Anda di halaman 1dari 12

Isi Brahmajala Sutta 1. a.

      18 Pandangan masa lampau


 Empat pandangan kepercayaan atta
Ada dua pokok besar yang diuraikan dalam dan loka adalah kekekalan (sassata
Brahmajala sutta, yaitu tentang sila (peraturan ditthi).
perilaku yang benar) dan ditthi (pandangan o Sebagian petapa dan
atau teori ajaran). Sila yang diuraikan adalah brahmana yang mampu menginggat
Cula sila, Majjhima sila dan Maha Sila. Cula kehidupan lampaunya pada
sila berkenaan dengan peraturan-peraturan 1,2,3,4,5,10,20,30,40,50,100,1000,beberap
yang terdapat dalam dasa sila Buddhis. a ribu atau puluhan ribu kehidupan yang
Majjhima sila berkenaan dengan rincian dari lampau berpendapat bahwa “atta adalah
pelaksanaan sila keenam, ketujuh, kedelapan, kekal dan loka tidak membentuk atta yang
kesembilan dari dasa sila. Buddhis maupun baru, itu tetap bagakan puncak gunung
tentang pemeliharaan tumbuh-tumbuhan agar karang, atau bagaikan tiang yang kokoh
tetap lestari, dan cara berbicara yang pantas. kuat, dan walaupun makhluk-makhluk
Maha Sila adalah sila yang perlu dilaksanakan berpindah, mati, dan terlahir kembali dari
oleh setiap umat Buddha. satu kehidupan ke kehidupan yang lain,
namun demikian mereka itu tetep kekal
1.   Tentang sila (peraturan perilaku selamanya.”
atau moral yang benar) o Sebagian petapa dan
1. a.      Cula Sila brahmana yang mampu menginggat
kehidupan yang lampau pada 1,2,3,4,5,10
Cula sila berkenaan dengan peraturan- kali masa bumi berevolusi berpendapat
peraturan yang terdapat dalam dasa sila bahwa “atta adalah kekal dan loka tidak
Buddhis. membentuk atta yang baru, itu tetap
bagakan puncak gunung karang, atau
bagaikan tiang yang kokoh kuat, dan
1. b.      Majjihma sila
walaupun makhluk-makhluk berpindah,
Majjhima sila berkenaan dengan rincian dari mati, dan terlahir kembali dari satu
pelaksanaan sila keenam, ketujuh, kedelapan, kehidupan ke kehidupan yang lain, namun
kesembilan dari dasa sila, seperti: Tidak demikian mereka itu tetep kekal
menimbun makanan, Tidak melihat selamanya.”
pertunjukan, Tidak menggunakan tempat tidur 
o Sebagian petapa dan
yang besar dan mewah, dll.
brahmana yang mampu menginggat
kehidupan lampau pada 10,20,30,40 kali
1. c.       Maha sila masa bumi berevolusi berpendapat bahwa
“atta adalah kekal dan loka tidak
Maha Sila adalah sila yang perlu dilaksanakan membentuk atta yang baru, itu tetap
oleh setiap umat Buddha. bagaikan puncak gunung karang, atau
bagaikan tiang yang kokoh kuat, dan
Tidak mencari penghasilan dengan walaupun makhluk-makhluk berpindah,
ketrampilan yang salah seperti: Meramal mati, dan terlahir kembali dari satu
nasib, Membicarakan tanda-tanda akan alamat kehidupan kekehidupan yang lain, namun
baik atau buruk dengan benda-benda, dll. demikian mereka itu tetep kekal
selamanya.”
o Beberapa petapa dan
1. 2.      Ditthi (pandangan atau teori
brahmana yang berlandaskan pada
ajaran)
pandangannya pada pikiran dan logika saja
Sang Buddha menjelaskan tentang 62 pada kesangupannya saja berpendapat
pandangan salah yang banyak dianut oleh bahwa “atta adalah kekal dan loka tidak
orang di dunia, yaitu : membentuk atta yang baru, itu tetap
bagaikan puncak gunung karang, atau
bagaikan tiang yang kokoh kuat, dan
walaupun makhluk-makhluk berpindah, dari alam tersebut, mereka tetap kekal abadi,
mati, dan terlahir kembali dari satu tidak berubah sampai selama-lamanya.
kehidupan kekehidupan yang lain, namun Tetapi yang memiliki pikiran yang ternoda
demikian mereka itu tetep kekal selalu diliputi perasaan iri dan cemburu
selamanya.” kepada orang lain, maka tubuh ini menjadi
lemah, mati dan terlahir kembali sebagai
 Empat jenis kepercayaan dualisme
makhluk  yang tidak kekal, berubah, dan
pada kekekalan dan ketidak-kekelan
memiliki usia yang terbatas.
(ekacca sassata ditthi).
 Yang disebut mata, telinga, hidung,
 Pada suatu waktu ketika berakhirnya
lidah, dan jasmani adalah atta yang bersifat
suatu masa yang lama sekali bumi mulai
tidak kekal, tidak tetap, tidak abadi, selalu
berevolusi, ketika hal itu terjadi alam
berubah. Tetapi apa yang dinamakan batin,
brahmana terlihat sepi dan kosong. Ada
pikiran, atau kesadaran  adalah atta yang
makhluk dari alam dewa abhassara yang
