat
teknologi informasi maupun aspek lainnya, Pemberitahuan (SPT) tahunan.
untuk penyesuaiannya telah dilakukan 2. Kepatuhan Material, kepatuhan material
amandemen terhadap Undang-Undang merupakan suatu keadaan dimana Wajib
Perpajakan. Amandemen yang dilakukan Pajak secara substansi atau hakikat
seirama dengan faktor internal dan faktor memenuhi semua ketentuan material
ekstenal yang mempengaruhi dan dipengaruhi. perpajakan yakni sesuai isi dan ketentuan
Ketentuan perpajakan harus dibuat sebaik dalam Undang-Undang perpajakan. Jadi
meungkin agar dapat dimengerti, diaplikasikan Wajib Pajak yang memenuhi kepatuhan
oleh Wajib Pajak dan memiliki dampak yang material dalam mengisi SPT adalah Wajib
baik setelah diterbitkan. Pajak yang mengisi dengan jujur, baik dan
benar SPT tersebut sesuai dengan ketentuan
Kepatuhan Wajib Pajak dan menyampaikan ke Kantor Pelayanan
pajak (KPP) sebelum batas waktu.
Para ahli menyatakan, kepatuhan adalah Tax evasion merupakan suatu fenomena
perilaku untuk mengerjakan atau tidak yang sangat sulit untuk diamati dan diteliti.
mengerjakan aktivitas tertentu sesuai dengan Sulitnya pengamatan ini tidak terlepas dari
kaidah dan aturan yang berlaku. Apabila sulitnya mengontrol dan memverifikasi
Wajib Pajak telah mampu memahami perilaku dari Wajib Pajak. Sebagai ilustrasi,
peraturan-peraturan perpajakan yang berlaku ketika menerima sebuah penghasilan
serta mengerti akan arti dan fungsi pajak,
/pendapatan, Wajib Pajak harus memilih satu
maka untuk membayar pajak akan terealisasi
dari dua pilihan berikut. Pertama, melaporkan
dengan perbuatan aktif, yaitu membayar pajak
pada waktunya dan pada jumlah terutang (tax actual income-nya sebagai pendapatan kena
disciplinary). Jadi bisa disimpulkan, kepatuhan pajak (PKP). Kedua, Melaporkan PKP yang
Wajib Pajak adalah perilaku Wajib Pajak lebih rendah daripada actual income.
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya Komalasari dan Nashih (2005) melakukan
sesuai dengan peraturan yang berlaku. penelitian yang berupaya menguji hubungan
Komalasari (2005) menyatakan ketika antara tarif pajak dan kepatuhan Wajib Pajak
berbicara tentang kepatuhan (compliance), dan bagaimana hubungan tersebut dipengaruhi
terlebih dahulu perlu diketahui tentang apa oleh jenis income (endowed income vs earned
yang harus diukur, apakah evasion, avoidance, income). Hasil penelitian ini menunjukkan
compliance atau non compliance. Compliance bahwa ketika Wajib Pajak menerima endowed
bisa dikategorikan dalam 2 hal: income, tidak terdapat perbedaan tingkat
1. Administrative compliance, merupakan
kepatuhan Wajib Pajak baik dalam kondisi
bentuk kepatuhan terhadap aturan-aturan
administratif seperti pengajuan pembayaran yang berlaku tinggi maupun rendah. Alm
yang tepat waktu. et.al. (1993) dalam penelitiannya yang
2. Technical compliance, merupakan berjudul, “Estimating The Determinants of
kepatuhan Wajib Pajak terhadap teknis Taxpayer Compliance with Experimental
pembayaran pajak, misalnya pajak dihitung Data” melakukan estimasi respon individual
terhadap pajak dan sanksi. Ia melakukan studi

