Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH OSEANOGRAFI

“HUBUNGAN EL NINO DENGAN PARAMETER


OSEANOGRAFI INDONESIA”

Disusun Oleh :

Nanda Audina

(195080301111044)/T02Genap

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2019


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

ENSO dan IOD adalah variabilitas iklim global yang dapat mempengaruhi
kondisi oseanografi. Variabilitas iklim ENSO terdiri dari tiga fenomena yaitu
kejadian normal, El Nino dan La Nina. Fenomena El Nino merupakan
peningkatan Suhu Permukaan Laut (SPL) dari suhu normalnya di Pasifik
Ekuator Timur. Sedangkan La Nina adalah fenomena SPL di wilayah Ekuator
Samudera Pasifik mengalami penurunan dari suhu normalnya. Selain
fenomena ENSO, fenomena interkasi antara variabilitas iklim global yang lain
yakni IOD yang merupakan suatu pola variabilitas di Samudera Hindia
(Panjaitan, 2011). Informasi mengenai kesuburan perairan merupakan hal
yang penting diketeahui untuk kepentingan masyarakt pesisir. Belum adanya
studi mengenai kesuburan perairan diantaranya variabilitas SPL dan klorofil-a
di perairan Kepulauan Karimunjawa membuat informasi mengenai kondisi
dan karakteristik kesuburan perairan Kepulauan Karimunjawa belum tersedia.
Pentingnya untuk mengetahui variabilitas SPL dan klorofil-a karena
berdasarkan kedua parameter tersebut dapat memberikan informasi mengenai
kesuburan perairan. Yang selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai informasi
dasar dalam penentuan zona tangkapan ikan (fishing ground). Perubahan SPL
dan klorofil-a di perairan secara umum dipengaruhi oleh ENSO dan IOD
sebagaimana yang dijelaskan oleh Kunarso et al., (2011) Tujuan dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari variabilitas ilkim antar
tahunan ENSO dan IOD terhadap variabilitas SPL dan klorofil-a di Perairan
Kepulauan Karimunjawa. Selanjutnya mengetahui proses fisis yang
berpengaruh terhadap variabilitas SPL dan klorofil-a.
1.2. Rumusan Masalah

1.Bagaimana caramengetahui pengertian El Nino


2.Bagaimana mengetahui proses terjadinya El Nino?
3. Bagaimana mengetahui dampak El Nino terhadap Oseanografi Indonesia?

1.2 TujuanPenulisan
1. Untuk mengetahuipengertian El Nino
2. Untuk mengetahuiproses terjadinya El Nino
3. Untuk mengetahui dampak El Nino terhadap Oseanografi Indonesia?
BAB II

PEMBAHASAN

BAB III

2.1. El Nino

El Nino adalah fenomena memanasnya suhu muka laut di Samudra


Pasifik bagian tengah hingga timur. El Nino memiliki dampak yang beragam
dalam lingkup skala global. Beberapa negara di kawasan Amerika Latin
seperti Peru, saat terjadi El Nino akan berdampak pada meningkatnya curah
hujan di wilayah tersebut. Sedangkan di Indonesia secara umum dampak
dari El Nino adalah kondisi kering dan berkurangnya curah hujan.

2.2. Suhu Permukaan Laut

Suhu permukaan laut (SPL) merupakan salah satu parameter yang penting
untuk mempelajari variasi musim, fenomena iklim seperti El Nino, dan juga
Indian Ocean Dipole yang selanjutnya dapat lebih memahami perubahan
iklim (Cahyarini, 2011). Suhu permukaan laut (SPL) merupakan salah satu
parameter oseanografi yang mencirikan massa air di lautan dan berhubungan
dengan keadaan lapisan air laut yang terdapat di bawahnya, sehingga dapat
digunakan dalam menganalisis fenomena yang terjadi di lautan. Suhu adalah
faktor penting bagi kehidupan organisme di laut yang dapat memengaruhi
aktivitas metabolisme maupun perkembangan, selain menjadi indikator
fenomena perubahan iklim (Hutabarat & Evans, 1986).

Perairan Indonesia memiliki beberapa karakteristik yang dipengaruhi


oleh pergerakan angin muson yang menyebabkan pergerakan arus dan angin
yang berbeda. Beberapa penelitian menggunakan perbandingan waktu, yaitu
musim barat dan timur, untuk membandingkan sebaran suhu permukaan laut
di Indonesia. Sementara menurut Ridha et al., (2013) pada musim barat
banyak massa air yang diangkut Armondo (Arus Monsun Indonesia) dari
barat (Laut Cina Selatan, Laut Natuna, Selat Karimata, dan Laut Jawa) ke
timur (Laut Bali. Laut Flores, dan Laut Banda) dan selatan (Samudera Hindia
melalui selat -selat di Kepulauan Timur termasuk Selat Bali).

