Tugas Bimbingan Pre Kompre SKDI 4 - Hanung
Tugas Bimbingan Pre Kompre SKDI 4 - Hanung
SKDI 4
Disusun Oleh :
Hanung Choiri Rohmawan
H2A014057P
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2020
SISTEM SARAF
1. Migraine
Level SKDI 4A
Sistem Saraf
a. Pengertian Migrain sendiri merupakan salah satu jenis nyeri kepala
primer dan merupakan penyebab nyeri kepala primer
kedua setelah Tension Type Headache (TTH). Migrain
ditandai dengan nyeri kepala yang umumnya unilateral
dengan sifat nyeri yang berdenyut, dan lokasi nyeri
umumnya di daerah frontotemporal. Menurut
International Headache Society (IHS), migren adalah
nyeri kepala dengan serangan nyeri yang berlansung 4 –
72 jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya berdenyut,
intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperhebat
oleh aktivitas, dan dapat disertai mual muntah, fotofobia
dan fonofobia.
b. Prevalensi Angka kejadian Laki laki < Perempuan.
Migren dapat terjadi pada semua usia tetapi biasanya
muncul pada usia 10 – 40 tahun dan angka
kejadiannya menurun setelah usia 50 tahun.
Migren tanpa aura lebih sering dibandingkan migren
yang disertai aura dengan persentasi 9 : 1.
c. Etiologi Penyebab terjadinya migraine masih belum diketahui
secara pasti, namun ada beberapa faktor atau pemicu
yang dapat menyebabkan terjadinya migraine.
Riwayat penyakit migren dalam keluarga. 70-80%
penderita migraine memiliki anggota keluarga dekat
dengan riwayat migraine juga.
Perubahan hormone (esterogen dan progesterone)
pada wanita, khususnya pada fase luteal siklus
menstruasi.
Makanan yang bersifat vasodilator (anggur merah,
natrium nitrat) vasokonstriktor (keju, coklat) serta zat
tambahan pada makanan.
Stres
Faktor fisik, tidur tidak teratur
Rangsang sensorik (cahaya silau dan bau menyengat)
Alkohol dan Merokok
d. Faktor resiko Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau
sebelumnya/ perubahan hormonal.
Puasa dan terlambat makan
Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan
buah-buahan.
Cahaya kilat atau berkelip.
Banyak tidur atau kurang tidur
Faktor herediter
Faktor kepribadian
e. Gejala Anamnesis :
Nyeri moderat sampai berat, kebanyakan penderita
migren merasakan nyeri hanya pada satu sisi kepala,
namun sebagian merasakan nyeri pada kedua sisi
kepala.
Sakit kepala berdenyut atau serasa ditusuk-tusuk.
Rasa nyerinya semakin parah dengan aktivitas fisik.
Rasa nyerinya sedemikian rupa sehingga tidak dapat
melakukan aktivitas sehari-hari.
Mual dengan atau tanpa muntah.
Fotofobia atau fonofobia.
Sakit kepalanya mereda secara bertahap pada siang
hari dan setelah bangun tidur, kebanyakan pasien
melaporkan merasa lelah dan lemah setelah serangan.
Sekitar 60 % penderita melaporkan gejala prodormal,
seringkali terjadi beberapa jam atau beberapa hari
sebelum onset dimulai. Pasien melaporkan perubahan
mood dan tingkah laku dan bisa juga gejala
psikologis, neurologis atau otonom.
f. Tanda Pemeriksaan Fisik :
Pada pemeriksaan fisik, tanda vital harus normal,
pemeriksaan neurologis normal.Temuan-temuan yang
abnormal menunjukkan sebab-sebab sekunder, yang
memerlukan pendekatan diagnostik dan terapi yang
berbeda.
Kriteria Migren
Nyeri kepala episodik dalam waktu 4-72 jam
dengan gejala dua dari nyeri kepala unilateral,
berdenyut, bertambah berat dengan gerakan,
intensitas sedang sampai berat ditambah satu dari
mual atau muntah, fonofobia atau fotofobia.
g. Pemeriksaan Penunjang -
h. Diagnosis Banding Arteriovenous Malformations
Atypical Facial Pain
Cerebral Aneurysms
Childhood Migraine Variants
Chronic Paroxysmal Hemicrania
Cluster-type hedache (nyeri kepala kluster)
i. Terapi Farmakologi :
Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk
menghindari stimulasi sensoris berlebihan.
Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan
tenang dengan dikompres dingin.
- Perubahan pola hidup dapat mengurangi jumlah
dan tingkat keparahan migren, baik pada pasien
yang menggunakan obat-obat preventif atau tidak.
- Menghindari pemicu, jika makanan tertentu
menyebabkan sakit kepala, hindarilah dan makan
makanan yang lain. Jika ada aroma tertentu yang
dapat memicu maka harus dihindari. Secara umum
pola tidur yang reguler dan pola makan yang
reguler dapat cukup membantu.
- Berolahraga secara teratur, olahraga aerobik secara
teratur mengurangi tekanan dan dapat mencegah
migren.
- Mengurangi efek estrogen, pada wanita dengan
migren dimana estrogen menjadi pemicunya atau
menyebabkan gejala menjadi lebih parah, atau
orang dengan riwayat keluarga memiliki tekanan
darah tinggi atau stroke sebaiknya mengurangi
obat-obatan yang mengandung estrogen.
- Berhenti merokok, merokok dapat memicu sakit
kepala atau membuat sakit kepala menjadi lebih
parah (dimasukkan di konseling).
