Anda di halaman 1dari 200

PENDAHULUAN

Para Budiman, Selamat Pagi!

Hari ini adalah hari yang istimewa, sebab kemarin adalah hari
peresmian Sheng Tao Yuen dan pagi hari ini kita akan menga-
dakan persembahan buah, pada saat pelita akan dinyala-
kan, dari langit terdengar suara guntur yang nyaring. Ten-
tu saja semua fenomena di alam memiliki makna tersendiri,
hanya saja manusia belum tentu dapat memahami isyarat
dari Tuhan. Langit juga dapat berbicara tetapi manusia tidak
mengerti, demikian pula dengan bumi. Sesungguhnya langit
dan bumi dapat berbicara, bukan hanya manusia, bahkan bi-
natang pun dapat berbicara. Sedangkan antar manusia tidak
saling mengerti bahasa dari suku bangsa lain. Sesungguhnya
kita ketahui bahwa semua bahasa adalah suara hati yang me-
nyampaikan apa yang kita pikirkan agar orang lain memahami
apa yang ingin kita sampaikan. Bahasa juga merupakan se-
buah sarana.

Dharma dikelompokkan dalam 5 tingkat yaitu kasar, halus,


mendetail, unik dan ajaib. Kita yang hadir di sini adalah para
penceramah, kata “penceramah” sangat mulia. Jangan be-
ranggapan mudah untuk menjadi penceramah, sesungguhnya
sungguh sulit untuk menjadi penceramah, terutama untuk
membabarkan dharma di atas podium. Sesungguhnya kita ti-
dak pantas berdiri di atas mimbar dharma termasuk hou sie.

I
A

Jika bukan berkat karunia Tuhan,


ikrar besar dari Kakek Guru
serta perlindungan sinar Buddha
dan budi luhur dari Bapak
dan Ibu Guru, kita tidak pantas
berdiri di atas mimbar dharma,
sebab mimbar ini dinamakan
Mimbar Raja Dharma.

II
Pada masa pancaran merah hanya Sang Buddha Gautama yang
pantas berdiri di atas Mimbar Raja Dharma untuk membabar-
kan dharma. Hanya Buddha yang memegang kekuasaan atas
firman Tuhan yang dinamakan sebagai Raja Dharma dan ha-
nya Beliau yang pantas membabarkan dharma di atas Mimbar
Raja Dharma. Karena adanya pelintasan umum tiga alam di
masa pancaran putih, agar banyak umat dapat memahami
kebenaran dan terselamatkan, sehingga Bapak dan Ibu Guru
memberikan kesempatan kepada kita untuk belajar; jika ti-
dak diberikan kesempatan untuk belajar, maka tidak mungkin
bagi kita untuk mencapai Kebuddhaan. Oleh sebab itu, Bapak
dan Ibu Guru memohon kepada Tuhan untuk memberikan ke-
sempatan kepada kita untuk belajar membabarkan dharma di
Mimbar Raja Dharma; bukan berarti kita telah menjadi Raja
Dharma, melainkan hanya sebagai orang yang mempelajari
dan membina Tao.

Orang yang dapat mengenal firman Tuhan dan menjadi Raja


Dharma pemegang firman Tuhan selanjutnya adalah orang
yang pantas untuk menyampaikan suara hati Tuhan serta ke-
benaran alam semesta. Oleh sebab itu, janganlah mengang-
gap Mimbar Raja Dharma sebagai mimbar biasa. Bagi manu-
sia mimbar ini hanyalah mimbar biasa, namun bagi Para Suci
ini adalah mimbar pusaka pemberian Tuhan yang bertujuan
untuk mewakili Tuhan menyampaikan dharma tertinggi.

Biarpun berkat budi, perlindungan dan rekomendasi dari Bapak


dan Ibu Guru sehingga kita memiliki kesempatan untuk bela-

III
jar mewakili Bapak dan Ibu Guru membabarkan dharma agar
lebih banyak pembina dan pelaksana Tao memahami karunia
Tuhan, akan tetapi Bapak dan Ibu Guru juga sangat bimbang!
Bila menyampaikan dengan baik dan sesuai kehendak Tuhan,
maka kita akan berpahala; bila tidak menyampaikan dengan
baik, kita akan berdosa, apalagi ada banyak pendengar, bagai-
mana pula jika kita menghambat jodoh? Oleh sebab itu, Bapak
dan Ibu Guru serta Para Suci sangat berhati-hati terhadap
masalah ini. Yakin kita pernah menyaksikan sendiri ataupun
mendengar dari teman sepembina yang mengatakan bahwa
kelihatannya seperti kita yang membabarkan dharma, padahal
selalu ada Buddha yang mendukung kita. Kita sebagai manu-
sia tidak memiliki kemampuan ini, ada Para Suci yang mem-
bantu kita untuk membabarkan dharma. Langit dan manusia
bersatu dalam mewakili Tuhan membabarkan dharma, oleh
sebab itu sering terlihat ada Para Suci yang datang mendu-
kung kita. Ada yang melihat Sesepuh Agung, ada yang melihat
Bapak Guru, Ibu Guru atau Buddha Maitreya yang membantu
penceramah. Oleh sebab itu, bukanlah sepenuhnya kehebatan
dari penceramah, sebab itu adalah Mimbar Raja Dharma. Du-
kungan Para Suci, ketulusan hati manusia serta kekuatan dari
ikrar-ikrar suci yang membabarkan kebenaran.

Oleh sebab itu, sebagai seorang penceramah harus menge-


tahui betapa pentingnya posisi kita! Kita bukanlah motivator,
melainkan wakil dari Raja Dharma dalam membabarkan ke-
benaran, mewakili Tuhan untuk menyampaikan dharma ter-
tinggi, bukan hanya asal bicara. Inilah pandangan yang mini-

IV
mal harus dimiliki oleh penceramah. Jangan meremehkan dan
menodai jabatan kita. Dengan meremehkan jabatan ini, orang
lain takkan menghargai jabatan ini; dengan menodai jabatan
ini, orang lain akan membenci jabatan ini, dengan demikian,
maka dosa kita tak terhitung. Alangkah mulianya jabatan ini!

V
B

Yuen Cang She Siong bersabda


:”Ciang se sangatlah mulia, bila
menyia-nyiakan jerih payah
pendahulu maka berdosa berat.”

VI
Jabatan Ciang se sangatlah mulia, mulia artinya menyetarai
langit, berbudi tebal artinya menyetarai bumi. Karena pence-
ramah mewakili Tuhan untuk menyampaikan kebenaran alias
wali bagi kebenaran sehingga jabatannya sangat mulia. Uca-
pan apapun dari penceramah adalah mewakili Tuhan dan ke-
benaran serta membuka pengetahuan umat dengan menun-
jukkan pengetahuan Buddha, dengan menyadari pengetahuan
Buddha, kemudian memasuki pengetahuan Buddha. Pence-
ramah tidak membabarkan apa yang ingin disampaikan oleh
dirinya, melainkan menyampaikan apa yang Tuhan ingin sam-
paikan agar umat pahami.

Untuk menjadi penceramah harus melewati proses yang sa-


ngat panjang dengan diawali dari sebagai umat baru. Proses
panjang ini telah menghabiskan berbagai jerih payah penda-
hulu untuk membina kita selangkah demi selangkah, dimulai
dari mengajarkan kita menghafalkan chan cia dan che cia,
mengerti tata krama, belajar melayani umat serta bercera-
mah, hingga ada kita yang hari ini. Sebagai pembina-pelaksa-
na Tao terutama penceramah, jangan hanya dapat berbicara
tanpa mampu menjalankan; jika seorang penceramah hanya
dapat berbicara dan tidak dapat menjalankan maka dia ha-
nya penyandang gelar penceramah. Jika dilihat dari yang ber-
bentuk maka kita berdosa berat sebab menyia-nyiakan jerih
payah pendahulu.

Jika dilihat dari yang abstrak, mulai dari memohon Tao, yaitu
dari umat yang tidak memahami kebenaran hingga menjadi

VII
penceramah yang dapat membabarkan dharma, Para Suci
mencurahkan semua jerih payah dalam proses ini, bukan
hanya para pendahulu yang terlihat oleh mata yang mem-
bimbing kita, masih ada Para Suci yang senantiasa membim-
bing kita di saat kita membaca buku serta latihan ceramah.
Apakah kita tidak pernah merasakannya? Bukankah seringkali
kita tidak memahami makna dari buku yang kita baca, setelah
dipikirkan, mendadak kita menjadi paham, apakah mungkin
kita sehebat itu dapat langsung memahaminya demikian saja?
Apakah tidak ada jodoh khusus di balik semua ini? Pasti ada
Para Suci dari dunia lain yang membangkitkan kesadaran kita
dan memicu kearifan kita agar dapat memahami kebenaran.
Oleh sebab itu, kita tidak menjadi paham dengan tanpa ala-
san. Biarpun seorang penceramah merupakan seorang terpe-
lajar, namun tetap saja dalam proses mempelajari Tao, betapa
banyak jerih payah dari Para Suci yang tercurahkan untuknya,
ini merupakan penghayatan hou sie sendiri yang sangat men-
dalam. Karena hou sie awalnya sangat bodoh dan kasar, na-
mun dalam proses mempelajari Tao, hou sie merasakan welas
asih Tuhan yang tiada batas, yang senantiasa mendidik kita
baik secara nyata maupun abstrak, agar kita dapat lebih me-
mahami serta mampu menyampaikan maksud Tuhan. Tentu
saja kita harus memperluas pengetahuan, namun banyak hal
yang diperoleh bukan hanya dengan memperluas pengeta-
huan, melainkan diperoleh karena niat dan pandangan kita,
ini sangat penting.

Hari ini kita akan membahas bersama secara jelas tentang

VIII
niat dan pandangan seorang penceramah, ini hanyalah pan-
dangan dangkal dari hou sie sebagai panduan bagi para budi-
man. Tentu saja hou sie masih dalam tahap belajar, jika apa
yang disampaikan hari ini adalah benar, ini merupakan budi
dari Tuhan, jika apa yang disampaikan hou sie adalah salah,
ini merupakan kesalahan hou sie, mari pergunakan kearifan
untuk menghayatinya. Intinya sebagai seorang penceramah
harus memahami betapa pentingnya diri kita. Oleh sebab itu,
yang akan disampaikan terlebih dahulu adalah pandangan
benar yang seharusnya dimiliki seorang penceramah.

IX
DAFTAR ISI
I. Pandangan Benar Yang Semestinya Dimiliki 01
Penceramah
1. Seorang penceramah harus memahami kondisi zaman 01
dalam menjalankan tugas.
2. Hanya dharma yang bersumber dari kebenaran yang 10
dapat mengobati jiwa; jika tidak bersumber dari
kebenaran, tidak dapat mengobati jiwa.

II. Sebagai Penceramah Harus Memahami Situasi 15


Zaman
I. Di dalam situasi langit ada kehendak Tuhan, di dalam 17
kehendak Tuhan ada firman Tuhan, seorang pembina
serta pelaksana Tao harus segan terhadap firman
Tuhan, menaati kehendak Tuhan, memahami situasi
langit, dengan demikian baru dapat mengetahui apa
yang harus kita lakukan dan katakan.
II. Bila kita segan pada firman Tuhan, menuruti 31
kehendak Tuhan, mengetahui situasi langit serta
menganggap penting Tuhan, maka Tuhan juga akan
menganggap penting kita, sebab segala urusan
dikembangluaskan dengan meminjam kita.

III. Seorang Ciang se Harus Sepenuh Hati Menyam- 38


paikan Kehendak Tuhan
I. Kita tidak memiliki kekuatan sedikit pun bila mening- 45
galkan Tuhan; kita tidak memiliki budi sedikit pun bila
meninggalkan Tao
II. Yang paling penting dalam pembinaan dan pelaksa 48
naan Tao adalah melepaskan pandangan pribadi,
menyesuaikan dengan kehendak Tuhan, mewujudkan
kehendak Tuhan lewat perbuatan kita, inilah yang
dinamakan melaksanakan Tao.

X
IV. Wujudkan Kemuliaan dan Keagungan Dari Firman 58
Tuhan Dalam Kehidupan Kita Sehari-hari
I. Jika sebagai ciang se berniat untuk membabarkan
dharma dengan jelas agar umat memahami kehe- 60
dak Tuhan maka harus segan terhadap firman Tuhan
dari lubuk hati terdalam.
1. Keseganan terhadap firman Tuhan sebatas 62
wujud.
2. Keseganan terhadap firman Tuhan sebatas 65
perasaan.
3. Keseganan terhadap firman Tuhan sebatas 66
pada kebajikan tertinggi, sebatas pada
kebenaran.
II. Di dalam keseganan terhadap firman Tuhan, jiwa
sejati kita akan semakin cemerlang serta akan sema 86
kin jelas terhadap kedudukan sendiri.
1. Kita harus berdiri pada kedudukan (posisi) sendi-
ri untuk menunaikan misi titipan Tuhan, dengan 96
demikian baru dapat mencapai kesempurnaan.
2. Kita harus senantiasa mengingat kembali, mere-
nungkan dan mengembangkan. 102

V. Misi Ciang se Tidak Lain Adalah Membantu Mendo


rong Agar Tugas Penyebaran Tao Ke Seluruh Pen- 104
juru Dunia Dapat Terlaksana Sedini Mungkin, Juga
Dapat Terbangun Dengan Lebih Sempurna Dan
Mantap, Inilah Pekerjaan Kita Sebagai Ciang se
1. Yang disampaikan oleh penceramah era baru Tao
bukan hanya untuk didengar oleh manusia, ke
benaran menembus tiga alam, pelintasan men 112
cakup tiga alam, sehingga dharma yang disam
paikan oleh penceramah bertujuan untuk ditaati
oleh makhluk tiga alam, bukan hanya untuk
didengar oleh manusia.
116
2. Ciang se harus belajar bisa menyatu dengan
umat (dunia) serta menyembunyikan kelebihan
diri dan memupuk budi.

05
3. Ciang se sama sekali tidak boleh menutup diri 121
dari dunia luar untuk mempelajari dharma send
iri, melainkan harus melebur dengan umat
dalam wadah Ketuhanan, memahami kondisi
wadah Tao, segala hal tentang umat. Dengan
demikian baru dapat membabarkan dharma.
A. Ciang se harus banyak mendengar, melihat, 122
belajar serta banyak memperhatikan urusan
Ketuhanan, memperhatikan umat dan wadah
Ketuhanan.
B. Ciang se yang melekat pada wujud tidak han
123
ya akan membuat banyak masalah bagi wa
dah Ketuhanan, bahkan akan membuat umat
tidak tahan. Janganlah kita menjadi ciang se
tipe ini.
C. Selain mengenal waktu, juga harus mema 124
hami dan menyayangi posisi sendiri, kemu
dian menghargai misi anugerah Tuhan berlan
daskan posisi kita.

VI. Seorang ciang se harus mengerti masalah 135


dan paham akan posisinya, mengetahui kewa-
jiban yang harus ditunaikan sesuai posisinya
1. Ciang se harus sangat jelas tentang pembentu 140
kan sistem dalam urusan Tao. 149
2. Ciang se menyampaikan perjalanannya sendiri,
juga berarti menyampaikan penghayatan dalam
pelaksanaan kebenaran untuk didengar oleh
umat, agar bermanfaat bagi umat.
158
3. Ingatlah ciang se harus: meletakkan keakuan,
menerobosi diri, meleburkan diri dalam alam,
jangan egois, jangan keras kepala, jadikan
keberhasilan bersama sebagai kebanggaan kita,
memikirkan demi kebenaran.
4. Ciang se yang baik akan terus menimba ilmu, 167
kemudian membimbing umat

Penutup 180
I. Pandangan Benar Yang Semestinya
Dimiliki Penceramah

1. Seorang penceramah harus memahami kondisi za-


man dalam menjalankan tugas.

Kita memahami langit dan bumi terus berubah, waktu terus


berubah, manusia terus berubah, masalah dan benda pun
terus berubah, lalu pantaskah kita melekat pada pandangan
sendiri? Oleh sebab itu, penceramah tidak boleh melakukan
hal yang tersembunyi. Kita semua pernah membaca kitab
suci agama Buddha, di dalamnya tercatat bahwa ketika 3 je-
nis jodoh telah matang, Sang Buddha akan menyampaikan
dharma, bahkan untuk menyampaikan dharma tinggi diperlu-
kan kematangan dari 3 jenis jodoh. Sebagai penceramah, kita
juga harus memahami 3 jenis jodoh ini dan mempersiapkan-
nya, jika tidak mempersiapkan 3 jenis jodoh ini maka dharma
yang kita sampaikan pasti tidak bermanfaat.

Sang Buddha bersabda: ”Dharma adalah rakit.” Dharma bu-


kanlah kebenaran, dharma hanyalah sarana dari kebenaran;
kebenaran merupakan inti, sedangkan dharma adalah sa-
rananya saja. Artinya adalah bagaimana kita memanfaatkan
dharma-dharma untuk menyebarkan kebenaran. Kebenaran
harus disebarkan. Untuk menyampaikan dharma biasa harus

01
memenuhi 3 jenis persyaratan ; sedangkan untuk menyam-
paikan dharma tinggi diperlukan 4 jenis persyaratan, ini ter-
tulis di dalam Sutra Intan dan sutra-sutra lainnya. Tiga je-
nis persyaratan untuk menyampaikan dharma biasa adalah
waktu, tempat dan manusia. Sebagai dharma duta, kita harus
memahami hal ini. Awal dari sebuah sutra selalu dengan per-
nyataan pada saat Sang Buddha berada di kota tertentu, tem-
pat tertentu, waktu tertentu serta kepada siapa, Sang Buddha
menyampaikan tentang ……. Jika kita tidak memahami 3 jenis
jodoh ini maka dharma yang kita sampaikan akan bermasalah.

Tiada dharma yang mutlak! Dharma tidaklah bersifat mutlak,


dharma akan berubah mengikuti perubahan waktu, juga akan
berubah mengikuti perubahan tempat dan manusia. Umpama
pada saat kita ingin menyampaikan dharma pada seseorang,
kita harus memahami apakah saat itu merupakan saat yang
tepat untuk menyampaikan dharma, dharma belum tentu
dapat disampaikan setiap saat. Umpama pada saat kita ingin
menasehati teman sepembina, kita harus mengetahui kapan
saat yang tepat untuk menyampaikannya, jika kita sampaikan
saat itu tidak akan berguna dan bermanfaat. Lalu kita ber-
pikir: ”Jika tidak dikatakan sekarang, nanti saya lupa.” Biar-
pun kita katakan sekarang, jika memang tidak berguna, tetap
saja tidak akan berguna, terkadang malahan berakibat buruk.
Mengapa? Karena kita tidak memahami waktu, kita tidak pa-
ham bahwa saat ini bukan saat tepat untuk menyampaikan-
nya. Jika mengenal waktu saja tidak mampu, lalu bagaimana
kita menjadi penceramah?

02
Oleh sebab itu, sebagai penceramah sangat penting untuk
dapat memahami kapan saat yang tepat untuk menyampai-
kan suatu dharma. Setelah kita memantau bahwa waktunya
sudah tepat, kita juga harus mengamati apakah tempatnya
sesuai, sebab tempat dapat mempengaruhi suasana. Manusia
belum mencapai tahapan Buddha sehingga masih terpenga-
ruh oleh tempat dan situasi, sehingga dalam menyampaikan
dharma harus memperhatikan apakah saatnya tepat dan wak-
tunya sesuai agar orang dapat menerima dharma dengan mu-
dah, menyakininya, dan menjalankannya. Oleh sebab itu, bu-
kan hanya sembarangan bicara. Setelah waktu dan tempatnya
tepat, kita masih harus memperhatikan orangnya, jika orang
ini lagi tidak senang hati atau jam 3 nanti dia harus mem-
berikan sebuah cek pada orang lain dan sekarang dia sama
sekali tidak ada niat untuk mendengarkan pembicaraanmu,
lalu bermanfaatkah jika kita menyampaikannya saat ini? Se-
dikitpun tidak bermanfaat. Jadi selain memahami waktu dan
tempat, juga harus memahami kondisi orangnya. Penyam-
paian dharma dengan mengabaikan waktu, tempat dan orang
merupakan sebuah kesalahan.

Para Suci menyampaikan dharma sesuai waktu dan tempat,


bukan hanya asalkan mendidik sesuai bakat masing-masing
orang saja. Pada saat kita mendidik seseorang sesuai dengan
latar belakang, kondisi serta pengetahuan dia, ini dinamakan
mendidik sesuai bakat masing-masing orang, akan tetapi se-
lain itu ada dua hal penting yaitu waktu dan tempat, karena
kita masih manusia yang masih terikat akan waktu dan tem-

03
pat. Seorang tabib hebat juga akan memberikan resep setelah
melihat waktu dan tempatnya sesuai, bukan hanya dengan
mengecek kondisi penyakit saja. Untuk menyembuhkan suatu
penyakit, kita harus mengetahui proses terjadinya penyakit
tersebut. Bukan hanya berdasarkan diagnosa atas keadaan
penyakit seseorang saat ini lalu dilakukan pengobatan, se-
perti yang dilakukan oleh dokter zaman sekarang, ini sesung-
guhnya sangat berbahaya, karena hanya penyembuhan kulit
bukan penyembuhan akar penyakitnya. Seseorang jatuh sakit
karena adanya perubahan, kita harus menemukan sumber
dari penyakit yang menyerang dia. Penyakit yang sesungguh-
nya tidak berada pada kondisi kesehatan yang terlihat oleh
kita melainkan pada perubahan(氣數 chi shu). Jika seorang
dokter hanya mengutamakan untuk mengobati kondisi badan
pasien saat ini tanpa memperhatikan sumber penyakitnya, ini
sangat berbahaya sebab hanya menyembuhkan kulit tanpa
mencabut akar, biar bagaimanapun penyakit muncul karena
adanya perubahan kondisi (chi shu 氣數). Jika seorang dokter
mengabaikan perubahan kondisi serta hanya menitikberatkan
pada keadaan yang sudah terbentuk maka hanya dapat
mengobati kulit luar saja.

Bagaimana cara kedokteran barat meneliti suatu penyakit?


Yaitu mulai dari shu (jodoh). Apa yang dimaksud dengan dimu-
lai dari shu? Yaitu mulai mengadakan sensus atau pelacakan.
Umpama ada 3 orang yang terkena penyakit kanker lever,
mereka akan mulai mengadakan penelitian pada mereka,
mencari tahu profesi mereka, keadaan kehidupan mereka,

04
makanan kesukaan mereka, kebiasaan hidup mereka dsb,
lalu mulai meneliti penyakit mereka. Hasil penelitian menun-
jukkan bahwa ketiga orang tersebut suka makan semangka,
“ternyata makan semangka dapat menyebabkan kanker!”
Bukankah ini konyol? Akhirnya semangka tak terjual, tiada
orang yang berani beli semangka karena konon katanya dapat
memicu kanker, sungguh merupakan sebuah fitnah. Apakah
sumber penyakit yang sesungguhnya berasal dari semangka?
Apa yang dimaksud dengan shu? Shu sebenarnya hanya se-
buah jodoh yang menyebabkan timbulnya suatu penyakit, bu-
kan sumber dari penyakit. Lalu dimanakah sumbernya? Yaitu
pada Chi (sebab=karma). Oleh sebab itu, untuk memahami
sumber penyakit bukan berdasarkan penelitian, hasil peneli-
tian hanya sebuah angka bukan kebenaran, ini berarti sekali-
pun angkanya tinggi juga bukan kebenaran. Suatu kesalahan
jika mengobati penyakit dengan berdasarkan hasil penelitian
rata-rata. Biarpun penelitan yang akurat dan pendataan me-
nyatakan penyakit A dapat disembuhkan dengan cara demiki-
an, namun bukankah tetap saja ada pasien yang tidak dapat
disembuhkan? Ini adalah bukti bahwa shu bukanlah sumber
dari penyakit.

Bukankah penceramah bagaikan dokter? Dokter mengoba-


ti penyakit badan manusia, penceramah mengobati penya-
kit hati manusia, akan tetapi ilmu pengobatan penceramah
harus jauh lebih canggih daripada dokter. Dalam mengobati
jiwa umat agar sehat kembali, dharma adalah resep, dharma
adalah cara agar jiwa umat dapat sehat kembali. Resep obat

05
dunia adalah menyembuhkan raga umat; dharma yang disam-
paikan Para Suci adalah menyembuhkan hati umat. Mengapa
Para Suci mengajarkan berdasarkan bakat dan kondisi umat
masing-masing? Karena setiap umat memiliki tipe penyakit
jiwa yang berlainan, sehingga harus memahami dimana sum-
ber penyakit umat, baru mengobati penyakitnya, membim-
bing dan memberikan penjelasan padanya, agar jiwanya se-
makin berkembang dan budinya semakin meningkat. Demiki-
an cara Para Suci dalam membimbing umat, yang tentunya
tidak akan mengabaikan beberapa faktor ini.

Pada dasarnya untuk menyampaikan dharma harus disesuai-


kan dengan waktu, tempat, dan manusia. Jika disesuaikan
dengan kondisi dunia, karena kondisi dunia merupakan jodoh
akbar maka akan menjadi penyampaian dharma sejati ter-
tinggi. Penyampaian dharma sejati merupakan hal yang ham-
pir mustahil di zaman dulu; sedangkan bagi kita tidak men-
jadi masalah. Jodoh penyampaian dharma tertinggi harus
memenuhi 4 persyaratan yaitu waktu, tempat, manusia, dan
kondisi dunia. Kondisi dunia bukan suatu hal yang mudah, ini
merupakan hal yang terlalu sulit bagi mereka yang hidup di
masa pancaran hijau dan merah. Karena penyampaian dhar-
ma tertinggi hanya secara empat mata pada masa tersebut,
tidak ada penyebaran umum. Biarpun saat ini ada penyebaran
umum, namun juga harus melihat kondisi, tanpa adanya fir-
man Tuhan tetap saja tidak boleh disampaikan. Artinya tanpa
ijin dari Tuhan atau firman Tuhan tidak boleh sembarangan
disampaikan. Demikian juga Buddha Dipankara dan Buddha

06
Gautama di masa pancaran hijau dan merah, tanpa firman
dari Tuhan tidak sembarangan disampaikan. Para Guru Pene-
rang di zaman dulu telah mencapai tingkat pembinaan yang
sangat tinggi, sebelum menyampaikan dharma tertinggi, ter-
lebih dahulu memohon petunjuk langsung dari Tuhan. Tentu
saja apa yang kita laksanakan dalam wadah Ketuhanan adalah
berdasarkan mandat dari Tuhan sehingga kondisi dunia tidak
menjadi masalah pada pancaran putih. Ini adalah pemba-
hasan dari sisi manusia.

Dari sisi langit, langit memiliki perubahan kondisi. Dharma


yang kita sampaikan bukanlah dharma dari diri kita sendiri,
melainkan dharma Tuhan, kita harus memahami apa yang Tu-
han ingin para umat ketahui pada masa ini. Firman Tuhan
adalah tertinggi, Para Suci pun harus menuruti, ini dinama-
kan Wu Ci (無極 yang tidak dilahirkan); ketika Wu Ci bergerak
yaitu firman Tuhan bergerak, maka menjadi kehendak Tuhan,
ini dinamakan Thai Ci (太極) ; kemudian kehendak Tuhan di-
gerakkan, ini dinamakan kondisi langit (天時 thien she). Oleh
sebab itu, dalam kondisi langit pasti ada kehendak Tuhan,
tanpa kehendak Tuhan tidak mungkin tercipta kondisi langit.
Musim semi, panas, gugur dan dingin juga memiliki aturan
(kebenaran); tanpa adanya pengaturan dari kebenaran serta
pergerakan dari kebenaran, pasti tidak ada perubahan musim.
Seorang petani harus memahami perubahan musim ketika
ingin bercocok tanam; jika sang petani tidak mengetahui pe-
rubahan musim maka dia pasti akan sedikit memanen hasil.
Manusia yang tidak mengerti perubahan cuaca akan mudah

07
jatuh sakit. Bukankah kita akan mudah jatuh sakit jika tidak
memahami perubahan musim dan cuaca? Jika cuaca berubah
dingin dan kita lupa memakai baju tebal, bukankah akan ter-
kena flu? Pada umumnya penyakit timbul karena ketidaksta-
bilan unsur negatif dan positif. Hanya kebenaran yang sang-
gup menstabilkan unsur positif-negatif, menstabilkan chi-shu
(akar jodoh) serta menstabilkan jiwa kita.

Oleh sebab itu, sumber penyakit adalah chi (energi), chi ti-
dak lain adalah positif dan negatif, ketidakstabilan unsur posi-
tif dan negatif akan mendatangkan penyakit. Penyatuan un-
sur positif-negatif yang kacau merupakan faktor munculnya
semua penyakit, namun perpaduan positif-negatif yang kacau
tidak berada di luar melainkan pada hati kita. Karena dalam
hati tiada Tao sehingga positif-negatif tidak stabil dan muncul
pula segala macam penyakit. Menstabilkan akar dari unsur
positif-negatif adalah Tao. Dalam kitab Yi Cing, nabi Konfucius
bersabda: ”Satu positif, satu negatif, inilah yang dinamakan
Tao.” Dengan adanya Tao sebagai stabilizer, adanya pemusna-
han dan penumbuhan dari chi-shu serta positif-negatif, baru
dapat mencapai kestabilan. Kestabilan adalah Tao, sehingga
Nabi dalam kitab Cong Yong bersabda: ”Sebelum kegembi-
raan, kemarahan, kesedihan serta kebahagiaan timbul, kondi-
si ini dinamakan tengah (cong 中) ; ketika 4 jenis perasaan
tersebut muncul dan tetap dalam keadaan normal atau stabil,
kondisi ini dinamakan harmonis (he 和). Keharmonisan adalah
wujud dari Tao, sehingga dapat menstabilkan positif-negatif.
Harus diingat, kita tidak dapat menstabilkan kedua unsur de-

08
ngan pengetahuan. Pengetahuan dapat menstabilkan raga,
namun tidak dapat menstabilkan jiwa. Pengetahuan tidak
dapat menembus ke dalam jiwa, lalu bagaimanapula dapat
menyelaraskan jiwa? Untuk menyelaraskan jiwa adalah de-
ngan kebenaran, bukan dengan ilmu pengetahuan. Pengeta-
huan dapat membantu menyelaraskan tubuh namun hanya
bagian tertentu saja bukan keseluruhan tubuh.

Apakah kita semua menyadari satu hal sederhana, kita semua


adalah penceramah yang telah memahami banyak kebenaran,
namun ketika tidak senang hati, adakah merasakan seolah-
olah semua kebenaran lenyap begitu saja? Biarpun banyak
yang kita ketahui namun tetap saja tidak dapat mengobati
kerisauan dan kemurungan, juga tidak dapat mengobati ke-
pedihan hati, bahkan sedikitpun tak berguna. Oleh sebab itu,
dikatakan bahwa pengetahuan tidak dapat mengobati dan
menstabilkan jiwa.

Tabib dewa bukan hanya mengetahui kondisi penyakit pasien


saat ini, tabib dewa akan mempelajari sumber penyakit dari
kondisi penyakit yang ada, ini sama seperti halnya ketika se-
seorang yang pembinaannya tinggi, dia akan memahami chi-
shu (akar dan jodoh) lewat kondisi penyakit yang terlihat. Para
Suci melihat chi-shu yang ada, lalu memahami kebenaran.
Ini sangat penting. Jika tidak dapat mengetahui chi-shu lewat
kondisi yang terlihat maka tidak dapat mengetahui sumber;
jika tidak dapat memahami kebenaran lewat chi-shu, maka
biarpun mengetahui sumber penyakitnya, tetap tidak memi-

09
liki resep pengobatan yang manjur. Bukankah kita sering me-
ngatakan “tidak dapat dilintasi”. Ini adalah perkataan yang
jujur karena memang tidak mudah untuk melintasi umat. Ini
tergantung dari mana asal cara (dharma) tersebut. Jika dhar-
ma (cara) bersumber dari chi-shu maka hanya dapat mengo-
bati raga, tidak dapat mengobati jiwa.

2. Hanya dharma yang bersumber dari kebenaran yang


dapat mengobati jiwa; jika tidak bersumber dari ke-
benaran, tidak dapat mengobati jiwa.

Ada dharma yang bersumber dari SHU (angka), CHI (hawa), LI


(kebenaran) serta XIANG (bentuk). Dharma yang bersumber
dari xiang adalah dharma tingkat terendah, dharma yang kita
pergunakan dalam wadah Ketuhanan berada di atas xiang,
tidak mungkin setara dengan xiang, demikian pula dharma
yang disampaikan Para Suci zaman dulu. Sedangkan dharma
yang dipergunakan ajaran-ajaran yang tidak benar adalah di
bawah dari xiang. Para Suci tidak mungkin mempergunakan
dharma rendah tersebut karena dharma yang tinggi adalah
dharma yang ingin disampaikan oleh Para Suci. Hanya saja
karena tiada mandat dari Tuhan sehingga Para Suci tidak be-
rani menyampaikannya, jika jodoh umat belum tiba juga tidak
dapat disampaikan. Janganlah beranggapan bahwa Para Suci
suka menyampaikan dharma-dharma seperti ini (bukan dhar-
ma tertinggi), ini karena keadaan terpaksa, lagipula dharma
yang disampaikan oleh Para Suci adalah disesuaikan dengan
kondisi masing-masing umat. Karena umat belum mencapai

10
tingkatan tinggi, sehingga harus senantiasa dibimbing secara
perlahan-lahan namun tujuan akhir tetaplah dharma tertinggi,
ini hanya sebuah proses bukan tujuan yang sesungguhnya, ini
juga merupakan dharma yang praktis. Dharma praktis banyak
jenisnya, sedangkan dharma sejati tiada duanya. Dharma
yang bersumber dari chi-shu adalah dharma praktis, dharma
yang bersumber dari kebenaran dari dharma sejati.

Dharma praktis memiliki banyak jenis serta tergantung jodoh


karma, tingkatan iman, latar belakang dari umat, akan tetapi
jangan menganggap dharma praktis sebagai dharma sejati,
karena hanya merupakan proses bukan intisari. Oleh sebab
itu, sekarang kita tidak boleh sembarangan memberikan
dharma praktis pada umat. Para Suci zaman dulu memberi-
kan dharma praktis karena jodoh umat untuk mendapatkan
Tao belum tiba serta Tuhan belum mengijinkan, sehingga Para
Suci terpaksa menyampaikan dharma praktis (dharma jodoh)
seperti membaca nama Buddha, meditasi, dan sebagainya.
Semua ini memang merupakan dharma yang diajarkan Para
Suci zaman dulu, namun sesungguhnya Para Suci berharap
agar pada saat masa pancaran ketiga beliau dapat datang
kembali untuk menyampaikan dharma tertinggi dan menarik
kembali semua dharma praktis yang pernah diajarkan karena
jodoh umat untuk mendapatkan dharma tertinggi telah tiba.
Jika kita masih mengajarkan dharma jodoh pada masa seka-
rang, ini merupakan kesalahan karena tidak sesuai dengan
situasi langit.

11
Adalah benar jika kita menyampaikan dharma praktis pada
pancaran hijau dan merah, sedangkan menyampaikan dhar-
ma tertinggi menjadi suatu kesalahan. Pada kedua pancaran
tersebut dharma tertinggi hanya dapat disampaikan pada satu
orang saja sehingga Para Suci terpaksa mengajarkan dharma
praktis. Saat ini merupakan masa pelintasan umum, kita se-
harusnya meminjam chi-shu serta bentuk untuk menyampai-
kan dharma tertinggi. Meskipun umat di akhir zaman sangat
melekat pada bentuk, tetap saja kita tidak boleh menyampai-
kan dharma praktis hanya karena kemelekatan umat. Para
Suci sering bersabda:”Jika mempergunakan yang berbentuk
(wujud dan suara) untuk melintasi umat, ini merupakan jalan
yang salah.” Artinya tidak boleh mempergunakan yang ber-
bentuk untuk melintasi umat. Dalam sutra intan, Sang Bud-
dha juga bersabda: ”Jika mempergunakan bentuk untuk ber-
temu dengan Saya, dengan suara untuk memohon pada Saya,
ini merupakan ajaran samping, tidak dapat bertemu dengan
Buddha sejati.” Suara (sheng) adalah chi-shu, se (bentuk)
adalah xiang (wujud), kedua jenis ini hanya merupakan cara
penggunaan dari kebenaran, bukanlah inti kebenaran. Kita
dapat meminjam segala bentuk dan suara untuk menyampai-
kan kebenaran namun jangan membuat umat melekat pada
bentuk dan suara. Segala bentuk dan suara adalah wujud
dari kebenaran bukanlah intisari kebenaran. Kita juga harus
meminjam chi-shu dan xiang untuk membuang kemelekatan
hati, memulihkan kecemerlangan jiwa, jangan sampai me-
lekat pada chi-shu dan xiang serta menganggapnya sebagai
kebenaran.

12
Oleh sebab itu, sebagai seorang penceramah tidak boleh me-
lekat pada wujud, jika melekat pada wujud maka kita akan
membimbing umat dengan wujud hingga umat semakin me-
lekat pada wujud. Sesepuh Agung memberitahu bahwa kita
harus meminjam wujud untuk membimbing umat memus-
nahkan wujud, ini adalah cara yang dipergunakan pada pan-
caran putih. Memang benar pada saat kita membimbing umat
dengan wujud untuk memusnahkan wujud, umat akhir za-
man masih melekat pada wujud, kita harus meminjam apa
yang mereka ketahui untuk menghilangkan kebodohan ba-
tin mereka. Yang penting jangan membimbing dengan wujud
hingga mengakibatkan umat semakin melekat pada wujud.
Jika ini yang kita lakukan maka di kehidupan akan datang,
kita harus datang ke dunia fana sekali lagi untuk menghan-
curkan kemelekatan umat pada wujud karena bimbingan kita
yang salah. Kita harus memiliki niat dan ikrar. Nabi Ceng Ce
bersabda:”Dari mana asalnya, kembali pun ke asal juga.” Jadi
yang keluar dari mulut kita akhirnya akan kembali pada diri
kita, bukan setelah mengucapkan lalu berlalu begitu saja, kita
harus mempertanggung-jawabkannya. Jika kita berpikiran
bahwa karena jodoh umat belum tiba, terpaksa saat ini saya
menyampaikan dharma praktis, ketika jodoh umat telah tiba
untuk menyampaikan dharma tertinggi, saat itu saya akan
menyampaikan dharma tertinggi agar dapat dipahami umat,
maka Tuhan akan mengampuni karena kita menyampaikan
dharma berdasarkan jodoh dan situasi. Ini tentu saja benar,
karena berlandaskan waktu, tempat dan manusia dalam me-
nyampaikan dharma. Dharma yang kita sampaikan bertujuan

13
agar umat dapat memahami kebenaran selangkah demi se-
langkah hingga kembali ke wajah aslinya. Dengan meminjam
wujud untuk memusnahkan wujud, akhirnya menyatu dengan
kebenaran dan kembali pada watak asli kita.

14
II. Sebagai Penceramah Harus
Memahami Situasi Zaman

Kita harus mengetahui situasi zaman, segala keadaan yang


terbentuk adalah bersumber dari chi-shu (akar jodoh karma).
Dalam xiang (bentuk/keadaan) pasti ada chi-shu, pasti ada
jodoh karma; sedangkan dalam chi-shu pasti ada kebenaran,
ada kehendak Tuhan. Seperti zaman dulu Tao hanya diberikan
pada satu orang, ini juga merupakan xiang (keadaan). Zaman
penyebaran kepada satu orang yang memiliki jodoh (chi shu),
ini terjadi pada pancaran hijau dan merah, sedangkan pelint-
asan umum di pancaran putih tentu memiliki bentuk yang
berbeda. Keadaan dari kedua cara yang berbeda tentu saja
membentuk keadaan yang berbeda karena chi-shu dari kedua
cara tersebut berbeda. Setelah memahami kedua jenis jodoh,
baru kita dapat mengetahui bagaimana terjadinya kedua ke-
adaan tersebut. Oleh sebab itu, semua keadaan yang terben-
tuk harus disesuaikan dengan perubahan chi-shu; semua pe-
rubahan chi-shu harus disesuaikan dengan pergerakan hukum
kebenaran, dengan demikian li (kebenaran), qi (hawa), xiang
(bentuk) baru dapat tersambung. Jika kita tidak memahami
perubahan chi-shu maka semua keadaan termasuk perbuatan
dan ucapan kita akan terputus sehingga kebenaran tidak dapat
bergerak, kita pun tidak dapat menyatu dengan Tuhan. Chi-

15
shu terus berubah dan bergerak, jika kita masih berhenti pada
bentuk, maka pada akhirnya kita akan tereliminasi. Seorang
yang sungguh bercita-cita untuk membina dan melaksanakan
Tao harus memahami bahwa semua keadaan di wadah Ketu-
hanan termasuk semua perbuatan, ucapan, dharma (cara)
pasti adalah bersumber dari perubahan chi-shu; sedangkan
dalam perubahan chi-shu pasti ada kebenaran di dalamnya
yang bergerak keluar.

Kita telah memasuki masa pancaran putih. Bapak Guru


bersabda:”Semua zaman adalah satu kesatuan.” Satu zaman
bersambung dengan zaman lain, seorang penceramah harus
memahami hal ini; jika tidak memahami perubahan zaman,
maka penceramah akan salah bicara. Karena tidak memahami
jodoh zaman maka tidak mungkin memahami jodoh waktu,
tempat dan manusia. Saat ini adalah era baru dari Tao, kita
harus memahami semua ini termasuk masa-masa Tao; masa
Tao akan berubah sesuai perubahan situasi zaman. Setiap
masa Tao memiliki batasan ibarat piring yang memiliki uku-
ran tersendiri. Ketika masa pelintasan, seluruh Tao berada
di daratan Tiongkok. Pada masa tersebut, jika meninggalkan
Tiongkok, maka sangat kecil kemungkinan dapat menyebar-
kan Tao, meskipun masa pelintasan umum telah tiba, masa
pancaran putih telah tiba namun batasan pelintasan hanya
di daratan Tiongkok, jika meninggalkan Tiongkok, sulit untuk
menyebarkan Tao.