bersifat kekal, tetap, abadi dan tidak akan
masa hidupnya atau pahala kamma baiknya
berubah.
habis. Ia meninggal dari alam dewa
abhassara dan terlahir di alam brahma. Dia  Empat pandangan mengenai
hidup ditunjang dengan kekuatan pikiran apakah dunia itu terbatas atau tak
yang diliputi keingginan, berkeingginan agar terbatas (antanantikavada).
ada makhluk lain yang datang dan hidup
 Para petapa dan brahmana yang
bersamanya, pada saat itu ada makhluk yang
membayangkan dunia ini terbatas, berkata:
masa hidup dan pahala baiknya habis dan
“Dunia ini terbatas, jalan yang dibuat
terlahir di alam brahmana. Makhluk dari
menggelilingi dan kami berada dalam dunia
alam brahmana yang pertama berpendapat
yang nampak terbatas”.
”saya brahmana, maha brahmana,  maha
agung, maha tau, penuasa, tuan dari semua,  Para petapa dan brahmana yang
pencipta, penentu tempat bagi semua membayangkan dunia ini tidak terbatas,
makhluk, semua makhluk adalah ciptaanku”. berkata “para petapa yang menyatakan dunia
Setelah ada beberapa makhluk yang ini terbatas sehingga jalan dapat
meninggal, dari alam brahmana dan terlahir mengelilinginya adalah salah”.
di alam manusia, hidup menjadi petapa
 Ada petapa dan brahmana yang
hingga mampu menginggat kehidupannya
membayangkan dunia ini ada yang terbatas
yang lampau dia berkata “dialah brahmana,
dan ada yang tidak terbatas maka mereka
maha brahmana,  maha agung, maha tau,
berpendapat dunia ini ada yang terbatas dan
penuasa, tuan dari semua, pencipta, penentu
ada yang tidak terbatas.
tempat bagi semua makhluk, semua makhluk
adalah ciptaannya”. Dia tetap kekal dan  Para petapa dan brahmana
keadaannya tidak berubah, ia akan tetap menyatakan pendapat mereka yang
kekal selamanya, tetapi kami yang didasarkan pada argumentasi mereka dan
diciptakannya dan datang kesini adalah tidak hanya dilandaskan pada kesanggupannya
kekal, berubah dan memiliki usia yang saja membayangkan dan berpendapat dunia
terbatas. ini adalah bukan terbatas ataupun bukan
tidak terbatas.
 Dewa-dewa yang tidak ternoda oleh
kesenangan adalah tetap kekal abadi  Empat jenis pengelakan yang tidak
selamanya. Tetapi bagi yang terjatuh dari jelas (Amaravikkepikavada).
alam tersebut, tidak dapat menggendalikan
 Ada petapa dan brahmana karena rasa
diri karena terikat pada kesenangan, kita
takut dan tidak senang pada kesalahan yang
terlahir disini adalah tidak kekal. Berubah
disebabkan menyatakan pendapat, maka ia
dan usia kita pun terbatas.
akan menyatakan sebuah pertanyaan yang
 Para dewa yang pikirannya mereka ditanyakan padanya, maka ia akan menjawab
tidak ternoda dan tidak diliputi perasaan iri berbelit-belit dan membingungkan.
hati pada yang lain, maka mereka tidak
 Ada petapa dan brahmana karena rasa
emburu pada dewa yang lain, dengan
takut dan tidak senang pada kesalahan yang
demikian mereka tidak meninggal atau jatuh
disebabkan menyatakan pendapat yang  Setelah mati, atta tetap ada, tidak
terikat pada keadaan batin, maka ia akan berubah dan sadar, dan terbatas
menyatakan sebuah pertanyaan yang
 Setelah mati, atta tetap ada, tidak
ditanyakan padanya, maka ia akan menjawab
berubah dan sadar, dan tidak terbatas
berbelit-belit dan membingungkan.
 Setelah mati, atta tetap ada, tidak
 Ada petapa dan brahmana yang
berubah dan sadar, dan terbatas dan tidak
pandai, cerdik, berpengalaman dalam
terbatas
berdebat, pandai mencari kesalahan, pandai
mengelak, yang menurut pendapatnya dapat  Setelah mati, atta tetap ada, tidak
menolak spekulasi orang lain dengan berubah dan sadar, dan bukan terbatas atau
kebijaksanaan mereka, maka ia akan pun bukan tidak terbatas
menyatakan sebuah pertanyaan yang
 Setelah mati, atta tetap ada, tidak
ditanyakan padanya, maka ia akan menjawab
berubah dan sadar, dan memiliki semacam
berbelit-belit dan membingungkan.
bentuk kesadaran
 Ada petapa dan brahmana yang bodoh
 Setelah mati, atta tetap ada, tidak
dan dungu. Dan karena kebodohan atau
berubah dan sadar, dan memiliki macam-
kedunguannya , maka ia akan menyatakan
macam bentuk kesadaran
sebuah pertanyaan yang ditanyakan padanya,
maka ia akan menjawab berbelit-belit dan   Setelah mati, atta tetap ada, tidak
membingungkan. berubah dan sadar, dan memiliki kesadaran
terbatas
 
