Hari ini adalah hari yang istimewa, sebab kemarin adalah hari
peresmian Sheng Tao Yuen dan pagi hari ini kita akan menga-
dakan persembahan buah, pada saat pelita akan dinyala-
kan, dari langit terdengar suara guntur yang nyaring. Ten-
tu saja semua fenomena di alam memiliki makna tersendiri,
hanya saja manusia belum tentu dapat memahami isyarat
dari Tuhan. Langit juga dapat berbicara tetapi manusia tidak
mengerti, demikian pula dengan bumi. Sesungguhnya langit
dan bumi dapat berbicara, bukan hanya manusia, bahkan bi-
natang pun dapat berbicara. Sedangkan antar manusia tidak
saling mengerti bahasa dari suku bangsa lain. Sesungguhnya
kita ketahui bahwa semua bahasa adalah suara hati yang me-
nyampaikan apa yang kita pikirkan agar orang lain memahami
apa yang ingin kita sampaikan. Bahasa juga merupakan se-
buah sarana.
I
A
II
Pada masa pancaran merah hanya Sang Buddha Gautama yang
pantas berdiri di atas Mimbar Raja Dharma untuk membabar-
kan dharma. Hanya Buddha yang memegang kekuasaan atas
firman Tuhan yang dinamakan sebagai Raja Dharma dan ha-
nya Beliau yang pantas membabarkan dharma di atas Mimbar
Raja Dharma. Karena adanya pelintasan umum tiga alam di
masa pancaran putih, agar banyak umat dapat memahami
kebenaran dan terselamatkan, sehingga Bapak dan Ibu Guru
memberikan kesempatan kepada kita untuk belajar; jika ti-
dak diberikan kesempatan untuk belajar, maka tidak mungkin
bagi kita untuk mencapai Kebuddhaan. Oleh sebab itu, Bapak
dan Ibu Guru memohon kepada Tuhan untuk memberikan ke-
sempatan kepada kita untuk belajar membabarkan dharma di
Mimbar Raja Dharma; bukan berarti kita telah menjadi Raja
Dharma, melainkan hanya sebagai orang yang mempelajari
dan membina Tao.
III
jar mewakili Bapak dan Ibu Guru membabarkan dharma agar
lebih banyak pembina dan pelaksana Tao memahami karunia
Tuhan, akan tetapi Bapak dan Ibu Guru juga sangat bimbang!
Bila menyampaikan dengan baik dan sesuai kehendak Tuhan,
maka kita akan berpahala; bila tidak menyampaikan dengan
baik, kita akan berdosa, apalagi ada banyak pendengar, bagai-
mana pula jika kita menghambat jodoh? Oleh sebab itu, Bapak
dan Ibu Guru serta Para Suci sangat berhati-hati terhadap
masalah ini. Yakin kita pernah menyaksikan sendiri ataupun
mendengar dari teman sepembina yang mengatakan bahwa
kelihatannya seperti kita yang membabarkan dharma, padahal
selalu ada Buddha yang mendukung kita. Kita sebagai manu-
sia tidak memiliki kemampuan ini, ada Para Suci yang mem-
bantu kita untuk membabarkan dharma. Langit dan manusia
bersatu dalam mewakili Tuhan membabarkan dharma, oleh
sebab itu sering terlihat ada Para Suci yang datang mendu-
kung kita. Ada yang melihat Sesepuh Agung, ada yang melihat
Bapak Guru, Ibu Guru atau Buddha Maitreya yang membantu
penceramah. Oleh sebab itu, bukanlah sepenuhnya kehebatan
dari penceramah, sebab itu adalah Mimbar Raja Dharma. Du-
kungan Para Suci, ketulusan hati manusia serta kekuatan dari
ikrar-ikrar suci yang membabarkan kebenaran.
IV
mal harus dimiliki oleh penceramah. Jangan meremehkan dan
menodai jabatan kita. Dengan meremehkan jabatan ini, orang
lain takkan menghargai jabatan ini; dengan menodai jabatan
ini, orang lain akan membenci jabatan ini, dengan demikian,
maka dosa kita tak terhitung. Alangkah mulianya jabatan ini!
V
B
VI
Jabatan Ciang se sangatlah mulia, mulia artinya menyetarai
langit, berbudi tebal artinya menyetarai bumi. Karena pence-
ramah mewakili Tuhan untuk menyampaikan kebenaran alias
wali bagi kebenaran sehingga jabatannya sangat mulia. Uca-
pan apapun dari penceramah adalah mewakili Tuhan dan ke-
benaran serta membuka pengetahuan umat dengan menun-
jukkan pengetahuan Buddha, dengan menyadari pengetahuan
Buddha, kemudian memasuki pengetahuan Buddha. Pence-
ramah tidak membabarkan apa yang ingin disampaikan oleh
dirinya, melainkan menyampaikan apa yang Tuhan ingin sam-
paikan agar umat pahami.
Jika dilihat dari yang abstrak, mulai dari memohon Tao, yaitu
dari umat yang tidak memahami kebenaran hingga menjadi
VII
penceramah yang dapat membabarkan dharma, Para Suci
mencurahkan semua jerih payah dalam proses ini, bukan
hanya para pendahulu yang terlihat oleh mata yang mem-
bimbing kita, masih ada Para Suci yang senantiasa membim-
bing kita di saat kita membaca buku serta latihan ceramah.
Apakah kita tidak pernah merasakannya? Bukankah seringkali
kita tidak memahami makna dari buku yang kita baca, setelah
dipikirkan, mendadak kita menjadi paham, apakah mungkin
kita sehebat itu dapat langsung memahaminya demikian saja?
Apakah tidak ada jodoh khusus di balik semua ini? Pasti ada
Para Suci dari dunia lain yang membangkitkan kesadaran kita
dan memicu kearifan kita agar dapat memahami kebenaran.
Oleh sebab itu, kita tidak menjadi paham dengan tanpa ala-
san. Biarpun seorang penceramah merupakan seorang terpe-
lajar, namun tetap saja dalam proses mempelajari Tao, betapa
banyak jerih payah dari Para Suci yang tercurahkan untuknya,
ini merupakan penghayatan hou sie sendiri yang sangat men-
dalam. Karena hou sie awalnya sangat bodoh dan kasar, na-
mun dalam proses mempelajari Tao, hou sie merasakan welas
asih Tuhan yang tiada batas, yang senantiasa mendidik kita
baik secara nyata maupun abstrak, agar kita dapat lebih me-
mahami serta mampu menyampaikan maksud Tuhan. Tentu
saja kita harus memperluas pengetahuan, namun banyak hal
yang diperoleh bukan hanya dengan memperluas pengeta-
huan, melainkan diperoleh karena niat dan pandangan kita,
ini sangat penting.
VIII
niat dan pandangan seorang penceramah, ini hanyalah pan-
dangan dangkal dari hou sie sebagai panduan bagi para budi-
man. Tentu saja hou sie masih dalam tahap belajar, jika apa
yang disampaikan hari ini adalah benar, ini merupakan budi
dari Tuhan, jika apa yang disampaikan hou sie adalah salah,
ini merupakan kesalahan hou sie, mari pergunakan kearifan
untuk menghayatinya. Intinya sebagai seorang penceramah
harus memahami betapa pentingnya diri kita. Oleh sebab itu,
yang akan disampaikan terlebih dahulu adalah pandangan
benar yang seharusnya dimiliki seorang penceramah.
IX
DAFTAR ISI
I. Pandangan Benar Yang Semestinya Dimiliki 01
Penceramah
1. Seorang penceramah harus memahami kondisi zaman 01
dalam menjalankan tugas.
2. Hanya dharma yang bersumber dari kebenaran yang 10
dapat mengobati jiwa; jika tidak bersumber dari
kebenaran, tidak dapat mengobati jiwa.
X
IV. Wujudkan Kemuliaan dan Keagungan Dari Firman 58
Tuhan Dalam Kehidupan Kita Sehari-hari
I. Jika sebagai ciang se berniat untuk membabarkan
dharma dengan jelas agar umat memahami kehe- 60
dak Tuhan maka harus segan terhadap firman Tuhan
dari lubuk hati terdalam.
1. Keseganan terhadap firman Tuhan sebatas 62
wujud.
2. Keseganan terhadap firman Tuhan sebatas 65
perasaan.
3. Keseganan terhadap firman Tuhan sebatas 66
pada kebajikan tertinggi, sebatas pada
kebenaran.
II. Di dalam keseganan terhadap firman Tuhan, jiwa
sejati kita akan semakin cemerlang serta akan sema 86
kin jelas terhadap kedudukan sendiri.
1. Kita harus berdiri pada kedudukan (posisi) sendi-
ri untuk menunaikan misi titipan Tuhan, dengan 96
demikian baru dapat mencapai kesempurnaan.
2. Kita harus senantiasa mengingat kembali, mere-
nungkan dan mengembangkan. 102
05
3. Ciang se sama sekali tidak boleh menutup diri 121
dari dunia luar untuk mempelajari dharma send
iri, melainkan harus melebur dengan umat
dalam wadah Ketuhanan, memahami kondisi
wadah Tao, segala hal tentang umat. Dengan
demikian baru dapat membabarkan dharma.
A. Ciang se harus banyak mendengar, melihat, 122
belajar serta banyak memperhatikan urusan
Ketuhanan, memperhatikan umat dan wadah
Ketuhanan.
B. Ciang se yang melekat pada wujud tidak han
123
ya akan membuat banyak masalah bagi wa
dah Ketuhanan, bahkan akan membuat umat
tidak tahan. Janganlah kita menjadi ciang se
tipe ini.
C. Selain mengenal waktu, juga harus mema 124
hami dan menyayangi posisi sendiri, kemu
dian menghargai misi anugerah Tuhan berlan
daskan posisi kita.
Penutup 180
I. Pandangan Benar Yang Semestinya
Dimiliki Penceramah
01
memenuhi 3 jenis persyaratan ; sedangkan untuk menyam-
paikan dharma tinggi diperlukan 4 jenis persyaratan, ini ter-
tulis di dalam Sutra Intan dan sutra-sutra lainnya. Tiga je-
nis persyaratan untuk menyampaikan dharma biasa adalah
waktu, tempat dan manusia. Sebagai dharma duta, kita harus
memahami hal ini. Awal dari sebuah sutra selalu dengan per-
nyataan pada saat Sang Buddha berada di kota tertentu, tem-
pat tertentu, waktu tertentu serta kepada siapa, Sang Buddha
menyampaikan tentang ……. Jika kita tidak memahami 3 jenis
jodoh ini maka dharma yang kita sampaikan akan bermasalah.
02
Oleh sebab itu, sebagai penceramah sangat penting untuk
dapat memahami kapan saat yang tepat untuk menyampai-
kan suatu dharma. Setelah kita memantau bahwa waktunya
sudah tepat, kita juga harus mengamati apakah tempatnya
sesuai, sebab tempat dapat mempengaruhi suasana. Manusia
belum mencapai tahapan Buddha sehingga masih terpenga-
ruh oleh tempat dan situasi, sehingga dalam menyampaikan
dharma harus memperhatikan apakah saatnya tepat dan wak-
tunya sesuai agar orang dapat menerima dharma dengan mu-
dah, menyakininya, dan menjalankannya. Oleh sebab itu, bu-
kan hanya sembarangan bicara. Setelah waktu dan tempatnya
tepat, kita masih harus memperhatikan orangnya, jika orang
ini lagi tidak senang hati atau jam 3 nanti dia harus mem-
berikan sebuah cek pada orang lain dan sekarang dia sama
sekali tidak ada niat untuk mendengarkan pembicaraanmu,
lalu bermanfaatkah jika kita menyampaikannya saat ini? Se-
dikitpun tidak bermanfaat. Jadi selain memahami waktu dan
tempat, juga harus memahami kondisi orangnya. Penyam-
paian dharma dengan mengabaikan waktu, tempat dan orang
merupakan sebuah kesalahan.
03
pat. Seorang tabib hebat juga akan memberikan resep setelah
melihat waktu dan tempatnya sesuai, bukan hanya dengan
mengecek kondisi penyakit saja. Untuk menyembuhkan suatu
penyakit, kita harus mengetahui proses terjadinya penyakit
tersebut. Bukan hanya berdasarkan diagnosa atas keadaan
penyakit seseorang saat ini lalu dilakukan pengobatan, se-
perti yang dilakukan oleh dokter zaman sekarang, ini sesung-
guhnya sangat berbahaya, karena hanya penyembuhan kulit
bukan penyembuhan akar penyakitnya. Seseorang jatuh sakit
karena adanya perubahan, kita harus menemukan sumber
dari penyakit yang menyerang dia. Penyakit yang sesungguh-
nya tidak berada pada kondisi kesehatan yang terlihat oleh
kita melainkan pada perubahan(氣數 chi shu). Jika seorang
dokter hanya mengutamakan untuk mengobati kondisi badan
pasien saat ini tanpa memperhatikan sumber penyakitnya, ini
sangat berbahaya sebab hanya menyembuhkan kulit tanpa
mencabut akar, biar bagaimanapun penyakit muncul karena
adanya perubahan kondisi (chi shu 氣數). Jika seorang dokter
mengabaikan perubahan kondisi serta hanya menitikberatkan
pada keadaan yang sudah terbentuk maka hanya dapat
mengobati kulit luar saja.
04
makanan kesukaan mereka, kebiasaan hidup mereka dsb,
lalu mulai meneliti penyakit mereka. Hasil penelitian menun-
jukkan bahwa ketiga orang tersebut suka makan semangka,
“ternyata makan semangka dapat menyebabkan kanker!”
Bukankah ini konyol? Akhirnya semangka tak terjual, tiada
orang yang berani beli semangka karena konon katanya dapat
memicu kanker, sungguh merupakan sebuah fitnah. Apakah
sumber penyakit yang sesungguhnya berasal dari semangka?
Apa yang dimaksud dengan shu? Shu sebenarnya hanya se-
buah jodoh yang menyebabkan timbulnya suatu penyakit, bu-
kan sumber dari penyakit. Lalu dimanakah sumbernya? Yaitu
pada Chi (sebab=karma). Oleh sebab itu, untuk memahami
sumber penyakit bukan berdasarkan penelitian, hasil peneli-
tian hanya sebuah angka bukan kebenaran, ini berarti sekali-
pun angkanya tinggi juga bukan kebenaran. Suatu kesalahan
jika mengobati penyakit dengan berdasarkan hasil penelitian
rata-rata. Biarpun penelitan yang akurat dan pendataan me-
nyatakan penyakit A dapat disembuhkan dengan cara demiki-
an, namun bukankah tetap saja ada pasien yang tidak dapat
disembuhkan? Ini adalah bukti bahwa shu bukanlah sumber
dari penyakit.
05
dunia adalah menyembuhkan raga umat; dharma yang disam-
paikan Para Suci adalah menyembuhkan hati umat. Mengapa
Para Suci mengajarkan berdasarkan bakat dan kondisi umat
masing-masing? Karena setiap umat memiliki tipe penyakit
jiwa yang berlainan, sehingga harus memahami dimana sum-
ber penyakit umat, baru mengobati penyakitnya, membim-
bing dan memberikan penjelasan padanya, agar jiwanya se-
makin berkembang dan budinya semakin meningkat. Demiki-
an cara Para Suci dalam membimbing umat, yang tentunya
tidak akan mengabaikan beberapa faktor ini.
06
Gautama di masa pancaran hijau dan merah, tanpa firman
dari Tuhan tidak sembarangan disampaikan. Para Guru Pene-
rang di zaman dulu telah mencapai tingkat pembinaan yang
sangat tinggi, sebelum menyampaikan dharma tertinggi, ter-
lebih dahulu memohon petunjuk langsung dari Tuhan. Tentu
saja apa yang kita laksanakan dalam wadah Ketuhanan adalah
berdasarkan mandat dari Tuhan sehingga kondisi dunia tidak
menjadi masalah pada pancaran putih. Ini adalah pemba-
hasan dari sisi manusia.
07
jatuh sakit. Bukankah kita akan mudah jatuh sakit jika tidak
memahami perubahan musim dan cuaca? Jika cuaca berubah
dingin dan kita lupa memakai baju tebal, bukankah akan ter-
kena flu? Pada umumnya penyakit timbul karena ketidaksta-
bilan unsur negatif dan positif. Hanya kebenaran yang sang-
gup menstabilkan unsur positif-negatif, menstabilkan chi-shu
(akar jodoh) serta menstabilkan jiwa kita.
Oleh sebab itu, sumber penyakit adalah chi (energi), chi ti-
dak lain adalah positif dan negatif, ketidakstabilan unsur posi-
tif dan negatif akan mendatangkan penyakit. Penyatuan un-
sur positif-negatif yang kacau merupakan faktor munculnya
semua penyakit, namun perpaduan positif-negatif yang kacau
tidak berada di luar melainkan pada hati kita. Karena dalam
hati tiada Tao sehingga positif-negatif tidak stabil dan muncul
pula segala macam penyakit. Menstabilkan akar dari unsur
positif-negatif adalah Tao. Dalam kitab Yi Cing, nabi Konfucius
bersabda: ”Satu positif, satu negatif, inilah yang dinamakan
Tao.” Dengan adanya Tao sebagai stabilizer, adanya pemusna-
han dan penumbuhan dari chi-shu serta positif-negatif, baru
dapat mencapai kestabilan. Kestabilan adalah Tao, sehingga
Nabi dalam kitab Cong Yong bersabda: ”Sebelum kegembi-
raan, kemarahan, kesedihan serta kebahagiaan timbul, kondi-
si ini dinamakan tengah (cong 中) ; ketika 4 jenis perasaan
tersebut muncul dan tetap dalam keadaan normal atau stabil,
kondisi ini dinamakan harmonis (he 和). Keharmonisan adalah
wujud dari Tao, sehingga dapat menstabilkan positif-negatif.
Harus diingat, kita tidak dapat menstabilkan kedua unsur de-
08
ngan pengetahuan. Pengetahuan dapat menstabilkan raga,
namun tidak dapat menstabilkan jiwa. Pengetahuan tidak
dapat menembus ke dalam jiwa, lalu bagaimanapula dapat
menyelaraskan jiwa? Untuk menyelaraskan jiwa adalah de-
ngan kebenaran, bukan dengan ilmu pengetahuan. Pengeta-
huan dapat membantu menyelaraskan tubuh namun hanya
bagian tertentu saja bukan keseluruhan tubuh.
09
liki resep pengobatan yang manjur. Bukankah kita sering me-
ngatakan “tidak dapat dilintasi”. Ini adalah perkataan yang
jujur karena memang tidak mudah untuk melintasi umat. Ini
tergantung dari mana asal cara (dharma) tersebut. Jika dhar-
ma (cara) bersumber dari chi-shu maka hanya dapat mengo-
bati raga, tidak dapat mengobati jiwa.
10
tingkatan tinggi, sehingga harus senantiasa dibimbing secara
perlahan-lahan namun tujuan akhir tetaplah dharma tertinggi,
ini hanya sebuah proses bukan tujuan yang sesungguhnya, ini
juga merupakan dharma yang praktis. Dharma praktis banyak
jenisnya, sedangkan dharma sejati tiada duanya. Dharma
yang bersumber dari chi-shu adalah dharma praktis, dharma
yang bersumber dari kebenaran dari dharma sejati.
11
Adalah benar jika kita menyampaikan dharma praktis pada
pancaran hijau dan merah, sedangkan menyampaikan dhar-
ma tertinggi menjadi suatu kesalahan. Pada kedua pancaran
tersebut dharma tertinggi hanya dapat disampaikan pada satu
orang saja sehingga Para Suci terpaksa mengajarkan dharma
praktis. Saat ini merupakan masa pelintasan umum, kita se-
harusnya meminjam chi-shu serta bentuk untuk menyampai-
kan dharma tertinggi. Meskipun umat di akhir zaman sangat
melekat pada bentuk, tetap saja kita tidak boleh menyampai-
kan dharma praktis hanya karena kemelekatan umat. Para
Suci sering bersabda:”Jika mempergunakan yang berbentuk
(wujud dan suara) untuk melintasi umat, ini merupakan jalan
yang salah.” Artinya tidak boleh mempergunakan yang ber-
bentuk untuk melintasi umat. Dalam sutra intan, Sang Bud-
dha juga bersabda: ”Jika mempergunakan bentuk untuk ber-
temu dengan Saya, dengan suara untuk memohon pada Saya,
ini merupakan ajaran samping, tidak dapat bertemu dengan
Buddha sejati.” Suara (sheng) adalah chi-shu, se (bentuk)
adalah xiang (wujud), kedua jenis ini hanya merupakan cara
penggunaan dari kebenaran, bukanlah inti kebenaran. Kita
dapat meminjam segala bentuk dan suara untuk menyampai-
kan kebenaran namun jangan membuat umat melekat pada
bentuk dan suara. Segala bentuk dan suara adalah wujud
dari kebenaran bukanlah intisari kebenaran. Kita juga harus
meminjam chi-shu dan xiang untuk membuang kemelekatan
hati, memulihkan kecemerlangan jiwa, jangan sampai me-
lekat pada chi-shu dan xiang serta menganggapnya sebagai
kebenaran.
12
Oleh sebab itu, sebagai seorang penceramah tidak boleh me-
lekat pada wujud, jika melekat pada wujud maka kita akan
membimbing umat dengan wujud hingga umat semakin me-
lekat pada wujud. Sesepuh Agung memberitahu bahwa kita
harus meminjam wujud untuk membimbing umat memus-
nahkan wujud, ini adalah cara yang dipergunakan pada pan-
caran putih. Memang benar pada saat kita membimbing umat
dengan wujud untuk memusnahkan wujud, umat akhir za-
man masih melekat pada wujud, kita harus meminjam apa
yang mereka ketahui untuk menghilangkan kebodohan ba-
tin mereka. Yang penting jangan membimbing dengan wujud
hingga mengakibatkan umat semakin melekat pada wujud.