34
PENGARUH SELF ASSESSMENT SYSTEM..………………………………………..…...……(Satyawati & Cahjono )

eksperimental guna menentukan determinan- Teori pendukung pengaruh Self-


determinan kepatuhan Wajib Pajak. Ia Assessment System terhadap kepatuhan Wajib
menemukan bahwa pelaporan Wajib Pajak Pajak menurut Siti Kurnia Rahayu (2010):138)
meningkat seiring dengan semakin besarnya menjelaskan bahwa “Kepatuhan memiliki
probabilitas audit dan denda. Kepatuhan akan kewajiban perpajakan secara sukarela
lebih besar pula ketika Wajib Pajak merupakan tulang punggung self assessment
system. Wajib pajak bertanggung jawab
menemukan denda yang lebih rendah dan
menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan
mendapat insentif atas pembayaran tersebut.
kemudian secara akurat dan tepat waktu
Violette (dalam Mustikasari, 2005) membayar dan melaporkan pajak tersebut.”
menemukan adanya pengaruh signifikan sikap Penelitian yang dilakukan Tarjo & Indra
ketidakpatuhan pajak terhadap niat Kusumawati (2006) terhadap pelaksanaan self
ketidakpatuhan Wajib Pajak. Mustikasari assessment system di Bangkalan, menemukan
(2005) menemukan bahwa ada korelasi positif bahwa self assessment system di Bangkalan
antara sikap ketidakpatuhan Wajib pajak belum terlaksana dengan baik. Karena Wajib
terhadap niat ketidakpatuhan Wajib Pajak. pajak masih banyak yang tidak menghitung
sendiri pajak terutangnya. Berdasarkan
Penelitian Terdahulu penelitian-penelitian sebelumnya, peneliti
mengajukan hipotesis berikut ini:
Menurut Jackson dan Milliron (dalam
Fallan, 1999), sikap Wajib Pajak telah menjadi H1 : Self Assessment System berpengaruh
item untuk mengidentifikasi perilaku positif terhadap kepatuhan Wajib pajak
kepatuhan dan penghindaran pajak. Walaupun
demikian, hanya ada sedikit penelitian yang Pelayanan Fiskus terhadap Kepatuhan
secara eksplisit menguji sikap sadar pajak. Wajib Pajak
Penelitian sebelumnya oleh Kinsey dan
Grassmick (dalam Fallan, 1999) berdasar pada Pelayanan perpajakan diukur melalui
asumsi bahwa pengetahuan pajak meningkat ketentuan perpajakan, kualitas SDM, dan
seiring dengan lamanya menempuh pendidikan sistem informasi perpajakan. Pendidikan dan
dan banyaknya ia menempuh pendidikan pajak penghasilan Wajib Pajak ternyata berbanding
non formal. Dalam kenyataannya, banyak terbalik dengan kepuasan Wajib Pajak. Ketika
orang yang hanya menempuh les atau kursus pendidikan Wajib Pajak dan penghasilan
dalam waktu singkat yang memiliki Wajib Pajak semakin meningkat, mereka
pengetahuan perpajakan lebih baik daripada kurang memperhatikan permasalahan kualitas
yang menempuh pendidikan lebih lama. Fallan pelayanan di Kantor Pelayanan pajak Klaten.
(1999) menemukan bahwa pengetahuan Wajib Kartawan dan Kusmayadi (1999) menemukan
Pajak berpengaruh signifikan terhadap persepsi Wajib Pajak badan BUMS maupun
perilaku jujur dalam membayar pajak. Forest BUMD mengenai Undang-Undang Pajak
dan Sheftrin (2002) menemukan adanya Penghasilan berpengaruh nyata terhadap
korelasi positif antara pendapatan, self pelaksanaan sistem self assessment.
employment dan jenis kelamin pria terhadap Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya,
penghindaran pajak. Ia juga menemukan peneliti mengajukan \hipotesis berikut ini:
bahwa usia, kepemilikan rumah dan status H2 : Sistem Informasi Perpajakan berpengaruh
telah menikah berhubungan negatif terhadap positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak
penghindaran pajak.
Model Penelitian
Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan,
Keterkaitan Self Assessment System dengan hubungan antar variabel yang dikonsepkan,
Kepatuhan Wajib Pajak. dapat digambarkan dalam model berikut ini:

Model pengujian Hipotesis :

35
JRAK, Volume 13, No 1 Februari 2017

Self Assessment System

Kepatuhan Wajib Pajak


Sistem Informasi Perpajakan
(X1)
Pelayanan Fiskus

Gambar 1. Model Penelitian

METODA PENELITIAN 3. Peran fiskus hanya mengawasi.