 Setelah mati, atta tetap ada, tidak
berubah dan sadar, dan memiliki kesadaran
 Dua doktrin non sebab akibat tidak terbatas
(adhiccasamuppanikavada)
 Setelah mati, atta tetap ada, tidak
 Ada petapa dan brahmana menyatakan berubah dan sadar, dan selalu bahagia
segala sesuatu terjadi secara kebetulan dan
berpendapat bahwa “atta dan loka terjadai  Setelah mati, atta tetap ada, tidak
tanpa adanya sebab karena, dulu ada berubah dan sadar, dan selalu menderita
sekarang ada”.  Setelah mati, atta tetap ada, tidak
 Ada beberapa petapa dan brahmana berubah dan sadar, dan bahagia dan
berpandangan yang didasarkan pada pikiran menderita
dan logika menyatakan pendapat dan  Setelah mati, atta tetap ada, tidak
argumentasinya dan didasari pada berubah dan sadar, dan bukan bahagia
kesanggupannya berpendapat, “atta dan loka ataupun bukan menderita
terjadi tanpa adanya sebab.
2. 44 Pandangan yang berkaitan
 Enambelas jenis kepercayaan pada dengan masa yang akan datang
adanya sanna setelah kematian
(uddhamaghatanika sanni vada)  Delapan jenis kepercayaan pada
tidak adanya sanna setelah kematian
 Setelah mati, atta tetap ada, tidak (uddahamaghatanika asanni vada).
berubah dan sadar, dan mempunyai bentuk
 Setelah mati, atta tidak berubah dan
  Setelah mati, atta tetap ada, tidak tidak memiliki kesadaran, dan berbentuk
berubah dan sadar, dan tidak berbentuk
 Setelah mati, atta tidak berubah dan
 Setelah mati, atta tetap ada, tidak tidak memiliki kesadaran, dan tidak
berubah dan sadar, dan berbentuk dan tidak berbentuk
berbentuk
 Setelah mati, atta tidak berubah dan
 Setelah mati, atta tetap ada, tidak tidak memiliki kesadaran, dan berbentuk dan
berubah dan sadar, dan bukan berbentuk atau tidak berbentuk
pun bukan tidak berbentuk
 Setelah mati, atta tidak berubah dan tanpa memiliki  kesadaran, dan  bukan
tidak memiliki kesadaran, dan bukan terbatas atau pun bukan tidak terbatas
berbentuk ataupun bukan tidak berbentuk
 Tujuh jenis kepercayaan pada
 Setelah mati, atta tidak berubah dan anihilasi (uccheda vada).
tidak memiliki kesadaran, dan terbatas
 Ada beberapa petapa dan brahmanna
 Setelah mati, atta tidak berubah dan berpendapat dan berpandangan, “atta
tidak memiliki kesadaran, dan tidak terbatas mempunyai bentuk (rupa) yang terdiri dari 4
zat (catummahabhutarupa) dan mrupakan
 Setelah mati, atta tidak berubah dan
keturunan dari ayah dan ibu, bila meninggal
tidak memiliki kesadaran, dan terbatas dan
dunia, tubuh menjadi hancur dan lenyap  dan
tidak terbatas
tidak ada lagi kehidupan kembali.”
 Setelah mati, atta tidak berubah dan
 Ada beberapa petapa dan brahmana
tidak memiliki kesadaran, dan bukan terbatas
berpendapat dan berpandangan, “atta tidak
dan bukan tidak terbatas
musnah sekaligus karena ada atta lain lagi
  yang luhur berbentuk, termasuk alat
kesenangan indera (kamavacaro), hidup
dengan makanan material
 Delapan jenis kepercayaan pada (kavalinkaraharabhakkho), yang kamu tidak
adanya bukan sanna pun bukan non tahu atau tidak lihat tetapi saya telah
sanna setelah kematian mengetahui atau telah melihatnya. Dengan
(uddhamaghatanika nevasanni nasanni demikian setelah meninggal dunia makhluk
vada) itu binasa, lenyap dan musnah.”
 Setelah mati, atta tidak berubah  dan  Ada beberapa petapa dan brahmana
bukan memiliki kesadaran atau pun bukan berpandangan dan berpendapat,” atta itu
tanpa memiliki  kesadaran, dan  berbentuk tidak musnah sekaligus karena ada atta lain
 Setelah mati, atta tidak berubah  dan lagi yang luhur, berbentuk, di bentuk oleh
bukan memiliki kesadaran atau pun bukan pikiran (manomaya), semua bagian
tanpa memiliki  kesadaran, dan  dan tidak sempurna, indranya pun lengkap, setelah
berbentuk meninggal atta musnah dan lenyap. Dengan
demikian setelah meninggal makhluk itu
 Setelah mati, atta tidak berubah  dan binasa, lenyap musnah.”
bukan memiliki kesadaran atau pun bukan
tanpa memiliki  kesadaran, dan  berbentuk  Ada beberapa petapa dan brahmana
dan tidak berbentuk berpandangan dan berpendapat,” atta tidak
musnah sekaligus, karena ada atta lain yang
 Setelah mati, atta tidak berubah  dan melampaui adanya bentuk (rupasanna) yang 
bukan memiliki kesadaran atau pun bukan telah melenyapkan rasa tidak senang
tanpa memiliki  kesadaran, dan  bukan (pathigasanna), tidak memperhatikan
berbentuk ataupun bukan tidak berbentuk penyerapan-penyerapan lain (nannattasanna),
 Setelah mati, atta tidak berubah  dan menyadari ruang tanpa batas
bukan memiliki kesadaran atau pun bukan (akasanancayatana), setelah meninggal atta
tanpa memiliki  kesadaran, dan terbatas musnah dan lenyap. Dengan demikian
setelah meninggal makhluk itu binasa,
 Setelah mati, atta tidak berubah  dan lenyap musnah”.
bukan memiliki kesadaran atau pun bukan
