Anda di halaman 1dari 24

1

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gigi Tiruan Cekat


Gigi tiruan cekat adalah restorasi yang direkatkan secara permanen pada
gigi yang telah dipersiapkan untuk memperbaiki sebagian atau seluruh
permukaan gigi yang mengalami kerusakan/ kelainan dan untuk menggantikan
kehilangan gigi.1 Gigi tiruan cekat meliputi restorasi mahkota tiruan (MT) dan
GTJ.
Kehilangan gigi dapat digantikan oleh salah satu dari tiga tipe gigi tiruan
berikut, yaitu gigi tiruan sebagian lepas, gigi tiruan sebagian cekat yang
didukung gigi, atau gigi tiruan sebagian cekat yang didukung implant.7 Gigi
tiruan sebagian cekat diimplikasikan sebagai GTJ dan didefinisikan sebagai
protesa sebagian yang secara permanen direkatkan dengan semen pada satu atau
beberapa gigi yang telah dipersiapkan dan menggantikan kehilangan satu atau
beberapa gigi.6 GTJ dapat meningkatkan kenyamanan pasien, kemampuan
mastikasi, menjaga kesehatan dan integritas lengkung gigi, serta meningkatkan
penampilan pasien.7 GTJ lebih disukai daripada bentuk penggantian gigi lainnya
karena stabilitasnya yang sangat baik dan gaya oklusi yang diaplikasikan ke
jaringan periodonsium dan tulang alveolar mendekati normal sehingga
memberikan kenyamanan pada pasien.6
Kebutuhan penggantian gigi yang hilang pada regio anterior atau
posterior adalah sama pentingnya karena lengkung gigi berada pada
keseimbangan yang dinamis, dan gigi saling mendukung antara satu gigi dengan
yang lain. Apabila gigi hilang dan tidak segera digantikan, maka gigi tetangga
atau gigi antagonisnya akan bergeser ke ruang kosong tersebut sehingga akan
terjadi susunan baru yang disebabkan oleh diterimanya kedudukan
keseimbangan baru,7 kondisi tersebut tentu saja dapat mengganggu sistem
mastikasi. Untuk menghindari gangguan maka harus dilakukan pembuatan gigi
tiruan sedini mungkin, misalnya dengan GTJ. 8

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia


2.2 Gigi Tiruan Jembatan
2.2.1 Definisi
Gigi tiruan jembatan (GTJ) adalah gigi tiruan sebagian yang direkatkan
dengan semen secara permanen pada satu atau beberapa gigi penyangga yang
telah dipersiapkan untuk menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang.2,6

2.2.2 Komponen Gigi Tiruan Jembatan


Gigi tiruan jembatan terdiri dari retainer, konektor, dan pontik serta
didukung oleh gigi penyangga.

2.2.2.1 Retainer
Merupakan komponen GTJ yang direkatkan dengan semen pada gigi
penyangga yang telah dipersiapkan, dan berfungsi sebagai stabilisasi dan retensi. 1
a. Retainer ekstrakorona: retainer yang retensinya berada di permukaan luar
mahkota gigi penyangga. Contohnya adalah complete veneer crown dan
partial veneer crown.9,10

Gambar 2.1. Complete Veneer Crown Retainer


Sumber: http://www.nature.com/bdj/journal/v201/n10/thumbs/4814260f1.jpg&imgrefurl
b. Retainer intrakorona: retainer yang retensinya berada di bagian dalam
mahkota gigi penyangga. Contohnya adalah inlay dan onlay.9,11

a b

Gambar 2.2. (a) Gold Inlay (b) Gold Onlay


Sumber: Wilson WH and Lang RL. Practical Crown and Bridge Prosthodontics. New York:
McGraw-Hill Book Company, Inc. 1962.
c. Retainer dowel crown: retainer yang retensinya berupa pasak yang telah
disemenkan ke saluran akar yang telah dirawat dengan sempurna.11

Bahan pengisi saluran akar

Post/pasak

Mahkota tiruan penuh

Gambar 2.3. Dowel Crown


Sumber: Wilson WH and Lang RL. Practical Crown and Bridge Prosthodontics. New York:
McGraw-Hill Book Company, Inc. 1962.