Sampel Sistem Informasi Perpajakan diukur


menggunakan idikator:
Populasi dalam penelitian ini adalah 1. Jaminan keamanan data-data Wajib
Wajib Pajak yang berada di Wilayah Pajak.
Surakarta. Sampel yang diambil sebanyak 200 2. Kepercayaan terhadap pelayanan.
responden dengan respon rate yang 3. Tanggungjawab petugas pajak
diharapkan 80%. Teknik pengambilan sampel 4. Kemudahan dalam mendapatkan
dalam penelitian ini adalah teknik simple informasi
random sampling yaitu setiap anggota populasi
memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih Pelayanan Fiskus:
sebagai sampel. 1. Ketanggapan petugasdalam menye-
Teknik pengumpulan data yang lesaikan masalah.
digunakan dalam penelitian ini menggunakan 2. Empati petugas dalam melayani Wajib
kuesioner berbentuk close ended questionaire Pajak.
(pertanyaan tertutup) yaitu jenis pertanyaan
yang tidak memberikan alternatif pada
responden selain pilihan jawaban yang HASIL DAN DISKUSI
tersedia. Responden cukup memberikan tanda
silang (X) pada pilihan jawaban yang ada pada Gambaran Umum Responden
kuesioner.
Obyek penelitian dan populasi dalam
Pengukuran Variabel penelitian ini adalah wajib pajak yang
berlokasi di wilayah kantor pelayanan pajak
Variabel dependen adalah variabel yang Surakarta. Sampel yang direncanakan
dipengaruhi oleh variabel independen, dalam sebanyak 200 responden dengan respon rate
penelitian ini variabel dependennya adalah yang diharapkan 160 atau 80%, namun
kepatuhan wajib pajak. Variabel independen kuesioner yang kembali berjumlah 130
adalah variabel yang mempengaruhi variabel sehingga respon rate riil 65%. Teknik
dependen, dalam penelitian ini variabel pengambilan sampel dalam penelitian ini
independennya adalah self assessment system adalah teknik simple random sampling yaitu
dan sistem informasi perpajakan. setiap anggota populasi memiliki kesempatan
yang sama untuk dipilih sebagai sampel.
Self Assessment System diukur menggunakan Karakteristik yang dianalisis dalam penelitian
indikator: ini sebagai berikut:
1. Peran aktif Wajib pajak.
2. Wewenang yang diberikan Fiskus Data Demografi Responden
pada Wajib Pajak.

36
PENGARUH SELF ASSESSMENT SYSTEM..………………………………………..…...……(Satyawati & Cahjono )

Tabel 1
Data Demografi Responden

Keterangan Jumlah Prosentase


Jenis Kelamin:
Pria 78 60%
Wanita 52 40%
Pendidikan:
S1 78 54%
S2 26 20%
D3 34 26%
Usia:
30th - 40th 45,5 35%
41th – 60th 84,5 65%

Statistik Deskriptif

Tabel 2
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


Y 129 43 87 53.95 6.658
P1 129 2 4 3.16 .667
P2 129 2 4 3.21 .582
P3 129 1 33 3.53 3.700
P4 129 1 5 3.05 .653
P5 129 2 4 3.08 .620
P6 129 2 4 3.06 .609
P7 129 2 4 3.03 .585
P8 129 2 4 3.05 .563
P9 129 1 4 3.12 .595
P10 129 2 4 3.16 .618
P11 129 2 4 3.19 .596
P12 129 1 4 3.22 .640
P13 129 2 5 3.26 .628
P14 129 2 34 3.44 2.772
P15 129 2 4 3.17 .588
P16 129 2 4 3.15 .574
P17 128 2 4 3.16 .514
Valid N (listwise) 128