tanpa memiliki  kesadaran, dan tidad terbatas  Ada beberapa petapa dan brahmana
berpandangan dan berpendapat, “atta tidak
 Setelah mati, atta tidak berubah  dan musnah sekaligus, karena ada atta yang lain
bukan memiliki kesadaran atau pun bukan lagi yang melampaui alam
tanpa memiliki  kesadaran, dan  terbatas dan (akasanancayatana), menyadari kesadaran
tidak terbatas kesadaran tanpa batas, mencapai alam
 Setelah mati, atta tidak berubah  dan kesadaran tanpa batas (vinnanancayatana),
bukan memiliki kesadaran atau pun bukan setelah meninggal atta musnah dan lenyap.
Dengan demikian setelah meninggal mereka berpendapat bahwa kebahagiaan
makhluk itu binasa, lenyap musnah.” mutlak dapat dicapai dalam kehidupan
sekarang ini”.
 Ada beberapa petapa dan brahmana
berpandangan dan berpendapat,” atta tdak  Ada beberapa petapa dan brahmana
musnah sekaligus, karena ada atta lain yang berpendapat, “ bila mana atta terbebas dari
melampaui alam (vinnanancayatana), keingginan dan kegiuran, pikiran terpusat,
menyadari kekosongan, mencapai alam seimbang, penuh perhatian, berpengertian
kekosongan (akincannayatana), setelah jelas (sato ca sampajano), dan tubuh
meninggal atta musnah dan lenyap. Dengan mengalami kebahagiaan yang dikatakan oleh
demikian setelah meninggal makhluk itu para ariya sebagai keseimbangan yang
binasa, lenyap musnah.” disertai perhatian dan penggertaian jelas ,
mencapai dan berada di jhana III, maka 
 Ada beberapa petapa dan brahmana
dengan ini atta mencapai kebahagiaan
berpandangan dan berpendapat, “atta tidak
mutlak nibbana dalam kehidupan sekarang
musnah sekaligus karena ada atta lain yang
ini. Dengan demikian mereka berpendapat
melampaui alam akincannayatana, mencapai
bahwa kebahagiaan mutlak dapat dicapai
alam bukan pencerapan atau pun bukan tidak
dalam kehidupan sekarang ini”.
pencerapan (n’evasanna nasannayatana),
setelah meninggal atta musnah dan lenyap.  Ada beberapa petapa dan brahmana
Dengan demikian setelah meninggal berpandangan , “ bilamana atta terbebas dari
makhluk itu binasa, lenyap musnah.” rasa bahagia dan derita (sukkhassa ca pahana
dukkhassa ca pahana) setelah lebih dahulu
 Lima jenis nibbana duniawi sebagai
melenyapkan kesenangan dan kesedihan
yang bisa diwujudkan dalam kehidupan
(somanassa domanassa) mencapai dan
ini juga (ditthadhamma nibbana vada)
berada dalam jhana IV, disertai pikiran yang
 Ada beberapa petapa dan brahmana seimbang dan terpusat, tanpa adanya
berpandangan, “bila atta diliputi oleh kebahagiaan dan penderitaan (adukkha
kenikmatan, kepuasan lima indera, maka atta asukkham), maka  dengan ini atta mencapai
telah mencapai nibbana dalam kehidupaan kebahagiaan mutlak nibbana dalam
sekarang ini. Dengan pendapat yang mereka kehidupan sekarang ini. Dengan demikian
nyatakan mengenai makhluk hidup yang mereka berpendapat bahwa kebahagiaan
dapat mencapai kebahagiaan mutlak dalam mutlak dapat dicapai dalam kehidupan
kehidupan sekarang ini.” sekarang ini”.
 Ada beberapa petapa dan brahmana Pandangan salah tersebut bermula sebagai
berpandangan, “bila mana atta terbebas dari akibat  dari perasaan yang muncul sebagai
kesenangan inderia maupun hal-hal buruk akibat dari kontak yang berulang-ulang
(akusala dhamma) mencapai dan tetap dalam melalui 6 landasan indera, menimbulkan
jhana pertama, keadaan yang menggiurkan,
disertai perhatian dan penyidikan (savittaka
savicara), maka dengan ini atta mencapai  Pandangan dalam dirinya
kebahagiaan mutlak nibbana dalam menimbulkan napsu keinginan.
kehidupan sekarang ini. Dendan demikian  Nafsu keinginan menimbulkan
mereka berpendapat bahwa kebahagiaan kemelekataan.
mutlak dapat dicapai dalam kehidupan
sekarang ini.”  Kemelekatan menimbulkan
kehidupaan.
 Ada beberapa petapa dan brahmana
berpendapat, “ bilamana atta terbebas dari  Proses sebab-akibat kamma dalam
perhatian dan penyelidikan, mencapai dan kehidupan menimbulkan tuminbal lahir.
berada dalam jhana II, keadaan  pikiran  Dan tumimbal lahir menimbulkan usia
terpusat dan seimbang , penuh kegiuran dan tua, kematian, ratap tangis, kesedihan,
bahagia (cetaso ekadi-bhava, vupasamo, piti, penderitaan, rasa tertekan dan keputusasaan.
sukha) maka  dengan ini atta mencapai
kebahagiaan mutlak nibbana dalam Setelah Beliau bersabda demikian, lalu
kehidupan sekarang ini. Dendan demikian bhikkhu Ananda berkata kepada Sang
Bhagava : “Bhante, sangat mengagumkan! bhikkhu dengan hati yang gembira
Sangat mentakjubkan! Apakah nama memuji uraian Sang Bhagava.
uraian Dhamma kebenaran ini?”
Ananda, kau dapat menamakan
uraian ini sebagai Atthajala, Nama : William
Dhammajala, Brahmajala, Ditthijala
atau Sangamavijayo. Demikianlah Kelas : XI IPA
khotbah Sang Bhagava, dan para