2.3. Arus

Selain parameter fisika yaitu Suhu permukaan laut (SPL) ataupun


parameter biologi yaitu klorofil-a, ada kondisi oseanografi lain yang
memengaruhi persebaran ikan tangkap, seperti adanya arus yang sangat
berpengaruh bagi ikan pelagis yang memiliki migrasi horisontal. Menurut
Wibisono (2005), arus merupakan parameter yang sangat penting dalam
lingkungan laut dan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung
terhadap lingkungan laut dan biota yang hidup didalamnya, termasuk
menentukan pola migrasi ikan. Arus di laut dipengaruhi oleh banyak faktor,
salah satu di antaranya adalah angin muson. Selain itu, dipengaruhi juga oleh
faktor suhu permukaan laut yang selalu berubah-ubah.

2.4. Keterkaitan ENSO dengan Parameter Oseanografi

Kekuatan transpor massa air laut secara langsung sangat dipengaruhi


oleh suhu, densitas dan elevasi muka air, sehingga secara tidak langsung
ENSO yang terdiri atas kondisi normal, El Niño, dan La Nina mempengaruhi
suhu, densitas dan elevasi muka air yang memberikan keterkaitan dengan
kekuatan transpor yang bergerak. Kekuatan transpor tersebut dapat menguat
ataupun melemah sesuai dengan kondisi ENSO. Dari hasil yang diperoleh
dari gambar 3 di Selat Malaka menunjukkan bahwa pada kondisi El Niño
menguat dibandingkan kondisi normal dan La Nina. Sedangkan kejadian
sebenarnya di Samudera Pasifik bahwa pada kondisi El Niño melemah
dibandingkan kondisi normal dan La Nina yang memberikan efek langsung di
Indonesia bagian timur. Namun demikian ENSO juga memberikan efek ke
Selat Malaka secara tak langsung melalui aliran telekoneksi dari atmosfir
yang membawa efek sampai permukaan laut Selat Malaka.
Kondisi parameter oseanografi dan daerah yang kaya makanan sangat
mempengaruhi keberadaan ikan pelagis di suatu perairan, karena sifatnya
yang senang bermigrasi untuk memburu daerah yang kaya makanan (daerah
upwelling), senang hidup di daerah front (pertemuan) antara massa air hangat
dan air dingin, serta senang hidup pada kisaran suhu dan kedalaman tertentu
[2], a.l.: cakalang (17 – 28 oC), tuna sirip biru (12 – 25 oC), tuna mata besar
(11 – 28 oC), madidihang (18 – 31 oC), dan albacora (14 – 23 oC). Selain itu,
ikan tuna senang bermigrasi tidak hanya dalam arah horizontal tetapi juga
dalam arah vertikal. Migrasi dilakukan dalam rangka pemijahan (bertelur)
dan penyesuaian diri terhadap perubahan faktor lingkungan perairan
(khususnya suhu, oksigen, dan faktor kelimpahan makanan) yang dipengaruhi
oleh variabilitas iklim baik dari skala intramusiman (20 – 100 hari), musiman
(6 bulan dan 12 bulan), antartahunan (2 – 7 tahun), maupun sampai dengan
intradecadal (7 - 9 tahun), decadal (10 - 11 tahun), dan interdecadal (16 - 18
tahun).

Fenomena antartahunan seperti El Niño dan La Niña mempengaruhi


kekuatan upwelling yang terjadi pada musim timur di perairan selatan Jawa
dan barat Sumatra. Pada penelitian ini, kekuatan upwelling tersebut
ditentukan berdasarkan nilai temperatur permukaan laut (gambar tidak
diperlihatkan). Pada kondisi El Niño, secara teoritis diketahui bahwa
kedalaman termoklin di perairan Indonesia akan semakin dangkal, sehingga
kekuatan upwelling akan lebih kuat dibandingkan kondisi normalnya.
Sementara itu, pada kondisi La Niña, kedalaman termoklin akan semakin
dalam dan menyebabkan pengurangan kekuatan upwelling di perairan
Indonesia. Kekuatan upwelling yang direpresentasikan dengan nilai
temperatur permukaan laut yang dihasilkan dari model hidrodinamika 3D
HYCOM pada studi ini mengkonfirmasi studi-studi dari peneliti lainnya [8,
12, dan 9] bahwa kekuatan upwelling di perairan selatan Jawa akan menguat
(melemah) pada fase El Niño (La Niña).