Jika ini yang kita lakukan maka di kehidupan akan datang,
kita harus datang ke dunia fana sekali lagi untuk menghan-
curkan kemelekatan umat pada wujud karena bimbingan kita
yang salah. Kita harus memiliki niat dan ikrar. Nabi Ceng Ce
bersabda:”Dari mana asalnya, kembali pun ke asal juga.” Jadi
yang keluar dari mulut kita akhirnya akan kembali pada diri
kita, bukan setelah mengucapkan lalu berlalu begitu saja, kita
harus mempertanggung-jawabkannya. Jika kita berpikiran
bahwa karena jodoh umat belum tiba, terpaksa saat ini saya
menyampaikan dharma praktis, ketika jodoh umat telah tiba
untuk menyampaikan dharma tertinggi, saat itu saya akan
menyampaikan dharma tertinggi agar dapat dipahami umat,
maka Tuhan akan mengampuni karena kita menyampaikan
dharma berdasarkan jodoh dan situasi. Ini tentu saja benar,
karena berlandaskan waktu, tempat dan manusia dalam me-
nyampaikan dharma. Dharma yang kita sampaikan bertujuan
13
agar umat dapat memahami kebenaran selangkah demi se-
langkah hingga kembali ke wajah aslinya. Dengan meminjam
wujud untuk memusnahkan wujud, akhirnya menyatu dengan
kebenaran dan kembali pada watak asli kita.
14
II. Sebagai Penceramah Harus
Memahami Situasi Zaman
15
shu terus berubah dan bergerak, jika kita masih berhenti pada
bentuk, maka pada akhirnya kita akan tereliminasi. Seorang
yang sungguh bercita-cita untuk membina dan melaksanakan
Tao harus memahami bahwa semua keadaan di wadah Ketu-
hanan termasuk semua perbuatan, ucapan, dharma (cara)
pasti adalah bersumber dari perubahan chi-shu; sedangkan
dalam perubahan chi-shu pasti ada kebenaran di dalamnya
yang bergerak keluar.
16
I. Di dalam situasi langit ada kehendak Tuhan, di dalam
kehendak Tuhan ada firman Tuhan, seorang pembina
serta pelaksana Tao harus segan terhadap firman Tu-
han, menaati kehendak Tuhan, memahami situasi lan-
git, dengan demikian baru dapat mengetahui apa yang
harus kita lakukan dan katakan.
18
karena daratan Tiongkok sangat luas, pada masa itu jika dia-
dakan pelintasan ke negara lain, juga tidak akan berkembang.
19
Ini merupakan kehendak Tuhan, bukan manusia yang mem-
berikan nama. Waktu dulu ketika ada orang meninggalkan fir-
man Tuhan, mereka mengarang pantun dalam bahasa Hok
Kian yang bertujuan mengejek benang emas, hanya mereka
yang tidak memiliki firman Tuhan yang berani mengucapkan
kata-kata seperti itu, bila kita memiliki firman Tuhan cobalah
berkata seperti itu, mulut kita akan langsung miring sebelah,
beranikah kita? Sebagai wadah Ketuhanan yang memiliki fir-
man Tuhan janganlah kita membicarakan tentang tatanan Tao
yang lama dan baru. Tuhan tidak pernah memberikan nama
tatanan Tao lama, jangan memberikan nama baru sendiri atau
dosa ini harus kita tanggung sendiri.
20
bagaimana kita menyampaikan dharma? Menyampaikan
dharma bukanlah menceritakan kebajikan sendiri, ini meru-
pakan ikrar dari kampung halaman. Menyampaikan dharma
adalah menyampaikan kebajikan pendahulu, budi luhur dari
Para Suci Para Bijak agar umat memahami kemuliaan Tao.
Kita harus belajar dari Nabi Konfusius yang senantiasa memuji
budi dari Raja Yao, Sun, Yii, Wen, Wu dan Cou Kong, tanpa
pujian dari Nabi Konghucu, budi luhur dari beliau semua tidak
akan terlihat jelas. Oleh sebab itu, budi dari orang suci adalah
menceritakan budi dari orang suci sebelumnya agar generasi
baru dapat meneladani beliau, salah satu orang suci tersebut
adalah Sesepuh kita. Mengapa kita berani menyatakan bah-
wa Sesepuh adalah orang suci? Sebab tanpa Sesepuh maka
kita tidak akan pernah mengetahui budi Sesepuh Agung, Budi
luhur Sesepuh Agung adalah diagungkan lewat Sesepuh,
Sesepuh Agung adalah orang suci, tentu saja Sesepuh juga
adalah orang suci. Mari kita renungkan, pernahkah kita berte-
mu langsung dengan Bapak dan Ibu Guru? Kita belum pernah
bertemu langsung namun kita yakin pada beliau karena budi
serta pengorbanan dari Sesepuh Agung yang mengagungkan
budi Bapak dan Ibu Guru. Sesepuh Agung merupakan orang
suci karena beliaulah yang menyatakan budi Bapak dan Ibu
Guru sehingga umat dunia memahami kemuliaan dari Bapak
dan Ibu Guru. Oleh sebab itu, orang suci adalah orang yang
mengagungkan dan menceritakan budi luhur dari orang suci
terdahulu agar umat dapat mempelajari dan meneladaninya,
tugas seorang penceramah juga adalah demikian.
21
Meskipun kita tidak bertemu langsung masa pelintasan umum,
namun seharusnya kebanyakan dari kita pernah mengala-
minya di masa lalu. Yang dimaksud pernah mengalaminya
adalah kemungkinan kita adalah para pendahulu masa lalu
yang meninggal dunia demi menangkal bencana yang datang
menitis kembali ke dunia. Percayalah bahwa kita semua per-
nah mengorbankan segalanya pada masa pelintasan umum.
Hanya dalam waktu singkat 18 tahun Tao telah tersebar ke
seluruh daratan Tiongkok, ini bukan hal yang mudah. Se-
baliknya Taiwan demikian kecil, dari hulu ke hilir hanya naik
mobil beberapa jam pun tiba, sedangkan daratan Tiongkok
tidak dapat naik mobil dari satu propinsi ke propinsi lainnya.
Apakah kita dapat membayangkan betapa besar pengorbanan
para pelaksana Tao di masa tersebut untuk menyebarluaskan
Tao ke seluruh daratan Tiongkok hanya dalam waktu 18 ta-
hun? Pada masa tersebut peperangan bergejolak di daratan
Tiongkok, dalam masa peperangan tiada yang namanya hu-
kum, semua main hakim sendiri, asal tidak suka maka lang-
sung membunuh orang. Pelaksana Tao pada masa tersebut
harus memiliki keberanian bahwa dia pergi ke luar hari ini tan-
pa jaminan dapat pulang dengan selamat. Jika telah ke luar
rumah berarti siap mati, karena sekali tertangkap langsung
ditembak mati. Dalam masa yang demikian genting, di tengah
hujan peluru tetap memiliki ketulusan hati, keberanian serta
welas asih untuk menyelamatkan umat dunia. Dalam kondisi
kehidupan serta pendidikan kita yang sekarang, tentu sulit
membayangkan keadaan di masa tersebut. Kecuali jika kita
melampaui waktu dan tempat, secara perlahan-lahan meng-
22
hayati kehidupan lampau.
23
firman Tuhan berada pada Bapak Guru sehingga Ibu Guru juga
harus menuruti perintah dari Bapak Guru dalam menjalankan
tugas. Para pelaksana Tao pada masa tersebut sangat pan-
tas dikagumi dan mengharukan. Banyak pelaksana Tao yang
berpulang dengan mengorbankan diri untuk menangkal ben-
cana, namun karena tugas pelintasan 3 alam belum tertuntas-
kan sehingga mereka datang kembali ke dunia saat ini untuk
membantu pembukaan ladang baru. Tanpa pengalaman pada
kehidupan lampau, sangat sulit bagi kita untuk menjalankan
tugas ini, tentu saja bukan hanya kita yang menjalankannya.
Ada pendahulu yang membimbing kita, semua hal bersang-
kut paut dan tak pernah putus. Karya masa pelintasan yang
dibangun oleh para pelaksana di zaman itu adalah diperoleh
dengan mengorbankan semua yang dimiliki mereka serta di-
tukar dengan air mata, darah dan keringat. Ini sangatlah mu-
lia.
24
memiliki firman Tuhan; Para suci tidak berani melawan firman
Tuhan.
25
ke Amerika, seorang than cu dan san chai telah berangkat
terlebih dahulu membuka ladang. Karena saya belum pergi
sehingga mereka berusaha mencari Fo Thang di New York,
akhirnya mereka menemukan Fo Thang dari wadah Ketuhan-
an lain. Saat berbincang-bincang dengan sesepuh Fo Thang
bersebut, baru diketahui sesepuh tersebut mengenal Sesepuh
Agung kita, beliau dan Sesepuh Agung kita keluar dari daratan
Tiongkok pada waktu yang sama. Sesepuh Agung kita pergi ke
Taiwan, sedangkan beliau ke Amerika. Selama 36 tahun, umat
beliau hanya 30-an serta tiada yang berikrar vegetarian. Ke-
tika mengunjungi beliau, saya melihat beliau masih memasak
sayur sendiri, dengan posisi sebagai Chien Jen namun beliau
tidak memiliki kader yang ikrar vegetarian. Pada masa terse-
but demikian banyak Tao Cang dan para senior yang mem-
buka ladang ke luar negeri China namun kebanyakan tidak
dapat mengembangkan Tao. Dengan demikian, kita seharus-
nya telah memahami pentingnya jodoh Tao. Umat boleh saja
tidak memahami namun kita harus memahaminya. Jika tidak
memahami jodoh Tao serta ruang lingkup perkembangan Tao,
biarpun memiliki kemampuan luar biasa tetap ditakdirkan Tao
yang kita jalankan tidak akan berkembang.
26
arah utara, ini akan mencelakakan umat; Tuhan menyuruh ke
arah barat, kita mengatakan ke arah timur, tahukah berapa
banyak orang yang akan kita celakai? Satu ucapan pencera-
mah yang sesuai kehendak langit dapat menyelamatkan ban-
yak umat; satu ucapan penceramah yang bertentangan den-
gan kehendak langit akan mencelakakan banyak orang, bukan
hanya membunuh umat, bahkan 9 generasi keturunan serta 7
generasi leluhur umat tidak akan mengampuni kita. Sebagai
penceramah kita harus mengetahui situasi zaman agar dapat
menyampaikan dharma yang bermanfaat, bukan menyam-
paikan dharma yang kita inginkan. Bukan meminjam dharma
untuk menakut-nakuti umat, memuaskan nafsu sendiri, mem-
bangun kekuasaan pribadi, sebab hal tersebut adalah berdosa.
Pembabaran dharma dari penceramah bertujuan agar umat
memahami kehendak Tuhan. Setiap manusia harus menjalani
hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, kita harus mengeta-
hui tugas apa yang Tuhan ingin kita jalankan. Wejangan dari
Bapak Guru, Ibu Guru, Yuen Cang Se Siong serta Para Suci
bertujuan untuk menyampaikan kehendak Tuhan agar kita
dapat memahami serta menjalankan sesuai kehendak Tuhan.
Sesepuh juga mengajarkan kita untuk memahami perubah-
an situasi langit, memahami kehendak Tuhan serta bergegas
dalam menjalankan tugas. Sesepuh bersusah payah hanya
agar kita memahami kehendak Tuhan, demikian juga jerih
payah dari Para Suci.
27
bangkan kebenaran diperlukan kesungguhan hati, kita tidak
dapat menyampaikan dharma hanya karena dapat menyam-
paikannya. Konfusius bersabda: ”Menggunakan perumpa-
maan yang dekat, inilah cara terbaik.” Kakek Guru, Bapak
Guru, Ibu Guru serta Yuen Cang Se Siong juga mempergu-
nakan banyak perumpamaan dalam kitab Miao Hua Cue Sin
dengan tujuan agar umat memahami kehendak Tuhan. Para
Suci pernah membina diri, sehingga beliau juga memahami
kehendak Tuhan sulit ditebak, umat tidak dapat memahami
kehendak Tuhan hanya berdasarkan pikirannya sendiri. Oleh
sebab itu, Para Suci senantiasa mengulang dan mengulang
kembali, demikian pula Sesepuh kita. Karena Beliau semua
takut bila kita tidak memahami kehendak Tuhan serta salah
paham terhadap kehendak Tuhan, karena sangat penting dan
harus diketahui maka terus menerus dikatakan, namun para
pembina diri mudah lengah terhadap hal ini, hingga akhirnya
menyengsarakan diri sendiri.
28
dapat dijelaskan dengan kasih palsu di dunia. Kasih apa se-
sungguhnya dari Tuhan? Nabi Lao Ce bersabda: “Langit dan
bumi tidak punya perasaan, Para Suci tidak punya perasaan.”
Oleh sebab itu, sebagai pelaksana Tao yang memiliki kearifan,
kita harus mengetahui jodoh Tao serta masa penyebaran Tao.
Jangan mengatakan bahwa Tuhan mencampakkan kita, sebab
sesungguhnya kitalah yang tidak mengakui Tuhan dan men-
campakkan Tuhan. Kepada siapakah kita berhak menyalah-
kan bila kita tidak mendengarkan setelah sekian kali diperi-
ngatkan oleh Tuhan? Sebelum tahun 1947, Para Buddha Para
Suci telah berusaha keras untuk memberitahukan tentang
perubahan jodoh Tao dan masa penyebaran Tao. Wejangan
suci yang diberikan pada saat itu masih dapat dilacak, hanya
saja wejangan suci saat itu dalam bentuk teka-teki, rahasia
Tuhan berada di dalamnya, tidak mudah untuk dipahami, bah-
kan kebanyakan salah tebak. Semua orang menebak namun
sangat sulit, kebanyakan salah dalam menebak, tentu saja
tidak dapat menyalahkan Tuhan, melainkan menyalahkan kita
sendiri yang kurang arif.
29
ruh bola bumi pada waktu bersamaan, bukan hanya manusia
yang memiliki keterbatasan, langit pun sama. Ketika matahari
menyinari belahan sini maka belahan bumi yang lain gelap,
begitu juga sebaliknya. Perubahan langit adalah fenomena
alami, bagaimana kita dapat menuntut matahari untuk me-
nyinari tempat kita selamanya? Ini sungguh tidak adil! Semua
memiliki kesempatan yang sama hanya saja urutan depan
dan belakang, tidak mungkin selamanya dimiliki. Dari kata
‘jodoh Tao’, kita ketahui bahwa suatu hari akan berubah, ti-
dak mungkin selamanya berhenti di tempat, bila tiba masanya
maka jodoh akan pergi. Kereta api berhenti di stasiun juga
hanya untuk sementara waktu, bila tiba jadwal keberangka-
tan, kereta akan jalan lagi. Jangan menyalahkan kereta api
tidak berperasaan, tidak bersedia menunggu kita pergi ke toi-
let sebentar saja, ini adalah kesalahan kita sendiri, bila ti-
dak ingin ketinggalan kereta maka harus naik kereta sebelum
kereta jalan.
30
saja, seperti halnya kita hanya sekedar menanggapi Tuhan.
Dulu kita tidak memahami tentang hal ini, akan tetapi Lao
Chien Jen dan Chien Jen mengetahuinya. Kita harus meng-
hayati mengapa meminjam jodoh kali ini agar kita memahami
hati Chien Jen hingga memahami misi hidup. Tahukah kita
berapa besar tanggungjawab seorang guru yang memegang
kendali atas era penyebaran Tao? Beliau harus menanggung
hidup matinya semua umat serta jaya hancurnya segala hal,
beliau tidak memiliki pandangan seperti kita, beliau memiliki
rasa tanggungjawab serta misi yang tinggi. Beranikah Bapak
Guru beristirahat setelah menerima firman Tuhan? Beliau
mengorbankan segalanya, membimbing umat untuk berjuang
bersama-sama hingga akhir hayatnya pada usia 59 tahun,
dengan demikian baru mengenapkan tugas pelintasan umum
dari Tuhan. Bapak Guru berpulang ke pangkuan Ibunda Suci
setelah menyelesaikan tugas dari Ibunda Suci, beliau meng-
gerakkan seluruh umat untuk menyelesaikan tugas tersebut,
mencurahkan segenap jiwa raga pada tugas tersebut. Demiki-
an pula masa penyempurnaan, jangan beranggapan Ibu Guru
tidak melakukan sesuatu yang berarti, setelah Ibu Guru tiba
di Taiwan, berkat pengorbanan serta perlindungan budi luhur
31
beliau, wadah Ketuhanan di Taiwan pun dapat dikembangkan.
Lao Chien Jen mengikuti kehendak Ibu Guru untuk melak-
sanakan Tao serta merampungkan tugas penyempurnaan di
bawah bimbingan Ibu Guru, percaya bahwa kita sempat me-
lihat kondisi ini. Demi menyelesaikan misi penyempurnaan,
berapa banyak pengorbanan dan harga yang harus dibayar
serta darah, air mata dan keringat yang mengalir, baru -
mengokohkan pondasi dan dapat menyebarkan Tao ke seluruh
pelosok Taiwan baik pedesaan maupun perkotaan. Oleh sebab
itu, masa penyempurnaan terjadi di Taiwan. Masa pelintasan
umum maupun masa penyempurnaan adalah saatnya Tuhan
mulai mendidik pembina dan pelaksana Tao untuk menyele-
saikan suatu tugas penting.
32
Tanpa adanya kecemerlangan yang terpancarkan pada masa
pelintasan umum dan masa penyempurnaan dari budi agung
Bapak Guru dan Ibu Guru serta pengorbanan para pendahulu,
bagaimana kita sanggup menyinari daerah barat? Tentu saja
karena ada firman Tuhan, namun tanpa adanya manusia yang
mengembangluaskan maka kekuatan dari firman Tuhan pun
tidak akan berfungsi. Urusan ini harus mengandalkan kerjasa-
ma antara langit dan manusia. Pada masa penyempurnaan,
Lao Chien Jen beserta para Chien Jen berkorban segenap jiwa
raga untuk mengembangkan Tao, berjuang siang dan malam
hingga akhirnya terbangunlah wadah Ketuhanan di seluruh
Taiwan.
33
kan Tao ke luar negeri namun tidak berkembang. Perkem-
bangan pesat Tao di luar negeri dimulai setelah wafatnya Ibu
Guru. Perubahan kecil pada jodoh Tao setelah wafatnya Ibu
Guru hanya dapat dipahami oleh pendahulu yang bijaksana.
34
bab tidak mudah untuk dijelaskan. Sebagai pelaksana Tao dan
ciang se harus memperluas wawasan, kita harus mengamati,
memahami serta menghayati mengapa pelaksanaan Tao ber-
jalan hingga kondisi seperti ini? Harus kita hayati jodoh yang
terselubung di dalamnya secara perlahan-lahan.
35
dunia, sehingga dalam masa itu pelaksanaan Tao di Taiwan
terfokus dalam pelatihan para kader, inilah tugas dari Tuhan.
Karena kondisi langit telah berubah, meskipun masih berada
dalam masa pancaran putih namun jodoh Tao telah berubah.
Apa tugas dan misi dari Tuhan dalam masa jodoh Tao yang
baru? Bila kita baca kembali wejangan dari Ibunda Suci, Ka-
kek Guru, Bapak Guru, Ibu Guru maupun Yuen Cang Se Siong
beberapa tahun ini, semuanya telah disampaikan mulai tahun
1993, Bapak Guru telah membocorkan rahasia Tuhan dengan
ijin dari Tuhan, hanya saja kita masih belum paham, pada ta-
hun 1994 Tuhan baru secara resmi mengumumkan hal ini. Di
dalam “Membuka Ladang Menjaga Pantangan” Yuen Cang Se
Siong bersabda: ”Jodoh Tao di daratan Tiongkok untuk satu
kurun waktu telah berakhir.” Apakah ini masih kurang jelas?
Harus sampai Para Suci sungguh-sungguh membocorkan ra-
hasia Tuhan baru kita senang? Para Suci hanya memberikan
petunjuk hingga di sini, setelah mendengar perkataan terse-
but semua tersentak hatinya dan harus bergegas. Situasi
langit telah berubah, jodoh Tao di Taiwan untuk satu kurun
waktu telah berakhir, jodoh Tao di seluruh wilayah timur telah
berakhir. “Halilintar muncul dari wilayah timur, langsung me-
nyinari wilayah barat, kedatangan manusia juga sama.” Per-
kataan Tuhan mulai terbukti di dunia; kerajaan Tuhan mulai
terwujud di dunia; tanah suci Maitreya juga mulai terwujud
di dunia. Ini adalah tanggung jawab dan misi bersama, seba-
gai ciang se kita harus mewartakan kehendak langit sepenuh
hati agar dipahami semua orang. Kehadiran kita di muka bumi
adalah untuk menyebarkan Tao kepada umat di seluruh dunia.
36
Kita bukan menyebarkan kebudayaan Tiongkok melainkan
menyebarkan kebenaran dari Tuhan, kabar Surga dari Tuhan,
menyampaikan dharma sejati kepada umat di seluruh penjuru
dunia agar para umat dapat memahami serta mendapatkan
sinar dari Tuhan, inilah tugas yang harus kita jalankan.
37
III. Seorang Ciang se Harus Sepenuh
Hati Menyampaikan Kehendak Tuhan
38
Dalam era baru Tao yaitu menyebarkan Tao ke seluruh dunia,
mungkinkah tidak kita jalankan? Bila menunggu beberapa hari
atau beberapa tahun, suatu hari menyesal dengan menan-
gis tersedu-sedu pun takkan berguna, seperti halnya ketika
terjadi perubahan dari era pelintasan umum ke era penyem-
purnaan, banyak orang yang menangis tersedu-sedu pun tak
berguna karena tidak mengerti untuk mengikuti perubahan
era Tao! Biarpun dia ingin memupuk pahala menegakkan budi,
kesempatan telah tiada; biarpun dia ingin memupuk paha-
la menegakkan budi, Tuhan telah tidak menerima. Para Suci
pernah mengatakan: ”Banyak sejarah yang terulang kembali.”