Nama : Ken Wilbert Osman


Kelas :11 IPA

Isi Brahmajala Sutta

Ada dua pokok besar yang diuraikan dalam Brahmajala sutta, yaitu tentang sila (peraturan
perilaku yang benar) dan ditthi (pandangan atau teori ajaran). Sila yang diuraikan adalah Cula
sila, Majjhima sila dan Maha Sila. Cula sila berkenaan dengan peraturan-peraturan yang terdapat
dalam dasa sila Buddhis. Majjhima sila berkenaan dengan rincian dari pelaksanaan sila keenam,
ketujuh, kedelapan, kesembilan dari dasa sila. Buddhis maupun tentang pemeliharaan tumbuh-
tumbuhan agar tetap lestari, dan cara berbicara yang pantas. Maha Sila adalah sila yang perlu
dilaksanakan oleh setiap umat Buddha.

2.   Tentang sila (peraturan perilaku atau moral yang benar)


1. a.      Cula Sila
Cula sila berkenaan dengan peraturan-peraturan yang terdapat dalam dasa sila Buddhis.

2. b.      Majjihma sila
Majjhima sila berkenaan dengan rincian dari pelaksanaan sila keenam, ketujuh, kedelapan,
kesembilan dari dasa sila, seperti: Tidak menimbun makanan, Tidak melihat pertunjukan, Tidak
menggunakan tempat tidur  yang besar dan mewah, dll.

2. c.       Maha sila
Maha Sila adalah sila yang perlu dilaksanakan oleh setiap umat Buddha.

Tidak mencari penghasilan dengan ketrampilan yang salah seperti: Meramal nasib,
Membicarakan tanda-tanda akan alamat baik atau buruk dengan benda-benda, dll.

2. 2.      Ditthi (pandangan atau teori ajaran)


Sang Buddha menjelaskan tentang 62 pandangan salah yang banyak dianut oleh orang di dunia,
yaitu :

