Definisi
Efek fase
Konstanta kelarutan termodinamika didefinisikan untuk kristal tunggal besar. Kelarutan akan
meningkat dengan menurunkan ukuran partikel (atau tetesan) terlarut karena adanya tambahan
energi permukaan. Efek ini umumnya kecil kecuali partikel menjadi sangat kecil, biasanya lebih
kecil dari 1 μm. Efek ukuran partikel terhadap konstanta kelarutan dapat dihitung sebagai
berikut:
γ Am
lololo ¿ ¿lol
¿ ¿
log (¿ K A )=log (¿ K A → 0)+
3,454 RT
dengan *KA adalah konstanta kelarutan untuk partikel terlarut dengan luas permukaan molar A,
*KA→0 adalah konstanta kelarutan untuk bahan dengan luas permukaan molar yang mendekati nol
(yaitu, bila partikelnya besar), γ adalah tegangan permukaan partikel terlarut dalam
pelarut, Am adalah luas permukaan molar zat terlarut (dalam m2/mol), R adalah konstanta gas
universal, dan T adalah suhu mutlak.
Efek garam
Efek garam mengacu pada fakta bahwa adanya garam yang tidak memiliki ion yang sama
dengan zat terlarut, memiliki efek pada kekuatan ion larutan dan karenanya berpengaruh pula
pada koefisien aktivitas, sehingga konstanta kesetimbangan, dinyatakan sebagai hasil
pengukuran konsentrasi, berubah.
Efek suhu
Kelarutan peka terhadap perubahan suhu. Misalnya, gula lebih mudah larut dalam air panas
dibanding air dingin. Hal ini terjadi karena konstanta kelarutan, seperti jenis konstanta
kesetimbangan lainnya, adalah fungsi suhu. Sesuai dengan Prinsip Le Chatelier, bila proses
pelarutannya bersifat endotermik (menyerap kalor), kelarutan meningkat seiring dengan
kenaikan suhu. Efek ini adalah dasar untuk proses rekristalisasi, yang dapat digunakan untuk
memurnikan senyawa kimia. Bila pelarutan bersifat eksotermik (melepas kalor) kelarutan
menurun seiring dengan kenaikan suhu. Natrium sulfat menunjukkan kelarutan yang meningkat
pada suhu di bawah sekitar 32,4 °C, namun terjadi penurunan kelarutan pada suhu yang lebih
tinggi. Hal ini karena fasa padatnya adalah dekahidrat (Na 2SO4·10H2O) di bawah suhu transisi,
namun hidrat berbeda di atas suhu tersebut.
Efek tekanan
Untuk fase terkondensasi (padatan atau cairan), kelarutan bergantung tekanan merupakan
biasanya lemah dan pada prakteknya dapat diabaikan. Dengan mengasumsikan larutan ideal,
kebergantungan dapat dihitung sebagai:
∂ ln N i ❑ V i , aq−V ❑
i,cr
=
∂P ❑ RT ❑
Pelarutan sederhana
❑❑ C 12 H 22 O 11(s 0) ↔C 12 H 22 O 11(aq)
Pernyataan kesetimbangan untuk reaksi ini dapat ditulis, seperti untuk reaksi kimia umumnya
(produk terhadap reaktan):
{C12 H 22 O11(aq) }
❑❑ K θ =
{C 12 H 22 O11(s) }
❑❑ K θ ={C 12 H 22 O 11(aq) }
Aktivitas zat, A, dalam larutan dapat dinyatakan sebagai produk dari konsentrasi [A],
dan koefisien aktivitas, γ. Ketika Ko is dibagi dengan γ, didapat konstanta kelarutan Ks.
Hal ini ekuivalen dengan definisi keadaan standar sebagai larutan jenuh sehingga koefisien
aktivitas sama dengan satu. Konstanta kelarutan hanya benar-benar konstan jika koefisien
aktivitas tidak terpengaruh dengan adanya zat terlarut lain yang mungkin ada. Satuan konstanta
kelarutan sama dengan satuan konsentrasi zat terlarut. Untuk sukrosa K = 1,971 mol
dm−3 pada 25 °C. Ini menunjukkan bahwa kelarutan sukrosa pada 25 °C mendekati 2 mol
dm−3 (540 g/L). Sukrosa tidak biasa dalam bentuk itu karena tidak mudah membentuk larutan
superjenuh pada konsentrasi yang lebih tinggi, sama seperti kebanyakan karbohidrat lainnya.