- Penggunaan headache diary untuk mencatat
frekuensi sakit kepala.
- Pendekatan terapi untuk migren melibatkan
pengobatan akut (abortif) dan preventif
(profilaksis).
Pengobatan Abortif: Melihat kembali rujukan yang
ada .
- Analgesik spesifik adalah analgesik yang hanya
bekerja sebagai analgesik nyeri kepala. Lebih
bermanfaat untuk kasus yang berat atau respon
buruk dengan NSAID. Contoh: Ergotamin,
Dihydroergotamin, dan golongan Triptan yang
merupakan agonis selektif reseptor serotonin pada
5-HT1.
- Ergotamin dan DHE diberikan pada migren
sedang sampai berat apabila analgesik non spesifik
kurang terlihat hasilnya atau memberi efek
samping. Kombinasi ergotamin dengan kafein
bertujuan untuk menambah absorpsi ergotamin
sebagai analgesik. Hindari pada kehamilan,
hipertensi tidak terkendali, penyakit
serebrovaskuler serta gagal ginjal.
- Sumatriptan dapat meredakan nyeri, mual, fotobia
dan fonofobia. Obat ini diberikan pada migren
berat atau yang tidak memberikan respon terhadap
analgesik non spesifik. Dosis awal 50 mg dengan
dosis maksimal 200 mg dalam 24 jam.
- Analgesik non spesifik yaitu analgesik yang dapat
diberikan pada nyeri lain selain nyeri kepala, dapat
menolong pada migren intensitas nyeri ringan
sampai sedang.
Non Farmakologi :
Pasien dan keluarga dapat berusaha mengontrol
serangan.
Keluarga menasehati pasien untuk beristirahat dan
menghindari pemicu, serta berolahraga secara teratur.
Keluarga menasehati pasien jika merokok untuk
berhenti merokok karena merokok dapat memicu
sakit kepala atau membuat sakit kepala menjadi lebih
parah.
Pasien perlu dirujuk jika migren terus berlanjut dan
tidak hilang dengan pengobatan analgesik non-
spesifik. Pasien dirujuk ke layanan sekunder (dokter
spesialis saraf).
j. Referensi 1) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan
Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Kesehatan
Primer. Edisi Revisi. Jakarta. 2014.
2) Price, Sylvia dan Lorraine M.Wilson. Patofisiologi
edisi 6.Jakarta : EGC.2003.
3) Headache Classification Subcommitee of the
International Headache Society. The International
Headache Classification Disorder: 2nd Edition.
Cephalgia 2004; 24 Suppl 1:1-160
2. Bell’s Palsy
Level SKDI 4A
Sistem Saraf
a. Pengertian Bells’palsy adalah paralisis fasialis perifer idiopatik,
yang merupakan penyebab tersering dari paralisis
fasialis perifer unilateral. Bells’ palsy muncul
mendadak (akut), unilateral, berupa paralisis saraf
fasialis perifer, yang secara gradual dapat mengalami
perbaikan pada 80-90% kasus. Bells’ palsy merupakan
salah satu dari penyakit neurologis tersering yang
melibatkan saraf kranialis, dan penyebab tersering (60-
75%) dari kasus paralisis fasialis unilateral akut di
dunia.
b. Prevalensi Usia dewasa
c. Etiologi Idiopatik
Virus,
Inflamasi,
Auto Imun
Dan faktor iskemik
d. Faktor resiko Usia dewasa,
Paparan dingin (kehujanan, udara malam, AC)
Infeksi, terutama virus (HSV tipe 1)
Penyakit autoimun
Diabetes mellitus
Hipertensi
Kehamilan.
e. Gejala Gejala awal:
Kelumpuhan otot otot fasialis unilateral, yang
mengakibatkan hilangnya kerutan dahi ipsilateral,
tidak mampu menutup mata ipsilateral, wajah
merot/tertarik ke sisi kontralateral, bocor saat
berkumur, tidak bisa bersiul.
Nyeri tajam pada telinga dan mastoid (60%)
Penurunan rasa pengecapan pada lidah, ipsilateral
(30-50%)
Hiperakusis ipsilateral (15-30%)
Gangguan lakrimasi ipsilateral (60%)
Gangguan sensorik wajah jarang ditemukan, kecuali
jika inflamasi menyebar ke saraf trigeminal
Awitan Bells’ palsy mendadak, dan gejala mencapai
puncaknya kurang dari 48 jam yang terjadi pada pagi
hari. Kebanyakan kasus paresis mulai terjadi selama
pasien tidur
f. Tanda Kelemahan atau paralisis yang melibatkan saraf fasial
(N VII) mengakibatkan kelemahan wajah (atas dan
bawah) satu sisi (unilateral). Pada lesi UMN (lesi
supra nuclear/di atas nukleus fasialis di pons), wajah
bagian atas tidak mengalami kelumpuhan. Hal ini
disebabkan muskuli orbikularis, frontalis dan
korrugator, diinervasi bilateral oleh saraf
kortikobulbaris. Inspeksi awal pasien memperlihatkan
hilangnya lipatan (kerutan) dahi dan lipatan
nasolabial unilateral.
Saat pasien diminta untuk tersenyum, akan tampak
kelumpuhan otot orbikularis oris unilateral, dan bibir
akan tertarik ke sisi wajah yang normal
(kontralateral).
Pada saat pasien diminta untuk mengangkat alis, sisi
dahi yang lumpuh terlihat datar.