2. a.      18 Pandangan masa lampau


 Empat pandangan kepercayaan atta dan loka adalah kekekalan
(sassata ditthi).
o Sebagian petapa dan brahmana yang mampu menginggat kehidupan
lampaunya pada 1,2,3,4,5,10,20,30,40,50,100,1000,beberapa ribu atau puluhan
ribu kehidupan yang lampau berpendapat bahwa “atta adalah kekal dan loka
tidak membentuk atta yang baru, itu tetap bagakan puncak gunung karang, atau
bagaikan tiang yang kokoh kuat, dan walaupun makhluk-makhluk berpindah,
mati, dan terlahir kembali dari satu kehidupan ke kehidupan yang lain, namun
demikian mereka itu tetep kekal selamanya.”
o Sebagian petapa dan brahmana yang mampu menginggat kehidupan
yang lampau pada 1,2,3,4,5,10 kali masa bumi berevolusi berpendapat bahwa
“atta adalah kekal dan loka tidak membentuk atta yang baru, itu tetap bagakan
puncak gunung karang, atau bagaikan tiang yang kokoh kuat, dan walaupun
makhluk-makhluk berpindah, mati, dan terlahir kembali dari satu kehidupan ke
kehidupan yang lain, namun demikian mereka itu tetep kekal selamanya.”
o Sebagian petapa dan brahmana yang mampu menginggat kehidupan
lampau pada 10,20,30,40 kali masa bumi berevolusi berpendapat bahwa “atta
adalah kekal dan loka tidak membentuk atta yang baru, itu tetap bagaikan
puncak gunung karang, atau bagaikan tiang yang kokoh kuat, dan walaupun
makhluk-makhluk berpindah, mati, dan terlahir kembali dari satu kehidupan
kekehidupan yang lain, namun demikian mereka itu tetep kekal selamanya.”
o Beberapa petapa dan brahmana yang berlandaskan pada
pandangannya pada pikiran dan logika saja pada kesangupannya saja
berpendapat bahwa “atta adalah kekal dan loka tidak membentuk atta yang baru,
itu tetap bagaikan puncak gunung karang, atau bagaikan tiang yang kokoh kuat,
dan walaupun makhluk-makhluk berpindah, mati, dan terlahir kembali dari satu
kehidupan kekehidupan yang lain, namun demikian mereka itu tetep kekal
selamanya.”
 Empat jenis kepercayaan dualisme pada kekekalan dan ketidak-
kekelan (ekacca sassata ditthi).
 Pada suatu waktu ketika berakhirnya suatu masa yang lama sekali bumi mulai
berevolusi, ketika hal itu terjadi alam brahmana terlihat sepi dan kosong. Ada
makhluk dari alam dewa abhassara yang masa hidupnya atau pahala kamma
baiknya habis. Ia meninggal dari alam dewa abhassara dan terlahir di alam
brahma. Dia hidup ditunjang dengan kekuatan pikiran yang diliputi keingginan,
berkeingginan agar ada makhluk lain yang datang dan hidup bersamanya, pada
saat itu ada makhluk yang masa hidup dan pahala baiknya habis dan terlahir di
alam brahmana. Makhluk dari alam brahmana yang pertama berpendapat ”saya
brahmana, maha brahmana,  maha agung, maha tau, penuasa, tuan dari semua,
pencipta, penentu tempat bagi semua makhluk, semua makhluk adalah ciptaanku”.
Setelah ada beberapa makhluk yang meninggal, dari alam brahmana dan terlahir di
alam manusia, hidup menjadi petapa hingga mampu menginggat kehidupannya
yang lampau dia berkata “dialah brahmana, maha brahmana,  maha agung, maha
tau, penuasa, tuan dari semua, pencipta, penentu tempat bagi semua makhluk,
semua makhluk adalah ciptaannya”. Dia tetap kekal dan keadaannya tidak
berubah, ia akan tetap kekal selamanya, tetapi kami yang diciptakannya dan
datang kesini adalah tidak kekal, berubah dan memiliki usia yang terbatas.
 Dewa-dewa yang tidak ternoda oleh kesenangan adalah tetap kekal abadi
selamanya. Tetapi bagi yang terjatuh dari alam tersebut, tidak dapat
menggendalikan diri karena terikat pada kesenangan, kita terlahir disini adalah
tidak kekal. Berubah dan usia kita pun terbatas.
 Para dewa yang pikirannya mereka tidak ternoda dan tidak diliputi perasaan
iri hati pada yang lain, maka mereka tidak emburu pada dewa yang lain, dengan
demikian mereka tidak meninggal atau jatuh dari alam tersebut, mereka tetap
kekal abadi, tidak berubah sampai selama-lamanya. Tetapi yang memiliki pikiran
yang ternoda selalu diliputi perasaan iri dan cemburu kepada orang lain, maka
tubuh ini menjadi lemah, mati dan terlahir kembali sebagai makhluk  yang tidak
kekal, berubah, dan memiliki usia yang terbatas.
 Yang disebut mata, telinga, hidung, lidah, dan jasmani adalah atta yang
bersifat tidak kekal, tidak tetap, tidak abadi, selalu berubah. Tetapi apa yang
dinamakan batin, pikiran, atau kesadaran  adalah atta yang bersifat kekal, tetap,
abadi dan tidak akan berubah.
 Empat pandangan mengenai apakah dunia itu terbatas atau tak
terbatas (antanantikavada).
 Para petapa dan brahmana yang membayangkan dunia ini terbatas, berkata:
“Dunia ini terbatas, jalan yang dibuat menggelilingi dan kami berada dalam dunia
yang nampak terbatas”.
 Para petapa dan brahmana yang membayangkan dunia ini tidak terbatas,
berkata “para petapa yang menyatakan dunia ini terbatas sehingga jalan dapat
mengelilinginya adalah salah”.
 Ada petapa dan brahmana yang membayangkan dunia ini ada yang terbatas
dan ada yang tidak terbatas maka mereka berpendapat dunia ini ada yang terbatas
dan ada yang tidak terbatas.
 Para petapa dan brahmana menyatakan pendapat mereka yang didasarkan
pada argumentasi mereka dan hanya dilandaskan pada kesanggupannya saja
membayangkan dan berpendapat dunia ini adalah bukan terbatas ataupun bukan
tidak terbatas.
 Empat jenis pengelakan yang tidak jelas (Amaravikkepikavada).
 Ada petapa dan brahmana karena rasa takut dan tidak senang pada
kesalahan yang disebabkan menyatakan pendapat, maka ia akan menyatakan
sebuah pertanyaan yang ditanyakan padanya, maka ia akan menjawab berbelit-
belit dan membingungkan.
 Ada petapa dan brahmana karena rasa takut dan tidak senang pada
kesalahan yang disebabkan menyatakan pendapat yang terikat pada keadaan
batin, maka ia akan menyatakan sebuah pertanyaan yang ditanyakan padanya,
maka ia akan menjawab berbelit-belit dan membingungkan.
 Ada petapa dan brahmana yang pandai, cerdik, berpengalaman dalam
berdebat, pandai mencari kesalahan, pandai mengelak, yang menurut
pendapatnya dapat menolak spekulasi orang lain dengan kebijaksanaan mereka,
maka ia akan menyatakan sebuah pertanyaan yang ditanyakan padanya, maka ia
akan menjawab berbelit-belit dan membingungkan.
 Ada petapa dan brahmana yang bodoh dan dungu. Dan karena kebodohan
atau kedunguannya , maka ia akan menyatakan sebuah pertanyaan yang
ditanyakan padanya, maka ia akan menjawab berbelit-belit dan membingungkan.
 