Kelak sejarah akan terulang kembali. Berapa banyak yang lu-
lus? Berapa banyak yang gugur? Semua ini merupakan ke-
pedihan bagi Para Suci, namun bagaimana memberikan nilai
prestasi tanpa suatu ujian? Tanpa ujian bagaimana membeda-
kan antara asli dan palsu? Tanpa ujian bagaimama membeda-
kan orang yang arif dan tidak arif? Siapa yang berbudi, siapa
pula yang tidak berbudi? Ini merupakan ujian yang bakal dite-
mui oleh pembina diri juga merupakan ujian besar dari Tuhan,
sehingga Bapak Guru terus mengingatkan pada tahun 1993.
Sekarang kita menghadapi 3 ujian besar yaitu ujian kearifan,
ujian kelancaran dan ketidaklancaran serta ujian tidak ma-
suk akal. Semua pelaksana Tao harus melewati ujian keari-
fan serta ujian kelancaran dan ketidaklancaran, hanya orang
yang memenuhi persyaratan khusus yang akan melewati uji-
an tidak masuk akal. Kita semua harus melewati dua ujian
tersebut, bila Tuhan ingin memberikan misi khusus kepada
39
kita, baru akan memberikan ujian tidak masuk akal. Bila tidak
dapat melewati kedua jenis ujian tersebut maka tidak dapat
memikul tanggungjawab dan tugas pada era Tao baru.
40
penerang zaman dulu tidak bersikap demikian, kitalah yang
harus memohon kepada guru penerang bukan sebaliknya. Ber-
dasarkan budi apa kita pantas dimohon oleh Chien Jen? Chien
Jen terhadap semua Tien Chuan Se serta pengabdi senantiasa
menasehati, mendidik, memaafkan serta menyempurnakan,
sebaliknya penghormatan dan wujud bakti dari kita banyak
yang ditolak oleh Chien Jen, Beliau tetap bersikap sopan ke-
pada junior, bersikap rendah hati, mencurahkan segenap jiwa
raga, mengorbankan seluruh hidupnya untuk menyelesaikan
tugas pemberian Tuhan.
41
kuan Ibunda Suci. Bapak Guru dan Ibu Guru telah berpulang
mempertanggungjawabkan misi dari Ibunda Suci. Selanjut-
nya adalah giliran kita, bagaimana kita menyelesaikan tugas
penyebaran Tao ke seluruh dunia? Mengapa kemarin Bapak
Guru masih mengingatkan: ”Niat Ibunda Suci untuk menye-
barkan Tao ke tempat jauh belum terwujud.” Ternyata kita
belum memahami jodoh Tao, kehendak langit dan mengang-
gap penyebaran Tao ke setiap pelosok dunia sebagai imigrasi
saja, beranggapan saya imigrasi ke sana dan menjalankan di
sana. Ada urusan besar yang harus kita laksanakan, kita ha-
rus mewujudkan “halilintar bersumber dari timur, langsung
menyinari barat, kedatangan umat manusia juga demikian”.
Kita harus membawa sinar dan Tao kemari, membawa Tao ke
seluruh dunia, namun jangan membawa yang negatif kemari.
Yang kita bawa adalah kebenaran, sinar serta dharma tertinggi
agar umat mendapatkan pelepasan sejati, ini merupakan misi
kita, misi dari era Tao baru yang agung. Para Suci Para Bijak
di era pelintasan umum telah menyelesaikan tugas pelintasan
umum dan berpulang; Para Suci Para Bijak di era penyem-
purnaan juga telah menyelesaikan misi penyempurnaan dan
berpulang; selanjutnya adalah kita. Jika kita tidak giat, tidak
ulet, dan tidak berkorban untuk menyelesaikan tugas penye-
baran Tao ke seluruh dunia dengan baik, berdasarkan apa kita
pantas berpulang? Apa yang dapat kita pertanggungjawabkan
kepada Ibunda Suci?
42
ciang se sangat berat, sebab demikian banyak pelaksana Tao
yang tidak memahami situasi langit dan kehendak Tuhan yang
perlu penjelasan dari kita. Demi apa kita membuka ladang?
Banyak pelaksana Tao yang imigrasi ke negara lain tidak me-
mahami hal ini, ciang se harus menjelaskan kepada mereka.
Karena tidak memahami situasi langit dan kehendak Tuhan,
maka dia pasti akan bimbang, cemas, tidak mengikuti pere-
daran jodoh Tao, apa yang dia jalankan pada akhirnya men-
jadi nihil. Apakah kita tega? Kita harus ingat bahwa jodoh Tao
berada pada hati, era Tao berada pada hati, wadah Ketuhanan
juga berada pada hati, bila hati tidak mengikuti era Tao dan
jodoh Tao serta tidak berada dalam wadah Ketuhanan, apapun
yang kita lakukan tidak akan ada hasil, bahkan pada akhirnya
akan tereliminasi. Mengapa Chien Jen terus mendidik kita?
Mengapa Tuhan mengadakan kelas “Perubahan Ajaib Kesada-
ran Jiwa”? Bukankah tujuannya adalah penekanan pada hati?
Umat manusia pada umumnya besar kepala dan sok pintar,
beranggapan dirinya memiliki kemampuan serta memiliki
cara, inilah ketidaksadaran umat akan terbatasnya kekuatan
diri sendiri.
43
Tao ke seluruh dunia? Bagaimana caranya agar sesuai dengan
permintaan Tuhan? Yang kita jalankan sekarang masih belum
sesuai dengan keinginan Tuhan, inilah yang diingatkan oleh
Bapak Guru kemarin. Ini pertanda kita masih berada dalam
keadaan bahaya. Bukan dengan imigrasi kemari segala urusan
menjadi beres, bila yang dijalankan tidak sesuai dengan ke-
hendak Tuhan, segala yang kita laksanakan tidak akan diakui
oleh Tuhan, kita pun tidak dapat membayar dosa karma, ti-
dak dapat memupuk jasa pahala serta tidak dapat menyela-
matkan bencana. Mungkinkah umat mengandalkan kekuatan
sendiri untuk melunasi dosa karma? Tanyakanlah pada hati
nurani sendiri, bagaimana kondisi kita bila dibandingkan de-
ngan biksu Wu Ta?
44
yang membina diri? Dalam kelahiran selama 500 kali menjadi
rubah, dia tetap membina diri, kelahiran sebagai rubah terjadi
hanya karena satu niat yang salah. Jika selama 500 kehidupan
tidak membina diri, bagaimana sang rubah dapat berubah wu-
jud menjadi manusia untuk datang mendengarkan dharma?
Seekor rubah yang telah memiliki kekuatan gaib yang dapat
berubah jadi manusia pun tetap berada dalam lingkaran re-
inkarnasi, tidak dapat terlepas dari tubuh rubah, jika bukan
berkat satu perkataan dari biksu Pai Cang, tidak tahu mesti
terlahir berapa ratus kali lagi sebagai rubah. Apakah terlepas
dari karma sedemikian mudah? Janganlah tidak mengetahui
batas kekuatan diri sendiri!
46
juga mereka jalankan? Mengapa pula mereka terelimi-
nasi? Tuhan tidak mungkin dan tidak akan mengelimi-
nasi orang yang berbudi. Orang yang berbudi sangat di-
sayang oleh Tuhan, bagaimana mungkin Tuhan meng-
gugurkannya? Tuhan Maha Pengasih Maha Penyayang,
tidak mungkin sembarangan menggugurkan orang. Yang
harus kita ingat adalah bukan dengan menjalankan hal
tersebut di atas kita memiliki jasa pahala, melainkan
pada saat menjalankannya harus meletakkan keinginan
pribadi untuk mengikuti kehendak langit, dengan demiki-
an baru ada jasa pahala; bila menggunakan niat sendiri
untuk menjalankan tugas pemberian Tuhan, tetap akan
menanam dosa. Sebab akan menyebabkan umat salah
tafsir dengan kehendak Tuhan, ini merupakan dosa be-
sar, akhirnya pun tergugurkan. Orang yang menjalankan
tugas dari Tuhan berdasarkan kehendak sendiri bukan
berdasarkan kehendak Tuhan hingga membuat umat
salah tanggap akan kehendak Tuhan pasti akan terelimi-
nasi. Bukan Tuhan yang menggugurkan dia, melainkan
dia yang menggugurkan diri sendiri, sebab dalam hati-
nya tiada keberadaan Tuhan.
47
kehendak Tuhan. Kisah Raja Yin harus dijadikan cermin
bagi kita untuk mawas diri, jangan beranggapan pasti
memiliki pahala dan keberhasilan.
48
mencapai pencerahan, terlepas dari roda reinkarnasi ser-
ta berpulang ke Surga. Mencius bersabda: ”Mengapit gu-
nung tinggi, melewati lautan utara, manusia menyatakan
”tidak sanggup”, sesungguhnya hanya tidak tulus.” Mu-
dahkah mengapit gunung tinggi melewati lautan utara?
Ataukah lebih mudah melampaui kelahiran kematian?
Dewa memiliki kekuatan gaib memindahkan gunung dan
lautan. Dalam cerita rakyat juga ada wanita bernama
Pheng Li Hua yang sanggup memindahkan gunung dan
lautan, namun dewa tidak dapat melampaui kelahiran
dan kematian, sebab masih berada dalam kekuasaan chi
dan shu (takdir). Oleh sebab itu, melepaskan diri dari
roda reinkarnasi jauh lebih sulit dibandingkan memin-
dahkan gunung dan lautan, tidak mungkin umat sanggup
melepaskan diri dari roda reinkarnasi dengan me-ngan-
dalkan kekuatan sendiri. Namun tidak berarti tiada ke-
mungkinan untuk terlepas dari roda reinkarnasi. Umpa-
ma tidak mungkin seekor semut mengandalkan dirinya
sendiri untuk berenang melewati samudera, seekor lalat
tidak mungkin dapat melewati samudera dengan men-
gandalkan dirinya sendiri. Bagaimanapun jagonya seekor
lalat terbang, lalat hanya terbang dalam ruang lingkup
sempit, umurnya juga pendek sehingga tidak mungkin
terbang ke tempat jauh. Namun mungkinkah dia pergi
ke tempat jauh? Mungkin. Kebetulan ada seekor kuda
sembrani yang lewat, lalat segera menangkap ekor kuda
ikut pergi ke tempat jauh, lalat bahkan tidak perlu ter-
bang sendiri.
49
Kita harus memahami pentingnya era Tao serta jodoh
Tao, umat tidak mungkin mengandalkan kekuatan sen-
diri untuk melepaskan diri dari reinkarnasi, kemungki-
nan ini baru ada bila berada dalam era Tao dan jodoh
Tao. Adakah kita sadari banyak orang yang melihat UFO
namun tiada orang yang berhasil menangkap UFO, ma-
nusia hanya pernah melihat UFO muncul di daerah ter-
tentu tanpa dapat melacak keberadaannya, meskipun
teknologi zaman sekarang demikian canggih. Tahukah
kita kecepatan dari pergerakan era Tao? Pergerakan UFO
masih terlihat oleh mata, pergerakan era Tao tak ter-
lihat mata, kecepatan pergerakan era Tao melampaui
angka hitungan di dunia. Kecepatan tercepat di dunia
adalah kecepatan dari cahaya, kecepatan cahaya pun ti-
dak dapat mengukur kecepatan peredaran dari era Tao.
Sang Buddha mengatakan bahwa dengan cara pembi-
naan pada masa pancaran merah seorang manusia harus
membina hingga tiga Asankheyya Kalpa (3 x 10 pang-
kat 51 tahun) baru dapat menjadi Bodhisattva. Ketika
Lao Chien Jen mengangkat arwah ibunya, ibunya saat itu
adalah arwah di neraka, setelah 30 tahun kemudian ibu-
nya datang mengikat jodoh dengan tulisan pasir dan me-
nyatakan dirinya adalah Bodhisatva Huei Cue (Arif dan
Sadar). Dalam 30 tahun ini melampaui 3 Asankheyya
Kalpa. Mari kita hitung satu tahun bagi kita pembina diri
adalah berapa tahun bagi mereka? Dengan demikian
tahukah betapa pentingnya masa satu tahun bagi kita
seorang pembina diri? Satu tahun bagi kita adalah juta-
50
an tahun bagi orang lain, dapatkah kita membayangkan
betapa cepatnya peredaran era Tao? Sang Buddha tidak
pernah menipu kita, manusia harus membina hingga tiga
Asankheyya Kalpa baru dapat mencapai tingkatan bodhi-
sattva, ibu Lao Chien Jen mencapai Bodhisattva hanya
mengandalkan perlindungan budi dari Lao Chien Jen saja,
bukan mengandalkan pembinaannya sendiri. Kecepatan
ini tidak dapat dipahami oleh agama manapun, juga ti-
dak dapat dihitung dengan angka di dunia. Kecepatan
dari peredaran era Tao tak terbayangkan oleh manusia,
kebenaran sejati pada dasarnya memang sulit dipahami.
51
buruk dan emosi? Ini tidak mudah. Mudah untuk me-
nyampaikan dharma kepada orang lain, namun sulit un-
tuk mengubah diri sendiri. Sesungguhnya juga tidak se-
sulit itu untuk diubah, hanya saja kita tidak memahami
jodoh Tao dan era Tao, hati pun tidak melebur dalam
jodoh Tao dan era Tao. Bila hati kita dapat melebur dalam
jodoh Tao, mengikuti peredaran Tao, dengan kekuatan
peredaran Tao yang dahsyat, maka kecepatan dari pelu-
nasan dosa karma juga dahsyat. Bila dosa karma telah
lunas, tiada alasan tidak dapat mengubah sifat buruk
dan emosi. Seringkali sifat buruk dan emosi tidak dapat
diubah dikarenakan kita tidak memahami situasi langit
dan jodoh Tao.
52
ini adalah urusan pembinaan sejati, juga merupakan isi
dari hati. Bila tidak sepenuhnya segan pada firman Tu-
han, tidak mungkin memahami kehendak Tuhan. Harus
meminjam firman Tuhan untuk memahami kehendak Tu-
han, besarnya keseganan terhadap firman Tuhan menen-
tukan besarnya pemahaman atas kehendak Tuhan; bila
tidak cukup segan terhadap firman Tuhan, tidak mungkin
dapat memahami kehendak Tuhan.
54
Ajaib Kesadaran Hati” di luar dan dalam negeri telah diji-
lid menjadi satu buku tebal, tidakkah kita merasa heran
mengapa Yuen Cang Se Siong mengerti demikian ba-
nyak? Yuen Ciang Se Siong mendapatkan mandat dari
Ibunda Suci untuk menyampaikan kehendak Tuhan agar
kita paham, sehingga demikian banyak perkataan yang
disampaikan; jika menyampaikan maksud sendiri, naik
mimbar tidak sampai 5 menit pun telah selesai, pokoknya
yang saya persiapkan sedemikian, setelah naik mimbar
sampaikan kepada semua, selesai lalu turun mimbar.
55
Bila menganggap apa yang kita ketahui dan pahami
sebagai kebenaran, kita akan berhenti di sana. Ini ti-
dak boleh. Pengetahuan hanya sebuah alat, bukanlah
kebenaran, kita harus menerobos terus menerus agar
tidak berhenti di tempat. Dengan meminjam apa kita
menerobos? Seorang yang bercita-cita untuk membina,
melaksanakan dan menjadi ciang se pasti ada niat untuk
menerobos, dia akan terus mendalami kitab suci, kelas
dharma serta menganalisa dharma, namun tidak tentu
akan ada terobosan. Mengapa? Sebab ada kunci uta-
manya yaitu harus segan terhadap firman Tuhan seutuh-
nya, baru dapat membawa jiwa kita melewati rintangan,
lalu memahami keberadaan dari kehendak Tuhan. Ini
tidak dapat dipahami dengan akal, sebab pemahaman
atas kehendak Tuhan tidak mengandalkan pengetahuan,
pengetahuan tidak dapat memahami kehendak Tuhan;
hanya dengan segan terhadap firman Tuhan, di bawah
naungan sinar Para Buddha kita baru dapat memahami
kehendak Tuhan.
56
makna seperti ini, tidak perlu menebak. Setelah mene-
bak setengah hari baru tertebak satu huruf, itupun tidak
mungkin dapat menebak artinya, akhirnya tetap tidak
mengerti. Karena kita tidak memiliki sinar, tidak dapat
memahami, kita tidak memiliki sinar saat ini sehingga
perlu meminjam sinar dari firman Tuhan serta sinar Para
Buddha baru dapat memahami kehendak Tuhan; namun
sinar Buddha tidak sembarangan bersinar. Sinar Buddha
hanya menerangi orang yang segan terhadap firman Tu-
han, segala masalah menjadi jelas di bawah sinar Bud-
dha. Ketika telah melihat jelas kehendak Tuhan, kita ti-
dak akan salah tafsir dan tidak salah dalam membimbing
umat. Para Suci mengingatkan kita jangan menganggap
segan terhadap firman Tuhan sebagai slogan, terutama
sebagai ciang se jangan hanya mengucapkan kata segan
terhadap firman Tuhan di mulut saja, melainkan harus
terpatri di sanubari dalam kehidupan sehari-hari, tidak
hanya pada saat mendengarkan dharma atau membaca
kitab suci.
57
IV. Wujudkan Kemuliaan dan
Keagungan Dari Firman Tuhan
Dalam Kehidupan Kita Sehari-hari
58
detik tersebut, tanpa perlindungan budi dari leluhur dan budi
dari kita sendiri pasti akan salah jalan dan terjadi musibah.
Demikianpula halnya dalam pembinaan dan pelaksanaan Tao,
pada detik penentuan malah salah pandangan, tidak berjalan
menuju arah yang seharusnya. Oleh sebab itu, sebagai pem-
bina pelaksana Tao terutama ciang se harus ingat akan hal ini
dan senantiasa memupuk budi.
59
an manusia.
60
hadap firman Tuhan, sebesar itu pula pemahamanmu terha-
dap kehendak Tuhan; seberapa kita segan terhadap firman
Tuhan, sebesar itupula sinar dari Tuhan akan menyinari hati
kita, sebesar itupula pemahaman kita terhadap firman Tu-
han, Tuhan Maha Adil. Mengapa Tuhan tidak mengutarakan
kehendak-Nya dengan jelas kepada kita? Mengapa Tuhan ti-
dak membocorkan semua rahasia langit kepada kita? Bukan
Tuhan tidak mengutarakan dengan jelas, kita telah dijelaskan
pun tetap tidak mengerti. Ketika dua orang bodhisattva se-
dang berbicara, arahat yang berada di samping mereka tidak
mengerti bahan pembicaraan mereka. Oleh sebab itu, pema-
haman tidak didapat hanya karena mengerti bahasa yang di-
sampaikan, sebab kebenaran adalah bersangkut paut dengan
tingkatan jiwa. Mengapa Bodhisatva harus terbagi menjadi
sepuluh tingkatan Bodhisatva? Bodhisatva tingkat dasar ti-
dak dapat memahami Bodhisatva tingkat kedua, Bodhisatva
tingkat kedua tidak dapat memahami Bodhisatva tingkat ke-
tiga, Bodhisatva tingkat ketiga tidak dapat memahami Bod-
hisatva tingkat keempat, Bodhisatva tingkat kedelapan dan
kesembilan tidak dapat memahami Bodhisatva tingkat kese-
puluh, sebab berhubungan dengan tingkatan jiwa, sehingga
kita harus belajar tiada henti.
Satu hal yang penting, sejak zaman dulu hingga kini dan
masa depan, yang disegani Para Suci adalah firman Tuhan.
Hanya dengan berlandaskan firman Tuhan, kita baru dapat
terus berupaya menyelami intisari dharma. Ketika firman Tu-
han sepenuhnya terekspresikan lewat hati kita, itulah saatnya
61
mencapai pencerahan; tidak mungkin tidak memahami kehen-
dak Tuhan setelah mencapai pencerahan. Semua ini tergan-
tung seberapa besar keseganan kita terhadap firman Tuhan.
Firman Tuhan dinamakan jiwa sejati, seberapa besar kesega-
nan kita terhadap firman Tuhan, sebesar itupula penghilangan
dosa karma, penghilangan kegelapan batin, pemulihan peny-
inaran, pemahaman atas kehendak Tuhan, penghayatan akan
intisari dharma serta perwujudan nyata dari kebenaran. Apak-
ah demikian mudah mendapatkan jasa pahala? Jasa pahala
didapatkan lewat kesungguhan hati. Gelar sebagai Lao Chien
Jen dan Chien Jen tidak mudah didapatkan, entah berapa ban-
yak jerih payah dari Beliau dan semua ini berhasil karena ad-
anya keseganan terhadap firman Tuhan, inilah kunci utama.
Keseganan terhadap firman Tuhan jangan hanya berada pada
hati manusia saja. Yakin semua orang dalam wadah Ketuhan-
an segan terhadap firman Tuhan namun kualitasnya berbeda-
beda.
62
si. Namun dia juga beranggapan dirinya segan terhadap
firman Tuhan. Ini memang sulit dijelaskan sebab ada be-
berapa tingkatan. Kuman kakus hidup di kloset dengan
gembira, bila kita tangkap maka dia tidak akan dapat
bertahan hidup. Karena kita tidak dapat melihat kuman
kakus sehingga sulit untuk membayangkannya. Ketika
kita menangkap kuman kakus, kita berpikir: ”Kloset
sangat jorok, mengapa mau di sana?” Begitu kita men-
coba tangkap dia, dia langsung mati. Dia hidup senang
di lubang kloset dan segera mati ketika berada di tem-
pat bersih. Itulah sebabnya dia dinamakan kuman toi-
let yang tidak dapat terlepas dari toilet. Manusia juga
demikian, manusia sungguh kasihan. Umat sangat kasi-
han, bukan Para Suci tidak ingin menyelamatkan umat,
perumpamaan sama dengan kuman toilet, dia rela hidup
dalam kubangan kotoran baru dapat hidup dan senang.