Uji Validitas dilihat pada hasil output SPSS. Menilai


kevalidan masing-masing butir pernyataan
Uji Validitas digunakan untuk dapat dilihat dari nilai Corrected Item-Total
mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu Correlation masing-masing butir pernyataan.
daftar pernyataan dalam mendefinisikan suatu Suatu butir pernyataan dikatakan valid jika
variabel. Validitas suatu butir pernyataan dapat nilai sig r hitung < 0,05 (Santoso, 2008). Uji

37
JRAK, Volume 13, No 1 Februari 2017

validitas digunakan untuk mengetahui pernyataan dalam mendefinisikan suatu


kelayakan butir-butir dalam suatu daftar variabel. Berikut tabel hasil uji validitas:

Tabel 3
Hasil Uji Validitas Self Assessment System
______________________________________________________________________
Pernyataan r hitung Sig Kesimpulan
________________________________________________________________________
1 0,657 0,000 Valid
2 0,512 0,000 Valid
3 0,752 0,000 Valid
4 0,563 0,000 Valid
5 0,785 0,000 Valid
6 0,733 0,000 Valid
________________________________________________________________________
Sumber : pengolahan data

Tabel 4
Hasil Uji Validitas Sistem Informasi Perpajakan
________________________________________________________________________
Pernyataan r hitung Sig Kesimpulan
________________________________________________________________________
1 0,542 0,000 Valid
2 0,674 0,000 Valid
3 0,724 0,000 Valid
4 0,611 0,000 Valid
5 0,578 0,000 Valid
________________________________________________________________________
Sumber : pengolahan data

Tabel 5
Hasil Uji Validitas Kepatuhan Wajib Pajak
________________________________________________________________________
Pernyataan r hitung Sig Kesimpulan
________________________________________________________________________
1 0,768 0,000 Valid
2 0,679 0,000 Valid
3 0,561 0,000 Valid
4 0,588 0,000 Valid
5 0,736 0,000 Valid
6 0,755 0,000 Valid
________________________________________________________________________
Sumber : pengolahan data

Pada tabel 5 terlihat bahwa berdasarkan Uji Reliabilitas


jawaban kuesioner dari tiga variabel
independen dan variabel dependen, hasil Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur
analisis pada tingkat keyakinan 95% dan kestabilan dan konsistensi responden dalam
signifikansi 5% menunjukkan bahwa semua menjawab hal yang berkaitan dengan daftar
butir pernyataan valid, karena nilai sig r hitung pernyataan yang merupakan dimensi suatu
< 0,05. variabel dan disusun dalam bentuk kuesioner.

38
PENGARUH SELF ASSESSMENT SYSTEM..………………………………………..…...……(Satyawati & Cahjono )

Reliabilitas dapat dilihat dengan cara merupakan reliabilitas rendah, 0,39 < alpha <
konsistensi internal yang diketahui dari 0,89 merupakan reliabilitas sedang dan 0,90 <
koefisien Alpha Cronbach (Hair, 2002 dikutip alpha < 1,00 merupakan reliabilitas tinggi.
dari Santoso, 2008). Danin (1997 dikutip dari Hasil uji reliabiltas dapat dilihat sebagai
Santoso, 2008) memberikan patokan kasar berikut:
untuk mengukur reliabilitas yaitu alpha < 0,39

Tabel 6
Hasil Uji Reliabilitas Variabel

Variabel alpha Kesimpulan


X1 0,791 Reliabilitas sedang
X2 0,743 Reliabilitas sedang
Y 0,798 Reliabilitas sedang
Sumber : pengolahan data