Pada fase awal, pasien juga dapat melaporkan adanya
peningkatan salivasi
g. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium :
- Darah lengkap
- Gula darah sewaktu
- Tes faal ginjal (BUN/Kreatinin serum)
h. Diagnosis Banding Stroke vertebrabasilaris (hemiparesis alternans)
Acoustic neuroma dan lesi cerebellopontine angle
Otitis media akut atau kronik
Sindroma Ramsay Hunt (adanya lesi vesicular pada
telinga atau bibir
i. Terapi Farmakologi :
Pengobatan dipertimbangkan untuk mulai diberikan
pada pasien dalam fase awal 1-4 hari onset.
Pengobatan inisial
- Kortikosteroid (Prednison), dosis: 1 mg/kg atau 60
mg/day selama 6 hari, diikuti penurunan bertahap
total selama 10 hari.
- Steroid dan asiklovir (dengan prednison) mungkin
efektif untuk pengobatan Bells’ palsy
- Steroid kemungkinan kuat efektif dan
meningkatkan perbaikan fungsi saraf kranial, jika
diberikan pada onset awal
- Apabila tidak ada gangguan gungsi ginjal, antiviral
(Asiklovir) dapat diberikan dengan dosis 400 mg
oral 5 kali sehari selama 7-10 hari. Jika virus
varicella zoster dicurigai, dosis tinggi 800 mg oral
5 kali/hari
Non Farmakologi :
- Lindungi mata
Perawatan mata: lubrikasi okular topikal dengan
air mata artificial (tetes air mata buatan) dapat
mencegah corneal exposure. (lihat bagian
pembahasan dry eye)
- Fisioterapi atau akupunktur dapat dilakukan
setelah melewati fase akut (+/- 2 minggu).
j. Referensi 1) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan
Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Kesehatan
Primer. Edisi Revisi. Jakarta. 2014.
SISTEM PSIKIATRI
1. Insomnia (F51.0)
Level SKDI 4A
Sistem Psikiatri
a. Pengertian Gejala atau gangguan dalam tidur, dapat berupa
kesulitan berulang untuk mencapai tidur, atau
mempertahankan tidur yang optimal, atau kualitas tidur
yang buruk.
Tes Penala
Tuli konduktif: Rinne (-) & Schwabach memendek
pada telinga sakit, Weber lateralisasi ke telinga sakit
g. Pemeriksaan Penunjang Otoskopi
Otoskop Pneumatic
Timpanometri
Timpanosintesis
Tes Garpu tala (Rinne, Weber, Swabach)
Audiometri nada murni (bila tersedia)
h. Diagnosis Banding Otitis media serosa akut
Otitis eksterna
i. Terapi Farmakologi :
a. Topikal
1) Stadium Oklusi Tuba:
- Berikan tetes mata Tetrakain-HCl 2%
sebanyak 1-2 tetes pada mata yang terkena
benda asing.
- Gunakan kaca pembesar (lup) dalam
pengangkatan benda asing.
- Angkat benda asing dengan menggunakan
lidi kapas atau jarum suntik ukuran 23G.
- Arah pengambilan benda asing dilakukan
dari tengah ke tepi.
- Oleskan lidi kapas yang dibubuhkan
Povidon Iodin pada tempat bekas benda
asing.
2) Stadium Perforasi:
- H2O2 3%, 3 kali sehari, 4 tetes di telinga
yang sakit, didiamkan selama 2 – 5 menit.
- Asam asetat 2%, 3 kali sehari, 4 tetes di
telinga yang sakit.
- Ofloxacin, 2 kali sehari, 5 – 10 tetes di
telinga yang sakit, selama maksimal 2
minggu
b. Oral sistemik
Antibiotik, antihistamin (bila terdapat tanda-tanda
alergi), dekongestan, analgetik / antipiretik
Non Farmakologi :
- Untuk bayi / anak, orang tua dianjurkan untuk
memberikan ASI minimal 6 bulan sampai 2 tahun.
- Menghindarkan bayi / anak dari paparan asap
rokok.
- Pencegahan bisa diberikan Imunisasi Hib dan PCV
perlu dilengkapi
Kriteria rujukan :
- Jika ada indikasi miringotomi
- Jika ada komplikasi OMA
j. Referensi 1) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan
Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Kesehatan
Primer. Edisi Revisi. Jakarta. 2014.
2. Blefaritis
Level SKDI 4A
Sistem THT-KL
a. Pengertian Blefaritis adalah radang pada tepi kelopak mata (margo
palpebra) yang dapat disertai terbentuknya ulkus dan
dapat melibatkan folikel rambut.
b. Prevalensi -
c. Etiologi Blefaritis dapat disebabkan infeksi dan alergi yang
biasanya berjalan kronis atau menahun. Blefaritis alergi
dapat terjadi akibat dabu, asap, bahan kimia iritstif, dan
bahan kosmetik. Infeksi kelopak dapat disebabkan
kuman streptococcus alfa atai beta, pneumococcus dan
pseudomonas.
d. Faktor resiko Kelainan kulit, misalnya dermatitis seboroik
Higiene personal dan lingkungan yang kurang baik
e. Gejala Gatal pada tepi kelopak mata
Rasa panas pada tepi kelopak mata
Merah/hiperemia pada tepi kelopak mata
Terbentuk sisik yang keras dan krusta terutama di
sekitar dasar bulu mata
Kadang disertai kerontokan bulu mata (madarosis),
putih pada bulu mata (poliosis), dan trikiasis
Dapat keluar sekret yang mengering selama tidur,
sehingga ketika bangun kelopak mata sukar dibuka
f. Tanda Skuama atau krusta pada tepi kelopak.