2.2.2.2 Konektor
Merupakan komponen GTJ yang menghubungkan retainer-retainer, pontik-
pontik, dan retainer-pontik. Konektor harus dapat mencegah distorsi atau
fraktur selama gigi tiruan berfungsi.1
a. Konektor rigid: konektor yang tidak memungkinkan terjadinya pergerakan
pada komponen GTJ. Merupakan konektor yang paling sering digunakan
untuk GTJ.1 Konektor rigid dapat dibuat dengan cara:
1. Pengecoran (casting): penyatuan dua komponen GTJ dengan satu kali
proses tuangan.12
2. Penyolderan (soldering): penyatuan dua komponen GTJ dengan
penambahan logam campur (metal alloy) yang dipanaskan.1
3. Pengelasan (welding): penyatuan komponen GTJ dengan pemanasan
dan/atau tekanan.12
b. Konektor nonrigid: konektor yang memungkinkan terjadinya pergerakan
terbatas pada komponen GTJ.1 Diindikasikan bila terdapat pier/intermediate
abutment untuk penggantian beberapa gigi yang hilang. 1,7 Konektor nonrigid
bertujuan untuk mempermudah pemasangan dan perbaikan (repair) GTJ.1
Contohnya adalah dovetail dan male and female.
a

Gambar 2.4a. Dovetail, terdiri dari key dan keyway. Key ditempatkan di proksimal
pontik dan keyway di retainer.
Sumber: Wilson WH and Lang RL. Practical Crown and Bridge Prosthodontics. New York:
McGraw-Hill Book Company, Inc. 1962.

Gambar 2.4b. Male and female, retainer berbentuk silindris yang bersifat lebih
cekat dari dovetail. Male ditempatkan di pontik dan female di retainer.
Sumber: Rosenstiel SF, Land MF, and Fujimoto J. Contemporary Fixed Prosthodontics. 4th ed. St.
Louis. Mosby, Inc. 2006.

2.2.2.3 Pontik
Merupakan komponen GTJ yang menggantikan gigi hilang.1,2 Tipe pontik
dibedakan atas:
a. Pontik yang berkontak dengan residual ridge:
1. Saddle/saddle-ridge-lap pontic
Merupakan
pontik yang berkontak bidang dengan edentulous ridge.
Pontik tipe ini tidak memiliki akses untuk dental floss sehingga tidak
dapat dibersihkan dan menyebabkan akumulasi plak. Pontik ini juga
dapat menyebabkan inflamasi oleh karena itu tidak seharusnya
digunakan.1,7

Gambar 2.5. Saddle-Ridge Lap Pontic


Sumber: Rosenstiel SF, Land MF, and Fujimoto J. Contemporary Fixed
Prosthodontics. 4th ed. St. Louis. Mosby, Inc. 2006.

2. Modified ridge-lap pontic


Merupakan
kombinasi antara pontik tipe saddle dan hygienic.
Memiliki permukaan fasial yang menutupi residual ridge dan bagian
lingual tidak berkontak dengan ridge, sehingga estetiknya bagus dan
mudah dibersihkan. Pontik tipe ini diindikasikan untuk mengganti gigi
hilang pada daerah yang tampak saat berfungsi (gigi anterior,
premolar, dan molar pertama).1,7

Gambar 2.6. Modified Ridge-Lap Pontic


Sumber: Rosenstiel SF, Land MF, and Fujimoto J. Contemporary Fixed
Prosthodontics. 4th ed. St. Louis. Mosby, Inc. 2006.

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia


3. Conical pontic
Merupakan
pontik yang hanya memiliki satu titik kontak pada titik
tengah residual ridge, sehingga mudah dibersihkan. Diindikasikan
untuk mengganti gigi
hilang pada ridge yang pipih di daerah
posterior.1,7

Gambar 2.7. Conical Pontic


Sumber: Shillingburg HT, et al. Fundamental of Fixed Prosthodontics. 3rd ed. Carol
Stream: Quintessence Publishing Co, Inc. 1997.

4. Ovate
pontic
pontik yang sangat estetis, dasar pontik membulat dan
Merupakan
masuk ke dalam cekungan (concavity) residual ridge, sehingga mudah
dibersihkan.
Residua ridge cekung dapat dibentuk dengan cara
l
penempatan GTJ sementara segera setelah ekstraksi, dengan
memperluas pontik 1/4
bagian servikal dan dimasukkan ke residual
ridge atau juga dapat dibentuk dengan tindakan bedah. Diindikasikan
untuk kebutuhan estetik yang optimal, misalnya pada kehilangan gigi
insisif, kaninus, dan premolar rahang atas.1,7
Gambar 2.8. Ovate Pontic
Sumber: Rosenstiel SF, Land MF, and Fujimoto J. Contemporary Fixed Prosthodontics.
4th ed. St. Louis. Mosby, Inc. 2006.

b. Pontik yang tidak berkontak dengan residual ridge:


1. Sanitary/hygienic pontic
Merupakan
pontik yang mudah dibersihkan karena tidak berkontak
dengan edentulous ridge. Mesiodistal dan fasiolingualnya berbentuk
cembung, serta dasar
pontik berbentuk bulat (gambar 2.9a) tidak
rata/flat (gambar 2.9b)
untuk mencegah terjadinya retensi makanan.
Ketebalan oklusogingiva pontik minimal 3mm dan jarak ke edentulous
ridge minimal 2mm. Dengan kondisi tersebut akan memudahkan
plaque control, dengan cara menyisipkan dental floss di bawah pontik
(gambar 2.9a). Pontik tipe ini diindikasikan untuk gigi posterior rahang
bawah atau pasien dengan oral hygiene buruk.1,7

a
b
Gambar 2.9. Sanitary Pontic. (a) Dasar Pontik Berbentuk Cembung.
(b) Dasar Pontik Rata/Flat.
Sumber: Shillingburg HT, et al. Fundamental of Fixed Prosthodontics. 3rd ed. Carol
Stream: Quintessence Publishing Co, Inc. 1997.

2. Modified sanitary (hygienic) pontic/Perel pontic


Merupakan
modifikasi sanitar pontic. Permukaan dasar pontik
y
cekung/melengkung pada arah mesiodistal dan fasiolingual. Konektor
yang menghubungkan pontik ini dengan retainer dapat dibuat dengan
ketebalan
maksimal. Sehingga konektor lebih dapat menahan
1,7
sterss/tekanan. Desain pontik ini memungkinkan terjadinya self
cleansing sehingga diindikasikan untuk gigi posterior rahang bawah
dan bila oral hygiene pasien buruk.

Gambar 2.10. Modified Sanitary Pontic


Shillingburg HT, et al. Fundamental of Fixed Prosthodontics. 3rd ed. Carol Stream:
Quintessence Publishing Co, Inc. 1997.

2.2.2.4 Abutment
Merupakan gigi yang mendukung GTJ sebagai tempat retainer direkatkan
dengan semen.2 Abutment juga dapat berupa
akar gigi yang telah mendapat
perawatan saluran akar
dengan sempurna dan tidak terdapat kelainan-kelainan
pada ujung
akarnya serta tidak menjadi terminal abutment. Abutment yang
mendukung GTJ dapat juga berupa implant.

2.2.3 Persyaratan gigi penyangga


Gigi penyangga yang ideal adalah gigi yang memenuhi syarat sebagai gigi
penyangga,
sehingga gigi tersebut diharapkan dapat menyangga restorasi GTJ
secara optimal. Kondisi yang
perlu diperhatikan dan menjadi syarat gigi
penyangga dalah perbandingan mahkota-akar, konfigurasi akar, dan luas ligamen
periodontal gigi penyangga.

2.2.3.1 Perbandingan mahkota-akar


Merupakan perbandingan antara jarak oklusal gigi ke alveolar crest dan
panjang akar yang tertanam di dalam tulang alveolar. Jika terdapat resorpsi tulang
alveolar, maka gaya lateral pada
gigi dapat menyebabkan rusaknya ligamen
periodontal,
kemudian mengakibatkan gigi goyang. Bila derajat mobilitas gigi
tinggi, gigi dapat lepas dari soket. Perbandingan mahkota-akar yang optimal untuk
gigi penyangga GTJ adalah 2:3 atau minimal 1:1 (gambar 2.11). 7,9,13

Gambar 2.11. Perbandingan Mahkota-Akar


Sumber: Shillingburg HT, et al. Fundamental of Fixed Prosthodontics. 3rd ed. Carol
Stream: Quintessence Publishing Co, Inc. 1997.

2.2.3.2 Konfigurasi akar


Gigi penyangga yang memiliki akar dengan dimensi fasiolingual lebih lebar
daripada mesiodistal lebih baik dari pada gigi penyangga yang berakar bulat
(gambar 2.12). Sedangkan gigi posterior yang memiliki bentuk akar yang
menyebar/divergen akan mendapatkan dukungan periodontal lebih baik daripada
bentuk akar yang konvergen atau berfusi (gambar 2.13). 7

a b

Gambar 2.12. (a) Dimensi Fasiolingual Akar Lebih Lebar daripada


Mesiodistal (b) Akar dengan Potongan Melintang Bulat
Sumber: Shillingburg HT, et al. Fundamental of Fixed Prosthodontics. 3rd ed. Carol
Stream: Quintessence Publishing Co, Inc. 1997.
a b

Gambar 2.13. (a) Akar Divergen (b) Akar Fusi


Sumber: Shillingburg HT, et al. Fundamental of Fixed Prosthodontics. 3rd ed. Carol
Stream: Quintessence Publishing Co, Inc. 1997.

