Kelas : C 2018
Jawab:
Pada awalnya, kematian sel dikenal melalui nekrosis dan onkosis. Namun
setelaberkembangnya biologi molekuler, kematian sel dapat diidentifikasi lebih
mendalam, yaitu melalui apoptosis.
a. Nekrosis adalah kematian sel karena adanya kerusakan sistem membran. Kerusakan
membran ini disebabkan adanya aktivitas suatu enzim lisozim. Aktivitas enzim lisozim
dapat terjadi karena adanya kerusakan sistem membran, oleh suatu faktor tertentu, yang
mengakibatkan membran pembungkus enzim lisozim tersebut mengalami kebocoran.
Adanya kebocoran ini mengakibatkan lisozim tumpah ke sitosol dan akhirnya mencerna
protein- protein, baik yang berada pada sitosol maupun protein-protein penyusun sistem
membran dari sel tersebut.
b. Onkosis adalah kematian sel karena adanya faktor iskemia (kekurangan oksigen).
Adapun mekanisme terjadinya onkosis dimulai dari rendahnya kadar oksigen di dalam
sel. Kondisi tersebut mengakibatkan sel mengalami gangguan pada pembentukan ATP
(Adenosine Tri Phosphate), sementara rendahnya ATP dapat mengakibatkan gangguan
pada proses pompa natrium (sodium pump). Oleh karena itu, maka di dalam sel tersebut
akan terjadi peningkatan natrium. Tingginya kadar natrium di dalam sel (Na-
intracelluler) mengakibatkan air masuk ke dalam sel, sehingga sel mengalami
pembengkakan (swelling)-dalam bahasa Yunani dikenal sebagai oncos-dan akhirnya sel
pecah. Selanjutnya, peristiwa kematian sel seperti ini dikenal sebagai onkosis.
c. Apoptosis adalah kematian sel melalui mekanisme genetik (kerusakan/ fragmentasi
kromosom atau DNA). Setelah dipelajari lebih lanjut, ternyata kematian sel (apoptosis)
ini dibedakan menjadi dua kelompok sebagai berikut.
1. Apoptosis fisiologis Apoptosis fisiologis, yaitu kematian sel yang diprogram
(programmed cell death). Proses kematian sel ini sangat erat kaitannya dengan suatu
enzim yang dikenal dengan telomerase. Pada sel embrional enzim ini mengalami aktivasi,
sedangkan pada sel somatik enzim ini tidak mengalami aktivasi, kecuali sel yang
bersangkutan mengalami tansformasi menjadi ganas. Telomer yang terletak pada ujung
kromosom merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam melindungi
kromosom. Pada sel normal, telomer ini akan mengalami pemendekan pada waktu sel
melakukan pembelahan diri. Bila ukuran telomer mencapai ukuran tertentu (level kritis)
sebagai akibat dari pembelahan berulang, maka sel tersebut tidak dapat melakukan
pembelahan diri lagi. Selanjutnya, akan terjadi fragmentasi kromosom dan akhirnya sel
mengalami apoptosis secara fisiologis. Namun pada sel ganas, pemendekan telomer
sampai pada level kritis tidak akan terjadi karena pada sel ganas terjadi aktivitas dari
enzim ribonukleoprotein (telomerase) secara terus-menerus, di mana enzim ini sangat
berperan pada sintesis telomeric DNA, sehingga berbagai elemen yang dibutuhkan pada
pembentukan telomer dapat dibentuk secara terus-menerus dan keberadaan ukuran
telomer pada ujung kromosom dapat dipertahankan. Pada sel normal, aktivitas telomerase
waktunya terbatas, tetapi pada sel kanker enzim ini sangat aktif, sehingga terjadi
pemblokiran proses pemendekan telomer pada waktu pembelahan diri. Oleh karena itu,
maka sel ganas dapat bersifat immortal.