16
I. Di dalam situasi langit ada kehendak Tuhan, di dalam
kehendak Tuhan ada firman Tuhan, seorang pembina
serta pelaksana Tao harus segan terhadap firman Tu-
han, menaati kehendak Tuhan, memahami situasi lan-
git, dengan demikian baru dapat mengetahui apa yang
harus kita lakukan dan katakan.

Semua perbuatan dan ucapan kita harus sesuai dengan pe-


rubahan situasi langit. Jika Nabi Konfusius datang kembali
ke dunia, apakah beliau tetap akan mengutarakan perkataan
yang sama persis dengan 2.000 tahun yang lalu? Tidak mung-
kin, karena tidak dapat dipahami umat manusia. Yang harus
dijelaskan adalah situasi langit yang ada saat ini. Setiap situasi
langit pasti ada kehendak Tuhan serta jodoh langit alias jodoh
Tao; di dalam jodoh Tao akan terbentuk batasan/tatanan Tao
(道盤 tao phan), di dalam batasan/tatanan Tao akan terbentuk
wadah Tao, wadah Tao merupakan wadah untuk merampung-
kan misi tatanan Tao.

Setiap wadah Tao memiliki misi tersendiri dan tugas tersendiri


yang merupakan tugas dari Tuhan alias misi dan tanggung
jawab. Oleh sebab itu, setiap wadah Tao memiliki tugas yang
bersumber dari Tuhan, lalu bagaimana cara agar umat dapat
mengetahui kehendak Tuhan? Yaitu meminjam pergerakan
dari situasi langit untuk menyatakan kehendak Tuhan serta
pernyataan dari Para Suci agar umat manusia memahami apa
yang mesti dilaksanakan. Pembinaan yang sesungguhnya bu-
kanlah menjalankan apa yang kita sukai, seandainya terlepas
dari Tuhan, maka tiada Tao lagi!
17
Firman Tuhan dinamakan jiwa sejati, bertindak alami sesuai
jiwa sejati dinamakan Tao. Sumber Tao adalah berasal dari Tu-
han sehingga tidak boleh bertentangan dengan Tuhan. Langit
memiliki firman langit, kehendak langit, situasi langit serta na-
sib langit, keempat hal tersebut bertujuan untuk menjalankan
perintah dari Tuhan serta menyelesaikan tugas dari Tuhan.
Pergerakan seluruh wadah Ketuhanan adalah untuk menyele-
saikan tugas pemberian Tuhan, bukanlah untuk memuaskan
keinginan manusia. Jadi tugas apapun yang dilakukan dalam
wadah Ketuhanan adalah bertujuan untuk menyempurnakan
kehendak Tuhan, sehingga terbentuk wadah Ketuhanan–ista-
na suci Tuhan; istana suci Tuhan bertujuan sebagai tempat
pembabaran kebenaran agar umat manusia memahami ke-
hendak Tuhan. Jika seorang Pembina tidak mengetahui pe-
rubahan dari situasi langit dan jodoh Tao, maka dalam proses
pembinaan dan pelaksanaan Tao pasti akan muncul masalah.
Ini sangat penting.

Ketika era pelintasan umum (phu tu phan), meskipun Bapak


dan Ibu Guru bersama-sama menerima firman Tuhan, akan
tetapi pada saat Bapak Guru ada, Ibu Guru tidak memiliki
kekuasaan karena firman Tuhan tidak boleh mendua. Ketika
Bapak Guru masih ada, firman Tuhan berada pada beliau, Ibu
Guru mengikuti semua kehendak dari Bapak Guru, sekalipun
Ibu Guru juga memiliki firman Tuhan namun Ibu Guru mengi-
kuti kehendak Bapak Guru dalam menjalankan tugas. Jadi
pada era pelintasan yaitu 1930-1947 (Bapak Guru wafat pada
tahun 1947), pelintasan hanya diadakan di daratan Tiongkok

18
karena daratan Tiongkok sangat luas, pada masa itu jika dia-
dakan pelintasan ke negara lain, juga tidak akan berkembang.

Keberadaan tatanan/batasan Tao adalah pergerakan Tao; se-


dangkan pergerakan Tao merupakan pergerakan kebenaran,
yaitu titipan kehendak langit; titipan kehendak langit berada
pada situasi langit; pergerakan situasi langit adalah pada jodoh
Tao; pergerakan jodoh Tao yang akan membentuk tatanan
Tao; wujud dari tatanan Tao adalah wadah Ketuhanan. Jika
kita meninggalkan wadah Ketuhanan maka tiada lagi tatanan
Tao; dengan meninggalkan tatanan Tao tidak dapat memupuk
pahala dan menunaikan ikrar. Meninggalkan wadah Ketuhanan
berarti keluar dari tatanan Tao. Dengan meninggalkan tatanan
maka tiada kesempatan bagi kita untuk memupuk pahala dan
menunaikan ikrar, kita juga tidak mungkin mencapai kesem-
purnaan. Karena dalam tatanan Tao ada keberadaan Tuhan,
Para Suci, Kakek Guru, Bapak Guru, Ibu Guru, Yuen Cang Ta
Ren, Lao Chien Jen, Chien Jen, serta penyatuan kearifan Be-
liau semua hingga terbentuklah tatanan Tao.

Tuhan memberikan sebuah nama tatanan Tao pada masa


Bapak Guru. Nama tatanan Tao tersebut bukan pemberian
manusia, bukan pemberian ciang se, melainkan pemberian
Tuhan. Itu merupakan firman Tuhan, sehingga bila dikatakan
oleh manusia, itu tidak akan berguna.

Tatanan (era) Tao adalah keberadaan firman Tuhan. Bagaima-


na boleh sebagai penceramah kita tidak mengerti tatanan Tao?

19
Ini merupakan kehendak Tuhan, bukan manusia yang mem-
berikan nama. Waktu dulu ketika ada orang meninggalkan fir-
man Tuhan, mereka mengarang pantun dalam bahasa Hok
Kian yang bertujuan mengejek benang emas, hanya mereka
yang tidak memiliki firman Tuhan yang berani mengucapkan
kata-kata seperti itu, bila kita memiliki firman Tuhan cobalah
berkata seperti itu, mulut kita akan langsung miring sebelah,
beranikah kita? Sebagai wadah Ketuhanan yang memiliki fir-
man Tuhan janganlah kita membicarakan tentang tatanan Tao
yang lama dan baru. Tuhan tidak pernah memberikan nama
tatanan Tao lama, jangan memberikan nama baru sendiri atau
dosa ini harus kita tanggung sendiri.

Pada tatanan (masa) pelintasan umum batasannya hanya di


daratan Tiongkok, bahkan di Taiwan pun tidak ada penyeba-
ran Tao, apalagi tempat lain. Para pembina pada masa pelint-
asan umum selama 18 tahun di daratan Tiongkok mengalami
banyak penderitaan. Kita tidak menyadari rejeki yang dimiliki,
sehingga menganggap saat ini Tao tersebar di seluruh pen-
juru dunia, menganggap kita sangat menderita dan melaku-
kan banyak pengorbanan, apakah kita mengetahui bagaimana
perjalanan para pendahulu?

Hal terpenting dari seorang penceramah adalah mahir


dalam menceritakan kebajikan orang lain serta mahir dalam
meneruskan cita-cita orang lain. Bagaimana cara Nabi Kon-
fusius memuji kebajikan bakti dari Cou Kong? Jika kita ti-
dak mengetahui kebajikan yang dimiliki oleh pendahulu lalu

20
bagaimana kita menyampaikan dharma? Menyampaikan
dharma bukanlah menceritakan kebajikan sendiri, ini meru-
pakan ikrar dari kampung halaman. Menyampaikan dharma
adalah menyampaikan kebajikan pendahulu, budi luhur dari
Para Suci Para Bijak agar umat memahami kemuliaan Tao.
Kita harus belajar dari Nabi Konfusius yang senantiasa memuji
budi dari Raja Yao, Sun, Yii, Wen, Wu dan Cou Kong, tanpa
pujian dari Nabi Konghucu, budi luhur dari beliau semua tidak
akan terlihat jelas. Oleh sebab itu, budi dari orang suci adalah
menceritakan budi dari orang suci sebelumnya agar generasi
baru dapat meneladani beliau, salah satu orang suci tersebut
adalah Sesepuh kita. Mengapa kita berani menyatakan bah-
wa Sesepuh adalah orang suci? Sebab tanpa Sesepuh maka
kita tidak akan pernah mengetahui budi Sesepuh Agung, Budi
luhur Sesepuh Agung adalah diagungkan lewat Sesepuh,
Sesepuh Agung adalah orang suci, tentu saja Sesepuh juga
adalah orang suci. Mari kita renungkan, pernahkah kita berte-
mu langsung dengan Bapak dan Ibu Guru? Kita belum pernah
bertemu langsung namun kita yakin pada beliau karena budi
serta pengorbanan dari Sesepuh Agung yang mengagungkan
budi Bapak dan Ibu Guru. Sesepuh Agung merupakan orang
suci karena beliaulah yang menyatakan budi Bapak dan Ibu
Guru sehingga umat dunia memahami kemuliaan dari Bapak
dan Ibu Guru. Oleh sebab itu, orang suci adalah orang yang
mengagungkan dan menceritakan budi luhur dari orang suci
terdahulu agar umat dapat mempelajari dan meneladaninya,
tugas seorang penceramah juga adalah demikian.

21
Meskipun kita tidak bertemu langsung masa pelintasan umum,
namun seharusnya kebanyakan dari kita pernah mengala-
minya di masa lalu. Yang dimaksud pernah mengalaminya
adalah kemungkinan kita adalah para pendahulu masa lalu
yang meninggal dunia demi menangkal bencana yang datang
menitis kembali ke dunia. Percayalah bahwa kita semua per-
nah mengorbankan segalanya pada masa pelintasan umum.
Hanya dalam waktu singkat 18 tahun Tao telah tersebar ke
seluruh daratan Tiongkok, ini bukan hal yang mudah. Se-
baliknya Taiwan demikian kecil, dari hulu ke hilir hanya naik
mobil beberapa jam pun tiba, sedangkan daratan Tiongkok
tidak dapat naik mobil dari satu propinsi ke propinsi lainnya.
Apakah kita dapat membayangkan betapa besar pengorbanan
para pelaksana Tao di masa tersebut untuk menyebarluaskan
Tao ke seluruh daratan Tiongkok hanya dalam waktu 18 ta-
hun? Pada masa tersebut peperangan bergejolak di daratan
Tiongkok, dalam masa peperangan tiada yang namanya hu-
kum, semua main hakim sendiri, asal tidak suka maka lang-
sung membunuh orang. Pelaksana Tao pada masa tersebut
harus memiliki keberanian bahwa dia pergi ke luar hari ini tan-
pa jaminan dapat pulang dengan selamat. Jika telah ke luar
rumah berarti siap mati, karena sekali tertangkap langsung
ditembak mati. Dalam masa yang demikian genting, di tengah
hujan peluru tetap memiliki ketulusan hati, keberanian serta
welas asih untuk menyelamatkan umat dunia. Dalam kondisi
kehidupan serta pendidikan kita yang sekarang, tentu sulit
membayangkan keadaan di masa tersebut. Kecuali jika kita
melampaui waktu dan tempat, secara perlahan-lahan meng-

22
hayati kehidupan lampau.

Ada satu berita di Jepang, ketika pelajaran kesenian sang guru


menyuruh murid-murid untuk menggambar seekor ayam,
ternyata semua murid menggambar ayam yang tak berbu-
lu, yang digambar adalah ayam dalam freezer. Disimpulkan
dalam benak anak kecil di Jepang ayam adalah binatang tak
bernyawa juga tak berbulu. Karena selama ini mereka hanya
melihat daging ayam dalam freezer tanpa bulu sehingga sulit
bagi mereka untuk mengimajinasikan bentuk ayam berbulu
yang hidup dan dapat lari. Sama halnya saat ini sulit bagi kita
untuk menghayati penderitaan para pendahulu di zaman dulu,
kecuali jika kita sendiri pernah berkorban dan dalam diri kita
masih tersisa hawa kebenaran.

Pada masa pelintasan di zaman Bapak Guru, para pelaksana


Tao menganggap kematian sebagai kepulangan ke Surga, ti-
ada kekhawatiran akan nyawa sendiri, setiap saat menerjang
bahaya, melepaskan keluarga dan cinta pribadi, meletakkan
semua miliknya dan sepenuh hati terhadap jalan Ketuha-
nan, sehingga ada keberhasilan pada masa tersebut dan para
pelaksana Tao yang telah membantu Bapak Guru membangun
karya masa pelintasan tersebut dapat bertanggung jawab ke-
pada Ibunda Suci. Kemudian Bapak Guru pun berpulang meng-
hadap Ibunda Suci, banyak pelaksana Tao yang memiliki jasa
pahala besar yang diangkat menjadi Ti Ciin(帝君) dan Ta Ti (
大帝). Kita harus mengetahui perputaran zaman serta tugas
yang seharusnya kita jalankan. Pada masa pelintasan, karena

23
firman Tuhan berada pada Bapak Guru sehingga Ibu Guru juga
harus menuruti perintah dari Bapak Guru dalam menjalankan
tugas. Para pelaksana Tao pada masa tersebut sangat pan-
tas dikagumi dan mengharukan. Banyak pelaksana Tao yang
berpulang dengan mengorbankan diri untuk menangkal ben-
cana, namun karena tugas pelintasan 3 alam belum tertuntas-
kan sehingga mereka datang kembali ke dunia saat ini untuk
membantu pembukaan ladang baru. Tanpa pengalaman pada
kehidupan lampau, sangat sulit bagi kita untuk menjalankan
tugas ini, tentu saja bukan hanya kita yang menjalankannya.
Ada pendahulu yang membimbing kita, semua hal bersang-
kut paut dan tak pernah putus. Karya masa pelintasan yang
dibangun oleh para pelaksana di zaman itu adalah diperoleh
dengan mengorbankan semua yang dimiliki mereka serta di-
tukar dengan air mata, darah dan keringat. Ini sangatlah mu-
lia.

Terbentuknya suatu wadah Ketuhanan menguras energi besar


dari para pendahulu serta Para Suci. Sungguh tidak mudah
serta merupakan sebuah kemuliaan bagi kita untuk mema-
hami keberhasilan sebuah wadah Tao! Oleh sebab itu sebagai
orang yang berada dalam wadah Tao, kita harus menyayangi,
melindungi, memantapkan, mengembangkannya, jangan pula
merusak maupun menghancurkannya karena dosa ini sangat
berat. Para suci berupaya untuk membangun wadah Ketuhan-
an, semua Para Suci berniat untuk mendukung wadah Ketu-
hanan. Di mana firman Tuhan berada, di sana pula para suci
mendukung. Para Suci tidak berani mendukung yang tidak

24
memiliki firman Tuhan; Para suci tidak berani melawan firman
Tuhan.

Pada masa pelintasan, Tao dapat tersebar ke seluruh daratan


Tiongkok hanya dalam kurun waktu 18 tahun, bukan karena
kekuatan manusia melainkan karena semua Buddha Bodhisat-
va mengerahkan segenap tenaganya mendukung. Semasa di
Taiwan, Ibu Guru sungguh berjerih payah, Sesepuh Agung
mengorbankan segalanya, dibandingkan dengan kita sungguh
tidak sepadan. Sesepuh Agung meneladani pengorbanan para
pelaksana Tao di daratan tiongkok, sehingga kita dapat meli-
hat semangat pengorbanan tersebut. Ketika masa pelintasan
Tao berakhir, jodoh Tao mulai berputar, zaman mulai berubah,
jodoh Tao serta firman Tuhan memang tidak pernah berubah
namun karena waktu telah tiba, kehendak dari Tuhan pada diri
kita akan merubah jodoh Tao, ketika jodoh Tao telah berubah
maka wadah Tao pun berubah. Ketika masa pelintasan telah
berakhir para pelaksana Tao juga tidak mengetahui kemanakah
jodoh Tao akan berputar. Sebagai penceramah adalah sangat
penting untuk mengetahui perubahan jodoh Tao.

Pada tahun 1947, banyak pendahulu yang membuka ladang


ke luar dari daratan Tiongkok. Pada saat tersebut, orang yang
berniat membuka ladang dikumpulkan dan dilatih, setelah
pelatihan selesai, mereka semua berpencar mengembangkan
Tao. Ada yang pergi ke Korea, Jepang, Amerika, Asia Teng-
gara, Hongkong serta Taiwan. Pada tahun 1983, pertama
kali hou sie pergi ke New York, Amerika. Sebelum hou sie

25
ke Amerika, seorang than cu dan san chai telah berangkat
terlebih dahulu membuka ladang. Karena saya belum pergi
sehingga mereka berusaha mencari Fo Thang di New York,
akhirnya mereka menemukan Fo Thang dari wadah Ketuhan-
an lain. Saat berbincang-bincang dengan sesepuh Fo Thang
bersebut, baru diketahui sesepuh tersebut mengenal Sesepuh
Agung kita, beliau dan Sesepuh Agung kita keluar dari daratan
Tiongkok pada waktu yang sama. Sesepuh Agung kita pergi ke
Taiwan, sedangkan beliau ke Amerika. Selama 36 tahun, umat
beliau hanya 30-an serta tiada yang berikrar vegetarian. Ke-
tika mengunjungi beliau, saya melihat beliau masih memasak
sayur sendiri, dengan posisi sebagai Chien Jen namun beliau
tidak memiliki kader yang ikrar vegetarian. Pada masa terse-
but demikian banyak Tao Cang dan para senior yang mem-
buka ladang ke luar negeri China namun kebanyakan tidak
dapat mengembangkan Tao. Dengan demikian, kita seharus-
nya telah memahami pentingnya jodoh Tao. Umat boleh saja
tidak memahami namun kita harus memahaminya. Jika tidak
memahami jodoh Tao serta ruang lingkup perkembangan Tao,
biarpun memiliki kemampuan luar biasa tetap ditakdirkan Tao
yang kita jalankan tidak akan berkembang.

Kita tahu bahwa para senior yang membuka ladang ke luar


negeri memiliki kemampuan yang luar biasa serta sangat ma-
hir dalam membabarkan dharma namun tetap saja tidak dapat
mengembangkan Tao. Tanpa mengetahui jodoh Tao, berita
apa yang dapat kita sampaikan kepada umat? Ketika Tuhan
menyuruh kita ke arah selatan, kita malahan mengatakan ke

26
arah utara, ini akan mencelakakan umat; Tuhan menyuruh ke
arah barat, kita mengatakan ke arah timur, tahukah berapa
banyak orang yang akan kita celakai? Satu ucapan pencera-
mah yang sesuai kehendak langit dapat menyelamatkan ban-
yak umat; satu ucapan penceramah yang bertentangan den-
gan kehendak langit akan mencelakakan banyak orang, bukan
hanya membunuh umat, bahkan 9 generasi keturunan serta 7
generasi leluhur umat tidak akan mengampuni kita. Sebagai
penceramah kita harus mengetahui situasi zaman agar dapat
menyampaikan dharma yang bermanfaat, bukan menyam-
paikan dharma yang kita inginkan. Bukan meminjam dharma
untuk menakut-nakuti umat, memuaskan nafsu sendiri, mem-
bangun kekuasaan pribadi, sebab hal tersebut adalah berdosa.
Pembabaran dharma dari penceramah bertujuan agar umat
memahami kehendak Tuhan. Setiap manusia harus menjalani
hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, kita harus mengeta-
hui tugas apa yang Tuhan ingin kita jalankan. Wejangan dari
Bapak Guru, Ibu Guru, Yuen Cang Se Siong serta Para Suci
bertujuan untuk menyampaikan kehendak Tuhan agar kita
dapat memahami serta menjalankan sesuai kehendak Tuhan.
Sesepuh juga mengajarkan kita untuk memahami perubah-
an situasi langit, memahami kehendak Tuhan serta bergegas
dalam menjalankan tugas. Sesepuh bersusah payah hanya
agar kita memahami kehendak Tuhan, demikian juga jerih
payah dari Para Suci.

Kita harus menyampaikan kehendak Tuhan dengan cara yang


dapat diterima umat agar dapat dipahami. Untuk mengem-

27
bangkan kebenaran diperlukan kesungguhan hati, kita tidak
dapat menyampaikan dharma hanya karena dapat menyam-
paikannya. Konfusius bersabda: ”Menggunakan perumpa-
maan yang dekat, inilah cara terbaik.” Kakek Guru, Bapak
Guru, Ibu Guru serta Yuen Cang Se Siong juga mempergu-
nakan banyak perumpamaan dalam kitab Miao Hua Cue Sin
dengan tujuan agar umat memahami kehendak Tuhan. Para
Suci pernah membina diri, sehingga beliau juga memahami
kehendak Tuhan sulit ditebak, umat tidak dapat memahami
kehendak Tuhan hanya berdasarkan pikirannya sendiri. Oleh
sebab itu, Para Suci senantiasa mengulang dan mengulang
kembali, demikian pula Sesepuh kita. Karena Beliau semua
takut bila kita tidak memahami kehendak Tuhan serta salah
paham terhadap kehendak Tuhan, karena sangat penting dan
harus diketahui maka terus menerus dikatakan, namun para
pembina diri mudah lengah terhadap hal ini, hingga akhirnya
menyengsarakan diri sendiri.

Sejarah dari masa Pelintasan Umum hingga masa Penyempur-


naan pasti pernah kita dengar biarpun tidak dialami langsung,
cerita di masa sekarang sering dibabarkan dalam kelas Vege-
tarian. Setelah berakhirnya masa Pelintasan Umum, jika tidak
menyambung benang di masa Penyempurnaan maka benang
kita akan terputus. Ketika berakhirnya masa Pelintasan
Umum, Tao tidak dapat dilaksanakan di daratan Tiongkok lagi.
Mungkin kita merasa Tuhan sungguh kejam menyia-nyiakan
demikian banyak wadah Ketuhanan yang telah dibangun de-
ngan susah payah oleh pembina diri. Kasih dari Tuhan tidak

28
dapat dijelaskan dengan kasih palsu di dunia. Kasih apa se-
sungguhnya dari Tuhan? Nabi Lao Ce bersabda: “Langit dan
bumi tidak punya perasaan, Para Suci tidak punya perasaan.”
Oleh sebab itu, sebagai pelaksana Tao yang memiliki kearifan,
kita harus mengetahui jodoh Tao serta masa penyebaran Tao.
Jangan mengatakan bahwa Tuhan mencampakkan kita, sebab
sesungguhnya kitalah yang tidak mengakui Tuhan dan men-
campakkan Tuhan. Kepada siapakah kita berhak menyalah-
kan bila kita tidak mendengarkan setelah sekian kali diperi-
ngatkan oleh Tuhan? Sebelum tahun 1947, Para Buddha Para
Suci telah berusaha keras untuk memberitahukan tentang
perubahan jodoh Tao dan masa penyebaran Tao. Wejangan
suci yang diberikan pada saat itu masih dapat dilacak, hanya
saja wejangan suci saat itu dalam bentuk teka-teki, rahasia
Tuhan berada di dalamnya, tidak mudah untuk dipahami, bah-
kan kebanyakan salah tebak. Semua orang menebak namun
sangat sulit, kebanyakan salah dalam menebak, tentu saja
tidak dapat menyalahkan Tuhan, melainkan menyalahkan kita
sendiri yang kurang arif.

Ketika masa pelintasan berhenti hingga tiba masa penyem-


purnaan, maka seluruh urusan Tao di Cina pun berakhir, bu-
kan Tuhan tidak welas asih, ini merupakan perubahan dari
jodoh Tao. Kita dapat saja mengatakan:”Matahari telah terbe-
nam, matahari tidak welas asih, mengapa terbenam sedang-
kan kami butuh cahaya? Mengapa tidak selamanya menyi-
nari kami?” Coba kita renungkan, bukankah langit maupun
matahari sangat adil? Matahari tidak dapat menyinari selu-

29
ruh bola bumi pada waktu bersamaan, bukan hanya manusia
yang memiliki keterbatasan, langit pun sama. Ketika matahari
menyinari belahan sini maka belahan bumi yang lain gelap,
begitu juga sebaliknya. Perubahan langit adalah fenomena
alami, bagaimana kita dapat menuntut matahari untuk me-
nyinari tempat kita selamanya? Ini sungguh tidak adil! Semua
memiliki kesempatan yang sama hanya saja urutan depan
dan belakang, tidak mungkin selamanya dimiliki. Dari kata
‘jodoh Tao’, kita ketahui bahwa suatu hari akan berubah, ti-
dak mungkin selamanya berhenti di tempat, bila tiba masanya
maka jodoh akan pergi. Kereta api berhenti di stasiun juga
hanya untuk sementara waktu, bila tiba jadwal keberangka-
tan, kereta akan jalan lagi. Jangan menyalahkan kereta api
tidak berperasaan, tidak bersedia menunggu kita pergi ke toi-
let sebentar saja, ini adalah kesalahan kita sendiri, bila ti-
dak ingin ketinggalan kereta maka harus naik kereta sebelum
kereta jalan.

Apakah kita sebagai pembina dan pelaksana Tao tidak mema-


hami jodoh Tao? Lalu bagaimana kita membina dan melak-
sanakan Tao? Bagaimana membina dan melaksanakan Tao
bila tidak memahami situasi langit, jodoh Tao dan era penye-
baran Tao? Bagaimanapula dapat menjadi duta dharma bagi
Tuhan? Bila dharma yang disampaikan tidak sesuai kehendak
Tuhan maka akan menanam dosa berat, kecuali kita menyam-
paikan dharma biasa. Bila tidak memahami situasi langit, ti-
dak memahami kehendak Tuhan serta tidak segan pada fir-
man Tuhan, maka Tuhan juga hanya sekedar menanggapi kita

30
saja, seperti halnya kita hanya sekedar menanggapi Tuhan.

II. Bila kita segan pada firman Tuhan, menuruti kehen-


dak Tuhan, mengetahui situasi langit serta mengang-
gap penting Tuhan, maka Tuhan juga akan menganggap
penting kita, sebab segala urusan dikembangluaskan
dengan meminjam kita.

Dulu kita tidak memahami tentang hal ini, akan tetapi Lao
Chien Jen dan Chien Jen mengetahuinya. Kita harus meng-
hayati mengapa meminjam jodoh kali ini agar kita memahami
hati Chien Jen hingga memahami misi hidup. Tahukah kita
berapa besar tanggungjawab seorang guru yang memegang
kendali atas era penyebaran Tao? Beliau harus menanggung
hidup matinya semua umat serta jaya hancurnya segala hal,
beliau tidak memiliki pandangan seperti kita, beliau memiliki
rasa tanggungjawab serta misi yang tinggi. Beranikah Bapak
Guru beristirahat setelah menerima firman Tuhan? Beliau
mengorbankan segalanya, membimbing umat untuk berjuang
bersama-sama hingga akhir hayatnya pada usia 59 tahun,
dengan demikian baru mengenapkan tugas pelintasan umum
dari Tuhan. Bapak Guru berpulang ke pangkuan Ibunda Suci
setelah menyelesaikan tugas dari Ibunda Suci, beliau meng-
gerakkan seluruh umat untuk menyelesaikan tugas tersebut,
mencurahkan segenap jiwa raga pada tugas tersebut. Demiki-
an pula masa penyempurnaan, jangan beranggapan Ibu Guru
tidak melakukan sesuatu yang berarti, setelah Ibu Guru tiba
di Taiwan, berkat pengorbanan serta perlindungan budi luhur

31
beliau, wadah Ketuhanan di Taiwan pun dapat dikembangkan.
Lao Chien Jen mengikuti kehendak Ibu Guru untuk melak-
sanakan Tao serta merampungkan tugas penyempurnaan di
bawah bimbingan Ibu Guru, percaya bahwa kita sempat me-
lihat kondisi ini. Demi menyelesaikan misi penyempurnaan,
berapa banyak pengorbanan dan harga yang harus dibayar
serta darah, air mata dan keringat yang mengalir, baru -
mengokohkan pondasi dan dapat menyebarkan Tao ke seluruh
pelosok Taiwan baik pedesaan maupun perkotaan. Oleh sebab
itu, masa penyempurnaan terjadi di Taiwan. Masa pelintasan
umum maupun masa penyempurnaan adalah saatnya Tuhan
mulai mendidik pembina dan pelaksana Tao untuk menyele-
saikan suatu tugas penting.

Tuhan memberikan Taiwan sebagai tempat penyemaian bibit


pada masa penyempurnaan. Tuhan beserta para pendahulu
mencurahkan segenap jiwa raga untuk membina than cu dan
kader-kader, demi perencanaan apa semua ini dipersiapkan?
Mengapa Tuhan bersusah payah untuk membina demikian
banyak pelaksana Tao? Masa penyempurnaan pada saat itu
adalah masa pemupukan dan pembentukan agar dapat tum-
buh, tetapi keberhasilan yang sesungguhnya diraih pada masa
Tao yang baru. Bukankah ini membuktikan pernyataan dari
Yesus Kristus: ”Kilat bersumber dari daerah timur yang lang-
sung menyinari wilayah barat, demikian pula halnya dengan
kedatangan manusia.” Bukankah ini pengaturan Tuhan? Dulu
adalah masa pelintasan umum dan masa penyempurnaan, se-
dangkan saat ini adalah saatnya untuk menyinari daerah barat.

32
Tanpa adanya kecemerlangan yang terpancarkan pada masa
pelintasan umum dan masa penyempurnaan dari budi agung
Bapak Guru dan Ibu Guru serta pengorbanan para pendahulu,
bagaimana kita sanggup menyinari daerah barat? Tentu saja
karena ada firman Tuhan, namun tanpa adanya manusia yang
mengembangluaskan maka kekuatan dari firman Tuhan pun
tidak akan berfungsi. Urusan ini harus mengandalkan kerjasa-
ma antara langit dan manusia. Pada masa penyempurnaan,
Lao Chien Jen beserta para Chien Jen berkorban segenap jiwa
raga untuk mengembangkan Tao, berjuang siang dan malam
hingga akhirnya terbangunlah wadah Ketuhanan di seluruh
Taiwan.

Antara tahun 1947 hingga wafatnya Ibu Guru pada tahun


1975, hingga wafatnya Lao Chien Jen pada tahun 1988, ter-
jadilah perubahan masa Tao sejak wafatnya Ibu Guru. Adakah
kita rasakan? Bila jodoh Tao sedang berubah dan tidak kita
sadari perubahannya maka sulit untuk memahami kehendak
Tuhan, sebaliknya Lao Chien Jen mengetahuinya. Mari kita re-
nungkan, semua aliran Tao mulai berkembang ke luar negeri
setelah wafatnya Ibu Guru, bila kita mengetahui hal ini maka
kita akan mengetahui bahwa Lao Chien Jen adalah orang suci
yang dapat mengetahui kejadian di masa depan serta mema-
hami kehendak Ibu Guru sejak dulu. Sebelum situasi langit dan
jodoh Tao berubah, Lao Chien Jen telah membuat persiapan,
demikian juga Chien Jen. Ketika masa Tao memasuki masa pe-
nyebaran ke seluruh dunia, baru kita dapat melaksanakannya.
Sebelum Ibu Guru wafat, ada sebagian yang telah menyebar-

33
kan Tao ke luar negeri namun tidak berkembang. Perkem-
bangan pesat Tao di luar negeri dimulai setelah wafatnya Ibu
Guru. Perubahan kecil pada jodoh Tao setelah wafatnya Ibu
Guru hanya dapat dipahami oleh pendahulu yang bijaksana.

Kita sungguh beruntung dapat membina dan melaksanakan


Tao dengan tenang di bawah naungan budi luhur Lao Chien Jen
tanpa merasakan kejanggalan. Hanya orang yang telah ke-
hilangan cahaya yang dapat memahami berharganya cahaya;
hanya orang yang tidak sehat yang dapat memahami penting-
nya kesehatan. Pembina diri seringkali beranggapan segala
sesuatu adalah hal yang wajar tanpa menghayati jerih payah
serta perlindungan dari Para Suci Para Bijak. Berkat perlin-
dungan dari Lao Chien Jen, kita dapat membina melaksanakan
Tao dengan tenang; tanpa perlindungan dari budi luhur Lao
Chien Jen kita, cobalah amati berapa banyak wadah Ketuhan-
an lain yang hancur total serta keluar dari jodoh Tao setelah
Lao Chien Jen mereka wafat, sebab mereka tidak mengerti
masa Tao dan jodoh Tao. Setelah Ibu Guru wafat, banyak pen-
dahulu yang salah jalan hingga keluar dari masa Tao. Masa
Tao adalah tersirat bukan terlihat jelas; jalur penyebaran Tao
tiada wujud, bukan berwujud, apa yang dapat kita tunjuk-
kan kepada orang lain? Lao Chien Jen kita memahami hal ini
sehingga menuntut kita dengan damai melewati ujian ini dan
berada dalam masa Tao dengan tenang. Di antara 18 aliran
yang ada, berapa pula yang dapat melewati ujian setelah Ibu
Guru wafat? Mungkin banyak yang telah meninggalkan masa
Tao. Semua ini dapat kita lihat dan hayati perlahan-lahan, se-

34
bab tidak mudah untuk dijelaskan. Sebagai pelaksana Tao dan
ciang se harus memperluas wawasan, kita harus mengamati,
memahami serta menghayati mengapa pelaksanaan Tao ber-
jalan hingga kondisi seperti ini? Harus kita hayati jodoh yang
terselubung di dalamnya secara perlahan-lahan.

Mulai dari masa penyempurnaan hingga kini, waktu penen-


tuan masa Tao yang baru telah tiba, kapankah Ibunda Suci
menyampaikan hal ini? Apakah masih ingat? Tahun ini adalah
tahun 1996, tahun lalu adalah tahun 1995, dua tahun lalu
adalah tahun 1994, setelah Lao Chien Jen wafat hingga tahun
1994 merupakan masa ujian berat yaitu ujian masa Tao serta
perubahan jodoh Tao dimana terjadi perubahan yang unik.
Kita harus menyayanginya sekarang, lindungilah masa Tao se-
genap jiwa raga, kokohkanlah masa Tao dengan nyawa kita,
apapun yang terjadi kita tetap akan mempertahankan masa
Tao; jika tidak demikian maka sungguh berdosa kepada Lao
Chien Jen dan Chien Jen.

Mari kita renungkan bagaimana Chien Jen menjalankan Tao


selama ini? Yaitu dengan pengorbanan serta kontribusi untuk
membangkitkan hati nurani kita; beliau berkorban agar kita
memahami kondisi langit dan kehendak Tuhan untuk menye-
lesaikan tugas pemberian Tuhan sebaik-baiknya. Dalam masa
penyempurnaan, Tuhan hanya memberikan tugas dalam ru-
ang lingkup Taiwan saja, kita cukup melaksanakan Tao di
Taiwan dengan baik; karena Tuhan memilih Taiwan sebagai
pusat pelatihan kader untuk pengembangan Tao ke seluruh

35
dunia, sehingga dalam masa itu pelaksanaan Tao di Taiwan
terfokus dalam pelatihan para kader, inilah tugas dari Tuhan.
Karena kondisi langit telah berubah, meskipun masih berada
dalam masa pancaran putih namun jodoh Tao telah berubah.
Apa tugas dan misi dari Tuhan dalam masa jodoh Tao yang
baru? Bila kita baca kembali wejangan dari Ibunda Suci, Ka-
kek Guru, Bapak Guru, Ibu Guru maupun Yuen Cang Se Siong
beberapa tahun ini, semuanya telah disampaikan mulai tahun
1993, Bapak Guru telah membocorkan rahasia Tuhan dengan
ijin dari Tuhan, hanya saja kita masih belum paham, pada ta-
hun 1994 Tuhan baru secara resmi mengumumkan hal ini. Di
dalam “Membuka Ladang Menjaga Pantangan” Yuen Cang Se
Siong bersabda: ”Jodoh Tao di daratan Tiongkok untuk satu
kurun waktu telah berakhir.” Apakah ini masih kurang jelas?
Harus sampai Para Suci sungguh-sungguh membocorkan ra-
hasia Tuhan baru kita senang? Para Suci hanya memberikan
petunjuk hingga di sini, setelah mendengar perkataan terse-
but semua tersentak hatinya dan harus bergegas. Situasi
langit telah berubah, jodoh Tao di Taiwan untuk satu kurun
waktu telah berakhir, jodoh Tao di seluruh wilayah timur telah
berakhir. “Halilintar muncul dari wilayah timur, langsung me-
nyinari wilayah barat, kedatangan manusia juga sama.” Per-
kataan Tuhan mulai terbukti di dunia; kerajaan Tuhan mulai
terwujud di dunia; tanah suci Maitreya juga mulai terwujud
di dunia. Ini adalah tanggung jawab dan misi bersama, seba-
gai ciang se kita harus mewartakan kehendak langit sepenuh
hati agar dipahami semua orang. Kehadiran kita di muka bumi
adalah untuk menyebarkan Tao kepada umat di seluruh dunia.

36
Kita bukan menyebarkan kebudayaan Tiongkok melainkan
menyebarkan kebenaran dari Tuhan, kabar Surga dari Tuhan,
menyampaikan dharma sejati kepada umat di seluruh penjuru
dunia agar para umat dapat memahami serta mendapatkan
sinar dari Tuhan, inilah tugas yang harus kita jalankan.

Pada zaman dulu kelima nabi juga mewartakan kehendak Tu-

37
III. Seorang Ciang se Harus Sepenuh
Hati Menyampaikan Kehendak Tuhan

han sebab umat tidak memahami kehendak Tuhan, sehingga


meminjam kelima nabi untuk mewartakan kehendak Tuhan
agar dapat ditaati bersama-sama. Bukan agar umat mema-
hami kehendak kita melainkan memahami kehendak Tuhan
serta Para Suci. Ketika memasuki babak baru masa Tao,
Yuen Cang Se Siong menyatakan bahwa jodoh Tao di daratan
Tiongkok untuk satu kurun waktu telah berakhir, selanjutnya
adalah menyebarkan Tao ke empat samudera. Lalu bagaimana
melaksanakan agar Tao dapat tersebar ke empat samudera?
Bila Tao tersebar ke empat samudera, baru dapat menyatukan
empat samudera dan menciptakan perdamaian dunia.

Pada awalnya Bapak Guru mengatakan bahwa Tao dipindah-


kan ke empat samudera pada tahun 1993, kita masih belum
menyadari bahwa masa penyebaran Tao telah memasuki era
tersebar ke empat samudera. Pada tahun 1994, di dalam we-
jangan pertengahan musim gugur, Bapak Guru menerima
mandat dari Tuhan menyampaikan bahwa:”Tao tersebar ke
empat samudera merupakan kehendak Tuhan.” Ini merupakan
suatu penegasan atas perubahan jodoh dan masa penyebaran
Tao serta dimulainya era baru Tao.

38
Dalam era baru Tao yaitu menyebarkan Tao ke seluruh dunia,
mungkinkah tidak kita jalankan? Bila menunggu beberapa hari
atau beberapa tahun, suatu hari menyesal dengan menan-
gis tersedu-sedu pun takkan berguna, seperti halnya ketika
terjadi perubahan dari era pelintasan umum ke era penyem-
purnaan, banyak orang yang menangis tersedu-sedu pun tak
berguna karena tidak mengerti untuk mengikuti perubahan
era Tao! Biarpun dia ingin memupuk pahala menegakkan budi,
kesempatan telah tiada; biarpun dia ingin memupuk paha-
la menegakkan budi, Tuhan telah tidak menerima. Para Suci
pernah mengatakan: ”Banyak sejarah yang terulang kembali.”
Kelak sejarah akan terulang kembali. Berapa banyak yang lu-
lus? Berapa banyak yang gugur? Semua ini merupakan ke-
pedihan bagi Para Suci, namun bagaimana memberikan nilai
prestasi tanpa suatu ujian? Tanpa ujian bagaimana membeda-
kan antara asli dan palsu? Tanpa ujian bagaimama membeda-
kan orang yang arif dan tidak arif? Siapa yang berbudi, siapa
pula yang tidak berbudi? Ini merupakan ujian yang bakal dite-
mui oleh pembina diri juga merupakan ujian besar dari Tuhan,
sehingga Bapak Guru terus mengingatkan pada tahun 1993.
Sekarang kita menghadapi 3 ujian besar yaitu ujian kearifan,
ujian kelancaran dan ketidaklancaran serta ujian tidak ma-
suk akal. Semua pelaksana Tao harus melewati ujian keari-
fan serta ujian kelancaran dan ketidaklancaran, hanya orang
yang memenuhi persyaratan khusus yang akan melewati uji-
an tidak masuk akal. Kita semua harus melewati dua ujian
tersebut, bila Tuhan ingin memberikan misi khusus kepada

39
kita, baru akan memberikan ujian tidak masuk akal. Bila tidak
dapat melewati kedua jenis ujian tersebut maka tidak dapat
memikul tanggungjawab dan tugas pada era Tao baru.

