Ada dua pokok besar yang diuraikan dalam Brahmajala sutta, yaitu tentang sila (peraturan
perilaku yang benar) dan ditthi (pandangan atau teori ajaran). Sila yang diuraikan adalah Cula
sila, Majjhima sila dan Maha Sila. Cula sila berkenaan dengan peraturan-peraturan yang terdapat
dalam dasa sila Buddhis. Majjhima sila berkenaan dengan rincian dari pelaksanaan sila keenam,
ketujuh, kedelapan, kesembilan dari dasa sila. Buddhis maupun tentang pemeliharaan tumbuh-
tumbuhan agar tetap lestari, dan cara berbicara yang pantas. Maha Sila adalah sila yang perlu
dilaksanakan oleh setiap umat Buddha.
2. b. Majjihma sila
Majjhima sila berkenaan dengan rincian dari pelaksanaan sila keenam, ketujuh, kedelapan,
kesembilan dari dasa sila, seperti: Tidak menimbun makanan, Tidak melihat pertunjukan, Tidak
menggunakan tempat tidur yang besar dan mewah, dll.
2. c. Maha sila
Maha Sila adalah sila yang perlu dilaksanakan oleh setiap umat Buddha.
Tidak mencari penghasilan dengan ketrampilan yang salah seperti: Meramal nasib,
Membicarakan tanda-tanda akan alamat baik atau buruk dengan benda-benda, dll.
Delapan jenis kepercayaan pada adanya bukan sanna pun bukan non
sanna setelah kematian (uddhamaghatanika nevasanni nasanni vada)
Setelah mati, atta tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun
bukan tanpa memiliki kesadaran, dan berbentuk
Setelah mati, atta tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun
bukan tanpa memiliki kesadaran, dan dan tidak berbentuk
Setelah mati, atta tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun
bukan tanpa memiliki kesadaran, dan berbentuk dan tidak berbentuk
Setelah mati, atta tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun
bukan tanpa memiliki kesadaran, dan bukan berbentuk ataupun bukan tidak
berbentuk
Setelah mati, atta tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun
bukan tanpa memiliki kesadaran, dan terbatas
Setelah mati, atta tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun
bukan tanpa memiliki kesadaran, dan tidad terbatas
Setelah mati, atta tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun
bukan tanpa memiliki kesadaran, dan terbatas dan tidak terbatas
Setelah mati, atta tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun
bukan tanpa memiliki kesadaran, dan bukan terbatas atau pun bukan tidak
terbatas
Tujuh jenis kepercayaan pada anihilasi (uccheda vada).
Ada beberapa petapa dan brahmanna berpendapat dan berpandangan, “atta
mempunyai bentuk (rupa) yang terdiri dari 4 zat (catummahabhutarupa) dan
mrupakan keturunan dari ayah dan ibu, bila meninggal dunia, tubuh menjadi
hancur dan lenyap dan tidak ada lagi kehidupan kembali.”
Ada beberapa petapa dan brahmana berpendapat dan berpandangan, “atta
tidak musnah sekaligus karena ada atta lain lagi yang luhur berbentuk, termasuk
alat kesenangan indera (kamavacaro), hidup dengan makanan material
(kavalinkaraharabhakkho), yang kamu tidak tahu atau tidak lihat tetapi saya telah
mengetahui atau telah melihatnya. Dengan demikian setelah meninggal dunia
makhluk itu binasa, lenyap dan musnah.”
Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan dan berpendapat,” atta
itu tidak musnah sekaligus karena ada atta lain lagi yang luhur, berbentuk, di
bentuk oleh pikiran (manomaya), semua bagian sempurna, indranya pun lengkap,
setelah meninggal atta musnah dan lenyap. Dengan demikian setelah meninggal
makhluk itu binasa, lenyap musnah.”
Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan dan berpendapat,” atta
tidak musnah sekaligus, karena ada atta lain yang melampaui adanya bentuk
(rupasanna) yang telah melenyapkan rasa tidak senang (pathigasanna), tidak
memperhatikan penyerapan-penyerapan lain (nannattasanna), menyadari ruang
tanpa batas (akasanancayatana), setelah meninggal atta musnah dan lenyap.