 Dua doktrin non sebab akibat (adhiccasamuppanikavada)


 Ada petapa dan brahmana menyatakan segala sesuatu terjadi secara
kebetulan dan berpendapat bahwa “atta dan loka terjadai tanpa adanya sebab
karena, dulu ada sekarang ada”.
 Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan yang didasarkan pada
pikiran dan logika menyatakan pendapat dan argumentasinya dan didasari pada
kesanggupannya berpendapat, “atta dan loka terjadi tanpa adanya sebab.
 Enambelas jenis kepercayaan pada adanya sanna setelah kematian
(uddhamaghatanika sanni vada)
 Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan mempunyai
bentuk
  Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan tidak berbentuk
 Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan berbentuk dan
tidak berbentuk
 Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan bukan berbentuk
atau pun bukan tidak berbentuk
 Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan terbatas
 Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan tidak terbatas
 Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan terbatas dan tidak
terbatas
 Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan bukan terbatas
atau pun bukan tidak terbatas
 Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan memiliki semacam
bentuk kesadaran
 Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan memiliki macam-
macam bentuk kesadaran
  Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan memiliki
kesadaran terbatas
 Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan memiliki
kesadaran tidak terbatas
 Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan selalu bahagia
 Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan selalu menderita
 Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan bahagia dan
menderita
 Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan bukan bahagia
ataupun bukan menderita
3. 44 Pandangan yang berkaitan dengan masa yang akan datang
 Delapan jenis kepercayaan pada tidak adanya sanna setelah
kematian (uddahamaghatanika asanni vada).
 Setelah mati, atta tidak berubah dan tidak memiliki kesadaran, dan berbentuk
 Setelah mati, atta tidak berubah dan tidak memiliki kesadaran, dan tidak
berbentuk
 Setelah mati, atta tidak berubah dan tidak memiliki kesadaran, dan berbentuk
dan tidak berbentuk
 Setelah mati, atta tidak berubah dan tidak memiliki kesadaran, dan bukan
berbentuk ataupun bukan tidak berbentuk
 Setelah mati, atta tidak berubah dan tidak memiliki kesadaran, dan terbatas
 Setelah mati, atta tidak berubah dan tidak memiliki kesadaran, dan tidak
terbatas
 Setelah mati, atta tidak berubah dan tidak memiliki kesadaran, dan terbatas
dan tidak terbatas
 Setelah mati, atta tidak berubah dan tidak memiliki kesadaran, dan bukan
terbatas dan bukan tidak terbatas
 