Tuhan memiliki harapan besar terhadap penyebaran Tao ke


seluruh dunia, dengan demikian dapat kita pahami betapa be-
ratnya hati Chien Jen kita. Tanggung jawab ini terlalu besar,
Tao bukan hanya ada di Tiongkok maupun Taiwan melainkan
di seluruh dunia. Bila Tao berada di seluruh dunia, baru akan
tercipta perdamaian dunia. Bagaimana caranya agar Tao be-
rada di dunia? Manusialah yang dapat menyebarluaskan Tao,
bukan Tao yang menjayakan manusia, tanpa para pelaksana
Tao, bagaimana Tao dapat tersebar ke seluruh muka bumi?
Tao tidak mungkin dapat lari sendiri, dengan mengandalkan
para pelaksana Tao yang membawa Tao sehingga Tao dapat
berada di suatu tempat. Nabi Konfusius telah menyatakannya,
sehingga kita harus memahami kerisauan dari para penda-
hulu. Ini adalah sikap orang yang arif, bijaksana serta me-
mikirkan kerisauan dunia terlebih dahulu sebelum umat risau
dan berbahagia setelah umat berbahagia. Sebagai ciang se
harus menghayati kewelasasihan dari Chien Jen. Bapak Guru
dan Ibu Guru menerima firman Tuhan bersama-sama, jodoh
Tao dan era Tao berubah menjadi era penyempurnaan setelah
wafatnya Bapak Guru. Orang yang tidak menerima firman Tu-
han dari Ibu Guru tidak dapat melaksanakan Tao lagi. Chien
Jen kita sangat welas asih, terus memaklumi, mendidik dan
menyempurnakan kita sebab Chien Jen menyayangi para ka-
der dan tidak tega mencampakkan kader. Sesungguhnya guru

40
penerang zaman dulu tidak bersikap demikian, kitalah yang
harus memohon kepada guru penerang bukan sebaliknya. Ber-
dasarkan budi apa kita pantas dimohon oleh Chien Jen? Chien
Jen terhadap semua Tien Chuan Se serta pengabdi senantiasa
menasehati, mendidik, memaafkan serta menyempurnakan,
sebaliknya penghormatan dan wujud bakti dari kita banyak
yang ditolak oleh Chien Jen, Beliau tetap bersikap sopan ke-
pada junior, bersikap rendah hati, mencurahkan segenap jiwa
raga, mengorbankan seluruh hidupnya untuk menyelesaikan
tugas pemberian Tuhan.

Pada kelas “Perubahan Ajaib Kesadaran Jiwa”, beberapa pen-


dahulu dan ciang se memohon kepada Chien Jen agar istira-
hat beberapa jam biar ciang se yang mengantikan semen-
tara, sebab Chien Jen berceramah hingga tenggorokan radang
dan mulut sariawan, namun Chien Jen hanya menjawab: ”Ini
adalah tugas dari Ibunda Suci.” Chien Jen demikian menitik-
beratkan tugas pemberian Tuhan, namun tugas Chien Jen
adalah tugas kita bersama, bukan tugas dari Ibunda Suci ke-
pada beliau saja. Misi Chien Jen adalah misi kita bersama,
tugas Chien Jen adalah tugas kita semua, kita harus bersama-
sama menyelesaikan misi Tuhan di bawah bimbingan Chien
Jen, sehingga kelak kita dapat berpulang.

Mari kita lihat era penyebaran Tao dan era penyempurnaan,


Bapak Guru tidak dapat berpulang bila tidak menyelesaikan
tugas dari Tuhan, apalagi para murid. Bila Ibu Guru tidak me-
nyelesaikan tugas dari Tuhan juga sulit untuk kembali ke pang-

41
kuan Ibunda Suci. Bapak Guru dan Ibu Guru telah berpulang
mempertanggungjawabkan misi dari Ibunda Suci. Selanjut-
nya adalah giliran kita, bagaimana kita menyelesaikan tugas
penyebaran Tao ke seluruh dunia? Mengapa kemarin Bapak
Guru masih mengingatkan: ”Niat Ibunda Suci untuk menye-
barkan Tao ke tempat jauh belum terwujud.” Ternyata kita
belum memahami jodoh Tao, kehendak langit dan mengang-
gap penyebaran Tao ke setiap pelosok dunia sebagai imigrasi
saja, beranggapan saya imigrasi ke sana dan menjalankan di
sana. Ada urusan besar yang harus kita laksanakan, kita ha-
rus mewujudkan “halilintar bersumber dari timur, langsung
menyinari barat, kedatangan umat manusia juga demikian”.
Kita harus membawa sinar dan Tao kemari, membawa Tao ke
seluruh dunia, namun jangan membawa yang negatif kemari.
Yang kita bawa adalah kebenaran, sinar serta dharma tertinggi
agar umat mendapatkan pelepasan sejati, ini merupakan misi
kita, misi dari era Tao baru yang agung. Para Suci Para Bijak
di era pelintasan umum telah menyelesaikan tugas pelintasan
umum dan berpulang; Para Suci Para Bijak di era penyem-
purnaan juga telah menyelesaikan misi penyempurnaan dan
berpulang; selanjutnya adalah kita. Jika kita tidak giat, tidak
ulet, dan tidak berkorban untuk menyelesaikan tugas penye-
baran Tao ke seluruh dunia dengan baik, berdasarkan apa kita
pantas berpulang? Apa yang dapat kita pertanggungjawabkan
kepada Ibunda Suci?

Pada masa awal penyebaran Tao ke seluruh dunia ada banyak


pekerjaan yang harus dikerjakan, tanggung jawab sebagai

42
ciang se sangat berat, sebab demikian banyak pelaksana Tao
yang tidak memahami situasi langit dan kehendak Tuhan yang
perlu penjelasan dari kita. Demi apa kita membuka ladang?
Banyak pelaksana Tao yang imigrasi ke negara lain tidak me-
mahami hal ini, ciang se harus menjelaskan kepada mereka.
Karena tidak memahami situasi langit dan kehendak Tuhan,
maka dia pasti akan bimbang, cemas, tidak mengikuti pere-
daran jodoh Tao, apa yang dia jalankan pada akhirnya men-
jadi nihil. Apakah kita tega? Kita harus ingat bahwa jodoh Tao
berada pada hati, era Tao berada pada hati, wadah Ketuhanan
juga berada pada hati, bila hati tidak mengikuti era Tao dan
jodoh Tao serta tidak berada dalam wadah Ketuhanan, apapun
yang kita lakukan tidak akan ada hasil, bahkan pada akhirnya
akan tereliminasi. Mengapa Chien Jen terus mendidik kita?
Mengapa Tuhan mengadakan kelas “Perubahan Ajaib Kesada-
ran Jiwa”? Bukankah tujuannya adalah penekanan pada hati?
Umat manusia pada umumnya besar kepala dan sok pintar,
beranggapan dirinya memiliki kemampuan serta memiliki
cara, inilah ketidaksadaran umat akan terbatasnya kekuatan
diri sendiri.

Kita tidak mungkin dapat bertahan hidup bila tiada langit,


apa kemampuan dari manusia? Apa kekuatan kita sebagai
manusia? Ketika nafas terputus kekuatan apa yang dimiliki?
Dapatkah kita terlepas dari langit? Jangan beranggapan me-
miliki cara bagus! Semua yang kita jalankan harus mengikuti
peredaran jodoh langit dan kehendak Tuhan. Dapatkah kita
menyatakan tidak ingin melaksanakan dalam era penyebaran

43
Tao ke seluruh dunia? Bagaimana caranya agar sesuai dengan
permintaan Tuhan? Yang kita jalankan sekarang masih belum
sesuai dengan keinginan Tuhan, inilah yang diingatkan oleh
Bapak Guru kemarin. Ini pertanda kita masih berada dalam
keadaan bahaya. Bukan dengan imigrasi kemari segala urusan
menjadi beres, bila yang dijalankan tidak sesuai dengan ke-
hendak Tuhan, segala yang kita laksanakan tidak akan diakui
oleh Tuhan, kita pun tidak dapat membayar dosa karma, ti-
dak dapat memupuk jasa pahala serta tidak dapat menyela-
matkan bencana. Mungkinkah umat mengandalkan kekuatan
sendiri untuk melunasi dosa karma? Tanyakanlah pada hati
nurani sendiri, bagaimana kondisi kita bila dibandingkan de-
ngan biksu Wu Ta?

Tahukah kita cerita tentang biksu Wu Ta? Berdasarkan pem-


binaan, pengorbanan dan pembelajaran, apakah kita se-
banding dengan biksu Wu Ta? Beliau sebagai penasehat bagi
raja, sangat menjaga pantangan, memiliki pengetahuan luas,
bahkan juga berbudi luhur; jika tidak demikian, mengapa
raja mengangkat beliau sebagai penasehat raja? Beliau se-
lama sepuluh kelahiran dari dinasti Han hingga dinasti Thang
menjadi biksu senior yang sangat menjaga pantangan teta-
pi tetap saja tidak dapat melunasi dosa karma sedikit pun,
mungkinkah dosa karma umat terlunasi dengan mengandal-
kan kekuatan umat sendiri? Mimpi! Sungguh hanya khayalan!
Umat tidak mungkin mengandalkan kekuatan sendiri untuk
melunasi dosa karma. Bukankah kita telah memahami kisah
biksu Wu Ta? Bukankah kita juga memahami kisah rubah liar

44
yang membina diri? Dalam kelahiran selama 500 kali menjadi
rubah, dia tetap membina diri, kelahiran sebagai rubah terjadi
hanya karena satu niat yang salah. Jika selama 500 kehidupan
tidak membina diri, bagaimana sang rubah dapat berubah wu-
jud menjadi manusia untuk datang mendengarkan dharma?
Seekor rubah yang telah memiliki kekuatan gaib yang dapat
berubah jadi manusia pun tetap berada dalam lingkaran re-
inkarnasi, tidak dapat terlepas dari tubuh rubah, jika bukan
berkat satu perkataan dari biksu Pai Cang, tidak tahu mesti
terlahir berapa ratus kali lagi sebagai rubah. Apakah terlepas
dari karma sedemikian mudah? Janganlah tidak mengetahui
batas kekuatan diri sendiri!

I. Kita tidak memiliki kekuatan sedikit pun bila me-


ninggalkan Tuhan; kita tidak memiliki budi sedikit
pun bila meninggalkan Tao

Kita tidak dapat menghilangkan kekuatan karma de-


ngan mengandalkan kekuatan sendiri, melainkan harus
mengandalkan kekuatan langit, artinya kita harus me-
lebur dengan langit. Kekuatan kita sangat kecil dan le-
mah, sebaliknya langit memiliki kekuatan tak terhingga.
Tuhan memiliki kekuatan tak terbatas, kita adalah ma-
nusia yang serba tidak mampu, sedangkan Tuhan serba
mampu. Manusia tidak memiliki kekuatan yang berarti
sehingga perlu melebur dengan langit dan Tuhan, agar
kekuatan langit dan Tuhan menjadi kekuatan kita. Para
Suci serta kelima nabi juga demikian. Kelima nabi tidak
45
mengutarakan apa yang mereka ingin katakan, melain-
kan menyampaikan apa yang Tuhan serta Para Suci lain
ingin mereka sampaikan. Yesus kristus menyampaikan
hal ini dalam kitab Injil juga. Oleh sebab itu, jangan be-
ranggapan dengan kekuatan sebagai pelaksana Tao, kita
sanggup menghilangkan dosa karma, jangan berang-
gapan apa yang sedang kita jalankan adalah sedang
memupuk jasa pahala dan budi.

Melintasi umat, berikrar vegetarian, menjadi ciang se,


menjadi kader, membuka ladang dan beramal adalah tu-
gas dari Tuhan, Kakek Guru, Bapak Guru dan Ibu Guru.
Akan tetapi tanpa karunia Tuhan, apa gunanya kita
melintasi umat? Tanpa ikrar besar dari Kakek Guru serta
budi luhur dari Bapak Guru dan Ibu Guru bagaimana kita
dapat berikrar vegetarian? Bagaimana mendirikan cetya
rumah? Bagaimana menjadi ciang se dan kader? Semua
adalah berkat karunia Tuhan dan budi luhur Guru. Ada
satu hal yang tidak boleh dilupakan yaitu bukan dengan
melakukan hal tersebut di atas kita lantas memiliki paha-
la, memiliki keberhasilan. Jika menjalankan hal tersebut
di atas memiliki jasa pahala, bisakah Tuhan menggugur-
kan orang yang berpahala? Jasa pahala tidak dapat dibi-
nasakan, mengapa pula ketika Lao Chien Jen meninggal
dunia demikian banyak pendahulu serta pelaksana Tao
yang gugur, bukankah semua hal tersebut di atas yaitu
melintasi umat, berikrar vegetarian, mendirikan cetya
rumah, menjadi ciang se, kader dan membuka ladang

46
juga mereka jalankan? Mengapa pula mereka terelimi-
nasi? Tuhan tidak mungkin dan tidak akan mengelimi-
nasi orang yang berbudi. Orang yang berbudi sangat di-
sayang oleh Tuhan, bagaimana mungkin Tuhan meng-
gugurkannya? Tuhan Maha Pengasih Maha Penyayang,
tidak mungkin sembarangan menggugurkan orang. Yang
harus kita ingat adalah bukan dengan menjalankan hal
tersebut di atas kita memiliki jasa pahala, melainkan
pada saat menjalankannya harus meletakkan keinginan
pribadi untuk mengikuti kehendak langit, dengan demiki-
an baru ada jasa pahala; bila menggunakan niat sendiri
untuk menjalankan tugas pemberian Tuhan, tetap akan
menanam dosa. Sebab akan menyebabkan umat salah
tafsir dengan kehendak Tuhan, ini merupakan dosa be-
sar, akhirnya pun tergugurkan. Orang yang menjalankan
tugas dari Tuhan berdasarkan kehendak sendiri bukan
berdasarkan kehendak Tuhan hingga membuat umat
salah tanggap akan kehendak Tuhan pasti akan terelimi-
nasi. Bukan Tuhan yang menggugurkan dia, melainkan
dia yang menggugurkan diri sendiri, sebab dalam hati-
nya tiada keberadaan Tuhan.

Oleh sebab itu, dalam menjalankan hal tersebut di atas


yang penting adakah kita menjalankan sesuai dengan
kehendak langit. Jika tidak dijalankan sesuai kehendak
langit maka Tuhan tidak akan mengakuinya, mengapa
Tuhan serta Para Suci mengakui semua yang dijalankan
oleh Chien Jen? Sebab yang dijalankan sesuai dengan

47
kehendak Tuhan. Kisah Raja Yin harus dijadikan cermin
bagi kita untuk mawas diri, jangan beranggapan pasti
memiliki pahala dan keberhasilan.

II. Yang paling penting dalam pembinaan dan


pelaksanaan Tao adalah melepaskan pandangan
pribadi, menyesuaikan dengan kehendak Tuhan,
mewujudkan kehendak Tuhan lewat perbuatan
kita, inilah yang dinamakan melaksanakan Tao.

Perbaiki pandangan yang salah untuk menerima kehen-


dak Tuhan, inilah pembinaan diri; mewujudkan kehendak
Tuhan lewat ucapan dan perbuatan kita agar umat me-
mahami kemuliaan dari kehendak Tuhan dan keagungan
dari firman Tuhan, inilah pelaksanaan Tao. Melaksanakan
Tao bertujuan untuk melintasi umat, agar lewat ucapan
dan perbuatan kita, umat memahami kehendak Tuhan,
menghormati firman Tuhan, memahami kemuliaan serta
keagungan dari firman Tuhan, hal inilah yang perlu kita
wujudkan. Inilah yang dinamakan pembina dan pelak-
sana Tao sejati. Bukan memamerkan diri sendiri, tiada
keakuan. Bila setiap umat dapat berbuat demikian, bu-
kankah dunia akan damai sentosa? Hal inilah yang harus
kita jalankan dengan gigih.

Tidak mungkin bagi pembina diri dan pelaksana Tao meng-


andalkan kekuatan sendiri untuk menghilangkan karma,
mencapai keberhasilan dalam pemupukan budi luhur,

48
mencapai pencerahan, terlepas dari roda reinkarnasi ser-
ta berpulang ke Surga. Mencius bersabda: ”Mengapit gu-
nung tinggi, melewati lautan utara, manusia menyatakan
”tidak sanggup”, sesungguhnya hanya tidak tulus.” Mu-
dahkah mengapit gunung tinggi melewati lautan utara?
Ataukah lebih mudah melampaui kelahiran kematian?
Dewa memiliki kekuatan gaib memindahkan gunung dan
lautan. Dalam cerita rakyat juga ada wanita bernama
Pheng Li Hua yang sanggup memindahkan gunung dan
lautan, namun dewa tidak dapat melampaui kelahiran
dan kematian, sebab masih berada dalam kekuasaan chi
dan shu (takdir). Oleh sebab itu, melepaskan diri dari
roda reinkarnasi jauh lebih sulit dibandingkan memin-
dahkan gunung dan lautan, tidak mungkin umat sanggup
melepaskan diri dari roda reinkarnasi dengan me-ngan-
dalkan kekuatan sendiri. Namun tidak berarti tiada ke-
mungkinan untuk terlepas dari roda reinkarnasi. Umpa-
ma tidak mungkin seekor semut mengandalkan dirinya
sendiri untuk berenang melewati samudera, seekor lalat
tidak mungkin dapat melewati samudera dengan men-
gandalkan dirinya sendiri. Bagaimanapun jagonya seekor
lalat terbang, lalat hanya terbang dalam ruang lingkup
sempit, umurnya juga pendek sehingga tidak mungkin
terbang ke tempat jauh. Namun mungkinkah dia pergi
ke tempat jauh? Mungkin. Kebetulan ada seekor kuda
sembrani yang lewat, lalat segera menangkap ekor kuda
ikut pergi ke tempat jauh, lalat bahkan tidak perlu ter-
bang sendiri.

49
Kita harus memahami pentingnya era Tao serta jodoh
Tao, umat tidak mungkin mengandalkan kekuatan sen-
diri untuk melepaskan diri dari reinkarnasi, kemungki-
nan ini baru ada bila berada dalam era Tao dan jodoh
Tao. Adakah kita sadari banyak orang yang melihat UFO
namun tiada orang yang berhasil menangkap UFO, ma-
nusia hanya pernah melihat UFO muncul di daerah ter-
tentu tanpa dapat melacak keberadaannya, meskipun
teknologi zaman sekarang demikian canggih. Tahukah
kita kecepatan dari pergerakan era Tao? Pergerakan UFO
masih terlihat oleh mata, pergerakan era Tao tak ter-
lihat mata, kecepatan pergerakan era Tao melampaui
angka hitungan di dunia. Kecepatan tercepat di dunia
adalah kecepatan dari cahaya, kecepatan cahaya pun ti-
dak dapat mengukur kecepatan peredaran dari era Tao.
Sang Buddha mengatakan bahwa dengan cara pembi-
naan pada masa pancaran merah seorang manusia harus
membina hingga tiga Asankheyya Kalpa (3 x 10 pang-
kat 51 tahun) baru dapat menjadi Bodhisattva. Ketika
Lao Chien Jen mengangkat arwah ibunya, ibunya saat itu
adalah arwah di neraka, setelah 30 tahun kemudian ibu-
nya datang mengikat jodoh dengan tulisan pasir dan me-
nyatakan dirinya adalah Bodhisatva Huei Cue (Arif dan
Sadar). Dalam 30 tahun ini melampaui 3 Asankheyya
Kalpa. Mari kita hitung satu tahun bagi kita pembina diri
adalah berapa tahun bagi mereka? Dengan demikian
tahukah betapa pentingnya masa satu tahun bagi kita
seorang pembina diri? Satu tahun bagi kita adalah juta-

50
an tahun bagi orang lain, dapatkah kita membayangkan
betapa cepatnya peredaran era Tao? Sang Buddha tidak
pernah menipu kita, manusia harus membina hingga tiga
Asankheyya Kalpa baru dapat mencapai tingkatan bodhi-
sattva, ibu Lao Chien Jen mencapai Bodhisattva hanya
mengandalkan perlindungan budi dari Lao Chien Jen saja,
bukan mengandalkan pembinaannya sendiri. Kecepatan
ini tidak dapat dipahami oleh agama manapun, juga ti-
dak dapat dihitung dengan angka di dunia. Kecepatan
dari peredaran era Tao tak terbayangkan oleh manusia,
kebenaran sejati pada dasarnya memang sulit dipahami.

Orang yang ingin memahami kebenaran terutama para


ciang se harus ingat bahwa segala dharma dari hati kita
harus bersumber dari firman Tuhan, sesuai dengan ke-
hendak Tuhan, memahami situasi langit, memahami
peredaran Tao sekarang, hingga muncul perubahan ajaib,
muncul berbagai dharma (cara) untuk menyelesaikan tu-
gas pemberian Tuhan secara bersama-sama. Demikian-
lah pembabaran dharma, bukan membabarkan dharma
yang ingin kita sampaikan, melainkan menyampaikan
kehendak Tuhan agar umat memahami situasi langit
dan jodoh Tao, berjuang bersama-sama untuk menyele-
saikan tugas dari Tuhan, sehingga kelak semua dapat
berpulang.

Kita telah membina dalam kurun waktu panjang, coba


renungkan mudahkah bagi kita untuk mengubah sifat

51
buruk dan emosi? Ini tidak mudah. Mudah untuk me-
nyampaikan dharma kepada orang lain, namun sulit un-
tuk mengubah diri sendiri. Sesungguhnya juga tidak se-
sulit itu untuk diubah, hanya saja kita tidak memahami
jodoh Tao dan era Tao, hati pun tidak melebur dalam
jodoh Tao dan era Tao. Bila hati kita dapat melebur dalam
jodoh Tao, mengikuti peredaran Tao, dengan kekuatan
peredaran Tao yang dahsyat, maka kecepatan dari pelu-
nasan dosa karma juga dahsyat. Bila dosa karma telah
lunas, tiada alasan tidak dapat mengubah sifat buruk
dan emosi. Seringkali sifat buruk dan emosi tidak dapat
diubah dikarenakan kita tidak memahami situasi langit
dan jodoh Tao.

Perlahan-lahan kita renungkan proses pembinaan selama


ini. Seringkali sebagai ciang se, kita merasakan dalam
membaca paritta maupun membabarkan dharma, ter-
dapat satu lapisan luar yang menjadi penghalang hingga
tidak dapat melihat jelas isi, sehingga terlihat mengerti
namun sebenarnya tidak mengerti juga dan kita sen-
diri tidak mengerti perasaan yang muncul dalam hati
sendiri. Percaya ciang se mempunyai perasaan seperti
ini. Ini adalah perjalanan hati! Dengan cara demikian-
lah semua orang meraba-raba. Kunci utamanya adalah
adakah hati kita mengikuti peredaran dari Tao? Adakah
kita segan pada firman Tuhan? Segan pada firman Tu-
han bukan suatu slogan, mengikuti kehendak Tuhan juga
bukan suatu motto, terlebih lagi bukan suatu formalitas,

52
ini adalah urusan pembinaan sejati, juga merupakan isi
dari hati. Bila tidak sepenuhnya segan pada firman Tu-
han, tidak mungkin memahami kehendak Tuhan. Harus
meminjam firman Tuhan untuk memahami kehendak Tu-
han, besarnya keseganan terhadap firman Tuhan menen-
tukan besarnya pemahaman atas kehendak Tuhan; bila
tidak cukup segan terhadap firman Tuhan, tidak mungkin
dapat memahami kehendak Tuhan.

Mengapa kelima nabi dapat memahami kebenaran dalam


jagat raya? Dapat memahami kehendak Tuhan? Mengapa
pula kehendak Tuhan dapat terwujudkan lewat diri be-
liau? Sebab Para Suci segan terhadap firman Tuhan. Lao
Chien Jen dan Chien Jen menggunakan seluruh hidupnya
untuk menyelesaikan misi dari Tuhan. Seseorang yang
sungguh segan terhadap firman Tuhan akan mengesam-
pingkan hidupnya sendiri dan menganggap misi hidup
serta firman Tuhan lebih penting daripada nyawanya. Dia
dapat mengorbankan nyawanya untuk melindungi firman
Tuhan, juga dapat mengorbankan hidupnya untuk me-
nyelesaikan misinya. Para Suci, Lao Chien Jen serta Chien
Jen telah memberikan teladan bagi kita, semuanya ter-
lihat jelas. Orang yang sungguh segan terhadap firman
Tuhan adalah orang yang mengesampingkan seluruh ke-
hidupan pribadinya untuk menyelesaikan misi pemberi-
an Tuhan. Bila dalam hati segan terhadap firman Tuhan,
mana berani bersikap egois? Mana berani berpandangan
salah? Jika ingin menerobos, maka harus memahami ke-
hendak Para Suci lewat membawa wejangan Para Suci.
53
Meskipun tanpa segan terhadap firman Tuhan, kita juga
dapat memahami sedikit kebenaran dan beranggapan
kita telah memahami kebenaran sejati, namun hanya
kebenaran dalam hati manusia saja, hanya sesuatu yang
kita anggap sebagai kebenaran, kebenaran ini tidak ber-
guna sama sekali, tidak dapat mengobati sifat buruk dan
emosi, sebab tidak dapat mengubah takdir maupun na-
sib. Kebenaran sejati adalah dapat menciptakan segala
perubahan atas takdir; kebenaran sejati dapat mencip-
takan serta mengubah segala nasib, tidak ada istilah ti-
dak dapat mengubah sifat buruk dan emosi.

Segala kebenaran bersumber dari firman Tuhan. Kita be-


ranggapan semua kebenaran telah habis diutarakan oleh
Nabi Konfusius, segala dharma telah selesai dibabarkan
oleh Sang Buddha selama 49 tahun. Suatu ketika Sang
Buddha mengajak murid-murid pergi ke dalam hutan dan
memunggut beberapa lembar daun dari tanah, menurut
kalian daun di telapak tangan Saya lebih banyak atau-
kah daun di seluruh hutan? Murid menjawab: ”Tentu saja
daun di dalam hutan.” Sang Buddha menjawab: “Be-
tul! Dharma yang dapat Saya sampaikan kepada kalian
bagaikan daun di tanganku, sedangkan dharma yang ti-
dak dapat Saya sampaikan kepada kalian bagaikan daun
di seluruh hutan.”

Oleh sebab itu, Para Suci segan terhadap firman Tuhan


dan mewujudkan kehendak Tuhan. Kita lihat “Perubahan

54
Ajaib Kesadaran Hati” di luar dan dalam negeri telah diji-
lid menjadi satu buku tebal, tidakkah kita merasa heran
mengapa Yuen Cang Se Siong mengerti demikian ba-
nyak? Yuen Ciang Se Siong mendapatkan mandat dari
Ibunda Suci untuk menyampaikan kehendak Tuhan agar
kita paham, sehingga demikian banyak perkataan yang
disampaikan; jika menyampaikan maksud sendiri, naik
mimbar tidak sampai 5 menit pun telah selesai, pokoknya
yang saya persiapkan sedemikian, setelah naik mimbar
sampaikan kepada semua, selesai lalu turun mimbar.

Yang disampaikan Para Suci zaman dulu adalah mengek-


spresikan kebenaran. Sebagai ciang se, kita selama ini
menyampaikan apa yang kita ketahui. Dalam proses be-
lajar kita juga menyampaikan apa yang kita ketahui. Jika
menyampaikan apa yang kita ketahui, ini hanya dalam
tahapan pengetahuan, bukan tingkatan kearifan. Di-
katakan pengetahuan yaitu kita sanggup menyampaikan
bila kita tahu, kita tidak sanggup menyampaikan bila ti-
dak tahu; kita lihat dan dengar baru dapat menyampai-
kan; kita tidak sanggup menyampaikan apa yang tidak
kita lihat, apa yang tidak kita dengar. Sebagai ciang se,
jangan hanya berhenti pada penyampaian pengetahuan,
sebab suatu hari kita akan merasa tak berdaya. Sebab
semua yang kita ketahui telah disampaikan, tidak tahu
harus menyampaikan apa lagi, semakin disampaikan se-
makin tidak percaya diri. Inilah hal yang harus dihindari
sebagai ciang se, ini pertanda kita telah diam di tempat.

55
Bila menganggap apa yang kita ketahui dan pahami
sebagai kebenaran, kita akan berhenti di sana. Ini ti-
dak boleh. Pengetahuan hanya sebuah alat, bukanlah
kebenaran, kita harus menerobos terus menerus agar
tidak berhenti di tempat. Dengan meminjam apa kita
menerobos? Seorang yang bercita-cita untuk membina,
melaksanakan dan menjadi ciang se pasti ada niat untuk
menerobos, dia akan terus mendalami kitab suci, kelas
dharma serta menganalisa dharma, namun tidak tentu
akan ada terobosan. Mengapa? Sebab ada kunci uta-
manya yaitu harus segan terhadap firman Tuhan seutuh-
nya, baru dapat membawa jiwa kita melewati rintangan,
lalu memahami keberadaan dari kehendak Tuhan. Ini
tidak dapat dipahami dengan akal, sebab pemahaman
atas kehendak Tuhan tidak mengandalkan pengetahuan,
pengetahuan tidak dapat memahami kehendak Tuhan;
hanya dengan segan terhadap firman Tuhan, di bawah
naungan sinar Para Buddha kita baru dapat memahami
kehendak Tuhan.

Umpama Tuhan mengukir kehendak-Nya di sebuah


prasasti, namun prasasti berwarna hitam hingga tidak
terlihat dan akhirnya menerka-nerka. Setelah menerka
setengah hari baru tertebak satu huruf, lalu menebak
kehendak Tuhan kira-kira adalah demikian. Jika kita se-
gan terhadap firman Tuhan, di bawah sinar Para Bud-
dha akan terlihat jelas, ternyata perkataan ini memiliki

56
makna seperti ini, tidak perlu menebak. Setelah mene-
bak setengah hari baru tertebak satu huruf, itupun tidak
mungkin dapat menebak artinya, akhirnya tetap tidak
mengerti. Karena kita tidak memiliki sinar, tidak dapat
memahami, kita tidak memiliki sinar saat ini sehingga
perlu meminjam sinar dari firman Tuhan serta sinar Para
Buddha baru dapat memahami kehendak Tuhan; namun
sinar Buddha tidak sembarangan bersinar. Sinar Buddha
hanya menerangi orang yang segan terhadap firman Tu-
han, segala masalah menjadi jelas di bawah sinar Bud-
dha. Ketika telah melihat jelas kehendak Tuhan, kita ti-
dak akan salah tafsir dan tidak salah dalam membimbing
umat. Para Suci mengingatkan kita jangan menganggap
segan terhadap firman Tuhan sebagai slogan, terutama
sebagai ciang se jangan hanya mengucapkan kata segan
terhadap firman Tuhan di mulut saja, melainkan harus
terpatri di sanubari dalam kehidupan sehari-hari, tidak
hanya pada saat mendengarkan dharma atau membaca
kitab suci.

57
IV. Wujudkan Kemuliaan dan
Keagungan Dari Firman Tuhan
Dalam Kehidupan Kita Sehari-hari

Kita akan mendapatkan penerangan sinar Buddha ketika bu-


tuh, juga akan memahami kehendak Tuhan, sebab kita biasa-
nya segan terhadap firman Tuhan. Bila segan terhadap firman
Tuhan setiap saat, Tuhan akan memberikan dukungan ketika
kita butuh, Tuhan akan menyinari agar kita memahami kehen-
dak Tuhan, dengan demikian kita tidak akan tersesat, tidak
akan salah tafsir. Seringkali kekeliruan dalam pembinaan dan
pelaksanaan Tao terjadi hanya karena kesalahan pada detik-
detik penting; ketika detik penting tersebut salah maka terjadi
kesalahan total. Apakah orang yang mengalami kecelakaan
sengaja menabrakkan dirinya dengan kendaraan lain? Yakin
tiada orang yang berani demikian, siapa yang rela menabrak-
kan dirinya ke tiang listrik hingga terjadi kecelakaan? Pada
detik terpenting, matanya tertutup oleh karma hingga terjadi
musibah. Bila pengendara mobil tidak memiliki budi atau-
pun leluhurnya tidak memupuk budi, akan mudah terjadi ke-
celakaan. Pernahkah kita mendengar orang mengatakan jalan
yang biasa dia tempuh adalah satu jalur, mengapa mendadak
menjadi dua jalur? Jika tidak berhenti maka pasti akan terjadi
kecelakaan. Kita dapat segera menyadari hal ini dan meng-
hentikan kendaraan sebab leluhur kita memupuk budi. Pada

58
detik tersebut, tanpa perlindungan budi dari leluhur dan budi
dari kita sendiri pasti akan salah jalan dan terjadi musibah.
Demikianpula halnya dalam pembinaan dan pelaksanaan Tao,
pada detik penentuan malah salah pandangan, tidak berjalan
menuju arah yang seharusnya. Oleh sebab itu, sebagai pem-
bina pelaksana Tao terutama ciang se harus ingat akan hal ini
dan senantiasa memupuk budi.

Selain memperluas pengetahuan dan wawasan, kita harus


memupuk budi pekerti; pemupukan budi tergantung pada ke-
seganan kita terhadap firman Tuhan; tidak mungkin ada budi
luhur yang terbentuk bila tiada keseganan terhadap firman
Tuhan. Para than cu dan ciang se tereliminasi sebab ketika
menjalankan tugas tiada keberadaan Tuhan dalam hati me-
reka; tanpa keberadaan Tuhan tidak mungkin ada hasil. Oleh
sebab itu, sebagai ciang se harus terus menyelami masuk ke
intisari dharma, baru dapat menyampaikan kebenaran, semua
ini harus mengandalkan hati kita bukan pengetahuan, hati
kita harus menyelami intisari dharma. Namun sungguh su-
lit bagi kita untuk menyelami intisari dharma. Berapa lama
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai Surga dengan pene-
muan pesawat luar angkasa yang tercanggih? Jangankan ke
Surga, hanya untuk mencapai planet lain pun butuh waktu be-
berapa kuantum cahaya, sehingga tidak mungkin dapat men-
capai Surga; ketika Para Suci hadir dalam memberikan tulisan
pasir terjadi demikian cepat bahkan tidak sampai satu detik,
dapatkah diukur dengan waktu? Oleh sebab itu, kecepatan
dari pergerakan era Tao dan jodoh Tao tak terukur oleh hitung-

59
an manusia.

Bila ingin melampaui pengetahuan dan ketentuan takdir un-


tuk menyelami kebenaran, hanya dapat dengan mengandal-
kan satu hal yaitu mengandalkan firman Tuhan. Tanpa firman
Tuhan tidak mungkin dapat menyelami kebenaran biarpun
mempelajari Tao. Dengan mengandalkan pengetahuan yang
tipis tidak dapat memahami kebenaran. Banyak professor
dan ilmuwan yang berpendidikan tinggi dan berpengetahuan
luas, namun tidak memiliki kearifan. Berpengetahuan tidak
tentu berkearifan, berpendidikan belum tentu memahami ke-
benaran, sebab orang yang memiliki kebenaran akan memi-
liki prilaku yang sesuai kebenaran, orang yang bijaksana akan
memiliki prilaku yang bijaksana, orang yang berpengetahuan
pasti akan bersikap berpengetahuan, prilaku yang ditampilkan
berbeda-beda. Bila dalam hati segan terhadap firman Tuhan
maka pasti ada sikap segan terhadap firman Tuhan; bila dalam
hati tidak segan terhadap firman Tuhan maka pasti tiada sikap
segan terhadap firman Tuhan, semua ini dapat terlihat jelas.

I. Jika sebagai ciang se berniat untuk membabarkan


dharma dengan jelas agar umat memahami kehendak
Tuhan maka harus segan terhadap firman Tuhan dari
lubuk hati terdalam.

Setelah segan terhadap firman Tuhan, kita akan mema-


hami kehendak Tuhan, ini sungguh ajaib. Firman Tuhan dan
kehendak Tuhan adalah menyatu, seberapa kita segan ter-

60
hadap firman Tuhan, sebesar itu pula pemahamanmu terha-
dap kehendak Tuhan; seberapa kita segan terhadap firman
Tuhan, sebesar itupula sinar dari Tuhan akan menyinari hati
kita, sebesar itupula pemahaman kita terhadap firman Tu-
han, Tuhan Maha Adil. Mengapa Tuhan tidak mengutarakan
kehendak-Nya dengan jelas kepada kita? Mengapa Tuhan ti-
dak membocorkan semua rahasia langit kepada kita? Bukan
Tuhan tidak mengutarakan dengan jelas, kita telah dijelaskan
pun tetap tidak mengerti. Ketika dua orang bodhisattva se-
dang berbicara, arahat yang berada di samping mereka tidak
mengerti bahan pembicaraan mereka. Oleh sebab itu, pema-
haman tidak didapat hanya karena mengerti bahasa yang di-
sampaikan, sebab kebenaran adalah bersangkut paut dengan
tingkatan jiwa. Mengapa Bodhisatva harus terbagi menjadi
sepuluh tingkatan Bodhisatva? Bodhisatva tingkat dasar ti-
dak dapat memahami Bodhisatva tingkat kedua, Bodhisatva
tingkat kedua tidak dapat memahami Bodhisatva tingkat ke-
tiga, Bodhisatva tingkat ketiga tidak dapat memahami Bod-
hisatva tingkat keempat, Bodhisatva tingkat kedelapan dan
kesembilan tidak dapat memahami Bodhisatva tingkat kese-
puluh, sebab berhubungan dengan tingkatan jiwa, sehingga
kita harus belajar tiada henti.

Satu hal yang penting, sejak zaman dulu hingga kini dan
masa depan, yang disegani Para Suci adalah firman Tuhan.
Hanya dengan berlandaskan firman Tuhan, kita baru dapat
terus berupaya menyelami intisari dharma. Ketika firman Tu-
han sepenuhnya terekspresikan lewat hati kita, itulah saatnya

61
mencapai pencerahan; tidak mungkin tidak memahami kehen-
dak Tuhan setelah mencapai pencerahan. Semua ini tergan-
tung seberapa besar keseganan kita terhadap firman Tuhan.
Firman Tuhan dinamakan jiwa sejati, seberapa besar kesega-
nan kita terhadap firman Tuhan, sebesar itupula penghilangan
dosa karma, penghilangan kegelapan batin, pemulihan peny-
inaran, pemahaman atas kehendak Tuhan, penghayatan akan
intisari dharma serta perwujudan nyata dari kebenaran. Apak-
ah demikian mudah mendapatkan jasa pahala? Jasa pahala
didapatkan lewat kesungguhan hati. Gelar sebagai Lao Chien
Jen dan Chien Jen tidak mudah didapatkan, entah berapa ban-
yak jerih payah dari Beliau dan semua ini berhasil karena ad-
anya keseganan terhadap firman Tuhan, inilah kunci utama.
Keseganan terhadap firman Tuhan jangan hanya berada pada
hati manusia saja. Yakin semua orang dalam wadah Ketuhan-
an segan terhadap firman Tuhan namun kualitasnya berbeda-
beda.

Ada 3 tingkatan keseganan terhadap firman Tuhan :

1. Keseganan terhadap firman Tuhan sebatas wu-


jud.
Yaitu keseganan hanya pada kulit luar saja, mayoritas
orang berada pada tahapan ini. Ada orang yang segan
terhadap firman Tuhan hanya sebatas penampilan luar
saja, tidak memahami sesungguhnya maknanya. Ini ti-
dak dapat dikatakan segan melainkan menjilat dan men-
cari muka, hanya sebatas penampilan, sekedar basa-ba-

62
si. Namun dia juga beranggapan dirinya segan terhadap
firman Tuhan. Ini memang sulit dijelaskan sebab ada be-
berapa tingkatan. Kuman kakus hidup di kloset dengan
gembira, bila kita tangkap maka dia tidak akan dapat
bertahan hidup. Karena kita tidak dapat melihat kuman
kakus sehingga sulit untuk membayangkannya. Ketika
kita menangkap kuman kakus, kita berpikir: ”Kloset
sangat jorok, mengapa mau di sana?” Begitu kita men-
coba tangkap dia, dia langsung mati. Dia hidup senang
di lubang kloset dan segera mati ketika berada di tem-
pat bersih. Itulah sebabnya dia dinamakan kuman toi-
let yang tidak dapat terlepas dari toilet. Manusia juga
demikian, manusia sungguh kasihan. Umat sangat kasi-
han, bukan Para Suci tidak ingin menyelamatkan umat,
perumpamaan sama dengan kuman toilet, dia rela hidup
dalam kubangan kotoran baru dapat hidup dan senang.
Tiada Para Suci yang tidak welas asih, namun sulit bagi
umat untuk memahami kewelasasihan Para Suci.

Mayoritas orang dalam wadah Ketuhanan hanya se-


gan terhadap firman Tuhan sebatas wujud luar. Inilah
yang menyebabkan tersebarnya gosip, pergolakan dan
masalah. Sebab tidak mengerti wujud asli serta isi dari
firman Tuhan, hanya sebatas kulit luar dari firman Tu-
han, lalu menghormati kulit luar firman Tuhan bagaikan
menghormati wujud asli firman Tuhan, ini kesalahan fa-
tal. Firman Tuhan bukanlah suatu bentuk, firman Tuhan
hanya meminjam benda berwujud untuk menunjukkan

63
keagungannya. Jangan mencampakkan pangkal untuk
mencari ujung.