Hasil uji reliabilitas terhadap seluruh item Uji normalitas dipakai untuk menguji data
pernyataan menunjukkan koefisien alpha variabel dependen dan variabel independen
masing-masing variabel memiliki tingkat mempunyai distribusi accrual atau tidak.
treliabiltas sedang. Hal ini menunjukkan Model regresi yang baik mensyaratkan data
bahwa kuesioner yang digunakan mampu setiap variabel yang dimasukkan dalam model
menggali informasi yang diharapkan sebagai berdistribusi data normal atau mendekati
ukuran persepsi responden terhadap self normal (Gujarati, 1998). Pengujian terhadap
assessment system, sistem informasi normalitas data dapat dilakukan melalui uji
perpajakan dan kepatuhan wajib pajak. Kolmogorov- Smirnov (K-S) satu arah dengan
melihat probabilitas nilai Z, apabila
Uji Asumsi Klasik probabilitas nilai Z lebih besar dari 5 persen
maka data terdistribusi dengan normal. Hasil
Uji Normalitas Data pengolahan data untuk uji normalitas dapat
dilihat pada tabel 5.7 sebagai berikut:

Tabel 7
Hasil Uji Normalitas, One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Standardized
Y Residual
N 128 127
Normal Parametersa Mean 54.02 .0719340
Std. Deviation 6.636 .45323551
Most Extreme Absolute .165 .110
Differences Positive .165 .107
Negative -.113 -.110
Kolmogorov-Smirnov Z 1.872 1.236
Asymp. Sig. (2-tailed) .002 .094
Sumber : Pengolahan data

Pada tabel 7 dapat dilihat bahwa tiga variabel Uji Multikolinearitas


menunjukkan nilai signifikansi lebih dari 0,05
atau 5% berarti data terdistribusi dengan Uji asumsi klasik multikolinearitas bertujuan
normal. untuk menguji keberadaan hubungan secara

39
JRAK, Volume 13, No 1 Februari 2017

linier antar variabel bebas. Apabila sebagian Inflation Factor (VIF). Apabila nilai
atau keseluruhan variabel-variabel bebas Tolerance di bawah 0,1 dan VIF lebih dari 10
berkorelasi kuat berarti terjadi gejala maka varaibel-variabel bebas dalam model
multikolinearitas. Bila korelasi berderajat memiliki masalah multikolinearitas. Hasil
rendah maka multikolinearitas yang terjadi pengujian data dapat dilihat pada tabel sebagai
tidak mempengaruhi model regresi. Untuk berikut:
mengetahui ada tidaknya multikolinearitas
dapat dilihat dari nilai Tolerance dan Variance

Tabel 8
Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficientsa

Variabel Tolerance VIF Keterangan


X1 0,855 1,170 Tidak Terjadi Multikolinearitas
X2 0,563 1,776 Tidak Terjadi Multikolinearitas
Sumber: Hasil Pengolahan Data

Berdasarkan tabel 8 diketahui bahwa nilai heteroskedastisitas adalah dengan melihat


tolerance dari masing-masing variabel grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat
independen berada di atas 0,1 dan nilai VIF (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya
dari semua variabel independen berada di SRESID. Deteksi ada tidaknya
bawah 10, maka model regresi bebas dari heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan
gejala multikolinearitas yang berarti tidak melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik
hubungan linear antara variabel self scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana
assessment system dan sistem informasi sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan
perpajakan. sumbu X adalah residual (Y prediksi –Y
sesungguhnya) yang telah distudentized. Tidak
Uji Heterokesdastisitas adanya heteroskedastisitas dilihat dengan dasar
analisis tidak ada pola yang jelas dalam grafik
Heteroskedastisitas merupakan keadaan di serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
mana seluruh faktor pengguna terjadi angka 0 pada sumbu Y (Ghozali, 2005). Hasil
ketidaksamaan variance dari satu pengamatan uji heteroskedastisitas dapat dilihat dari
ke pengamatan yang lain. Dalam penelitian ini, gambar 9 sebagai berikut:
uji yang digunakan untuk mendeteksi