2. Apoptosis patologis Apotosis yang patologis yaitu kematian sel karena adanya suatu
rangsangan/jejas. Proses kematian sel (apoptosis) ini dapat melalui beberapa jalur, antara
lain sebagai berikut.
a) Aktivitas p-53 Terjadinya apoptosis yang dipicu oleh aktivitas p-53 karena sel yang
bersangkutan memiliki gen yang cacat (gene defect). Kecacatan gen dalam suatu sel
dapat dipicu oleh banyak faktor, antara lain bahan kimia, radikal bebas, maupun virus
(oncovirus). Gen yang cacat dapat memicu aktivitas beberapa enzim seperti PKC dan
CPK-K2, di mana kedua enzim ini memicu aktivitas p-53. p-53 merupakan faktor
transkripsi terhadap pembentukan p-21. Peningkatan p-21 yang disintesis akan menekan
semua CDK. Sebelumnya telah diketahui bahwa terjadinya siklus pembelahan sel sangat
tergantung pada ikatan kompleks antara CDK dengan cyclin. CDK yang muncul pada
fase M adalah CDK-1. Demikian juga halnya CDK yang muncul pada fase S adalah
CDK-4 dan CDK-6, sedangkan CDK yang muncul pada fase S adalah CDK-2. Cyclin
adalah suatu protein yang dihasilkan oleh sel, di mana protein ini dapat muncul dan
hilang pada fase siklus sel, seperti cyclin pada fase M adalah cyclin-A dan cyclin-B, pada
fase G-1 adalah cyclin-D dan cyclin-E, sementara pada fase S adalah cyclin-A dan
cyclin-E. Apabila terjadi pengikatan p21, maka semua CDK akan ditekan, baik pada
CDK-1 pada fase M, CDK-4 dan CDK-6 pada fase S, maupun CDK-2 pada fase S.
Dengan terjadinya penekanan semua CDK pada fase siklus sel, maka siklus sel akan
berhenti. Saat siklus sel berhenti, p-53 akan memicu aktivitas BAX di mana protein BAX
ini akan menekan aktivitas BCL-2 pada membran mitokondria, sehingga terjadi
perubahan permeabilitas membran dari mitokondria. Perubahan ini mengakibatkan terjadi
pelepasan cytokrom-C ke sitosol. Di sitosol, cytokrom-C akan mengaktivasi Apaf-1 yang
selanjutnya akan mengaktivasi kaskade kaspase dan kaspase yang aktif ini akan
mengaktifkan DNA-se. Kemudian DNA- se yang aktif menembus membran inti dan
merusak DNA, sehingga DNA sel yang bersangkutan rusak (fragmentasi) dan akhirnya
sel mengalami kematian (apoptosis). b) Jalur sitotoksik Terjadinya apoptosis melalui
jalur sitotoksik ini dipicu oleh adanya sel yang memiliki gen cacat (gene defect). Dengan
adanya kecacatan gen ini, maka sel tersebut akan mengekspresikan protein asing. Protein
asing yang dihasilkan dapat bersifat imunogenik, sehingga memicu terjadinya proses
pembentukan antibodi. Antibodi yang terbentuk dapat menempel di permukaan sel
tertentu. Hal ini terjadi karena ada beberapa sel yang pada membrannya memiliki FC
receptor dari antibodi (khususnya FC receptor terhadap Ig-G), antara lain sel killer.
Dengan adanya reseptor tersebut, maka antibodi akan menempel di permukaan sel killer.