2.2.3.3 Luas ligamen periodontal


Merupakan jumlah luas permukaan perlekatan ligamen periodontal ke tulang
alveolar. Gigi yang lebih besar memiliki luas ligamen periodontal lebih besar,
sehingga dapat menahan tekanan yang lebih besar. 7
Perlekatan ligamen
periodontal
yang baik, berawal dari cemento-enamel junction dan kedalaman
sulkusnya adalah 1,8-3mm. Penggantian kehilangan gigi dengan GTJ harus sesuai
dengan hukum Ante, yaitu bahwa
luas permukaan akar gigi penyangga harus
sama atau lebih besar daripada gigi yang akan digantikan. 1,7,9,11,14

Gambar 2.14. Luas Permukaan Akar Gigi-geligi Rahang Atas


Sumber: Shillingburg HT, et al. Fundamental of Fixed Prosthodontics. 3rd ed. Carol Stream:
Quintessence Publishing Co, Inc. 1997.
Gambar 2.15. Luas Permukaan Akar Gigi-geligi Rahang Bawah
Sumber: Shillingburg HT, et al. Fundamental of Fixed Prosthodontics. 3rd ed. Carol Stream:
Quintessence Publishing Co, Inc. 1997.

2.2.4 Pertimbangan Pemilihan Gigi Penyangga


2.2.4.1 Gigi yang tidak membutuhkan restorasi
Bila gigi yang akan dijadikan penyangga GTJ bebas karies dan tidak
memiliki kelainan apapun maka gigi tersebut tidak membutuhkan restorasi.
Sehingga tipe GTJ yang paling tepat digunakan adalah adhesive bridge/resin-
bonded fixed partial denture. GTJ tipe ini memungkinkan gigi bebas karies
tersebut dipreparasi secara minimal (pembuangan struktur gigi minimal) untuk
mendapatkan retensi dan estetik yang optimal tanpa membahayakan pulpa.1

2.2.4.2 Gigi yang membutuhkan restorasi


Gigi penyangga yang membutuhkan restorasi karena gigi tersebut
mengalami karies (primer atau sekunder), fraktur, diskolorasi, erosi, abrasi,
atrisi, dan kelainan morfologi (bentuk), 7,8 maka sebelum dilakukan preparasi
pada gigi penyangga, lesi karies harus sudah dibersihkan dengan sempurna.8
Setelah itu gigi dipreparasi, kemudian direstorasi dan dipersiapkan untuk
dijadikan penyangga. Sedangkan bila terjadi karies sekunder pada gigi yang
akan dijadikan penyangga, maka gigi tersebut harus direstorasi ulang dengan
cara dilakukan pembuangan jaringan karies, bila perlu dilakukan pulp capping,
kemudian ditambal untuk mengembalikan bentuk gigi yang telah dipersiapkan.1

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Universitas Indonesia


2.2.4.3 Gigi yang membutuhkan perawatan saluran akar
Gigi nonvital yang akan dijadikan penyangga GTJ, terlebih dahulu harus
dilakukan perawatan saluran akar. Perawatan saluran akar yang dilakukan harus
sempurna dan gigi penyangga tersebut harus telah dipersiapkan dengan pasak
1,7,15
dan inti sebagai retensinya. Tetapi gigi tersebut tidak dapat menjadi
distal/terminal abutment pada GTJ karena gigi nonvital memiliki struktur yang
lebih lemah daripada gigi vital.15

2.2.4.4 Gigi miring


Biasanya terjadi pada gigi molar kedua rahang bawah yang miring ke arah
mesial akibat hilangnya gigi molar pertama. Hal tersebut menyebabkan
perubahan inklinasi gigi sehingga tidak mungkin dilakukan preparasi gigi
penyangga yang sejajar. Agar preparasi yang dilakukan tidak membahayakan
pulpa dan gigi tetangganya, maka perlu dilakukan modifikasi preparasi atau
dengan menggunakan konektor nonrigid. Bila perlu dapat pula dilakukan
perawatan orthodontik molar uprighting atau dengan telescope crown and
coping sebelum dilakukan preparasi gigi penyangga. 1 Kemiringan gigi
penyangga tidak boleh lebih dari 24º agar preparasi tidak membahayakan
pulpa.8

2.2.5 Tipe Gigi Tiruan Jembatan


2.2.5.1 Fixed-fixed Bridge/Rigid Fixed Bridge/Fixed Bridge
Semua komponen digabungkan secara rigid, dengan cara penyolderan setiap
unit individual bersama atau menggunakan satu kali pengecoran. Memiliki dua
atau lebih gigi penyangga. GTJ tipe ini menghasilkan kekuatan dan stabilitas
yang sangat baik dan juga mendistribusikan tekanan lebih merata pada restorasi,
serta memberikan efek splinting yang sangat baik.3 Diindikasikan pada span
pendek, atau untuk splinting pada gigi goyang dengan kondisi periodontal
kurang baik.6,16
Gambar 2.16. Fixed Bridge
Sumber: http://guswiyan.blogspot.com/2008_08_03_archive.html&usg

2.2.5.2 Fixed-Movable Bridge/Semifixed Bridge


Pada GTJ ini, gaya yang datang dibagi menjadi dua, menggunakan konektor
rigid dan nonrigid sehingga tekanan oklusi akan lebih disalurkan ke tulang dan
tidak dipusatkan ke retainer.6 GTJ tipe ini memungkinkan pergerakan terbatas
pada konektor di antara pontik dan retainer. Konektor tersebut dapat
memberikan dukungan penuh pada pontik untuk melawan gaya oklusal vertikal,
dan memungkinkan gerakan terbatas pada respon terhadap gaya lateral. Hal ini
mencegah gerakan satu retainer yang mentransmisikan gaya torsional secara
langsung ke retainer lainnya sehingga dapat menyebabkan lepasnya retainer.
Diindikasikan pada span panjang dan jika terdapat pier/intermediate abutment
pada penggantian beberapa gigi yang hilang.1,6,7

Gambar 2.17. Semi-Fixed Bridge


Sumber: Shillingburg HT, et al. Fundamental of Fixed Prosthodontics. 3rd ed. Carol
Stream: Quintessence Publishing Co, Inc. 1997.
2.2.5.3 Spring Bridge
Konektor GTJ tipe ini berupa loop atau bar.1 Loop tersebut menghubungkan
retainer dan pontik di permukaan palatal. GTJ ini merupakan protesa tissue-
borne karena gaya mastikasi yang diterima akan diabsorbsi oleh
6
mukoperiosteum palatal sebelum mencapai gigi penyangga. Spring bridge
membutuhkan retensi yang kuat, oleh karena itu biasanya dibutuhkan gigi
penyangga ganda. Diindikasikan pada penggantian kehilangan gigi, dengan
kondisi terdapat diastema (multiple diastema) dan tetap mempertahankan
diastema tersebut (gambar 2.18).1 Selain itu juga diindikasikan bila gigi
penyangga tidak berada di sebelah ruang edentulous, contohnya pada
penggantian gigi insisif sentral atas yang menggunakan premolar sebagai gigi
penyangga.2

Gambar 2.18. Spring Bridge


Sumber: Rosenstiel SF, Land MF, and Fujimoto J. Contemporary Fixed
Prosthodontics. 4th ed. St. Louis. Mosby, Inc. 2006.

2.2.5.4 Cantilever Bridge


Pontik GTJ tipe ini hanya memiliki satu atau beberapa gigi penyangga di
satu sisi. Pontik dan retainer akan mengalami/menerima gaya rotasi/ungkit dan
akan sangat terbebani jika mendapat beban oklusal. Untuk meminimalkan efek
ungkit, pontik biasanya dibuat lebih kecil daripada gigi asli dan kontak ringan
saat oklusi dan artikulasi. GTJ tipe ini tidak diindikasikan untuk daerah dengan
beban oklusal besar. Apabila terkena gaya lateral, maka gigi penyangga akan
tipping, rotasi, atau drifting. Tidak diindikasikan pula pada penggantian gigi
dengan gigi penyangga nonvital sebagai terminal abutment.1,15 Cantilever
bridge biasanya memiliki multiple abutment dan retainer harus dihubungkan
secara rigid pada satu sisi diastema.7,3 GTJ tipe ini diindikasikan untuk
penggantian satu gigi hilang,
18

contohnya pada penggantian insisif lateral yang menggunakan kaninus sebagai


gigi penyangga (gambar 2.19a), penggantian gigi kaninus yang menggunakan
premolar pertama dan
kedua sebagai gigi penyangga11, dan penggantian gigi
molar ketiga jika masih terdapat gigi antagonisnya, dengan catatan
bentuknya
lebih menyerupai gigi premolar.2,6,17,18

a b

Gambar 2.19. Cantilever Bridge


Sumber:(2.22a) Shillingburg HT, et al. Fundamental of Fixed Prosthodontics. 3rd ed. Carol
Stream:Quintessence Publishing Co,Inc.1997.
(2.22b) http://www.dokidoki.ne.jp/home2/jmurase/2.jpg&imgrefurl

2.2.5.5 Compound bridge


Merupakan gabungan dua atau lebih tipe GTJ. Diindikasikan pada
penggantian gigi hilang yang membutuhkan gabungan beberapa tipe GTJ. 6

Gambar 2.20. Compound Bridge


Sumber: Rosenstiel SF, Land MF, and Fujimoto J. Contemporary Fixed Prosthodontics. 4th
ed. St. Louis. Mosby, Inc. 2006.

