Anda di halaman 1dari 17

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut data WHO (World Health Organization) seluruh dunia sekitar 972
juta orang atau 26,45 orang diseluruh dunia mengidap hipertensi, angka ini akan
memungkinkan meningkat menjadi 29,2% ditahun 2025. Dari 972 juta mengidap
hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 berada dinegara berkembang,
termasuk indonesia (Yonata, 2016). Penyakit terbanyak pada usia lanjut
berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 adalah hipertensi, dengan
pravalensi 45,9% pada usia 55-64 tahun, 57,6% pada usia 65 tahun, 74% dan
63,8% pada usia lebih dari 75 tahun (Kemenkes RI, 2013).
Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko utama yang menyebabkan
serangan jantung dan stroke, yang menyerang sebagian besar penduduk dunia.
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg
atau lebih untuk usia 13 – 50 tahun dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg
untuk usia di atas 50 tahun. Pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali
untuk lebih memastikan keadaan tersebut (WHO, 2005).
Hipertensi dapat dikelompokan menjadi dua jenis, yaitu: Hipertensi primer
atau essensial dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer adalah hipertensi yang
tidak atau belum diketahui penyebabnya. Hipertensi primer menyebabkan
perubahan pada jantung dan pembuluh darah. Sedangkan hipertensi sekunder
adalah hipertensi yang disebabkan atau sebagai akibat dari adanya penyakit lain
dan biasanya penyebabnya sudah diketahui, seperti penyakit ginjal dan kelainan
hormonal atau pemakaian obat tertentu (Anggraini, 2009)
Strategi penatalaksanaan hipertensi meliputi terapi non farmakologi seperti
modifikasi gaya hidup dan diet dan terapi farmakologi untuk mencapai target
terapi hipertensi. Dalam penanganannya, diperlukan kerjasama antara tim medis,
pasien, serta keluarga dan lingkungan. Edukasi terhadap pasien dan keluarga
tentang penyakit dan komplikasi akan membantu memperbaiki hasil pengobatan,
serta diharapkan dapat membantu memperbaiki kualitas hidup penderita.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

1
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi didefinisikan dengan meningkatnya tekanan darah arteri yang
persisten. The seventh join national committee mengklasifikasikan tekanan darah
pada orang dewasa seperti yang tertera pada tabel 1.
Penderita dengan tekanan darah diastolic (TDD) kurang dari 90mm Hg dan
tekanan darah systolic (TDS) lebih besar sama dengan 140mm Hg mengalami
hipertensi sistoloic terisolasi.
Krisis hipertensi (tekanan darah diatas 180/120 mm Hg) dapat dikategorikan
sebagai hipertensi darurat (meningkatkan tekanan darah akut atau disertai
kerusakan organ) atau hipertensi gawat (beberapa tekanan darah meningkat tidak
akut)
2. Etiologi Hipertensi
Kegagalan terapi dapat disebabkan oleh induksi mekanisme kompensasi yang
mempengaruhi efektivitas rejimen anti hipertensi. Pada kebanyakan kasus,
resistensi tampaknya berkaitan dengan kurangnya ketaatan pasien, interaksi obat,
dosis obat yang tidak tepat.
Menurut WHO-ISH 1999, penyebab hipertensi refrakter yaitu:
a. Penyebab sekunder yang tidak diduga (renal dan endokrin).
b. Kurang taat terhadap perencanaan terapi.
c. Masih mengkonsumsi obat-obat yang menaikkan tekanan darah.
d. Gagal mengikuti modifikasi gaya hidup.
e. Penambahan berat badan.
f. Volume overload akibat terapi diuretic yang tidak adekuat.
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Hipertensi primer (esensial )
Hipertensi primer/esensial merupakan hipertensi tanpa kelainan
dasar patologi yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi
esensial. alkohol, kebiasaan merokok, tingginya asupan garam,kurang
olahraga, stress, dan lain-lain (Ganong. W.F, 2005)