Tiada Para Suci yang tidak welas asih, namun sulit bagi
umat untuk memahami kewelasasihan Para Suci.
63
keagungannya. Jangan mencampakkan pangkal untuk
mencari ujung.
64
man Tuhan akan melanggar aturan? Tidak mungkin!
Segala tata krama Buddha ditetapkan berlandaskan fir-
man Tuhan, tidak mungkin orang melanggar tata krama
Buddha bila segan terhadap firman Tuhan. Hanya orang
yang tidak paham akan firman Tuhan yang akan melang-
gar tata krama Buddha.
65
kita lantas beranggapan dia tidak segan terhadap fir-
man Tuhan. Berdasarkan kecocokan dengan maksud kita
untuk menentukan kecocokan dengan kehendak Tuhan.
Banyak orang bersikap demikian, orang seperti ini ti-
dak dapat menyelami intisari dharma. Kata segan (cing
wei) bersumber dari Surga dan kebenaran. Firman Tu-
han pada kenyataannya adalah Surga, juga adalah Tu-
han. Keseganan terhadap firman Tuhan tidak mungkin
berlandaskan perasaan ataupun bentuk. Jika keseganan
terhadap firman Tuhan hanya sebatas perasaan maupun
bentuk, maka kita akan mengacaukan wadah Ketuhan-
an. Demikian banyak masalah yang muncul dalam wadah
Ketuhanan karena pendahulu memerintah junior dengan
meminjam nama firman Tuhan. Mengatasnamakan fir-
man Tuhan untuk memerintah junior merupakan kesala-
han fatal, ini disebabkan hanya segan sebatas bentuk.
Dia sendiri tidak segan terhadap firman Tuhan, namun
menuntut junior untuk segan terhadap firman Tuhan,
ini menciptakan kesalahan, penderitaan serta penyebab
munculnya permasalahan dalam wadah Ketuhanan.
66
Keseganan terhadap firman Tuhan harus berdasarkan
kebajikan tertinggi, berlandaskan ketulusan tertinggi ter-
hadap Tuhan, tiada kemelekatan sedikitpun, tiada unsur
perasaan pribadi maupun keegoisan sedikitpun. Meneri-
ma sepenuhnya apa yang disampaikan oleh Tuhan tanpa
berani membantah satu kata pun, menjalankan semua
urusan berdasarkan firman Tuhan, dalam hati tiada ke-
akuan, inilah orang yang sesungguhnya segan terhadap
firman Tuhan. Oleh sebab itu, keseganan terhadap fir-
man Tuhan tiada pandangan pribadi, pandangan orang
lain, kemelekatan pada panjang umur maupun pandan-
gan umat, juga tiada kebiasaan pribadi, tabiat buruk
maupun emosi. Tidak benar bila segan terhadap firman
Tuhan berdasarkan kebiasaan, emosi dan kemelekatan
pribadi.
67
perencanaan dan perbuatan disesuaikan dengan pesan
dari Tuhan.
68
mendirikan cetya rumah, menjadi penceramah, menjadi
kader, membuka ladang, beramal, dan lain-lain. Tentu
saja Tuhan dan Para Suci tahu bahwa kita tidak mung-
kin langsung dapat memenuhi kehendak Tuhan dengan
melaksanakannya sekarang, sebab kita orang awam bu-
kan orang suci. Ketika Tuhan menyerahkan tugas ini ke-
pada kita bagaikan menurunkan sebuah tangga Surga,
tidak mungkin kita langsung loncat ke anak tangga ter-
tinggi; asalkan kita melangkahkan kaki menuju Surga
selangkah demi selangkah, tiada henti giat dalam men-
jalankan, tiada henti berusaha melebur dengan langit,
tiada henti berusaha memahami kehendak Tuhan, tiada
henti melepaskan keakuan, terus melangkah menuju
Surga, maka kita akan semakin dekat dengan Surga, se-
makin menjauh dari kemelekatan, terlepas dari kekua-
tan karma, perlahan-lahan melebur dengan Surga.
69
Orang yang membelakangi firman Tuhan dalam men-
jalankan tugas tidak sadar dirinya telah membelakangi
firman Tuhan. Itulah sebabnya dalam era Tao dan jodoh
Tao ada orang yang tereliminasi. Ini adalah pengajaran
pahit dari sejarah masa dulu, kita harus mawas diri, se-
bab kita masih harus menjalankan. Kelak akan banyak
junior yang mengikuti kita dan perkembangan Tao di sini
akan maju pesat, kita akan memiliki banyak pengikut,
wadah Ketuhanan yang besar, proyek Tao yang besar,
pengaruh kita pun akan semakin besar. Jika tidak me-
miliki pandangan lurus, kita akan mempengaruhi banyak
orang juga akan mencelakakan banyak orang; jika ber-
pandangan lurus akan menyelamatkan banyak orang.
70
sejati yang dapat mengetahui nasib; hanya yang men-
getahui nasib yang dapat menyelesaikan nasib; hanya
yang dapat menyelesaikan nasib yang dapat berpulang.
Sebab firman Tuhan adalah jiwa sejati, tanpa segan ter-
hadap firman Tuhan tidak mungkin mengenal jiwa sejati.
Orang yang tidak segan terhadap firman Tuhan akan me-
nimbulkan masalah dalam wadah Ketuhanan; orang yang
segan terhadap firman Tuhan, maka dalam pembinaan
dan pelaksanaan Tao tidak berani menimbulkan masalah
dalam wadah Ketuhanan. Tidak hanya dalam wadah
Ketuhanan bahkan dalam segala tindak-tanduknya baik
berjalan, diam, duduk, tidur pun senantiasa sesuai hati
nurani dan firman Tuhan. Orang yang segan terhadap
firman Tuhan pasti akan bertutur kata, berbuat dan ber-
sikap sesuai dengan firman Tuhan. Keseganan terhadap
firman Tuhan bukan suatu slogan, orang yang segan ter-
hadap firman Tuhan dari awal hingga akhir tetap akan
menjalankan sesuai dengan firman Tuhan. Lao Chien Jen
berkata: ”Mengorbankan raga, nyawa, seluruh hidup dan
tiada bersalah.” Orang yang segan terhadap firman Tu-
han di dalam hatinya penuh dengan firman Tuhan, per-
buatan dia senantiasa sesuai dengan jiwa sejati, sehing-
ga dia dapat memaksimalkan jiwa.
71
kegila-gilaan atau sangat berwibawa. Bapak Guru pada
dinasti Sung juga bersikap seperti orang gila, namun
tetap menunjukkan kemuliaan dan keagungan dari fir-
man Tuhan. Han Shan Se Te terlihat kegila-gilaan na-
mun juga menunjukkan kemuliaan dan keagungan dari
firman Tuhan. Umat tidak meremehkan Tuhan ataupun
Para Suci karena melihat kegilaan mereka, melainkan
semakin hormat kepada Tuhan dan Para Buddha. Ketika
seorang Buddha turun ke dunia untuk melintasi umat,
Beliau akan mempergunakan cara yang berbeda sesuai
dengan jodoh umat. Karena belum ada pelintasan umum,
ketika Para Suci datang ke dunia untuk mengikat jodoh
dengan umat adalah dengan menggunakan kekuatan
gaib melintasi umat. Meskipun mengikat jodoh dengan
umat dengan budi luhur yang baik namun sangat ter-
batas jodohnya. Bila melintasi umat dengan budi luhur
maka ucapan dan perbuatan kita harus sesuai dengan
segala aturan agar dapat menjadi teladan. Ketika Bapak
Guru terlahir pada dinasti Sung, beliau berpura-pura
bersikap kegila-gilaan demi mengikat jodoh luas, den-
gan kekuatan gaib mengikat jodoh baik dengan umat;
apakah Beliau berani demikian pada kelahiran kali ini?
Tidak boleh. Beliau sangat berwibawa, setiap ucapan dan
perbuatan mengekspresikan keagungan dan kemuliaan
dari firman Tuhan. Han Shan Se Te adalah Bodhisatva
Wen Shu dan Phu Sien, Beliau sering muncul bersamaan,
beliau berpura-pura gila untuk mengikat jodoh baik den-
gan umat dan melintasi umat, namun beranikah beliau
72
pada kelahiran sekarang? Beliau sangat berwibawa dan
berpenampilan agung.
73
maupun pikiran berfungsi ketika memiliki raga, semua
ini mengekspresikan keagungan firman Tuhan, sehingga
umat memahami kemuliaan dari firman Tuhan, ini adalah
jenis orang yang dapat mengenal jiwa sejati.
74
Tuhan, hanya sebatas formalitas dan perasaan hingga
menimbulkan perpecahan dan penderitaan dalam wadah
Ketuhanan. Kisah pahit di masa lalu dituntut oleh Tu-
han untuk tidak terulang kembali sebab misi era baru
Tao adalah untuk mewujudkan perdamaian dunia, misi
dari era baru Tao adalah menjayakan kembali keteladan-
an konfusianisme, Tao benar-benar tersebar ke empat
penjuru hingga tercipta perdamaian dunia yang sesung-
guhnya. Para Suci memberikan petunjuk: ”Perdamaian
terjadi pada masa ini.” Sekarang bukan jauh tak terjang-
kau melainkan terjadi sekarang, dengan lain kata perda-
maian dunia tinggal hitung hari; namun ini tergantung
kita. Jika tidak kita laksanakan dengan baik dari pon-
dasinya, perdamaian dunia tetap jauh tak terjangkau;
jika setiap pelaksana Tao dan ciang se segan terhadap
firman Tuhan dari lubuk hati terdalam, bukan menun-
tut orang lain untuk menghormati kita, melainkan setiap
orang menghormati firman Tuhan, maka perdamaian du-
nia tinggal menghitung hari saja. Sebab firman Tuhan
adalah sumber kita, kewajiban kita dan tempat asal kita.
Dengan adanya firman Tuhan kita baru dapat mengenal
jiwa, setelah mengenal jiwa baru dapat mengenal nasib.
Firman Tuhan adalah jiwa sejati kita, setelah mengenal
jiwa sejati sendiri baru akan mengenal kedudukan asal,
baru akan menunaikan kewajiban dan menjalankan tu-
gas; tidak segan terhadap firman Tuhan pasti tidak akan
memahami jiwa sendiri, tanpa mengenal jiwa sendiri
bagaimana dapat mengenal jiwa orang lain?
75
Mengapa tidak membina dengan baik? Sebab mengang-
gap sifat dan kebiasaan sebagai watak sejati. Mengapa
manusia tidak akur? Sebab menganggap sifat dan ke-
biasaan sebagai watak sejati. Mengapa banyak gosip
dalam wadah Ketuhanan? Sebab menganggap sifat dan
kebiasaan sebagai watak sejati. Beranggapan diri sendiri
telah berlandaskan jiwa sejati dalam pelaksanaan hingga
akhirnya menimbulkan gosip dan kekacauan dalam wa-
dah Ketuhanan; namun dia tidak merasa dirinya salah,
dia tetap beranggapan dirinya menjalankan dengan ber-
landaskan keseganan terhadap firman Tuhan, karena ke-
seganan dia sebatas formalitas dan perasaan sehingga
menimbulkan banyak penderitaan di masa lalu. Chien
Jen terus mengatakan: ”Semua penderitaan kita di masa
lalu harus berhenti pada diri kita, pada saat tiba di diri
kita, kita harus menguraikannya dan melanjutkan yang
baik kepada junior, jangan mengestafetkan hal yang bu-
ruk.” Ketika kita membuka ladang, Chien Jen terus me-
ngatakan: ”Jangan membawa kebiasaan buruk di Taiwan
ke tempat pembukaan ladang, bawalah semangat pe-
ngorbanan dan kontribusi dari Para Suci serta semangat
pengorbanan dan kontribusi Lao Chien Jen dalam melin-
tasi umat dan menyelamatkan dunia ke tempat pembu-
kaan ladang, agar semua umat di muka bumi menghaya-
ti sinar dari Tuhan, kasih dari Tuhan, dan karunia dari
Tuhan.” Oleh sebab itu, segala hal yang buruk setelah
tiba pada diri kita harus dilepaskan seluruhnya. Jika kita
sendiri tidak dapat melaksanakannya, bagaimana me-
76
nyuruh junior untuk melaksanakannya? Kita harus mera-
sa memiliki misi, merasa memiliki tanggungjawab, dimu-
lai dari diri sendiri menjadi suri tauladan.
77
dasarkan arti dari aksara saja, harus kita ketahui masih
ada perubahan situasi langit. Darimana asalnya peruba-
han situasi langit? Dari kehendak Tuhan, sedangkan di
dalam kehendak Tuhan pasti ada firman Tuhan. Dengan
demikian darimana asalnya situasi (waktu) ini? “Situa-
si” di sini bukan berdasarkan anggapan kita, melainkan
ketika firman Tuhan menyuruh kita melaksanakan, baru
kita laksanakan; bila firman Tuhan tidak menyuruh kita
untuk melaksanakan maka jangan laksanakan.
78
jaya kembali, saat inilah masanya dan jodohnya, kita
hidup pada masa yang penting ini, sehingga kita ha-
rus menjalankan yang diperintahkan Tuhan. Oleh sebab
itu, sepenuhnya mengikuti kehendak Tuhan, tidak ber-
dasarkan perasaan dan kegemaran pribadi, sebab segala
perbuatan kita tidak akan diakui oleh Tuhan bila telah
melanggar firman-Nya. Firman Tuhan akan meminjam
kehendak Tuhan, situasi langit, jodoh Tao serta era Tao
untuk terwujud. Jika yang kita jalankan terlepas dari wa-
dah Ketuhanan, era Tao, jodoh Tao, ini dinamakan tidak
sesuai dengan situasi. Di dalam situasi pasti ada jodoh
Tao, era Tao serta wadah Ketuhanan. Dengan mening-
galkan situasi dan tidak memahami situasi maka tidak
ada era Tao, wadah Ketuhanan, jodoh Tao; dengan me-
ninggalkan wadah Ketuhanan, era Tao, jodoh Tao maka
segala yang kita jalankan tidak diakui oleh Tuhan, sebab
tidak sesuai dengan pergerakan situasi langit, hasil pun
menjadi nihil.
79
situasi sekarang. Jangan berpandangan awam seperti
orang biasa. Sepasang mata awam manusia hanya dapat
melihat dunia fana saja, tidak dapat mengetahui amanat
Tuhan. Yang terlihat umat hanya wujud luar saja, tidak
memahami kehendak Tuhan yang sesungguhnya di balik
wujud. Orang Suci mengikuti kehendak Tuhan dalam ber-
buat dan mengerjakan terlebih dahulu, sedangkan orang
biasa bertindak setelah wujud telah terlihat.
80
makan? Tentu saja jangan sampai terjadi kebakaran. Na-
mun sebagai manusia tidak memahami hal ini, sehingga
terkadang Para Suci pun geleng-geleng kepala melihat
kita. Pepatah Hokkian mengatakan: ”Ulat yang ditolong
masih akan menggoyang-goyangkan badannya, tetapi
menolong manusia tiada guna.” Kita tidak sadar dengan
budi dari Para Suci yang telah membantu kita, juga tidak
tahu berterimakasih. Kita harus memahami bahwa Para
Suci menolong kita tanpa tuntutan, Para Suci menghalau
permasalahan untuk kita dan kita merasa semua ini me-
mang seharusnya demikian, toh saya tidak melakukan
kejahatan. Tahukah kita berapa banyak masalah yang
akan terjadi pada diri kita tanpa perlindungan Para Suci?
Di bawah perlindungan Para Buddha serta rahmat Tuhan
dan budi luhur Guru, banyak bencana yang terlewatkan.
Oleh sebab itu, bukan tiada masalah melainkan banyak
masalah. Banyak umat yang tabrakan dengan kondisi
mobil hancur tetapi orang tidak apa-apa, hanya pada
saat itu baru mengerti untuk berterimakasih atas karunia
Tuhan dan budi Guru. Mengapa tidak mengerti bersyukur
atas karunia Tuhan dan budi Guru ketika tidak terjadi
kecelakaan? Mengapa harus terjadi kecelakaan terlebih
dahulu dan orang baik-baik saja, baru dinamakan karu-
nia Tuhan dan budi Guru? Budi mana yang lebih besar?
Manusia memang tidak mengerti untuk bersyukur, se-
hingga akhirnya biar merasakan sendiri baru mengeta-
hui kebesaran karunia Tuhan dan budi Guru. Dalam hati
tiada keberadaan Tuhan, beranggapan diri sendiri sangat
81
hebat, berkemampuan besar, inilah sifat manusia yang
tidak tahu diri.
82
atap dan menimbulkan kebakaran. Kamu juga meletak-
kan banyak kayu bakar di dekat lubang perapian, seha-
rusnya kayu bakar ini dipindahkan.”
83
kar, kamu harus mengundang dia. Bukankah jika hari
itu kamu mendengarkan perkataan dia, kita tidak perlu
terbakar seperti ini? Untuk apa orang-orang datang me-
madamkan api?” Jika tiada kebakaran, apakah perlu me-
madamkan api? Manusia hanya mengerti untuk berteri-
makasih kepada orang yang membantu memadamkan
api, tidak tahu berterimakasih kepada orang yang men-
ganjurkan pada saat itu. Jika sang saudagar mengikuti
saran dari orang itu maka yakin kebakaran tidak akan
terjadi.
84
musibah? Ini bukanlah kegiatan sosial yang sesungguh-
nya. Kegiatan sosial yang sesungguhnya adalah menye-
lamatkan dia sebelum tertimpa musibah, menghilangkan
semua bencana tanpa jejak.
85
sendiri, kedudukan yang dimaksud di sini mutlak tidak
terlepas dari jiwa sejati.
86
hun membina diri, seharusnya kita meningkatkan iman, benar
dan salahnya menurut pendapat kita jangan hanya sebatas
pada masalah saja. Suatu masalah biarpun benar akan berlalu
juga, suatu masalah biarpun salah akan berlalu juga. Mengapa
kita melekat pada benar salahnya masalah dan melupakan diri
sendiri? Jika benar salahnya kita hanya sebatas pada perma-
salahan, ini dinamakan kemelekatan pada wujud. Kemeleka-
tan pada wujud ini sulit untuk dilepaskan.
87
Coba kita renungkan, yang mana yang benar dan yang mana
yang salah? Dapatkah kita menyatakan benar atau salah ber-
dasarkan apa yang terlihat? Jika dipantau dari kejadian yang
terlihat, sudah tentu sang kakak yang salah, namun siapa pula
yang benar dan salah berlandaskan hakekat kebenaran, kesa-
lahan siapakah yang besar? Kita adalah pembina dan pelak-
sana Tao, juga adalah ciang se, jangan menghakimi benar dan
salah berlandaskan wujud, masalah pasti akan berlalu. Setiap
pembina dan pelaksana Tao harus berpikiran demikian, segala
wujud dalam dunia pasti memiliki kehendak Tuhan di dalam-
nya, segala yang terlihat dalam wadah Ketuhanan pasti ada
kehendak Tuhan di baliknya. Kita harus segan terhadap firman
Tuhan, yakin kepada kehendak Tuhan, jangan melekat pada
segala masalah, sebab semuanya pasti akan berlalu. Seperti
contoh cerita tadi, jika dihubungkan dalam wadah Ketuhanan,
kita sering melihat pendahulu bahkan junior kita melakukan
kesalahan, hingga muncul sikap tidak hormat terhadap pen-
dahulu atau muncul perasaan tidak suka kepada junior, siapa
yang benar siapa yang salah? Anggap saja dia memang salah
dalam penilaian tata krama Buddha, tetapi kita tidak melihat
niatnya, apakah kita mengerti dia berdasarkan niat seperti
apa dalam melakukan hal tersebut? Dia berlandaskan nafsu-
nya terhadap seksual dalam mengendong wanita itu ataukah
berlandaskan rasa kasihan? Mungkin saja dalam hatinya tiada
perbedaan antara wanita dan pria.
88
ingin menguji tingkatan pembinaan dia. Mereka berdua pun
saling bertanya dan saling menjawab, pada akhirnya sang
bhikkhu berkata: ”Jika memang demikian, bagaimana jika
malam ini kita tidur seranjang?” Setelah mendengar perkata-
an tersebut sang bhikkhuni sangat marah sekali dan terus ter-
ingat dalam hati hingga tidak dapat berbicara dan sejak itu dia
tidak membabarkan dharma lagi. Setelah beberapa tahun ke-
mudian, sang bhikkhu melewati tempat kediaman sang bhik-
huni lagi, tidak terdengar berita sang bhikhuni membabarkan
dharma lagi bahkan dia berubah menjadi tua sekali. Setelah
mengetahui permasalahannya, sang bhikkhu yang telah
mendapatkan Tao ingin membuka ikatan hatinya sehingga
dapat bertemu dengan dia lagi: ”Coba kamu tanyakan kepada
saya pertanyaan yang sama yang waktu itu saya tanyakan
kepadamu.” Sang bhikkhuni bertanya: ”Pria wanita malam ini
tidur bersama bagaimana?” Sang bhikkhu menjawab: ”Apa
salahnya ibu dan anak tidur bersama?” Mendengar perkataan
ini ikatan hati sang bhikkhuni pun teruraikan. Tentu saja tidak
masalah jika ibu dan anak tidur seranjang, siapa pula yang
berani menyatakan bahwa ibu dan anak tidak boleh tidur se-
ranjang? Ini hanyalah perubahan niat pikiran, manusia pada
umumnya melekat pada wujud. Hati digerakkan oleh wujud
(objek), bukan menggerakkan objek, hingga muncul banyak
kemelekatan dan dosa.
89
gan demikian kita tidak menjadi salah. Sebagai ciang se dan
pembina pelaksana Tao, jangan melihat masalah hanya seba-
tas wujud luar, melainkan berlandaskan kebenaran. Penilaian
seorang buddha, Bodhisatva dan manusia terhadap masalah
adalah berbeda. Umat manusia melihat masalah berdasarkan
wujud; orang bijak melihat masalah berlandaskan hati dengan
sikap empati, ini merupakan suatu peningkatan besar; Para
Suci melihat masalah berlandaskan jiwa sejati, ini berbeda.