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia


19

2.2.5.6 Adhesive Bridge/Resin-Bonded Fixed Partial Denture/Maryland


Bridge Merupakan tipe GTJ yang sangat konservatif karena preparasi yang
sangat minimal.7,14 Dilakukan preparasi gigi penyangga hanya sebatas email.
GTJ tipe ini terdiri dari satu atau beberapa pontik yang didukung retainer
tipis yang direkatkan dengan semen dengan sistem etcing bonding ke email
gigi penyangga di bagian lingual dan proksimal.1 Gigi penyangga harus
memiliki mahkota klinis yang cukup lebar agar dapat memberikan retensi dan
resistensi yang maksimal. Gigi tersebut juga tidak boleh goyang dan inklinasi
mesiodistalnya harus kurang dari 15º.7 Retensinya berupa mikromekanik antara
permukaan email dengan permukaan dalam retainer yang telah dietsa.
Diindikasikan pada GTJ span pendek, abutment yang tidak membutuhkan
restorasi, dan penggantian kehilangan gigi anterior pada anak-anak, karena
anak-anak masih memiliki ruang pulpa yang besar. Kontraindikasi GTJ tipe ini
adalah penggantian gigi anterior yang deep
over bite1,7,19

Gambar 2.21. Resin-Bonded Fixed Partial Denture


Sumber: Wyatt C. Resin-Bonded Fixed Partial Dentures:What’s New?. http://www.cda-
adc.ca/jcda. January 73, 2008. 04/08/2008.

2.3. Distribusi dan Frekuensi Pasien dengan Gigi Tiruan Jembatan


Berdasarkan penelitian Tylman8 mengenai distribusi dan frekuensi
pasien dengan GTJ, berdasarkan jenis kelamin dilaporkan bahwa jumlah pasien
perempuan (820 orang) yang dirawat dengan GTJ lebih banyak dibandingkan
pasien laki-laki (678 orang). Pada penelitian yang dilakukan di Department of
Prosthetics, Dental Faculty, University of Oslo 20 pada periode 1967-1973,
dinyatakan bahwa jumlah restorasi GTJ sebanyak 1.393 kasus. Dengan jumlah