b. Hipertensi sekunder

2
Hipertensi sekunder bernilai kurang dari 10% kasus hipertensi.
Pada umumnya kasus ini disebabkan oleh ginjal kronik atau renovaskular
(Dipiro. J.T, et al, 2005). Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun
tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan
menaikkan tekanan darah seperti penggunaan kartikosteroid, estrogen,
NSAID, dan lain-lain (Depkes RI, 2006).
3. Klasifikasi Hipertensi
A. Berdasarkan Perioritas Pengobatan
1. Hipertensi Emergency (darurat)
Merupakan hipertensi yang ditandai dengan TD Diastolik > 120 mmHg,
disertai kerusakan berat dari organ sasaran yang disebabkan oleh satu atau
penyakit akut. Keterlambatan pengobatan akan pengobatan akan
menyebabkan kmatian (Anwar. C.H, 1991)
2. Hipertensi urgency (mendesak)
Merupakan hipertensi yang yang ditandai dengan TD Diastolik > 120
mmHg dan dengan tanpa kerusakan /komplikasi minimum dari organ
sasaran. TD harus diturunkan dalam waktu 24 jam sampai batas yang
aman melakukan terapi pareteral (Anwar. C.H, 1991)
B. Berdasarkan Derajat Tekanan Darah
Tabel 1: Klasifikasi tekanan darah pada manusia dewasa (JNC 7, 2003)
Sistolik Diastolik
Kategori
(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥160 ≥100
C. berdasarkan usia dan penyakit
1. Hipertensi pada orang tua
 Penderita hipertensi pada orang tua dapat juga terjadi hipertensi sistolik
yang terisolasi atau peningkatan SBP dan DBP. Data epidemiologi
mengindikasikan bahwa morbiditas dan mortalitas kardiovaskular
berhubungan dengan SBP daripada DBP pada penderita 50 keatas.

3
 Penderita orang tua umumnya lebih sensitive terhadap pengosongan
volume dan inhibisi simpatetik serta pengobatan yang diberikan secara
umum sebaiknya diawali dengan dosis kecil diuretic (misalnya
hydrochlorothiazide 12,5 mg) dan meningkat secara bertahap.
 Jika diuretic digunakan tunggal tidak dapat menurunkan SBP, obat
inhibitor ACE dapat diitambahkan dalam dosis rendah kemudian
ditingkatkan secara bertahap, betablocker merupakan pilihan pertama
obat anti hipertensi pada orang tua dengan hipertensi dan angina, serta
inhibitor ACE sangat baik untuk penderita diabetes atau gagal jantung.
2. Hipertensi pada anak-anak dan remaja
 Pada beberapa kasus factor-faktor hipertensi pada anak-anak sama
dengan pada orang dewasa. Walaupun hipertensi sekunder lebih umum
terjadi di anak-anak dari pada orang dewasa.
 Penyakit ginjal (pyelonephritis, glomerulonephritis, stenosis atrteri
ginjal, cysts ginjal) merupakan kasus yang umum terjadi
padanhipertensi sekunder anak-anak.
 Penanganan non farmakolgi merupakan korner stone terapi pada
hipertensi primer. Diuretik, betablocker, dan inhibitor ACE merupakan
anti hipertensi yang efektif.
 Inhibitor ACE dan ARBs kontra indikasi pada wanita karna sangat
berpotensi menyebabkan efek teratogenic dan stenosis arteri ginjal, atau
stenosi unilaterar pada ginjal soliter.
 Aktivitas yang lama dari CCBs dihydropiridin telah sukses digunakan
untuk anak-anak tetapi jangka panjang keamanannya masih belum
diketahui.
3. Hipertensi pada Ibu hamil (Preklampsia)
 Preklampsia dapat dengan cepat terjadi kompilakasi pada ibu dan janin,
pada umumnya terjadi setelah 20 minggu kehamilan pada wanita
primigravid. Diagnosisnya berdasarkan pada nilai hipertensi
(>140/90mmHg) setelah 20 minggu proteinuria.
 Pengobatan preklampsia tidak dapat dirubah dan hal ini diindikasi jika
terdapat frank eclampsia (preklampsia dan konvulsi). Jika tidak