Bulu mata rontok.
Dapat ditemukan tukak yang dangkal pada tepi
kelopak mata.
Dapat terjadi pembengkakan dan merah pada kelopak
mata.
Dapat terbentuk krusta yang melekat erat pada tepi
kelopak mata.
Jika krusta dilepaskan, bisa terjadi perdarahan.
g. Pemeriksaan Penunjang -
h. Diagnosis Banding Blefaritis bakterial
Blefaritis virus
Blefaritis jamur
Trauma kelopak
Entropion
Ektropion
i. Terapi Farmakologi :
Apabila ditemukan ulkus pada kelopak mata, dapat
diberikan salep atau tetes mata antibiotik hingga
gejala menghilang.
Non Farmakologi :
- Membersihkan kelopak mata dengan lidi kapas
yang dibasahi air hangat
- Membersihkan dengan sampo atau sabun
- Kompres hangat selama 5-10 menit
j. Referensi 1) Ilyas, Sidarta. Ilmu penyakit Mata. Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010: 89-103.
2) Tim Penyusun. Panduan praktik klinis bagi dokter di
fasilitas pelayanan kesehatan primer. Jakarta:
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. 2014:171-3.
3) Tim Penyusun. Panduan praktik klinis bagi dokter di
fasilitas pelayanan kesehatan primer. Jakarta:
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. 2017:120-1.
SISTEM RESPIRASI
1. TB Paru Tanpa Komplikasi
Level SKDI 4A
Sistem Respirasi
a. Pengertian Penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB yaitu Mycobacterium tuberkulosis
b. Prevalensi Usia Dewasa
c. Etiologi Mycobacterium tuberkulosis : bakteri tahan asam,
bentuk basil soliter
d. Faktor resiko Usia
Pendidikan
Lama kontak keluarga dengan pendertita TB paru
Perilaku
Status ekonomi
Kepadatan hunian
e. Gejala Gejala umum :
- Batuk produktif lebih dari 2 minggu
Gejala pernafasan :
- Nyeri dada
- Sesak nafas
- Hemoptisis, dan atau
Gejala sistemik :
- Demam
- Tidak nafsu makan
- BB ↓
- Keringat malam
- Mudah lelah
f. Tanda Auskultasi : suara paru bronkhial/amforik/ronkhi
basah/ suara nafas melemah di apex paru
Penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.
g. Pemeriksaan Penunjang Darah : limfositosis/ monositosis, LED meningkat,
Hb ↓
Mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/BTA)
atau kultur kuman dari spesimen sputum/dahak
sewaktu-pagi-sewaktu.
TB non paru, spesimen dapat diambil dari bilas
lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun
biopsi jaringan.
Foto toraks PA-Lateral/ top lordotik :
- Bercak-bercak awan, batas tidak jelas, atau dengan
batas tegas membentuk tuberkuloma di apeks paru.
- Kavitas (bayangan berupa cincin berdinding tipis)
- Pleuritis (penebalan pleura)
- Efusi pleura (sudut kostofrenikus tumpul)
h. Diagnosis Banding Pneumonia
Bronkitis
PPOK
Karsinoma paru
i. Terapi Farmakologi :
Non Farmakologi :
-
Kriteria Rujukan :
- Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (+) tapi
tidak menunjukkan perbaikan setelah pengobatan
dalam jangka waktu tertentu
- Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (-/
meragukan)
- Pasien dengan sputum BTA tetap (+) setelah
jangka waktu tertentu
- TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB
dengan komorbid)
- Suspek TB – MDR harus dirujuk ke pusat rujukan
TB-MDR.
j. Referensi 1) Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer Edisi Revisi Tahun
2017.
2. Bronkitis Akut
Level SKDI 4A
Sistem Respirasi
a. Pengertian Bronkitis akut adalah peradangan pada bronkus (saluran
udara ke paru-paru).
b. Prevalensi Bronkitis akut dapat dijumpai pada semua umur, namun
paling sering didiagnosis pada anak-anak muda dari usia
5 tahun.
c. Etiologi Bronkitis akut dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
Infeksi virus,
Infeksi bakteri,
Rokok,
Asap rokok,
Paparan terhadap iritasi,
Bahan-bahan yang mengeluarkan polusi,
Penyakit gastrofaringeal refluk,
Pekerjaan yang terekspos dengan debu atau asap.
d. Faktor resiko Faktor kebiasaan merokok
Terpapar asap rokok
Faktor pekerjaan yang terpapar debu dan asap
e. Gejala Batuk (berdahak maupun tidak berdahak) selama 2-3
minggu.
Dahak dapat berwarna jernih, putih, kekuning-
kuningan atau kehijauan.
Demam (biasanya ringan)
Rasa berat dan tidak nyaman di dada
Sesak nafas
Sering ditemukan bunyi nafas mengi atau “ngik”,
terutama setelah batuk.
Bila iritasi saluran terjadi, maka dapat terjadi batuk
darah.
f. Tanda Inspeksi: pasien tampak kurus dengan barrel shape
chest (diameter anteroposterior dada meningkat).
Palpasi : fremitus taktil dada normal.
Perkusi :sonor, peranjakan hati mengecil, batas paru
hati lebih rendah.
Suara nafas vesikuler atau bronkovesikuler dengan
ekspirasi panjang, terdapat ronki basah kasar yang
tidak tetap (dapat hilang atau pindah setelah batuk),
wheezing dengan berbagai gradasi (perpanjangan
ekspirasi hingga mengi) dan krepitasi.
g. Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram akan
banyak didapat leukosit PMN dan mungkin pula
bakteri.