2−¿¿
2+¿+SO 4(aq) ¿
❑❑ CaSO 4 (s) ↔Ca(aq )
2−¿}
SO4(aq) 2−¿}¿
2+¿ }{SO ¿
2+¿}{ ={Ca( aq) 4(aq )
¿
❑ K θ={Ca {CaSO4( s) }
¿
(aq)
❑
❑❑
❑ K sp =¿
p−¿¿
❑❑ A p Bq ↔ pA q+¿+qB ¿
❑¿
❑
Sehingga
p q q q q q p+q
Kkk ❑❑ K sp =[ A ] ( )
p
[A] =
p ()
[A]
K sp
√
[ A ]= p +q
q q
( )
p
Kelarutan, S adalah 1p[A]. Satu dapat mewakili 1p dan dimasukkan di bawah akar untuk
memperoleh
K sp p +q K sp
❑ [ A ] [B ]
S¿ ❑ p = q = p+q q q
( ) p
p √ p+q
=¿
√
qq p p
¿
K sp
CaSO4
Na3PO4
2
1
2
3
√
4
16
K sp
FeCl3
Al2(SO4)3
3
2
2
3
√
4
27
K sp
Ca3(PO4)2 3 2 √
5
108
K sp
FePO4
3 3 √
6
729
Produk kelarutan seringkali dinyatakan dalam bentuk logaritma. Oleh karena itu, untuk kalsium
sulfat, Ksp = 4,93×10−5, log Ksp = −4.32. Semakin kecil nilainya, atau semakin negatif nilai
lognya, kelarutannya semakin rendah.
Hidroksida
Untuk hidroksida, produk kelarutan seringkali diberikan dalam bentuk yang sudah diganti, K*sp,
menggunakan konsentrasi ion hidrogen menggantikan konsentrasi ion hidroksida. Kedua
konsentrasi ini berhubungan dengan tetapan autoionisasi air, Kw.
K ω=¿ ¿
Misalnya,
¿ K sp
K sp = =¿ ¿
K ω2
Efek ion sejenis adalah efek penurunan kelarutan suatu garam, akibat hadirnya suatu garam yang
memiliki ion sejenis. Misalnya, kelarutan perak klorida, AgCl, menurun jika natrium klorida,
suatu sumber ion klorida, ditambahkan ke dalam suspensi AgCl dalam air.
−¿ K sp =¿¿ ¿
+¿+Cl(aq) ¿
AgCl(s) ↔ Ag(aq)
Kelarutan, S, tanpa kehadiran ion sejenis dapat dihitung sebagai berikut. Konsentrasi [Ag +] dan
[Cl−] adalah sama karena satu mol AgCl terdisosiasi menjadi satu mol Ag + dan satu mol Cl−.
Misalkan konsentrasi [Ag+](aq) dinyatakan sebagai x.
❑❑ K sp=x 2 ; S=x =√ K sp
❑❑ K sp=x (0,01+ x)
❑ 2
❑❑❑❑ ❑ x + 0,01 x−K sp =0
Dalam hal perak klorida, x2 jauh lebih kecil daripada 0,01x, sehingga dapat diabaikan. Oleh
karena itu
K sp −8 −3
S S=x= =1,77 ×10 . mol . dm ,
0,01
Reaksi khas dengan pelarutan melibatkan basa lemah, B, yang dilarutkan dalam larutan
bersuasana asam.
+¿ ¿
+¿↔ BH (aq) ¿
❑❑ B(s) + H (aq )
Reaksi ini sangat penting untuk produk-produk farmasi. Pelarutan asam lemah dalam media
alkalis juga sama pentingnya.
