Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Lansia

Lansi merupakan istilah tahap akhir dari proses menua. Menurut Prayitno

dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan dengan

lansia adalah orang yang berusia 65 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan

dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya

sehari-hari. Saparinah (1983) berpendapat bahwa pada usia 55 sampai 65 tahun

merupakan kelompok umur yang mencapai tahap penisium, pada tahap ini akan

mengalami berbagai penurunan daya tahan tubuh atau kesehatan dan berbagai

tekanan psikologis.

Berdasarkan UU Kes. No. 23 1992 Bab V bagian kedua Pasal 13 ayat 1

menyebutkan bahwa manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya

mengalami perubahan biologis, fisik, dan sosial.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang

menunjukkan proses penuaan yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah

disebut lanjut usia. Lansia banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang

perlu penangan segera dan terintegrasi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu :

a. Usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45 – 59 tahun.

b. Lanjut usia (alderly) kelompok usia 60 – 74 tahun


c.   Lanjut usia tua (old) kelompok usia 75 – 90 tahun

d.   Usia sangat tua (very old) kelompok usia diatas 90 tahun  

Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa lanjut usia

merupakan periode di mana seseorang individu telah mencapai kemasakan dalam

proses kehidupan, serta telah menunjukan kemunduran fungsi organ tubuh sejalan

dengan waktu, tahapan ini dapat mulai sari usia 55 tahun sampai meninggal.

B. Sistem Muskuloskeletal

Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang terdiri dari tulang, sendi, dan

otot. Sistem tersebut paling erat kaitannya dengan mobilitas fisik individu. Seiring

bertambahnya usia, terdapat berbagai perubahan yang terjadi pada sistem

musculoskeletal yang terdiri dari tulang, otot, sendi, dan saraf.

a. Perubahan Fisiologi Tulang

Sistem skeletal pada manusia tersusun dari 206 tulang termasuk dengan sendi

yang menghubungkan antar keduanya. Kerangka yang dibentuk dari susunan

tulang tersebut sangat kuat namun relatif ringan. Fungsi utama sistem skeletal ini

adalah memberikan bentuk dan dukungan pada tubuh manusia. Selain itu, sistem

ini juga berperan untuk melindungi tubuh, misalnya tulang tengkorak yang

melindungi otak dan mata, tulang rusuk yang melindungi jantung, serta tulang

belakang yang melindungi sumsum tulang belakang. Struktur pada kerangka ini

juga terdapat tendon otot yang mendukung adanya pergerakan [ CITATION Mau06 \l

1033 ].

Tulang mencapai kematangan pada saat waktu dewasa awal tetapi terus

melakukan remodeling sepanjang kehidupan. Menurut Colón, et al. (2018) secara


umum, perubahan fisiologis pada tulang lansia adalah kehilangan kandungan

mineral tulang. keadaan tersebut bedampak pada meningkatnya risiko fraktur dan

kejadian terjatuh. Selain itu, terjadi juga penurunan massa tulang atau disebut

dengan osteopenia. Jika tidak ditangani segara osteopenia bisa berlanjut menjadi

osteoporosis yang ditandai dengan karakteristik berkuranganya kepadatan tulang

dan meningkatkan laju kehilangan tulang.

Perubahan-perubahan lain yang terjadi menurut Miller (2012) antara lain:

1. Meningkatnya resorbsi tulang (misalnya, pemecahan tulang diperlukan untuk

remodeling)

2. Arbsorbsi kalsium berkurang

3. Meningkatnya hormon serum paratiroid;

4. Gangguan regulasi dari aktivitas osteoblast;

5. Gangguan formasi tulang sekunder untuk mengurangi produksi osteoblastik

dari matriks tulang; dan

6. Menurunnya estrogen pada wanita dan testosterone pada laki-laki.

b. Perubahan Fisiologi pada Otot

Perubahan Efek Fungsional


Peningkatan variabilitas dalam ukuran Peningkatan heterogenitas jarak kapiler,

serat otot karena kapiler dapat hanya terletak

di tepi serat berdampak negatif

terhadap oksigenasi jaringan


Kehilangan massa otot Penurunan kekuatan dan tenaga
Serabut otot (fiber) tipe II menurun Terjatuh
Infiltrasi lemak Kerapuhan atau otot melemah
Selain tulang, otot yang dikontrol oleh neuron motorik secara

langsung berdampak pada kehidupan sehari-hari. Perubahan fisilogis pada


otot yang terjadi pada lansia disajikan dalam tabel berikut [ CITATION Col18 \l

1033 ].