Kita berbuat benar maupun salah adalah masalah sendiri,
Para Suci tetap dengan hati welas asih. Dengan berlandaskan
hakekat kebenaran, jodoh karma dan ketentuan takdir pun
terlihat jelas, benih karma dan buah karma terlihat jelas seka-
li; tetapi setelah melihat jelas, tidak muncul kebencian. Beliau
mengetahui benih karma ini pasti akan muncul buah karma
ini, dalam hati hanya muncul rasa kasihan, welas asih, niat
untuk melintasi, sebab tidak tega melihat kita menerima buah
karma buruk, sehingga memberitahu kita beberapa cara agar
dapat memutar roda karma. Para Suci dengan hati seperti ini
mengamati masalah, Beliau senantiasa mempertahankan hati
yang welas asih; jangan beranggapan Para Suci tidak melihat
masalah dengan jelas. Justru sebaliknya, Para Suci melihat
dengan sangat jelas. Mungkinkah kita membohongi Chien Jen,
apalagi membohongi Lao Chien Jen? Kita juga tidak mungkin
dapat membohongi Bapak Guru dan Ibu Guru. Orang yang
suci dan berbudi dapat melihat jelas diri kita. Seorang yang
mengetahui jiwanya sendiri pasti akan mengenal sifat manu-
sia. Dengan mendengarkan kita berbicara dan melihat ger-
akan kita, beliau mengetahui tingkatan pembinaan kita, tiada
90
kata tidak tahu, hanya Para Suci sangat welas asih, Lao Chien
Jen dan Chien Jen selalu memaklumi kita dengan kelapangan
dada, mendidik kita dengan kasih tiada batas, tiada lain den-
gan harapan kita dapat memahami kebenaran. Inilah yang
perlu kita pelajari dengan tekun.
Tiada cara lain dan jalan pintas untuk meningkatkan diri send-
iri selain segan terhadap firman Tuhan. Jika memang ada ja-
lan pintas maka jalan pintas tersebut tidak lain adalah segan
terhadap firman Tuhan. Setelah segan terhadap firman Tuhan
dan memahami kehendak Tuhan, kita dapat mengamati ma-
salah dengan jelas, kita tidak berani menyalahkan Tuhan mau-
pun manusia. Kita mudah menyalahkan Tuhan dan manusia,
sesungguhnya dalam urusan apapun ada kehendak Tuhan di
dalamnya, apa yang kita keluhkan? Jika memahami kehendak
Tuhan, tentu kita akan sangat bersyukur, apakah berani me-
91
nyalahkan? Apakah Nabi Konfusius berani menyalahkan Tuhan
ketika terjebak dan kehabisan pangan dalam perbatasan kera-
jaan Chen dan Chai selama tujuh hari tujuh malam? Konfusius
sangat bersyukur, tiada keluhan sama sekali, hanya muridnya
bernama Ce Lu yang sangat tidak senang dan datang mem-
pertanyakan kepada Beliau, sehingga Ce Lu hanya mencapai
tingkatan orang bijak, bukan tingkatan orang suci; sedangkan
Yen Huei tidak bersuara sedikitpun sebab dia telah mendapat-
kan Tao dan memahami. Setelah keluar dari perbatasan kera-
jaan Chen dan Chai, Nabi Konfusius berkata kepada murid-
muridnya:”Kehabisan pangan di perbatasan Chen dan Chai
adalah keberuntungan saya, juga adalah keberuntungan ka-
lian.” Tahukah kita sungguh beruntung dapat kelaparan selama
tujuh hari tujuh malam? Ini harus rela sepenuhnya. Mengapa?
Karena bagaimana kita dapat menyalahkan Tuhan atas ka-
sih dan perhatian-Nya yang tak terbatas? Jangan memahami
kehendak Tuhan berlandaskan wujud luar dan menganggap
kehendak Tuhan adalah demikian. Boleh meminjam wujud un-
tuk memahami kehendak Tuhan namun wujud tersebut bukan
kehendak Tuhan, melainkan meminjam wujud untuk mema-
hami kehendak Tuhan dengan baik, kita juga harus sangat
bersyukur kepada Tuhan. Tuhan tidak akan mempermainkan
kita tanpa sebab, manusia dapat mempermainkan manusia,
Tuhan tidak akan mempermainkan manusia; manusia dapat
menyia-nyiakan manusia, Tuhan tidak akan menyia-nyiakan
manusia. Apakah Tuhan menyia-yiakan kita? Tidak mungkin
sama sekali. Mungkinkah Tuhan mempermainkan kita? Tidak
mungkin sama sekali. Jika demikian, apa yang kita salahkan?
92
Seharusnya kita merasa sangat malu dan menyesal sebab ti-
dak memahami kehendak Tuhan, jangan menyalahkan Tuhan.
Biarpun dalam keadaan lancar maupun tidak lancar, tetap ha-
rus bersyukur kepada Tuhan. Dengan hati bersyukur dan hati
bertobat untuk berterima kasih kepada Tuhan. Tuhan sangat
welas asih terhadap para pembina dan pelaksana Tao. Dalam
kelancaran maupun ketidaklancaran, terdapat kasih tak terba-
tas dari Tuhan di dalamnya, ini harus kita hayati dengan baik,
jangan berpandangan seperti umat awam. Orang bijak memi-
liki pandangan tersendiri, orang suci juga memiliki pandangan
tersendiri. Ketika di perbatasan Chen dan Chai, Ce Lu sedikit
tidak senang, ini merupakan tingkatan seorang bijak, tentu
saja setelah dijelaskan oleh Nabi Konfusius, keluhan dan ke-
bencian dalam hatinya langsung sirna, sehingga dia juga lulus
dari ujian. Waktu itu hampir saja dia tidak lulus.
Saat ini kita berada dalam masa perubahan era Tao, jodoh Tao
dan masa penyebaran Tao ke seluruh dunia, kita pasti akan
bertemu banyak masalah; sebagai ciang se ketika bertemu
masalah jangan terlontarkan satu kata pun yang menyalah-
kan Tuhan, sebab akan menggugurkan banyak umat. Seorang
ciang se tidak boleh mengucapkan satu kata keluhan apapun;
jika tidak yakin kepada Tuhan, bagaimana membuat umat
yakin kepada Tao dan kebenaran? Inilah pantangan terbesar
bagi ciang se. Jangan menampar mulut sendiri. Kita sendiri
mengatakan Tao baik, mengapa pula berkeluh kesah? Dalam
membabarkan dharma, kita menyatakan Tao sangat baik,
benarkah jika kita sendiri yang berkeluh kesah? Ini akan mem-
93
buat umat kebingungan. Kebenaran tidak bertolak belakang
(membingungkan), Tuhan juga tidak mungkin melakukan hal
yang membingungkan, hanya saja kita tidak memahami ke-
hendak Tuhan. Bagaimana kita dapat menyalahkan Tuhan jika
tidak memahami kehendak Tuhan? Kita hanya dapat meny-
alahkan diri sendiri mengapa tidak memahami kehendak Tu-
han, tidak boleh menyalahkan Tuhan.
94
tidak dapat menutup-nutupi, akan tetapi percuma saja, lebih
baik jangan disembunyikan, yang alami saja. Intinya adalah
kita harus senantiasa meningkatkan jiwa dalam proses pem-
binaan dan pelaksanaan Tao, jangan menghentikan diri seba-
tas masalah saja.
96
terkecuali jika kita mendapatkan mandat, umpama Tien
Chuan Se mendapatkan mandat dari Chien Jen sehingga
berada pada posisi tertentu. Oleh sebab itu, tergantung
pada kedudukan asal kita, biarpun kita mendapatkan
mandat untuk mewakili Tien Chuan Se maupun Chien
Jen melakukan suatu tugas, kedudukan tersebut bukan
kedudukan asal kita, hanya perwakilan saja. Kedudu-
kan asal kita merupakan pemberian Tuhan, sehingga
dinyatakan kedudukan adalah pusaka besar dan pusa-
ka yang sangat penting. Pusaka bagi umat adalah harta
benda. Pusaka bagi orang baik adalah kebajikan. Orang
berbudi dan orang baik hanya sebatas tingkatan sebagai
orang bijak. Pusaka bagi orang awam adalah harta benda
atau nama dan kedudukan, inilah yang diperebutkan oleh
orang awam. Apakah sebagai pembina pelaksana Tao,
sebagai than cu, ciang se dan kader kita masih mem-
perebutkan hal ini? Tidakkah kita merasa sangat malu?
Orang suci zaman dulu membuang semua hal tersebut
bagaikan membuang sepatu robek. Apakah ketika Sang
Buddha Gautama ingin meninggalkan kedudukannya se-
bagai pangeran dengan berjalan keluar pelan-pelan lalu
balik badan dan terus berpikir: ”Sungguh disayangkan!
Sungguh disayangkan!”? Apakah ketika Nabi Konfusius
memakai topi kebesaran dan berkeleliling ke berbagai
negara bagian juga dengan sikap demikian? “Coba pakai
dulu, jika tidak kelak tidak dapat pakai lagi.” Para Suci
tidak menganggap penting kedudukan, umat manusia
beranggapan orang suci memperebutkan kedudukan.
97
Dalam hati orang suci hanya ada satu benda yaitu firman
Tuhan. Apakah Konfusius tidak tahu pasti akan mend-
erita berkeliling berbagai negara? Kita masih mengeluh
lelah, padahal keluar rumah ada mobil, paling tidak ada
kereta bawah tanah ataupun bis. Bagaimana Konfusius
berkeliling ke berbagai negara pada masa itu? Dengan
satu kereta yang ditarik dua ekor kuda, roda kereta pada
saat itu terbuat dari kayu yang keras bukan ban yang
berisi angin, jalanan pada masa itu juga tidak semulus
sekarang, banyak lubang ketika hujan turun, oleng ke
sana kemari tidak mulus, namun Konfusius melewati
satu negara demi satu negara, satu dusun demi satu du-
sun. Jika kita yang menempuh perjalanan tersebut, tiba
di tempat tujuan pun kepala sudah pusing tujuh keliling,
apakah masih dapat membahas Tao? Jika tidak percaya,
coba saja naik. Apakah Konfusius santai dalam berkeliling
berbagai negara? Apakah Konfusius tidak tahu? Apakah
sedemikian bodoh? Konfusius tahu jelas, namun firman
Tuhan tidak boleh dilanggar. Konfusius mengetahui fir-
man Tuhan ketika berusia 50 tahun, mengetahui bahwa
Tuhan ingin beliau berkeliling berbagai negara, sehingga
Beliau harus melakukannya. Siapa yang senang mener-
ima terpaan angin dan salju? Orang Suci dapat menjadi
orang suci adalah karena kedudukannya, ini merupakan
kedudukan yang memiliki misi yang merupakan karunia
Tuhan. Ini merupakan pusaka besar bagi pembina pelak-
sana Tao juga merupakan pusaka besar bagi orang suci.
Yang harus kita ingat adalah bila meninggalkan kedudu-
98
kan maka tiada budi yang dapat dibahas. Kedudukan
dibagi tiga jenis. Kedudukan ditinjau dari wujud yaitu ber-
landaskan apa yang terlihat pada diri kita serta kedudu-
kan kita di dunia. Dengan sepenuh hati kita melakukan
tugas sesuai kedudukan maka kita akan digaji oleh bos.
Kedudukan ditinjau dari hawa yaitu ditinjau dari hati
juga ada kedudukan yang dinamakan kedudukan jodoh.
Yang dimaksud dengan kedudukan jodoh adalah menjadi
suami, istri, orangtua, anak, kakak, adik dari orang lain.
Semua ini adalah jodoh dari kehidupan lampau. Bila kita
menunaikan kewajiban kita pada kedudukan jodoh akan
mendapatkan balasan rejeki, namun ini hanya sebatas
rejeki, tidak dapat menjadi budi. Oleh sebab itu, para
pejabat setia dan anak bakti masuk dalam barisan dewa-
dewi. Sungguh disayangkan hanya kekurangan satu hal
yaitu kedudukan yang sungguh sulit didapatkan pada za-
man dulu. Pada masa pancaran hijau dan merah hanya
guru penerang yang mendapatkan kedudukan ini, selain
itu tiada yang pantas mendapatkannya.
99
jadi orang kaya. Bila kita berusaha keras dalam kedudu-
kan jodoh, hasil terbesar hanya menjadi dewa. Hanya
kedudukan yang berasal dari Surga, kedudukan yang
bersumber dari jiwa sejati baru merupakan kedudukan
asal kita yang sungguh dapat membentuk jasa pahala
dan budi luhur. Dengan terlepas dari firman Tuhan, jiwa
sejati dan kedudukan asal tiada jasa pahala maupun budi
luhur. Meskipun dikatakan memiliki jasa pahala maupun
budi luhur, ini hanya sebatas perkataan semata yang ti-
dak nyata. Oleh sebab itu, pembentukan jasa pahala dan
budi luhur yang sejati harus bersumber dari jiwa sejati,
kedudukan asal pemberian Tuhan. Kedudukan ini sung-
guh penting, harus kita sayangi!
100
karyawan seperti saya yang tidak mengerjakan tugasnya
sendiri malahan pergi menyelesaikan pekerjaan orang
lain? Dia yang saya bantu malahan mendapatkan gaji
besar, lalu memberikan seratus dollar NT kepada saya
sebagai tips: ”Terimakasih telah membantu saya. sera-
tus NT ini untukmu.” Akhirnya saya dipecat dan hanya
mendapatkan seratus NT. Karena kita membantu orang
lain bekerja, tetapi tidak membantu bos bekerja. Oleh
sebab itu, jangan meninggalkan kedudukan sendiri un-
tuk mengerjakan tugas yang bukan merupakan kedudu-
kan kita. Jalankan kedudukan sendiri dengan baik ter-
lebih dahulu, jika masih sanggup baru membantu orang
lain. Suatu kesalahan bila meninggalkan tanggung jawab
sendiri untuk mengerjakan tugas orang lain. Jangan ber-
pendapat semua ini adalah urusan Ketuhanan! Semua
ini memang urusan Ketuhanan, akan tetapi kita memiliki
jabatan sendiri yang harus kita jalankan sebaik-baiknya,
kita harus membantu orang lain bila masih ada waktu dan
sempat. Kita harus sepenuh hati berlandaskan kedudu-
kan asal. Mungkinkah masih ada masalah dalam wadah
Ketuhanan bila setiap orang sepenuh hati berdasarkan
kedudukannya?
101
sepenuh hati menjalankan tugas titipan Tuhan. Oleh se-
bab itu, kita harus menghargai kedudukan pemberian
Tuhan, ini merupakan misi kita, juga merupakan tang-
gung jawab kita.
102
bersama sebagai kebanggaan, misi pemberian Tuhan ke-
pada kita bersama yaitu misi dari era baru Tao untuk
memgembangluaskan Tao ke seluruh dunia juga harus
kita jalankan. Oleh sebab itu, kita harus menjalankan
misi pemberian Tuhan berlandaskan kedudukan kita se-
bagai ciang se.
103
V. MISI CIANG SE TIDAK LAIN ADALAH
MEMBANTU MENDORONG AGAR TUGAS
PENYEBARAN TAO KE SELURUH PENJURU
DUNIA DAPAT TERLAKSANA SEDINI
MUNGKIN, JUGA DAPAT TERBANGUN
DENGAN LEBIH SEMPURNA DAN
MANTAP, INILAH PEKERJAAN KITA
SEBAGAI CIANG SE
Kita harus giat dalam menunaikan misi, ini adalah kedudukan kita.
Jangan mengerjakan sesuatu di luar kewajiban kita, sebab pasti akan
mencelakakan Tao bukan membantu Tao. Konfusius mengatakan:
”Berlebihan ataupun tidak menjangkau adalah tidak standard.” Jika ti-
dak menjalankan kewajiban pemberian Tuhan dengan baik, kita ber-
salah; jika berbuat melampaui kewajiban kita hingga mengganggu uru-
san Tao, ini juga tidak benar.
Oleh sebab itu, kita harus memahami apa yang kita kerjakan harus
sesuai dengan kedudukan karunia Tuhan. Kita semua harus bertang-
gung jawab kepada Tuhan. Kita tidak boleh asal berbicara melainkan
harus dapat dipertanggung-jawabkan kepada Tuhan, Bapak Guru, Ibu
Guru, Lao Chien Jen, Chien Jen dan Tien Chuan Se, bahkan kepada
para junior dan teman sepembina.
105
disebabkan kita tidak berbuat berlandaskan kedudukan sendiri.
Kita harus berdiri pada posisi sendiri untuk memahami para penda-
hulu. Seseorang yang dapat menjalankan sepenuh hati berlandaskan
kedudukannya tidak akan berani menyalahkan Tuhan maupun manu-
sia, tidak akan berani menyalahkan pendahulunya, juga tidak berani
menindas juniornya; sebaliknya orang yang menganggap kedudukan
sebagai kekuasaan dan penghormatan akan menipu, mengelabui pen-
dahulu dan mencelakakan junior, ini sungguh tidak pantas. Orang sep-
erti ini telah kehilangan kedudukan asalnya, tidak mengerti apa yang
semestinya dia lakukan.
106
lurus, ucapan dan perbuatan pun semakin lurus. Secara perlahan-lah-
an kemuliaan dan keagungan Tao akan terekspresikan lewat diri kita,
orang lain akan sangat hormat kepada kita; ketika keagungan firman
Tuhan terwujud lewat hati kita secara perlahan-lahan, tanpa berbicara
pun akan menggugah orang lain. Bukankah Lao Chien Jen dan Chien
Jen juga demikian? Karena firman Tuhan telah masuk dalam hatinya,
tanpa berbicara pun dapat menggugah orang lain; bila firman Tuhan
tidak masuk dalam hati, berbicara banyak hanya akan mencelakakan
orang. Jika firman Tuhan meresap dalam hati, secara otomatis akan
melebur dalam ucapan dan perbuatan sehari-hari. Ucapan, perbuatan
dan keteladanan Chien Jen dapat kita hayati, semua ini harus kita te-
ladani, setiap ciang se harus memiliki cita-cita seperti ini.
Ketika hou sie baru mempelajari Tao, ada dua orang yang memberikan
pengaruh besar kepada hou sie, hou sie menjadikan beliau berdua men-
jadi panutan. Mereka adalah Chen Tien Chuan Se di Kao Siung yang
telah wafat dan menjadi Chong Te Ta Sien dan Chien Jen kita. Karena
ada panutan yang sangat baik, sehingga pada masa awal mempela-
jari Tao dapat mempelajari dan meneladani. Kita harus mengikuti jejak
dan berusaha bagaimana caranya agar kita juga dapat menjadi teladan
yang demikian baik, sungguh hati dalam mewakili Tuhan membabar-
kan dharma, membuat umat memahami kehendak Tuhan yang ses-
ungguhnya. Ketika baru mempelajari Tao, hou sie tidak mungkin ada
kesempatan dekat dengan Lao Chien Jen, sehingga tidak memahami
budi Lao Chien Jen, biarpun mengetahui budi Lao Chien Jen sangat
besar. Sehingga ketika bertemu para ciang se hanya menceritakan ten-
tang Chen Tien Chuan Se dan Chien Jen, dulu juga pernah mendapat-
kan mandat dari Lao Chien Jen berkeliling membabarkan dharma di
107
Taiwan, hou sie juga sangat beruntung dapat menerima didikan dari
Chien Jen. Oleh sebab itu, dalam jiwa para ciang se dan dalam proses
pembelajaran Tao harus membentuk suatu keteladanan dan dipelajari
dengan baik. Pada masa sekarang, kita semua harus menjadi jelmaan
Chien Jen untuk mewartakan berita gembira dari Tuhan, agar semakin
banyak orang dapat berpartipasi dalam pembinaan pelaksanaan Tao
dan mencapai keberhasilan dalam perputaran jodoh Tao dan era Tao.
Oleh sebab itu, kedudukan terbentuk dari jodoh Tao dan era Tao, bi-
arpun terlepas dari era Tao dan jodoh Tao tetap ada kedudukan, na-
mun kedudukan ini tak berguna. Ada juga Tien Chuan Se, ciang se dan
than cu yang meninggalkan era Tao, namun apakah berguna? Jan-
gan beranggapan ini tetap adalah kedudukan. Kedudukan harus be-
rada dalam jodoh Tao dan era Tao. Tanpa berada dalam jodoh Tao dan
era Tao, percuma saja segala jerih payah, kedudukan tersebut telah
berubah dari ‘kedudukan kebenaran’ menjadi ‘kedudukan jodoh’ bah-
kan berubah menjadi ‘kedudukan wujud’.
Apakah kita merasakan bahwa para Tien Chuan Se, ciang se, than cu
maupun kader yang meninggalkan benang emas berfirman Tuhan han-
ya tinggal sedikit urusan Tao yang dapat dijalankan? Sekarang hanya
mengadakan kegiatan sosial, membantu membersihkan jalan raya,
memberikan bantuan pada musim dingin. Apakah benar mengubah
kedudukan asal menjadi kedudukan jodoh, mengubah kedudukan
jodoh menjadi kedudukan wujud? Dalam membina dan melaksanakan
Tao harus terus berupaya untuk meraih kesuksesan. Kedudukan asal
merupakan pemberian Tuhan dan sama sekali tidak boleh terlepas dari
jodoh Tao dan era Tao.