2) Foto thorax pada bronkitis kronis memperlihatkan
tubuler shadow berupa bayangan garis-garis yang
paralel keluar dari hilus menuju apex paru dan
corakan paru yang bertambah.
3) Tes fungsi paru dapat memperlihatkan obstruksi jalan
nafas yang reversibel dengan menggunakan
bronkodilator.
h. Diagnosis Banding Epiglotitis
Bronkiolitis
Influenza
Sinusitis
PPOK
Faringitis
Asma
Bronkiektasis
i. Terapi Farmakologi
- Pemberian obat antitusif (penekan batuk): DMP
(dekstromethorfan) 15 mg, diminum 2-3 kali
sehari. Kodein (obat Doveri) dapat diberikan 10
mg, diminum 3 x/hari, bekerja dengan menekan
batuk pada pusat batuk di otak. Antitusif tidak
dianjurkan pada kehamilan, ibu menyusui dan
anak usia 6 tahun ke bawah. Pada penderita
bronkitis akut yang disertai sesak napas,
pemberian antitusif perlu umpan balik dari
penderita. Jika penderita merasa tambah sesak,
maka antitusif dihentikan.
- Pemberian ekspektoran (obat batuk pengencer
dahak) yang lazim digunakan di antaranya: GG
(Glyceryl Guaiacolate), bromheksin, ambroksol,
dan lain-lain.
- Antipiretik (pereda panas): parasetamol
(asetaminofen), dan sejenisnya, digunakan jika
penderita demam.
- Bronkodilator (melonggarkan napas), diantaranya:
salbutamol, terbutalin sulfat, teofilin, aminofilin,
dan lain-lain. Obat-obat ini digunakan pada
penderita yang disertai sesak napas atau rasa berat
bernapas, sehingga obat ini tidak hanya untuk obat
asma, tetapi dapat juga untukbronkitis. Efek
samping obat bronkodilator perlu diketahui pasien,
yakni: berdebar, lemas, gemetar dan keringat
dingin.
- Antibiotika hanya digunakan jika dijumpai tanda-
tanda infeksi oleh kuman berdasarkan pemeriksaan
dokter. Antibiotik yang dapat diberikan antara
lain: ampisilin, eritromisin, atau spiramisin, 3 x
500 mg/hari.
- Terapi lanjutan: jika terapi antiinflamasi sudah
dimulai, lanjutkan terapi hingga gejala menghilang
paling sedikit 1 minggu. Bronkodilator juga dapat
diberikan jika diperlukan.
Non Farmakologi
- Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi
gejala-gejala tidak hanya pada fase akut, tapi juga
pada fase kronik, serta dalam melaksanakan
aktivitas sehari-hari sesuai dengan pola
kehidupannya.
- Mengurangi laju perkembangan penyakit apabila
dapat dideteksi lebih awal.
- Oksigenasi pasien harus memadai.
- Istirahat yang cukup.
j. Referensi 1) Tim Penyusun. Panduan praktik klinis bagi dokter di
fasilitas pelayanan kesehatan primer. Jakarta:
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. 2017: 248-
51
SISTEM KARDIOVASKULER
1. Hipertensi Essensial
Level SKDI 4A
Sistem Kardiovaskuler
a. Pengertian Peningkatan tekanan darah yang belum diketahui
penyebabnya.
b. Prevalensi Lebih sering didapatkan pada perempuan dari pada
laki-laki dengan perbandingan 2:1
Sering terjadi pada usia lebih dari > 50 tahun.
c. Etiologi Hipertensi esensial merupakan hipertensi yang tidak
diketahui penyababnya.
d. Faktor resiko Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
- Umur
- Jenis kelamin
- Riwayat hipertensi dan penyakit kardiovaskular
dalam keluarga.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:
- Riwayat pola makan (konsumsi garam berlebihan)
- Konsumsi alkohol berlebihan
- Aktivitas fisik kurang
- Kebiasaan merokok
- Obesitas
- Dislipidemia
- Diabetus Melitus
- Psikososial dan stres
e. Gejala Sakit atau nyeri kepala
Gelisah
Jantung berdebar-debar
Pusing
Leher kaku
Penglihatan kabur
Rasa sakit di dada Keluhan tidak spesifik antara lain
tidak nyaman kepala, mudah lelah dan impotensi.
f. Tanda Pasien tampak sehat, dapat terlihat sakit ringan-berat
bila terjadi komplikasi hipertensi ke organ lain.
Tekanan darah meningkat sesuai kriteria JNC VII.
Pada pasien dengan hipertensi, wajib diperiksa status
neurologis dan pemeriksaan fisik jantung (tekanan
vena jugular, batas jantung, dan ronki).
g. Pemeriksaan Penunjang 1) Labortorium
Urinalisis (proteinuria),
Tes gula darah,
Profil lipid,
Ureum,
Kreatinin
2) X ray thoraks
3) EKG (Elektrokardiografi)
4) Funduskopi
h. Diagnosis Banding White collar hypertension,
Nyeri akibat tekanan intraserebral,
Ensefalitis
i. Terapi Farmakologi
Hipertensi tanpa compelling indication
- Hipertensi stage 1 dapat diberikan diuretik (HCT
12.5-50 mg/hari, atau pemberian penghambat ACE
(captopril 3x12,5-50 mg/hari), atau nifedipin long
acting 30-60 mg/hari) atau kombinasi.