Secara keseluruhan akibat dari perubahan kondisi otot yang berhubungan

dengan bertambahnya usia disebut sarkopenia. Sarkopenia adalah kehilangan

masa, kekuatan dan ketahanan otot [ CITATION Mil12 \l 1033 ].

C. Sistem Neuro pada Lansia

Perubahan pada Saraf

Proses degeneratif memengaruhi gerak refleks, sensasi, dan posisi sendi.


Perubahan-perubahan yang terjadi pada saraf meliputi:
Organ/Jaringan Perubahan Fisiologis Efek
Saraf  Penurunan gerakan  Berjalan lebih lambat.
refleks.  Berkurangnya respon terhadap
 Gangguan proprioception rangsangan lingkungan (Miller,
terutama pada wanita. 2012).
 Berkurangnya rasa sensasi
getaran dan posisi sendi
pada ektremitas bagian
bawah (Miller, 2012).
Perubahan kemampuan visual Perubahan pemeliharaan dalam posisi
tegak
Perubahan kontrol postural Peningkatan goyangan tubuh yang
merupakan tolak ukur dari gerakan
tubuh saat berdiri (Miller, 2012).

Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Sistem Muskuloskeletal


Berdasarkan rilis Joint Essential pada tahun 2013 berjudul ‘What Are The
Effects Of Aging On The Musculoskeletal System?’
 Gangguan hormon. Riwayat gangguan hormon yang tidak teratasi
dengan baik dapat menyebabkan metabolisme ke tulang maupun otot tidak
optimal. Sebagai contoh, hipertiroidisme berhubungan erat dengan kelemahan otot
dan meningkatkan risiko fraktur akibat demineralisasi tulang.
 Penyakit sistemik. Penyakit sistemik dapat berupa gangguan vaskuler
atau metabolik. Sebagai contoh, lansia dengan diabetes akan mengalami gangguan
laju atau volume pengiriman nutrisi yang dibutuhkan untuk remodeling jaringan.
Oleh karena itu, sangat penting untuk mengontrol proses patologis untuk
mengoptimalkan penyembuhan dan potensi perbaikan sistem muskuloskeletal.
 Faktor diet. Kekurangan nutrisi vitamin esensial (seperti vitamin D dan
vitamin C yang memainkan peran penting dalam pertumbuhan fungsional otot dan
tulang), kurangnya mineral tertentu (seperti kalsium, fosfor dan kromium dll)
dapat menjadi hasil dari masalah pencernaan yang berkaitan dengan usia. Dengan
demikian, terjadi penurunan penyerapan dari usus atau ketidakseimbangan dalam
produksi hormon tertentu yang mengatur konsentrasi serum vitamin dan mineral
seperti kalsitonin, vitamin D, hormon paratiroid (karena tumor yang sangat lazim
di usia lanjut). Diet yang sangat baik ialah diet yang kaya akan mikro-nutrisi
dalam kualitas tinggi sehingga mampu menurunkan risiko pengembangan cacat
tulang dan kelemahan otot sebagai bagian dari proses penuaan.
 Minimnya aktivitas fisik. Perubahan sistem muskuloskeletal dapat
diperlambat dengan melakukan olahraga karena dapat meningkatkan kemampuan
untuk mempertahankan kekuatan dan fleksibilitas sistem muskuloskeletal.
Normalnya dalam satu hari, setidaknya 30 menit aktivitas lansia diisi dengan
olahraga ringan (Miller, 2012). Beberapa olahraga yang terkenal dikalangan lansia
yaitu Tai chi, yoga, dan pilates (Arenson, 2009). Selain itu, berjalan juga
merupakan olahraga yang mudah dan tidak membutuhkan banyak peralatan
sehingga dapat dilakukan oleh lansia.
Jika faktor-faktor tersebut di atas tidak tertangani dengan baik, dapat berubah
menjadi penurunan fungsi muskuloskeletal pada lansia. Penurunan fungsi
muskuloskeletal dipicu oleh tiga faktor (Fillit, Rockwood & Young, 2017)
yaitu :
1. Efek penuaan pada komponen sistem muskuloskeletal, misalnya tulang
rawan artikular, kerangka, jaringan lunak, memberikan kontribusi untuk
pengembangan osteoporosis dan osteoarthritis serta penurunan gerakan sendi,
kekakuan, dan kesulitan dalam memulai gerakan.
2. Gangguan muskuloskeletal berhubungan dengan penuaan yang mulai terjadi
pada masa dewasa muda menyebabkan peningkatan rasa sakit dan cacat tanpa
memperpendek rentang hidupnya, misalnya seronegatif spondyloarthritis,
trauma muskuloskeletal.
3. Tingginya angka kejadian gangguan muskuloskeletal tertentu pada lansia,
misalnya polymyalgia rheumatica, penyakit Paget tulang, arthropathies terkait
kristal.

D. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik didefinisikan sebagai setiap pergerakan jasmani yang

dihasilkan otot skelet yang memerlukan pengeluaran energi. Istilah ini meliputi

rentang penuh dari seluruh pergerakan tubuh manusia mulai dari olahraga yang

kompetitif dan latihan fisik sebagai hobi atau aktivitas yang dilakukan dalam

kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, inaktivitas fisik bisa didefinisikan sebagai

keadaan dimana pergerakan tubuh minimal dan pengeluaran energi mendekati

resting metabolic rates (WHO, 2015).

Aktivitas fisik mempengaruhi total energy expenditure, yang mana merupakan

jumlah dari basal metabolic rate (jumlah energi yang dikeluarkan saat istirahat

dalam suhu lingkungan yang normal dan keadaan puasa), thermic effect of food

dan energi yang dikeluarkan saat aktivitas fisik (Miles, 2007).


Aktivitas fisik merupakan perilaku multidimensi yang kompleks. Banyak tipe

aktivitas yang berbeda yang berkontribusi dalam aktivitas fisik keseluruhan;

termasuk aktivitas pekerjaan, rumah tangga (contoh: mengasuh anak, bersih-

bersih rumah) , transportasi (contoh: jalan kaki, bersepeda), dan aktivitas waktu

senggang (contoh: menari, berenang). Lathan fisik (physical exercise) adalah

subkategori dari aktivitas waktu senggang dan didefinisikan sebagai aktivitas fisik

yang direncanakan, terstruktur, repetitif, dan bertujuan untuk pengembangan atau

pemeliharaan kesehatan fisik (Hardman & Stensel, 2003)

Aktifitas fisik seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Baik faktor

lingkungan makro, lingkungan mikro maupun faktor individual. Secara

lingkungan makro, faktor social ekonomi akan berpengaruh terhadap aktifitas

fisik. Lingkungan mikro yang berpengaruh terhadap aktifitas fisik adalah

pengaruh dukungan masyarakat sekitar. Faktor individu seperti pengetahuan dan

persepsi tentang hidup sehat, motivasi, kesukaan berolahraga, harapan tentang

keuntungan melakukan aktifitas fisik akan mempengaruhi seseorang untuk

melakukan aktifitas fisik.