108
Umpama sebuah kursi wadah Ketuhanan dalam jodoh Tao dan era
Tao, jangan beranggapan mudah untuk duduk di atas kursi ini! Apak-
ah mudah untuk terpajang satu papan nama dalam ruang utama kuil
Konfusius? Nama yang terpajang dalam ruangan utama tersebut hany-
alah sepuluh orang luar biasa (ce ren), sedangkan orang bijak (sien
ren) hanya terpajang di ruangan timur dan barat. Dari sepuluh orang
suci yang duduk di dalam ruang utama di kedua sisi, hanya ada em-
pat orang yang duduk berbarengan dengan Konfusius, mereka adalah
empat orang suci (sheng ren). Apakah kita mengetahui kita duduk ber-
barengan dengan siapa? Dimanakah posisi duduk kita? Sekarang kita
tidak duduk di depan Konfusius melainkan duduk di hadapan Tuhan.
Dengan demikian dapat kita pahami betapa pentingnya kedudukan
ini! Ini merupakan singgasana pusaka pemberian Tuhan. Menurut kita
kursi ini atau kursi itu yang lebih mahal? Kursi ini atau kursi itu yang
lebih besar? Jangan menilai harga kursi dari nilai materinya, jika kita
menaruh sebuah kursi murah, ketika Yuen Cang Se Siong hadir tetap
akan duduk di atas kursi murah tersebut, Beliau tidak akan meminta
ganti kursi. Apakah hanya kursi mahal yang dinamakan kursi Buddha?
Perlu kita ketahui bahwa setiap kursi dalam istana Tuhan adalah kursi
Buddha. Siapakah yang berada dalam istana Tuhan jika bukan para
Buddha? Apakah sembarangan dapat duduk pada tempat ini? Oleh se-
bab itu, kedudukan kita sangatlah mulia! Sangatlah penting! Sangatlah
suci! Jangan mengamati benda-benda ini dengan pandangan materi.
Dalam aula utama istana Tuhan tiada orang awam, sebab orang awam
tidak mungkin memasuki aula utama istana Tuhan; di dalamnya hanya
ada Para Suci, kursi di sini adalah kursi untuk Buddha. Jangan mere-
mehkan kewajiban dan jabatan kita serta lakukanlah pekerjaan Para
109
Buddha, sebab biarpun belum menjadi Buddha yang sesungguhnya,
kita berada dalam posisi (jabatan) sebagai Buddha. Jika meninggalkan
jabatan kita maka kelak takkan memiliki jabatan Surga. Oleh sebab itu,
kita harus berdiri di posisi sendiri untuk menunaikan kewajiban dan me-
nyelesaikan misi pemberian Tuhan. Tanggung jawab apa yang harus
dipikul oleh penceramah pada saat ini dengan jodoh sekarang dalam
era Tao baru? Yaitu bagaimana caranya agar semakin cepat para umat
memahami kehendak Tuhan, setiap orang dapat menunaikan kewa-
jiban sendiri. Hal tersebut harus dilakukan, disebarluaskan dan didu-
kung sekuat tenaga. Jabatan ini sungguh agung!
Status dapat berubah. Ketika Yuen Cang She Siong hadir sering ber-
110
tanya: ”Posisinya sebagai apa?” Terkadang kita menjawab: “Than cu,
ren chai.” Seharusnya ketika ada sidang dharma, status kita adalah
peserta. Status akan berubah seiring waktu, jika tidak mengerti akan
perubahan maka akan melakukan kesalahan. Ketika ada kelas, saya
adalah sebagai peserta sehingga harus melaksanakan tugas sebagai
peserta dengan baik; ketika berada pada posisi sebagai penceramah
yang membabarkan dharma maka laksanakanlah tugas pembabaran
dharma dengan baik; jika sebagai than cu maka laksanakanlah tugas
sebagai than cu dengan baik. Itu saja!
Semakin berat tanggung jawab dan misi, semakin banyak umat yang
harus disempurnakan; semakin luas penyebaran Tao yang dilakukan
oleh seseorang, umatnya akan semakin banyak, semakin berat tang-
gung jawab dan misi, semakin banyak umat yang harus disempur-
nakan; semakin luas penyebaran Tao yang dilakukan oleh seseorang,
umatnya akan semakin banyak. Kita harus sekuat tenaga menjalankan
misi pemberian Tuhan, terutama penceramah dalam era Tao baru. In-
gatlah akan status dan misi kita sebagai penceramah pada era Tao
baru, ketahuilah era penyempurnaan berbeda dengan penceramah
pada era Tao pelintasan umum. Tugas yang diberikan oleh Tuhan ke-
pada Bapak dan Ibu Guru dalam era Tao baru adalah pelintasan umum
tiga alam, sehingga tanggung jawab Chien Jen dan kita juga adalah
pelintasan umum tiga alam.
Setelah memasuki era baru, ada banyak kabar yang sebelumnya ti-
dak pernah terdengar di era lama, umpama banyak yang melihat le-
luhurnya, arwah ataupun Para Suci datang mendengarkan dharma.
Ini membuktikan betapa besarnya karunia Tuhan serta harapan Tu-
111
han pada era baru Tao! Bolehkah kita bertindak sembarangan sebagai
penceramah pada era baru Tao?
112
Jika era Tao hanya berada di dunia, bagaimana dapat
melintasi 3 alam? Dapatkah kita tidak mendorong diri
untuk menjalankan tanggung jawab maha besar pem-
berian Tuhan ini? Oleh sebab itu, ketahuilah bahwa ses-
uai dengan posisi, kita memiliki kewajiban, misi dan
tanggung jawab yang sangat besar. Tanyakanlah pada
hati nurani sendiri, apakah mampu memikul tanggung
jawab ini dengan mengandalkan pengetahuan dan budi
kita? Inilah yang dikhawatirkan oleh Tuhan, Para Suci,
dan Chien Jen. Bolehkah kita tidak giat hingga mem-
buat risau Tuhan, Bapak dan Ibu Guru, Chien Jen dan
pendahulu? Ini tidak benar. Seharusnya kita belajar un-
tuk ikut berbagi kerisauan Tuhan dan pendahulu. Dulu
ketika Konfusius berkeliling ke berbagai kerajaan, saat
tiba di sebuah kerajaan yang telah hancur dan melihat
rakyat sedang membantu musuh membangun benteng,
Konfusius dengan tidak senang berkata: ”Sungguh ri-
sau! Sungguh marah kepada orang berjiwa kerdil ini!”
Orang suci bukan tidak bisa benci, orang suci juga bisa
membenci orang, namun kebenciannya bersumber dari
kebenaran, bukan berdasarkan kesenangan dan keben-
ciannya. Bukankah waktu itu Ce Kong bertanya kepada
Konfusius: ”Apakah orang berbudi juga bisa membenci?”
Orang suci juga bisa membenci tetapi berdasarkan ke-
benaran, berbeda dengan kebencian manusia. Jangan
mempergunakan kebencian manusia untuk mengukur
Para Suci.
113
Kita harus berdiri di posisi masing-masing untuk mem-
perkuat wadah Ketuhanan, Para Suci terus bertanya
Sesepuh Agung telah lama wafat apakah wadah Ketu-
hanan telah diperkokoh? Inilah tanggung jawab kita, yai-
tu memperkokoh seluruh wadah Ketuhanan agar tidak
tercerai-berai dan tidak bermasalah. Memperkokoh dan
memperluas wadah Tao adalah kewajiban kita sebagai
penceramah, tingkatkan semangat, tegakkan sebuah
tekad, berdirilah di posisi masing-masing serta mulailah
belajar untuk menyelesaikan misi dan tanggung jawab.
114
teguh dan tabah, sehingga bisa mendapatkan banyak
kader. Hal ini harus kita pahami. Banyak juga di anta-
ra kita adalah than cu, apa yang paling ditakutkan oleh
than cu? Yaitu tiada umat. Bila tiada umat, than cu apap-
ula kita ini? Bila telah khai kuang untuk jangka waktu
panjang namun tiada umat dalam Fo Thang, maka harus
introspeksi diri. Sebagai penceramah yang telah lama
berceramah, mengapa umat semakin berkurang hingga
akhirnya tersisa kita sendiri tanpa ada pendengar. Bole-
hkah penceramah berpikir: ”Baguslah jika begitu, bisa
mulai istirahat.” Hal ini harus terus diintrospeksi. Kita
tidak boleh memaksa, namun harus terus menuntut diri
dan introspeksi kesalahan kita. Ingatlah harus berlapang
dada, Para Suci pernah bersabda: ”Parit yang kecil tidak
mungkin memiliki ikan besar.” Sebab ikan besar tidak
dapat berenang masuk ke dalam parit kecil. Bukan ikan
besar tidak ingin berenang masuk, melainkan tidak bisa
masuk, sebab terlalu kecil dan sempit.
115
burung garuda memiliki cita-cita yang besar dan jauh
serta ambisi. Kita harus memberikan ruang yang sangat
luas kepadanya untuk mewujudkan ambisinya.
116
akan segera sembunyi di balik rumput, tidak akan berani
berenang ke sana kemari. Janganlah demikian! Ciang se
tidak boleh terlalu perhitungan.
117
Jangan hanya ingin berceramah untuk orang lain. Yang
paling penting adalah ciang se harus belajar untuk bisa
mendengarkan orang lain. Bukankah Chien Jen sering
mengatakan bahwa beliau senang mendengarkan kita
berbicara? Namun kita tidak sabar dalam mendengar-
kan orang lain berbicara, itulah sebabnya tidak dapat
memahami orang lain. Tanpa memahami umat, tak-
kan mungkin dapat berceramah dengan baik; jika ingin
membabarkan dharma dengan baik, maka harus belajar
untuk mendengarkan orang lain dengan sabar. Ketika ju-
nior menceritakan segudang permasalahan kepada kita,
dengarkanlah dengan sabar. Jika kita bertanya: ”Untuk
apa kamu menyampaikan hal ini?” Kelak dia takkan ceri-
ta lagi, tanpa mengerti masalah sama sekali, bagaimana
dapat berceramah? Ketika umat bercerita, dengarkanlah
dengan sabar, dengarkanlah dari sisi positif, sisi negatif,
yang baik, yang buruk, segala keluhan dan penderitaan.
Dengan demikian, barulah dapat menjadi ciang se. Jadi-
lah ciang se yang pandai mendengar, apa yang kita den-
gar akan menjadi bahan pembabaran dharma. Konfu-
sius bersabda: ”Ada tiga tingkatan dalam mendengarkan
dharma dan pembabaran dharma.” Konfusius bersabda
kepada Yen Huei: ”Jangan mendengarkan dengan tel-
inga, mendengarlah dengan hati; jangan mendengarkan
dengan hati, mendengarlah dengan semangat kebena-
ran.” Murid Konfusius yang bernama Yen Huei sangat-
lah giat, ketika diajarkan oleh Konfusius, dia langsung
mempelajarinya. Suatu hari Yen Huei lari untuk berkata
118
kepada Konfusius: ”Guru, keluarga saya sangat miskin,
saya telah lama tidak makan daging dan minum arak,
apakah telah terhitung menjalankan ‘vegetarian’? Kon-
fusius mengelengkan kepala berkata :”Masih belum bisa!
Masih belum bisa!” Yen Huei bertanya kembali: ”Seha-
rusnya berbuat seperti apa baru dapat melaksanakan
‘vegetarian’?” Konfusius memberitahu: ”Vegetarian yang
kamu jalankan ini hanya vegetarian dalam bersembahy-
ang.” Saat ini di Taiwan ada banyak desa yang menga-
dakan upacara kelenteng? Dalam upacara ini, ada yang
harus makan vegetarian selama seminggu, atau zaman
dulu sebelum sembahyang harus makan vegetarian dan
membersihkan seluruh badan. Kedua hal ini termasuk
vegetarian dalam sembahyang. Konfusius bersabda lagi:
”Vegetarian yang kamu jalankan adalah vegetarian sem-
bahyang bukan vegetarian dari hati.” Yen Huei bersu-
jud dan memohon: ”Lalu apa yang dinamakan vegetar-
ian dari hati? Mohon Anda membimbing saya.” Konfusius
pun memberitahu Yen Huei. Vegetarian hati sulit dijelas-
kan sebab merupakan tingkatan jiwa, Konfusius terpak-
sa mempergunakan cara dengan mendengarkan dharma
untuk menuntunnya.
119
wujud luar saja tanpa dapat menyelami dharma, sebab
kemampuan kita untuk mendengar hanya demikian saja,
otomatis kemampuan untuk menyampaikan juga demiki-
an. Tidak mungkin memiliki kemampuan rendah dalam
mendengar namun memiliki kemampuan tinggi dalam
membabarkan! Yang ada adalah memiliki kemampuan
mendengar yang tinggi, tetapi karena disesuaikan den-
gan standard umat sehingga disampaikan dengan lebih
rendah. Hal ini harus sangat diperhatikan oleh ciang se.
Jika salah dengar pasti akan salah dalam penyampaian.
Cara untuk mendengar adalah mendengar hingga jiwa
kita tenang sekali dan kembali cemerlang, barulah akan
memiliki raga dharma yang tenang yang akan menun-
jukkan kearifan unik dan dharma unik untuk melintasi
umat dunia.
120
ri, melainkan harus melebur dengan umat dalam
wadah Ketuhanan, memahami kondisi wadah Tao,
segala hal tentang umat. Dengan demikian baru
dapat membabarkan dharma.
121
gar, sehingga akan kehilangan banyak kebenaran serta
kehilangan banyak kesempatan untuk memahami wadah
Ketuhanan.
123
Ciang se yang melekat pada wujud akan membuat umat tidak
tahan, banyak umat yang meninggalkan wadah Ketuhanan
disebabkan oleh ciang se seperti ini; banyak umat tidak sudi
datang ke Fo Thang akibat ciang se tipe ini. Terkadang kita
tidak boleh menyalahkan umat terlalu pemilih, hanya gemar
mendengarkan ciang se tertentu. Hal ini harus direnungkan
dan diintrospeksi oleh para ciang se.
124
kondisi seperti apa perkataan tersebut diucapkan? Bolehkah
kita tidak berempati? Jangan mendengarkan dharma dengan
telinga, bahkan ketika berbincang dengan orang pun harus
mendengarkan dengan teliti agar tidak salah dengar. Intinya
adalah mendengarkan perkataan orang lain dengan hati. Yang
paling bagus adalah meletakkan hati dan segalanya untuk
mendengarkan perkataan orang lain tanpa ada kesan terten-
tu. Inilah yang dinamakan mendengarkan dengan semangat
kebenaran.
Oleh sebab itu, hanya Tao-lah yang kosong, orang yang hat-
inya kosong akan berjiwa murni. Yang dimaksud dengan ko-
song adalah melepaskan segalanya. Seberapa banyak yang
kita pahami dan ketahui, haruslah dilepaskan tanpa melekat,
jadikan Tao sebagai tolak ukur untuk menilai sepak terjang
di masa depan. Manusia mudah melakukan satu kesalahan
yaitu mengikuti yang terdahulu. Ciang se tidak boleh terjang-
kiti oleh penyakit yang satu ini, dalam pembinaan dan pelak-
sanaan Tao pantang untuk mengikuti yang duluan masuk. Jika
orang terlebih dahulu masuk Tao adalah tuan rumah, lantas
yang masuk belakangan mempergunakan pandangan dari se-
nior untuk mengukur benar tidaknya perkataan yang didengar
saat ini. Ini salah! Yang senior belum tentu memiliki pandan-
gan yang benar. Ini akan menyebabkan berbagai kesalahan.
Beranggapan yang duluan masuk adalah tuan rumah, yang
belakangan masuk adalah pelayan, lantas mengukur yang be-
lakangan masuk dengan standard dari yang duluan masuk.
Ini menyebabkan banyak kehilangan. Awalnya satu orang
125
ini ingin masuk tetapi karena kita tidak suka sehingga tidak
dapat masuk; seharusnya tidak pantas masuk, namun karena
kita suka akhirnya pun mengundang serigala masuk ke dalam
sarang. Penyakit itulah yang menyebabkan kebenaran tidak
dapat dihayati dan diserap dengan baik; keadaan umat dan
kondisi wadah Ketuhanan tidak dapat kita pahami, sebab kita
semua beranggapan untuk mengikuti standard senior.
126
ketidaksabaran. Mendengarkan perkataan dari orang lain juga
harus sangat sabar, biarpun telah dengar tiga kali tetap ha-
rus sabar. Jangan mengatakan: ”Ini sudah ketiga kali!” Bi-
arpun dia menyampaikan hingga 5-6 kali, tetap harus men-
dengarkan dengan serius seperti waktu mendengar pertama
kali. Tempalah diri sendiri! Bila tidak menempa diri, orang lain
juga tidak akan sabar dalam mendengarkan dharma dari kita.
Dalam membabarkan dharma juga harus sabar, bila diberi-
tahu satu kali tidak mengerti, beritahulah dua kali, bila masih
tidak mengerti beritahulah tiga kali dan seterusnya hingga dia
mengerti. Inilah yang harus dipelajari ciang se. Dalam proses
belajar mendengar dan menyampaikan kita akan memupuk
budi. Ingatlah bila tidak sabar dalam mendengarkan umat,
maka tidak akan sabar dalam menyampaikan dharma. Lantas
bagaimana umat dapat memahami kehendak Tuhan?
127
sikan welas asih bodhisattva, inilah yang harus giat dipelajari
oleh kita sebagai ciang se dalam era baru Tao.
128
yang seharusnya kita lakukan. Jangan karena hanya sebagai
ciang se sehingga hanya melakukan tugas seorang ciang se
saja, ketika berubah status sebagai than cu kita mengabai-
kan kewajiban sebagai than cu; ketika berstatus sebagai kad-
er kita juga mengabaikan kewajiban seorang kader; begitu
pula halnya ketika menjadi peserta kelas. Bila mengantuk
saat mendengarkan dharma sebagai peserta, maka pada saat
kita berceramah peserta juga akan mengantuk. Sebab kita
yang mengajarkan mereka. Jangan membantah mengatakan:
”Saya tidak menyuruh mereka mengantuk!” Walaupun tidak
diucapkan, tetapi kita pernah tertidur dan terlihat mereka.
129
beliau; jika bertukar posisi saya yang berceramah, bagaimana
perasaan saya ketika melihat peserta ngantuk? Oleh sebab
itu, kita harus berempati. Ciang se harus melatih diri hingga
tidak ngantuk saat mendengarkan dharma. Bila kita sendi-
ri ngantuk saat mendengarkan dharma, bagaimana caranya
mendidik orang? Kita takkan berani bicara. Belajarlah untuk
duduk terus ketika sebagai peserta, agar saat menjadi ciang
se pun dapat dengan baik. Jangan berceramah setengah dan
mengatakan: ”Tunggu bentar, saya ingin ke toilet dulu.” Ini
akan merusak seluruh wadah Tao. Sebagai peserta harus
duduk terus hingga istirahat baru berdiri. Tentu saja yang ke-
sehatannya bermasalah ada pengecualian. Jangan memak-
sakan diri hingga saluran kencing radang. Anak muda harus
melatih diri dengan baik, bila kesehatan bermasalah jangan
terlalu dipaksakan juga, ini harus disesuaikan dengan kondisi
tubuh kita. Kita harus melatih diri untuk hal ini, sebab sangat
penting. Jangan lupa bahwa kemampuan kita sangat besar,
jangan terus beranggapan kita sangat lemah, jangan pernah
ada pandangan seperti ini. Ini bukan besar kepala maupun
sombong, melainkan orang yang berbudi harus tegakkan diri.
Sebab Tuhan telah menganugerahkan jiwa kesatriaan dalam
diri kita, kekuatan ini dapat mengatasi segalanya. Yuen Cang
She Siong dapat tidak tidur selama sepuluh hari sepuluh
malam, bagaimana dengan kita? Ini harus kita pelajari. Kita
harus mengikuti jejak dari orang suci yang telah berjalan di
depan kita untuk menyelesaikan tugas pemberian Tuhan. Lati-
hlah diri!
130
Suatu kali ketika Yuen Cang She Siong menampakkan diri
di Mei Tong bersabda: ”Simpan semua kursi!” Alhasil semua
peserta duduk di lantai yang keras dan goyang kiri kanan.
Yuen Cang She Siong bersabda: ”Masih bergerak!” Semua
orang tidak bergerak lagi. She Shiong: ”Luruskan tangan,
tegakkan kepala, jangan gerak lagi.” She Siong: ”Kelak kem-
bali ke Surga tiada kursi untuk diduduki.” Betul! Ini masuk
akal! Tidak mungkin menempatkan sebuah kursi di atas sing-
gahsana teratai. Ini tidak masuk akal. Pernahkah terlihat oleh
kita Buddha yang duduk di atas kursi di atas singgahsana tera-
tai? Tanpa peringatan dari Yuen Cang She Siong, kita benar-
benar lupa! She Siong berkata: ”Ini untuk mengajarkan kalian
bagaimana caranya kelak duduk di Surga.” Ini adalah gaya
duduk di atas singgahsana teratai. Oleh sebab itu, kita harus
belajar untuk bisa duduk, sebagai ciang se harus menjadi te-
ladan bagi junior.
131
mewakili Tuhan. Kepantasan ini muncul dari kewajiban, se-
dangkan di dalam kewajiban ada posisi. Oleh sebab itu, per-
paduan berbagai unsur dari moral etika yang membuahkan
kepantasan (kharisma) ini. Kemudian berdasarkan kepan-
tasan ini untuk mewakili Tuhan bertugas, ini bertujuan untuk
menciptakan kepribadian yang baik dari pembina dan pelak-
sana Tao serta kharisma dari keagungan seorang ciang se.
Semangat dari Chien Jen yang membabarkan dharma selama
5 hari harus kita pelajari.
132
an, baru akan terus maju.
133
tidak boleh salah jalan; orang lain boleh salah berbicara, kita
tidak boleh salah bicara. Kita harus berdiri di atas kebenaran
sepenuhnya serta berdiri di atas posisi sendiri, menyesuaikan
diri dengan jodoh dan era penyebaran Tao serta kehendak Tu-
han dalam pembinaan dan pelaksanaan Tao.