- Hipertensi stage 2 Bila target terapi tidak tercapai
setelah observasi selama 2 minggu, dapat
diberikan kombinasi 2 obat, biasanya golongan
diuretik, tiazid dan penghambat ACE atau
penyekat reseptor beta atau penghambat kalsium.
- Pemilihan anti hipertensi didasarkan ada tidaknya
kontraindikasi dari masing-masing antihipertensi
di atas. Sebaiknya pilih obat hipertensi yang
diminum sekali sehari atau maksimum 2 kali
sehari. Bila target tidak tercapai maka dilakukan
optimalisasi dosis atau ditambahkan obat lain
sampai target tekanan darah tercapai
- Terjadi komplikasi.
- Fluorikuinolon
- Amoxicillin-clavulanate
- Cefpodoxime
Non Farmakologi :
Pasien dan keluarga diberikan pemahaman tentang
infeksi saluran kemih dan hal-hal yang perlu
diperhatikan, antara lain:
Edukasi tentang penyebab dan faktor risiko penyakit
infeksi saluran kemih. Penyebab infeksi saluran
kemih yang paling sering adalah karena masuknya
flora anus ke kandung kemih melalui perilaku atau
higiene pribadi yang kurang baik.
Pada saat pengobatan infeksi saluran kemih,
diharapkan tidak berhubungan seks.
Waspada terhadap tanda-tanda infeksi saluran kemih
bagian atas (nyeri pinggang) dan pentingnya untuk
kontrol kembali.
Patuh dalam pengobatan antibiotik yang telah
direncanakan.
Menjaga higiene pribadi dan lingkungan.
Kriteria Rujukan
Jika ditemukan komplikasi dari ISK maka dilakukan
ke layanan kesehatan sekunder
Jika gejala menetap dan terdapat resistensi kuman,
terapi antibiotika diperpanjang berdasarkan
antibiotika yang sensitif dengan pemeriksaan kultur
urin
j. Referensi 1) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan
Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Kesehatan
Primer. Edisi Revisi. Jakarta. 2014.
2. Gonore
Level SKDI 4A
Sistem Ginjal Dan Saluran Kemih
a. Pengertian Gonore adalah penyakit menular seksual yang
disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae.
b. Prevalensi Penderita paling banyak dijumpai pada remaja dan
dewasa muda yaitu pada usia 20-40 tahun.
c. Etiologi Gonore adalh penyakit yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae. Neisseria gonorrhoeae adalah bakteri
diplokokus gram negatif yang aerob dan berbentuk
seperti biji kopi. Terletak intraselular yang biasanya
terdapat di dalam leukosit polimorfonuklear. Bakteri
tersebut memilki diameter sekitar 0,8 μm. Selain itu,
kuman ini tidak motil dan tidak berspora. Suhu 35°C-
37°C dan pH 7,2- 7,6 merupakan kondisi optimal untuk
bakteri Neisseria gonorrhoeae tumbuh. Secara
morfologik gonokokok ini terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1
dan 2 yang mempunyai pili yang bersifat virulen, serta
tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai pili dan bersifat non
virulen.
d. Faktor resiko Berganti-ganti pasangan seksual.
Homoseksual dan Pekerja Seks Komersial (PSK).
Wanita usia pra pubertas dan menopause lebih rentan
terkena gonore.
Bayi dengan ibu menderita gonore.
Hubungan seksual dengan penderita tanpa proteksi
(kondom).
e. Gejala Pada pria, keluhan tersering adalah kencing nanah.
Gejala diawali oleh rasa panas dan gatal di distal
uretra, disusul dengan disuria, polakisuria dan
keluarnya nanah dari ujung uretra yang kadang
disertai darah.Selain itu, terdapat perasaan nyeri saat
terjadi ereksi.Gejala terjadi pada 2-7 hari setelah
kontak seksual. Apabila terjadi prostatitis, keluhan
disertai perasaan tidak enak di perineum dan
suprapubis, malaise, demam, nyeri kencing hingga
hematuri, serta retensi urin, dan obstipasi.
Pada wanita, gejala subyektif jarang ditemukan dan
hampir tidak pernah didapati kelainan obyektif.
Wanita umumnya datang setelah terjadi komplikasi
atau pada saat pemeriksaan antenatal atau Keluarga
Berencana (KB). Keluhan yang sering menyebabkan
wanita datang ke dokter adalah keluarnya cairan hijau
kekuningan dari vagina, disertai dengan disuria, dan
nyeri abdomen bawah.
Keluhan selain di daerah genital yaitu : rasa terbakar
di daerah anus (proktitis), mata merah pada neonatus
dan dapat terjadi keluhan sistemik (endokarditis,
meningitis, dan sebagainya pada gonore diseminata –
1% dari kasus gonore).
f. Tanda Tampak eritem, edema dan ektropion pada orifisium
uretra eksterna, terdapat duh tubuh mukopurulen, serta
pembesaran KGB inguinal uniatau bilateral. Apabila
terjadi proktitis, tampak daerah anus eritem, edem dan
tertutup pus mukopurulen.
Secara spesifik yang dapat ditemukan:
Pada pria: Pemeriksaan rectal toucher dilakukan
untuk memeriksa prostat: pembesaran prostat dengan
konsistensi kenyal, nyeri tekan dan bila terdapat abses
akan teraba fluktuasi.