−¿+ H 2 O ¿
−¿↔ H n−1 A (aq) ¿
❑❑ H n A (s) +OH (aq)
Molekul yang tak berubah biasanya memiliki kelarutan yang lebih rendah daripada bentuk
ioniknya, sehingga kelarutan bergantung pada pH dan tetapan disosiasi asam zat terlarutnya.
Istilah "kelarutan intrinsik" digunakan untuk menjelaskan kelarutan bentuk tak terionisasi tanpa
adanya asam atau basa.
Pelindian garam aluminium dari batuan dan tanah oleh hujan asam adalah contoh lain pelarutan
disertai reaksi: alumino-silikat adalah basa yang bereaksi dengan asam membentuk spesies yang
mudah larut, seperti Al3+(aq).
Perhitungan kelarutan dalam kasus ini memerlukan dua atau lebih persamaan simultan yang
harus diperhatikan. Misalnya,
Kesetimbangan kelarutan
B(s) ↔ B(aq) K s =[ B¿¿(aq)]¿
Instrinsik
Kesetimbangan + ¿¿
+¿ ↔ BH (aq) ¿
B(aq )+ H (aq) K a =[B ¿¿(aq)]¿ ¿ ¿ ¿
asam-basa
Penentuan eksperimental
Penentuan kelarutan penuh dengan kesulitan.[1] Kesulitan pertama dan utama adalah menetapkan
bahwa sistem berada dalam kesetimbangan pada temperatur yang dipilih. Hal ini karena baik
pengendapan maupun pelarutan dapat berjalan teramat lambat. Jika proses berjalan teramat
lambat, penguapan pelarut dapat menjadi isu. Kelewatjenuhan mungkin terjadi. Bekerja dengan
zat yang sangat tidak larut, konsentrasi dalam larutan sangatlah rendah dan sulit untuk
ditentukan. Metode-metode yang digunakan tersebar luas di antara dua kategori, statis dan
dinamis.
Metode statis
Dalam metode statis, suatu campuran dibuat dalam keadaan kesetimbangan dan konsentrasi
spesies nya dalam fase larutan ditentukan melalui analisis kimia. Hal ini biasanya memerlukan
pemisahan fase padat dari larutannya. Untuk melakukan hal ini, kesetimbangan dan pemisahan
harus dilakukan dalam ruangan dengan suhu terkendali. Konsentrasi yang sangat rendah dapat
diukur jika jejak radioaktif terkumpul dalam fase padat.
Variasi metode statis adalah dengan menambahkan larutan zat dalam pelarut tak berair,
misalnya dimetil sulfoksida, ke dalam campuran dapar berair. Pengendapan cepat dapat terjadi
menghasilkan campuran keruh. Kelarutan diukur untuk campuran semacam ini dikenal sebagai
"kelarutan kinetik". Kekeruhan terjadi akibat partikel endapan sangat halus
menghasilkan hamburan Tyndall. Kenyataannya, partikel-partikel tersebut sangat halus
sehingga efek ukuran partikel menjadi berperan dan kelarutan kinetik seringkali lebih besar
daripada kelarutan kesetimbangan. Seiring berjalannya waktu, kekeruhan akan menghilang
karena pertumbuhan ukuran kristal, dan pada gilirannya kesetimbangan tercapai dalam proses
yang dikenal sebagai pemeraman endapan (bahasa Inggris: aging of precipitate).
Metode dinamis
Nilai kelarutan asam, basa, dan amfoter organik dalam bidang farmasi dapat diperoleh melalui
proses yang disebut "Mengejar kelarutan kesetimbangan" ("Chasing equilibrium
solubility"). Dalam prosedur ini, sejumlah zat dilarutkan terlebih dahulu pada pH di mana ia
berada dalam bentuk ionnya dan kemudian diendapkan dalam bentuk netral (tak terionisasi)
dengan mengubah pH lingkungannya. Selanjutnya, laju perubahan pH akibat pengendapan atau
pelarutan dimonitor dan titran asam kuat atau basa kuat ditambahkan untuk mengatur pH untuk
menentukan kondisi kesetimbangan jika kedua laju adalah sama. Keuntungan metode ini adalah
relatif cepat karena jumlah endapat yang terbentuk sangat kecil. Namun, kinerja metode ini dapat
dipengaruhi oleh pembentukan larutan lewat jenuh.