4
pengukuran aktivitas restriksi, istirahat total, monitoring tertutup perlu
dilakukan. Kontriksi garam atau pengukuran lainnya yang mengurangi
volume darah harus dihindari. Antihipertensi digunakan terutama untuk
jika DBP lebih tinggi dari 105 atau 110 mmHG atau, dengan target
DBP 95 – 105 mmHg. Obat yang biasa digunakan adalah hydralazine
intravena, intravena labetalol juga efektif.
 Hipertensi kronik juga terjadi sebelum 20 minggu kehamilan.
Methyldopa dapat dipertimbangkan sebagai pilihan terapi obat.
Betabloker, labetolol, dan CCBs dapat juga digunakan sebagai
alternatif. Inhibitor ACE dan ARBs sangat KI untuk ibu hamil.
4. Hipertensi dengan penyakit Pulmonari dan Arterial Perifer
 Betabloker nonselektif sebaiknya dihindari pada penderita hipertensi
dengan asma, COPD, dan penyakit vaskular perifer.
 α/β bloker, carvedilol, dan labetalol dapat digunakan pada penyakit
arterial periferal karena tidak menyebabkan kontriksi seperti halnya β-
bloker. Meskipun demikian α/β-bloker sebaiknya dihindari pada
penderita asma atau COPD.
 Obat α β1 selektif dapat dipilih untuk pengobatan pada penderita
hipertensi dengan asma mild-moderat atau COPD dapat menerima β-
bloker untuk menangani compelling indication.
5. Hipertensi dengan Dislipidemia
 Dislipidemia merupakan faktor resiko utama kardiovaskular dan
sebaiknya dikontrol pada penderita hipertensi.
 Diuretik thiazid dan β-bloker tanpa ISA dapat menyerang lipid serum,
tetapi efek ini pada umumnya transient dan tidak ada konsekuensi
klinik.
 α-bloker telah menunjukkan beberapa efek (menurunkan kolesterol
LDL dan meningkatkan kadar kolesterol HDL). Karena obat ini tidak
menurunkan resiko kardiovaskular seefektif diuretic thiazid,
keuntungan ini tidak sesuai secara klinik.
 Inhibitor ACE dan CCBs tidak memberikan efek pada kolesterol serum.
4. Patofisiologi Hipertensi

5
Hipertensi merupakan merupakana penyakit heterogenn yang dapat
disebabkan oleh penyebab yang spesifik (hipertensi sekunder) atau mekanisme
patofisiologi yang tidak diketahui penyebabnya (hipertensi primer atau essensial).
Hipertensi sekunder bernilai kurang dari 10% kasus hipertensi, pada umumnya
kasus tersebut disebabkan oleh penyakit ginjal kronik atau renovascular. Kondisi
lain yang dapat menyebabkan hiperntesi sekunder antara lain :
pheoorhrormocytoma, sindrom cushing C, hiper tiroid, hiperparatiroid,
aldosterone primer, kehamilan, obstruktif slepp apnea, dan kerusakan aorta.
Beberapa obat yang dapat meningkatkan tekanan darah adalah kartikostreoid,
estrogen, AINS (Anti Inflamasi Non Streroid), amphetamine, sibultramine,
siklosporin, tacrolimus, erythropoientin, dan venlafaxine.
Multifaktor yang dapat menimbulkan hipertensi primer adalah :
• Ketidaknormalan humoral meliputi system renin-angiostensin-
aldosterone, hormone natriuretic, atau hyperinsulinemia.
• Masalah patologi pada system saraf pusat, serabut saraf otonom, volume
plasma, dan kontriksi anterior.
• Defisiensi senyawa sintesis atau vasodilator pada endoterium vascular,
misalnya prostasiklin, bradykinin, dan nitrit oksida, atau terjadinya
peningktan produksi senyawa vasokonstriktor seperti angiostensin 2 dan
endotelin 1.