134
VI. SEORANG CIANG SE HARUS
MENGERTI MASALAH DAN PAHAM
AKAN POSISINYA, MENGETAHUI
KEWAJIBAN YANG HARUS DITUNAIKAN
SESUAI POSISINYA
135
siapkan diri mungkinkah tidak memiliki posisi tersebut? Bera-
nikah para pendahulu tidak memberikan kedudukan tersebut
kepada kita? Mungkinkah Tuhan tidak memberikan kedudukan
tersebut kepada kita? Sebab kedudukan adalah pemberian
Tuhan bukan manusia. Jika kita berdiri di posisi sendiri dan
menunaikan tanggung jawab sendiri, mungkinkah Tuhan tidak
memberikan kedudukan kepada kita? Pasti akan. Oleh sebab
itu, ciang se, ren chai maupun than cu harus berdiri di posisi
sendiri menunaikan kewajiban sekuat tenaga, barulah posisi
kita akan kokoh. Jangan hanya serakah akan kedudukan, me-
lainkan harus melakukan dengan baik sesuai kedudukan.
Nama dan waktu. Kedudukan adalah nama, kedudukan me-
miliki masa, ini hanya sebuah kekuasaan sesaat saja, bukan
selamanya tak berubah. Sebab kedudukan akan berubah
seiring waktu, sehingga dikatakan bahwa kedudukan memi-
liki masa serta tanggung jawab. Yang paling penting adalah
menunaikan kewajiban sesuai kedudukan. Ini adalah wak-
tunya kita, kelak pencapaian kesempurnaan adalah berlan-
daskan kewajiban yang terpenuhi. Bukanlah suatu jaminan
berdiri pada posisi tertentu pasti memiliki budi tertentu. Tetapi
tentu saja jika meninggalkan kedudukan, maka tiada Tao dan
budi yang dapat dicapai. Seperti petunjuk dari Bapak Guru:
”Yang ikrar vegetarian belum tentu dapat menjadi buddha,
tetapi untuk mencapai kebuddhaan harus ikrar vegetarian.”
Teori yang sama, orang yang memiliki kedudukan belum ten-
tu dapat mencapai kesempurnaan, namun untuk mencapai
kesempurnaan harus memiliki kedudukan. Bila menunaikan
kewajiban dengan baik sesuai posisi kita, barulah kelak ada
136
kemungkinan mencapai kesempurnaan. Jika tiada kedudukan
bagaimana dapat mencapai kesempurnaan? Jangan berbuat
sembarangan, di sini kerja sedikit, di sana kerja sedikit, toh
saya tidak melekat! Sebab semua orang sangat baik! Semua
orang adalah benar! Ini tidak boleh! Pembina dan pelaksana
Tao tidak boleh seperti ini!
137
mengikuti pendahulu dan membimbing junior, menghorma-
ti Guru mengutamakan Tao. Inilah kewajiban kita. Dengan
demikian barulah Tao dapat menyatu, benang emas pun dapat
teruntai menjadi satu. Inilah misi sebagai ciang se, ciang se
jangan pernah melanggar sistem.
Tidak tahu apakah kita merasakan hal yang sama, dulu ada
seorang ciang se di Taiwan yang sangat pandai membabar-
kan dharma dan kemana pun diundang untuk membabarkan
dharma pasti disanggupi olehnya, tetapi apakah ini benar?
Pada akhirnya, dimanapun mengundang dia untuk menerima
firman Tuhan pun dia segera kesana. Apakah ini benar? Hal
ini tidak boleh sembarangan. Biarpun sangat pandai berce-
ramah, namun bila tidak mengerti sistem, bagaimana dapat
menjadi ciang se? Ini akan mengacaukan Tao. Ciang se harus
sangat taat pada sistem. Orang yang segan kepada firman Tu-
han pasti akan menaati tata krama Buddha, tidak pantas bila
ciang se tidak mengikuti sistem. Bila ciang se tidak mengikuti
sistem pasti akan mendatangkan kekacauan dalam wadah
Ketuhanan. Coba bayangkan umpama kita mendirikan sebuah
rumah sakit, lalu ada seorang dokter datang ke rumah sakit
kita membagikan kartu nama dia dan mengatakan: ”Jika ada
penyakit datanglah kepada saya, saya juga membuka rumah
sakit, letaknya hanya di sebelah saja, apa yang kita rasakan?
Sebagai dokter yang bekerjasama di rumah sakit ini, apakah
menurut kita hal ini benar? Janganlah bertindak demikian. Ini
akan merusak wadah Ketuhanan. Oleh sebab itu, ciang se ha-
rus mengikuti sistem dengan jelas. Ciang se juga tidak bo-
138
leh sembarangan memberikan nomor telepon kepada orang
lain dan junior orang lain. Sebab kita harus memperkokoh
sistem. Jika ciang se sendiri tidak menaati sistem, bagaimana
dapat membentuk tatanan Tao? Bagaimana caranya mengem-
bangkan urusan Ketuhanan? Bagaimana mewakili Tuhan me-
wartakan dharma? Oleh sebab itu, ciang se harus menaati
sistem dengan baik.
139
mengganggu dan merusak. Bagaimana pula dapat menjalank-
an urusan Ketuhanan.
140
dalam struktur menengah dan kecil? Ini berbeda-beda.
Kita tidak boleh salah membimbing umat hingga meru-
sak sistem. Jika merusak keseluruhan sistem dari pem-
bina dan pelaksana Tao, apa yang harus dilakukan? Tu-
han telah menetapkan: ”Jangan merusak struktur.” Satu
perkataan yang salah dari ciang se akan merusak kes-
eluruhan sistem. Yakin setiap Tien Chuan Se yang ber-
tanggung jawab akan berjerih payah dalam membentuk
sistem; seorang Tien Chuan Se senior penanggung jaw-
ab juga pasti bersusah payah dalam membentuk sistem
menengahnya; Chien Jen yang ingin membangun sistem
besar juga harus bersusah payah. Lalu bagaimana bisa
kita merusak sistem yang telah dibentuk dengan susah
payah oleh para pendahulu hanya dengan satu perkata-
an yang salah? Jangan mengatakan: ”Sama saja! Apa
bedanya? Di sini adalah Tao, di sana juga adalah Tao,
semuanya sama saja!” Jangan menyesatkan umat, jika
sembarangan bicara, kelak Tuhan akan menyelesaikan
perhitungan dengan kita.
141
uai dengan tempatnya semua indera ini memiliki tugas
sendiri. Semua ini tidak boleh dikacaukan, juga tidak bo-
leh terlalu perhitungan. Suatu hari jika mata mengerutu
kepada mulut: ”Mengapa yang melihat selalu saya, yang
makan selalu kamu? Ini sungguh tidak adil. Lain kali pikir-
kan cara sendiri jika ingin makan, saya tidak sudi bantu
kamu melihat lagi.” Sang mata pun menutup diri. Sang
hidung mendengar keluhan sang mata juga menggerutu:
”Mengapa yang mencium selalu saya, yang makan selalu
kamu, saya sama sekali tidak dapat makan? Ini sungguh
tidak adil! Kelak kamu mencium sendiri saja.” Hidung
pun menutup dirinya. Karena hidung tidak sudi berna-
fas, maka sang mulut harus membuka mulut lebar-lebar
untuk bernafas: karena mata tidak terbuka sehingga ti-
dak dapat melihat dengan jelas, jika akhirnya semba-
rangan makan dan termakan racun hingga mati keracu-
nan, matapun selamanya tidak perlu terbuka, lalu apa
gunanya memiliki mata?! Suatu hari sungguh kelaparan
setengah mati, sungguh sulit bagi mulut untuk makan
sebab tidak dapat melihat. Karena semua menggerutu,
kaki juga menggerutu: ”Mau makan pergi sendiri, saya
tidak sudi bantu kamu jalan.” Kaki, mata, hidung tidak
sudi bergerak, sang mulut yang kalah mengatakan: ”Bai-
klah! Kelak kita giliran makan, dimulai dari mata dulu.”
Bagaimana mata dapat memakan sup asam pedas? Bisa-
bisa kepanasan hingga menjadi buta. Dapatkah hidung
meminum sup dan memakan nasi? Semua orang memi-
liki fungsi yang berbeda! Mata, mulut, hidung, telinga,
142
kaki, tangan dsb memiliki tanggung jawab sendiri, ketika
semua menjalankan kewajiban sendiri dengan baik maka
badan pun menjadi sehat, sistem pun berjalan dengan
sempurna. Mari berdiri di posisi sendiri dengan mengiku-
ti sistem, jodoh, era penyebaran Tao, wadah Ketuhanan
serta menjalankannya dengan baik. Dengan demikian,
sistem akan berjalan dengan sempurna.
143
dah Ketuhanan di berbagai tempat dapat berkembang
bersamaan. Ini adalah jerih payah, penantian serta ha-
rapan Beliau selama ini.” Kesungguhan hati dan jerih
payah dari Para Suci adalah bertujuan kita semua dapat
berkembang. Jangan lupa kita adalah satu kesatuan,
jangan berkembang dengan tidak seimbang. Ciptaan Tu-
han sungguh ajaib dan indah. Manusia hanya menyantap
makanan kesukaannya, tidak perduli apa makanan kesu-
kaan kita, Tuhan tetap membiarkan tubuh kita berkem-
bang dengan merata. Jika Tuhan bersifat sama seperti
kita, maka tenu akan celaka! Sebab kita hanya menyan-
tap makanan kesukaan kita, otomatis gizi tidak seim-
bang, seharusnya gizi yang tidak seimbang mengaki-
batkan pertumbuhan tubuh juga tidak merata. Mengapa
tubuh kita tetap tumbuh secara seimbang? Untung saja
Tuhan tidak mendengarkan perkataan kita, Tuhan tetap
melaksanakan tugas-Nya, gemar makan apa adalah uru-
san kita manusia, Tuhan tetap memiliki cara yang muja-
rab. Makanan yang dimasukkan ke dalam tubuh diubah
hingga menjadi gizi yang diperlukan, sehingga pertum-
buhan tubuh tetap seimbang. Tuhan takkan bekerja ber-
dasarkan perasaan suka dan benci, manusialah yang
bersikap demikian. Ini menyebabkan seluruh tatanan
Tao tidak normal, berkembang dengan tidak seimbang.
Apakah terlihat bagus jika kepala sangat besar dan tan-
gan sangat kecil? Sungguh tidak lucu jika berbadan be-
sar berkaki pendek! Bagaimana dapat bekerja jika ber-
badan gemuk bertangan super pendek? Lihatlah ciptaan
144
Tuhan yang ajaib, yang tidak terpengaruh oleh perasaan
manusia, perasaan suka, benci maupun gangguan lain.
Apa yang harus diciptakan akan diciptakan, sehingga
terciptalah manusia yang bertubuh indah, bukan karena
banyak makan vitamin menjadi cantik, ini adalah ciptaan
Tuhan. Manusia beranggapan karena make up sehingga
terlihat cantik; tanpa ada daya cipta dari Tuhan, apa gu-
nanya manusia, cobalah untuk merias mayat! Jika sung-
guh berguna, cobalah untuk make up orang tua, apakah
sungguh bisa muda kembali? Semua ini berkat kekua-
tan dari Tuhan, hanya saja manusia melekat pada wujud
serta mengelabui diri. Janganlah kita bersikap demikian.
Membina dan melaksanakan Tao harus mengikuti sistem,
ciang se harus mengerti akan posisinya. Ketika berdiri
pada struktur besar, kita harus memikirkan kepentin-
gan bersama serta memperkokoh struktur besar, agar
semua orang yakin kepada pusat, agar semua umat
mengumpulkan seluruh kekuatan untuk memperkokoh
struktur pusat. Saat berdiri di struktur menengah, sam-
paikanlah dharma agar para Tien Chuan Se, ciang se,
than cu dan ren chai mengikuti sistem dengan baik serta
mendorong perkembangan dengan baik di bawah bimb-
ingan orang yang bertanggung jawab. Ketika berada di
struktur bawah, kita harus menyampaikan dharma agar
para than cu dan ren chai menghormati Tien Chuan Se
mereka, bukan malah merusak tatanan Tao orang lain,
mengakibatkan orang membangkang terhadap Tien Ch-
uan Se mereka. Baik-baiklah menuntun junior orang un-
145
tuk menghormati Tien Chuan Se mereka sendiri, barulah
pantas dinamakan sebagai ciang se.
146
Tao harus setia kepada jabatan suci, Tao dan Tuhan.
147
Ciang se juga harus setia kepada dirinya sendiri alias tu-
lus terhadap jabatannya, apapun yang terjadi tetap ha-
rus melaksanakan tugas dengan baik. Chien Jen pernah
berkata: ”Tiada hal yang sempurna di dunia ini, namun
kita tetap melaksanakan tugas dengan sempurna.” Kita
harus berpikiran seperti ini, jangan mengambil prinsip
tiada hal yang sempurna di dunia ini untuk memaafkan
kesalahan sendiri. Walaupun tiada hal yang sempurna
di dunia, bagaimana caranya agar kita dapat melakukan
dengan sempurna, inilah yang akan dipelajari dan dite-
ladani oleh umat di dunia. Biarpun orang lain tidak sudi
melakukannya, kita harus melakukannya; biarpun orang
lain tidak sudi berkorban, kita harus berkorban dan men-
jalankan kewajiban sesuai posisi kita. Kisah para pahla-
wan, menteri setia dan jenderal setia pada zaman dulu
banyak sekali, semuanya sungguh pantas dikagumi dan
mengharukan. Cerita tentang Wen Thien Xiang dan Jen-
deral Yue Fei kita ketahui jelas, masih ada banyak ceri-
ta tentang orang yang setia, anak yang berbakti, orang
yang menjaga kesucian dan kesetiakawanan yang pan-
tas dipelajari dan diteladani. Giliran kita hari ini apakah
dapat setia terhadap jabatan? Jangan hanya membaca
paritta! Wen Thien Xiang di dalam syair lagu Ceng Chi Ke
menyatakan: ”membaca buku di bawah teras, Tao zaman
dulu menerangi.” Orang zaman dulu berhasil melakukan-
nya, saya juga berhasil melakukannya. Tao zaman dulu
menerangi! Menerangi siapa? Apa yang dipelajari dari
kitab kuno? Mulai saat ini, tiada penyesalan! Kita sebagai
148
ciang se juga harus demikian.
151
an memberitahu umat tentang pelaksanaannya dengan
penuh welas asih, hanya dengan tujuan kelak umat dapat
berjalan dengan lancar, tidak jatuh dan tidak salah jalan.
Agar semua orang berjalan dengan lancar dalam perjala-
nan suci ini, kelak semua dapat berpulang. Pengembang
dharma pastilah seorang pelaksana dharma, sebab han-
ya pelaksana dharma yang memiliki kemampuan untuk
mengembangkan dharma. Sungguh sulit mengembang-
kan dharma tanpa penghayatan dan pelaksanaan, sebab
yang disampaikan bukanlah pengalaman sendiri, bukan
hasil dari praktek, bukan hasil penghayatan. Kebenaran
tidak didapatkan dengan cara dihafalkan melainkan den-
gan cara dihayati dan dibuktikan. Sabda dari Para Suci
yang disampaikan oleh Chien Jen adalah hasil penghay-
atan beliau. Adakah kita merasakan satu hal yaitu kitab
kuno setelah dijelaskan oleh Chien Jen menjadi tak terdu-
ga. Sebelumnya saya pernah membaca perkataan ini ra-
tusan kali, mengapa tidak terpikirkan artinya seperti ini?
Rata-rata kita tidak memiliki penghayatan seperti Chien
Jen. Dapat kita ketahui ternyata Para Suci menyampai-
kan penghayatan Beliau, Chien Jen juga menyampaikan
penghayatannya terhadap sabda Para Suci dan maksud
dari Para Suci dengan sangat jelas, sehingga dapat kita
pahami.
155
Pada awalnya, saat membawa pulang harus terus dis-
irami air, tetapi setelah satu tahun mungkin pohon apel
yang ditanam dalam tanah tidak perlu disirami lagi, se-
dangkan yang ditanam dalam pot harus terus disirami bi-
arpun sudah lewat sepuluh tahun, dua puluh tahun mau-
pun tiga puluh tahun, sebab ia adalah pohon apel yang
takkan tumbuh tinggi. Banyak ciang se yang tidak dapat
tumbuh besar, tidak sanggup menerima cobaan, yang
menempatkan diri dalam pot, membatasi diri dalam ru-
ang lingkup yang sangat kecil. Seharusnya kita terobosi,
bila bercita-cita menjadi ciang se yang mewakili langit-
bumi membabarkan dharma, maka ada satu hal yang
sangat penting yaitu harus meletakkan keakuan. Setelah
meletakkan diri sendiri, kemudian menerobos. Menero-
bos keluar dari pot sendiri hingga akar dapat menyatu
dengan alam, gizi dari tanah pun dapat terserap oleh
kita, kita berhubungan erat dengan alam, tanpa perduli
perubahan dari empat musim, tetap dapat berdiri ko-
koh, walaupun daun menjadi kuning dan berguguran di
musim gugur, pada saat bersamaan juga tumbuh tunas
baru di musim semi mendatang, ketika musim semi tiba,
kita tetap tumbuh lebat bahkan semakin hijau dan ko-
koh.
156
tur besar dan seluruh alam semesta. Dengan demikian
baru mampu membabarkan dharma alam semesta. Jika
membatasi diri dalam ruang lingkup yang sangat kecil,
maka takkan dapat menyerap energi alam. Sebatang
bunga yang ditanam dalam pot bunga bila ditempatkan
di alam terbuka takkan dapat menerima cuaca yang ter-
lalu panas maupun dingin, sebab hawa dirinya tidak me-
nyatu dengan alam.
Suatu kali ketika hou sie dalam perjalanan dari New York
menuju Los Angeles, seorang umat memberikan hou sie
lima batang pohon pinus dan lima pot bunga yang sangat
indah, hou sie pun menanamnya dengan sangat indah.
Pada suatu musim gugur turun salju lebat, pohon pinus
tersebut diletakkan di pinggiran dari sebuah atap yang
menaungi, bukan diletakkan persis di bawah atap, hanya
dalam waktu satu malam semua daun pinus tersebut ter-
luka bagaikan terseduh oleh air panas, semuanya men-
jadi beku, layu dan mati. Walaupun pinus memiliki akar,
namun perubahan iklim yang besar menyebabkan kema-
tiannya. Oleh sebab itu, janganlah menjadi ciang se yang
berada dalam pot, ketika situasi, keadaan berubah, kita
takkan sanggup bertahan. Sekali angin besar bertiup, kita
bergoyang hebat hampir tumbang; sekali cuaca berubah
langsung mati membeku. Bila demikian, bagaimana
dapat mengekspresikan daya hidup dari alam? Bagaima-
na dapat mengekspresikan kebenaran sejati?
157
3. Ingatlah ciang se harus: meletakkan keakuan,
menerobosi diri, meleburkan diri dalam alam, jan-
gan egois, jangan keras kepala, jadikan keberhasi-
lan bersama sebagai kebanggaan kita, memikirkan
demi kebenaran.
158
kita untuk melintasi umat dunia. Semua Buddha di masa
pancaran putih harus memiliki kelapangan dada seperti
ini. Jangan membatasi diri dalam lingkup yang kecil, se-
bab prestasi kita akan sangat terbatas; bila membatasi
akar sendiri dalam sebuah pot, kita tidak akan tumbuh
besar.
159
jiwa sejati. Terutama dalam tatanan Tao kita sekarang
banyak adalah reinkarnasi dari pendahulu yang dulunya
meninggal demi menangkal karma, sehingga tidak boleh
ada sedikitpun sikap meremehkan dan tidak dianggap
penting. Tidak perduli usia dan paras wajah seseorang,
berbakat berbicara ataupun tidak, berpengetahuan atau-
pun tidak, kita harus melihat jiwa sejatinya dan meng-
hargainya. Dengan demikian, kita tidak akan melakukan
kesalahan. Sebagai ciang se harus meletakkan diri den-
gan baik, meleburkan diri dalam struktur besar, barulah
ada prestasi yang nyata; tanpa demikian, maka prestasi
kita akan sangat terbatas dan sangat disayangkan.
160
kan banyak kebajikan di kelenteng yang pinjam raga
pasti bisa kembali ke Surga, ternyata bukan hanya tidak
dapat kembali, bahkan sedikitpun pahala juga tidak ada.
Berkontribusi seumur hidup dalam kelenteng lok thong
bukan saja tidak memiliki sedikitpun pahala, bahkan
dosanya sangat berat. Raja Neraka memberitahu: ”Pada
tanggal ini, bulan ini, tahun ini ada dua orang yang in-
gin pergi memohon Tao, kamu menyampaikan satu per-
kataan sehingga mereka tidak jadi memohon Tao, mer-
eka adalah titisan dari dewa yang berikrar ingin melintasi
umat, hanya karena satu perkataanmu mereka tidak
memohon Tao, tanpa memohon Tao mereka tidak dapat
menunaikan ikrar sehingga tidak dapat kembali ke alam
dewa. Harus tunggu setelah kedua dewa ini mendapat-
kan Tao dan kembali ke alam dewa, barulah kamu bisa
terlepas dari penderitaan di neraka.” Jangan melakukan
dosa tanpa disadari.
161
Yuen akan tersebar ke seluruh dunia. “Tanggung jawab
yang berat membutuhkan kerjasama dari banyak kader
untuk menjadi tiang-tiang utama.” Harus memiliki ban-
yak kader hebat baru dapat menyelesaikan tugas ini ber-
sama-sama, kader-kader tersebut telah datang ke dunia,
bukan belum menitis, perlahan-lahan mereka akan me-
masuki wadah Ketuhanan kita. Oleh sebab itu, sebagai
senior tidak boleh membatasi perkembangan kemam-
puan dari para junior. Kita harus memiliki kelapangan
dada yang besar untuk menerima mereka serta memi-
liki wadah Ketuhanan yang sangat besar bagi mereka
untuk mengembangkan diri. Jangan mengurung junior
sendiri dalam sangkar, sebab wadah Ketuhanan takkan
dapat berkembang, selain itu juga akan menghalangi ke-
sempatan bagi para junior untuk menunaikan ikrar dan
mencapai kesempurnaan serta kesempatan bagi tujuh
tingkat leluhur dan sembilan tingkat keturunan junior
untuk melampaui kelahiran dan kematian. Bagaimana
kelak hutang ini akan diperhitungkan? Dosa ini sungguh
berat.