Berdasarkan hukum fasa Gibbs, jumlah terkecil variabel bebas yang diperlukan untuk
menyatakan keadaan suatu sistem dengan tepat pada kesetimbangan diungkapkan sebagai :
F = C–P+2
dimana,
C = jumlah komponen
P = jumlah fasa
Dalam ungkapan diatas, kesetimbangan dipengaruhi oleh suhu, tekaanan dan komposisi sistem.
Jumlah derajat kebebasan untuk sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap dapat
dinyatakan sebagai :
F = 3–P
Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa, maka F = 2, berarti untuk menyatakan
keadaan sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua komponennya. Sedangkan
bila dalam sistem terdapat dua fasa dalam kesetimbangan,maka F = 1, berarti hanya satu
komponen yang harus ditentukan konsentrasinya dan konsentrasi komponen yang lain sudah
tertentu berdasarkan diagram fasa untuk sistem tersebut. Oleh karena sistem tiga kompoen pada
suhu dan tekanan tetap mempunyai jumlah derajat kebebasan paling banyak dua, maka diagram
fasa sistem ini dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga samasisi yang
disebut diagram terner.
diagram terner dapat dilihat pada gambar (1) dan (2) di bawah ini.
Titik A, B dan C menyatakan kompoenen murni. Titik-titik pada sisi Ab, BC dan Ac
menyatakan fraksi dari dua komponen, sedangkan titik didalam segitiga menyatakan
fraksi dari tiga komponen. Titik P menyatakan suatu campuran dengan fraksi dari A, B
dan C masing-masing sebanyak x, y dan z.
Beberapa metode dapat dilakukan untuk menentukan indeks bias zat cair, namun metode yang
ada saat ini penggunannya cukup rumit dan memakan banyak biaya. Oleh karena itu, perlu
adanya metode yang mudah dan sederhana sebagai alternatif mengukur nilai indeks bias zat cair
tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur indeks bias zat cair melalui metode pembiasan
menggunakan plan paralel. Hasil penelitian menunjukkan nilai indeks bias air, alkohol dan
gliserin sebesar 1,304±0,043; 1,374±0,045; dan 1,504±0,044. Nilai indeks bias tersebut masih
berada pada rentang nilai indeks bias data laboratorium yaitu 1,333(air); 1,361(alkohol); dan
1,500(gliserin). Ternyata metode pembiasan menggunakan plan paralel dapat menjadi alternatif
dalam menentukan indeks bias zat cair.
PENDAHULUAN Pengukuran indeks bias dalam industri dapat digunakan untuk menemukan
parameter fisik berupa konsentrasi, suhu, tekanan dan lain-lain (Govindan et al., 2009). Menurut
Bojan et al. (2007), indeks bias larutan adalah parameter karakteristik yang sangat penting dan
beberapa parameter terkait seperti suhu, konsentrasi, dll, dapat diperkirakan dari itu. Indeks bias
dan viskositas memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya sebagai
parameter kualitas minyak goreng dimana minyak yang memiliki kualitas paling baik yaitu
minyak yang memiliki indeks bias dan viskositas yang tinggi (Sutiah et al., 2008). Indeks bias
suatu zat merupakan ukuran kelajuan cahaya di dalam zat cair dibanding ketika di udara
(Murdaka et al., 2010). Indeks bias merupakan salah satu dari beberapa sifat optis yang penting
dari medium. Dalam bidang kimia, pengukuran terhadap indeks bias secara luas telah digunakan