Berdasarkan tingkat intensitasnya, aktivitas fisik dibagi menjadi aktivitas fisik

ringan, sedang, dan berat. Aktivitas fisik berat adalah kegiatan yang terus menerus

dilakukan minimal selama 10 menit sampai denyut nadi dan napas meningkat

lebih dari biasanya, contohnya ialah menimba air, mendaki gunung, lari cepat,

menebang pohon, mencangkul, dll. Sedangkan aktivitas fisik sedang apabila

melakukan kegiatan fisik sedang (menyapu, mengepel, dll) minimal lima hari atau
lebih dengan durasi beraktivitas minimal 150 menit dalam satu minggu. Selain

kriteria di atas maka termasuk aktivitas fisik ringan (WHO, 2015).

Pengkategorian dari MET-menit/minggu total ialah sebagai berikut,

a. Kategori 1 (rendah), kriteria yang tidak termasuk dalam kategori 2 dan 3

b. Kategori 2 (sedang), yaitu apabila ada kriteria sebagai berikut;

 aktivitas sedang sekurang-kurangnya 3 hari selama 20 menit atau

 5 hari atau lebih aktivitas sedang dan/ atau jalan sekurang-kurangnya 30

menit atau

 5 hari atau lebih kombinasi semua intensitas aktivitas fisik dengan

sekurang-kurangnya 600 MET-menit/minggu

c. Kategori 3 (tinggi), yaitu apabila ada kriteria sebagai berikut;

 Aktivitas berat sekurang-kurang 3 hari dengan 1500 MET-menit/minggu

atau

 7 hari atau lebih kombinasi dari semua intensitas aktivitas fisik dengan

3000 MET-menit/minggu.

Contoh klasifikasi aktivitas fisik berdasarkan intensitasnya

Aktivitas Sedang Aktivitas Berat


Berjalan pada kecepatan sedang Berjalan dengan kecepatan 8

atau cepat 4,8 – 7,2 km/jam, km/jam atau lebih

sebagai contoh; Jogging atau berlari

• Berjalan ke kelas, kantor, atau Pendakian gunung, panjat tebing

toko; Bersepatu roda dengan kecepatan

• Berjalan untuk rekreasi; tinggi


Berjalan menuruni tangga atau

menuruni bukit

Bersepatu roda dengan kecepatan

sedang
Bersepeda dengan kecepatan 5 Bersepeda dengan kecepatan lebih

sampai 9 pada permukaan datar dari 10 mph atau bersepeda pada

atau sedikit tanjakan tanjakan yang curam

Sepeda stasioner menggunakan Sepeda stasioner menggunakan

usaha sedang usaha berat


Kalistenik ringan Kalistenik berupa push up, pull

Yoga up.

Karate, judo, tae kwon do, jujitsu


(CDC, 2014)

Peran Fisioterapi

Sesuai dalam PMK 65 tahun 2015 yang berbunyi “Fisioterapi adalah bentuk

pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan/atau kelompok untuk

mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang

rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan

gerak, peralatan (physics, elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi, dan

komunikasi.” Dalam kasus ini fisioterapi mengambil peran dengan meningkatkan

kebugaran lansia yang akan melakukan peningkatan aktivitas fisik.


Hal ini juga sesuai dengan “Fisioterapi didasari pada teori ilmiah dan dinamis

yang diaplikasikan secara luas dalam hal penyembuhan, pemulihan, pemeliharaan,

dan promosi fungsi gerak tubuh yang optimal, meliputi; mengelola gangguan

gerak dan fungsi, meningkatkan kemampuan fisik dan fungsional tubuh,

mengembalikan, memelihara, dan mempromosikan fungsi fisik yang optimal,

kebugaran dan kesehatan jasmani, kualitas hidup yang berhubungan dengan

gerakan dan kesehatan, mencegah terjadinya gangguan, gejala, dan

perkembangan, keterbatasan kemampuan fungsi, serta kecacatan yang mungkin

dihasilkan oleh penyakit, gangguan, kondisi, ataupun cedera.” Cakupan peranan

fisioterapis dalam PMK 65 tahun 2015 yaitu “fisioterapis dapat terlibat sebagai

anggota utama dalam tim, berperan dalam pelayanan kesehatan dengan

pengutamaan pelayanan pengembangan dan pemeliharaan melalui pendekatan

promotif dan preventif tanpa mengesampingkan pemulihan dengan pendekatan

kuratif dan rehabilitatif.”