Pada wanita: Pemeriksaan in speculo dilakukan
apabila wanita tesebut sudah menikah.Pada
pemeriksaan tampak serviks merah, erosi dan
terdapat secret mukopurulen.
g. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan mikroskopis sediaan langsung duh
tubuh dengan pewarnaan gram untuk menemukan
kuman gonokokus gram negarif, intra atau
ekstraseluler.Pada pria sediaan diambil dari daerah
fossa navikularis, dan wanita dari uretra, muara
kelenjar bartolin, serviks dan rektum.
Pemeriksaan lain bila diperlukan: kultur, tes oksidasi
dan fermentasi, tes betalaktamase, tes thomson
dengan sediaan urin
h. Diagnosis Banding Infeksi saluran kemih,
Faringitis,
Uretritis herpes simpleks,
Arthritis inflamasi dan septik,
Konjungtivitis,
Endokarditis,
Meningitis, dan
Uretritis non gonokokal.
i. Terapi Farmakologi
Pemberian farmakologi dengan antibiotik:
Tiamfenikol, 3,5 gr per oral (p.o) dosis tunggal, atau
Ofloksasin 400 mg (p.o) dosis tunggal, atau
Kanamisin 2 gram Intra Muskular (I.M) dosis
tunggal, atau Spektinomisin 2 gram I.M dosis
tunggal. Tiamfenikol, ofloksasin dan siprofloksasin
merupakan kontraindikasi pada kehamilan dan tidak
dianjurkan pada anak dan dewasa muda.
Non Farmakologi
Memberitahu pasien untuk tidak melakukan kontak
seksual hingga dinyatakan sembuh dan menjaga
kebersihan genital.
j. Referensi 1) Tim Penyusun. Panduan praktik klinis bagi dokter di
fasilitas pelayanan kesehatan primer. Jakarta:
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. 2014: 338-
40.
2) Tim Penyusun. Panduan praktik klinis bagi dokter di
fasilitas pelayanan kesehatan primer. Jakarta:
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. 2017: 436-
7.
3) Djuanda, Prof.DR.Adhi, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2011: 369-70.
SISTEM REPRODUKSI
1. ISK Bagian Bawah
Level SKDI 4A
Sistem Reproduksi
a. Pengertian Infeksi saluran kemih merupakan salah satu masalah
kesehatan akut yang sering terjadi pada perempuan.
Masalah infeksi saluran kemih tersering adalah sistitis
akut, sistitis kronik, dan uretritis.
b. Prevalensi Pada anak-anak dan usia lanjut
Wanita > laki-laki
c. Etiologi Adanya pertumbuhan mikroorganisme di saluran kemih
d. Faktor resiko Riwayat diabetes melitus
Riwayat kencing batu (urolitiasis)
Higiene pribadi buruk.
Riwayat keputihan
Kehamilan
Riwayat infeksi saluran kemih sebelumnya
Riwayat pemakaian kontrasepsi diafragma
Kebiasaan menahan kencing
Hubungan seksual
Anomali struktur saluran kemih
e. Gejala Sistitis :
- Demam
- Susah buang air kecil
- Nyeri saat akhir BAK
- Sering BAK
- Nokturia
- Anyang-anyang (polakisuria)
- Nyeri suprapubik
Pielonefritis :
- Nyeri pinggang
- Demam tinggi sampai menggigil
- Mual
- Muntah
- Nyeri sudut costovertebra
f. Tanda Demam
Flank pain (nyeri ketok pinggang
belakang/costovertebral angel)
Nyeri tekan suprapubik
g. Pemeriksaan Penunjang Darah perifer lengkap
Urinalisis
Ureum dan kreatinin
Kadar gula darah
Pemeriksaan penunjang tambahan (di layanan
sekunder):
Urine mikroskopik berupa peningkatan >103 bakteri
per lapang pandang
Kultur urin (hanya diindikasikan untuk pasien yang
memiliki riwayat kekambuhan infeksi salurah kemih
atau infeksi dengan komplikasi).
h. Diagnosis Banding Recurrent cystitis,
Urethritis,
Pielonefritis,
Bacterial asymptomatic
i. Terapi Farmakologi :
Minum air putih minimal 2 liter/hari bila fungsi ginjal
normal.
Menjaga higienitas genitalia eksterna
Pada kasus nonkomplikata, pemberian antibiotik
selama 3 hari dengan pilihan antibiotik sebagai
berikut:
- Trimetoprim sulfametoxazole
- Fluorikuinolon
- Amoxicillin-clavulanate
- Cefpodoxime
Non Farmakologi :
Pasien dan keluarga diberikan pemahaman tentang
infeksi saluran kemih dan hal-hal yang perlu
diperhatikan, antara lain:
Edukasi tentang penyebab dan faktor risiko penyakit
infeksi saluran kemih. Penyebab infeksi saluran
kemih yang paling sering adalah karena masuknya
flora anus ke kandung kemih melalui perilaku atau
higiene pribadi yang kurang baik.
Pada saat pengobatan infeksi saluran kemih,
diharapkan tidak berhubungan seks.
Waspada terhadap tanda-tanda infeksi saluran kemih
bagian atas (nyeri pinggang) dan pentingnya untuk
kontrol kembali.
Patuh dalam pengobatan antibiotik yang telah
direncanakan.
Menjaga higiene pribadi dan lingkungan.
Kriteria Rujukan
Jika ditemukan komplikasi dari ISK maka dilakukan
ke layanan kesehatan sekunder
Jika gejala menetap dan terdapat resistensi kuman,
terapi antibiotika diperpanjang berdasarkan
antibiotika yang sensitif dengan pemeriksaan kultur
urin
j. Referensi 1) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan
Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Kesehatan
Primer. Edisi Revisi. Jakarta. 2014.