Dengan demikian setelah meninggal makhluk itu binasa, lenyap musnah”.
Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan dan berpendapat, “atta
tidak musnah sekaligus, karena ada atta yang lain lagi yang melampaui alam
(akasanancayatana), menyadari kesadaran kesadaran tanpa batas, mencapai alam
kesadaran tanpa batas (vinnanancayatana), setelah meninggal atta musnah dan
lenyap. Dengan demikian setelah meninggal makhluk itu binasa, lenyap musnah.”
Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan dan berpendapat,” atta
tdak musnah sekaligus, karena ada atta lain yang melampaui alam
(vinnanancayatana), menyadari kekosongan, mencapai alam kekosongan
(akincannayatana), setelah meninggal atta musnah dan lenyap. Dengan demikian
setelah meninggal makhluk itu binasa, lenyap musnah.”
Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan dan berpendapat, “atta
tidak musnah sekaligus karena ada atta lain yang melampaui alam
akincannayatana, mencapai alam bukan pencerapan atau pun bukan tidak
pencerapan (n’evasanna nasannayatana), setelah meninggal atta musnah dan
lenyap. Dengan demikian setelah meninggal makhluk itu binasa, lenyap musnah.”
Lima jenis nibbana duniawi sebagai yang bisa diwujudkan dalam
kehidupan ini juga (ditthadhamma nibbana vada)
Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan, “bila atta diliputi oleh
kenikmatan, kepuasan lima indera, maka atta telah mencapai nibbana dalam
kehidupaan sekarang ini. Dengan pendapat yang mereka nyatakan mengenai
makhluk hidup yang dapat mencapai kebahagiaan mutlak dalam kehidupan
sekarang ini.”
Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan, “bila mana atta terbebas
dari kesenangan inderia maupun hal-hal buruk (akusala dhamma) mencapai dan
tetap dalam jhana pertama, keadaan yang menggiurkan, disertai perhatian dan
penyidikan (savittaka savicara), maka dengan ini atta mencapai kebahagiaan
mutlak nibbana dalam kehidupan sekarang ini. Dendan demikian mereka
berpendapat bahwa kebahagiaan mutlak dapat dicapai dalam kehidupan sekarang
ini.”
Ada beberapa petapa dan brahmana berpendapat, “ bilamana atta terbebas
dari perhatian dan penyelidikan, mencapai dan berada dalam jhana II, keadaan
pikiran terpusat dan seimbang , penuh kegiuran dan bahagia (cetaso ekadi-bhava,
vupasamo, piti, sukha) maka dengan ini atta mencapai kebahagiaan mutlak
nibbana dalam kehidupan sekarang ini. Dendan demikian mereka berpendapat
bahwa kebahagiaan mutlak dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini”.
Ada beberapa petapa dan brahmana berpendapat, “ bila mana atta terbebas
dari keingginan dan kegiuran, pikiran terpusat, seimbang, penuh perhatian,
berpengertian jelas (sato ca sampajano), dan tubuh mengalami kebahagiaan yang
dikatakan oleh para ariya sebagai keseimbangan yang disertai perhatian dan
penggertaian jelas , mencapai dan berada di jhana III, maka dengan ini atta
mencapai kebahagiaan mutlak nibbana dalam kehidupan sekarang ini. Dengan
demikian mereka berpendapat bahwa kebahagiaan mutlak dapat dicapai dalam
kehidupan sekarang ini”.
Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan , “ bilamana atta
terbebas dari rasa bahagia dan derita (sukkhassa ca pahana dukkhassa ca pahana)
setelah lebih dahulu melenyapkan kesenangan dan kesedihan (somanassa
domanassa) mencapai dan berada dalam jhana IV, disertai pikiran yang seimbang
dan terpusat, tanpa adanya kebahagiaan dan penderitaan (adukkha asukkham),
maka dengan ini atta mencapai kebahagiaan mutlak nibbana dalam kehidupan
sekarang ini. Dengan demikian mereka berpendapat bahwa kebahagiaan mutlak
dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini”.
Pandangan salah tersebut bermula sebagai akibat dari perasaan yang muncul sebagai akibat
dari kontak yang berulang-ulang melalui 6 landasan indera, menimbulkan