Hati kita harus sepenuhnya melebur dalam keseganan


terhadap firman Tuhan, jika tidak kita akan salah jalan
dan salah membimbing umat, tanpa memahami kehen-
dak Tuhan pasti akan salah berbicara. Bukan kita se-
ngaja menyampaikan dengan salah, melainkan kesala-
han terjadi tanpa dapat dihindari, hingga berdosa bukan
berpahala. Lalu bagaimana? Apakah lebih baik jangan
berbicara? Tidak demikian. Tuhan Maha Pengasih, Bapak
Guru, Ibu Guru, Lao Chien Jen, Chien Jen serta para pen-
dahulu terus memberikan kita kesempatan. Kita harus
segan terhadap firman Tuhan dari lubuk hati terdalam,
baru dapat memahami kehendak Tuhan; dengan mema-
hami kehendak Tuhan maka dapat memahami situasi
langit; setelah memahami situasi langit maka menger-
ti apa yang harus dilaksanakan. Bukankah kita hanya
menunggu bila tidak memahami situasi langit dan ti-
dak mengerti apa yang mesti dilakukan? Terkadang kita
malah menggerutu: ”Tien Chuan Se sungguh tidak we-
las asih, tidak menyuruh saya untuk melakukan tugas
apapun, hanya menganggap penting orang lain, tidak
menganggap penting saya.” Kita tidak sadar telah ber-
buat salah malah menyalahkan langit dan manusia. Kita
sendiri bersalah, sebab tidak memahami situasi langit,
tidak mengerti apa yang mesti dilakukan pada situasi
seperti ini. Mungkinkah orang yang segan terhadap fir-

64
man Tuhan akan melanggar aturan? Tidak mungkin!
Segala tata krama Buddha ditetapkan berlandaskan fir-
man Tuhan, tidak mungkin orang melanggar tata krama
Buddha bila segan terhadap firman Tuhan. Hanya orang
yang tidak paham akan firman Tuhan yang akan melang-
gar tata krama Buddha.

Firman Tuhan sebagai inti, tata krama Buddha sebagai


penggunaan, orang yang segan terhadap firman Tuhan
pasti akan menaati tata krama Buddha dalam pembi-
naan dan pelaksanaan Tao. Tata krama tidak dijelaskan
dengan kata-kata, tata krama Buddha adalah ucapan
dan perbuatan Para Suci, tata krama Buddha adalah per-
buatan yang sesuai dengan kebenaran, bukan berdasar-
kan apa yang kita suka, benci, kemelekatan pribadi, hati
manusia, ataupun hobi untuk menjelaskan tata krama
Buddha. Keseganan terhadap firman Tuhan tidak boleh
hanya sebatas formalitas, demikian juga ketaatan terha-
dap tata krama Buddha. Ini bersumber dari dalam hati
dan kebenaran. Jika hanya sekedar formalitas akan me-
nyebabkan perpecahan aliran dalam wadah Ketuhanan.

2. Keseganan terhadap firman Tuhan sebatas pera-


saan.
Yaitu keseganan terhadap firman Tuhan tergantung pada
kesukaan atau ketidaksukaan pribadi. Ketika sesuai
dengan maksud kita lantas beranggapan dia segan ter-
hadap firman Tuhan; jika tidak sesuai dengan maksud

65
kita lantas beranggapan dia tidak segan terhadap fir-
man Tuhan. Berdasarkan kecocokan dengan maksud kita
untuk menentukan kecocokan dengan kehendak Tuhan.
Banyak orang bersikap demikian, orang seperti ini ti-
dak dapat menyelami intisari dharma. Kata segan (cing
wei) bersumber dari Surga dan kebenaran. Firman Tu-
han pada kenyataannya adalah Surga, juga adalah Tu-
han. Keseganan terhadap firman Tuhan tidak mungkin
berlandaskan perasaan ataupun bentuk. Jika keseganan
terhadap firman Tuhan hanya sebatas perasaan maupun
bentuk, maka kita akan mengacaukan wadah Ketuhan-
an. Demikian banyak masalah yang muncul dalam wadah
Ketuhanan karena pendahulu memerintah junior dengan
meminjam nama firman Tuhan. Mengatasnamakan fir-
man Tuhan untuk memerintah junior merupakan kesala-
han fatal, ini disebabkan hanya segan sebatas bentuk.
Dia sendiri tidak segan terhadap firman Tuhan, namun
menuntut junior untuk segan terhadap firman Tuhan,
ini menciptakan kesalahan, penderitaan serta penyebab
munculnya permasalahan dalam wadah Ketuhanan.

Keseganan terhadap firman Tuhan mutlak bukan seba-


tas formalitas ataupun perasaan suka dan tidak suka.
Kegemaran dan kesukaan kita pasti mengandung unsur
keegoisan, pilih kasih serta kemelekatan.

3. Keseganan terhadap firman Tuhan sebatas pada


kebajikan tertinggi, sebatas pada kebenaran.

66
Keseganan terhadap firman Tuhan harus berdasarkan
kebajikan tertinggi, berlandaskan ketulusan tertinggi ter-
hadap Tuhan, tiada kemelekatan sedikitpun, tiada unsur
perasaan pribadi maupun keegoisan sedikitpun. Meneri-
ma sepenuhnya apa yang disampaikan oleh Tuhan tanpa
berani membantah satu kata pun, menjalankan semua
urusan berdasarkan firman Tuhan, dalam hati tiada ke-
akuan, inilah orang yang sesungguhnya segan terhadap
firman Tuhan. Oleh sebab itu, keseganan terhadap fir-
man Tuhan tiada pandangan pribadi, pandangan orang
lain, kemelekatan pada panjang umur maupun pandan-
gan umat, juga tiada kebiasaan pribadi, tabiat buruk
maupun emosi. Tidak benar bila segan terhadap firman
Tuhan berdasarkan kebiasaan, emosi dan kemelekatan
pribadi.

Tanpa segan terhadap firman Tuhan tidak dapat mema-


hami kehendak Tuhan, yang terjadi adalah salah penaf-
siran atas kehendak Tuhan, melencengkan kehendak
Tuhan, menfitnah kehendak Tuhan dan melanggar ke-
hendak Tuhan.

Dengan memahami kehendak Tuhan maka pasti akan


mengetahui apa yang Tuhan ingin kita lakukan pada saat
ini. Bukankah Lao Chien Jen dan Chien Jen demikian
juga? Kita menjalankan apa yang ingin kita jalankan,
sedangkan orang yang segan terhadap firman Tuhan
mengerjakan apa yang diinginkan oleh Tuhan, segala

67
perencanaan dan perbuatan disesuaikan dengan pesan
dari Tuhan.

Sebagai ciang se tentu sangat ingin memahami kehen-


dak Tuhan dan mengutarakannya kepada umat, namun
terkadang sulit bagi kita untuk memahaminya, sehingga
kita harus berupaya sepenuh hati untuk segan terha-
dap firman Tuhan, ini tidak datang dengan cuma-cuma.
Setelah kita berusaha sepenuh hati, budi luhur dari kese-
ganan terhadap firman Tuhan akan terekspresikan dari
hati kita, keagungan dan kemuliaan dari firman Tuhan
juga akan terekspresikan secara perlahan-lahan sei-
ring dengan keseganan terhadap firman Tuhan. Apakah
kewibawaan dan kharisma Lao Chien Jen dan Chien Jen
direkayasa? Tidak! Keagungan dari firman Tuhan akan
terlihat dalam ucapan dan perbuatan beliau secara oto-
matis. Inilah yang harus kita pelajari sebagai pembina
dan pelaksana Tao.

Tanpa firman Tuhan tiada kehendak Tuhan; tanpa kehen-


dak Tuhan tiada perubahan situasi langit; tanpa peruba-
han situasi langit tiada Tao yang dapat dilaksanakan.
Jika situasi langit tidak berubah memasuki masa pan-
caran putih, Tao apa yang akan kita laksanakan? Men-
gapa setelah masuk masa pancaran putih ada Tao yang
dapat dilaksanakan? Karena ada firman Tuhan, kehen-
dak Tuhan, dan mandat Tuhan, sehingga kita dapat
melaksanakan Tao, melintasi umat, berikrar vegetarian,

68
mendirikan cetya rumah, menjadi penceramah, menjadi
kader, membuka ladang, beramal, dan lain-lain. Tentu
saja Tuhan dan Para Suci tahu bahwa kita tidak mung-
kin langsung dapat memenuhi kehendak Tuhan dengan
melaksanakannya sekarang, sebab kita orang awam bu-
kan orang suci. Ketika Tuhan menyerahkan tugas ini ke-
pada kita bagaikan menurunkan sebuah tangga Surga,
tidak mungkin kita langsung loncat ke anak tangga ter-
tinggi; asalkan kita melangkahkan kaki menuju Surga
selangkah demi selangkah, tiada henti giat dalam men-
jalankan, tiada henti berusaha melebur dengan langit,
tiada henti berusaha memahami kehendak Tuhan, tiada
henti melepaskan keakuan, terus melangkah menuju
Surga, maka kita akan semakin dekat dengan Surga, se-
makin menjauh dari kemelekatan, terlepas dari kekua-
tan karma, perlahan-lahan melebur dengan Surga.

Para Suci dari zaman dulu hingga sekarang terus meng-


ingatkan kita untuk segan terhadap firman Tuhan, meski-
pun kita tahu pentingnya segan terhadap firman Tuhan
dan juga telah segan terhadap firman Tuhan, mengapa
sekarang dibahas kembali masalah ini? Sebab tidak tega!
Banyak pendahulu dan pelaksana Tao yang tereliminasi
setelah wafatnya Lao Chien Jen, yakin hingga saat ini
mereka juga beranggapan mereka telah segan terhadap
firman Tuhan dan menjalankan sesuai firman Tuhan, itu-
lah sebabnya mereka menjalankan seperti ini. Hal ini ha-
rus kita pahami.

69
Orang yang membelakangi firman Tuhan dalam men-
jalankan tugas tidak sadar dirinya telah membelakangi
firman Tuhan. Itulah sebabnya dalam era Tao dan jodoh
Tao ada orang yang tereliminasi. Ini adalah pengajaran
pahit dari sejarah masa dulu, kita harus mawas diri, se-
bab kita masih harus menjalankan. Kelak akan banyak
junior yang mengikuti kita dan perkembangan Tao di sini
akan maju pesat, kita akan memiliki banyak pengikut,
wadah Ketuhanan yang besar, proyek Tao yang besar,
pengaruh kita pun akan semakin besar. Jika tidak me-
miliki pandangan lurus, kita akan mempengaruhi banyak
orang juga akan mencelakakan banyak orang; jika ber-
pandangan lurus akan menyelamatkan banyak orang.

Oleh sebab itu, proyek Tao di masa lalu dengan masa


depan berbeda, karena perbedaan situasi langit, jodoh
Tao dan era Tao. Kita harus paham hal ini. Meskipun
ada banyak hal yang tidak leluasa untuk dibahas secara
mendetail dan tidak boleh diutarakan, namun kita semua
adalah ciang se yang kelak akan menanggung tugas be-
rat, sehingga harus diberitahukan kepada kita; namun
jangan beritahu orang lain setelah kita tahu, melainkan
kita harus paham hal ini. Jika tidak tahu posisi kita, maka
tidak dapat mewakili Tuhan untuk berbicara dan berbuat.
Tidak mungkin bagi orang yang tidak segan terhadap
firman Tuhan untuk membina dan melaksanakan Tao.
Hanya orang yang segan terhadap firman Tuhan yang
dapat mengenal jiwa sejati; hanya yang mengenal jiwa

70
sejati yang dapat mengetahui nasib; hanya yang men-
getahui nasib yang dapat menyelesaikan nasib; hanya
yang dapat menyelesaikan nasib yang dapat berpulang.
Sebab firman Tuhan adalah jiwa sejati, tanpa segan ter-
hadap firman Tuhan tidak mungkin mengenal jiwa sejati.
Orang yang tidak segan terhadap firman Tuhan akan me-
nimbulkan masalah dalam wadah Ketuhanan; orang yang
segan terhadap firman Tuhan, maka dalam pembinaan
dan pelaksanaan Tao tidak berani menimbulkan masalah
dalam wadah Ketuhanan. Tidak hanya dalam wadah
Ketuhanan bahkan dalam segala tindak-tanduknya baik
berjalan, diam, duduk, tidur pun senantiasa sesuai hati
nurani dan firman Tuhan. Orang yang segan terhadap
firman Tuhan pasti akan bertutur kata, berbuat dan ber-
sikap sesuai dengan firman Tuhan. Keseganan terhadap
firman Tuhan bukan suatu slogan, orang yang segan ter-
hadap firman Tuhan dari awal hingga akhir tetap akan
menjalankan sesuai dengan firman Tuhan. Lao Chien Jen
berkata: ”Mengorbankan raga, nyawa, seluruh hidup dan
tiada bersalah.” Orang yang segan terhadap firman Tu-
han di dalam hatinya penuh dengan firman Tuhan, per-
buatan dia senantiasa sesuai dengan jiwa sejati, sehing-
ga dia dapat memaksimalkan jiwa.

Yang dimaksud dengan memaksimalkan jiwa adalah


dari hati dan raganya mengalir perbuatan yang sesuai
dengan jiwa, mengalir keluar kemuliaan dan keagungan
terhadap firman Tuhan, tidak peduli apakah sikapnya

71
kegila-gilaan atau sangat berwibawa. Bapak Guru pada
dinasti Sung juga bersikap seperti orang gila, namun
tetap menunjukkan kemuliaan dan keagungan dari fir-
man Tuhan. Han Shan Se Te terlihat kegila-gilaan na-
mun juga menunjukkan kemuliaan dan keagungan dari
firman Tuhan. Umat tidak meremehkan Tuhan ataupun
Para Suci karena melihat kegilaan mereka, melainkan
semakin hormat kepada Tuhan dan Para Buddha. Ketika
seorang Buddha turun ke dunia untuk melintasi umat,
Beliau akan mempergunakan cara yang berbeda sesuai
dengan jodoh umat. Karena belum ada pelintasan umum,
ketika Para Suci datang ke dunia untuk mengikat jodoh
dengan umat adalah dengan menggunakan kekuatan
gaib melintasi umat. Meskipun mengikat jodoh dengan
umat dengan budi luhur yang baik namun sangat ter-
batas jodohnya. Bila melintasi umat dengan budi luhur
maka ucapan dan perbuatan kita harus sesuai dengan
segala aturan agar dapat menjadi teladan. Ketika Bapak
Guru terlahir pada dinasti Sung, beliau berpura-pura
bersikap kegila-gilaan demi mengikat jodoh luas, den-
gan kekuatan gaib mengikat jodoh baik dengan umat;
apakah Beliau berani demikian pada kelahiran kali ini?
Tidak boleh. Beliau sangat berwibawa, setiap ucapan dan
perbuatan mengekspresikan keagungan dan kemuliaan
dari firman Tuhan. Han Shan Se Te adalah Bodhisatva
Wen Shu dan Phu Sien, Beliau sering muncul bersamaan,
beliau berpura-pura gila untuk mengikat jodoh baik den-
gan umat dan melintasi umat, namun beranikah beliau

72
pada kelahiran sekarang? Beliau sangat berwibawa dan
berpenampilan agung.

Para Suci zaman dulu banyak yang mempergunakan


kekuatan gaib untuk mengikat jodoh dengan umat, se-
bab saat itu belum ada pelintasan umum, tujuannya un-
tuk mengikat lebih banyak jodoh dengan umat, sehingga
kelak ketika ada pelintasan umum baru dapat melint-
asi umat dunia. Pada saat Para Suci datang kembali
pada masa pancaran putih, Beliau menggenapkan janji,
mewujudkan cita-cita Beliau, menyelesaikan misi titi-
pan Tuhan. Cara apapun yang ditempuh Para Suci tetap
dalam keseganan terhadap firman Tuhan; baik sikap ke-
gila-gilaan maupun berwibawa bertujuan untuk mewu-
judkan kemuliaan dan keagungan firman Tuhan. Bila
beranggapan kita segan terhadap firman Tuhan dengan
tepat sekali, maka kita pasti akan mengetahui jiwa se-
jati sendiri. Sebab firman Tuhan adalah jiwa sejati, pasti
akan mencapai pencerahan dan melihat jiwa sendiri. Se-
berapa besar keseganan terhadap firman Tuhan sebesar
itu pula pencerahan, sebesar itu pula pengamatan ter-
hadap jiwa; tanpa segan terhadap firman Tuhan tidak
dapat dinyatakan mencapai pencerahan. Hanya dengan
segan terhadap firman Tuhan, baru dapat menembus
semua sumber dari dharma, memahami intisari dari
jiwa sejati, juga tidak akan jatuh dalam kehampaan dan
khayalan. Dengan segan terhadap firman Tuhan, segala
ucapan, tindakan, mata, telinga, hidung, lidah, badan

73
maupun pikiran berfungsi ketika memiliki raga, semua
ini mengekspresikan keagungan firman Tuhan, sehingga
umat memahami kemuliaan dari firman Tuhan, ini adalah
jenis orang yang dapat mengenal jiwa sejati.

Mengapa sesama manusia ada masalah? Karena tidak


mengenal jiwa sejati. Yang dimaksud dengan mengenal
jiwa sejati adalah dapat memaksimalkan jiwa sendiri.
Dengan memaksimalkan jiwa sendiri baru dapat me-
maksimalkan sifat manusia; tanpa memaksimalkan jiwa
sendiri tidak dapat memaksimalkan sifat manusia. Men-
cius bersabda: ”Orang yang memaksimalkan hati akan
mengenal jiwa; orang yang mengenal jiwa akan menge-
nal Tuhan.” Dengan berlandaskan jiwa dan membina jiwa
baru dapat mengenal Tuhan, dengan memaksimalkan
jiwa sendiri baru dapat memaksimalkan sifat manusia;
dengan memaksimalkan sifat manusia baru dapat hidup
akur, keteladanan konfusianisme terwujudkan dengan
cara ini.

Pembina dan pelaksana Tao sejati bersikap adil dan rata


dengan melihat jiwa sejati dan bersikap saling menghor-
mati, jika keseganan kita terhadap firman Tuhan tidak
setara kebajikan tertinggi dan tidak setara kebenaran,
maka kepedihan dalam wadah Ketuhanan masa dulu
akan terulang kembali, ini sungguh tidak baik. Akhir
yang mengenaskan dari wadah Ketuhanan masa dulu
disebabkan tidak mengerti untuk segan terhadap firman

74
Tuhan, hanya sebatas formalitas dan perasaan hingga
menimbulkan perpecahan dan penderitaan dalam wadah
Ketuhanan. Kisah pahit di masa lalu dituntut oleh Tu-
han untuk tidak terulang kembali sebab misi era baru
Tao adalah untuk mewujudkan perdamaian dunia, misi
dari era baru Tao adalah menjayakan kembali keteladan-
an konfusianisme, Tao benar-benar tersebar ke empat
penjuru hingga tercipta perdamaian dunia yang sesung-
guhnya. Para Suci memberikan petunjuk: ”Perdamaian
terjadi pada masa ini.” Sekarang bukan jauh tak terjang-
kau melainkan terjadi sekarang, dengan lain kata perda-
maian dunia tinggal hitung hari; namun ini tergantung
kita. Jika tidak kita laksanakan dengan baik dari pon-
dasinya, perdamaian dunia tetap jauh tak terjangkau;
jika setiap pelaksana Tao dan ciang se segan terhadap
firman Tuhan dari lubuk hati terdalam, bukan menun-
tut orang lain untuk menghormati kita, melainkan setiap
orang menghormati firman Tuhan, maka perdamaian du-
nia tinggal menghitung hari saja. Sebab firman Tuhan
adalah sumber kita, kewajiban kita dan tempat asal kita.
Dengan adanya firman Tuhan kita baru dapat mengenal
jiwa, setelah mengenal jiwa baru dapat mengenal nasib.
Firman Tuhan adalah jiwa sejati kita, setelah mengenal
jiwa sejati sendiri baru akan mengenal kedudukan asal,
baru akan menunaikan kewajiban dan menjalankan tu-
gas; tidak segan terhadap firman Tuhan pasti tidak akan
memahami jiwa sendiri, tanpa mengenal jiwa sendiri
bagaimana dapat mengenal jiwa orang lain?

75
Mengapa tidak membina dengan baik? Sebab mengang-
gap sifat dan kebiasaan sebagai watak sejati. Mengapa
manusia tidak akur? Sebab menganggap sifat dan ke-
biasaan sebagai watak sejati. Mengapa banyak gosip
dalam wadah Ketuhanan? Sebab menganggap sifat dan
kebiasaan sebagai watak sejati. Beranggapan diri sendiri
telah berlandaskan jiwa sejati dalam pelaksanaan hingga
akhirnya menimbulkan gosip dan kekacauan dalam wa-
dah Ketuhanan; namun dia tidak merasa dirinya salah,
dia tetap beranggapan dirinya menjalankan dengan ber-
landaskan keseganan terhadap firman Tuhan, karena ke-
seganan dia sebatas formalitas dan perasaan sehingga
menimbulkan banyak penderitaan di masa lalu. Chien
Jen terus mengatakan: ”Semua penderitaan kita di masa
lalu harus berhenti pada diri kita, pada saat tiba di diri
kita, kita harus menguraikannya dan melanjutkan yang
baik kepada junior, jangan mengestafetkan hal yang bu-
ruk.” Ketika kita membuka ladang, Chien Jen terus me-
ngatakan: ”Jangan membawa kebiasaan buruk di Taiwan
ke tempat pembukaan ladang, bawalah semangat pe-
ngorbanan dan kontribusi dari Para Suci serta semangat
pengorbanan dan kontribusi Lao Chien Jen dalam melin-
tasi umat dan menyelamatkan dunia ke tempat pembu-
kaan ladang, agar semua umat di muka bumi menghaya-
ti sinar dari Tuhan, kasih dari Tuhan, dan karunia dari
Tuhan.” Oleh sebab itu, segala hal yang buruk setelah
tiba pada diri kita harus dilepaskan seluruhnya. Jika kita
sendiri tidak dapat melaksanakannya, bagaimana me-

76
nyuruh junior untuk melaksanakannya? Kita harus mera-
sa memiliki misi, merasa memiliki tanggungjawab, dimu-
lai dari diri sendiri menjadi suri tauladan.

Oleh sebab itu, dengan segan terhadap firman Tuhan


maka kita akan mengenal jiwa, setelah mengenal jiwa
baru mengenal nasib, mengetahui apa yang Tuhan in-
gin para pelaksana Tao laksanakan pada situasi langit
saat ini. Apa kedudukan asal kita? Situasi (waktu) dan
kedudukan tidak terpisahkan, jika dipisahkan maka kita
bukan pembina diri lagi dan kita tidak memahami apa
yang dimaksud dengan membina diri. Ketika ada situasi
pasti ada kedudukan, dengan adanya kedudukan pasti
ada situasi, penggabungan situasi dan kedudukan dina-
makan Tao yaitu Tao dilaksanakan pada situasi.

Dalam kitab Yi Cing bagian Kun Kua sangat penting bagi


kita sebagai pembina pelaksana Tao, sebab adalah men-
getahui untuk berhenti. Kun berarti berhenti. Membina
dan melaksanakan Tao harus mengerti untuk berhenti
dan berhenti pada kebajikan tertinggi. Dalam bagian
Kun Kua kitab Yi Cing, nabi Konfusius berkata: ”Ketika
situasi berjalan maka berjalanlah; ketika situasi berhenti
maka berhentilah.” Jika menjelaskan hanya berdasarkan
hurufnya, seringkali terjadi kekeliruan. “Pada saat harus
melaksanakan maka harus melaksanakan; pada saatnya
harus berhenti maka harus berhenti”, penjelasan seperti
ini adalah salah. Kita tidak boleh hanya menjelaskan ber-

77
dasarkan arti dari aksara saja, harus kita ketahui masih
ada perubahan situasi langit. Darimana asalnya peruba-
han situasi langit? Dari kehendak Tuhan, sedangkan di
dalam kehendak Tuhan pasti ada firman Tuhan. Dengan
demikian darimana asalnya situasi (waktu) ini? “Situa-
si” di sini bukan berdasarkan anggapan kita, melainkan
ketika firman Tuhan menyuruh kita melaksanakan, baru
kita laksanakan; bila firman Tuhan tidak menyuruh kita
untuk melaksanakan maka jangan laksanakan.

Bila Tuhan menyuruh kita untuk berhenti melaksanakan,


apakah kita boleh mencoba untuk melaksanakan? Kita
tidak boleh laksanakan. Bila Tuhan menyuruh berhenti
melintasi umat, coba kita lintasi! Kita tidak boleh melin-
tasi. Demikianlah maksudnya. Jika kita tidak menjalank-
an yang diperintah Tuhan, sebaliknya menjalankan apa
yang dilarang Tuhan, maka kita pasti akan tereliminasi.
Arti dari “Ketika situasi berjalan maka berjalanlah; ke-
tika situasi berhenti maka berhentilah” berusaha dijelas-
kan oleh para kaum konfusianisme di zaman dinasti Han
hingga dinasti Song, namun tetap tidak dapat dijelas-
kan, sebab tiada firman Tuhan. Mengapa Nabi Konfusius
adalah nabi pada situasi? Mengapa saat ini dinyatakan
sebagai penjayaan kembali ajaran konfusius? Semua ini
harus kita hayati.

Konfusius dinyatakan sebagai nabi pada situasi, se-


bab pada masa pancaran putih ajaran konfusius akan

78
jaya kembali, saat inilah masanya dan jodohnya, kita
hidup pada masa yang penting ini, sehingga kita ha-
rus menjalankan yang diperintahkan Tuhan. Oleh sebab
itu, sepenuhnya mengikuti kehendak Tuhan, tidak ber-
dasarkan perasaan dan kegemaran pribadi, sebab segala
perbuatan kita tidak akan diakui oleh Tuhan bila telah
melanggar firman-Nya. Firman Tuhan akan meminjam
kehendak Tuhan, situasi langit, jodoh Tao serta era Tao
untuk terwujud. Jika yang kita jalankan terlepas dari wa-
dah Ketuhanan, era Tao, jodoh Tao, ini dinamakan tidak
sesuai dengan situasi. Di dalam situasi pasti ada jodoh
Tao, era Tao serta wadah Ketuhanan. Dengan mening-
galkan situasi dan tidak memahami situasi maka tidak
ada era Tao, wadah Ketuhanan, jodoh Tao; dengan me-
ninggalkan wadah Ketuhanan, era Tao, jodoh Tao maka
segala yang kita jalankan tidak diakui oleh Tuhan, sebab
tidak sesuai dengan pergerakan situasi langit, hasil pun
menjadi nihil.

Ada orang yang menganggap wadah Ketuhanan bagai-


kan yayasan sosial, menganggap semuanya sama se-
dang melakukan kebajikan, bahkan kegiatan yayasan
lain lebih banyak daripada kita! Ini sungguh tidak pantas!
Tidak memahami Tao dan firman Tuhan sendiri, sungguh
mengecewakan Tuhan serta jerih payah Para Suci.

Pembina dan pelaksana Tao harus memahami situasi


langit dan memahami apa yang harus dikerjakan dalam

79
situasi sekarang. Jangan berpandangan awam seperti
orang biasa. Sepasang mata awam manusia hanya dapat
melihat dunia fana saja, tidak dapat mengetahui amanat
Tuhan. Yang terlihat umat hanya wujud luar saja, tidak
memahami kehendak Tuhan yang sesungguhnya di balik
wujud. Orang Suci mengikuti kehendak Tuhan dalam ber-
buat dan mengerjakan terlebih dahulu, sedangkan orang
biasa bertindak setelah wujud telah terlihat.

Yayasan sosial hanya sebatas pada wujud luar (xiang),


agama hanya sebatas perasaan (qi) sedangkan Tao seba-
tas kebenaran; Tao sebatas jiwa sejati, agama hanya se-
batas hati sedangkan yayasan sosial hanya sebatas raga
saja. Karena menolong raga umat sehingga terlihat jelas
dan umat menganggap kegiatan yayasan sosial sangat
baik, padahal sesungguhnya tidak memahami jiwa umat,
kecemerlangan jiwa dan hanya bertindak sebatas wujud
luar saja.

Semua yayasan sosial bertindak setelah ketentuan tak-


dir telah berubah, ketika bencana dan kebakaran telah
terjadi baru buru-buru mematikan api, membagikan
sembako bagi mereka yang rumahnya habis terbakar.
Keadaan seperti ini lebih baik ataukah kita memiliki per-
siapan baik sehingga tidak terjadi kebakaran dan dapat
melewati hidup dengan tenang yang lebih baik? Yang
manakah yang benar? Apakah tunggu dia telah habis ter-
bakar baru kita memberikan dua buah bacang untuk dia

80
makan? Tentu saja jangan sampai terjadi kebakaran. Na-
mun sebagai manusia tidak memahami hal ini, sehingga
terkadang Para Suci pun geleng-geleng kepala melihat
kita. Pepatah Hokkian mengatakan: ”Ulat yang ditolong
masih akan menggoyang-goyangkan badannya, tetapi
menolong manusia tiada guna.” Kita tidak sadar dengan
budi dari Para Suci yang telah membantu kita, juga tidak
tahu berterimakasih. Kita harus memahami bahwa Para
Suci menolong kita tanpa tuntutan, Para Suci menghalau
permasalahan untuk kita dan kita merasa semua ini me-
mang seharusnya demikian, toh saya tidak melakukan
kejahatan. Tahukah kita berapa banyak masalah yang
akan terjadi pada diri kita tanpa perlindungan Para Suci?
Di bawah perlindungan Para Buddha serta rahmat Tuhan
dan budi luhur Guru, banyak bencana yang terlewatkan.
Oleh sebab itu, bukan tiada masalah melainkan banyak
masalah. Banyak umat yang tabrakan dengan kondisi
mobil hancur tetapi orang tidak apa-apa, hanya pada
saat itu baru mengerti untuk berterimakasih atas karunia
Tuhan dan budi Guru. Mengapa tidak mengerti bersyukur
atas karunia Tuhan dan budi Guru ketika tidak terjadi
kecelakaan? Mengapa harus terjadi kecelakaan terlebih
dahulu dan orang baik-baik saja, baru dinamakan karu-
nia Tuhan dan budi Guru? Budi mana yang lebih besar?
Manusia memang tidak mengerti untuk bersyukur, se-
hingga akhirnya biar merasakan sendiri baru mengeta-
hui kebesaran karunia Tuhan dan budi Guru. Dalam hati
tiada keberadaan Tuhan, beranggapan diri sendiri sangat

81
hebat, berkemampuan besar, inilah sifat manusia yang
tidak tahu diri.

Yayasan sosial bertindak setelah musibah datang, aga-


ma satu tingkatan di atas yayasan sosial yaitu menguta-
makan pengajaran hati, menasehati umat untuk berbuat
kebajikan dan berharap umat tidak melakukan keja-
hatan. Yayasan sosial adalah menambal kejahatan yang
dilakukan oleh umat, setelah umat menerima balasan
karma baru dibantu, berharap kondisi dia tidak semakin
memburuk. Tentu saja ini sangat baik, bukannya yayas-
an sosial tidak baik, melainkan jika sungguh ingin me-
nolong umat, kebenaran dalam menolong umat adalah
menolong secara tak terlihat bukan menolong yang ber-
bentuk.

Beberapa tahun ini Para Suci sering menceritakan kisah


Membengkokkan Cerobong Memindahkan Kayu Bakar
yang terjadi pada dinasti Han. Pada masa itu rumah tidak
semewah sekarang, sebagian besar terbuat dari kayu.
Seorang saudagar kaya cerobong asap rumahnya ber-
bentuk lurus dan banyak kayu bakar diletakkan di dekat
perapian. Ada orang yang bijaksana ketika berkunjung
ke rumahnya mengatakan: ”Kamu harus hati-hati! Cero-
bong asap yang lurus sangat berbahaya, jika bara api
keluar dari cerobong asap dan jatuh di atap rumah akan
sangat berbahaya. Kamu harus bengkokkan cerobong
asap agar tidak ada kemungkinan bara api jatuh di atas

82
atap dan menimbulkan kebakaran. Kamu juga meletak-
kan banyak kayu bakar di dekat lubang perapian, seha-
rusnya kayu bakar ini dipindahkan.”

Saudagar ini beranggapan selama berpuluh-puluh ta-


hun keadaan rumahnya demikian dan tidak pernah ter-
jadi masalah, sehingga tidak mengikuti saran orang ini.
Suatu hari sungguh terjadi kebakaran, bara api semakin
besar, semua tetangga sang saudagar datang membantu
memadamkan api, ada yang rambutnya gosong dan ada
juga yang tubuhnya luka terbakar ketika membantu me-
madamkan api, akhirnya api pun berhasil dipadamkan,
namun manusia yang terluka dan kerugian materi juga
besar.

Demi berterimakasih atas bantuan para tetangga dalam


memadamkan api, sang saudagar mengadakan per-
jamuan mewah dan menempatkan posisi kursi mereka
sesuai dengan berat ringannya luka mereka. Yang terlu-
ka paling parah duduk di kursi kehormatan, yang terluka
ringan duduk di kursi kecil, intinya yang rambut terba-
kar dan wajah terluka duduk di kursi kehormatan. Ke-
tika acara akan dimulai, salah satu yang duduk di kursi
kehormatan berkata: ”Kamu kurang mengundang satu
orang.” Siapa ya? Bukankah semua orang yang mem-
bantu memadamkan api telah hadir?” Tidak, masih ada
satu orang yaitu orang yang menganjurkan kamu mem-
bengkokkan cerobong asap dan memindahkan kayu ba-

83
kar, kamu harus mengundang dia. Bukankah jika hari
itu kamu mendengarkan perkataan dia, kita tidak perlu
terbakar seperti ini? Untuk apa orang-orang datang me-
madamkan api?” Jika tiada kebakaran, apakah perlu me-
madamkan api? Manusia hanya mengerti untuk berteri-
makasih kepada orang yang membantu memadamkan
api, tidak tahu berterimakasih kepada orang yang men-
ganjurkan pada saat itu. Jika sang saudagar mengikuti
saran dari orang itu maka yakin kebakaran tidak akan
terjadi.

Yayasan sosial memberikan bantuan setelah terjadi ke-


celakaan, setelah ketentuan takdir dan jodoh telah terjadi
baru mengerjakan, sedangkan menyebarkan Tao bagai-
kan berjalan di depan ketentuan takdir dan jodoh, ketika
ketentuan takdir belum terjadi dan jodoh belum matang,
kita telah mulai menyelamatkan umat dunia, mulai men-
guraikan ketentuan takdir, mengubah ketentuan takdir,
mengubah nasib umat. Yang manakah yang sesungguh-
nya menyelamatkan umat? Mengapa kita hanya berbuat
sebatas wujud? Tao berada di depan segala ketentuan
takdir dan bentuk agar umat dapat sepenuhnya sadar,
sepenuhnya mengubah ketentuan takdir, mengubah na-
sib, mengubah seluruh hidupnya. Jangan menunggu ke-
jadian telah terjadi baru memberikan pertolongan, ini
sungguh menyedihkan. Welas asih dari Buddha Maitreya
dan Kakek Guru adalah berharap kita sangat bahagia;
kebahagiaan apa yang dapat dirasakan setelah tertimpa

84
musibah? Ini bukanlah kegiatan sosial yang sesungguh-
nya. Kegiatan sosial yang sesungguhnya adalah menye-
lamatkan dia sebelum tertimpa musibah, menghilangkan
semua bencana tanpa jejak.

Oleh sebab itu, jangan berpandangan sama dengan


umat awam, jangan beranggapan segala yang kita laku-
kan tidak berguna bagi umat dunia. Jika beranggapan
wadah Ketuhanan kita tidak melakukan kegiatan seperti
yang dilakukan oleh kegiatan sosial, maka pandangan
kita salah. Satu anak mendapatkan Tao, 9 tingkat ketu-
runan dan 7 tingkat leluhur melampaui kelahiran dan ke-
matian, apakah ini dapat dilakukan oleh yayasan sosial?
Apakah yayasan sosial dapat membantu kecemerlangan
jiwanya? Dapat membantu leluhurnya terlepas dari lau-
tan penderitaan? Kita harus tahu jelas apa yang sedang
kita lakukan.

Di dalam keseganan terhadap firman Tuhan, kita harus


memahami jiwa sejati kita; setelah memahami jiwa se-
jati kita, baru dapat mengetahui hati sendiri dan menge-
tahui isi hati orang lain, antar umat dalam wadah Ketu-
hanan baru dapat rukun. Baik terhadap senior maupun
junior, kita memaksimalkan jiwa dalam berbuat, kita me-
layani teman sepembina dan umat dengan memaksimal-
kan jiwa, ini adalah berlandaskan jiwa sejati. Diawali dari
keseganan terhadap firman Tuhan, kemudian mengenal
jiwa, mengenal kedudukan asal, mengetahui kewajiban

85
sendiri, kedudukan yang dimaksud di sini mutlak tidak
terlepas dari jiwa sejati.

“Bila dalam gerak maupun diam sesuai situasi, maka Tao


akan cemerlang”, ketika Tuhan menyuruh kita gerak,
kita harus gerak; ketika Tuhan menyuruh kita diam, kita
harus diam, namun harus bergerak ke arah mana dan
bagaimana cara bergerak bukan sesuai keinginan kita,
melainkan harus sesuai petunjuk dari Tuhan, dengan
demikian Tao baru dapat cemerlang.

II. Di dalam keseganan terhadap firman Tuhan, jiwa se-


jati kita akan semakin cemerlang serta akan semakin
jelas terhadap kedudukan sendiri.

Orang yang tidak cemerlang jiwanya tidak mungkin memaha-


mi kedudukan asli. Tahukah kita betapa pentingnya kedudu-
kan asli ini? Hou sie merasa umat tidak memahami pentingnya
kedudukan asal ini, kita sebagai pembina dan pelaksana Tao
harus mengetahuinya. Tadi telah dibahas bahwa dengan ada-
nya situasi (waktu) pasti ada kedudukan, waktu dan kedudukan
tidak terpisahkan, pengabungan waktu dan kedudukan adalah
Tao. Bila situasi dan kedudukan dipisah maka dinyatakan me-
langgar Tao, membelakangi Tao. Sesuai ataupun tidak sesuai
adalah bertolak ukur pada situasi langit, kehendak Tuhan dan
firman Tuhan, bukan berdasarkan benar salahnya hal yang
dilakukan. Pada umumnya kita menilai benar salahnya suatu
masalah berdasarkan masalah itu sendiri, setelah sekian ta-

86
hun membina diri, seharusnya kita meningkatkan iman, benar
dan salahnya menurut pendapat kita jangan hanya sebatas
pada masalah saja. Suatu masalah biarpun benar akan berlalu
juga, suatu masalah biarpun salah akan berlalu juga. Mengapa
kita melekat pada benar salahnya masalah dan melupakan diri
sendiri? Jika benar salahnya kita hanya sebatas pada perma-
salahan, ini dinamakan kemelekatan pada wujud. Kemeleka-
tan pada wujud ini sulit untuk dilepaskan.

Yakin kita semua pernah mendengar cerita tentang dua biksu


ingin menyeberang sungai, biksu senior mengendong seorang
wanita menyeberangi sungai, biksu junior merasa tidak nya-
man, tidak senang dan berpikir: ”Kita adalah orang yang men-
jaga sila, orang yang hidup suci, harus menjaga jarak antara
pria dan wanita, bagaimana boleh kamu mengendong wanita?
Dosa kakak sungguh besar, saya memohon Buddha welas asih
untuk mengampuni dosamu.” Sepanjang malam biksu junior
memohon Tuhan mengampuni dosa. Lalu bagaimana keadaan
sang biksu senior? Setelah mengendong wanita tersebut me-
nyeberangi sungai, hatinya kosong, tidak melekat pada wujud,
tidak melekat pada hati; tapi biksu junior bolak-balik badan
tidak dapat tidur, biksu senior pun bertanya: ”Mengapa kamu
mendesah panjang?” “Kakak, kita adalah pembina diri, men-
gapa kamu berbuat demikian?” Biksu senior berkata: ”Ma-
salah apa ya?” Biksu junior: ”Tadi ketika menyeberangi sungai,
mengapa kakak mengendong wanita itu?” Biksu senior: ”Saya
gendong wanita itu hanya sampai seberang sungai, mengapa
kamu sampai sekarang masih mengendong wanita tersebut?”

87
Coba kita renungkan, yang mana yang benar dan yang mana
yang salah? Dapatkah kita menyatakan benar atau salah ber-
dasarkan apa yang terlihat? Jika dipantau dari kejadian yang
terlihat, sudah tentu sang kakak yang salah, namun siapa pula
yang benar dan salah berlandaskan hakekat kebenaran, kesa-
lahan siapakah yang besar? Kita adalah pembina dan pelak-
sana Tao, juga adalah ciang se, jangan menghakimi benar dan
salah berlandaskan wujud, masalah pasti akan berlalu. Setiap
pembina dan pelaksana Tao harus berpikiran demikian, segala
wujud dalam dunia pasti memiliki kehendak Tuhan di dalam-
nya, segala yang terlihat dalam wadah Ketuhanan pasti ada
kehendak Tuhan di baliknya. Kita harus segan terhadap firman
Tuhan, yakin kepada kehendak Tuhan, jangan melekat pada
segala masalah, sebab semuanya pasti akan berlalu. Seperti
contoh cerita tadi, jika dihubungkan dalam wadah Ketuhanan,
kita sering melihat pendahulu bahkan junior kita melakukan
kesalahan, hingga muncul sikap tidak hormat terhadap pen-
dahulu atau muncul perasaan tidak suka kepada junior, siapa
yang benar siapa yang salah? Anggap saja dia memang salah
dalam penilaian tata krama Buddha, tetapi kita tidak melihat
niatnya, apakah kita mengerti dia berdasarkan niat seperti
apa dalam melakukan hal tersebut? Dia berlandaskan nafsu-
nya terhadap seksual dalam mengendong wanita itu ataukah
berlandaskan rasa kasihan? Mungkin saja dalam hatinya tiada
perbedaan antara wanita dan pria.