Dalam hal peningkatan aktivitas fisik diperlukan adanya daya tahan

cardiorespirasi untuk mensuplai nutrisi untuk tubuh. Daya tahan

cardiorespiratory adalah kemampuan sistem pernapasan dan sirkulasinya di

dalam tubuh untuk mensuplai bahan bakar (fuel) selama melakukan aktivitas fisik

(USDHHS, 1996 seperti yang diadaptasi dari Corbin & Lindsey, 1994). Untuk

meningkatkan daya tahan cardiorespiratory, maka diperlukan aktivitas (usaha)

untuk memelihara laju denyut jantung (heart rate elevated) pada satu tingkatan

aman pada suatu periode yang panjang seperti berjalan (walking) berenang
(swimming), atau bersepeda (bicycling). Pada referensi yang lain daya tahan

kardiorespirasi disebutkan sebagai daya tahan kardiovaskular.

Daya tahan kardiovaskular adalah kemampuan system paru-paru, jantung, dan

pembuluh darah untuk menunjang system energi kerja otot (metabolisme energi)

agar berfungsi secara optimal pada keadaan istirahat dan kerja dalam mengambil

oksigen dan menyalurkannya ke jaringan yang aktif sehingga dapat digunakan

pada proses metabolisme tubuh. Kapasitas paru-paru merupakan faktor penting

dalam kebugaran dan kapasitas kerja fisik terutama dalam penyediaan oksigen.

Transportasi oksigen pada sel-sel dan peningkatan kapasitas kardiorespirasi akan

meningkatkan kemampuan berkonsentrasi dalam melakukan suatu pekerjaan.

Kemampuan kardiorespirasi dapat ditentukan dengan beberapa cara misalnya:

berjalan, jogging ataupun berlari pada jentera (tredmill), naik-turun bangku, dan

mengendarai ergometer sepeda.

E. Modalitas Fisioterapi

1. Active Exercise

Mekanisme active exercise pertama adalah ketika dilakukan gerakan

aktif otot, sendi, serta jaringan yang menjadi tujuan dalam menjaga

elastisitas dan kontraktilitas saat active exercise tercapai. Ketika dilakukan

active exercise maka otot akan berkontraksi serta motorik dan kontrol otot

akan aktif. Active exercise akan mempertahankan elastisitas otot yang

berpartisipasi saat dilakukannya gerakan aktif dan akan memberi


rangsangan untuk integritas tulang dan sendi serta akan meningkatkan

koordinasi untuk mempersiapkan sebelum kembali kepada aktivitas

fungisonal (Kisner & Colby, 2018). Sehingga saat elastisitas otot dan

integritas antara tulang dan sendi baik, maka rasa nyeri yang disebabkan

oleh elastisitas otot dan integritas jaringan sekitar yang kurang membaik

akan menurun, serta pergerakan pada sendi atau disebut lingkup gerak

sendi pada proximal interphalang akan bertambah.

2. Strengthening Exercise

Strengthening dilakukan untuk meningkatkan kekuatan dan keseimbangan

otot. Strengthening dapat membantu mempersiapkan kekutan otot sebelum

melakukan latihan fungsional menggenggam.MekanismeSaat melakukan latihan

strengthening, vasodilatasi dan metabolisme pada pembuluh darah akan

meningkat dan melancarkan aliran pembuluh darah dan menghindari terjadinya

spasme otot. Selanjutnya ketika otot berkontraksi akan memacu jaringan

kontraktil untuk menghasilkan ketegangan pada otot sehingga kekuatan yang

dihasilkan akan terukur(Kisner & Colby, 2018)

3. Breathing exercise

Breathing exercise adalah salah satu bentuk latihan pernafasan

yang ditujukan untuk mencegah penurunan fungsional sistem respirasi.