antara lain untuk mengetahui konsentrasi larutan (Subedi et al., 2006) dan mengetahui komposisi
bahan-bahan penyusun larutan. Indeks bias juga dapat digunakan untuk mengetahui kualitas
suatu larutan. Penelitian yang dilakukan oleh Yunus et al. (2009) menunjukkan bahwa indeks
bias dapat digunakan untuk menentukan kemurniandan kadaluarsa dari oli. Sedangkan penelitian
yang dilakukan Sutiah et al. (2008) menunjukkan bahwa indeks bias dapat digunakan untuk
menentukan kemurnian minyak goreng. Indeks bias menyatakan perbandingan (rasio) antara
kelajuan cahaya di ruang hampa terhadap kelajuan cahaya di dalam bahan. Cepat rambat
gelombang cahaya di ruang hampa sebesar c. Jika melalui suatu medium maka cahaya tersebut
akan mengalami perubahan kecepatan menjadi v, dimana besarnya v jauh lebih kecil
dibandingkan cepat rambang cahaya di ruang hampa c. Ketika cahaya merambat di dalam suatu
bahan, kelajuannya akan turun sebesar suatu faktor yang ditentukan oleh karakteristik bahan
yang dinamakan indeks bias (n). Pernyataan tersebut dapat dituliskan dalam persamaan berikut:
(1) n = Indeks Bias c = laju cahaya dalam ruang hampa ( 3 x 108 m/s) v = kecepatan laju cahaya
dalam medium Beberapa nilai indeks bias zat cait disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Tabel Indeks Bias Beberapa Zat Medium n=c/v Udara hampa 1,000 Udara pada STP
1,0003 Karbondioksida 1,00045 Helium 1,000036 Hidrogen 1,000132 Air 1,333 Es 1,31
Alkohol 1,36 Etil 1,48 Gliserol 1,50 Benzena 1,46 Kaca 1,52 Beberapa metode dapat digunakan
dalam menentukan indeks bias dari berbagai jenis zat cair maupun larutan seperti interferometri
Michelson, interferometri Fabry-Perot, dan interferometri Mach-Zender serta menggunakan
refraktometer dan spektrometer. Menurut Fahrurazi (2006), metode-metode interferometri
Michelson dapat mengukur indeks bias sangat teliti. Namun penggunaan metode-metode tersebut
cukup rumit dan memakan banyak waktu dan biaya. Oleh karena itu perlu adanya metode
alternatif yang mudah dan sederhana dalam menentukan indeks bias khususnya indeks bias zat
cair. Penelitian ini menawarkan sebuah metode yang sederhana dan mudah dilakukan untuk
mengukur indeks bias zat cair, yaitu metode pembiasan menggunakan plan paralel. Kita ketahui
bahwa jika seberkas cahaya mengenai sebuah benda maka yang akan terjadi cahaya tersebut
sebagian akan dipantulkan, diserap dan diteruskan. Apabila cahaya tersebut mengenai zat cair
seperti air, maka cahaya tersebut akan diteruskan dengan berkas cahaya yang diteruskan seolah-
olah dibelokkan dari arah datangnya cahaya. Peristiwa pembelokan cahaya ini biasa dikenal
dengan pembiasan. Seberkas cahaya yang melewati medium dengan kerapatan yang berbeda,
cahaya tersebut akan mengalami perubahan kecapatan. Perubahan cepat rambat gelombang
cahaya ini yang menyebabkan cahaya mengalami pembiasan. Sedangkan Plan Paralel merupakan
bangun tiga dimensi yang dibatasi oleh sisi-sisi yang sejajar.
Gambar 1 menunjukkan kotak plan paralel yang memiliki 3 pasang sisi sejajar. Pada penelitian
ini kotak plan paralel menggunakan bahan plastik transparan yang dapat diisi dengan zat cair.