Dalam kisah Zen ada seorang bhikhuni yang pandai membabar-


kan dharma, seorang bhikkhu yang telah mendapatkan Tao

88
ingin menguji tingkatan pembinaan dia. Mereka berdua pun
saling bertanya dan saling menjawab, pada akhirnya sang
bhikkhu berkata: ”Jika memang demikian, bagaimana jika
malam ini kita tidur seranjang?” Setelah mendengar perkata-
an tersebut sang bhikkhuni sangat marah sekali dan terus ter-
ingat dalam hati hingga tidak dapat berbicara dan sejak itu dia
tidak membabarkan dharma lagi. Setelah beberapa tahun ke-
mudian, sang bhikkhu melewati tempat kediaman sang bhik-
huni lagi, tidak terdengar berita sang bhikhuni membabarkan
dharma lagi bahkan dia berubah menjadi tua sekali. Setelah
mengetahui permasalahannya, sang bhikkhu yang telah
mendapatkan Tao ingin membuka ikatan hatinya sehingga
dapat bertemu dengan dia lagi: ”Coba kamu tanyakan kepada
saya pertanyaan yang sama yang waktu itu saya tanyakan
kepadamu.” Sang bhikkhuni bertanya: ”Pria wanita malam ini
tidur bersama bagaimana?” Sang bhikkhu menjawab: ”Apa
salahnya ibu dan anak tidur bersama?” Mendengar perkataan
ini ikatan hati sang bhikkhuni pun teruraikan. Tentu saja tidak
masalah jika ibu dan anak tidur seranjang, siapa pula yang
berani menyatakan bahwa ibu dan anak tidak boleh tidur se-
ranjang? Ini hanyalah perubahan niat pikiran, manusia pada
umumnya melekat pada wujud. Hati digerakkan oleh wujud
(objek), bukan menggerakkan objek, hingga muncul banyak
kemelekatan dan dosa.

Segala permasalahan harus dipantau niatnya bukan pada ma-


salahnya. Jika melekat pada wujud, kita akan kebingungan;
seharusnya mencari tahu niat penggerak dibalik kejadian, den-

89
gan demikian kita tidak menjadi salah. Sebagai ciang se dan
pembina pelaksana Tao, jangan melihat masalah hanya seba-
tas wujud luar, melainkan berlandaskan kebenaran. Penilaian
seorang buddha, Bodhisatva dan manusia terhadap masalah
adalah berbeda. Umat manusia melihat masalah berdasarkan
wujud; orang bijak melihat masalah berlandaskan hati dengan
sikap empati, ini merupakan suatu peningkatan besar; Para
Suci melihat masalah berlandaskan jiwa sejati, ini berbeda.
Kita berbuat benar maupun salah adalah masalah sendiri,
Para Suci tetap dengan hati welas asih. Dengan berlandaskan
hakekat kebenaran, jodoh karma dan ketentuan takdir pun
terlihat jelas, benih karma dan buah karma terlihat jelas seka-
li; tetapi setelah melihat jelas, tidak muncul kebencian. Beliau
mengetahui benih karma ini pasti akan muncul buah karma
ini, dalam hati hanya muncul rasa kasihan, welas asih, niat
untuk melintasi, sebab tidak tega melihat kita menerima buah
karma buruk, sehingga memberitahu kita beberapa cara agar
dapat memutar roda karma. Para Suci dengan hati seperti ini
mengamati masalah, Beliau senantiasa mempertahankan hati
yang welas asih; jangan beranggapan Para Suci tidak melihat
masalah dengan jelas. Justru sebaliknya, Para Suci melihat
dengan sangat jelas. Mungkinkah kita membohongi Chien Jen,
apalagi membohongi Lao Chien Jen? Kita juga tidak mungkin
dapat membohongi Bapak Guru dan Ibu Guru. Orang yang
suci dan berbudi dapat melihat jelas diri kita. Seorang yang
mengetahui jiwanya sendiri pasti akan mengenal sifat manu-
sia. Dengan mendengarkan kita berbicara dan melihat ger-
akan kita, beliau mengetahui tingkatan pembinaan kita, tiada

90
kata tidak tahu, hanya Para Suci sangat welas asih, Lao Chien
Jen dan Chien Jen selalu memaklumi kita dengan kelapangan
dada, mendidik kita dengan kasih tiada batas, tiada lain den-
gan harapan kita dapat memahami kebenaran. Inilah yang
perlu kita pelajari dengan tekun.

Jika sebagai ciang se dengan sudut pandang yang salah, pan-


dangan yang salah serta niat yang salah dalam mengamati
masalah, maka akan salah dalam penilaian, ucapan kita pun
akan menjadi salah. Kita akan menyampaikan banyak ma-
salah dalam membabarkan dharma, jika niat kita melenceng
maka akan salah dalam penilaian terhadap masalah, ucapan
pun menjadi salah. Kita tidak boleh memiliki pandangan yang
sama dengan umat, jika pandangan kita setara dengan umat,
maka kita juga hanya umat biasa. Kita harus belajar menga-
mati masalah berlandaskan kebenaran seperti Para Suci. Oleh
sebab itu, harus senantiasa meningkatkan diri.

Tiada cara lain dan jalan pintas untuk meningkatkan diri send-
iri selain segan terhadap firman Tuhan. Jika memang ada ja-
lan pintas maka jalan pintas tersebut tidak lain adalah segan
terhadap firman Tuhan. Setelah segan terhadap firman Tuhan
dan memahami kehendak Tuhan, kita dapat mengamati ma-
salah dengan jelas, kita tidak berani menyalahkan Tuhan mau-
pun manusia. Kita mudah menyalahkan Tuhan dan manusia,
sesungguhnya dalam urusan apapun ada kehendak Tuhan di
dalamnya, apa yang kita keluhkan? Jika memahami kehendak
Tuhan, tentu kita akan sangat bersyukur, apakah berani me-

91
nyalahkan? Apakah Nabi Konfusius berani menyalahkan Tuhan
ketika terjebak dan kehabisan pangan dalam perbatasan kera-
jaan Chen dan Chai selama tujuh hari tujuh malam? Konfusius
sangat bersyukur, tiada keluhan sama sekali, hanya muridnya
bernama Ce Lu yang sangat tidak senang dan datang mem-
pertanyakan kepada Beliau, sehingga Ce Lu hanya mencapai
tingkatan orang bijak, bukan tingkatan orang suci; sedangkan
Yen Huei tidak bersuara sedikitpun sebab dia telah mendapat-
kan Tao dan memahami. Setelah keluar dari perbatasan kera-
jaan Chen dan Chai, Nabi Konfusius berkata kepada murid-
muridnya:”Kehabisan pangan di perbatasan Chen dan Chai
adalah keberuntungan saya, juga adalah keberuntungan ka-
lian.” Tahukah kita sungguh beruntung dapat kelaparan selama
tujuh hari tujuh malam? Ini harus rela sepenuhnya. Mengapa?
Karena bagaimana kita dapat menyalahkan Tuhan atas ka-
sih dan perhatian-Nya yang tak terbatas? Jangan memahami
kehendak Tuhan berlandaskan wujud luar dan menganggap
kehendak Tuhan adalah demikian. Boleh meminjam wujud un-
tuk memahami kehendak Tuhan namun wujud tersebut bukan
kehendak Tuhan, melainkan meminjam wujud untuk mema-
hami kehendak Tuhan dengan baik, kita juga harus sangat
bersyukur kepada Tuhan. Tuhan tidak akan mempermainkan
kita tanpa sebab, manusia dapat mempermainkan manusia,
Tuhan tidak akan mempermainkan manusia; manusia dapat
menyia-nyiakan manusia, Tuhan tidak akan menyia-nyiakan
manusia. Apakah Tuhan menyia-yiakan kita? Tidak mungkin
sama sekali. Mungkinkah Tuhan mempermainkan kita? Tidak
mungkin sama sekali. Jika demikian, apa yang kita salahkan?

92
Seharusnya kita merasa sangat malu dan menyesal sebab ti-
dak memahami kehendak Tuhan, jangan menyalahkan Tuhan.
Biarpun dalam keadaan lancar maupun tidak lancar, tetap ha-
rus bersyukur kepada Tuhan. Dengan hati bersyukur dan hati
bertobat untuk berterima kasih kepada Tuhan. Tuhan sangat
welas asih terhadap para pembina dan pelaksana Tao. Dalam
kelancaran maupun ketidaklancaran, terdapat kasih tak terba-
tas dari Tuhan di dalamnya, ini harus kita hayati dengan baik,
jangan berpandangan seperti umat awam. Orang bijak memi-
liki pandangan tersendiri, orang suci juga memiliki pandangan
tersendiri. Ketika di perbatasan Chen dan Chai, Ce Lu sedikit
tidak senang, ini merupakan tingkatan seorang bijak, tentu
saja setelah dijelaskan oleh Nabi Konfusius, keluhan dan ke-
bencian dalam hatinya langsung sirna, sehingga dia juga lulus
dari ujian. Waktu itu hampir saja dia tidak lulus.

Saat ini kita berada dalam masa perubahan era Tao, jodoh Tao
dan masa penyebaran Tao ke seluruh dunia, kita pasti akan
bertemu banyak masalah; sebagai ciang se ketika bertemu
masalah jangan terlontarkan satu kata pun yang menyalah-
kan Tuhan, sebab akan menggugurkan banyak umat. Seorang
ciang se tidak boleh mengucapkan satu kata keluhan apapun;
jika tidak yakin kepada Tuhan, bagaimana membuat umat
yakin kepada Tao dan kebenaran? Inilah pantangan terbesar
bagi ciang se. Jangan menampar mulut sendiri. Kita sendiri
mengatakan Tao baik, mengapa pula berkeluh kesah? Dalam
membabarkan dharma, kita menyatakan Tao sangat baik,
benarkah jika kita sendiri yang berkeluh kesah? Ini akan mem-

93
buat umat kebingungan. Kebenaran tidak bertolak belakang
(membingungkan), Tuhan juga tidak mungkin melakukan hal
yang membingungkan, hanya saja kita tidak memahami ke-
hendak Tuhan. Bagaimana kita dapat menyalahkan Tuhan jika
tidak memahami kehendak Tuhan? Kita hanya dapat meny-
alahkan diri sendiri mengapa tidak memahami kehendak Tu-
han, tidak boleh menyalahkan Tuhan.

Oleh sebab itu, sebagai ciang se harus melihat masalah ber-


landaskan kebenaran, baru dapat melihat jelas. Kita semua
dengan naik pesawat baru dapat kemari, bahkan naik pe-
sawat besar yang dapat terbang tinggi bukan naik pesawat
kecil yang terbangnya rendah. Bila kita lihat ke luar jendela
pesawat akan terlihat berlapis-lapis awan, lapisan awan yang
dapat turun hujan adalah lapisan terbawah, lapisan awan atas
tidak dapat turun hujan. Pesawat yang besar terbang di atas
ketinggian 30.000 kaki, di lapisan langit atas tidak turun hu-
jan, tiada mendung, tiada cerah; hanya pada langit bawah
yang ada. Oleh sebab itu, kita harus melihat masalah dengan
berdiri di atas, jangan berdiri di bawah. Jika berdiri di bawah
maka ada cuaca baik dan cuaca buruk. Mengapa beranggapan
orang ini baik dan orang itu tidak baik? Karena melihat ma-
salah dengan berdiri di bawah. Jika melihat masalah berlan-
daskan kebenaran tidak akan demikian. Ini merupakan iman
kita, tingkatan dari jiwa. Jika yang terlihat berbeda maka
hasilnya juga akan berbeda. Oleh sebab itu, berbicara dengan
orang bijak harus sedikit lebih hati-hati, sedangkan berbicara
dengan Para Suci harus sangat berhati-hati. Tentu saja kita

94
tidak dapat menutup-nutupi, akan tetapi percuma saja, lebih
baik jangan disembunyikan, yang alami saja. Intinya adalah
kita harus senantiasa meningkatkan jiwa dalam proses pem-
binaan dan pelaksanaan Tao, jangan menghentikan diri seba-
tas masalah saja.

Bagaimana caranya agar dapat terus meningkatkan jiwa? Ha-


rus berupaya dalam kedudukan asli. Kedudukan ini sangat
penting bagi kita. Di dalam kitab Yi Cing bagian Si Che Cuan,
bagaimana Nabi Konfusius memuji kedudukan ini? Konfusius
berkata: ”Pusaka besar bagi orang suci dinamakan kedudu-
kan (wei).” Tahukah kita betapa penting dan berharganya
kedudukan ini? Mengapa kita tidak dapat melihat jelas per-
masalahan? Mengapa tidak dapat menjalankan satu urusan
dengan baik? Sebab kita tidak menganggap penting kedudu-
kan ini, juga tidak memahami kedudukan asal kita. Bukankah
beberapa tahun lalu Chien Jen terus menekankan keagungan
kedudukan, keagungan karakter asli? Jiwa sejati, kedudukan
asal, kewajiban, karakter asli adalah bergandengan. Dengan
adanya jiwa sejati baru ada kedudukan asal, dengan adanya
kedudukan asal baru ada kewajiban, dengan adanya kewa-
jiban baru ada karakter asli. Dengan kehilangan jiwa sejati
pasti akan kehilangan kedudukan asal, yang lain juga tidak
perlu dibicarakan lagi. Sebab orang yang telah kehilangan
jiwa sejati dan kedudukan asal pasti membelakangi Tao, pasti
tak bermoral.

Asal mula dari membelakangi Tao dan tak bermoral adalah


telah kehilangan kedudukan.
95
“Dengan kehilangan kedudukan pasti kehilangan Tao, dengan
kehilangan kedudukan pasti kehilangan budi.” Segala pemu-
pukan budi tidak terlepas dari kedudukan asal; tiada budi pe-
kerti bila telah meninggalkan kedudukan asal. Sebagai ciang
se harus memahami hal ini. Tentu saja bukan hanya ciang se,
than cu memiliki kedudukan sebagai than cu, ciang se memiliki
kedudukan sebagai ciang se, kader memiliki kedudukan seb-
agai kader, Tien Chuan Se memiliki kedudukan sebagai Tien
Chuan Se, setiap pembina pelaksana Tao memiliki kedudukan
sendiri, kita tidak boleh meninggalkan kedudukan(posisi) kita.

1. Kita harus berdiri pada kedudukan (posisi) send-


iri untuk menunaikan misi titipan Tuhan, dengan
demikian baru dapat mencapai kesempurnaan.

Jika tidak tahu kedudukan sendiri bagaimana dapat


menunaikan kewajiban? Jika tidak menunaikan kewajiban
sendiri maka tidak ada keagungan dari watak. Umpama
sebagai Tien Chuan Se tidak boleh melampaui kewajiban
untuk mengerjakan tugas dari Chien Jen, sebab tidak
berada pada posisi tersebut; sebagai than cu dan ciang
se tidak boleh melewati kedudukan kita untuk menger-
jakan tugas Tien Chuan Se. Jika tidak berada pada po-
sisi itu maka tidak boleh menjalankan tugas pada posisi
itu. Oleh sebab itu, Konfusius menyatakan: ”Jika tidak
berada pada posisi tersebut, tidak mengerjakan urusan
pada posisi tersebut.” Oleh sebab itu, jangan melakukan
sesuatu jika kita tidak berada pada kedudukan tersebut,

96
terkecuali jika kita mendapatkan mandat, umpama Tien
Chuan Se mendapatkan mandat dari Chien Jen sehingga
berada pada posisi tertentu. Oleh sebab itu, tergantung
pada kedudukan asal kita, biarpun kita mendapatkan
mandat untuk mewakili Tien Chuan Se maupun Chien
Jen melakukan suatu tugas, kedudukan tersebut bukan
kedudukan asal kita, hanya perwakilan saja. Kedudu-
kan asal kita merupakan pemberian Tuhan, sehingga
dinyatakan kedudukan adalah pusaka besar dan pusa-
ka yang sangat penting. Pusaka bagi umat adalah harta
benda. Pusaka bagi orang baik adalah kebajikan. Orang
berbudi dan orang baik hanya sebatas tingkatan sebagai
orang bijak. Pusaka bagi orang awam adalah harta benda
atau nama dan kedudukan, inilah yang diperebutkan oleh
orang awam. Apakah sebagai pembina pelaksana Tao,
sebagai than cu, ciang se dan kader kita masih mem-
perebutkan hal ini? Tidakkah kita merasa sangat malu?
Orang suci zaman dulu membuang semua hal tersebut
bagaikan membuang sepatu robek. Apakah ketika Sang
Buddha Gautama ingin meninggalkan kedudukannya se-
bagai pangeran dengan berjalan keluar pelan-pelan lalu
balik badan dan terus berpikir: ”Sungguh disayangkan!
Sungguh disayangkan!”? Apakah ketika Nabi Konfusius
memakai topi kebesaran dan berkeleliling ke berbagai
negara bagian juga dengan sikap demikian? “Coba pakai
dulu, jika tidak kelak tidak dapat pakai lagi.” Para Suci
tidak menganggap penting kedudukan, umat manusia
beranggapan orang suci memperebutkan kedudukan.

97
Dalam hati orang suci hanya ada satu benda yaitu firman
Tuhan. Apakah Konfusius tidak tahu pasti akan mend-
erita berkeliling berbagai negara? Kita masih mengeluh
lelah, padahal keluar rumah ada mobil, paling tidak ada
kereta bawah tanah ataupun bis. Bagaimana Konfusius
berkeliling ke berbagai negara pada masa itu? Dengan
satu kereta yang ditarik dua ekor kuda, roda kereta pada
saat itu terbuat dari kayu yang keras bukan ban yang
berisi angin, jalanan pada masa itu juga tidak semulus
sekarang, banyak lubang ketika hujan turun, oleng ke
sana kemari tidak mulus, namun Konfusius melewati
satu negara demi satu negara, satu dusun demi satu du-
sun. Jika kita yang menempuh perjalanan tersebut, tiba
di tempat tujuan pun kepala sudah pusing tujuh keliling,
apakah masih dapat membahas Tao? Jika tidak percaya,
coba saja naik. Apakah Konfusius santai dalam berkeliling
berbagai negara? Apakah Konfusius tidak tahu? Apakah
sedemikian bodoh? Konfusius tahu jelas, namun firman
Tuhan tidak boleh dilanggar. Konfusius mengetahui fir-
man Tuhan ketika berusia 50 tahun, mengetahui bahwa
Tuhan ingin beliau berkeliling berbagai negara, sehingga
Beliau harus melakukannya. Siapa yang senang mener-
ima terpaan angin dan salju? Orang Suci dapat menjadi
orang suci adalah karena kedudukannya, ini merupakan
kedudukan yang memiliki misi yang merupakan karunia
Tuhan. Ini merupakan pusaka besar bagi pembina pelak-
sana Tao juga merupakan pusaka besar bagi orang suci.
Yang harus kita ingat adalah bila meninggalkan kedudu-

98
kan maka tiada budi yang dapat dibahas. Kedudukan
dibagi tiga jenis. Kedudukan ditinjau dari wujud yaitu ber-
landaskan apa yang terlihat pada diri kita serta kedudu-
kan kita di dunia. Dengan sepenuh hati kita melakukan
tugas sesuai kedudukan maka kita akan digaji oleh bos.
Kedudukan ditinjau dari hawa yaitu ditinjau dari hati
juga ada kedudukan yang dinamakan kedudukan jodoh.
Yang dimaksud dengan kedudukan jodoh adalah menjadi
suami, istri, orangtua, anak, kakak, adik dari orang lain.
Semua ini adalah jodoh dari kehidupan lampau. Bila kita
menunaikan kewajiban kita pada kedudukan jodoh akan
mendapatkan balasan rejeki, namun ini hanya sebatas
rejeki, tidak dapat menjadi budi. Oleh sebab itu, para
pejabat setia dan anak bakti masuk dalam barisan dewa-
dewi. Sungguh disayangkan hanya kekurangan satu hal
yaitu kedudukan yang sungguh sulit didapatkan pada za-
man dulu. Pada masa pancaran hijau dan merah hanya
guru penerang yang mendapatkan kedudukan ini, selain
itu tiada yang pantas mendapatkannya.

Dapat kita hayati perlahan-lahan mengapa Konfusius


mengatakan bahwa pusaka besar bagi orang suci adalah
kedudukan. Terlepas dari kedudukan, kita tidak mungkin
mencapai kesucian maupun kebuddhaan. Bagaimana-
pun kita berusaha keras dalam menunaikan kedudukan
jodoh dan kedudukan duniawi, tetap saja tidak mungkin
terlepas dari roda reinkarnasi. Bila kita berusaha keras
dalam kedudukan duniawi, hasil terbesar hanya men-

99
jadi orang kaya. Bila kita berusaha keras dalam kedudu-
kan jodoh, hasil terbesar hanya menjadi dewa. Hanya
kedudukan yang berasal dari Surga, kedudukan yang
bersumber dari jiwa sejati baru merupakan kedudukan
asal kita yang sungguh dapat membentuk jasa pahala
dan budi luhur. Dengan terlepas dari firman Tuhan, jiwa
sejati dan kedudukan asal tiada jasa pahala maupun budi
luhur. Meskipun dikatakan memiliki jasa pahala maupun
budi luhur, ini hanya sebatas perkataan semata yang ti-
dak nyata. Oleh sebab itu, pembentukan jasa pahala dan
budi luhur yang sejati harus bersumber dari jiwa sejati,
kedudukan asal pemberian Tuhan. Kedudukan ini sung-
guh penting, harus kita sayangi!

Yuen Cang Se Siong bersabda: ”Kedudukan sebagai ciang


se sungguh mulia, bila mengecewakan Chien Jen sung-
guh berdosa berat, bila bimbang untuk mendorong diri
sendiri, bila hanya memiliki jabatan tanpa menunaikan
kewajiban akan sulit mencapai kesempurnaan.” Ibun-
da Suci dengan marah mengatakan: ”Ini hanya duduk
menikmati hasil!” Jangan beranggapan kedudukan kita
tinggi sehingga pasti akan mencapai kesempurnaan. Se-
makin tinggi kedudukan semakin besar tanggung jawab,
tanpa menunaikan tanggung jawab, maka semakin tidak
dapat berpulang. Bila berusaha sepenuh hati dengan me-
ninggalkan kedudukan dan kewajiban, maka tidak akan
memiliki sedikit pun jasa pahala dan budi. Jika anda
adalah bos, mungkinkah anda memberikan gaji kepada

100
karyawan seperti saya yang tidak mengerjakan tugasnya
sendiri malahan pergi menyelesaikan pekerjaan orang
lain? Dia yang saya bantu malahan mendapatkan gaji
besar, lalu memberikan seratus dollar NT kepada saya
sebagai tips: ”Terimakasih telah membantu saya. sera-
tus NT ini untukmu.” Akhirnya saya dipecat dan hanya
mendapatkan seratus NT. Karena kita membantu orang
lain bekerja, tetapi tidak membantu bos bekerja. Oleh
sebab itu, jangan meninggalkan kedudukan sendiri un-
tuk mengerjakan tugas yang bukan merupakan kedudu-
kan kita. Jalankan kedudukan sendiri dengan baik ter-
lebih dahulu, jika masih sanggup baru membantu orang
lain. Suatu kesalahan bila meninggalkan tanggung jawab
sendiri untuk mengerjakan tugas orang lain. Jangan ber-
pendapat semua ini adalah urusan Ketuhanan! Semua
ini memang urusan Ketuhanan, akan tetapi kita memiliki
jabatan sendiri yang harus kita jalankan sebaik-baiknya,
kita harus membantu orang lain bila masih ada waktu dan
sempat. Kita harus sepenuh hati berlandaskan kedudu-
kan asal. Mungkinkah masih ada masalah dalam wadah
Ketuhanan bila setiap orang sepenuh hati berdasarkan
kedudukannya?

Orang yang dapat menjalankan kedudukannya dengan


baik pasti adalah orang yang telah memaksimalkan jiwa.
Orang yang mengenal hati akan mengenal jiwa, yang
mengenal jiwa pasti akan mengenal langit, pasti akan
mengetahui misi pemberian Tuhan kepadanya. Dia akan

101
sepenuh hati menjalankan tugas titipan Tuhan. Oleh se-
bab itu, kita harus menghargai kedudukan pemberian
Tuhan, ini merupakan misi kita, juga merupakan tang-
gung jawab kita.

Delapan point pengembangan dalam “Perubahan Ajaib


Kesadaran Hati”, point pertama tentang apa? “Perubah-
an Ajaib Kesadaran Hati” belum selesai sebab kita belum
menjadi Buddha.

2. Kita harus senantiasa mengingat kembali, mere-


nungkan dan mengembangkan.
Dalam proses pengembangan harus mengingat dan me-
renungkan kembali, setelah mengingat dan merenung-
kan kembali harus terus mengembangkan. Membuka
ladang di dalam maupun di luar negeri, terus mengem-
bangkan wadah Ketuhanan, terus mengembangkan
tingkatan jiwa. Kebenaran adalah tiada batas, sehingga
kita harus terus mengembangkan tingkatan jiwa serta
terus mengingat dan merenungkan kembali.

Setelah mengingat dan merenungkan kembali, point


pertama adalah membangun pandangan terpusat un-
tuk kebersamaan, menjadikan kebersamaan sebagai
kebanggaan, mengutamakan firman Tuhan. Hal ini san-
gat penting. Tentu saja semua ini masih dalam rahasia
Tuhan, namun kita harus berusaha menjalankan. Kita
harus berupaya menjalankan, mengutamakan kejayaan

102
bersama sebagai kebanggaan, misi pemberian Tuhan ke-
pada kita bersama yaitu misi dari era baru Tao untuk
memgembangluaskan Tao ke seluruh dunia juga harus
kita jalankan. Oleh sebab itu, kita harus menjalankan
misi pemberian Tuhan berlandaskan kedudukan kita se-
bagai ciang se.

103
V. MISI CIANG SE TIDAK LAIN ADALAH
MEMBANTU MENDORONG AGAR TUGAS
PENYEBARAN TAO KE SELURUH PENJURU
DUNIA DAPAT TERLAKSANA SEDINI
MUNGKIN, JUGA DAPAT TERBANGUN
DENGAN LEBIH SEMPURNA DAN
MANTAP, INILAH PEKERJAAN KITA
SEBAGAI CIANG SE

Kita harus giat dalam menunaikan misi, ini adalah kedudukan kita.
Jangan mengerjakan sesuatu di luar kewajiban kita, sebab pasti akan
mencelakakan Tao bukan membantu Tao. Konfusius mengatakan:
”Berlebihan ataupun tidak menjangkau adalah tidak standard.” Jika ti-
dak menjalankan kewajiban pemberian Tuhan dengan baik, kita ber-
salah; jika berbuat melampaui kewajiban kita hingga mengganggu uru-
san Tao, ini juga tidak benar.

Kita harus belajar perlahan-lahan untuk membedakan benar dan salah,


jangan menilai benar dan salah suatu masalah berdasarkan apa yang
terlihat. Belum tentu kita pantas mengucapkan satu perkataan yang
sama seperti yang diucapkan oleh orang lain sebab kedudukan berbe-
da. Umpama ucapan yang diutarakan oleh seorang ayah belum tentu
pantas diucapkan oleh seorang anak. Meskipun perkataan tersebut ti-
dak salah, namun dengan status sebagai anak kita tidak pantas men-
gucapkannya. Oleh sebab itu, kebenaran sebuah masalah dinilai dari
104
kedudukan kita bukan dari benar salahnya perkataan tersebut. Apak-
ah kita pantas mengucapkan perkataan tersebut dengan kedudukan
kita sekarang? Apakah kita pantas mengerjakan hal tersebut dengan
kedudukan kita ini? Jika tidak berada pada posisi tersebut, tidak seha-
rusnya kita mengerjakannya; pada umumnya kita tidak menilai benar
salahnya suatu masalah dari sudut pandang ini, melainkan memba-
has benar salah dari masalahnya sendiri. Jika tidak berada pada posisi
ini, tidak boleh melakukan urusan tersebut, kita bersalah jika menger-
jakannya; jika berada pada posisi tersebut namun tidak kita jalankan
maka kita berdosa.

Oleh sebab itu, kita harus memahami apa yang kita kerjakan harus
sesuai dengan kedudukan karunia Tuhan. Kita semua harus bertang-
gung jawab kepada Tuhan. Kita tidak boleh asal berbicara melainkan
harus dapat dipertanggung-jawabkan kepada Tuhan, Bapak Guru, Ibu
Guru, Lao Chien Jen, Chien Jen dan Tien Chuan Se, bahkan kepada
para junior dan teman sepembina.

Jika mengucapkan suatu perkataan yang tidak sesuai dengan kedudu-


kan, maka telah kehilangan karakter asli kita. Junior tidak akan meng-
hormati kita, demikian juga orang lain, sebab karakter kita telah rusak.
Kehilangan kedudukan pertanda kehilangan karakter, karakter telah ru-
sak. Jika karakter kita rusak, siapa pula yang akan menghormati kita?
Apakah benar jika kita menggunakan kekuasaan untuk memaksa orang
lain menghormati kita ketika mereka tidak menghormati kita lagi? Pen-
deritaan dalam wadah Ketuhanan akan muncul, demikianlah asal mula
munculnya berbagai penderitaan dalam wadah Ketuhanan. Kejadian
buruk di masa lalu jangan terulang kembali, sebab kejadian tersebut

105
disebabkan kita tidak berbuat berlandaskan kedudukan sendiri.

Kita harus berdiri pada posisi sendiri untuk memahami para penda-
hulu. Seseorang yang dapat menjalankan sepenuh hati berlandaskan
kedudukannya tidak akan berani menyalahkan Tuhan maupun manu-
sia, tidak akan berani menyalahkan pendahulunya, juga tidak berani
menindas juniornya; sebaliknya orang yang menganggap kedudukan
sebagai kekuasaan dan penghormatan akan menipu, mengelabui pen-
dahulu dan mencelakakan junior, ini sungguh tidak pantas. Orang sep-
erti ini telah kehilangan kedudukan asalnya, tidak mengerti apa yang
semestinya dia lakukan.

Sebagai ciang se harus berdiri dengan baik pada posisi masing-ma-


sing, mewakili Tuhan menjalankan Tao, mewakili Tuhan mewartakan
dharma, namun jangan sampai melampiaskan emosi dengan mengan-
dalkan kedudukan kita.

Di sini bukan tempat untuk melampiaskan emosi kita, melainkan tem-


pat untuk memperkokoh kemuliaan dan keagungan Tao, tempat untuk
menyucikan hati umat, agar umat memiliki satu jalan yang terang untuk
dijalani, agar umat mengerti untuk mengikuti, belajar dan meneladani.
Bukankah Chien Jen kita demikian? Terus membicarakan hingga jelas
sekali, sebab takut kita tidak jelas! Takut kita salah pengertian! Takut
kita tidak mengerti! Dengan posisi sebagai ciang se, kita tidak boleh
salah berbicara, reaksi dari kesalahan dalam berbicara sangatlah
cepat, dengan cepat karakter kita akan menjadi rusak. Jika kita ber-
bicara dengan benar dan serius dalam mewakili Tuhan membabarkan
dharma, seharusnya karakter kita semakin lurus, keteguhan semakin

106
lurus, ucapan dan perbuatan pun semakin lurus. Secara perlahan-lah-
an kemuliaan dan keagungan Tao akan terekspresikan lewat diri kita,
orang lain akan sangat hormat kepada kita; ketika keagungan firman
Tuhan terwujud lewat hati kita secara perlahan-lahan, tanpa berbicara
pun akan menggugah orang lain. Bukankah Lao Chien Jen dan Chien
Jen juga demikian? Karena firman Tuhan telah masuk dalam hatinya,
tanpa berbicara pun dapat menggugah orang lain; bila firman Tuhan
tidak masuk dalam hati, berbicara banyak hanya akan mencelakakan
orang. Jika firman Tuhan meresap dalam hati, secara otomatis akan
melebur dalam ucapan dan perbuatan sehari-hari. Ucapan, perbuatan
dan keteladanan Chien Jen dapat kita hayati, semua ini harus kita te-
ladani, setiap ciang se harus memiliki cita-cita seperti ini.

Ketika hou sie baru mempelajari Tao, ada dua orang yang memberikan
pengaruh besar kepada hou sie, hou sie menjadikan beliau berdua men-
jadi panutan. Mereka adalah Chen Tien Chuan Se di Kao Siung yang
telah wafat dan menjadi Chong Te Ta Sien dan Chien Jen kita. Karena
ada panutan yang sangat baik, sehingga pada masa awal mempela-
jari Tao dapat mempelajari dan meneladani. Kita harus mengikuti jejak
dan berusaha bagaimana caranya agar kita juga dapat menjadi teladan
yang demikian baik, sungguh hati dalam mewakili Tuhan membabar-
kan dharma, membuat umat memahami kehendak Tuhan yang ses-
ungguhnya. Ketika baru mempelajari Tao, hou sie tidak mungkin ada
kesempatan dekat dengan Lao Chien Jen, sehingga tidak memahami
budi Lao Chien Jen, biarpun mengetahui budi Lao Chien Jen sangat
besar. Sehingga ketika bertemu para ciang se hanya menceritakan ten-
tang Chen Tien Chuan Se dan Chien Jen, dulu juga pernah mendapat-
kan mandat dari Lao Chien Jen berkeliling membabarkan dharma di

107
Taiwan, hou sie juga sangat beruntung dapat menerima didikan dari
Chien Jen. Oleh sebab itu, dalam jiwa para ciang se dan dalam proses
pembelajaran Tao harus membentuk suatu keteladanan dan dipelajari
dengan baik. Pada masa sekarang, kita semua harus menjadi jelmaan
Chien Jen untuk mewartakan berita gembira dari Tuhan, agar semakin
banyak orang dapat berpartipasi dalam pembinaan pelaksanaan Tao
dan mencapai keberhasilan dalam perputaran jodoh Tao dan era Tao.
Oleh sebab itu, kedudukan terbentuk dari jodoh Tao dan era Tao, bi-
arpun terlepas dari era Tao dan jodoh Tao tetap ada kedudukan, na-
mun kedudukan ini tak berguna. Ada juga Tien Chuan Se, ciang se dan
than cu yang meninggalkan era Tao, namun apakah berguna? Jan-
gan beranggapan ini tetap adalah kedudukan. Kedudukan harus be-
rada dalam jodoh Tao dan era Tao. Tanpa berada dalam jodoh Tao dan
era Tao, percuma saja segala jerih payah, kedudukan tersebut telah
berubah dari ‘kedudukan kebenaran’ menjadi ‘kedudukan jodoh’ bah-
kan berubah menjadi ‘kedudukan wujud’.

Apakah kita merasakan bahwa para Tien Chuan Se, ciang se, than cu
maupun kader yang meninggalkan benang emas berfirman Tuhan han-
ya tinggal sedikit urusan Tao yang dapat dijalankan? Sekarang hanya
mengadakan kegiatan sosial, membantu membersihkan jalan raya,
memberikan bantuan pada musim dingin. Apakah benar mengubah
kedudukan asal menjadi kedudukan jodoh, mengubah kedudukan
jodoh menjadi kedudukan wujud? Dalam membina dan melaksanakan
Tao harus terus berupaya untuk meraih kesuksesan. Kedudukan asal
merupakan pemberian Tuhan dan sama sekali tidak boleh terlepas dari
jodoh Tao dan era Tao.

108
Umpama sebuah kursi wadah Ketuhanan dalam jodoh Tao dan era
Tao, jangan beranggapan mudah untuk duduk di atas kursi ini! Apak-
ah mudah untuk terpajang satu papan nama dalam ruang utama kuil
Konfusius? Nama yang terpajang dalam ruangan utama tersebut hany-
alah sepuluh orang luar biasa (ce ren), sedangkan orang bijak (sien
ren) hanya terpajang di ruangan timur dan barat. Dari sepuluh orang
suci yang duduk di dalam ruang utama di kedua sisi, hanya ada em-
pat orang yang duduk berbarengan dengan Konfusius, mereka adalah
empat orang suci (sheng ren). Apakah kita mengetahui kita duduk ber-
barengan dengan siapa? Dimanakah posisi duduk kita? Sekarang kita
tidak duduk di depan Konfusius melainkan duduk di hadapan Tuhan.
Dengan demikian dapat kita pahami betapa pentingnya kedudukan
ini! Ini merupakan singgasana pusaka pemberian Tuhan. Menurut kita
kursi ini atau kursi itu yang lebih mahal? Kursi ini atau kursi itu yang
lebih besar? Jangan menilai harga kursi dari nilai materinya, jika kita
menaruh sebuah kursi murah, ketika Yuen Cang Se Siong hadir tetap
akan duduk di atas kursi murah tersebut, Beliau tidak akan meminta
ganti kursi. Apakah hanya kursi mahal yang dinamakan kursi Buddha?
Perlu kita ketahui bahwa setiap kursi dalam istana Tuhan adalah kursi
Buddha. Siapakah yang berada dalam istana Tuhan jika bukan para
Buddha? Apakah sembarangan dapat duduk pada tempat ini? Oleh se-
bab itu, kedudukan kita sangatlah mulia! Sangatlah penting! Sangatlah
suci! Jangan mengamati benda-benda ini dengan pandangan materi.

Dalam aula utama istana Tuhan tiada orang awam, sebab orang awam
tidak mungkin memasuki aula utama istana Tuhan; di dalamnya hanya
ada Para Suci, kursi di sini adalah kursi untuk Buddha. Jangan mere-
mehkan kewajiban dan jabatan kita serta lakukanlah pekerjaan Para

109
Buddha, sebab biarpun belum menjadi Buddha yang sesungguhnya,
kita berada dalam posisi (jabatan) sebagai Buddha. Jika meninggalkan
jabatan kita maka kelak takkan memiliki jabatan Surga. Oleh sebab itu,
kita harus berdiri di posisi sendiri untuk menunaikan kewajiban dan me-
nyelesaikan misi pemberian Tuhan. Tanggung jawab apa yang harus
dipikul oleh penceramah pada saat ini dengan jodoh sekarang dalam
era Tao baru? Yaitu bagaimana caranya agar semakin cepat para umat
memahami kehendak Tuhan, setiap orang dapat menunaikan kewa-
jiban sendiri. Hal tersebut harus dilakukan, disebarluaskan dan didu-
kung sekuat tenaga. Jabatan ini sungguh agung!

Ciang se, than cu maupun kader memiliki posisi sendiri, laksanakan-


lah sesuai posisi sendiri. Konfusius bersabda: ”Berada pada posisi apa
harus melakukan tugas yang bersangkutan dengan posisi tersebut,
jika tidak berada pada sebuah posisi, jangan melakukan tugas yang
seharusnya dilakukan oleh orang yang berada di posisi tersebut.” Apa
yang dilakukan oleh orang yang berbudi tidak terlepas dari posisin-
ya. Oleh sebab itu, dalam kitab Yi Cing dikatakan: ”Renungan tidak
keluar dari posisi.” Hanya pembina dan pelaksana Tao yang berbudi
yang dapat belajar untuk renungan, umat hanya dapat berpikir tanpa
merenungkan. Pelaksana dan pembina Tao yang berbudi harus mam-
pu merenung tanpa keluar dari posisinya. Segala isi jiwa dan hatinya,
pandangan dan pikirannya tidak keluar dari posisinya. Semua orang
harus menjalankan kewajiban sesuai posisinya, jika tidak maka dalam
sekejap mata kemungkinan akan kehilangan jabatannya. Ini adalah ke-
salahan kecil yang akan mendatangkan perbedaan jauh.

Status dapat berubah. Ketika Yuen Cang She Siong hadir sering ber-

110
tanya: ”Posisinya sebagai apa?” Terkadang kita menjawab: “Than cu,
ren chai.” Seharusnya ketika ada sidang dharma, status kita adalah
peserta. Status akan berubah seiring waktu, jika tidak mengerti akan
perubahan maka akan melakukan kesalahan. Ketika ada kelas, saya
adalah sebagai peserta sehingga harus melaksanakan tugas sebagai
peserta dengan baik; ketika berada pada posisi sebagai penceramah
yang membabarkan dharma maka laksanakanlah tugas pembabaran
dharma dengan baik; jika sebagai than cu maka laksanakanlah tugas
sebagai than cu dengan baik. Itu saja!

Semakin berat tanggung jawab dan misi, semakin banyak umat yang
harus disempurnakan; semakin luas penyebaran Tao yang dilakukan
oleh seseorang, umatnya akan semakin banyak, semakin berat tang-
gung jawab dan misi, semakin banyak umat yang harus disempur-
nakan; semakin luas penyebaran Tao yang dilakukan oleh seseorang,
umatnya akan semakin banyak. Kita harus sekuat tenaga menjalankan
misi pemberian Tuhan, terutama penceramah dalam era Tao baru. In-
gatlah akan status dan misi kita sebagai penceramah pada era Tao
baru, ketahuilah era penyempurnaan berbeda dengan penceramah
pada era Tao pelintasan umum. Tugas yang diberikan oleh Tuhan ke-
pada Bapak dan Ibu Guru dalam era Tao baru adalah pelintasan umum
tiga alam, sehingga tanggung jawab Chien Jen dan kita juga adalah
pelintasan umum tiga alam.

Setelah memasuki era baru, ada banyak kabar yang sebelumnya ti-
dak pernah terdengar di era lama, umpama banyak yang melihat le-
luhurnya, arwah ataupun Para Suci datang mendengarkan dharma.
Ini membuktikan betapa besarnya karunia Tuhan serta harapan Tu-

111
han pada era baru Tao! Bolehkah kita bertindak sembarangan sebagai
penceramah pada era baru Tao?

1. Yang disampaikan oleh penceramah era baru


Tao bukan hanya untuk didengar oleh manusia,
kebenaran menembus tiga alam, pelintasan men-
cakup tiga alam, sehingga dharma yang disampai-
kan oleh penceramah bertujuan untuk ditaati oleh
makhluk tiga alam, bukan hanya untuk didengar
oleh manusia.