Gambar 9. Uji Heteroskedastisitas

40
PENGARUH SELF ASSESSMENT SYSTEM..………………………………………..…...……(Satyawati & Cahjono )

Pada gambar scatter plot tidak 1) Jika 0<d<dl, maka terjadi autokorelasi
menunjukkan pola atau bentuk tertentu dan positif
data menyebar acak di atas dan di bawah 2) Jika dl<d<du, maka tidak ada
angka nol pada sumbu ordinat, sehingga kepastian apakah terjadi autokorelasi
dinyatakan tidak terjadi gejala atau tidak (ragu-ragu).
heteroskedastisitas. 3) Jika 4-dl<d<4, maka terjadi
autokorelasi negatif
Uji Autokorelasi 4) Jika 4-du<d<4-dl, maka tidak ada
kepastian apakah terjadi autokorelasi
Autokorelasi dapat diartikan sebagai atau tidak (ragu-ragu).
korelasi yang terjadi antara anggota-anggota 5) Jika du<d<4-du, maka tidak terjadi
dari serangkaian observasi yang terletak autokorelasi baik positif atau negatif.
berderetan secara series dalam bentuk waktu Bila nilai DW, lebih besar dari batas atas (du)
(untuk time series) atau korelasi antara tempat dan kurang dari 4-du, maka dapat dinyatakan
yang berdekatan (cross-sectional). tidak terdapat autokorelasi (Ghozali, 2005).
Autokorelasi muncul karena observasi yang
berurutan sepanjang waktu berkaitan satu Tabel 9
sama lain (Ghozali, 2005). Masalah ini timbul Uji Autokorelasi
karena residual (kesalahan pengganggu) tidak Model du < d hitung Keterangan
bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Penelitian < 4-du
Untuk mendiagnosis adanya autokorelasi Persamaan 1.847 < 2.031 Bebas
dalam suatu model regresi dilakukan regresi < 2.153 Autokorelasi
pengujian terhadap nilai Durbin-Watson (DW
Test). Nilai DW yang didapat dari hasil SPSS Pengujian Hipotesis dan Pembahasan Hasil
akan kita bandingkan dengan nilai DW tabel Analisis
(batas lebih tinggi (upper bond atau du) dan
batas lebih rendah (lower bond atau dl), Hasil pengujian hipotesis dengan analisis
dengan menggunakan nilai signifikansi 5%, regresi berganda dapat dilihat pada tabel
jumlah sampel (n), dan jumlah variabel sebagai berikut:
independen. Kriteria pengujiannya adalah
sebagai berikut:

Tabel 10
Hasil Analisis Regresi

Unstandardized
Model Coefficients
B Std.Error t-hitung Signifikansi
(Constant) -.362 .748 -.484 .629
X1 1.007 .015 67.018 .000
X2 1.388 .148 9.348 .000
___________________________________________________________________________
R2 = 0.993
Adj R2 = 0.992
F = 974.801
Sig.F = 0.000*
Keterangan: * = Signifikansi pada α = 0.05%
Sumber: Hasil Pengolahan Data

Hasil pengujian hipotesis pada tabel 10 0,000) terhadap kepatuhan wajib pajak.. Nilai
menunjukkan bahwa dengan tingkat keyakinan signifikansi F sebesar 0,000 yaitu nilai F <
95%, signifikansi secara statistik (p-value 0,05 berarti terdapat pengaruh yang signifikan