Tirah baring yang cukup lama dan toleransi aktivitas yang menurun

mengakibatkan penurunan metabolisme secara umum. Hal ini dapat

menurunkan kapasitas fungsiona pada sistem tubuh dengan menifestasi

klinis berupa sindroma imobilisasi, salah satunya pada sistem respirasi

yang berupa penurunan kapasitas vital, penurunan ekspansi sangkar


thorak, penurunan ventilasi volunter, gangguan mekanisme batuk (Saleem

& Vallbona, 2001).

Breathing exercise dilakukan sebelum dan sesudah latihan

diberikan kepada pasien. Metode yang dipilih adalah deep breathing

exercise. Deep breathing exercise adalah bagian dari brething exercise

yang menekankan pada inspirasi maksimal yang panjang yang dimulai

dari akhir ekspirasi dengan tujuan untuk meningkatkan volume paru,

meningkatkan redistribusi ventilasi, mempertahankan alveolus agar tetap

mengembang, meningkatkan oksigenasi, membantu membersihkan sekresi

mukosa, mobilitas sangkar thorak, dan meningkatkan kekuatan dan daya

tahan serta efisiensi dari otot-otot pernafasan (Levenson, 1992).

4. Balance Exercise

Balance Exercise (latihan keseimbangan) adalah serangkaian

gerakan yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan keseimbangan

baik statis maupun dinamis melaui stretching, strengthening (Kloos &

Heiss, 2007). Menurut Jowir, 2012 balance exercise adalah latihan khusus

untuk membantu meningkatkan kekuatan otot pada anggota gerak bawah

dan sistem vestibular atau keseimbangan tubuh.

Disampaikan oleh Nyman tahun 2007 bahwa latihan balance

exercise adalah suatu aktivitas fisik yang dilakukan untuk meningkatkan

kestabilan tubuh dengan cara meningkatkan kekuatan otot anggota gerak

bawah. Sedangkan Madureira (2006) dan Skelton (2001), mengungkapkan


bahwa latihan keseimbangan sangat efektif untuk meningkatkan

keseimbangan fungsional dan statis serta mobilitas lansia. Latihan

keseimbangan ini juga akan menurunkan frekuensi jatuh pada lansia, bila

dilakukan dengan frekuensi optimal 3 kali dalam seminggu selama 5

minggu.

Pengaruh balance exercise kecuali untuk meningkatkan kekuatan otot

pada anggota gerak bawah dan sistem vestibular (keseimbangan tubuh) (Jowir,

2012) juga untuk meningkatkan keseimbangan postural. Bentuk-bentuk balance

exercise yang digunakan untuk meningkatkan keseimbangan ini terdiri dari

reformer leg press, theraband pada kaki posisi duduk dengan hip

abduksi/adduksi, trapeze table untuk lateral flexi lumbal, trapeze table side leg

springs, theraband pada posisi duduk dengan kaki lurus, berjalan dengan satu

kaki selama 30 detik, bergantian dengan kaki yang lain, berdiri satu kaki

kemudian ayunkan tubuh ke depan, ke belakang, dan ke samping, duduk tegak

lalu rotasi lumbal yang diikuti rotasi bahu, eve’s lunge, theraband di injak pada

satu kaki di tarik dengan tangan yang berlawanan dengan posisi extensi, duduk

tegak bersandar bola dan melakukan squats, latihan keseimbangan berdiri

dengan satu kaki bergantian (Kaesler, 2007). Diungkapkan olehnya bahwa

bentuk-bentuk latihan ini mampu memberikan perubahan fisiologis pada tubuh

manusia yang lebih lanjut akan meningkatkan volume oksigen maksimum dan

penurunan asam laktat. Kecuali itu, pengaruh untuk sistem muskular pada

anggota gerak bawah adalah meningkatkan maximal muscular power yaitu

meningkatnya kekuatan kontraksi otot, meningkatnya penampang luas otot,

asupan nutrisi ke dalam otot serta memberikan efek pemeliharaan daya tahan.
F. Proses Fisioterapi

Anda mungkin juga menyukai