Pemanasan global (global warming) yang saat ini sedang menjadi isu
dunia diyakini berdampak terhadap perubahan iklim dan dinamika laut.
Melaporkan bahwa perubahan iklim menyebabkan peningkatan frekuensi
kejadian ENSO dari 3 – 7 tahun sekali, menjadi 1,5 – 3 tahun sekali. Selain
itu, perubahan iklim akan memperkuat stratifikasi massa air di daerah tropis
dan lint ang menengah dan akibatnya memperlemah proses percampuran
(mixing), mengurangi kekuatan upwelling (M. Collins., 2000).

Berdasarkan hasil simulasi model hidrodinamika 3D HYCOM jangka


panjang, yaitu selama 64 tahun (1950 – 2013), secara umum dampak
pemanasan global terjadi juga di perairan Indonesia dan diketahui dalam
kurun waktu 64 tahun tersebut telah terjadi kenaikan rata-rata suhu
permukaan laut (SPL) 1,0 oC (Gambar 5). Dengan demikian, jika tren
kenaikan SPL ini terus berlangsung, maka kekuatan upwelling akan semakin
melemah.
BAB III

PENUTUP

• Kesimpulan

Fenomena El Niño ini mempengaruhi massa air di perairan tersebut yang mana
SPL menjadi lebih rendah daripada pada saat keadaan normal sehingga memperkuat
intensitas upwelling yang telah ada yang mengalami puncaknya pada MT. Selain itu,
meningkatnya upwelling ini dipicu dengan melemahnya transpor ARLINDO yang
menyebabkan adanya kekosongan air di Samudera Hindia. Pengaruh ENSO dan IOD
terhadap variabilitas SPL dan klorofil-a di Perairan Karimunjawa terjadi pada
periode-periode khusus yaitu ketika El Nino kuat bersamaan dengan IOD(+) yang
menimbulkan SPL dingin serta klorofil-a tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Kusriyati. 2012. Kajian ENSO, Hubungannya dengan Suhu Permukaan Laut dan
Konsentrasi Klorofil-a di Teluk Bon. Program Studi Ilmu Lingkungan, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta

Muhammad., S. Rizal., J. M. Affan2. 2012. Pengaruh ENSO (El Nino and Southern
Oscillation) terhadap transpor massa air laut di Selat Malaka. Depik. 1(1): 61-
67.

Nining, S., F. Hanifaha., A. M. Kusmarani. 2018. PERANAN DINAMIKA OSEANOGRAFI


DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN. Journal of Fisheries and
Marine Science. 2(2).

Schalk, P. H. (1987). Monsoon-related changes in zooplankton biomass in the eastern


Banda Sea and Aru Basin. Biological oceanography, 5(1), 1-12.

Maulidiya, H., Andi, I., Ishak, J. 2012. Penentuan Kejadian El-Nino Dan La-Nina
Berdasarkan Nilai Southern Oscilation Indeks. Positron, 2(2):6-14

Panjaitan, R.J.A. 2011. Variabilitas Konsentrasi Klorofil-a dan Suhu Permukaan Laut Dari
Citra Satelit Aqua Modis Serta Hubungannya Dengan Hasil Tangkapan Ikan
Lemuru di Perairan Selat Bali. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor, Bogor

Rasyid, A. J. 2010. Distribusi Suhu Permukaan Pada Musim Peralihan Barat-Timur


Terkait Dengan Fishing Ground Ikan Pelagis Kecil Di Perairan Spermonde.
Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ), 20(1): 1 – 7

Saraswata, A. G., P. Subardjo, Muslim. 2013. Pengaruh Monsun Terhadap Distribusi Suhu
Permukaan Laut Dan Klorofil-A di Perairan Selatan Bali. Jurnal Oseanografi,
2(1): 79 - 87

Hasyim, B., Sulma, S., & Hartuti, M. 2010. Kajian Dinamika Suhu Permukaan Laut Global
Menggunakan Data Penginderaan Jauh Microwave. Majalah Sains dan
Teknologi DIrgantara Vol. 5 No. 4, 130-143.

Astuti, P. (2008). Wilayah Kesuburan Perairan Laut Jawa pada Periode El Niño dan
Periode Normal. Skripsi FMIPA Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai