Anda di halaman 1dari 16

Manajemen Bencana Fase Prevention

Makalah ini disusun untuk memenuhi

tugas mata kuliah keperawatan Bencana

Kelompok 1:

1. Aditya Rahardian (SK117001)


2. Anis Saniyyah S (SK117004)
3. Ainur Rofiah (SK117003)
4. Ana Yesika E (SK118006)
5. Era Rismatika (SK117011)
6. Indri Hapsari (SK117016)
7. Sri Mulyani (SK117032)
8. Tri Kusumawati (SK117033)

Program Studi Ilmu Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Tahun Ajar 2020

KATA PENGANTAR
Kami mengucapkan puja dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah berjudul “Makalah Manajemen Bencana Fase
Prevention” ini dengan baik. Makalah ini tidak dapat selesai tanpa dukungan
moral dan materi yang diberikan dari berbagai pihak, maka penulis mengucapkan
terimakasih kepada:

1. Allah SWT. Yang telah meridhoi pembuatan makalah dengan baik.


2. Lestari Eko Darwati, M.Kep.,Ns. dan tim selaku dosen pengampu
Pendidikan dan Promosi Kesehatan
3. Orang tua penulis yang telah memberikan dorongan dan motivasi.
4. Teman- teman penulis yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
5. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun dari rekan- rekan
pembaca sangat dibutuhkan demi penyempurnaan makalah ini.

Kendal, 17 Maret 2020

Kelompok 1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................i

KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah................................................................................................3
1.3 Tujuan..................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Fase Preventif.......................................................................................................6

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulaan ........................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap wilayah tempat tinggal manusia memiliki resiko bencana.
Seringkali resiko tersebut tidak terbaca oleh komunitas dan karenanya
tidak dikelola dengan baik. Hal ini menyebabkan terkadang, dan mungkin
juga sering, bencana terjadi secara tak terduga-duga. Dampak paling awal
dari terjadinya bencana adalah kondisi darurat, dimana terjadi penurunan
drastis dalam kualitas hidup komunitas korban yang menyebabkan mereka
tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dengan
kapasitasnya sendiri. Kondisi ini harus bisa direspons secara cepat, dengan
tujuan utama pemenuhan kebutuhan dasar komunitas korban sehingga
kondisi kualitas hidup tidak makin parah atau bahkan bisa membaik.
Bencana harus ditangani secara menyeluruh setelah situasi darurat itu
direspons. Setiap akibat pasti punya sebab dan dampaknya, maka bencana
sebagai sebuah akibat pasti punya sebab dan dampaknya, agar penanganan
bencana tidak terbatas pada simpton simpton persoalan, tetapi menyentuh
substansi dan akar masalahnya. Dengan demikian kondisi darurat perlu
dipahami sebagai salah satu fase dari keseluruhan resiko bencana itu
sendiri. Penanganan kondisi darurat pun perlu diletakkan dalam sebuah
perspektif penanganan terhadap keseluruhan siklus bencana. Setelah
kondisi darurat, biasanya diikuti dengan kebutuhan pemulihan
(rehabilitasi), rekonstruksi (terutama menyangkut perbaikan-perbaikan
infrastruktur yang penting bagi keberlangsungan hidup komunitas), sampai
pada proses kesiapan terhadap bencana, dalam hal ini proses preventif.
Perbedaan mendasar ditemukan antara kerja dalam kondisi darurat
dengan kerja penguatan kapasitas masyarakat secara umum. Dalam
kondisi darurat, waktu kerusakan terjadi secara sangat cepat dan skala
kerusakan yang ditimbulkan pun biasanya sangat besar. Hal ini
menyebabkan perbedaan dalam karakteristik respon kondisi darurat.
Komitmen, kecekatan dan pemahaman situasi dan kondisi bencana
(termasuk konflik) dalam rangka memahami latar belakang kebiasaan,
kondisi fisik maupun mental komunitas korban dan karenanya kebutuhan
mereka, sangat dibutuhkan. Selain itu, sebuah kondisi darurat juga tidak
bisa menjadi legitimasi kerja pemberian bantuan yang asal-asalan. Dalam
hal ini perlu dipahami bahwa sumber daya sebesar apapun yang kita miliki
tidak akan cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan komunitas korban
bencana. Di sisi lain, sekecil apapun sumber daya yang kita miliki akan
memberikan arti bila didasarkan pada pemahaman kondisi yang baik dan
perencanaan yang tepat dan cepat, mengena pada kebutuhan yang paling
mendesak.
Bencana, apapun sebabnya, merupakan hal yang menganggu tatanan
masyarakat dalam segala aspeknya, baik psikologis, ekonomi, sosial
budaya maupun material. Jika kita mengamini faktum bahwa setiap orang
memiliki hak untuk hidup layak maka komunitas manapun yang
mengalami bencana berhak atas bantuan kemanusiaan dalam batas-batas
minimum

B. Rumusan masalah
1. Apa definisi bencana?
2. Bagaimana peran perawat dalam bencana?
3. Bagaimana penanggulangan di bidang kesehatan?
4. Bagaimana penyelenggaraan penanggulangan bencana ?
5. Bagaimana kesiapsiagaan yang harus dilakukan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi bencana
2. Untuk mengetahui peran perawat dalam bencana
3. Untuk mengetahui penanggulangan di bidang kesehatan
4. Untuk mengetahui penyelenggaraan penanggulangan bencana
5. Untuk mengetahui kesiapsiagaan yang harus dilakukan

BAB II

TEORI

A. Definisi Bencana (fase prevention)


Bencana adalah suatu fenomena alam yang terjadi yang menyebabkan
kerugian baik materiil dan spiritual pada pemerintah dan masyarakat
(Urata, 2008). Fenomena atau kondisi yang menjadi penyebab bencana
disebut hazard ( Urata, 2008).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia bencana adalah
peristiwa pada suatu wilayah yang mengakibatkan kerusakan ekologi,
kerugian ekologi, kerugian hidup bagi manusia serta menurunnya derajat
kesehatan sehingga memerlukan bantuan dari pihak luar (Effendy &
Mahfudli, 2009). Disaster menurut WHO adalah setiap kejadian, situasi,
kondisi yang terjadi dalam kehidupan ( Effendy & Mahfudli, 2009).
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana. Sebagaimana didefinisikan
dalam UU 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,
penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya
bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Sedangkan fase penanggulangan bencana pada tahap pencegahan
(prevention) adalah tindakan pencegahan yang harus dilaksanakan
antara lain berupa kegiatan untuk meningkatkan kesadaran atau
kepedulian mengenai bahaya bencana. Langkah-langkah pencegahan
difokuskan pada intervensi terhadap gejala-gejala alam dengan tujuan
agar menghindarkan terjadinya bencana dan atau menghindarkan
akibatnya dengan cara menghilangkan atau memperkecil kerawanan dan
meningkatkan ketahanan atau kemampuan terhadap bahaya.

B. Peran perawat dalam bencana


Peran perawat diharapkan dalam setiap bencana yang terjadi. Peran
perawat pada fase prevention meliputi :
a. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga
kesehatan dalam penanggulangan ancaman bencana untuk setiap
fasenya.
b. Perawat ikut terlibat dalam berbagai kegiatan pemerintahan,
organisasi lingkungan, Palang Merah Nasinal, maupun lembaga-
lembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan
simulasi memberikan tanggap bencana.
c. Perawat terlibat dalam promosi kesehatan dalam rangka
meningkatkan tanggap bencana, meliputi usaha pertolongan diri
sendiri, pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga dan
menolong anggota keluarga yang lain, pembekalan informs cara
menyimpan makanan dan minuman untuk persediaan, perawat
memberikan nomer telepon penting seperti nomer telepon
pemadam kebakaran, ambulans, rumah sakit, memberikan
informasi peralatan yang perlu dibawa (pakaian, senter).
C. Penanggulangan di bidang kesehatan (fase prevention)
Menurut kebijakan yang telah ditetapkan oleh mentri kesehatan indonesia
tepatnya pada keputusan MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 145/MENKES/SK/I/2007 Tentang Pedoman
Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan. Kegiatan penanggulangan
yang dilaksanakan meliputi :
1. Tingkat pusat
a. Membuat, menyebarluaskan dan memutakhirkan pedoman
penanggulangan bencana.
b. Membuat standard-standard penanggulangan bencana
c. Membuat peta geomedik
d. Mengadakan pelatihan setiap unit dan petugas yang terlibat dalam
penanggulangan bencana, termasuk didalamnya gladi posko dan
gladi lapang.
e. Infentarisasi sumberdaya kesehatan pemerintah dan swasta
termasuk LSM
f. Membuat standar dan mekanisme penerimaan bantuan dari dalam
dan luar negeri
g. Infentarisasi jenis dan lokasi kemungkinan terjadi bencana di
wilayahnya dengan mengupayakan informasi “early warning” atau
peringatan dini.
h. Membentuk tim reaksi cepat penanggulangan bencana.
i. Mengembangkan mitigasi dan kesiapsiagaan penanggulangan
bencana (sarana dan prasarana)
j. Mengadakan monitoring dan evaluasi terhdapat pelaksaan kesiap
siagaan penanggulangan bencana.
k. Mengembangkan sistem komunikasi dan informasi.
l. Koordinasi lintas program dan lintas sektor meliputi sinkronisasi
kegiatan penanggulangan bencana dari pusat sampai daerah.
2. Tingkat provinsi
Kepala dinas kesehatan provinsi melakukan kegiatan :
a. Membuat peta geomedik daerah rawan bencana
b. Membuat rencana kontinjensi (“contingency plan”)
c. Menyusun dan menyebarluaskan pedoman / protap
penanggulangan bencana.
d. Inventarisasi sumberdaya kesehatan pemerintah dan suasta
termasuk LSM.
e. Membentuk dan mengembangkan tim reaksi cepat.
f. Menyelenggarakan pelatihan termasuk didalamnya gladi posko dan
gladi lapang dengan melibatkan semua unit terkait.
g. Membentuk pusdalop penanggulangan bencana.
h. Melengkapi sarana atau fasilitas yang diperlukan termasuk
mengembangakan sistem komunikasi dan informasi di daerah
tersebut.
i. Melaukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
penanggulangan kesiap siagaan bencana
j. Mengadakan koordinasi lintas program dan lintas sektor meliputi
sinkronisasi kegiatan penanggulangan bencana dengan Pusat dan
Kabupaten/Kota.
3. Tingkat Kabupaten/Kota
Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota melaukan kegiatan:
a. Membuat rencana kegiatan upaya pencegahan, mitigasi dan
kesiapsiagaan penanggulangan bencana.
b. Membuat peta geomedik daerag rawan bencana.
c. Membuat rencana kontinjensi.
d. Menyelenggarakan pelatihan termasuk didalamnya gladi posko dan
gladi lapang dengan melibatkan semua unit terkait.
e. Membentuk dan mengembangkan tim reaksi cepat.
f. Membentuk pusdalop penanggulangan bencana.
g. Infentarisasi sumberdaya sesuai dengan potensi bahaya yang
munkin terjadi :
1) Jumlah dan lokasi puskesmas
2) Jumlah ambulans
3) Jumlah tenaga kesehatan
4) Jumlah RS termasuk fasilitas kesehatan lainnya
5) Obat dan perbekalan kesehatan
6) Unit transfusi darah
h. Mengadakan koordinasi lintas program dan lintas sektor meliputi
sinkronisasi kegiatan penanggulangan bencana dengan provinsi dan
kecamatan.
i. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
penanggulangan kesiap siagaan bencana
4. Tingkat kecamatan
Kepala puskesmas melakukan kegiatan:
a. Membuat peta geomedik daerah rawan bencana
b. Membuat jalur evakuasi
c. Mengadakan pelatihan
d. Inventarisasi sumberdaya sesuai dengan potensi bahaya yang
mungkin terjadi
e. Menerima dan menindaklanjuti informasi peringatan dini untuk
kesiapsiagaan bidang kesehatan
f. Membentuk tim kesehatan lapangan yang tergabung dalam satgas.
g. Mengadakan koordinasi lintas sektor.

D. Tahap penanggulangan bencana (fase pencegahan/prevention)


Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana. Sebagaimana didefinisikan
dalam UU 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,
penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya
bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Rangkaian kegiatan tersebut apabila digambarkan dalam siklus
penanggulangan bencana pada tahap prevention adalah sebagai berikut :
1. Tahap prevention yang meliputi:
a. Perencanaan penanggulangan bencana meliputi :
1) Pengenalan dan pengkajian ancaman bencana.
2) Pemahaman kerentanan masyarakat.
3) Analisa kemungkinan dampak bencana.
4) Pilihan tindakan pengurangan resiko bencana.
5) Penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak
bencana.
6) Alokasi tugas, kewewenangan dan sumber daya yang tersedia.
7) Penyusunan rencana penanggulangan bencana dikoordinasikan
dengan : BNPB untuk tingkat nasional, BPBD untuk tingkat
Provinsi, BPBD untuk tingkat Kabupaten/Kota dan ditetapkan
oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya untuk jangka waktu 5 tahun.
8) Rencana penanggulangan bencana ditinjau secara berkala
setiap 2 tahun sekali atau sewaktu waktu bila terjadi bencana.
9) Penyusunan rencana penanggulangan bencana dilakukan
berdasarkan pedoman yang ditetapakan oleh kepala BNPB.
Pengurangan resiko bencana dilakukan untuk mengurangi ancaman
dan kerentanan serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
menghadapai bencana melalui kegiatan :

1) Pengenalan dan pemantauan resiko bencana.


2) Perencanaan partisipatif penanggulangan bencana.
3) Pengembangan budaya sadar bencana.
4) Peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan
bencana.
5) Penerapan upaya fisik dan non fisik dan pengaturan
penanggulangan bencana.
6) Untuk melakukan upaya pengurangan resiko bencana
dilakukan penyusunan rencana aksi pengurangan resiko baik
secara nasional maupun daerah.
Pencegahan dilakukan dengan cara mengurangi ancaman dan
kerentanan pihak yang terancam bencana dengan melakukan
kegiatan meliputi :

1) Identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber


bahaya/ancaman bencana.
2) Kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya
alam yang secara tiba-tiba berpotensi menjadi sumber bencana.
3) Pemantauan penggunaan tehnologi.
4) Penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup.
5) Penguatan ketahanan sosial masyarakat.
Pemaduan dalam Perencanaan Pembangunan. Dilakukan oleh
pemerintah atau pemerintah daerah melalui koordinasi,integrasi dan
sinkronisasi dengan cara mencantumkan unsur-unsur rencana
penanggulangan bencana kedalam rencana pembangunan pusat dan
daerah.

Persyaratan Analisis Resiko Bencana. Setiap kegiatan pembangunan


yang mempunyai resiko tinggi yang dapat menimbulkan bencana
dilengkapi analisis resiko bencana sebagai bagian dari usaha
penanggulangan bencana sesuai kewenangannya, dan ditetapkan
oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang
ditunjukkan dalam dokumen yang disyahkan oleh pejabat
pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
selanjutnya BNPB melakukan pemantauan dan evaluasi atas
pelaksanaannya.

Pelaksanaan dan penegakan tata ruang. Dilakukan untuk


mengurangi resiko bencana yang mencakup pemberlakuan
peraturan tentang penataan ruang, standard keselamatan dan
penerapan sanksi terhadap pelanggar dimana pemerintah secara
berkala melaksanakan pemantauan & evaluasi.

Pendidikan dan Pelatihan serta Persyaratan Standard Teknis


Penanggulangan Bencana. Dilaksanakan dan ditetapkan oleh
pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

a. Situasi terdapat potensi bencana


a. Kesiap siagaan.Kesiap siagaan dalam situasi terdapat potensi
terjadinya bencana dilakukan melalui :
1) Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan darurat
bencana.
2) Pengorganisasian, pemasangan dan pengujian sistim peringatan
dini.
3) Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan
kebutuhan dasar.
4) Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan dan geladi tentang
mekanisme tanggap darurat.
5) Penyiapan lokasi evakuasi.
6) Penyusunan data akurat, informasi dan pemutahiran prosedur
tetap tanggap darurat bencana.
7) Penyediaan dan penyiapan bahan, barang dan peralatan untuk
pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.
b. Peringatan Dini. Dilakukan untuk pengambilan tindakan
cepat dan tepat dalam rangka mengurangi resiko terkena bencana
serta mempersiapkan tindakan tanggap darurat dan dilakukan
melalui :
1) Pengamatan gejala bencana.
2) Analisis hasil pengamatan gejala bencana.
3) Pengambilan keputusan oleh pihak yang berwenang.
4) Penyebar luasan informasi tentang peringatan bencana.
5) Pengambilan tindakan oleh masyarakat.
c. Mitigasi. Dilakukan untuk mengurangi resiko bencana bagi
masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana, yang
dilakukan melalui :
1) Pelaksanaan tata ruang yang berdasarkan analisis resiko
bencana.
2) Pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur dan tata
bangunan.
3) Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan baik
secara konvensional maupun modern.
2. Saat Tanggap Darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana
Tahapan bencana yang digambarkan di atas, sebaiknya tidak dipahami
sebagai suatu pembagian tahapan yang tegas, dimana kegiatan pada tahap
tertentu akan berakhir pada saat tahapan berikutnya dimulai. Akan tetapi
harus dipahami bahwa setiap waktu semua tahapan dilaksanakan secara
bersama-sama dengan porsi kegiatan yang berbeda. Misalnya pada tahap
pemulihan, kegiatan utamanya adalah pemulihan tetapi kegiatan
pencegahan dan mitigasi juga sudah dimulai untuk mengantisipasi bencana
yang akan datang.
E. Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta
benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan
yang dilakukan pada tahap pencegahan (prevention) apabila bencana
mulai teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain:
1. Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur
pendukungnya.
2. Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor
Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan
pekerjaan umum).
3. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan.
4. Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
5. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu
guna mendukung tugas kebencanaan.
6. Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini ( early
warning )
7. Penyusunan rencana kontinjensi ( contingency plan )
8. Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan)
Upaya – upaya yang difokuskan kepada pengembangan rencana – rencana
untuk menghadapi bencana. Kegiatan kesiapsiagaan pada pra bencana
(prevention), diantaranya adalah :
1. Penyusunan rencana kontinjensi
2. Penyiapan sarana dan prasarana kesehatan (alat kesehatan, obat dan
bahan habis pakai serta perbekalan penunjang dan lain – lain)
3. Penyiapan dana operasional
4. Pembentukan tim reaksi cepat (BSB)
5. Pengembangan sistem peringatan dini
6. Penyebarluasan informasi:
a. Masalah kesehatan akibat bencana
b. Usaha – usaha penyelamatan yang harus diambil oleh individu
keluarga dan masyarakat korban
c. Bagaimana menolong warga masyarakat lain
d. Rencana pemerintah dalam upaya membantu masyarakat
e. Bagaimana bertahan dengan perlindungan atau peralatan dan
bahan yang ada sebelum bantuan datang.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di beberapa daerah di Indonesia merupakan daerah yang rawan
bencana. Dengan banyaknya bencana, kesiagaan dan pelaksanaan tanggap
bencana harus dilakukan dengan baik. Karena dampak yang ditimbulkan
bencana tidaklah sederhana, maka penanganan korban bencana harus
dilakukan dengan terkoordinasi dengan baik sehingga korban yang
mengalami berbagai sakit baik fisik, sosial, dan emosional dapat ditangani
dengan baik dan manusiawi.
Perawat sebagai kaum yang telah dibekali dasar-dasar kejiwaan
kebencanaan dapat melakukan berbagai tindakan tanggap bencana.
Seharusnya modal itu dimanfaatkan oleh mahasiswa keperawatan agar
secara aktif turut melakukan tindakan tanggap bencana.

Anda mungkin juga menyukai