2. Mastitis
Level SKDI 4A
Sistem Reproduksi
a. Pengertian Mastitis adalah peradangan payudara yang terjadi
biasanya pada masa nifas atau sampai 3 minggu setelah
persalinan
b. Prevalensi Pada usia dewasa
Pada wanita masa nifas atau sampai 3 mingu setelah
persalinan
c. Etiologi Infeksi Bakteri
d. Faktor resiko Primipara
Stress
Tehnik menyusui yang tidak benar, sehingga proses
pengosongan payudara tidak terjadi dengan baik.
(menyusui hanya pada satu posisi)
Penghisapan bayi yang kurang kuat, dapat
menyebabkan statis dan obstruksi kelenjar payudara.
Pemakaian bra yang terlalu ketat
Bentuk mulut bayi yang abnormal (ex: cleft lip or
palate), dapat menimbulkan trauma pada puting susu.
Terdapat luka pada payudara.
Riwayat mastitis sebelumnya saat menyusui.
e. Gejala Anamnesis :
Nyeri dan bengkak pada daerah payudara, biasa pada
salah satu payudara
Adanya demam > 380 C
Paling sering terjadi di minggu ke 3 - 4 postpartum
Gejala Klinis :
Demam disertai menggigil
Dapat disertai demam > 380C
Mialgia
Nyeri di daerah payudara
Sering terjadi di minggu ke–3 dan ke–4 postpartum,
namun dapat terjadi kapan saja selama menyusui
f. Tanda Pemeriksaan tanda vital : nadi meningkat (takikardi).
Pemeriksaan payudara
- payudara membengkak
- unilateral
g. Pemeriksaan Penunjang -
h. Diagnosis Banding -
i. Terapi Farmakologi :
- Berikan Antibiotik (Kloksasilin 500 mg per oral
per 6 jam selama 10 – 14 hari)
- Atau Eritromisin 250 mg per oral 3 x 1 sehari
selama 10 hingga 14 hari
- Analgetik parasetamol 3x500 mg per oral
- Lakukan evaluasi setelah 3 hari.
Non Farmakologi :
- Ibu sebaiknya tirah baring dan mendapat asupan
cairan yang lebih banyak.
- Sampel ASI sebaiknya dikultur dan diuji
sensitivitas.
- Sangga payudara ibu dengan bebat atau bra yang
pas
Konseling dan Edukasi :
- Memberikan pengetahuan akan pentingnya ASI
dan mendorong ibu untuk tetap menyusui,
- Menyusui dapat dimulai dengan payudara yang
tidak sakit.
- Pompa payudara dapat di lakukan pada payudara
yang sakit jika belum kosong setelah bayi
menyusui.
- Ibu dapat melakukan kompres dingin untuk
mengurangi bengkak dan nyeri.
- Ibu harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan
untuk menghindari infeksi yang tidak diinginkan.
j. Referensi 1) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan
Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Kesehatan
Primer. Edisi Revisi. Jakarta. 2014.
SISTEM ENDOKRIN METABOLIK DAN NUTRISI
1. Malnutrisi Energi Protein
Level SKDI 4A
Sistem Endokrin Metabolik Dan Nutrisi
a. Pengertian Malnutrisi Energi Protein (MEP) merupakan keadaan
kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi
energi dan protein dalam makanan sehari-hari atau
disebabkan oleh gangguan penyakit tertentu, sehingga
tidak memenuhi angka kecukupan gizi.
b. Prevalensi Pada anak usia dibawah 5 tahun.
c. Etiologi Defisiensi kalori dan protein
d. Faktor resiko Berat badan lahir rendah
HIV
Infeksi TB
Pola asuh yang salah
e. Gejala Kwashiorkor, dengan keluhan:
- Edema
- Wajah sembab
- Pandangan sayu
- Cengeng
- Rewel
- Kulit keriput
Kunjungan Rumah
a) Tenaga kesehatan atau kader melakukan kunjungan
rumah pada anak gizi buruk rawat jalan, bila:
Kriteria Rujukan :
Malaria dengan komplikasi
Malaria berat, namun pasien harus terlebih dahulu
diberi dosis awal Artemisinin atau Artesunat per Intra
Muskular atau Intra Vena dengan dosis awal 3,2mg
/kg BB.
j. Referensi 1) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan
Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Kesehatan
Primer. Edisi Revisi. Jakarta. 2014.
2. Anemia Defisiensi Besi
Level SKDI 4A
Sistem Hematologi Dan Imunologi
Pengertian Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul
akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis,
karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang
pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin
berkurang.
Prevalensi Pada semua jenis kelamin dan usia, tetapi meningkat
pada ibu hamil
Etiologi Akibat rendahnya asupan besi atau gangguan absorpsi
atau kehilangan besi akibat pendarahan
Faktor resiko Ibu hamil
Remaja putri
Status gizi kurang
Faktor ekonomi kurang
Infeksi kronik
Vegetarian
Gejala Lemah
Lesu
Letih
Lelah
Penglihatan berkunang-kunang
Pusing
Telinga berdenging
Penurunan konsentrasi
Sesak nafas
Tanda Gejala umum
Pucat dapat terlihat pada: konjungtiva, mukosa mulut,
telapak tangan, dan jaringan di bawah kuku.
Gejala anemia defisiensi besi
- Disfagia
- Stomatitis angularis
- Koilonikia
Kriteria Rujukan :
- Anemia tanpa gejala dengan kadar Hb <8 g/dL.