Angiostensin I
Angiostensin I konverting
Enzyme

6
Angiotensin II

↑ Sekresi Hormon ADH Stimulasi sekresi aldosteron dari


korteks adrenal

Urin sedikit (pekat) & ↑ osmolaritas


↓ Ekskresi NaCl dg mereabsopsinya
ditubulus ginjal

Mengentalkan

↑ Kosentrasi NaCl
dipembuluh Darah
Menarik cairan intraseluler→ekstraseluler

Diencerkan dg ↑ volume ekstraseluler


Volume darah ↑

↑ volume darah
Tekanan darah ↑

Tekanan darah ↑

Gambar 1. Skema Patofisiologi hipertensi (Kuswardani RAT, 2006)

5. Terapi Hipertensi
Golongan Obat Hipertensi:
1. Diuretik

7
Golongan diuretik bekerja dengan cara meningkatan ekskresi garam dan
air, menghambat retensi garam dan air sehingga menurunkan volume darah
dan cairan ekstraseluler, akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan
akhirnya tekanan darah menjadi turun (Ganiswara. S.G, 1995).
2. Penghambat ACE (Angiostensin Converting Enzym)
Penghambatan terhadap enzim ini akan menurunkan kadar
angiostensin II dan menghambat inaktivasi bradikinin, yang merupakan
suatu vasodilator yang bekerja dengan cara merangsang pelepasan nitrat
oksida, prostaglandin E2 dan prostasiklin. Angiostensin II merupakan
vasokonstriktor kuat yang juga akan merangsang pelepasan aldosteron.
Penghambat angiostensis II akan menurunkan tahanan perifer, sehingga
menyebabkan menurunnya tekanan darah. Obat yang termasuk golongan
ini adalah kaptopril, lisinopril, dan enalapril (Katzung. B.G, 2001)
3. Antagonis Angiostensin II
Golongan obat ini menjadi penyekat yang efektif dalam menghambat
angiostensin. Obat ini tidak memilki efek terhadap metabolisme
bradikinin. Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah losartan dan
valsartan (Katzung. B.G, 2001).
4. β - Bloker
Golongan ini bekerja dengan cara menurunkan curah jantung,
menghambat sistem saraf simpatis, dan menghambat pelepasan renin dari
ginjal. Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah atenolol, propanolol,
dan bisoprolol (Ganiswara. S.G, 1995).
5. Penghambat α1-Adrenergik
Golongan ini bekerja dengan menghambat reseptor α1 dengan
menghambat ambilan katekolamin pada sel otot polos pembuluh darah,
sehingga menyebabkan vasodilatasi. Golongan obat ini dapat
menyebabkan terjadinya retensi natrium dan air. Oleh karena itu,
pemberian obat golongan ini diberikan bersama dengan obat golongan
diuretik. Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah prazosin, terazosin,
dan doksazosin ( Dipiro. J.T, et al 2005).
6. Agonis α2-adrenergik sentral

8
Perangsangan reseptor ini dapat menurunkan aliran keluar simpatis dari
pusat vasomotor. Dengan demikian dapat menimbulkan penurunan laju
jantung,resistensi perifer, dan reflek baroreseptor. Obat-obat yang
termasuk golongan ini adalah metil dopa dan klonidin (Tripathi. K.D,
2003).
7. Antagonis Kalsium
Golongan ini bekerja dengan cara memblok masuknya kalsium
memulai kanal yang terdapat pada otot polos jantung dan pembuluh darah
koroner, sehingga menyebabkan terjadinya relaksasi dan menyebabkan
melebarnya pembuluh darah. Obat-obat yang termasuk golongan ini
adalah amilodipin, diltiazem, dan verapamil (Ganiswara. S.G, 1995).
8. Antagonis Adrenergik perifer
Golongan ini menyebabkan deplesi norepinefrin pada ujung saraf
simpatis. Penurunan tekanan darah yang terjadi merupakan kombinasi
penurunan curah jantung dan penurunan tahanan vaskular perifer. Obat
yang termasuk golongan ini adalah reserpin (Katzung. B.G, 2001).
9. Vasodilator
Golongan ini menyebabkan relaksasi otot polos arteriol sehingga
menurunkan tahanan vaskular. Obat ini menyebabkan peningkatan aliran
keluar simpatis dari pusat vasomotor, sehingga menimbulkan peningkatan
laju jantung, curah jantung, dan sekresi renin. Oleh karena itu, penggunaan
obat ini harus dikombinasi dengan diuretik dan antagonis β-adrenergik.
Obat obat yang termasuk golongan ini adalah hidralazin dan minoksidil
(Katzung. B.G, 2001).