Arwah dan dewa yang ingin terlepas dari reinkarnasi ha-


rus menaati, manusia yang ingin terlepas dari reinkar-
nasi juga harus menjalankan. Itulah sebabnya mengapa
terus diingatkan kepada kita tentang masa yang genting,
era baru dan jodoh Tao. Apakah terbayang oleh kita
sebesar apa wadah Tao baru ini kelak? Besarnya hingga
tak terbayangkan oleh kita. Tentu saja ini suatu angerah
namun juga merupakan tanggung jawab besar. Dapat
kita pahami betapa besarnya jerih payah, kerisauan dan
kegalauan Chien Jen; Tuhan tidak akan memberikan
tanggung jawab kepada orang yang tidak bertanggung
jawab; orang yang bertanggung jawab akan berupaya
segenap jiwa raga ketika mendapatkan tanggung jawab
dari Tuhan, sebab setiap niat hatinya hanya ingin melak-
sanakan tugas ini dengan baik.

Tanggung jawab dan misi era baru Tao sangatlah luas


hingga mencakup tiga alam, bukan hanya dunia fana.

112
Jika era Tao hanya berada di dunia, bagaimana dapat
melintasi 3 alam? Dapatkah kita tidak mendorong diri
untuk menjalankan tanggung jawab maha besar pem-
berian Tuhan ini? Oleh sebab itu, ketahuilah bahwa ses-
uai dengan posisi, kita memiliki kewajiban, misi dan
tanggung jawab yang sangat besar. Tanyakanlah pada
hati nurani sendiri, apakah mampu memikul tanggung
jawab ini dengan mengandalkan pengetahuan dan budi
kita? Inilah yang dikhawatirkan oleh Tuhan, Para Suci,
dan Chien Jen. Bolehkah kita tidak giat hingga mem-
buat risau Tuhan, Bapak dan Ibu Guru, Chien Jen dan
pendahulu? Ini tidak benar. Seharusnya kita belajar un-
tuk ikut berbagi kerisauan Tuhan dan pendahulu. Dulu
ketika Konfusius berkeliling ke berbagai kerajaan, saat
tiba di sebuah kerajaan yang telah hancur dan melihat
rakyat sedang membantu musuh membangun benteng,
Konfusius dengan tidak senang berkata: ”Sungguh ri-
sau! Sungguh marah kepada orang berjiwa kerdil ini!”
Orang suci bukan tidak bisa benci, orang suci juga bisa
membenci orang, namun kebenciannya bersumber dari
kebenaran, bukan berdasarkan kesenangan dan keben-
ciannya. Bukankah waktu itu Ce Kong bertanya kepada
Konfusius: ”Apakah orang berbudi juga bisa membenci?”
Orang suci juga bisa membenci tetapi berdasarkan ke-
benaran, berbeda dengan kebencian manusia. Jangan
mempergunakan kebencian manusia untuk mengukur
Para Suci.

113
Kita harus berdiri di posisi masing-masing untuk mem-
perkuat wadah Ketuhanan, Para Suci terus bertanya
Sesepuh Agung telah lama wafat apakah wadah Ketu-
hanan telah diperkokoh? Inilah tanggung jawab kita, yai-
tu memperkokoh seluruh wadah Ketuhanan agar tidak
tercerai-berai dan tidak bermasalah. Memperkokoh dan
memperluas wadah Tao adalah kewajiban kita sebagai
penceramah, tingkatkan semangat, tegakkan sebuah
tekad, berdirilah di posisi masing-masing serta mulailah
belajar untuk menyelesaikan misi dan tanggung jawab.

Yang penting harus diingat ciang se harus berlapang


dada, demikian pula dengan than cu. Ciang se yang ti-
dak berlapang dada tidak akan dapat mewakili Tuhan
membabarkan dharma, dia akan meminjam dharma
untuk melukai teman sepembina dan Tao. Jika sungguh
berniat untuk mempelajari Tao dengan baik, maka harus
segan kepada firman Tuhan dari lubuk hati, kemudian
tiada henti memperluas kelapangan dada.

Belajarlah untuk melihat masalah berlandaskan kebena-


ran, langkah selanjutnya adalah belajar dengan kela-
pangan dada yang besar untuk menerima umat dunia.
Dengan demikian baru kita dapat membabarkan dhar-
ma. Jika hati kita tidak mampu menampung umat, maka
tidak dapat menggugah umat, juga tidak mampu berce-
ramah untuk mereka. Mengapa budi Sesepuh Agung dan
Chien Jen demikian besar? Sebab sangat berjiwa besar,

114
teguh dan tabah, sehingga bisa mendapatkan banyak
kader. Hal ini harus kita pahami. Banyak juga di anta-
ra kita adalah than cu, apa yang paling ditakutkan oleh
than cu? Yaitu tiada umat. Bila tiada umat, than cu apap-
ula kita ini? Bila telah khai kuang untuk jangka waktu
panjang namun tiada umat dalam Fo Thang, maka harus
introspeksi diri. Sebagai penceramah yang telah lama
berceramah, mengapa umat semakin berkurang hingga
akhirnya tersisa kita sendiri tanpa ada pendengar. Bole-
hkah penceramah berpikir: ”Baguslah jika begitu, bisa
mulai istirahat.” Hal ini harus terus diintrospeksi. Kita
tidak boleh memaksa, namun harus terus menuntut diri
dan introspeksi kesalahan kita. Ingatlah harus berlapang
dada, Para Suci pernah bersabda: ”Parit yang kecil tidak
mungkin memiliki ikan besar.” Sebab ikan besar tidak
dapat berenang masuk ke dalam parit kecil. Bukan ikan
besar tidak ingin berenang masuk, melainkan tidak bisa
masuk, sebab terlalu kecil dan sempit.

Dulu Chien Jen sering mengatakan: ”Kita menyia-ny-


iakan terlalu banyak umat.” Karena hati terlalu sempit,
banyak kader yang sangat baik yang pergi meninggal-
kan kita, disebabkan tidak bisa berenang masuk bukan
tidak ingin masuk, melainkan karena kita tidak memiliki
ruang yang besar untuk perkembangan mereka. Ump-
ama kita semua sangat suka burung garuda, lalu men-
gurung sang burung di dalam sangkar, apakah ini benar?
Burung garuda bukan untuk dikagumi di balik sangkar,

115
burung garuda memiliki cita-cita yang besar dan jauh
serta ambisi. Kita harus memberikan ruang yang sangat
luas kepadanya untuk mewujudkan ambisinya.

Sebagai ciang se yang ingin membabarkan dharma ha-


rus sangat berlapang dada, berjiwa kosong dan luas
bagaikan angkasa, bagaikan jagat raya yang tak bert-
epi. Ingatlah jangan terlalu perhitungan dengan umat,
jika terlalu perhitungan dengan umat maka budi akan
ternodai dan kehilangan kharisma. Jabatan kita adalah
untuk membabarkan dharma bukan untuk perhitungan
dengan umat ; seharusnya kita menyampaikan kehen-
dak Tuhan sesuai jabatan kita. Ikan apa yang kita lihat
dalam parit kecil? Hanya ikan kecil mungil sebab dapat
berenang dengan leluasa.

2. Ciang se harus belajar bisa menyatu dengan


umat (dunia) serta menyembunyikan kelebihan
diri dan memupuk budi

Apakah kita mengerti teori tentang ‘bila air terlalu jernih


takkan ada ikan’. Bila air terlalu jernih, ikan takkan berani
keluar berenang. Oleh sebab itu, ciang se dan pelaksana
Tao harus belajar untuk menyembunyikan kelebihan diri
dan memupuk budi, namun bukan ikut-ikutan. Dengan
demikian akan ada banyak ikan. Air yang terlalu jernih
takkan ada ikan, biarpun ada ikan, ikannya akan merasa
ketakutan untuk berenang di dalam air yang jernih, dia

116
akan segera sembunyi di balik rumput, tidak akan berani
berenang ke sana kemari. Janganlah demikian! Ciang se
tidak boleh terlalu perhitungan.

Air yang terlalu jernih tiada ikan, manusia yang terlalu


perhitungan tiada teman.” Orang yang terlalu perhitun-
gan tiada teman, ciang se yang terlalu perhitungan tia-
da peserta, karena kabur semua. Oleh sebab itu, selain
berlapang dada, ciang se harus belajar menutupi kele-
bihan diri bukan sembrono, memiliki pandangan yang
super tajam, mengerti jelas semua permasalahan umat
; namun jangan sembarangan berbicara setelah melihat
jelas. Karena sangat jelas sehingga harus bersikap seo-
lah-olah tidak tahu; karena melihat dengan sangat jelas
sehingga harus membaur dengan umat.

Oleh sebab itu, jangan menjadi ciang se yang hanya


mempelajari dharma, ini adalah pantangan utama bagi
ciang se. Dulu ada banyak ciang se yang hanya bertugas
mempelajari kitab suci dan membabarkan dharma, teta-
pi sama sekali tidak memahami kondisi seluruh wadah
Ketuhanan, juga tidak mengetahui keadaan umat yang
sebenarnya, bila demikian bagaimana dapat berceramah
dengan tepat? Ciang se bertugas mengobati penyakit
hati umat manusia, sehingga wajib mengetahui kondi-
si wadah Ketuhanan yang baik maupun buruk, banyak
mendengar, melihat dan belajar.

117
Jangan hanya ingin berceramah untuk orang lain. Yang
paling penting adalah ciang se harus belajar untuk bisa
mendengarkan orang lain. Bukankah Chien Jen sering
mengatakan bahwa beliau senang mendengarkan kita
berbicara? Namun kita tidak sabar dalam mendengar-
kan orang lain berbicara, itulah sebabnya tidak dapat
memahami orang lain. Tanpa memahami umat, tak-
kan mungkin dapat berceramah dengan baik; jika ingin
membabarkan dharma dengan baik, maka harus belajar
untuk mendengarkan orang lain dengan sabar. Ketika ju-
nior menceritakan segudang permasalahan kepada kita,
dengarkanlah dengan sabar. Jika kita bertanya: ”Untuk
apa kamu menyampaikan hal ini?” Kelak dia takkan ceri-
ta lagi, tanpa mengerti masalah sama sekali, bagaimana
dapat berceramah? Ketika umat bercerita, dengarkanlah
dengan sabar, dengarkanlah dari sisi positif, sisi negatif,
yang baik, yang buruk, segala keluhan dan penderitaan.
Dengan demikian, barulah dapat menjadi ciang se. Jadi-
lah ciang se yang pandai mendengar, apa yang kita den-
gar akan menjadi bahan pembabaran dharma. Konfu-
sius bersabda: ”Ada tiga tingkatan dalam mendengarkan
dharma dan pembabaran dharma.” Konfusius bersabda
kepada Yen Huei: ”Jangan mendengarkan dengan tel-
inga, mendengarlah dengan hati; jangan mendengarkan
dengan hati, mendengarlah dengan semangat kebena-
ran.” Murid Konfusius yang bernama Yen Huei sangat-
lah giat, ketika diajarkan oleh Konfusius, dia langsung
mempelajarinya. Suatu hari Yen Huei lari untuk berkata

118
kepada Konfusius: ”Guru, keluarga saya sangat miskin,
saya telah lama tidak makan daging dan minum arak,
apakah telah terhitung menjalankan ‘vegetarian’? Kon-
fusius mengelengkan kepala berkata :”Masih belum bisa!
Masih belum bisa!” Yen Huei bertanya kembali: ”Seha-
rusnya berbuat seperti apa baru dapat melaksanakan
‘vegetarian’?” Konfusius memberitahu: ”Vegetarian yang
kamu jalankan ini hanya vegetarian dalam bersembahy-
ang.” Saat ini di Taiwan ada banyak desa yang menga-
dakan upacara kelenteng? Dalam upacara ini, ada yang
harus makan vegetarian selama seminggu, atau zaman
dulu sebelum sembahyang harus makan vegetarian dan
membersihkan seluruh badan. Kedua hal ini termasuk
vegetarian dalam sembahyang. Konfusius bersabda lagi:
”Vegetarian yang kamu jalankan adalah vegetarian sem-
bahyang bukan vegetarian dari hati.” Yen Huei bersu-
jud dan memohon: ”Lalu apa yang dinamakan vegetar-
ian dari hati? Mohon Anda membimbing saya.” Konfusius
pun memberitahu Yen Huei. Vegetarian hati sulit dijelas-
kan sebab merupakan tingkatan jiwa, Konfusius terpak-
sa mempergunakan cara dengan mendengarkan dharma
untuk menuntunnya.

Oleh sebab itu, jangan hanya mendengarkan dengan tel-


inga, melainkan harus mendengarkan dengan hati, jika
hanya menggunakan telinga maka akan berhenti pada
suara saja. Bila mendengarkan dharma dengan telinga,
saat kita menyampaikan dharma hanya akan sebatas

119
wujud luar saja tanpa dapat menyelami dharma, sebab
kemampuan kita untuk mendengar hanya demikian saja,
otomatis kemampuan untuk menyampaikan juga demiki-
an. Tidak mungkin memiliki kemampuan rendah dalam
mendengar namun memiliki kemampuan tinggi dalam
membabarkan! Yang ada adalah memiliki kemampuan
mendengar yang tinggi, tetapi karena disesuaikan den-
gan standard umat sehingga disampaikan dengan lebih
rendah. Hal ini harus sangat diperhatikan oleh ciang se.
Jika salah dengar pasti akan salah dalam penyampaian.
Cara untuk mendengar adalah mendengar hingga jiwa
kita tenang sekali dan kembali cemerlang, barulah akan
memiliki raga dharma yang tenang yang akan menun-
jukkan kearifan unik dan dharma unik untuk melintasi
umat dunia.

Segala dharma hanya bertujuan agar badan dharma kita


kembali tenang dan cemerlang, sehingga harus belajar
mahir untuk mendengarkan dharma. Kita harus belajar
pandai mencerna kata-kata, bukan hanya sekedar yang
terdengar saja, melainkan harus sangat sabar. Tanpa ad-
anya wadah Ketuhanan, urusan Ketuhanan dan umat,
kita tidak dapat belajar. Perbanyaklah mendengarkan ke-
luhan para umat serta banyak ikut berpartisipasi dalam
kegiatan Fo Thang.

3. Ciang se sama sekali tidak boleh menutup diri


dari dunia luar untuk mempelajari dharma sendi-

120
ri, melainkan harus melebur dengan umat dalam
wadah Ketuhanan, memahami kondisi wadah Tao,
segala hal tentang umat. Dengan demikian baru
dapat membabarkan dharma.

Mata dan telinga kita harus senantiasa tajam dalam


mengamati segala hal, namun setelah diamati jangan
muncul perbandingan dan kebencian, melainkan den-
gan hati welas asih serta niat untuk mewakili Tuhan me-
nyampaikan kebenaran dalam mengamati semua umat.
Setelah memahami, pikirkan bagaimana caranya kita
menyelamatkan para umat. Dengan demikian cara pun
akan muncul. Tanpa memahami keadaan umat, wadah
Ketuhanan serta kondisi urusan Ketuhanan yang sesung-
guhnya, bagaimana dapat menyampaikan dharma? Apa
yang disampaikan bahkan akan mencelakai umat. Oleh
sebab itu, kita harus lebih banyak memahami, menden-
gar, melihat dan belajar. Jangan hanya mendengarkan
hal yang disukai, sebab hanya akan berhenti sebatas wu-
jud saja.

Konfusius mengajarkan: ”Jangan mendengarkan dengan


telinga, dengarkanlah dengan hati; jangan mendengar-
kan dengan hati, dengarkanlah dengan semangat ke-
benaran.” Tingkatan yang lebih tinggi bukan mendengar-
kan dengan hati melainkan dengan semangat kebenaran
(chi). Jika hanya mendengarkan dengan hati maka akan
mendengarkan apa yang disukai dan yang ingin diden-

121
gar, sehingga akan kehilangan banyak kebenaran serta
kehilangan banyak kesempatan untuk memahami wadah
Ketuhanan.

A. Ciang se harus banyak mendengar, melihat, belajar


serta banyak memperhatikan urusan Ketuhanan, mem-
perhatikan umat dan wadah Ketuhanan.

Tanpa memberikan perhatian terhadap orang maupun urusan


takkan dapat memahami. Berikanlah perhatian agar mema-
hami, setelah memahami baru ada kearifan untuk menyele-
saikan masalah. Cara untuk menyelesaikan masalah bersum-
ber dari perhatian yang tiada henti. Dalam perhatian ini ada
kasih yang besar dan rasa kasihan. Jadikanlah kasih dan rasa
kasihan sebagai titik awal untuk memberikan perhatian kepa-
da umat, wadah Ketuhanan dan urusan Tao. Dengan demikian
kita akan memahami banyak urusan; setelah memahami ber-
bagai urusan, jangan pula menyebarluaskan gosip, melainkan
memikirkan cara untuk membenahi seluruh wadah Ketuhan-
an. Inilah tanggung jawab kita. Bagaimana caranya kita mem-
bimbing seseorang agar menjadi orang yang sangat baik? Ini-
lah tugas sebagai ciang se dan pelaksana Tao sejati.

Oleh sebab itu, jangan ada kemelekatan di dalam hati, sebab


takkan maju, kita akan berhenti di tempat. Banyak pembina
dan pelaksana Tao serta ciang se yang memiliki kekurangan
ini, sehingga dirinya tidak dapat maju dan berhenti di satu
tahapan. Tentu saja banyak juga umat baru yang memiliki
kekurangan ini, bila diajak oleh ciang se ini baru dia ke Fo
122
Thang, bila ciang se lain yang ajak dia tidak bersedia ke Fo
Thang. Inilah penyakit melekat. Terkadang ciang se juga
demikian, sehingga tidak berlapang dada, pandangan pun
tidak jauh. Kita harus memperluas kelapangan dada, mem-
perdalam pengetahuan serta harus menerobos tahapan ini,
yaitu : jangan hanya mendengarkan dengan hati. Biarpun
mendengarkan dengan hati jauh lebih baik daripada menden-
garkan dengan telinga, namun tetap akan bermasalah. Orang
yang mendengarkan dengan telinga takkan memahami apa
yang sesungguhnya disampaikan oleh ciang se. Orang sep-
erti ini pasti tetap akan bertindak sesuka hatinya saat be-
rada di luar wadah Ketuhanan. Sebab dia tidak mendengarkan
dharma, sehingga saat meninggalkan wadah Ketuhanan tetap
akan berbuat sesuka hatinya. Orang seperti ini akan merusak
wadah Ketuhanan. Bila ciang se hanya mendengarkan dharma
dengan telinga, membaca hanya sebatas tulisan, melihat ma-
salah hanya yang terlihat saja, maka ciang se ini akan merusak
wadah Ketuhanan. Sebab dia tidak mampu memahami jodoh
dari kondisi yang ada, tidak memahami kehendak Tuhan ber-
dasarkan jodoh, tidak dapat dengan welas asih menyelesaikan
masalah, melainkan hanya menyebarkan gosip dari masalah
yang ada. Bukankah ini akan menambah kacau wadah Ketu-
hanan? Inilah tipe ciang se yang melekat pada wujud.

B. Ciang se yang melekat pada wujud tidak hanya akan


membuat banyak masalah bagi wadah Ketuhanan, bah-
kan akan membuat umat tidak tahan. Janganlah kita
menjadi ciang se tipe ini.

123
Ciang se yang melekat pada wujud akan membuat umat tidak
tahan, banyak umat yang meninggalkan wadah Ketuhanan
disebabkan oleh ciang se seperti ini; banyak umat tidak sudi
datang ke Fo Thang akibat ciang se tipe ini. Terkadang kita
tidak boleh menyalahkan umat terlalu pemilih, hanya gemar
mendengarkan ciang se tertentu. Hal ini harus direnungkan
dan diintrospeksi oleh para ciang se.

Sebagai ciang se harus memahami diri sendiri dan mendorong


diri untuk maju. Janganlah senang ketika mendengar bahwa
umat senang mendengarkan pembabaran dharma dari kita;
tidak perlu bersedih hati pula ketika mendengar umat tidak
suka mendengarkan kita membabarkan dharma. Kita harus
introspeksi, bertobat, memperbaiki kesalahan kita, bagaima-
na meningkatkan diri. Jika tidak dapat meningkatkan diri
bagaimana dapat membimbing umat dan para junior untuk
meningkatkan diri? Ciang se sangat penting, kita harus sangat
memperhatikan, termasuk dalam hal berpakaian dan bertutur
kata. Hati manusia sungguh aneh, perkataan baik yang ban-
yak tidak terdengar, akan tetapi satu perkataan yang tidak
terlalu benar langsung diingat selamanya. Perkataan yang di-
anggap salah akan diingat dan diberitahukan kepada orang
lain: ”Dharma apa yang disampaikan?!” Kemudian mulai ber-
gosip, inilah yang dikatakan mendengarkan dengan telinga.
Padahal belum tentu perkataan tersebut salah. Ketika hanya
mendengar dengan telinga, berbicara pun hanya dengan mu-
lut tanpa ada ketulusan hati. Dapatkah kita mengadili men-
gapa seseorang menyampaikan satu perkataan serta dalam

124
kondisi seperti apa perkataan tersebut diucapkan? Bolehkah
kita tidak berempati? Jangan mendengarkan dharma dengan
telinga, bahkan ketika berbincang dengan orang pun harus
mendengarkan dengan teliti agar tidak salah dengar. Intinya
adalah mendengarkan perkataan orang lain dengan hati. Yang
paling bagus adalah meletakkan hati dan segalanya untuk
mendengarkan perkataan orang lain tanpa ada kesan terten-
tu. Inilah yang dinamakan mendengarkan dengan semangat
kebenaran.

Oleh sebab itu, hanya Tao-lah yang kosong, orang yang hat-
inya kosong akan berjiwa murni. Yang dimaksud dengan ko-
song adalah melepaskan segalanya. Seberapa banyak yang
kita pahami dan ketahui, haruslah dilepaskan tanpa melekat,
jadikan Tao sebagai tolak ukur untuk menilai sepak terjang
di masa depan. Manusia mudah melakukan satu kesalahan
yaitu mengikuti yang terdahulu. Ciang se tidak boleh terjang-
kiti oleh penyakit yang satu ini, dalam pembinaan dan pelak-
sanaan Tao pantang untuk mengikuti yang duluan masuk. Jika
orang terlebih dahulu masuk Tao adalah tuan rumah, lantas
yang masuk belakangan mempergunakan pandangan dari se-
nior untuk mengukur benar tidaknya perkataan yang didengar
saat ini. Ini salah! Yang senior belum tentu memiliki pandan-
gan yang benar. Ini akan menyebabkan berbagai kesalahan.
Beranggapan yang duluan masuk adalah tuan rumah, yang
belakangan masuk adalah pelayan, lantas mengukur yang be-
lakangan masuk dengan standard dari yang duluan masuk.
Ini menyebabkan banyak kehilangan. Awalnya satu orang

125
ini ingin masuk tetapi karena kita tidak suka sehingga tidak
dapat masuk; seharusnya tidak pantas masuk, namun karena
kita suka akhirnya pun mengundang serigala masuk ke dalam
sarang. Penyakit itulah yang menyebabkan kebenaran tidak
dapat dihayati dan diserap dengan baik; keadaan umat dan
kondisi wadah Ketuhanan tidak dapat kita pahami, sebab kita
semua beranggapan untuk mengikuti standard senior.

Kita harus melepaskan segalanya termasuk pandangan


mengikuti standard senior, sebab itu bukanlah kebenaran.
Apa yang dipelajari dari luar bukanlah kebenaran. Bila yang
dipelajari dari luar tidak dapat memicu kebenaran yang ter-
pendam dalam alam bawah sadar kita, maka tiada guna un-
tuk mempelajarinya. Patriat ke-6 bersabda: ”Tanpa menge-
nal jiwa, tiada guna mempelajari dharma.” Apa gunanya kita
mempelajari dharma, mendengarkan dharma dan menyam-
paikan dharma? Jika dengan mendengarkan dharma tidak
dapat memicu hati nurani serta membangkitkan kebenaran
yang tersimpan dalam jiwa sejati kita, lantas untuk apa men-
dengarkan dharma?! Jika kita membabarkan dharma namun
tidak dapat membangkitkan kebenaran yang terpendam dari
jiwa sejati lantas untuk apa membabarkan dharma?!

Ciang se harus belajar bisa mendengarkan perkataan dari


orang lain, harus melatih kesabaran yang tinggi. Bila tidak
sabar mendengarkan orang lain, maka tidak akan sabar dalam
menyampaikan dharma. Bila kita mengatakan: ”Sudah beri-
tahu kamu tiga kali masih tidak mengerti?” Ini menunjukkan

126
ketidaksabaran. Mendengarkan perkataan dari orang lain juga
harus sangat sabar, biarpun telah dengar tiga kali tetap ha-
rus sabar. Jangan mengatakan: ”Ini sudah ketiga kali!” Bi-
arpun dia menyampaikan hingga 5-6 kali, tetap harus men-
dengarkan dengan serius seperti waktu mendengar pertama
kali. Tempalah diri sendiri! Bila tidak menempa diri, orang lain
juga tidak akan sabar dalam mendengarkan dharma dari kita.
Dalam membabarkan dharma juga harus sabar, bila diberi-
tahu satu kali tidak mengerti, beritahulah dua kali, bila masih
tidak mengerti beritahulah tiga kali dan seterusnya hingga dia
mengerti. Inilah yang harus dipelajari ciang se. Dalam proses
belajar mendengar dan menyampaikan kita akan memupuk
budi. Ingatlah bila tidak sabar dalam mendengarkan umat,
maka tidak akan sabar dalam menyampaikan dharma. Lantas
bagaimana umat dapat memahami kehendak Tuhan?

Oleh sebab itu, untuk menjadi ciang se harus belajar untuk


mendengarkan umat dengan sabar, kelak baru dapat me-
nyampaikan kepada umat dengan sabar. Budi dari Chien Jen
yang menyampaikan terus berulang kali hingga kita paham
harus dipelajari. Kita paling tidak sabaran, ketika disampaikan
satu kali, mungkin orangnya belum jelas, tidak mungkin jika
disuruh pikirkan sendiri. Ketika tidak terpikirkan, tentu tidak
dapat melakukan, saat melakukan dengan tidak baik maka
akan mulai menggerutu. Kita harus belajar semangat dari
Chien Jen yang bisa dengan sabar sekali mendengarkan orang
lain berbicara dan membimbing umat, benar-benar mengek-
spresikan keteladanan Konfusius; benar-benar mengekspre-

127
sikan welas asih bodhisattva, inilah yang harus giat dipelajari
oleh kita sebagai ciang se dalam era baru Tao.

Pada posisi masing-masing, terlebih dahulu belajar untuk


menjadi murid baik, kelak baru dapat menjadi guru baik; saat
menjadi murid tidak belajar dengan baik, saat menjadi guru
tidak mungkin dapat mendidik dengan baik; jangan setelah
menjadi murid berandalan, kemudian lanjut menjadi guru be-
randalan. Ini sungguh tidak pantas. Untuk menjadi ciang se
yang baik terlebih dahulu harus belajar menjadi peserta kelas
yang baik yang menunaikan kewajiban. Sesuai dengan berb-
agai jenis posisi kita, tunaikanlah kewajiban kita sekuat tena-
ga. Kelak suatu hari ketika berdiri di atas posisi sendiri yaitu
sebagai ciang se, baru dapat melaksanakan tugas pemberian
Tuhan dengan baik. Semua ini berhubungan erat.

Ada pepatah dalam kemiliteran zaman dulu: mengasah sen-


jata menjelang pertempuran akan membuat senjata berkilau-
an ataupun paling tidak bersih bercahaya. Tetapi dalam pem-
binaan dan pelaksanaan Tao tidak demikian. Pembinaan dan
pelaksanaan Tao adalah pemupukan terus menerus dalam ke-
hidupan sehari-hari. Oleh sebab itu Mencius bersabda: ”Air
yang mengalir akan terlebih dahulu mengisi penuh wadah
terdekat baru kemudian akan mengalir mengisi tempat lain,
karya dari orang berbudi adalah demikian juga, kesempur-
naan dari pembina dan pelaksana Tao juga demikian. Ter-
hadap segala hal yang harus kita lakukan, lakukanlah sege-
nap jiwa dan raga, jangan mengabaikan hal sekecil apapun

128
yang seharusnya kita lakukan. Jangan karena hanya sebagai
ciang se sehingga hanya melakukan tugas seorang ciang se
saja, ketika berubah status sebagai than cu kita mengabai-
kan kewajiban sebagai than cu; ketika berstatus sebagai kad-
er kita juga mengabaikan kewajiban seorang kader; begitu
pula halnya ketika menjadi peserta kelas. Bila mengantuk
saat mendengarkan dharma sebagai peserta, maka pada saat
kita berceramah peserta juga akan mengantuk. Sebab kita
yang mengajarkan mereka. Jangan membantah mengatakan:
”Saya tidak menyuruh mereka mengantuk!” Walaupun tidak
diucapkan, tetapi kita pernah tertidur dan terlihat mereka.

Yuen Cang She Siong pada suatu sidang dharma bertanya:


”Yang tidak tidur selama tujuh hari, angkat tangan.” Tiada
orang yang angkat tangan. She siong bersabda: ”Dulu ketika
She Siong melaksanakan Tao di Thien Cin pernah tidak tidur
selama sepuluh hari.” Dapat terlihat oleh kita semangat luar
biasa dari para pendahulu yang menemani Bapak Guru dalam
pelaksanaan Tao. Bagaimana caranya kita membuka lembaran
baru Tao di bawah bimbingan Chien Jen? Tentu saja harus ber-
korban, memiliki semangat pembina dan pelaksana Tao yang
sesungguhnya. Dengan demikian, baru dapat menyadarkan
hati nurani umat.

Orang yang bercita-cita menjadi ciang se harus terus mel-


atih diri, berempati dengan berpikir saya mengantuk sebagai
peserta, sedangkan ciang se yang berceramah telah berjerih
payah dalam persiapannya, saya sungguh menyia-nyiakan

129
beliau; jika bertukar posisi saya yang berceramah, bagaimana
perasaan saya ketika melihat peserta ngantuk? Oleh sebab
itu, kita harus berempati. Ciang se harus melatih diri hingga
tidak ngantuk saat mendengarkan dharma. Bila kita sendi-
ri ngantuk saat mendengarkan dharma, bagaimana caranya
mendidik orang? Kita takkan berani bicara. Belajarlah untuk
duduk terus ketika sebagai peserta, agar saat menjadi ciang
se pun dapat dengan baik. Jangan berceramah setengah dan
mengatakan: ”Tunggu bentar, saya ingin ke toilet dulu.” Ini
akan merusak seluruh wadah Tao. Sebagai peserta harus
duduk terus hingga istirahat baru berdiri. Tentu saja yang ke-
sehatannya bermasalah ada pengecualian. Jangan memak-
sakan diri hingga saluran kencing radang. Anak muda harus
melatih diri dengan baik, bila kesehatan bermasalah jangan
terlalu dipaksakan juga, ini harus disesuaikan dengan kondisi
tubuh kita. Kita harus melatih diri untuk hal ini, sebab sangat
penting. Jangan lupa bahwa kemampuan kita sangat besar,
jangan terus beranggapan kita sangat lemah, jangan pernah
ada pandangan seperti ini. Ini bukan besar kepala maupun
sombong, melainkan orang yang berbudi harus tegakkan diri.
Sebab Tuhan telah menganugerahkan jiwa kesatriaan dalam
diri kita, kekuatan ini dapat mengatasi segalanya. Yuen Cang
She Siong dapat tidak tidur selama sepuluh hari sepuluh
malam, bagaimana dengan kita? Ini harus kita pelajari. Kita
harus mengikuti jejak dari orang suci yang telah berjalan di
depan kita untuk menyelesaikan tugas pemberian Tuhan. Lati-
hlah diri!

130
Suatu kali ketika Yuen Cang She Siong menampakkan diri
di Mei Tong bersabda: ”Simpan semua kursi!” Alhasil semua
peserta duduk di lantai yang keras dan goyang kiri kanan.
Yuen Cang She Siong bersabda: ”Masih bergerak!” Semua
orang tidak bergerak lagi. She Shiong: ”Luruskan tangan,
tegakkan kepala, jangan gerak lagi.” She Siong: ”Kelak kem-
bali ke Surga tiada kursi untuk diduduki.” Betul! Ini masuk
akal! Tidak mungkin menempatkan sebuah kursi di atas sing-
gahsana teratai. Ini tidak masuk akal. Pernahkah terlihat oleh
kita Buddha yang duduk di atas kursi di atas singgahsana tera-
tai? Tanpa peringatan dari Yuen Cang She Siong, kita benar-
benar lupa! She Siong berkata: ”Ini untuk mengajarkan kalian
bagaimana caranya kelak duduk di Surga.” Ini adalah gaya
duduk di atas singgahsana teratai. Oleh sebab itu, kita harus
belajar untuk bisa duduk, sebagai ciang se harus menjadi te-
ladan bagi junior.

Tidak perduli berada di posisi apapun, ketika menjadi peser-


ta harus menunaikan kewajiban sebagai peserta, bila tidak
demikian, ketika berstatus sebagai ciang se pun takkan dapat
melakukan kewajiban sebagai ciang se dengan baik. Hal ini
adalah saling bertautan. Seseorang yang menjadi anak yang
tidak baik, tidak mungkin kelak dapat menjadi ayah yang baik
dan juga tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai orang
tua dengan baik. Kita harus berdiri di atas posisi sendiri un-
tuk melaksanakan kewajiban sesuai perubahan dari status
kita. Dengan demikian, kelak saat berdiri di atas mimbar
membabarkan dharma, barulah memiliki kepantasan untuk

131
mewakili Tuhan. Kepantasan ini muncul dari kewajiban, se-
dangkan di dalam kewajiban ada posisi. Oleh sebab itu, per-
paduan berbagai unsur dari moral etika yang membuahkan
kepantasan (kharisma) ini. Kemudian berdasarkan kepan-
tasan ini untuk mewakili Tuhan bertugas, ini bertujuan untuk
menciptakan kepribadian yang baik dari pembina dan pelak-
sana Tao serta kharisma dari keagungan seorang ciang se.
Semangat dari Chien Jen yang membabarkan dharma selama
5 hari harus kita pelajari.

C. Selain mengenal waktu, juga harus memahami dan


menyayangi posisi sendiri, kemudian menghargai misi
anugerah Tuhan berlandaskan posisi kita.

Jangan beranggapan ciang se cukup membuat persiapan lalu


kemudian menyampaikan saja. Bukan demikian. Harus me-
nyelami hati dan jiwa kita. Di dalam jiwa kita memahami be-
ratnya misi pemberian Tuhan ini, kemudian dengan seluruh
semangat dan energi serta menguras seluruh kearifan untuk
memikirkan cara untuk melaksanakan tugas ini dengan baik.
Ini akan menguras banyak energi. Satu sidang dharma yang
ingin diadakan oleh Chien Jen membutuhkan persiapan yang
panjang. Oleh sebab itu, keberhasilan seorang ciang se bu-
kanlah kebetulan, selain diri sendiri harus terus menerus giat
dalam meningkatkan pengetahuan Tao, juga harus memupuk
budi dalam kehidupan sehari-hari ; selanjutnya terus mem-
perhatikan urusan Ketuhanan, memperhatikan umat, terus
ikut serta dalam kegiatan wadah Ketuhanan. Dengan demiki-

132
an, baru akan terus maju.

Bila meninggalkan wadah Ketuhanan, ciang se takkan dapat


menyampaikan kehendak Tuhan dengan benar, biarpun ban-
yak membaca kitab-kitab suci dari lima agama bahkan telah
dihafalkan, namun bila dharma yang disampaikan terlepas
dari wadah Ketuhanan dan jodoh penyebaran Tao, maka akan
menjadi dharma mati alias dharma yang tak berguna. Dharma
harus disesuaikan dengan waktu, tempat dan manusia. Ini ha-
rus dipertimbangkan dan dipahami. Sebab wadah Ketuhanan
kita di masa dulu sungguh menyedihkan, bukankah Chien
Jen sering menyampaikannya? Banyak ciang se yang bertal-
enta bagus meninggalkan wadah Ketuhanan, mereka semua
sangat mahir membabarkan dharma; mengapa kini ada yang
menjadi biksu, adapula yang meninggalkan Tao? Ini meru-
pakan peringatan serius yang harus diwaspadai oleh kita. Jika
mereka sungguh mengerti kebenaran seperti dharma yang
disampaikan oleh mereka, mungkinkah menjadi biksu? Mung-
kinkah meninggalkan wadah Ketuhanan? Tetapi dulu ketika
mendengarkan dia menyampaikan dharma, sungguh luar bi-
asa! Inilah peringatan serius bagi kita para ciang se. Orang
dulu yang telah salah jalan harus dijadikan cermin bagi kita
agar kita ekstra hati-hati. Orang lain telah salah jalan, kita
tidak boleh salah jalan lagi; orang lain telah jatuh, kita tidak
boleh jatuh lagi. Ketika melihat orang lain terjatuh, bagaima-
na kita menuntut diri tidak boleh jatuh; orang lain salah jalan
kita tidak boleh salah jalan, sebab di belakang kita ada banyak
orang yang mengikuti kita. Orang lain boleh salah jalan, kita

133
tidak boleh salah jalan; orang lain boleh salah berbicara, kita
tidak boleh salah bicara. Kita harus berdiri di atas kebenaran
sepenuhnya serta berdiri di atas posisi sendiri, menyesuaikan
diri dengan jodoh dan era penyebaran Tao serta kehendak Tu-
han dalam pembinaan dan pelaksanaan Tao.

134
VI. SEORANG CIANG SE HARUS
MENGERTI MASALAH DAN PAHAM
AKAN POSISINYA, MENGETAHUI
KEWAJIBAN YANG HARUS DITUNAIKAN
SESUAI POSISINYA

Yakinlah jika kita dapat mengetahui situasi langit serta menun-


taskan kewajiban diri, maka Tao dalam diri kita akan sema-
kin jelas, tidak mungkin terjadi ciang se yang terus berbicara
pada akhirnya tidak tahu harus menyampaikan apa, semakin
berbicara semakin tak bertenaga, tidak percaya diri. Semua
ini disebabkan kemelekatan dari hati, alias kita telah mening-
galkan Tao dan Tuhan hingga terekspresikan sikap seperti itu.
Konfusius bersabda: ”Tidak perlu takut tidak memiliki kedudu-
kan, melainkan seharusnya takut tidak pantas berdiri pada
kedudukan yang diberikan.” Begitu pula hari ini kita tidak
perlu mengkhawatirkan pelintasan umum tiga alam telah ti-
ada, yang penting kita berniat untuk membina dan melintasi
umat, lagipula Tuhan telah memberikan jabatan kepada kita.
Umpama kita tidak perlu khawatir Tien Chuan Se tidak ingin
mengangkat kita sebagai ciang se ataupun tidak ingin kita
melakukan suatu hal. Tidak ada hal seperti ini. Yang harus kita
khawatirkan adalah bagaimana kita mempersiapkan diri agar
menjadi pantas berdiri pada posisi yang ada; jika kita per-

135
siapkan diri mungkinkah tidak memiliki posisi tersebut? Bera-
nikah para pendahulu tidak memberikan kedudukan tersebut
kepada kita? Mungkinkah Tuhan tidak memberikan kedudukan
tersebut kepada kita? Sebab kedudukan adalah pemberian
Tuhan bukan manusia. Jika kita berdiri di posisi sendiri dan
menunaikan tanggung jawab sendiri, mungkinkah Tuhan tidak
memberikan kedudukan kepada kita? Pasti akan. Oleh sebab
itu, ciang se, ren chai maupun than cu harus berdiri di posisi
sendiri menunaikan kewajiban sekuat tenaga, barulah posisi
kita akan kokoh. Jangan hanya serakah akan kedudukan, me-
lainkan harus melakukan dengan baik sesuai kedudukan.
Nama dan waktu. Kedudukan adalah nama, kedudukan me-
miliki masa, ini hanya sebuah kekuasaan sesaat saja, bukan
selamanya tak berubah. Sebab kedudukan akan berubah
seiring waktu, sehingga dikatakan bahwa kedudukan memi-
liki masa serta tanggung jawab. Yang paling penting adalah
menunaikan kewajiban sesuai kedudukan. Ini adalah wak-
tunya kita, kelak pencapaian kesempurnaan adalah berlan-
daskan kewajiban yang terpenuhi. Bukanlah suatu jaminan
berdiri pada posisi tertentu pasti memiliki budi tertentu. Tetapi
tentu saja jika meninggalkan kedudukan, maka tiada Tao dan
budi yang dapat dicapai. Seperti petunjuk dari Bapak Guru:
”Yang ikrar vegetarian belum tentu dapat menjadi buddha,
tetapi untuk mencapai kebuddhaan harus ikrar vegetarian.”
Teori yang sama, orang yang memiliki kedudukan belum ten-
tu dapat mencapai kesempurnaan, namun untuk mencapai
kesempurnaan harus memiliki kedudukan. Bila menunaikan
kewajiban dengan baik sesuai posisi kita, barulah kelak ada

136
kemungkinan mencapai kesempurnaan. Jika tiada kedudukan
bagaimana dapat mencapai kesempurnaan? Jangan berbuat
sembarangan, di sini kerja sedikit, di sana kerja sedikit, toh
saya tidak melekat! Sebab semua orang sangat baik! Semua
orang adalah benar! Ini tidak boleh! Pembina dan pelaksana
Tao tidak boleh seperti ini!