41
JRAK, Volume 13, No 1 Februari 2017

antara variabel independen secara bersama- penelitian ini relatif sedikit, yaitu 130
sama terhadap variabel dependen. Hasil R2 responden. Wilayah penelitian sempit karena
sebesar 0,993 menunjukkan bahwa 99% penelitian ini hanya meliputi kota Surakarta
kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh Beberapa pertimbangan yang perlu
pelayanan fiskus yang baik dengan asas self diperhatikan dalam mengembangkan dan
assessment system dan didukung sistem memperluas penelitian selanjutanya, meliputi:
informasi perpajakan. Penelitian selanjutnya dapat mempertimbang-
kan untuk menambah jumlah sampel dan
KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN menambah lokasi penelitian.
SARAN Hasil dari penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat bagi pihak-pihak sebagai
Berdasarkan hasil pengujian dan berikut: hasil penelitian ini dapat menambah
analisis penelitian ini, maka dapat disimpulkan referensi bagi perkembangan dunia akademik
bahwa asas self assessment system dan sistem khususnya yang berkaitan dengan perpajakan.
informasi perpajakan berpengaruh positif Penelitian ini membantu fiskus dalam
terhadap kepatuhan wajib pajak. memperbaiki mekanisme pelayanan pajak
Penelitian ini memiliki beberapa sehingga meningkatkan kepatuhan wajib
keterbatasan yang harus diperhatikan dalam pajak.
menginterpretasikan hasil analisis diatas, yaitu
jumlah sampel yang digunakan dalam

DAFTAR REFERENSI 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata


Cara Perpajakan (Lembaga Negara RI
Alm, Jackson., Betty R. Jackson and Michael Tahun 2007 Nomor 85 dan Tambahan
Mckee.1993. Estimating The Determi- Lembaran Negara Nomor 4740).
nants of Taxpayer Compliance with
Experimental Data. National Tax Journal. Fallan, Lars. 1999. Gender Exposure to Tax
45, 108. knowledge and Attitudes Towards
Taxation; An Experimental Approach.
Alm, Jackson, Roy Bahl and Mattew N. Journal of Business Ethics. 173.
Murray, 1990. Tax Structure and Tax
Compliance. The Review of Economics Gujarati, Damodar, 2007. Ekonometrika
and Statistics. 603-613. Dasar, Jakarta: Erlangga.

Besim, Mustafa and Glenn P.Jenskins. 2005. Komalasari, T. Puput dan Nashih. 2005
Tax Compliance When Do Employees Degree of Tax Payer Compliance and Tax
Behave Like The Self-Employed? Tariff The Testing on The Impact of
Applied Economics. 1201. Income Types. Simposium Nasional
Akuntansi VIII. 544
Boediono, B. 2003. Pelayanan Prima
Perpajakan. Jakarta : Rineka Cipta. Nisa, Hanantun. 2002. Hubungan antara
Carnes, A. Gregory and Ted D. Tingkat Pendidikan Wajib Pajak dan
Englebrecht. 1994. An Investigation of Efektifitas Layanan Informasi Perpajakan
the Effect of Detection Risk Perceptions, Terhadap Sikap Ketaatan Wajib Pajak
Penalty Sanctions, and Income Visibility dalam Membayar Pajak di Kecamatan
an Tax Compliance. Journal of the Kepon, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
American Taxation Association. 17(1):26- Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas
41. Muhammadiyah Surakarta.

Direktorat Jenderal Pajak, 2007. Undang- Santoso, Singgih. 2008. Panduan Lengkap
Undang Republik Indonesia Nomor 28 menguasai SPSS 16.0. Jakarta: PT Elex
Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Media. Komputindo.
atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun

42
PENGARUH SELF ASSESSMENT SYSTEM..………………………………………..…...……(Satyawati & Cahjono )

Setiaji, Gunawan dan Hidayat Amir. 2005. Sekaran, Uma. 2006. Research Methods for
Evaluasi Kinerja Sistem Perpajakan Business: “ Metodologi Penelitian untuk
Indonesia. Jurnal Ekonomi Universitas Bisnis. Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat.
Esa Unggul. Edisi November 2005.
Waluyo. 2006. Perpajakan Indonesia. Edisi 6.
Jakarta: Salemba Empat.

43

Anda mungkin juga menyukai