9
Gambar 2. Struktural Obat Anti Hipertensi
Pemberian Informasi Obat:
1. Diuretik
a. Thiazide (Hydrochlorothiazide (HCT))
Indikasi: Hipertensi, edema, merupakan obat anti hipertensi lini pertama
pada pasien hipertensi tanpa komplikasi. Hipertensi pada lansia.
Kontra Indikasi: Hipokalemia refrakter, hiperkalsemia, gangguan ginjal
atau hati berat, kehamilan dan menyusui
Efek samping: Hiponatremia, hipokalemia, hipomagnemia, hiperkalsemia,
menghambat ekskresi asam urat dari ginjal, meningkatkan kadar kolesterol
LDL dan trigliserida.
Mekanisme Kerja: meningkatkan ekskresi natrium, air, dan klorida
sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler.
Penyimpanan: Disimpan pada suhu ruangan dan jauhkan dari cahaya
matahari.
Kemasan: Oral

b. Loop Diuretik (Furosemide)

10
Indikasi: Pasien dengan retensi cairan yang berat (edema),hypertensive
heart failure, edema paru akut, sirosis hepatis.
Kontra Indikasi: hipovolemia, hiponatremia, anuri (obstruksi post renal),
pasien yang alergi terhadap preparat sulfat.
Efek samping: hipotensi hiponatremia, hipokalemia, hiperurisemia,
ototoksisitas, hiperglisemia, meningkatkan LDL dan menurunkan HDL.
Mekanisme Kerja: memiliki kerja yang lebih cepat dan efek diuretiknya
lebih kuat dibandingkan golongan thiazide.
Interaksi obat: pemberian bersama: Aminoglikosida dan cisplatin :
meningkatkan ototoksisitas ; Aminoglikosida dan cefaloridin: meningkatkan
nefrotoksisitas. ACE inhihibitor: penurunan tekanan darah secara tajam.
Penyimpanan: Disimpan pada suhu ruangan dan jauhkan dari cahaya
matahari.
Kemasan: Oral dan Injeksi intravena
c. Diuretik Hemat Kalium (Spironolakton)
Indikasi: Edema dan ascites pada sirosis hati, ascites maliknan, sindrom
nefrotik, gagal jantung kongestif.
Efek samping: gangguan saluran cerna, himpotensi, menstruasi tidak
teratur, sakit kepala, ruam kulit, hiperkalemia, hiponatremia, dan gangguan
darah.
Interaksi Obat: dapat menimbulkan hiperkalemia bila dikombinasi dengan
ACE inhibitor, ARB, Beta bloker, OAINS dan suplemen kalium.
Penyimpanan: Disimpan pada suhu ruangan dan jauhkan dari cahaya
matahari.
Kemasan: Oral
2. Calcium Channel Blocker (CCB)
Mekanisme kerja : CCB memiliki mekanisme memblokade kanal kalsium
pada membrane sehingga menghambat kalsium masuk kedalam sel.
Pemberian CCb akan menghambat kalsium masuk ke dalam sel sehingga
salah satu efeknya adalah menyebabkan vasodilatasi, memperlanbat lkaju
jantung, dan menurunkan kontraktilitas miokar sehingga menurunkan tekanan
darah.