Di dalam kedudukan tidak terlepas dari tatanan Tao, dalam era


(tatanan) Tao ada sistem, di dalam sistem ada kita. Di dalam
pergerakan seluruh jodoh Tao dan era Tao ada satu sistem,
di dalam sistem ini baru ada kedudukan kita. Kedudukan kita
tidak boleh terlepas dari sistem, jodoh Tao dan era Tao. Jika
mengacaukan sistem, maka kita sendiri akan kacau. Ciang se
tidak boleh mengacaukan sistem, kewajiban ciang se adalah
berdiri di posisinya untuk mengokohkan sistem; jika ciang se
tidak dapat berdiri di posisinya untuk mengokohkan sistem
hingga mengacaukan sistem, maka dinyatakan bersalah bah-
kan dinamakan sebagai penjahat Tao. Ini akan mencelakai
seluruh wadah Ketuhanan dan merusak urusan Ketuhanan.
Urusan Ketuhanan pasti ada sistemnya, berbagai kedudukan
berada di bawah pengontrolan sistem. Umpama dalam galaksi
Bima Sakti, semua planet rotasi sesuai orbitnya, sedikitpun
tidak berani meninggalkan posisinya, barulah dinamakan se-
buah galaksi. Apa tanda-tanda awal akan menghilangkan se-
buah galaksi? Bukankah yaitu dengan meninggalkan posisinya
dan berubah menjadi meteor yang jatuh di ujung cakrawala.
Janganlah menjadi meteor, kita adalah bintang terang bagi
Tuhan, kita memiliki sistem dan harus mengikuti sistem dalam

137
mengikuti pendahulu dan membimbing junior, menghorma-
ti Guru mengutamakan Tao. Inilah kewajiban kita. Dengan
demikian barulah Tao dapat menyatu, benang emas pun dapat
teruntai menjadi satu. Inilah misi sebagai ciang se, ciang se
jangan pernah melanggar sistem.

Tidak tahu apakah kita merasakan hal yang sama, dulu ada
seorang ciang se di Taiwan yang sangat pandai membabar-
kan dharma dan kemana pun diundang untuk membabarkan
dharma pasti disanggupi olehnya, tetapi apakah ini benar?
Pada akhirnya, dimanapun mengundang dia untuk menerima
firman Tuhan pun dia segera kesana. Apakah ini benar? Hal
ini tidak boleh sembarangan. Biarpun sangat pandai berce-
ramah, namun bila tidak mengerti sistem, bagaimana dapat
menjadi ciang se? Ini akan mengacaukan Tao. Ciang se harus
sangat taat pada sistem. Orang yang segan kepada firman Tu-
han pasti akan menaati tata krama Buddha, tidak pantas bila
ciang se tidak mengikuti sistem. Bila ciang se tidak mengikuti
sistem pasti akan mendatangkan kekacauan dalam wadah
Ketuhanan. Coba bayangkan umpama kita mendirikan sebuah
rumah sakit, lalu ada seorang dokter datang ke rumah sakit
kita membagikan kartu nama dia dan mengatakan: ”Jika ada
penyakit datanglah kepada saya, saya juga membuka rumah
sakit, letaknya hanya di sebelah saja, apa yang kita rasakan?
Sebagai dokter yang bekerjasama di rumah sakit ini, apakah
menurut kita hal ini benar? Janganlah bertindak demikian. Ini
akan merusak wadah Ketuhanan. Oleh sebab itu, ciang se ha-
rus mengikuti sistem dengan jelas. Ciang se juga tidak bo-

138
leh sembarangan memberikan nomor telepon kepada orang
lain dan junior orang lain. Sebab kita harus memperkokoh
sistem. Jika ciang se sendiri tidak menaati sistem, bagaimana
dapat membentuk tatanan Tao? Bagaimana caranya mengem-
bangkan urusan Ketuhanan? Bagaimana mewakili Tuhan me-
wartakan dharma? Oleh sebab itu, ciang se harus menaati
sistem dengan baik.

Banyak ciang se yang pandai berceramah yang tidak menaati


sistem, tidak mengetahui arti dari firman Tuhan, walaupun
mahir dalam membabarkan dharma dan memberikan banyak
contoh dalam ajaran Buddha, namun pada akhirnya akan hi-
lang dari wadah Ketuhanan; sebab tanpa sistem bagaikan me-
teor, kelak pasti akan menghilang dari wadah Ketuhanan. Jan-
ganlah berbuat seperti ini, Tuhan juga tidak mengijinkan kita
melakukan hal ini dalam era baru Tao. Mengapa dalam masa
awal pengembangan, Tuhan ingin kita membangun pusat
pelaksanaan dalam struktur besar, struktur menengah dan
struktur kecil? Tuhan telah menjelaskan hingga detail. Ump-
ama kelak kita terus mempelajari, membina, melaksanakan
Tao, kita harus tahu ada kemungkinan kita berdiri sebagai
ciang se dalam struktur besar, menengah maupun kecil. Ke-
tika berdiri dalam struktur besar maka harus berceramah un-
tuk struktur yang besar, berbeda dengan ketika berada dalam
struktur menengah dan kecil. Menyampaikan dharma untuk
struktur besar pada saat berada dalam struktur menengah
adalah suatu kesalahan dan akan menjadi kacau, begitupu-
la sebaliknya. Ini akan mengakibatkan antar struktur saling

139
mengganggu dan merusak. Bagaimana pula dapat menjalank-
an urusan Ketuhanan.

1. Ciang se harus sangat jelas tentang pembentu-


kan sistem dalam urusan Tao.
Bagaimana urusan Ketuhanan mulai berkembang? Ini ha-
rus kita ketahui, pahami, ketahui dengan jelas serta per-
banyak mengetahui jerih payah pendahulu, mengetahui
dan mengamati pembinaan dari teman sepembina. Um-
pama ketika menjadi ciang se dalam struktur menengah,
kita harus menyampaikan tentang semangat, pengor-
banan dan kontribusi dari Tien Chuan Se senior penang-
gung jawab, agar para junior menghormati Tien Chuan Se
senior mereka. Ketika berada dalam struktur kecil, maka
harus menyampaikan tentang pengorbanan Tien Chuan
Se, agar para umat dan junior mereka mengetahui hal
ini dan belajar meneladani. Ini jangan sampai terbalik,
jangan pula salah memberikan pengarahan. Walaupun
tidak salah juga jika terkadang kita meminjam contoh
baik dari tempat lain, agar bisa menjadi bahan belajar,
tetapi setiap jenis struktur memiliki dharma tersendiri.
Sistem ini tidak boleh dikacaukan. Tuhan menyuruh kita
membangun pusat pelaksanaan dalam struktur besar,
struktur menengah dan struktur kecil, agar kita mema-
hami sedang berdiri di posisi mana. Ada kemungkinan
bagi kita untuk berceramah dalam reuni besar artinya
dalam struktur besar, bagaimana caranya kita menyam-
paikan dharma? Bagaimana pula caranya saat berada

140
dalam struktur menengah dan kecil? Ini berbeda-beda.
Kita tidak boleh salah membimbing umat hingga meru-
sak sistem. Jika merusak keseluruhan sistem dari pem-
bina dan pelaksana Tao, apa yang harus dilakukan? Tu-
han telah menetapkan: ”Jangan merusak struktur.” Satu
perkataan yang salah dari ciang se akan merusak kes-
eluruhan sistem. Yakin setiap Tien Chuan Se yang ber-
tanggung jawab akan berjerih payah dalam membentuk
sistem; seorang Tien Chuan Se senior penanggung jaw-
ab juga pasti bersusah payah dalam membentuk sistem
menengahnya; Chien Jen yang ingin membangun sistem
besar juga harus bersusah payah. Lalu bagaimana bisa
kita merusak sistem yang telah dibentuk dengan susah
payah oleh para pendahulu hanya dengan satu perkata-
an yang salah? Jangan mengatakan: ”Sama saja! Apa
bedanya? Di sini adalah Tao, di sana juga adalah Tao,
semuanya sama saja!” Jangan menyesatkan umat, jika
sembarangan bicara, kelak Tuhan akan menyelesaikan
perhitungan dengan kita.

Kita harus membimbing umat untuk mengikuti sistem


dengan baik, Sesepuh Agung juga mendidik kita untuk
mengikuti sistem, karena sangat penting. Tanpa mengi-
kuti sistem tidak mungkin ada keberhasilan. Cobalah
amati tubuh kita, di dalamnya juga ada sistem, yakni
sistem pencernaan, sistem pembuangan, sistem per-
nafasan, sistem syaraf, dan sebagainya. Mata, hidung,
mulut maupun telinga memiliki tempat tersendiri, ses-

141
uai dengan tempatnya semua indera ini memiliki tugas
sendiri. Semua ini tidak boleh dikacaukan, juga tidak bo-
leh terlalu perhitungan. Suatu hari jika mata mengerutu
kepada mulut: ”Mengapa yang melihat selalu saya, yang
makan selalu kamu? Ini sungguh tidak adil. Lain kali pikir-
kan cara sendiri jika ingin makan, saya tidak sudi bantu
kamu melihat lagi.” Sang mata pun menutup diri. Sang
hidung mendengar keluhan sang mata juga menggerutu:
”Mengapa yang mencium selalu saya, yang makan selalu
kamu, saya sama sekali tidak dapat makan? Ini sungguh
tidak adil! Kelak kamu mencium sendiri saja.” Hidung
pun menutup dirinya. Karena hidung tidak sudi berna-
fas, maka sang mulut harus membuka mulut lebar-lebar
untuk bernafas: karena mata tidak terbuka sehingga ti-
dak dapat melihat dengan jelas, jika akhirnya semba-
rangan makan dan termakan racun hingga mati keracu-
nan, matapun selamanya tidak perlu terbuka, lalu apa
gunanya memiliki mata?! Suatu hari sungguh kelaparan
setengah mati, sungguh sulit bagi mulut untuk makan
sebab tidak dapat melihat. Karena semua menggerutu,
kaki juga menggerutu: ”Mau makan pergi sendiri, saya
tidak sudi bantu kamu jalan.” Kaki, mata, hidung tidak
sudi bergerak, sang mulut yang kalah mengatakan: ”Bai-
klah! Kelak kita giliran makan, dimulai dari mata dulu.”
Bagaimana mata dapat memakan sup asam pedas? Bisa-
bisa kepanasan hingga menjadi buta. Dapatkah hidung
meminum sup dan memakan nasi? Semua orang memi-
liki fungsi yang berbeda! Mata, mulut, hidung, telinga,

142
kaki, tangan dsb memiliki tanggung jawab sendiri, ketika
semua menjalankan kewajiban sendiri dengan baik maka
badan pun menjadi sehat, sistem pun berjalan dengan
sempurna. Mari berdiri di posisi sendiri dengan mengiku-
ti sistem, jodoh, era penyebaran Tao, wadah Ketuhanan
serta menjalankannya dengan baik. Dengan demikian,
sistem akan berjalan dengan sempurna.

Ketika berada dalam acara besar yaitu reuni dari segala


wadah Ketuhanan, kita harus berdiri pada struktur besar,
jangan hanya menyampaikan yang berkaitan dengan
wadah Ketuhanan kita saja. Berada dalam struktur be-
sar harus memikirkan cara untuk menggerakkan seluruh
urusan Ketuhanan. Mengapa Tuhan terus mengatakan:
”Pelaksanaan urusan besar di tempat jauh belum sesuai
kehendak Ibunda Suci.” Sebab terlalu banyak keegois-
an. Banyak orang yang tidak menjadikan struktur be-
sar sebagai kebanggaan, tidak memikirkan kepentingan
bersama dari struktur besar, melainkan hanya demi diri
sendiri sehingga muncul banyak permasalahan dalam
wadah Ketuhanan.

Ketika berada dalam struktur besar harus memikirkan


kepentingan bersama, itulah sebabnya Yuen Cang She
Siong berpesan saat di Amerika: ”Aliran Tao yang be-
sar harus mendukung aliran Tao yang lemah; aliran
yang lebih luas lingkupnya harus mendukung aliran yang
lebih sempit ruang lingkupnya.” Agar semua aliran wa-

143
dah Ketuhanan di berbagai tempat dapat berkembang
bersamaan. Ini adalah jerih payah, penantian serta ha-
rapan Beliau selama ini.” Kesungguhan hati dan jerih
payah dari Para Suci adalah bertujuan kita semua dapat
berkembang. Jangan lupa kita adalah satu kesatuan,
jangan berkembang dengan tidak seimbang. Ciptaan Tu-
han sungguh ajaib dan indah. Manusia hanya menyantap
makanan kesukaannya, tidak perduli apa makanan kesu-
kaan kita, Tuhan tetap membiarkan tubuh kita berkem-
bang dengan merata. Jika Tuhan bersifat sama seperti
kita, maka tenu akan celaka! Sebab kita hanya menyan-
tap makanan kesukaan kita, otomatis gizi tidak seim-
bang, seharusnya gizi yang tidak seimbang mengaki-
batkan pertumbuhan tubuh juga tidak merata. Mengapa
tubuh kita tetap tumbuh secara seimbang? Untung saja
Tuhan tidak mendengarkan perkataan kita, Tuhan tetap
melaksanakan tugas-Nya, gemar makan apa adalah uru-
san kita manusia, Tuhan tetap memiliki cara yang muja-
rab. Makanan yang dimasukkan ke dalam tubuh diubah
hingga menjadi gizi yang diperlukan, sehingga pertum-
buhan tubuh tetap seimbang. Tuhan takkan bekerja ber-
dasarkan perasaan suka dan benci, manusialah yang
bersikap demikian. Ini menyebabkan seluruh tatanan
Tao tidak normal, berkembang dengan tidak seimbang.
Apakah terlihat bagus jika kepala sangat besar dan tan-
gan sangat kecil? Sungguh tidak lucu jika berbadan be-
sar berkaki pendek! Bagaimana dapat bekerja jika ber-
badan gemuk bertangan super pendek? Lihatlah ciptaan

144
Tuhan yang ajaib, yang tidak terpengaruh oleh perasaan
manusia, perasaan suka, benci maupun gangguan lain.
Apa yang harus diciptakan akan diciptakan, sehingga
terciptalah manusia yang bertubuh indah, bukan karena
banyak makan vitamin menjadi cantik, ini adalah ciptaan
Tuhan. Manusia beranggapan karena make up sehingga
terlihat cantik; tanpa ada daya cipta dari Tuhan, apa gu-
nanya manusia, cobalah untuk merias mayat! Jika sung-
guh berguna, cobalah untuk make up orang tua, apakah
sungguh bisa muda kembali? Semua ini berkat kekua-
tan dari Tuhan, hanya saja manusia melekat pada wujud
serta mengelabui diri. Janganlah kita bersikap demikian.
Membina dan melaksanakan Tao harus mengikuti sistem,
ciang se harus mengerti akan posisinya. Ketika berdiri
pada struktur besar, kita harus memikirkan kepentin-
gan bersama serta memperkokoh struktur besar, agar
semua orang yakin kepada pusat, agar semua umat
mengumpulkan seluruh kekuatan untuk memperkokoh
struktur pusat. Saat berdiri di struktur menengah, sam-
paikanlah dharma agar para Tien Chuan Se, ciang se,
than cu dan ren chai mengikuti sistem dengan baik serta
mendorong perkembangan dengan baik di bawah bimb-
ingan orang yang bertanggung jawab. Ketika berada di
struktur bawah, kita harus menyampaikan dharma agar
para than cu dan ren chai menghormati Tien Chuan Se
mereka, bukan malah merusak tatanan Tao orang lain,
mengakibatkan orang membangkang terhadap Tien Ch-
uan Se mereka. Baik-baiklah menuntun junior orang un-

145
tuk menghormati Tien Chuan Se mereka sendiri, barulah
pantas dinamakan sebagai ciang se.

Oleh sebab itu, ketahuilah dharma apa yang sesuai un-


tuk disampaikan dalam berbagai struktur yang berbeda.
Jika melanggar sistem, ciang se yang bersangkutan akan
bermasalah. Bukan urusan Ketuhanan orang lain akan
bermasalah, melainkan budi dan kharisma kita akan
hilang. Orang lain tidak akan menghormati kita, sebab
tiada kepantasan sebagai ciang se. Oleh sebab itu, ciang
se harus berdiri tegak pada posisinya, mengetahui posisi
dan tugasnya sendiri. Oleh sebab itu, dikatakan bahwa
jabatan suci adalah pusaka besar bagi Para Suci. Ingatlah
bahwa jabatan suci adalah pusakanya Para Suci, pusaka
para pembina dan pelaksana Tao zaman sekarang, juga
adalah pusaka bagi orang suci di masa pancaran putih.
Dengan meninggalkan posisi takkan mungkin mencapai
kesempurnaan.

Kita harus memahami diri sendiri, namun tidak boleh


terlalu keras kepada orang lain. Bagaimana Konfusius
mengajarkan kita? Ceng Ce berkata: ”Tao dari Konfusius
hanya kesetiaan dan memaafkan.” Terhadap pembinaan
ke dalam harus bersikap setia, terhadap pembinaan ke
luar harus bersikap memaafkan. Ciang se harus sangat
ketat terhadap diri sendiri. ‘Setulus hati dinamakan se-
tia’, ciang se harus setulus hati baru dinyatakan setia
kepada Tao dan jabatan. Sebagai ciang se dan pelaksana

146
Tao harus setia kepada jabatan suci, Tao dan Tuhan.

Sejak zaman dulu para menteri yang setia adalah se-


tia kepada jabatannya, walau harus mengorbankan
nyawa pun tidak masalah. Kita ketahui bahwa zaman
dulu mendampingi raja bagaikan mendampingi harimau.
Menteri zaman dulu sangat risau jika mengetahui raja
berbuat salah. Demi menasehati raja, ketika pulang ke
rumah sang menteri langsung menutup pintu, menulis
laporan sepanjang malam untuk disampaikan kepada
raja. Keesokan paginya sebelum berangkat mengiku-
ti rapat pagi hari, dia akan meminta keluarganya un-
tuk mempersiapkan sebuah peti mati, seandainya raja
senang dengan kritikannya tentu tidak masalah, jika raja
tidak senang dengan kritikannya maka akan dipenggal.
Menteri setia zaman dulu rela kehilangan nyawanya demi
menyelamatkan kerajaan dan rakyat. Ciang se juga ha-
rus memiliki kepribadian dan semangat seperti ini; tanpa
mengorbankan nyawa kita bagaimana dapat menyadar-
kan nurani umat dunia? Jika tidak tulus, hanya asal-asa-
lan dan ikut-ikutan, bagaimana dapat membangkitkan
hati nurani dan menyadarkan umat di dunia? Hanya den-
gan ketulusan bersama, baru dapat menyadarkan umat.
Chien Jen terhadap sidang dharma apapun sangatlah
tulus, tiada lain dengan harapan agar kita dapat mema-
hami kebenaran dan kehendak Tuhan. Oleh sebab itu,
sebuah sidang dharma menghabiskan berapa banyak
jerih payah dari Para Suci dan pendahulu.

147
Ciang se juga harus setia kepada dirinya sendiri alias tu-
lus terhadap jabatannya, apapun yang terjadi tetap ha-
rus melaksanakan tugas dengan baik. Chien Jen pernah
berkata: ”Tiada hal yang sempurna di dunia ini, namun
kita tetap melaksanakan tugas dengan sempurna.” Kita
harus berpikiran seperti ini, jangan mengambil prinsip
tiada hal yang sempurna di dunia ini untuk memaafkan
kesalahan sendiri. Walaupun tiada hal yang sempurna
di dunia, bagaimana caranya agar kita dapat melakukan
dengan sempurna, inilah yang akan dipelajari dan dite-
ladani oleh umat di dunia. Biarpun orang lain tidak sudi
melakukannya, kita harus melakukannya; biarpun orang
lain tidak sudi berkorban, kita harus berkorban dan men-
jalankan kewajiban sesuai posisi kita. Kisah para pahla-
wan, menteri setia dan jenderal setia pada zaman dulu
banyak sekali, semuanya sungguh pantas dikagumi dan
mengharukan. Cerita tentang Wen Thien Xiang dan Jen-
deral Yue Fei kita ketahui jelas, masih ada banyak ceri-
ta tentang orang yang setia, anak yang berbakti, orang
yang menjaga kesucian dan kesetiakawanan yang pan-
tas dipelajari dan diteladani. Giliran kita hari ini apakah
dapat setia terhadap jabatan? Jangan hanya membaca
paritta! Wen Thien Xiang di dalam syair lagu Ceng Chi Ke
menyatakan: ”membaca buku di bawah teras, Tao zaman
dulu menerangi.” Orang zaman dulu berhasil melakukan-
nya, saya juga berhasil melakukannya. Tao zaman dulu
menerangi! Menerangi siapa? Apa yang dipelajari dari
kitab kuno? Mulai saat ini, tiada penyesalan! Kita sebagai

148
ciang se juga harus demikian.

Ciang se hanya menyampaikan perjalanan yang dia le-


wati, bukankah setiap Buddha menyampaikan perjala-
nan yang telah dilaluinya sendiri? Ini berarti Para Suci
sendiri mengikuti kehendak Tuhan, kemudian menyam-
paikan pengalamannya dalam mempraktekkan dharma
secara terus menerus, agar umat dunia memahami ka-
runia Tuhan. Yang disampaikan oleh Konfusius maupun
Buddha Sakyamuni adalah sama yaitu perjalanan pem-
binaan hati dan proses dalam mempraktekkan dharma.

2. Ciang se menyampaikan perjalanannya sendiri,


juga berarti menyampaikan penghayatan dalam
pelaksanaan kebenaran untuk didengar oleh umat,
agar bermanfaat bagi umat.
Setelah menghayati kebenaran dan mempraktekkan ke-
benaran sendiri, kemudian menyampaikan kesan kepada
semua orang, dengan demikian baru dapat dinyatakan
menyatukan ide dari orang banyak. Penderitaan yang
kita alami jangan biarkan yang datang belakangan men-
galaminya lagi; bila kita pernah terjatuh maka berita-
hulah semua orang: ”Saat berjalan di tempat ini harus
waspada, jangan sampai jatuh.” Ceritakanlah proses dan
penderitaan kita kepada semua orang, agar kelak tia-
da orang yang jatuh lagi di tempat dimana kita jatuh.
Dengan demikian, kejatuhan kita menjadi berarti. Ke-
tika tidak hati-hati jatuh tersandung batu di tengah ja-
lan, jangan ditendang dan dimarahi: ”Siluman mana
149
yang meletakkan batu ini di sini, mengakibatkan saya
terjatuh dan kesakitan!” Seharusnya kita memindahkan
batu tersebut tanpa ada keluhan sama sekali, agar kelak
orang yang lewat tidak tersandung batu ini. Bukankah ini
sangat baik? Kelak mereka yang lewat jalan ini dan tidak
terjatuh harus berterima kasih kepada kita, sebab kita
memindahkan batunya.

Ciang se menyampaikan penghayatannya dalam mem-


praktekkan dharma untuk dipahami umat, agar umat
tidak melakukan kesalahan yang sama. Berapa banyak
proses pembinaan diri sendiri yang disampaikan oleh
Sang Buddha Gautama? Bukankah ada kumpulan kisah
Jataka yang menceritakan bagaimana pelaksanaan pada
kehidupan ini dan kehidupan lainnya. Dengan tujuan
agar dalam perjalanan pembinaan dan pelaksanaan Tao,
umat tidak melakukan kesalahan yang sama, juga den-
gan harapan agar dapat memberikan kearifan kepada
umat untuk menghadapi segala kesulitan dan penderi-
taan sehingga dapat tumbuh. Semua ini juga merupakan
tugas dari ciang se.

Ciang se jangan hanya mewakili Para Suci menghitung


pusaka. Konfusius memiliki ini! Buddha Gautama memi-
liki ini! Lao Ce memiliki ini! Semua barang berharga milik
Para Suci telah selesai kita hitung, terima kasih dan teri-
malah tips untukmu. Kita hanya akan mendapatkan tips
kecil saja sebab bukan milik kita melainkan milik Para
Suci, bagaimana pula kita dapat mencapai kesempur-
150
naan? Bagaimana caranya Sesepuh Agung dan Sesepuh
mencapai kesempurnaan? Yaitu dengan mempraktekkan
dharma.

Ciang se harus mempraktekkan dharma, jangan hanya


sekedar menyampaikan. Mulailah melaksanakan dari
hati, pelajarilah semangat dari Ce Lu. Begitu menden-
garkan satu kebenaran, Ce Lu segera menjalankannya,
sebelum sanggup menjalankannya, beliau sangat ta-
kut untuk mendengarkan perkataan lain. Beliau adalah
pelaksana kebenaran. Kita juga adalah pelaksana ke-
benaran, bahkan juga adalah pengembang kebenaran;
untuk mengembangkan dharma harus mempraktekkan
dharma terlebih dahulu. Bila bukan pelaksana dharma
bagaimana dapat menjadi pengembang dharma? Jadilah
pelaksana dharma, ketika melaksanakan apa yang kita
lakukan sendiri bukankah terasa sangat alami? Sebab
yang dijalankan, dilihat, dilakukan sendiri akan sangat
jelas, mungkinkah salah dalam penyampaian? Hafalan
bisa salah, membicarakan pergalaman orang lain juga
mudah salah, umpama :”Suatu hari Konfusius bertemu
dengan Cu Ke Khong Ming dan berkata…..” Waduh! Sung-
guh malu! Karena yang satu berada di zaman Tiga Kera-
jaan, yang satu lagi di zaman peperangan Chuen Chiu.
Itulah sebabnya dikatakan bahwa hafalan bisa salah, na-
mun pengalaman sendiri tidak mungkin salah.

Ciang se harus mempraktekkan secara nyata, kemudi-

151
an memberitahu umat tentang pelaksanaannya dengan
penuh welas asih, hanya dengan tujuan kelak umat dapat
berjalan dengan lancar, tidak jatuh dan tidak salah jalan.
Agar semua orang berjalan dengan lancar dalam perjala-
nan suci ini, kelak semua dapat berpulang. Pengembang
dharma pastilah seorang pelaksana dharma, sebab han-
ya pelaksana dharma yang memiliki kemampuan untuk
mengembangkan dharma. Sungguh sulit mengembang-
kan dharma tanpa penghayatan dan pelaksanaan, sebab
yang disampaikan bukanlah pengalaman sendiri, bukan
hasil dari praktek, bukan hasil penghayatan. Kebenaran
tidak didapatkan dengan cara dihafalkan melainkan den-
gan cara dihayati dan dibuktikan. Sabda dari Para Suci
yang disampaikan oleh Chien Jen adalah hasil penghay-
atan beliau. Adakah kita merasakan satu hal yaitu kitab
kuno setelah dijelaskan oleh Chien Jen menjadi tak terdu-
ga. Sebelumnya saya pernah membaca perkataan ini ra-
tusan kali, mengapa tidak terpikirkan artinya seperti ini?
Rata-rata kita tidak memiliki penghayatan seperti Chien
Jen. Dapat kita ketahui ternyata Para Suci menyampai-
kan penghayatan Beliau, Chien Jen juga menyampaikan
penghayatannya terhadap sabda Para Suci dan maksud
dari Para Suci dengan sangat jelas, sehingga dapat kita
pahami.

Jika kita memang bercita-cita menjadi ciang se, mari


laksanakan dengan jujur dan alami selangkah demi se-
langkah sesuai posisi kita. Jangan ingin langsung mel-
oncat ke atas. Penyakit parah dari ciang se adalah in-
152
gin langsung meloncat ke atas. Para suci menyampaikan
penghayatan dalam pelaksanaan kebenaran serta cara
untuk menempuh perjalanan pulang dengan alami dan
jujur kepada kita, agar kita juga dapat berjalan dengan
alami selangkah demi selangkah. Sesepuh Agung men-
gatakan: ”Bicaralah yang jujur, laksanakanlah yang ju-
jur.” Penghayatan akan kebenaran disampaikan kepada
umat, berusaha sekuat tenaga untuk menyelesaikan misi
pemberian Tuhan. Hanya demikian saja. Jangan men-
ganggap kebenaran adalah keahlian tertentu, jangan
pula beranggapan kebenaran adalah jalan pintas terten-
tu. Yang ada hanya alami. Asalkan kita berusaha men-
jalankan dengan alami dan apa adanya, perlahan-lahan
akan mampu menghayati. Ciang se seharusnya menjadi
pelaksana dharma, semoga juga sebagai saksi dhar-
ma, pengembang dharma serta wakil dharma. Dharma
membutuhkan kita untuk mengembangkannya. Dalam
mempraktekkan dharma, kita akan merasakan betapa
besarnya karunia Tuhan dan budi Guru pada diri kita.
Jangan beranggapan keajaiban yang terjadi disebabkan
budi besar yang kita miliki. Kita hanya dapat berterima
kasih atas karunia Tuhan dan budi Guru, semakin giat,
rajin, berkorban, berkontribusi untuk Tao serta menunai-
kan kewajiban sendiri.

Selanjutnya akan membahas satu pandangan dengan


kita. Kita lihat ada beberapa ciang se yang memiliki sifat
dan kemampuan yang baik, namun tidak memiliki keber-
hasilan yang bagus. Yang dimaksud dengan keberhasilan
153
(prestasi) di sini bukan yang berwujud melainkan pen-
ingkatan jiwa, kearifan, dan budi. Hal ini terlihat dalam
wadah Ketuhanan kita dan sungguh disayangkan. Per-
masalahannya muncul dimana? Inilah yang harus kita
renungkan dan pahami. Bila kita dengan terpaksa mem-
bagi ciang se maka terbagi dalam 3 jenis:

1. Ciang se yang bagaikan bunga yang tak berakar


yang terlihat indah, hanya sebagai pemanis saja,
tidak lama kemudian akan terbuang ke dalam tong
sampah.
Tentu saja ini bukan ciang se sejati milik Tuhan, hanya
indah terlihat sesaat, tidak lama kemudian akan meng-
hilang, sebab tidak memiliki akar. Ciang se yang tak be-
rakar hanya terlihat baik dari luar saja, mereka ini sung-
guh berbahaya sekali, karena tak berakar maka akan
mengambang tanpa pasti. Janganlah menjadi ciang se
tipe ini yang hanya terlihat indah bagaikan sebuah pot
bunga yang diletakkan di atas podium, ketika kelas sele-
sai bunga pun harus dibuang ke tong sampah. Ini adalah
tipe ciang se yang sangat buruk, ketika di mimbar adalah
ciang se, setelah turun lantas bertindak sembarangan,
melupakan statusnya sebagai ciang se, hanya melaku-
kan hal yang diinginkannya, berbuat semena-mena, ber-
tindak sembarangan, ini adalah sampah dalam wadah
Ketuhanan, bukan ciang se sejati.

2. Ciang se yang bagaikan pohon buah yang dita-


nam dalam pot.
154
Ini adalah tipe ciang se yang berakar, namun akarnya
hanya sebatas besarnya pot yang sangat sempit lingk-
upnya, gizi yang diserap terbatas, pertumbuhannya juga
sangat terbatas. Walaupun hidup namun tidak mampu
memberikan kehidupan bagi orang lain, hanya dapat
menjadi bunga yang dikagumi orang, namun kenyataan-
nya tidak memiliki fungsi, ini juga sungguh disayangkan.
Umpama pohon apel yang ditanam dalam pot tetap dapat
berbuah namun tidak dapat dimakan ataupun tidak enak
dimakan. Buahnya akan sangat kecil, terlihat mungil dan
cantik tetapi sangat asam. Sebab pohonnya adalah tana-
man hias bukan pohon buah. Walaupun berakar namun
sungguh disayangkan. Ciang se yang berada dalam pot
juga takkan sanggup melewati cobaan dari lingkungan,
dia mudah terbawa emosi, mudah terpengaruh oleh ling-
kungan luar hingga emosinya tidak stabil. Ciang se tipe
ini akan mendatangkan banyak kesulitan bagi Fo Thang
dan banyak kerisauan pada pendahulu. Ini bukan ciang
se sejati milik Tuhan. Bila hari ini senang hati bersedia
dia berceramah, bila hari ini tidak senang hati, tidak sudi
dia berceramah, lantas mesti mengutus siapa untuk per-
gi ceramah? Ini adalah ciang se yang menanam dirinya
dalam sebuah pot, gizi dalam pot sangat terbatas, bila
tidak terus diberikan pupuk, ada kemungkinan akan mati
layu kekurangan gizi.

Umpama kita membeli dua pohon apel, yang satu dita-


nam di dalam tanah, yang satu ditanam di dalam pot.

155
Pada awalnya, saat membawa pulang harus terus dis-
irami air, tetapi setelah satu tahun mungkin pohon apel
yang ditanam dalam tanah tidak perlu disirami lagi, se-
dangkan yang ditanam dalam pot harus terus disirami bi-
arpun sudah lewat sepuluh tahun, dua puluh tahun mau-
pun tiga puluh tahun, sebab ia adalah pohon apel yang
takkan tumbuh tinggi. Banyak ciang se yang tidak dapat
tumbuh besar, tidak sanggup menerima cobaan, yang
menempatkan diri dalam pot, membatasi diri dalam ru-
ang lingkup yang sangat kecil. Seharusnya kita terobosi,
bila bercita-cita menjadi ciang se yang mewakili langit-
bumi membabarkan dharma, maka ada satu hal yang
sangat penting yaitu harus meletakkan keakuan. Setelah
meletakkan diri sendiri, kemudian menerobos. Menero-
bos keluar dari pot sendiri hingga akar dapat menyatu
dengan alam, gizi dari tanah pun dapat terserap oleh
kita, kita berhubungan erat dengan alam, tanpa perduli
perubahan dari empat musim, tetap dapat berdiri ko-
koh, walaupun daun menjadi kuning dan berguguran di
musim gugur, pada saat bersamaan juga tumbuh tunas
baru di musim semi mendatang, ketika musim semi tiba,
kita tetap tumbuh lebat bahkan semakin hijau dan ko-
koh.

3. Ciang se yang hidup di atas bumi, bukan ciang se


yang hidup dalam pot bunga.
Jadilah ciang se yang hidup di atas bumi, bukan ciang se
yang hidup di dalam pot, kita harus melebur dalam struk-

156
tur besar dan seluruh alam semesta. Dengan demikian
baru mampu membabarkan dharma alam semesta. Jika
membatasi diri dalam ruang lingkup yang sangat kecil,
maka takkan dapat menyerap energi alam. Sebatang
bunga yang ditanam dalam pot bunga bila ditempatkan
di alam terbuka takkan dapat menerima cuaca yang ter-
lalu panas maupun dingin, sebab hawa dirinya tidak me-
nyatu dengan alam.

Suatu kali ketika hou sie dalam perjalanan dari New York
menuju Los Angeles, seorang umat memberikan hou sie
lima batang pohon pinus dan lima pot bunga yang sangat
indah, hou sie pun menanamnya dengan sangat indah.
Pada suatu musim gugur turun salju lebat, pohon pinus
tersebut diletakkan di pinggiran dari sebuah atap yang
menaungi, bukan diletakkan persis di bawah atap, hanya
dalam waktu satu malam semua daun pinus tersebut ter-
luka bagaikan terseduh oleh air panas, semuanya men-
jadi beku, layu dan mati. Walaupun pinus memiliki akar,
namun perubahan iklim yang besar menyebabkan kema-
tiannya. Oleh sebab itu, janganlah menjadi ciang se yang
berada dalam pot, ketika situasi, keadaan berubah, kita
takkan sanggup bertahan. Sekali angin besar bertiup, kita
bergoyang hebat hampir tumbang; sekali cuaca berubah
langsung mati membeku. Bila demikian, bagaimana
dapat mengekspresikan daya hidup dari alam? Bagaima-
na dapat mengekspresikan kebenaran sejati?

157
3. Ingatlah ciang se harus: meletakkan keakuan,
menerobosi diri, meleburkan diri dalam alam, jan-
gan egois, jangan keras kepala, jadikan keberhasi-
lan bersama sebagai kebanggaan kita, memikirkan
demi kebenaran.

Bagaimana mengekspresikan energi dari alam lewat


diri kita? Cobalah amati pepohonan di muka bumi, bu-
kankah mereka sedang mengekspresikan energi dari
alam? Dapatkah kita melihat tanda-tanda adanya ke-
hidupan di muka bumi tanpa adanya pepohonan? Daya
hidup dari alam terlihat lewat daun yang tumbuh lebat
dari pepohonan. Apakah umat dapat melihat keajaiban
dan kemuliaan dari Tao? Tak terlihat, sehingga memin-
jam para ciang se dan pelaksana Tao untuk mengekspre-
sikan keajaiban dan kemuliaan Tao agar dipahami oleh
umat. Ingatlah bahwa ada satu faktor yang sangat pent-
ing, yaitu kita harus meleburkan diri dengan alam, bukan
membatasi diri dalam dunia kecil. Lapangkan dada kita,
bukalah jendela, biarlah udara segar masuk, bukankah
ini sangat baik? Mengapa mengurung diri sambil me-
nyanyikan lagu sendu? Untuk apa sering menyanyikan
lagu berjudul “Tiada Orang Yang Memahami Saya” Men-
gapa tidak kita buka jendelanya dan biarkan udara segar
masuk? Mari buka hati, menerima didikan Bapak dan Ibu
Guru, didikan Para Suci, melihat segala hal dari umat di
muka bumi, leburkan alam dan umat dari tiga alam ke
dalam hati kita, kemudian keluarkan welas asih dari hati

158
kita untuk melintasi umat dunia. Semua Buddha di masa
pancaran putih harus memiliki kelapangan dada seperti
ini. Jangan membatasi diri dalam lingkup yang kecil, se-
bab prestasi kita akan sangat terbatas; bila membatasi
akar sendiri dalam sebuah pot, kita tidak akan tumbuh
besar.

Sering kita lihat ciang se yang sangat disayangkan dalam


wadah Ketuhanan yang membatasi dirinya dalam ruang
lingkup kecil, sehingga tidak dapat berkembang den-
gan baik. Sebagai pendahulu tentu harus memperhati-
kan dengan jelas, hal ini terus dipesankan oleh Chien
Jen dan Tuhan. Banyak junior yang memiliki akar bagus
serta memiliki kemampuan lebih bagus dari kita; budi
mereka di kehidupan lampau juga lebih baik dari kita,
walaupun pada kehidupan sekarang mereka menjadi ju-
nior kita yang berusia lebih muda. Di antara junior kita
banyak yang kehidupan lampau adalah pendahulu yang
mati demi menangkal karma dan kini reinkarnasi kem-
bali dalam wadah Ketuhanan. Oleh sebab itu, kita harus
membina sikap saling menghormati; jika tidak demikian,
kita bahkan tidak sadar telah bersalah atau meremeh-
kan Buddha. Jangan melihat wujud dan usia, orang yang
berusia lebih muda, belum tentu asal-usulnya tidak se-
banding kita, berbudi lebih rendah dari kita, bahkan ke-
mungkinan akar mereka jauh lebih bagus dari kita.

Sebagai pembina sejati, kita harus saling menghormati

159
jiwa sejati. Terutama dalam tatanan Tao kita sekarang
banyak adalah reinkarnasi dari pendahulu yang dulunya
meninggal demi menangkal karma, sehingga tidak boleh
ada sedikitpun sikap meremehkan dan tidak dianggap
penting. Tidak perduli usia dan paras wajah seseorang,
berbakat berbicara ataupun tidak, berpengetahuan atau-
pun tidak, kita harus melihat jiwa sejatinya dan meng-
hargainya. Dengan demikian, kita tidak akan melakukan
kesalahan. Sebagai ciang se harus meletakkan diri den-
gan baik, meleburkan diri dalam struktur besar, barulah
ada prestasi yang nyata; tanpa demikian, maka prestasi
kita akan sangat terbatas dan sangat disayangkan.

Sebagai pendahulu tidak boleh membatasi perkemban-


gan kemampuan dari junior. Banyak pendahulu yang
datang menitis kembali untuk menunaikan ikrar mereka,
menyelesaikan tugas pemberian Tuhan; bila kita meng-
halangi jalan hingga mereka tidak dapat menunaikan
ikrar, kelak Tuhan akan membuat perhitungan dengan
kita, perhitungan ini akan sulit dihitung dengan jelas.
Suatu kali ada dua dewa yang datang menitis ke dunia,
saat ingin memohon Tao, mereka dihasut oleh seorang
murid aliran Lok Thong sehingga tidak jadi memohon
Tao, akibatnya kedua dewa ini tidak dapat kembali ke ja-
batan mereka bahkan jatuh ke neraka. Sang murid dari
aliran Lok Thong ini setelah meninggal tentu saja juga
jatuh ke neraka menerima banyak jenis siksaan tanpa
mengetahui penyebabnya. Dia beranggapan dia melaku-

160
kan banyak kebajikan di kelenteng yang pinjam raga
pasti bisa kembali ke Surga, ternyata bukan hanya tidak
dapat kembali, bahkan sedikitpun pahala juga tidak ada.
Berkontribusi seumur hidup dalam kelenteng lok thong
bukan saja tidak memiliki sedikitpun pahala, bahkan
dosanya sangat berat. Raja Neraka memberitahu: ”Pada
tanggal ini, bulan ini, tahun ini ada dua orang yang in-
gin pergi memohon Tao, kamu menyampaikan satu per-
kataan sehingga mereka tidak jadi memohon Tao, mer-
eka adalah titisan dari dewa yang berikrar ingin melintasi
umat, hanya karena satu perkataanmu mereka tidak
memohon Tao, tanpa memohon Tao mereka tidak dapat
menunaikan ikrar sehingga tidak dapat kembali ke alam
dewa. Harus tunggu setelah kedua dewa ini mendapat-
kan Tao dan kembali ke alam dewa, barulah kamu bisa
terlepas dari penderitaan di neraka.” Jangan melakukan
dosa tanpa disadari.