 Delapan jenis kepercayaan pada adanya bukan sanna pun bukan non
sanna setelah kematian (uddhamaghatanika nevasanni nasanni vada)
 Setelah mati, atta tidak berubah  dan bukan memiliki kesadaran atau pun
bukan tanpa memiliki  kesadaran, dan  berbentuk
 Setelah mati, atta tidak berubah  dan bukan memiliki kesadaran atau pun
bukan tanpa memiliki  kesadaran, dan  dan tidak berbentuk
 Setelah mati, atta tidak berubah  dan bukan memiliki kesadaran atau pun
bukan tanpa memiliki  kesadaran, dan  berbentuk dan tidak berbentuk
 Setelah mati, atta tidak berubah  dan bukan memiliki kesadaran atau pun
bukan tanpa memiliki  kesadaran, dan  bukan berbentuk ataupun bukan tidak
berbentuk
 Setelah mati, atta tidak berubah  dan bukan memiliki kesadaran atau pun
bukan tanpa memiliki  kesadaran, dan terbatas
 Setelah mati, atta tidak berubah  dan bukan memiliki kesadaran atau pun
bukan tanpa memiliki  kesadaran, dan tidad terbatas
 Setelah mati, atta tidak berubah  dan bukan memiliki kesadaran atau pun
bukan tanpa memiliki  kesadaran, dan  terbatas dan tidak terbatas
 Setelah mati, atta tidak berubah  dan bukan memiliki kesadaran atau pun
bukan tanpa memiliki  kesadaran, dan  bukan terbatas atau pun bukan tidak
terbatas
 Tujuh jenis kepercayaan pada anihilasi (uccheda vada).
 Ada beberapa petapa dan brahmanna berpendapat dan berpandangan, “atta
mempunyai bentuk (rupa) yang terdiri dari 4 zat (catummahabhutarupa) dan
mrupakan keturunan dari ayah dan ibu, bila meninggal dunia, tubuh menjadi
hancur dan lenyap  dan tidak ada lagi kehidupan kembali.”
 Ada beberapa petapa dan brahmana berpendapat dan berpandangan, “atta
tidak musnah sekaligus karena ada atta lain lagi yang luhur berbentuk, termasuk
alat kesenangan indera (kamavacaro), hidup dengan makanan material
(kavalinkaraharabhakkho), yang kamu tidak tahu atau tidak lihat tetapi saya telah
mengetahui atau telah melihatnya. Dengan demikian setelah meninggal dunia
makhluk  itu binasa, lenyap dan musnah.”
 Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan dan berpendapat,” atta
itu tidak musnah sekaligus karena ada atta lain lagi yang luhur, berbentuk, di
bentuk oleh pikiran (manomaya), semua bagian sempurna, indranya pun lengkap,
setelah meninggal atta musnah dan lenyap. Dengan demikian setelah meninggal
makhluk itu binasa, lenyap musnah.”
 Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan dan berpendapat,” atta
tidak musnah sekaligus, karena ada atta lain yang melampaui adanya bentuk
(rupasanna) yang  telah melenyapkan rasa tidak senang (pathigasanna), tidak
memperhatikan penyerapan-penyerapan lain (nannattasanna), menyadari ruang
tanpa batas (akasanancayatana), setelah meninggal atta musnah dan lenyap.
Dengan demikian setelah meninggal makhluk itu binasa, lenyap musnah”.
 Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan dan berpendapat, “atta
tidak musnah sekaligus, karena ada atta yang lain lagi yang melampaui alam
(akasanancayatana), menyadari kesadaran kesadaran tanpa batas, mencapai alam
kesadaran tanpa batas (vinnanancayatana), setelah meninggal atta musnah dan
lenyap. Dengan demikian setelah meninggal makhluk itu binasa, lenyap musnah.”
 Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan dan berpendapat,” atta
tdak musnah sekaligus, karena ada atta lain yang melampaui alam
(vinnanancayatana), menyadari kekosongan, mencapai alam kekosongan
(akincannayatana), setelah meninggal atta musnah dan lenyap. Dengan demikian
setelah meninggal makhluk itu binasa, lenyap musnah.”
 Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan dan berpendapat, “atta
tidak musnah sekaligus karena ada atta lain yang melampaui alam
akincannayatana, mencapai alam bukan pencerapan atau pun bukan tidak
pencerapan (n’evasanna nasannayatana), setelah meninggal atta musnah dan
lenyap. Dengan demikian setelah meninggal makhluk itu binasa, lenyap musnah.”
 Lima jenis nibbana duniawi sebagai yang bisa diwujudkan dalam
kehidupan ini juga (ditthadhamma nibbana vada)
 Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan, “bila atta diliputi oleh
kenikmatan, kepuasan lima indera, maka atta telah mencapai nibbana dalam
kehidupaan sekarang ini. Dengan pendapat yang mereka nyatakan mengenai
makhluk hidup yang dapat mencapai kebahagiaan mutlak dalam kehidupan
sekarang ini.”
 Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan, “bila mana atta terbebas
dari kesenangan inderia maupun hal-hal buruk (akusala dhamma) mencapai dan
tetap dalam jhana pertama, keadaan yang menggiurkan, disertai perhatian dan
penyidikan (savittaka savicara), maka dengan ini atta mencapai kebahagiaan
mutlak nibbana dalam kehidupan sekarang ini. Dendan demikian mereka
berpendapat bahwa kebahagiaan mutlak dapat dicapai dalam kehidupan sekarang
ini.”
 Ada beberapa petapa dan brahmana berpendapat, “ bilamana atta terbebas
dari perhatian dan penyelidikan, mencapai dan berada dalam jhana II, keadaan 
pikiran terpusat dan seimbang , penuh kegiuran dan bahagia (cetaso ekadi-bhava,
vupasamo, piti, sukha) maka  dengan ini atta mencapai kebahagiaan mutlak
nibbana dalam kehidupan sekarang ini. Dendan demikian mereka berpendapat
bahwa kebahagiaan mutlak dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini”.
 Ada beberapa petapa dan brahmana berpendapat, “ bila mana atta terbebas
dari keingginan dan kegiuran, pikiran terpusat, seimbang, penuh perhatian,
berpengertian jelas (sato ca sampajano), dan tubuh mengalami kebahagiaan yang
dikatakan oleh para ariya sebagai keseimbangan yang disertai perhatian dan
penggertaian jelas , mencapai dan berada di jhana III, maka  dengan ini atta
mencapai kebahagiaan mutlak nibbana dalam kehidupan sekarang ini. Dengan
demikian mereka berpendapat bahwa kebahagiaan mutlak dapat dicapai dalam
kehidupan sekarang ini”.
 Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan , “ bilamana atta
terbebas dari rasa bahagia dan derita (sukkhassa ca pahana dukkhassa ca pahana)
setelah lebih dahulu melenyapkan kesenangan dan kesedihan (somanassa
domanassa) mencapai dan berada dalam jhana IV, disertai pikiran yang seimbang
dan terpusat, tanpa adanya kebahagiaan dan penderitaan (adukkha asukkham),
maka  dengan ini atta mencapai kebahagiaan mutlak nibbana dalam kehidupan
sekarang ini. Dengan demikian mereka berpendapat bahwa kebahagiaan mutlak
dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini”.
Pandangan salah tersebut bermula sebagai akibat  dari perasaan yang muncul sebagai akibat
dari kontak yang berulang-ulang melalui 6 landasan indera, menimbulkan

 Pandangan dalam dirinya menimbulkan napsu keinginan.


 Nafsu keinginan menimbulkan kemelekataan.
 Kemelekatan menimbulkan kehidupaan.
 Proses sebab-akibat kamma dalam kehidupan menimbulkan tuminbal lahir.
 Dan tumimbal lahir menimbulkan usia tua, kematian, ratap tangis, kesedihan,
penderitaan, rasa tertekan dan keputusasaan.
Setelah Beliau bersabda demikian, lalu bhikkhu Ananda berkata kepada Sang Bhagava : “Bhante,
sangat mengagumkan! Sangat mentakjubkan! Apakah nama uraian Dhamma kebenaran ini?”
Ananda, kau dapat menamakan uraian ini sebagai Atthajala, Dhammajala, Brahmajala, Ditthijala
atau Sangamavijayo. Demikianlah khotbah Sang Bhagava, dan para bhikkhu dengan hati yang
gembira memuji uraian Sang Bhagava.

Anda mungkin juga menyukai