11
a. Golongan fenilalkilamin
 Verapamil
Indikasi: Hipertensi, angina, aritmia (terutama SVT). Verapamil
biasanya diberikan kepada pasien yang kontraindikasi terhadap
betablocker.
Kontra indikasi: Penderita hipersensitifitas, syok kardiogenik, infark
miokar akut dengan komplikasi, AV blok derajat II-III kecuali (pada
pasien dangan pacu jantung), sindroma sick sinus ( kecuali pada pasien
dengan pacu jantung ), gagal jantung kongestif, flutter atau fibrilasi
atrium dengan jalur bypass (missal syndrome Wolff-Parkinson-White).
Efek samping: Konstipasi, pusing, mual, hipotensi, sakit kepala,
edema, edema paru, fatigue, dispnea, radikardia, AV blok, ruam.
Kemasan: Oral
b. Golongan bensotiazepine
 Diltiazem
Indikasi: Hipertensi essensial ringan sampai sedang. Hipertensi disertai
angia pektoris, takiaritmia, nefrofati diabetic, dan aterosklerotik carotis.
Kontra indikasi: bradikardi berat (denyut jantung dibawah 50
kali/menit), gagal jantung kongestif : gagal ventrikel kiri dengan
kongesti paru, blockade AV derajat II/III (kecuali digunakan pacu
jantung), sindrom penyakit sinus (sinus bradikardi, sinus arrest, sinus
atrial), kehamilan, menyusui, hipersensitif terhadap diltiazem.
Efek samping: bradikardi, blockade sinoartrial, blockade AV, jantung
berdebar, pusing, hipotensi, malaise, sakit kepala, muka merah dan
panas, gangguan saluran cerna, edema (terutama pada pergelangan
kaki).
c. Golongan dihidropiridine
 Nifedipine
Indikasi: Hipertensi, anginapectoris.
Kontra indikasi: Hipersensitifvitas, syok kardiogenik, stenosis aorta
lanjut, forpiria.

12
Efek samping: Pusing, sakit kepala, takikardi, flusing, palpitasi, edema
kaki, ruam kulit, mual, seing kensing, nyeri mata.
Kemasan: Oral
3. Inhibitor sistem rennin angiotensin
a. ACE Inhibitor (Captopril, Enalapril, Lisinopril, Ramipril, Imidapril).
Indikasi:
- penderita hipertensi dengan diabetes mellitus (ACEI dapat menurunkan
resistensi insulin)
- Penderita hipertensi dengan protein urea, gagal ginjal, pasca infark
miokard dengan gangguan fungsi diastolic
Kontra Indikasi: hipersensitif, wanita hamil (bersifat teratogenik), menyusui
(dieskresi kedalam asi dan berakibat buruk terhadap fungsi ginjal bayi),
hiperkalemia, stenosis arteri renalis bilateral atau unilateral pada keadaan
ginjal tunggal.
Efek Samping: Hipotensi, gangguan fungsi ginjal, batuk kering yang
menetap, Angioedema, ruam kulit, gangguan pengecapan, gangguan saluran
cerna, hiperkalemia, hipoglikemi, dan kelainan darah termasuk
trobositipenia, leukopeni, neutropenia
Interaksi Obat:
- pemberian bersama diuretic hemat kalium dapat menimbulkan
hiperkalemia.
- Pemberian bersama antasida mengurangi absorpsi ACE Inhibitor
- Pemberian bersama OAINS akan mengurangi efek antihipertensi ACE
inhibitor dan menambah resiko hiperkalemia.
b. Angiotensin reseptor bloker (Losartan, Valsartan, Candesartan, Irbesartan,
Telmisartan).
Indikasi: berguna untuk pasien yang harus menghentikan ACEI akibat
batuk yang persisten dan sebagai alternative dari ACEI dalam tatalaksana
gagal jantung atau nefropati akibat diabetes.
Kontra indikasi: kehamilan, menyusui, stenosis arteri renalis bilateral atau
stenosis pada satu-satunya ginjal yang masih berfungsi.