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Universitas Indonesia


pasien 1.368, terdiri dari 6.835 unit dan 2/3 pasien adalah wanita. 20 Sedangkan
pada penelitian yang dilakukan di Department of Occlusal Reconstruction,
University of Nijmegen, The Netherlands, yang dilakukan dengan metode
pengambilan sample secara acak, ditemukan bahwa GTJ lebih banyak terdapat
pada wanita daripada pria.21 Selain itu pada penelitian yang dilakukan oleh Ritva
Napankangas di Institute of Dentistry, University of Oulu pada tahun 1984-
1996, didapatkan hasil bahwa dari 414 pasien yang dirawat dengan GTJ, 65%
adalah perempuan dan 35% laki-laki.22
Pada penelitian yang dilakukan oleh J.K. Kabwe di Ndola Central
Hospital Dental Department, Zambia pada tanggal 23 Juli-21 September 1992,
ditemukan bahwa dari 1062 pasien, 516 orang adalah perempuan (48,5%) dan
546 laki-laki (51,5%).23 Tetapi pada penelitian yang dilakukan oleh Australian
Institute of Health and Welfare pada tahun 2001-2002, didapatkan hasil bahwa
pasien dengan GTJ lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki.24
Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Dragutin Komar di Metkovic
Medical Centre, Croatia selama tahun 2001, didapatkan hasil bahwa pasien yang
dirawat dengan GTJ sebagian besar merupakan pasien yang tidak rutin datang
ke dokter gigi (hanya jika merasa nyeri) dan pasien yang sudah pensiun.25
Pada penelitian yang dilakukan oleh J. Aida di Hokaido University
Graduate School of Dental Medicine, Sapporo, Jepang, mengenai distribusi dan
frekuensi pasien yang diekstraksi, diperoleh hasil bahwa pasien laki-laki
(50,58%) lebih sering diekstraksi daripada pasien perempuan (49,42%).
Sebanyak 1237 pasien (13,6%), 689 perempuan dan 548 laki-laki, diekstraksi
karena alasan prostetik.26 Begitu pula pada penelitian yang dilakukan oleh L.K.
McCaul di The Scottish Dental Practice Board, Scotland, didapatkan hasil
bahwa sebanyak 8,4% kasus ekstraksi adalah karena alasan prostetik, dengan
jumlah pasien perempuan lebih banyak daripada laki-laki.27
Dari segi usia, berdasarkan penelitian Tylman, rentang usia yang paling
sering dirawat dengan GTJ berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan usia
30- 39 tahun dan laki-laki 20-29 tahun. 8 Sedangkan penelitian yang dilakukan
oleh Ritva Napankangas didapatkan hasil bahwa usia rata-rata pasien dengan
GTJ dari rentang 23-81 tahun adalah 47 tahun. 22 Selain itu penelitian yang
dilakukan oleh
Australian Institute of Health and Walfare 24 didapatkan hasil bahwa rentang usia
pasien terbanyak yang dirawat GTJ adalah 45-64 tahun, dengan distribusi
perempuan paling banyak pada usia lebih dari 65 tahun dan laki-laki pada 45-64
tahun.24
Pada penelitian yang dilakukan di New Delhi, India mengenai kesehatan
oral, ditemukan bahwa paling banyak pasien adalah ibu rumah tangga (43,4%)
pada usia 35-44 tahun.28 Pada penelitian yang dilakukan oleh L.K. McCaul 27
mengenai alasan gigi diekstraksi, didapatkan hasil bahwa ekstraksi gigi karena
alasan prostetik paling banyak terdapat pada usia lebih dari 71 tahun.27
G. J. Mount dan W. R. Hume menyatakan bahwa seiring bertambahnya
usia, ruang pulpa semakin mengecil karena deposisi dentin, dan vaskularitas
semakin berkurang.29 Pada usia ±15 tahun gigi permanen (sampai molar kedua)
telah erupsi sempurna, ujung apeks telah menutup dan pada usia ±21 tahun gigi
molar ketiga erupsi sempurna.30 Pada usia tersebut ligament periodontal masih
melekat dengan sempurna, belum terdapat penurunan. Sedangkan pada usia ±55
tahun perlekatan ligament periodontal sudah mulai mengalami penurunan,
sehingga perbandingan mahkota-akar lebih dari 2:3. Jill S. Nield-Gehrig dan
Donald E. Willmann31 menyatakan bahwa laki-laki lebih sering terkena penyakit
periodontal dibandingkan perempuan, hal ini mungkin dikarenakan perempuan
lebih peduli dengan kesehatan oral. Mereka juga menyatakan bahwa pasien pada
usia 45-80 paling banyak menderita penyakit periodontal, sedangkan pasien
pada usia dibawah 34 tahun paling sedikit menderita penyakit periodontal.31
Menurut penelitian Tylman mengenai tipe GTJ, tipe fixed (rigid fixed
bridge) lebih banyak digunakan dibandingkan tipe semifixed.8 Sedangkan pada
penelitian yang dilakukan di Department of Occlusal Reconstruction, University
of Nijmegen, The Netherlands21, 14% kasus GTJ merupakan GTJ 5 unit atau
lebih dan 14% GTJ free-end. Penelitian yang dilakukan oleh Ritva
Napankangas22, didapatkan hasil bahwa 6% persen retainer merupakan full
metal retainer dan 94% adalah ceramic veneer retainer. Penelitian yang
dilakukan oleh Dragutin Komar25, ditemukan bahwa 64% pasien yang dirawat
dengan GTJ memilih bahan restorasi porcelain. Pasien dengan usia dibawah 39
tahun lebih memilih porcelain.
Tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan dari segi jenis kelamin pada pemilihan
bahan restorasi GTJ.25
Dari segi gigi yang digantikan, berdasarkan penelitian Tylman8, gigi
yang paling sering digantikan adalah gigi molar pertama dan premolar pertama
rahang bawah, dan insisif lateral rahang atas. Pada penelitian yang dilakukan
oleh Ritva Napankangas22, lebih banyak GTJ dipasangkan pada rahang atas
(68%) dibandingkan rahang bawah (32%) dan gigi yang paling sering
digantikan adalah gigi premolar pertama rahang atas.22 Sedangkan pada
penelitian yang dilakukan di Department of Prosthetics, Dental Faculty,
University of Oslo20 dinyatakan bahwa pada periode 1967-1973, 2/3 restorasi
GTJ yang dibuat terdapat pada rahang atas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Medical and Dental University
Hospital Tokyo32 pada Januari-Juni 1986, jumlah restorasi GTJ pada periode
tersebut sebanyak 419 dengan jumlah unit yang sama pada rahang atas dan
rahang bawah. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan di Tokyo Medical and
Dental University33 pada periode 1 April—30 September 2002, GTJ lebih
banyak dipilih untuk gigi anteior dan gigi tiruan sebagian lepas untuk gigi
posterior.
Per Axelsson34 menyatakan bahwa gigi molar merupakan gigi yang
beresiko tinggi mengalami karies, terutama fissure dan permukaan proksimal,
dari aspek mesial molar kedua sampai aspek distal premolar pertama. Dan
permukaan gigi yang paling sering mengalami karies adalah permukaan distal
molar pertama kanan rahang bawah, sehingga resiko terjadinya kehilangan gigi
juga besar. Hal ini mungkin dikarenakan sebagian besar orang adalah pengguna
tangan kanan (right-handed), oleh karena itu permukaan linguoproksimal kanan
rahang bawahnya memiliki kecenderungan paling besar mengalami akumulasi
plak dan gingivitis. Terdapat beberapa rentang usia yang rentan mengalami
karies, yaitu pada usia 1-2 tahun (erupsi gigi sulung), 5-7 tahun (erupsi gigi
molar pertama), 11-14 tahun (erupsi gigi molar kedua), dan 19-22 tahun (erupsi
gigi molar ketiga).34
Pada penelitian yang dilakukan oleh J.K. Kabwe 23 mengenai distribusi
dan frekuensi pasien yang menderita karies, didapatkan hasil bahwa pasien yang
menderita karies paling banyak terdapat pada rentang usia 21-35 tahun (47,4%)
dan paling sedikit pada usia 66 tahun keatas (1,8%). Sedangkan pada penelitian
yang dilakukan oleh J. Aida26 mengenai penyebab ekstraksi gigi didapatkan
hasil bahwa karies merupkan penyebab terbanyak ekstraksi gigi (43,2%) dan
paling banyak terjadi pada pasien pada usia 25-34 tahun. Sedangkan gigi yang
paling sering diekstraksi karena karies adalah molar pertama rahang bawah.26
Pada penelitian yang dilakukan di New Delhi, India, mengenai frekuensi
kehilangan gigi berdasarkan usia, didapatkan hasil bahwa 3% pasien usia 35-44
tahun memiliki kurang dari 20 gigi asli dan 28% pasien pada usia 65-74 tahun
memiliki lebih dari 20 gigi asli, 36% memiliki 10-19 gigi asli, dan 37% tidak
memiliki gigi asli. Sedangkan dari aspak jenis kelamin tidak ada perbedaan yang
berarti pada banyaknya gigi yang tersisa.28
Dari segi gigi yang dijadikan penyangga, gigi yang paling sering
dijadikan penyangga menurut penelitian Tylman8 adalah gigi rahang atas, molar
kedua, dan premolar kedua rahang bawah. Dinyatakan pula bahwa gigi molar
ketiga digunakan sebagai penyangga pada keadaan gigi molar kedua mesial
tilting yang disebabkan hilangnya gigi molar pertama, sehingga pada preparasi
mengakibatkan terlibatnya ruang pulpa, oleh karena itu dijadikan dowel retainer
dan gigi molar ketiga digunakan sebagai abutment tambahan.8 Sedangkan pada
penelitian yang dilakukan di Department of Occlusal Reconstruction, University
of Nijmegen, The Netherlands21, didapatkan hasil bahwa gigi yang sering
digunakan sebagai gigi penyangga adalah kaninus rahang atas, premolar kedua,
dan molar kedua rahang bawah. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh
Ritva Napankangas22, gigi yang paling sering digunakan sebagai penyangga
adalah caninus rahang atas.
Berdasarkan penelitian Tylman8 didapatkan hasil bahwa 2509 gigi
penyangga merupaka gigi vital dan 521 gigi merupakan gigi nonvital. Pada
pemeriksaan berkala, secara klinis dan radiografis, didapatkan bahwa gigi
nonvital dapat digunakan dengan memuaskan sebagai gigi penyangga GTJ, jika
perawatan saluran akarnya aseptik, kondisinya terkontrol, dan dilakukan kontrol
secara berkala. Pada penelitian yang dilakukan di Department of Occlusal
Reconstruction, University of Nijmegen, The Netherlands, dilaporkan pula
bahwa 16% GTJ dengan satu atau beberapa gigi penyangga non-vital.21
2.4. Kerangka Teori

Jenis kelamin

Gigi Hilang
Kehilangan Gigi
GTJ
Usia

Gigi Penyangga

Anda mungkin juga menyukai