163
sembrani sekali terjang dari Taiwan langsung sampai
di pinggir laut Taiwan, ini pertanda arena untuk lari ti-
dak cukup besar, sekali loncat langsung menyeberang
ke samudera Pasifik, bagaimana dapat mempertunjuk-
kan kehebatannya? Jika memberikan satu kamar kecil
dan mempersilakan Kwan Kong menunjukkan permainan
pedangnya kepada kita, bukankah pedang akan berta-
brakan dengan tembok? Bagaimana dapat beraksi? Bu-
kan Beliau tidak memiliki kungfu, melainkan tidak dapat
beraksi. Bila menyuruh barongsai beraksi dalam dua ko-
tak ubin, bagaimana caranya? Bahkan berjalan saja sulit,
bagaimana dapat menari? Tentu saja harus memberikan
ruang yang besar untuk pertunjukan barongsai. Wadah
Ketuhanan harus besar, sebab banyak kader spesial dan
kader bijak akan muncul. Kelak wadah Ketuhanan akan
menjadi sangat besar sekali, ini tinggal menghitung hari
saja.
164
nama peserta ujian disegel. Setelah baca berulang kali,
Ou Yang Siu merasa karangannya sangat bagus sekali,
Ou Yang Siu mengira ini adalah hasil karya muridnya se-
hingga tidak berani ditempatkan di juara pertama me-
lainkan ditempatkan pada juara kedua, sebab takut akan
dikritik orang pilih kasih. Kemudian menempatkan ka-
rangan juara kedua jadi juara pertama. Setelah kejuara-
an diumumkan ternyata Ceng Khong murid Ou Yang Siu
yang mendapatkan juara pertama, Su Tong Po menem-
pati juara ke-dua. Ou Yang Siu memuji: ”Kelak orang ini
pasti akan menjadi pimpinan dalam kesusastraan. Saya
harus mengasingkan diri agar dia memiliki kesempatan.
Kebesaran jiwa dari Ou Yang Siu adalah seperti ini. Tanpa
rekomendasi dari Ou Yang Siu, sulit juga bagi Su Tong
Po untuk menjadi terkenal. Dalam dunia sastra saja me-
miliki kebesaran jiwa seperti ini, apakah mungkin wadah
Ketuhanan tanpa kebesaran jiwa seperti ini? Bila tidak
memiliki pembinaan yang baik serta tidak berjiwa be-
sar, bagaimana dapat membimbing junior yang berbudi?
Janganlah belajar seperti Wang An She yang hanya me-
nonjolkan diri dan keras pendirian, terlebih lagi jangan
belajar seperti Li Lin Fu yang mencelakai Cong Liang,
tetapi belajarlah dari Ou Yang Siu. Ou Yang Siu mem-
bimbing banyak kader hebat, di antara muridnya juga
banyak yang hebat. Demikian pula kita sebagai ciang se
dalam membimbing junior harus memberikan kesempa-
tan untuk berprestasi, setiap junior dapat mengembang-
kan bakat dan budinya dengan baik. Ini tanggung jawab
165
penting ciang se. Jika beranggapan pengetahuan kita
kurang, maka lakukanlah seperti peribahasa ‘melempar
batu bata untuk memancing batu giok’. Biarpun kita han-
ya sebongkah batu bata, namun dengan berjiwa besar,
bercita-cita besar serta berkat pengorbanan dan tuntu-
nan dari kita, akan berdatangan banyak kader hebat.
Kelak kader–kader ini akan menciptakan karya gemilang
dalam era baru Tao. Ini butuh dorongan semangat dari
kita bersama.
166
ruh negeri hanya dengan mengandalkan mereka? Tentu
saja harus ada kader lokal yang mengembangkannya.
Bagaimana caranya agar mereka mengerti kebenaran
dan mengembangkan kebenaran? Apa yang dapat kita
berikan kepada mereka? Inilah hal yang butuh kesung-
guhan hati dari kita. Kita harus giat belajar bagaikan
guru yang baik akan terus menimba ilmu baru kemudian
diajarkan kepada muridnya.
167
gan batu bata, lalu bertanya kepada saya: ”Menurutmu
pintu lebih baik diletakkan dimana?” Ampun! Mana ada
insinyur seperti ini? Denah sudah jelas, ikuti saja de-
nah dalam pembangunannya! Di mana ada gambar pintu
berarti di sanalah letak pintu, jangan dibangun dengan
tembok! Setelah semua tertutup tembok, baru tanya
saya pintu ingin diletakkan di posisi mana. Setelah saya
kasih tahu di mana letak pintunya, baru tembok bata di-
robohkan lagi. Insinyur ini bukan hanya membuang ba-
han, waktu bahkan membuang banyak dana. Insinyur
yang membawa kerugian tidak bisa dipergunakan! Kita
tidak boleh menjadi insinyur seperti ini.
168
melakukannya? Situasi langit tidak menunggu kita, Tu-
han juga tidak mengijinkan kita menunggu lagi, sehing-
ga kita harus melaksanakan dengan giat.
169
Inilah tanggung jawab yang harus kita jalankan dengan
giat. Oleh sebab itu, tanggung jawab dan misi kita san-
gat penting dan berat, tanggung jawab yang diberikan
oleh Tuhan kepada ciang se dalam era baru Tao sungguh
besar, di satu sisi sangat mengembirakan, di sisi lain per-
lu sangat dikhawatirkan. Kita seharusnya memiliki keri-
sauan tentang bagaimana caranya berjuang, berkorban,
berkontribusi baru dapat menyelesaikan misi pemberian
Tuhan. Hal inilah yang harus kita laksanakan segenap
jiwa raga. Berdasarkan jabatan suci, kita harus memaha-
mi jabatan suci kita adalah sebagai ciang se, memahami
misi titipan Tuhan kepada kita serta bagaimana membina
kader yang lebih hebat dalam wadah Ketuhanan. Semua
ini adalah tanggung jawab kita.
170
dalam beberapa hari segera meringkas bajunya untuk
pergi dan berkata kepadanya ayahnya: ”Yang ini saya
tidak sanggup mendidiknya.” Ini membuat ayahnya pus-
ing. Seluruh kota mengetahui anaknya sulit dididik, wa-
laupun menempel banyak pengumuman untuk mencari
guru bagi anaknya, tetapi tiada orang berani pergi waw-
ancara. Akhirnya ada satu orang yang datang wawan-
cara yang tidak berbicara satu kata pun saat wawancara,
sesungguhnya orang ini berilmu tinggi dan berkungfu
tinggi hanya saja tidak bersuara. Guru ini berkata ke-
pada ayahnya Nien Keng Yao: ”Anda ingin saya menga-
jar boleh saja, tetapi ada satu persyaratan yaitu tidak
mengijinkan dia keluar, saya dan dia dikurung dalam
halaman belakang tanpa boleh keluar, saatnya makan
suruhlah orang untuk mengantarkan makanan.” Hanya
itu saja permintaan dari guru ini, ayahnya pun mengu-
rung mereka di halaman belakang. Ketika guru tersebut
datang, Nien Keng Yao mengira sang guru akan menga-
jarkan dia sesuatu, tetapi guru ini tidak mengajarkan dia
apapun, hanya membiarkan dia bermain sesuka hati di
halaman belakang, tetapi biar bagaimanapun main, saat
berusia muda belia dan energi di tubuh tidak menemu-
kan tempat untuk disalurkan, juga tidak boleh keluar, se-
dangkan guru tersebut hanya memainkan kecapi tanpa
mengajarkan dia. Nien Keng yao semakin berpikir sema-
kin marah, akhirnya dia memikirkan cara untuk mem-
permaikan guru, tetapi tidak berhasil, sebab kungfunya
sangat tinggi hanya saja tidak dipamerkan. Akhirnya
171
Nien Keng Yao pasrah dan menerima kenyataan bahwa
bagaimanapun berusaha tetap tidak berhasil memper-
mainkan guru, dia baru menyadari ini bukan guru biasa,
kungfunya sungguh tinggi dan ilmu pengetahuannya
sungguh tinggi, barulah dia memantapkan hatinya untuk
belajar dengan guru tersebut, dia tidak hanya berilmu
tinggi bahkan berkungfu tinggi, hingga akhirnya menjadi
jenderal yang terkenal di dinasti Ming.
Kita harus pahami ada kader unik yang akan muncul dari
junior, kepribadian kita haruslah sangat baik, jangan
murid menendang sekali, kita membalas dua kali, tidak
boleh saling berkelahi. Kita harus melatih diri hingga
tanpa bersuara, tentu saja saatnya harus bicara baru
berbicara, saat tidak perlu, janganlah berbicara. Terus
tingkatkan ilmu, karena kelak akan bermunculan ban-
yak kader unik dan kader bijak. Ingatlah jangan mem-
bimbing mereka dengan ilmu pengetahuan dan kemam-
puan. Pengetahuan kita takkan mampu membimbing
dia, sebab mereka jauh lebih berpendidikan dibanding-
kan kita; kemampuan kita takkan mampu membimbing
dia, sebab mereka lebih hebat dari kita. Mereka hanya
dapat dibimbing dengan budi luhur, yakni jadikan diri
sebagai teladan untuk membimbing mereka. Jangan
hanya berbicara, walaupun sebagai ciang se juga harus
ada keteladanan dalam berbicara, tetapi jangan hanya
membimbing dengan berbicara, melainkan juga dengan
keteladanan dari perbuatan. Jangan meremehkan mer-
172
eka, mereka semuanya adalah orang yang sangat pintar,
berpendidikan tinggi, berbakat bagus, hanya saja budi
belum memadai, Jika ingin membimbing mereka hanya
bisa dengan budi luhur. Dalam hal pengetahuan kita ti-
dak mungkin menang; dalam hal kemampuan mereka
lebih hebat dari kita. Oleh sebab itu, kita hanya dapat
meningkatkan diri dalam pemupukan budi luhur.
173
oleh Para Suci lewat peminjaman raga serta dharma dari
pendahulu. Tiada kendala dalam bahasa komunikasi;
tetapi jodoh di selatan berbeda, mereka harus memin-
jam penerjemah baru dapat memahami perlahan-lahan;
ini membutuhkan waktu yang lama, selain itu jodoh di
selatan terlalu cepat, bagaimana dapat mempergunakan
waktu yang terlalu panjang baru melaksanakan urusan
Ketuhanan dengan baik? Oleh sebab itu, Tuhan mem-
berikan kemampuan khusus kepada umat di jodoh se-
latan yang berbeda dengan kita yang berada di jodoh
timur.
174
nia, menurut kita apa yang harus dilakukan? Oleh se-
bab itu, Tuhan memberikan kemampuan khusus kepada
mereka, yaitu dapat melihat dan merasakan keberadaan
kebenaran, keberadaan Tuhan, kehadiran Para Suci, me-
lihat Yesus, Bunda Maria, Kwan Im, Sesepuh Agung, ter-
kadang melihat Para Suci, terkadang melihat sinar Bud-
dha dan sebagainya, bahkan ada yang tidak bisa melihat
tetapi dapat merasakan. Setelah mendapatkan Tao mer-
eka merasa sangat tenang, damai, bahagia dan nyaman.
Ketika berjalan memasuki sebuah Fo Thang, mereka
dapat merasakan hawa di dalam Fo Thang sangat baik
ataupun buruk, kita tidak dapat membohongi mereka.
Tadi baru selesai bertengkar, sekarang sudah tidak lagi,
tetapi hawa dari pertengkaran dapat mereka rasakan.
Pahamilah orang yang semakin melekat pada hawa se-
makin tidak sudi ternodai; orang yang semakin perasa
akan semakin peka terhadap hawa dan takut ternodai,
ketika merasa hawa tidak benar mereka segera pergi,
tidak perlu menunggu kita salah bicara baru mereka
akan pergi. Lantas bagaimana? Bagaimana boleh kita ti-
dak membina diri dengan baik! Kita tidak dapat menipu
mereka. Hanya dengan menjalankan semakin jujur dan
alami, mengekspresikan budi luhur dari Bapak dan Ibu
Guru, Sesepuh Agung dan Chien Jen pada diri kita, ke-
mudian bimbinglah mereka.
175
singkat, tetapi bila mereka rela berkorban, pengorbanan
mereka lebih kuat daripada kita, pengorbanan mereka
tak terbayangkan oleh kita. Sebab pertimbangan kita
sangat banyak, kita memikirkan keluarga, istri-anak,
bisnis dan bimbang antara ingin melaksanakan atau ti-
dak. Mereka tidak seperti kita yang banyak pertimban-
gan, mereka memiliki sikap antusias terhadap kebena-
ran, sebab Tuhan memberikan banyak kesaksian kepada
mereka, sehingga mudah timbul antusiasme dan gemar
terhadap kebenaran. Begitu memahami kebenaran, mer-
eka bisa mengorbankan semuanya dan melaksanakan
sepenuh hati, ini tidak sanggup kita lakukan.
176
an; tanpa demikian, kita jangan hanya melihat penampi-
lan luar Fo Thang, terutama di jodoh selatan, sebab mu-
dah salah dalam melihat. Sebab di daerah selatan banyak
orang yang membina jiwa, saat ini datang sekelompok,
keesokannya datang sekelompok baru, tetapi kelompok
yang lama bubar; datang cepat pergi pun cepat; datang
sekelompok, pergi pun sekelompok, pada akhirnya kita
tidak memiliki apapun.
177
berupaya sekuat tenaga, karunia Tuhan, sinar budi dari
Bapak Guru akan terpancarkan dari diri kita, mereka pun
dapat melihatnya. Bukan hanya Tien Chuan Se yang ada,
semua than cu dan ren chai juga ada. Walaupun kita ti-
dak dapat berkomunikasi dengan mereka, tetapi mereka
dapat melihat yang tak terlihat oleh kita, otomatis mer-
eka akan yakin kepada kita.
178
diterjemahkan. Sejak zaman dulu dharma tertinggi tidak
diterjemahkan, harus dipertahankan nada asalnya dan
dihayati perlahan-lahan, sebab tidak dapat diterjemah-
kan. Begitu diterjemahkan langsung salah. Terlalu sulit
untuk menerjemahkan dharma tertinggi dengan benar,
sehingga pemahaman mereka juga sangat terbatas.
Bagaimana cara kita untuk menambal kekurangan ini?
Tuhan memberikan kemukjizatan yaitu mereka dapat
melihat apa yang tak terlihat oleh kita, sehingga mer-
eka tetap dapat yakin terhadap Tao. Kita yakin terhadap
Tao lewat mendengarkan dharma, sedangkan mereka le-
wat penglihatan, bukankah sama saja? Dengan demikian
tercapailah tujuan pengajaran dari Tuhan, sebab keya-
kinan mereka telah muncul. Mereka sangat ikhlas un-
tuk berkorban, berkontribusi serta turut berpartisipasi
dalam urusan Ketuhanan sepenuh hati. Untuk menambal
kekurangan manusia, sedikit petunjuk dari Tuhan telah
menimbulkan keyakinan besar pada mereka. Bagaimana
caranya mendapatkan bantuan dari Tuhan untuk mem-
berikan kesaksian dari Tao sejati? Inilah yang harus terus
dilaksanakan sepenuh hati oleh kita.
179
PENUTUP
180
situasi langit, perubahan dari situasi langit, perubahan
dari jodoh Tao, perubahan dari wadah Ketuhanan serta
perubahan dari era Tao; tetapi bukan berarti kita me-
nyampaikan hal tersebut kepada orang lain, melainkan
harus kita pahami dan laksanakan dengan baik sesuai
hal tersebut. Dengan demikian, barulah kita memiliki
prestasi. Berikutnya adalah kepribadian dari ciang se, se-
bab walaupun ada banyak orang yang bercita-cita untuk
membina dan melaksanakan Tao, namun pada tahapan
tertentu tidak sanggup menerobos, sehingga prestasinya
pun sangatlah kecil, ini sungguh disayangkan. Bukan Tu-
han membatasi dia, melainkan batasan dari sebuah ru-
ang lingkup sehingga akarnya tidak dapat menerobos,
prestasinya tidak dapat dikembangkan, Tuhan merasa
ini sungguh sangat disayangkan; yakin Bapak Guru, Ibu
Guru, Yuen Cang She Siong, Sesepuh Agung dan Chien
Jen juga merasa sangat disayangkan. Segala jerih payah
Para Suci tiada lain agar kita dapat mencapai kesem-
purnaan, setiap orang dapat memiliki budi seperti orang
suci, bukan damai dalam keadaan kecil dalam jabatan
kecil, melainkan setiap orang memiliki prestasi gemila-
ng. Inilah jerih payah Para Suci serta pengajaran terus
menerus dari Yuen Cang She Siong, Sesepuh Agung,
Chien Jen kepada kita.
181
baru Tao akan ditetapkan, mari kita renungkan apa yang
dimaksud dengan ditetapkan? Kita tahu dari hasil ikut
ujian untuk masuk universitas yang ditempelkan, kita
tahu kira-kira kita masuk ke mana, ataukah tidak lulus.
Ini kita tahu jelas. Tahapan dulu telah selesai dan perlu
perhitungan, satu tahapan satu periode, kemudian baru
dimulai tahapan baru; ada murid lama yang lulus baru
ada murid baru yang masuk. Setelah lulus SD baru ma-
suk SMP; setelah lulus SMP baru masuk SMA. Para Suci
terus mengingatkan masa lalu telah sampai pada satu
tahapan, jodoh Tao di daratan Tiongkok telah berakhir
satu periode, sesungguhnya Tuhan ingin menetapkan
tetapi tidak tega. Jika ada seratus ribu orang mengikuti
ujian masuk universitas, hanya ada seratus orang yang
lulus, maka bagian pelaksana ujian juga akan stress.
Dari seratus ribu peserta hanya seratus orang yang lulus
ujian, menurut kita apakah perlu diuji ulang? Karena ti-
dak ada orang. Seharusnya tiga tahun lalu akan ditetap-
kan, tetapi Tuhan mengalihkan masalah ini sementara
dan memberikan waktu tiga tahun lagi kepada kita, saat
ini merupakan tahun penentuan. Pada awal tahun ini
Tuhan telah mengingatkan kita bahwa tahun ini adalah
tahun penentuan lulus atau gagal, tidak dapat ditunda
maupun dialihkan. Intinya tahun ini rapor prestasi akan
dibagikan, dalam proses ini akan ada penyeleksian, ada
yang berprestasi ada pula yang gagal. Selanjutnya akan
dimulai lembaran baru dan tatanan baru.
182
Tentu saja selamat bagi kita yang dapat memasuki era
baru Tao dan menjadi ciang se di tatanan baru Tao. Teta-
pi harus kita ketahui tatanan baru memiliki tanggung
jawab baru dan misi baru yang sangat besar yang ber-
beda dengan masa lalu. Hanya dengan lebih banyak ber-
korban, berkontribusi serta menambah ilmu untuk ber-
terimakasih atas perlindungan budi dari Chien Jen, juga
hanya dengan segenap jiwa raga membalas bimbingan
Tien Chuan Se dan pendahulu, agar kita dapat mema-
suki tatanan baru dengan lancar dan berkontribusi untuk
tatanan baru ini. Kelak barulah kita memiliki budi luhur
dalam seluruh era Tao.
183
bukan dikembangkan ke empat penjuru. Jangan kebin-
gungan mendengar perkataan ini, ini berarti minta saya
pindah rumah satu kali lagi! Pindah rumah satu kali saja
sudah takut, sekarang harus pindah lagi dan pindah ke-
mana? Ingatlah ‘cita-cita di muka bumi, rumah di atas
muka bumi’, ini adalah tanggung jawab dan misi kita. Di
manakah letak rumah kita? Orang yang bercita-cita be-
sar akan menjadikan tempat manapun di dunia sebagai
rumahnya. Jadikanlah tempat ini sebagai pondasi, ke-
mudian terus kembangkan Tao ke berbagai negara, den-
gan demikian maka harapan takkan pernah pupus, jalan
Ketuhanan baru dapat terus dikembangluaskan. Ini baru
sesuai dengan kehendak Tuhan untuk melintasi umat
yang jauh. Jika berhenti di satu tempat, bukan dikem-
bangkan ke empat penjuru, maka tidak sesuai dengan
kehendak Tuhan untuk melintasi umat jauh. Apa yang
kita lakukan saat ini harus sesuai dengan kehendak Tu-
han, ketika bertemu orang yang berjodoh maka kem-
bangkan Tao ke tempat lain. Umpama dalam negara ini,
jangan hanya berhenti di ibukota saja, jika ada orang di
kota lain yang memohon Tao ataupun orang di sini yang
memohon Tao memiliki teman atau saudara di kota lain,
maka kita harus segera mengembangkan Tao ke sana
dengan kecepatan penuh untuk terus mengembangluas-
kan Tao.
184
tahu, kita juga tidak mungkin tahu, semua disesuaikan
dengan kehendak Tuhan. Yuen Cang She Siong bertan-
ya kepada umat di Amerika: ”Kalian telah berapa lama
membuka ladang di Amerika?” Belasan tahun. Yuen Cang
She Siong bertanya: ”Apakah kelak Tuhan akan mem-
berikan berapa kali belasan tahun lagi?” Tidak mungkin.
Teori yang sama, kelak untuk era baru perkembangan
Tao sangatlah cepat, kita harus bekerjasama dengan
Tuhan dalam pergerakan seluruh perkembangan Tao,
segera mengembangluaskan Tao, jodoh yang telah be-
rada dalam genggaman segera dikembangkan, dengan
kecepatan penuh untuk menyelesaikan misi pemberian
Tuhan. Dengan demikian dalam era baru Tao, kita baru
dapat bertanggung jawab kepada Tuhan.
186