13
Efek samping: hipotensi pada pasien dengan kadar rennin tinggi seperti
hipovalemia, gagal jantung, hipertensi renovaskular, dan sirosis hepatis,
efek samping lain seperti pusing, skait kepala, diare, penurunan Hb, ruam,
abnormal taste sensation.
Interaksi obat: penggunaan bersama dnegan diuretic hemat kalium,
OAINS, dan suplementasi kalium akan menyebabkan hiperkalemia.
4. Vasodilator
Vasodilator yang tersedia : hydralazine, minoxidil dan sodium nitroprusside.
Hydralazine dan minoxidil sudah jarang digunakan sebagai obat anti
hipertensi karena pada penggunaan lama dilaporkan efektivitasnya berkurang
dan memiliki efek samping.
Sodium nitroprusside merupakan salah satu vasodilator yang digunakan untuk
hipertensi emergensi. Selain itu obat ini cepat dirusak oleh cahaya sehingga
membutuhkan infused khusus (warna hitam atau botol obat ditutup kertas
timah).
5. Penghambat Adrenergik
a. Beta Adrenergik Bloker (beta bloker non selektif: Propanolol dan
Carvedilol, beta bloker kardioselektif: atenolol, bisoprolol, metoprolol)
Indikasi: pasien hipertensi yang tekikardi, atau takiaritmia, pada pasien
hipertensi yang memiliki penyekit jantung koroner (Angina pectoris dan
pasca infark miokard.
Kontra Indikasi: Asama, PPOK, Gagal jantung, Shock kardiogenik,
Bronkospasme, hipotensi, Bradikardi.
Efek samping: Bradikardi, gagal jantung, hipotensi, gangguan konduksi,
bronkospasme, gangguan tidur, ruam kulit, gangguan saluran pencernaan.
Interaksi obat: bila digunakan bersama verapamil atau diltiazem
memnyebabkan efek penghambatan konduksi jantung meningkat.
- Bila digunakan bersama antihipertensi lain akan menyebabkan efek
antihipertensi meningkat.
- Bila digunakan bersama beta bloker pada pasien yang mendapat insulin
atau obat hipoglikemik oral, dapat menutupi gejala hipokalemia
b. Simpatolitik sentral (reserpine, methyl dopa, Clonidine)

14
Indikasi: Hipertensi ringan sampai sedang
Kontra Indikasi: depresi, penyakit hati, gagal ginjal berat
Efek Samping: Depresi, gangguan saluran cerna, mengantuk, ruam kulit,
mulut kering, hidung tersumbat, parkinsonisme, anemia.
c. Alfa Adrenergik bloker (Prazosin, doxazosin, terazosin)
Indikasi: hiopertensi, hyperplasia prostat jinak.
Kontra Indikasi: hipersensitif, hipotensi ortostatik, infeksi saluran kemih.
Efek samping: hipotensi ortistatik, pusing, sakit kepala, udema perifer,
impotensi.
6. Penatalaksanaan Hipertensi
A. Nonfarmakologi
Terapi nonfarmakologi merupakan pengobatan dengan beberapa
modifikasi pola hidup. Terapi ini berguna untuk menurunkan tekanan
darah, mencegah peningkatan tekanan darah yang lebih tinggi, dan secara
keseluruhan bertujuan untuk mengurangi resiko kardiovaskular
(Ganiswara, 1995). Modifikasi pola hidup dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut (Dipiro. J.T, et al, 2005) :
1. Mengurangi asupan garam
2. Mengurangi kelebihan berat badan
3. Berhenti merokok
4. Istirahat yang cukup
5. Olahraga yang teratur

B. Farmakologi
Tabel 2. Penatalaksanaan Terapi Hipertensi (Department of healt and
human services, 2003)

15
Klasifik TDS TDD Modifikasi Obat awal
asi mmH mmH gaya Tanpa indikasi Dengan indikasi

tekanan g g hidup
darah
Normal <120 <80 Anjuran Tidak perlu Gunakan obat yang
Pre- 120- 80-89 Ya
menggunakan spesifik dengan
Hiperte 139
obat indikasi (resiko).
nsi
antihipertensi.
Hiperte 140- 90-99 Ya Untuk semua Gunakan obat yang
nsi 159 kasus gunakan spesifik dengan
Stage 1 diuretic jenis indikasi (resiko),
thiazide, kemudian
pertimbangkan tambahkan obat
ACEi, ARB, antihipertensi
BB, CCD, atau (diuretic, ACEi,
kombinasikan. ARB, BB, CCB)
Hiperte >160 >100 Ya Gunakan
seperti yang
nsi kombinasi 2
dibutuhkan.
stage 2 obat (biasanya
diuretic jenis
thiazide dan
ACEi/ARB/BB/
CCB.

DAFTAR PUSTAKA

World Health Organization (WHO), 2005, Risk Factor. Available from :


http://www.who.int/cardiovascular_ diseases/en/cvd_atlas_03_risk_factors.p df.

16
Anggraini, D.A, dkk. 2009, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi
pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode Januari
Sampai Juni 2008.

17

Anda mungkin juga menyukai