Sehingga pada saat cahaya memasuki dan keluar plan paralel yang terisi zat cair, cahaya akan
mengalami pembiasan. Metode pembiasan menggunakan plan paralel akan mencoba mengukur
indeks bias air, alkohol dan gliserin. Harapannya indeks bias yang terukur pada penelitian ini
mendekati nilai indeks bias uji laboratorium yang terdapat pada Tabel 1. METODE Alat dan
bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya kotak plan paralel sebagai tempat zat cair
yang akan diukur indeks biasnya (dengan ketebalan bahan 1 mm), jarum pentul, busur derajat,
penggaris, kertas HVS, sterofom, alat tulis, air, alkohol dan gliserin. Parameter yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu indeks bias zat cair. Pengukuran indeks bias dilakukan melalui metode
pembiasan menggunakan plan paralel. Analisis data dilakukan menggunakan hukum Snellius:
(2) n1 = indeks bias medium pertama θ1 = sudut datang n2 = indeks bias mediium kedua θ2 =
sudut bias Gambar 2. Sketsa lintasan sinar datang dan sinar bias
- Garis BOC adalah garis yang tegak lurus kotak dan melalui titik B
Berdasarkan sketsa gambar di atas, tidak perlu mengukur sudut secara langsung. Nilai sinus
sudut datang dan sudut bias dapat dihitung berdasarkan pengukuran lokasi jatuhnya sinar datang
dan sinar bias. Berdasarkan gambar tersebut didapatkan (2) (3) Dengan mengambil indeks bias
udara n1= 1 dan indeks bias zat cair n2=n maka indeks bias zat cair dapat ditentukan dari rumus:
(4) Atau jika kita menggunakan besar sudut datang dan sudut bias, dapat kita masukkan dalan
persamaan berikut: (5) HASIL DAN PEMBAHASAN Dari penelitian diperoleh data pengukuran
yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Data Pengukuran indeks bias zat cair
Dengan menggunakan analisis data pengamatan, diperoleh nilai indeks bias terukur pada Tabel 3
sebagai beikut:
Melalui metode pembiasan menggunakan plan paralel ternyata diperoleh data pengukuran yang
mendekati dengan data laboratorium. Pada pengukuran indeks bias air diperoleh hasil
pengukuran 1,304±0,043 (dengan kesalahan relatif sebesar 3,29%), sedangkan pada alkohol
1,374±0,045 (dengan kesalahan relatif sebesar 3,27%) dan gliserin 1,505±0,044 (dengan
kesalahan relatif sebesar 2,92%) . Data tersebut berada pada rentang data indeks bias hasil
laboratorium untuk air 1,333, alkohol 1,361, dan gliserin 1,50. Penelitian ini menunjukkan
bahwa melalui metode pembiasan menggunakan plan paralel, kita dapat menentukan nilai indeks
bias dari beberapa zat cair, seperti air, alkohol dangliserin. Pada saat cahaya merambat melalui
dua medium yang berbeda kerapatannya maka cahaya akan mengalami perubahan kecepatan.
Peristiwa ini yang dikenal dengan pembiasan. Pada saat merambat di medium udara, cahaya
merambat dengan kecepatan v1 sedangkan saat merambat di medium zat cair kecepatannya akan
berubah menjadu v2 (dimana v1>v2). hukum snellius tentang pembiasan menyatakan bahwa jika
cahaya merambat dari medium yang kurang rapat (udara) menuju medium yang lebih rapat (zat
cair) maka cahaya akan dibelokkan mendekati garis normal. Sebaliknya jika cahaya merambat
dari medium yang rapat (zat cair) menuju medium yang kurang rapat (udara) maka cahaya akan
dibelokkan menjauhi garis normal. Prinsip inilah yang digunakan dalam penentuan indeks bias
pada penelitian kali ini. Hasil penelitian membuktikan bahwa indeks bias hasil pengukuran
menunjukkan nilai yang tidak jauh menyimpang dari indeks bias hasil laboratorium/tabel. Ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penyimpangan hasil pengukuran ini diantaranya
temperatur dan kekentalan zat cair. Menurut Hidayanto et al. (2010) indeks bias zat cair juga
dipengaruhi oleh kerapatan dari medium yang dilalui, juga merupakan fungsi dari konsentrasi zat
cair. Kecepatan cahaya dalam medium tergantung pada media itu sendiri, suhu dan panjang
gelombang. Hal ini senada dengan penelitian Brink, dkk, sebagaimana dikutip oleh Siagian
(2004) bahwa pada temperatur yang lebih tinggi kerapatan optik suatu zat itu berkurang,
sehingga indeks biaspun turun. Pemilihan bahan wadah yang tidak begitu tebal dan transparan
sangat diperlukan dalam penelitian ini agar dapat meminimalisir adanya pengaruh indeks bias
wadah terhadap indeks bias zat cair yang akan kita tentukan.