Banyak junior kita yang berakar hebat, cobalah kita pikir-


kan berapa banyak orang yang sanggup melaksanakan
pengembangan Tao ke seluruh dunia di masa sekarang
dan mendatang? Apakah ini adalah kekuatan biasa yang
sanggup melaksanakannya? Walaupun satu orang san-
gat berbakat, tetap harus terkumpul banyak orang yang
berbakat besar baru dapat melaksanakan urusan besar
ini. Bapak Guru terus mengingatkan bahwa kelak akan
bermunculan kader-kader besar, Sesepuh Agung juga
pernah menyinggung soal ini, sebab kelak Sheng Tao

161
Yuen akan tersebar ke seluruh dunia. “Tanggung jawab
yang berat membutuhkan kerjasama dari banyak kader
untuk menjadi tiang-tiang utama.” Harus memiliki ban-
yak kader hebat baru dapat menyelesaikan tugas ini ber-
sama-sama, kader-kader tersebut telah datang ke dunia,
bukan belum menitis, perlahan-lahan mereka akan me-
masuki wadah Ketuhanan kita. Oleh sebab itu, sebagai
senior tidak boleh membatasi perkembangan kemam-
puan dari para junior. Kita harus memiliki kelapangan
dada yang besar untuk menerima mereka serta memi-
liki wadah Ketuhanan yang sangat besar bagi mereka
untuk mengembangkan diri. Jangan mengurung junior
sendiri dalam sangkar, sebab wadah Ketuhanan takkan
dapat berkembang, selain itu juga akan menghalangi ke-
sempatan bagi para junior untuk menunaikan ikrar dan
mencapai kesempurnaan serta kesempatan bagi tujuh
tingkat leluhur dan sembilan tingkat keturunan junior
untuk melampaui kelahiran dan kematian. Bagaimana
kelak hutang ini akan diperhitungkan? Dosa ini sungguh
berat.

Chien Jen terus mengingatkan: ”Kita menghalangi banyak


umat, kita menyia-nyiakan banyak umat, banyak kader
berbakat yang tidak kita eksplorasi dan tidak kita beri-
kan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan-
nya. Ini sungguh adalah penyesalan bagi kita. Sekarang
Chien Jen terus mendorong orang yang berbakat dan
memberikan kesempatan kepada mereka. Mengapa ha-
rus memperkokoh para pelaksana Tao? Agar orang yang
162
sungguh memiliki kemampuan dapat mengembangkan
urusan Ketuhanan dan kemampuan dalam wadah Ketu-
hanan, agar wadah Ketuhanan memiliki prestasi. Dalam
kelas Miao Hua Cue Sin, Yuen Cang She Shiong bers-
abda dengan sedih: ”Tuhan memberikan banyak kader,
mengapa tidak terlihat mereka beraktifitas dalam wadah
Ketuhanan?” Bagaimana mungkin Para Suci tidak sedih
tentang hal ini. Tuhan sungguh telah menurunkan ban-
yak Buddha ke dunia, bahkan mereka bukanlah Buddha
biasa, mereka memiliki jodoh yang sangat mendalam
dengan umat dunia. Mereka datang ke dunia untuk ikut
menyelesaikan tugas pelintasan umum tiga alam.

Sebagai ciang se, than cu maupun ren chai, bila tidak


berlapang dada pasti akan mencelakai junior dan wa-
dah Ketuhanan. Bagaimana cara kita untuk membimb-
ing, menuntun, mendidik para junior yang sedang giat
dalam persiapan untuk menaiki bahtera suci ataupun
yang telah naik ke bahtera suci agar mereka menjadi
kader yang sesungguhnya? Tentu saja kader utusan Tu-
han yakni para Buddha yang menitis kembali ke dunia
terlihat seperti orang biasa, kita harus mendidik dan
menuntun mereka dengan baik. Dengan bimbingan dan
didikan yang baik hingga mereka dapat mengembang-
kan kemampuan, maka kekuatannya tak terbayangkan
oleh kita. Oleh sebab itu, kita harus memberikan ruang
lingkup yang besar bagi mereka untuk mengembangkan
diri. Seandainya Kwan Sheng Ti Ciin mengendarai kuda

163
sembrani sekali terjang dari Taiwan langsung sampai
di pinggir laut Taiwan, ini pertanda arena untuk lari ti-
dak cukup besar, sekali loncat langsung menyeberang
ke samudera Pasifik, bagaimana dapat mempertunjuk-
kan kehebatannya? Jika memberikan satu kamar kecil
dan mempersilakan Kwan Kong menunjukkan permainan
pedangnya kepada kita, bukankah pedang akan berta-
brakan dengan tembok? Bagaimana dapat beraksi? Bu-
kan Beliau tidak memiliki kungfu, melainkan tidak dapat
beraksi. Bila menyuruh barongsai beraksi dalam dua ko-
tak ubin, bagaimana caranya? Bahkan berjalan saja sulit,
bagaimana dapat menari? Tentu saja harus memberikan
ruang yang besar untuk pertunjukan barongsai. Wadah
Ketuhanan harus besar, sebab banyak kader spesial dan
kader bijak akan muncul. Kelak wadah Ketuhanan akan
menjadi sangat besar sekali, ini tinggal menghitung hari
saja.

Di bawah bimbingan Chien Jen, semua pembina dan


pelaksana Tao harus mempelajari kelapangan dada, budi
dan semangat dari Chien Jen serta membina banyak
kader hebat. Hanya dengan demikian, baru dapat meny-
elesaikan misi pemberian Tuhan. Oleh sebab itu, banyak
kader yang menantikan bimbingan dari kita. Dulu waktu
Ou Yang Siu menjadi Dewan Penguji untuk menguji juara
nasional ke-dua (Cin She), ketika Ou Yang Siu meng-
oreksi kertas ujian membaca sebuah karangan yang ti-
dak diketahui siapa penulisnya, sebab kertas ujian dan

164
nama peserta ujian disegel. Setelah baca berulang kali,
Ou Yang Siu merasa karangannya sangat bagus sekali,
Ou Yang Siu mengira ini adalah hasil karya muridnya se-
hingga tidak berani ditempatkan di juara pertama me-
lainkan ditempatkan pada juara kedua, sebab takut akan
dikritik orang pilih kasih. Kemudian menempatkan ka-
rangan juara kedua jadi juara pertama. Setelah kejuara-
an diumumkan ternyata Ceng Khong murid Ou Yang Siu
yang mendapatkan juara pertama, Su Tong Po menem-
pati juara ke-dua. Ou Yang Siu memuji: ”Kelak orang ini
pasti akan menjadi pimpinan dalam kesusastraan. Saya
harus mengasingkan diri agar dia memiliki kesempatan.
Kebesaran jiwa dari Ou Yang Siu adalah seperti ini. Tanpa
rekomendasi dari Ou Yang Siu, sulit juga bagi Su Tong
Po untuk menjadi terkenal. Dalam dunia sastra saja me-
miliki kebesaran jiwa seperti ini, apakah mungkin wadah
Ketuhanan tanpa kebesaran jiwa seperti ini? Bila tidak
memiliki pembinaan yang baik serta tidak berjiwa be-
sar, bagaimana dapat membimbing junior yang berbudi?
Janganlah belajar seperti Wang An She yang hanya me-
nonjolkan diri dan keras pendirian, terlebih lagi jangan
belajar seperti Li Lin Fu yang mencelakai Cong Liang,
tetapi belajarlah dari Ou Yang Siu. Ou Yang Siu mem-
bimbing banyak kader hebat, di antara muridnya juga
banyak yang hebat. Demikian pula kita sebagai ciang se
dalam membimbing junior harus memberikan kesempa-
tan untuk berprestasi, setiap junior dapat mengembang-
kan bakat dan budinya dengan baik. Ini tanggung jawab

165
penting ciang se. Jika beranggapan pengetahuan kita
kurang, maka lakukanlah seperti peribahasa ‘melempar
batu bata untuk memancing batu giok’. Biarpun kita han-
ya sebongkah batu bata, namun dengan berjiwa besar,
bercita-cita besar serta berkat pengorbanan dan tuntu-
nan dari kita, akan berdatangan banyak kader hebat.
Kelak kader–kader ini akan menciptakan karya gemilang
dalam era baru Tao. Ini butuh dorongan semangat dari
kita bersama.

Tuhan telah mengutus banyak kader ke berbagai pe-


losok, mereka belum tentu adalah keturunan Tionghua,
melainkan tersebar di berbagai negara, lalu bagaimana
kita membimbing mereka untuk melaksanakan tugas
Ketuhanan? Kita harus terus meningkatkan diri dan me-
nimba ilmu, jika tidak demikian apa yang akan kita beri-
kan kepada mereka? Tentu saja bukan hanya belajar ba-
hasa, budi juga harus dipupuk, pengetahuan Tao harus
ditingkatkan, kepribadian harus ditingkatkan dan berji-
wa besar, sehingga kelak wadah Ketuhanan baru dapat
berkembang pesat, memiliki banyak kader hebat. Semua
ini hanya tinggal menghitung hari.

Inilah tanggung jawab kita sebagai ciang se untuk men-


emukan, menggali, dan membina para kader, agar mer-
eka dapat mengembangkan bakat dengan baik. Tidak
salah pendahulu Taiwan sekarang berada di negara kita,
namun sanggupkah mengembangluaskan Tao ke selu-

166
ruh negeri hanya dengan mengandalkan mereka? Tentu
saja harus ada kader lokal yang mengembangkannya.
Bagaimana caranya agar mereka mengerti kebenaran
dan mengembangkan kebenaran? Apa yang dapat kita
berikan kepada mereka? Inilah hal yang butuh kesung-
guhan hati dari kita. Kita harus giat belajar bagaikan
guru yang baik akan terus menimba ilmu baru kemudian
diajarkan kepada muridnya.

4. Ciang se yang baik akan terus menimba ilmu,


kemudian membimbing umat
Seharusnya kita merasa gembira dan risau sebagai
seorang ciang se. Sungguh suatu anugerah dapat men-
jadi ciang se dalam era baru Tao, ini bukanlah kata-kata
pujian, ini adalah hasil jerih payah kita sekian lama, na-
mun kita tetap perlu merasa risau. Sebab penyebaran
Tao ke empat penjuru sangatlah besar, tugas ini terletak
pada bahu kita setiap insinyur. Kita semua adalah in-
sinyur bagi Sheng Tao Yuen, jika kita salah bicara, tu-
kang akan salah bangun, kesalahan ini tentu harus di-
tanggung oleh insinyur? Oleh sebab itu, kita tidak boleh
salah bicara.

Kita akan membangun Fo Thang di Dominic, tahukah kita


insinyur di sana parahnya seperti apa? Denah Fo Thang
telah ada, mereka membangun seluruh bangunan den-
gan batu bata, suatu hari mengajak saya naik tangga
untuk melihatnya, ke 4 sisi dinding telah dibangun den-

167
gan batu bata, lalu bertanya kepada saya: ”Menurutmu
pintu lebih baik diletakkan dimana?” Ampun! Mana ada
insinyur seperti ini? Denah sudah jelas, ikuti saja de-
nah dalam pembangunannya! Di mana ada gambar pintu
berarti di sanalah letak pintu, jangan dibangun dengan
tembok! Setelah semua tertutup tembok, baru tanya
saya pintu ingin diletakkan di posisi mana. Setelah saya
kasih tahu di mana letak pintunya, baru tembok bata di-
robohkan lagi. Insinyur ini bukan hanya membuang ba-
han, waktu bahkan membuang banyak dana. Insinyur
yang membawa kerugian tidak bisa dipergunakan! Kita
tidak boleh menjadi insinyur seperti ini.

Oleh sebab itu, pembangunan Sheng Tao Yuen serta se-


mangat dari ajaran Konfusius dan Mencius mengandalkan
kita untuk menggalakkannya dan mengembangkannya.
Sebuah Sheng Tao Yuen yang muncul di Surga sungguh
indah, megah, agung dan mulia! Fo Thang di dunia ter-
lihat hanya biasa saja, tahukah kita betapa indahnya Fo
Thang yang terlihat di Surga? Ini berkat pembangunan
dari para pembina dan pelaksana Tao. semua ciang se
harus mengembangkan ajaran Konfusius dan Mencius
dengan baik serta mengekspresikan ajaran tersebut
lewat diri kita. Saat membangun Sheng Tao Yuen, kita
harus menunjukkan keteladanan Konfusianisme, agar
umat memahami ajaran Konfusius yang sebenarnya. Se-
bab masa penggunaan ajaran Konfusius telah tiba, jika
bukan kita yang melakukan, menunggu siapa lagi untuk

168
melakukannya? Situasi langit tidak menunggu kita, Tu-
han juga tidak mengijinkan kita menunggu lagi, sehing-
ga kita harus melaksanakan dengan giat.

Aliran kita di Amerika demi mencari tanah pembangunan


Sheng Tao Yuen menghabiskan waktu sangat lama, kebin-
gungan lebih baik di tempat mana. Amerika sangat besar
dan terdiri dari beberapa negara bagian, setelah mencari
sangat lama, melihat banyak tanah, akhirnya terpikir ti-
dak bisa demikian, seandainya ketemu tanah yang ti-
dak diinginkan oleh Tuhan, bagaimana baiknya? Akhirnya
pun meminta petunjuk lewat “pua pue”(melemparkan 2
benda ke atas untuk menemukan jawaban dari pertan-
yaan dengan melihat kondisi 2 benda tersebut setelah
jatuh ke lantai), untuk bertanya kepada Bapak Guru se-
harusnya mencari ke arah mana dan tanah daerah mana
lebih baik. Akhirnya Bapak Guru menunjukkan satu tem-
pat yang sangat jelas untuk kami cari serta memberitahu
satu hal yang sangat penting yaitu kelak para kader akan
memenuhi Sheng Tao Yuen. Itu juga seharusnya terjadi
di sini juga. Tentu saja ciang se termasuk kader yang pal-
ing bagus, tetapi kita harus terus membina kader hebat,
apakah mampu mengembangkan wadah Ketuhanan di
sini hanya dengan mengandalkan kita? Cobalah pikirkan
Taiwan yang kecil saja dikembangkan oleh berapa ban-
yak Tien Chuan Se, than cu, ciang se dan ren chai? Se-
dangkan di sini demikian besar, seluruh Amerika Selatan
demikian besar, berapa banyak kader yang dibutuhkan?

169
Inilah tanggung jawab yang harus kita jalankan dengan
giat. Oleh sebab itu, tanggung jawab dan misi kita san-
gat penting dan berat, tanggung jawab yang diberikan
oleh Tuhan kepada ciang se dalam era baru Tao sungguh
besar, di satu sisi sangat mengembirakan, di sisi lain per-
lu sangat dikhawatirkan. Kita seharusnya memiliki keri-
sauan tentang bagaimana caranya berjuang, berkorban,
berkontribusi baru dapat menyelesaikan misi pemberian
Tuhan. Hal inilah yang harus kita laksanakan segenap
jiwa raga. Berdasarkan jabatan suci, kita harus memaha-
mi jabatan suci kita adalah sebagai ciang se, memahami
misi titipan Tuhan kepada kita serta bagaimana membina
kader yang lebih hebat dalam wadah Ketuhanan. Semua
ini adalah tanggung jawab kita.

Apakah kita merasakan satu hal, dulu kita sering memb-


aca buku tentang kisah karma, banyak bintang yang me-
nitis ke dunia diantaranya bintang He Han Sing Tou, para
bintang yang menitis ke dunia malah menjadi mafia. Ini
sungguh aneh! Mungkin semangatnya terlalu membara
dan tiada tempat untuk disalurkan. Seperti jenderal ter-
kenal di dinasti Ming yang bernama Nien Keng Yao waktu
mudanya juga demikian yaitu terlalu berenergi. Ayahnya
Nien Keng Yao mengundang guru untuk datang men-
gajar di rumah, tetapi dia tidak serius belajar bahkan
mencari berbagai cara untuk mempermainkan guru dan
memperbodohi guru, terakhir dia juga belajar kungfu
untuk mempermainkan gurunya, akibatnya semua guru

170
dalam beberapa hari segera meringkas bajunya untuk
pergi dan berkata kepadanya ayahnya: ”Yang ini saya
tidak sanggup mendidiknya.” Ini membuat ayahnya pus-
ing. Seluruh kota mengetahui anaknya sulit dididik, wa-
laupun menempel banyak pengumuman untuk mencari
guru bagi anaknya, tetapi tiada orang berani pergi waw-
ancara. Akhirnya ada satu orang yang datang wawan-
cara yang tidak berbicara satu kata pun saat wawancara,
sesungguhnya orang ini berilmu tinggi dan berkungfu
tinggi hanya saja tidak bersuara. Guru ini berkata ke-
pada ayahnya Nien Keng Yao: ”Anda ingin saya menga-
jar boleh saja, tetapi ada satu persyaratan yaitu tidak
mengijinkan dia keluar, saya dan dia dikurung dalam
halaman belakang tanpa boleh keluar, saatnya makan
suruhlah orang untuk mengantarkan makanan.” Hanya
itu saja permintaan dari guru ini, ayahnya pun mengu-
rung mereka di halaman belakang. Ketika guru tersebut
datang, Nien Keng Yao mengira sang guru akan menga-
jarkan dia sesuatu, tetapi guru ini tidak mengajarkan dia
apapun, hanya membiarkan dia bermain sesuka hati di
halaman belakang, tetapi biar bagaimanapun main, saat
berusia muda belia dan energi di tubuh tidak menemu-
kan tempat untuk disalurkan, juga tidak boleh keluar, se-
dangkan guru tersebut hanya memainkan kecapi tanpa
mengajarkan dia. Nien Keng yao semakin berpikir sema-
kin marah, akhirnya dia memikirkan cara untuk mem-
permaikan guru, tetapi tidak berhasil, sebab kungfunya
sangat tinggi hanya saja tidak dipamerkan. Akhirnya

171
Nien Keng Yao pasrah dan menerima kenyataan bahwa
bagaimanapun berusaha tetap tidak berhasil memper-
mainkan guru, dia baru menyadari ini bukan guru biasa,
kungfunya sungguh tinggi dan ilmu pengetahuannya
sungguh tinggi, barulah dia memantapkan hatinya untuk
belajar dengan guru tersebut, dia tidak hanya berilmu
tinggi bahkan berkungfu tinggi, hingga akhirnya menjadi
jenderal yang terkenal di dinasti Ming.

Kita harus pahami ada kader unik yang akan muncul dari
junior, kepribadian kita haruslah sangat baik, jangan
murid menendang sekali, kita membalas dua kali, tidak
boleh saling berkelahi. Kita harus melatih diri hingga
tanpa bersuara, tentu saja saatnya harus bicara baru
berbicara, saat tidak perlu, janganlah berbicara. Terus
tingkatkan ilmu, karena kelak akan bermunculan ban-
yak kader unik dan kader bijak. Ingatlah jangan mem-
bimbing mereka dengan ilmu pengetahuan dan kemam-
puan. Pengetahuan kita takkan mampu membimbing
dia, sebab mereka jauh lebih berpendidikan dibanding-
kan kita; kemampuan kita takkan mampu membimbing
dia, sebab mereka lebih hebat dari kita. Mereka hanya
dapat dibimbing dengan budi luhur, yakni jadikan diri
sebagai teladan untuk membimbing mereka. Jangan
hanya berbicara, walaupun sebagai ciang se juga harus
ada keteladanan dalam berbicara, tetapi jangan hanya
membimbing dengan berbicara, melainkan juga dengan
keteladanan dari perbuatan. Jangan meremehkan mer-

172
eka, mereka semuanya adalah orang yang sangat pintar,
berpendidikan tinggi, berbakat bagus, hanya saja budi
belum memadai, Jika ingin membimbing mereka hanya
bisa dengan budi luhur. Dalam hal pengetahuan kita ti-
dak mungkin menang; dalam hal kemampuan mereka
lebih hebat dari kita. Oleh sebab itu, kita hanya dapat
meningkatkan diri dalam pemupukan budi luhur.

Ciang se selain harus terus menambah wawasan, juga


harus membina budi dengan baik. Ingatlah ciang se
dalam jodoh timur dan jodoh selatan berbeda, sebab
umat yang dihadapi berbeda sifatnya. Ciang se yang be-
rada dalam jodoh timur harus memahami terutama ten-
tang penyempurnaan, di Taiwan ada perlindungan budi
luhur dari Ibu Guru, perlindungan dari lima pengorbanan
besar Sesepuh Agung, masih ada seluruh wadah Ketu-
hanan di Taiwan yang dibangun lewat pengorbanan para
Chien Jen, ditambah lagi semua orang memiliki pandan-
gan budaya timur yang kental dan moral etika sebagai
pondasi, sehingga biarpun ciang se salah besar dalam
penyampaian namun para umat tidak berani bersuara.
Tetapi ingatlah bahwa jodoh selatan berbeda! Jika ti-
dak memahami hal ini, kita akan menggugurkan banyak
orang. Orang yang dihadapi berbeda, kemampuan mer-
eka juga berbeda. Dalam masa jodoh timur, kita mener-
ima pengajaran dari orang suci selama 3.000-4.000 ta-
hun lamanya, sehingga dengan mudah kita menerima
pengajaran dari Para Suci, dharma yang disampaikan

173
oleh Para Suci lewat peminjaman raga serta dharma dari
pendahulu. Tiada kendala dalam bahasa komunikasi;
tetapi jodoh di selatan berbeda, mereka harus memin-
jam penerjemah baru dapat memahami perlahan-lahan;
ini membutuhkan waktu yang lama, selain itu jodoh di
selatan terlalu cepat, bagaimana dapat mempergunakan
waktu yang terlalu panjang baru melaksanakan urusan
Ketuhanan dengan baik? Oleh sebab itu, Tuhan mem-
berikan kemampuan khusus kepada umat di jodoh se-
latan yang berbeda dengan kita yang berada di jodoh
timur.

Orang di jodoh timur lebih memiliki rejeki dalam men-


dengar, sebab kita dapat mendengarkan banyak siraman
dharma dari Para Suci; sedangkan orang di jodoh selatan
lebih memiliki rejeki dalam penglihatan, yakni dapat me-
lihat apa yang tidak dapat kita lihat. Mereka sungguh
dapat melihat apa yang tidak dapat kita lihat, kita tidak
dapat menipu mereka. Ada satu kemampuan lain lagi
yaitu mereka dapat merasakan apa yang tidak dapat di-
rasakan oleh kita. Kita yang berada di jodoh timur jarang
yang melihat kesaksian. Itu cukup sebab kita telah ban-
yak mendengar. Berita kebenaran pemberian Tuhan ke-
pada kita demikian banyak, untuk apa kita serakah lagi
untuk melihat kemukjizatan? Jodoh di selatan berbeda
sebab yang didengar oleh mereka sangat terbatas, masa
pengajaran dari Para Suci sangat pendek, dalam waktu
pendek ingin mendorong penyebaran Tao ke seluruh du-

174
nia, menurut kita apa yang harus dilakukan? Oleh se-
bab itu, Tuhan memberikan kemampuan khusus kepada
mereka, yaitu dapat melihat dan merasakan keberadaan
kebenaran, keberadaan Tuhan, kehadiran Para Suci, me-
lihat Yesus, Bunda Maria, Kwan Im, Sesepuh Agung, ter-
kadang melihat Para Suci, terkadang melihat sinar Bud-
dha dan sebagainya, bahkan ada yang tidak bisa melihat
tetapi dapat merasakan. Setelah mendapatkan Tao mer-
eka merasa sangat tenang, damai, bahagia dan nyaman.
Ketika berjalan memasuki sebuah Fo Thang, mereka
dapat merasakan hawa di dalam Fo Thang sangat baik
ataupun buruk, kita tidak dapat membohongi mereka.
Tadi baru selesai bertengkar, sekarang sudah tidak lagi,
tetapi hawa dari pertengkaran dapat mereka rasakan.
Pahamilah orang yang semakin melekat pada hawa se-
makin tidak sudi ternodai; orang yang semakin perasa
akan semakin peka terhadap hawa dan takut ternodai,
ketika merasa hawa tidak benar mereka segera pergi,
tidak perlu menunggu kita salah bicara baru mereka
akan pergi. Lantas bagaimana? Bagaimana boleh kita ti-
dak membina diri dengan baik! Kita tidak dapat menipu
mereka. Hanya dengan menjalankan semakin jujur dan
alami, mengekspresikan budi luhur dari Bapak dan Ibu
Guru, Sesepuh Agung dan Chien Jen pada diri kita, ke-
mudian bimbinglah mereka.

Jangan meremehkan mereka, pahamilah meskipun mer-


eka menerima pengajaran dari Para Suci dalam waktu

175
singkat, tetapi bila mereka rela berkorban, pengorbanan
mereka lebih kuat daripada kita, pengorbanan mereka
tak terbayangkan oleh kita. Sebab pertimbangan kita
sangat banyak, kita memikirkan keluarga, istri-anak,
bisnis dan bimbang antara ingin melaksanakan atau ti-
dak. Mereka tidak seperti kita yang banyak pertimban-
gan, mereka memiliki sikap antusias terhadap kebena-
ran, sebab Tuhan memberikan banyak kesaksian kepada
mereka, sehingga mudah timbul antusiasme dan gemar
terhadap kebenaran. Begitu memahami kebenaran, mer-
eka bisa mengorbankan semuanya dan melaksanakan
sepenuh hati, ini tidak sanggup kita lakukan.

Oleh sebab itu, setiap Buddha memiliki cara tersendiri


dalam mencapai kesempurnaan, setiap era Tao memi-
liki cara tersendiri, bagaimana caranya kita membimbing
mereka agar mereka dapat tulus dan terpanggil untuk
membuka ladang Tao? Kita yang berada di sini sangatlah
penting, kita harus memperhatikan ucapan dan perbua-
tan sendiri. Benahilah suasana dalam keluarga sendiri,
agar saat orang lain masuk ke dalam keluarga kita bagai-
kan memasuki tanah suci Buddha Maitreya yang demiki-
an damai, agar setiap umat yang masuk ke rumah kita
merasakan keharmonisan dan kedamaian serta senang
datang ke rumah kita, ke Fo Thang kita. Ini bukan hanya
sekedar penyampaian saja, melainkan lewat ketulusan
hati yang sesungguhnya, budi kita dan praktek dharma
dalam diri kita untuk membimbing mereka perlahan-lah-

176
an; tanpa demikian, kita jangan hanya melihat penampi-
lan luar Fo Thang, terutama di jodoh selatan, sebab mu-
dah salah dalam melihat. Sebab di daerah selatan banyak
orang yang membina jiwa, saat ini datang sekelompok,
keesokannya datang sekelompok baru, tetapi kelompok
yang lama bubar; datang cepat pergi pun cepat; datang
sekelompok, pergi pun sekelompok, pada akhirnya kita
tidak memiliki apapun.

Kita dapat melihat banyak kelompok pembina jiwa di


Amerika Selatan, mereka memiliki jiwa yang peka. Kali
ini hou sie tiba dulu di Venezuela, san chai dan Tien Ch-
uan Se baru menyusul tiba. Hanya ada satu umat yang
menjemput saya di bandara, umat yang satu lagi tidak
jadi pergi jemput. Keesokan harinya dia mengatakan
saat saya tiba di bandara dia merasakan dan dia juga
merasakan san chai telah tiba dalam arti energi dan hati
san chai telah tiba. Walaupun orangnya masih di Colum-
bia, tetapi dia tahu hati san chai telah tiba. Bagaimana
kita dapat membohongi dia? Mereka memiliki kemam-
puan yang sungguh tak terbayangkan oleh kita. Dalam
keseluruhan perkembangan wadah Ketuhanan di jodoh
selatan, kita hanya dapat lebih alami, jujur, berkorban
dan berupaya menyadarkan mereka, tiada cara pintas
lain. Jangan dengan bermulut manis atau memakai trik,
sebab takkan berguna. Jangan mempergunakan trik
atau jurus tertentu, hanya dengan setulus hati men-
jalankan, sebab mereka dapat merasakan. Jika kita

177
berupaya sekuat tenaga, karunia Tuhan, sinar budi dari
Bapak Guru akan terpancarkan dari diri kita, mereka pun
dapat melihatnya. Bukan hanya Tien Chuan Se yang ada,
semua than cu dan ren chai juga ada. Walaupun kita ti-
dak dapat berkomunikasi dengan mereka, tetapi mereka
dapat melihat yang tak terlihat oleh kita, otomatis mer-
eka akan yakin kepada kita.

Di Dominic ada seorang umat yang saat bertemu ber-


kata: ”Anda adalah orang yang sangat spesial.” Padahal
kita adalah orang biasa yang tidak mengerti bahasa Ing-
gris maupun Spanyol sehingga tidak sanggup menjelas-
kan kepada dia. Ternyata suatu kali dia ikut kelas, Tu-
han berwelas asih agar dia mengerti kebenaran dan
Tao hingga membuat dia melihat ciang se yang berdiri
di mimbar tidak hanya berceramah sendiri, dia melihat
ada dua orang, anehnya orang yang satu lagi memiliki
gerakan yang sama persis dengan ciang se, paras pun
sama hanya saja yang satu lebih tua, yang satu lagi lebih
muda. Ini bukan salah penglihatan, memang inilah yang
terlihat olehnya. Inilah welas asih dari Tuhan, walaupun
yang terserap olehnya sangat sedikit, sebab harus mele-
wati terjemahan baru dapat paham, sedangkan berapa
banyak yang dapat diterjemahkan? Penerjemahan bu-
kanlah hal yang mudah, apalagi harus diterjemahkan
ke dalam bahasa Inggris dan Spanyol. Dharma tentang
wujud bisa diterjemahkan, dharma tentang jodoh masih
dapat diterjemahkan secara paksa, dharma tertinggi sulit

178
diterjemahkan. Sejak zaman dulu dharma tertinggi tidak
diterjemahkan, harus dipertahankan nada asalnya dan
dihayati perlahan-lahan, sebab tidak dapat diterjemah-
kan. Begitu diterjemahkan langsung salah. Terlalu sulit
untuk menerjemahkan dharma tertinggi dengan benar,
sehingga pemahaman mereka juga sangat terbatas.
Bagaimana cara kita untuk menambal kekurangan ini?
Tuhan memberikan kemukjizatan yaitu mereka dapat
melihat apa yang tak terlihat oleh kita, sehingga mer-
eka tetap dapat yakin terhadap Tao. Kita yakin terhadap
Tao lewat mendengarkan dharma, sedangkan mereka le-
wat penglihatan, bukankah sama saja? Dengan demikian
tercapailah tujuan pengajaran dari Tuhan, sebab keya-
kinan mereka telah muncul. Mereka sangat ikhlas un-
tuk berkorban, berkontribusi serta turut berpartisipasi
dalam urusan Ketuhanan sepenuh hati. Untuk menambal
kekurangan manusia, sedikit petunjuk dari Tuhan telah
menimbulkan keyakinan besar pada mereka. Bagaimana
caranya mendapatkan bantuan dari Tuhan untuk mem-
berikan kesaksian dari Tao sejati? Inilah yang harus terus
dilaksanakan sepenuh hati oleh kita.

179
PENUTUP

Jika kita melaksanakan sepenuh hati, walaupun dharma


yang disampaikan tidak terlalu baik, tetapi mereka akan
melihat sinar Tuhan, sinar Buddha dan sinar kebenaran
pada diri kita, mereka tetap dapat yakin.

Walaupun kita tidak mampu berbicara bahasa Spanyol


dengan baik, namun kebenaran dan sinar yang terpancar
dari tubuh kita adalah benar dan mereka dapat melihat-
nya, mungkinkah mereka tidak yakin? Mereka tetap akan
yakin terhadap Tao. Semua ini berkat karunia Tuhan,
bukan tubuh kita yang memancarkan sinar, melainkan
sinar Tuhan yang meminjam tubuh kita untuk dipancar-
kan keluar, agar terlihat oleh mereka. Karena kita tidak
dapat berbicara bahasa Spanyol, inilah cara lain dari Tu-
han dalam menyempurnakan umat, sehingga manusia
dan langit harus menyatu. Sinar dari Tuhan juga harus
meminjam kita pembina dan pelaksana Tao sejati un-
tuk mengekspresikannya, agar mereka dapat memahami
kebenaran dengan baik dan sepenuh hati dalam wadah
Ketuhanan.

Ciang se harus segan terhadap firman Tuhan, mengerti

180
situasi langit, perubahan dari situasi langit, perubahan
dari jodoh Tao, perubahan dari wadah Ketuhanan serta
perubahan dari era Tao; tetapi bukan berarti kita me-
nyampaikan hal tersebut kepada orang lain, melainkan
harus kita pahami dan laksanakan dengan baik sesuai
hal tersebut. Dengan demikian, barulah kita memiliki
prestasi. Berikutnya adalah kepribadian dari ciang se, se-
bab walaupun ada banyak orang yang bercita-cita untuk
membina dan melaksanakan Tao, namun pada tahapan
tertentu tidak sanggup menerobos, sehingga prestasinya
pun sangatlah kecil, ini sungguh disayangkan. Bukan Tu-
han membatasi dia, melainkan batasan dari sebuah ru-
ang lingkup sehingga akarnya tidak dapat menerobos,
prestasinya tidak dapat dikembangkan, Tuhan merasa
ini sungguh sangat disayangkan; yakin Bapak Guru, Ibu
Guru, Yuen Cang She Siong, Sesepuh Agung dan Chien
Jen juga merasa sangat disayangkan. Segala jerih payah
Para Suci tiada lain agar kita dapat mencapai kesem-
purnaan, setiap orang dapat memiliki budi seperti orang
suci, bukan damai dalam keadaan kecil dalam jabatan
kecil, melainkan setiap orang memiliki prestasi gemila-
ng. Inilah jerih payah Para Suci serta pengajaran terus
menerus dari Yuen Cang She Siong, Sesepuh Agung,
Chien Jen kepada kita.

Tahun ini adalah tahun penentuan menang dan kalah,


sehingga harus menerobos diri sendiri dengan baik. Ha-
rus diketahui bahwa tiga tahun yang lalu seharusnya era

181
baru Tao akan ditetapkan, mari kita renungkan apa yang
dimaksud dengan ditetapkan? Kita tahu dari hasil ikut
ujian untuk masuk universitas yang ditempelkan, kita
tahu kira-kira kita masuk ke mana, ataukah tidak lulus.
Ini kita tahu jelas. Tahapan dulu telah selesai dan perlu
perhitungan, satu tahapan satu periode, kemudian baru
dimulai tahapan baru; ada murid lama yang lulus baru
ada murid baru yang masuk. Setelah lulus SD baru ma-
suk SMP; setelah lulus SMP baru masuk SMA. Para Suci
terus mengingatkan masa lalu telah sampai pada satu
tahapan, jodoh Tao di daratan Tiongkok telah berakhir
satu periode, sesungguhnya Tuhan ingin menetapkan
tetapi tidak tega. Jika ada seratus ribu orang mengikuti
ujian masuk universitas, hanya ada seratus orang yang
lulus, maka bagian pelaksana ujian juga akan stress.
Dari seratus ribu peserta hanya seratus orang yang lulus
ujian, menurut kita apakah perlu diuji ulang? Karena ti-
dak ada orang. Seharusnya tiga tahun lalu akan ditetap-
kan, tetapi Tuhan mengalihkan masalah ini sementara
dan memberikan waktu tiga tahun lagi kepada kita, saat
ini merupakan tahun penentuan. Pada awal tahun ini
Tuhan telah mengingatkan kita bahwa tahun ini adalah
tahun penentuan lulus atau gagal, tidak dapat ditunda
maupun dialihkan. Intinya tahun ini rapor prestasi akan
dibagikan, dalam proses ini akan ada penyeleksian, ada
yang berprestasi ada pula yang gagal. Selanjutnya akan
dimulai lembaran baru dan tatanan baru.

182
Tentu saja selamat bagi kita yang dapat memasuki era
baru Tao dan menjadi ciang se di tatanan baru Tao. Teta-
pi harus kita ketahui tatanan baru memiliki tanggung
jawab baru dan misi baru yang sangat besar yang ber-
beda dengan masa lalu. Hanya dengan lebih banyak ber-
korban, berkontribusi serta menambah ilmu untuk ber-
terimakasih atas perlindungan budi dari Chien Jen, juga
hanya dengan segenap jiwa raga membalas bimbingan
Tien Chuan Se dan pendahulu, agar kita dapat mema-
suki tatanan baru dengan lancar dan berkontribusi untuk
tatanan baru ini. Kelak barulah kita memiliki budi luhur
dalam seluruh era Tao.

Tahun 1996 hampir berlalu, dalam sisa waktu satu bulan


ini semoga kita lebih giat, jangan beranggapan telah be-
rakhir, melainkan harus bertahan hingga detik terakhir,
harus menerobosi kesulitan, bercita-citalah besar pada
detik-detik penentuan ini. Hati kita harus menampung
tiga alam, kita harus memiliki hati untuk melintasi umat
tiga alam, hati dan ikrar haruslah sangat luas. Yakinlah
bahwa kita tidak hanya datang untuk melintasi rakyat
negara ini saja, masih ada banyak tugas kita, masih ban-
yak orang yang harus dilintasi. Sebab banyak orang dari
negara lain yang imigrasi kemari, diantaranya banyak
imigran dari Eropa, dengan melaksanakan Tao di sini kita
dapat mengikat jodoh dengan negara lain di Eropa. Mari
kita terus maju, bukan hanya berhenti di sini saja. Jika
berhenti di sini maka Tao hanya dikembangkan di sini,

183
bukan dikembangkan ke empat penjuru. Jangan kebin-
gungan mendengar perkataan ini, ini berarti minta saya
pindah rumah satu kali lagi! Pindah rumah satu kali saja
sudah takut, sekarang harus pindah lagi dan pindah ke-
mana? Ingatlah ‘cita-cita di muka bumi, rumah di atas
muka bumi’, ini adalah tanggung jawab dan misi kita. Di
manakah letak rumah kita? Orang yang bercita-cita be-
sar akan menjadikan tempat manapun di dunia sebagai
rumahnya. Jadikanlah tempat ini sebagai pondasi, ke-
mudian terus kembangkan Tao ke berbagai negara, den-
gan demikian maka harapan takkan pernah pupus, jalan
Ketuhanan baru dapat terus dikembangluaskan. Ini baru
sesuai dengan kehendak Tuhan untuk melintasi umat
yang jauh. Jika berhenti di satu tempat, bukan dikem-
bangkan ke empat penjuru, maka tidak sesuai dengan
kehendak Tuhan untuk melintasi umat jauh. Apa yang
kita lakukan saat ini harus sesuai dengan kehendak Tu-
han, ketika bertemu orang yang berjodoh maka kem-
bangkan Tao ke tempat lain. Umpama dalam negara ini,
jangan hanya berhenti di ibukota saja, jika ada orang di
kota lain yang memohon Tao ataupun orang di sini yang
memohon Tao memiliki teman atau saudara di kota lain,
maka kita harus segera mengembangkan Tao ke sana
dengan kecepatan penuh untuk terus mengembangluas-
kan Tao.

Ingatlah waktu pemberian Tuhan tidak banyak, namun


berapa panjang waktunya? Yuen Cang She Siong tidak

184
tahu, kita juga tidak mungkin tahu, semua disesuaikan
dengan kehendak Tuhan. Yuen Cang She Siong bertan-
ya kepada umat di Amerika: ”Kalian telah berapa lama
membuka ladang di Amerika?” Belasan tahun. Yuen Cang
She Siong bertanya: ”Apakah kelak Tuhan akan mem-
berikan berapa kali belasan tahun lagi?” Tidak mungkin.
Teori yang sama, kelak untuk era baru perkembangan
Tao sangatlah cepat, kita harus bekerjasama dengan
Tuhan dalam pergerakan seluruh perkembangan Tao,
segera mengembangluaskan Tao, jodoh yang telah be-
rada dalam genggaman segera dikembangkan, dengan
kecepatan penuh untuk menyelesaikan misi pemberian
Tuhan. Dengan demikian dalam era baru Tao, kita baru
dapat bertanggung jawab kepada Tuhan.

Semua ciang se dan pengabdi dalam era baru Tao memi-


kul tanggung jawab besar. Mari bersama-sama menyele-
saikan misi ini, jangan menyia-nyiakan harapan Tuhan,
juga jangan menyia-nyiakan harapan Chien Jen, Tien Ch-
uan Se dan pendahulu. Yakinlah bahwa kita dapat melak-
sanakannya! Ingatlah nyawa umat menunggu penyela-
matan dari kita; berapa banyak negara di dunia, berapa
banyak umat di tiga alam yang menunggu untuk kita
lintasi, dapatkah kita melangkah santai seperti seekor
sapi? Tentu saja tidak boleh! Kita harus menggerakkan
kaki secepat kuda semberani, segera bertindak tanpa
berhenti dan jangan bersantai-santai lagi. Bapak Guru
mengatakan: ”Sekarang tidak boleh melangkah dengan
santai lagi.” Kita harus mendorong diri sendiri dengan ke-
185
cepatan penuh, agar terus meningkat. Ada satu kekua-
tan Tuhan yang besar yang terus mendorong kita, juga
ada kekuatan besar dari Para Suci yang mendukung kita.
Bila kehilangan kesempatan ini, kelak takkan ada pelu-
ang lagi; bila kehilangan kesempatan ini, sulit bagi kita
untuk menyempurnakan umat lagi. Semoga kita dapat
memanfaatkan kesempatan ini yaitu kesempatan untuk
menjadi Para Buddha Para Suci, dengan kata lain kes-
empatan untuk melintasi umat dunia, kesempatan un-
tuk melunasi hutang karma selama 60.000 tahun, juga
kesempatan untuk menunaikan ikrar kita yang tertunda
selama 60.000 tahun lamanya. Detik-detik penting ini
janganlah diabaikan.

Semoga wadah Ketuhanan kita berkembang pesat,


semua wadah Ketuhanan di bawah bimbingan Chien Jen
dan Tien Chuan Se kita dapat berkembang dengan jaya.
Kita harus terus mengembangluaskan Tao, sebab banyak
umat yang sedang menunggu kita, mari kita saling mem-
berikan semangat. Kelak kita dapat bertemu di berbagai
tempat di dunia, seharusnya tidak hanya di negara ini
saja. Asalkan kita mengikuti petunjuk dari Tuhan dengan
baik untuk mengembangluaskan Tao ke empat penjuru,
kelak kita akan bertemu di berbagai tempat.

186

Anda mungkin juga menyukai