Selanjutnya, antibodi yang berada di permukaan sel killer akan mengikat protein asing
yang berada di permukaan sel yang memiliki gen cacat. Adanya ikatan sel killer tersebut
akan melepaskan suatu enzim yang disebut sebagai sitotoksin. Sitotoksin yang dilepas
oleh sel killer tersebut mengandung perforin dan granzyme. Perforin dapat memperforasi
membran sel yang memilki gen cacat, kemudian granzym dimasukkan ke dalam sel
tersebut. Granzyme yang berada di dalam sitosolik dari sel yang memiliki gen cacat
tersebut akan mengaktivasi kaspase kaskade. Selanjutnya, kaspase yang aktif ini
mengaktivasi DNA-se. DNA-se inilah yang merusak DNA yang berada di dalam inti,
sehingga sel mengalami kematian (apoptosis).
c) Disfungsi mitokondria Yang dimaksud dengan disfungsi mitokondria adalah gangguan
ekspresi protein pada mitokondria yang tidak seimbang baik ekspresinya yang berlebihan
atau protein yang diekspresikan merupakan protein abnormal. d) Kompleks fas dan ligan
Terjadinya apoptosis melalui jalur ligan dan fas dapat terjadi karena dipicu oleh adanya:
1) sel tumor atau sel yang terinfeksi virus; 2) gangguan hormonal seperti testosteron pada
pria atau Folikel Stimulating Hormon (FSH) pada wanita. Pada sel tumor ataupun sel
yang terinfeksi virus, di permukaannya terekspresi suatu protein yang disebut sebagai fas.
Sementara itu, di dalam tubuh terdapat beberapa sel seperti NK-cell (Natural Killer-cell)
dan CTL (Cytotoxic T-Lymphocyte) adalah suatu sel ketahanan tubuh yang dapat
mengekspresikan ligand, sehingga fas pada membran sel yang terinfeksi virus atau di
permukaan sel tumor akan diikat oleh ligan yang berada di permukaan NK-cell atau CTL.
Adanya ikatan antara fas-ligan tersebut menimbulkan sinyal transduksi ke dalam sitosol
pada sel yang terinfeksi virus atau sel tumor, sehingga di dalam sitosol dari sel tersebut
terjadi aktivasi suatu protein yang disebut sebagai Fas Associated Protein Death Domain
(FADD). FADD kemudian mengaktivasi dari kaspase kaskade. Selanjutnya, kaspase
yang aktif mengaktifkan DNA-se. DNA-se masuk ke dalam inti dan merusak DNA,
sehingga sel mengalami apoptosis. Selain itu, apoptosis juga dapat terjadi melalui
penurunan hormonal seperti testosteron pada pria dan FSH pada wanita. Terjadinya
penurunan testosteron pada pria mengakibatkan spermatogonium pada tubulus
seminiferus mengekspresikan fas, sedangkan sertoli mengekspresikan ligan. Sementara
penurunan FSH pada wanita akan memicu oosit pada ovarium untuk mengekspresikan
TNF-a reseptor dan makrofag mensekresi TNF-a. TNF-a berperan sebagai ligan,
sedangkan TNF-a reseptor berperan sebagai fas. Oleh karena itu, maka di permukaan
spermatogonium atau oosit akan terjadi ikatan kompleks antara fas dan ligan. Adanya
ikatan ini akan memicu proses terjadinya apoptosis. Apabila di dalam tubuh individu
selnya mengalami proliferasi berlebihan (selnya mengalami pembelahan yang tidak
terkendali), maka individu tersebut akan mengalami suatu penyakit yang dikenal dengan
penyakit keganasan (Sudiana, 2008)
Sumber : Sudiana, I Ketut. 2008. Patobiologi Molekuler Kanker. Jakarta: Penerbit Salemba
Medika.
3. Apa yang dimaksud dengan tumor dan kanker serta perbedaan/persamaan dari keduanya!
Jawab :
Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang
berubah menjadi sel kanker sedangkan Tumor adalah benjolan yang muncul akibat sel yang
memperbanyak diri secara berlebihan, atau akibat sel lama yang seharusnya mati masih terus
bertahan hidup, sementara pembentukan sel baru terus terjadi.
Persamaan
❖ Keduanya sama-sama bisa tumbuh cukup besar. tumor jinak ataupun kanker bisa tumbuh
hingga ukuran yang sangat besar sekali pun.
❖ Kanker dan tumor, keduanya sama-sama berbahaya. Meskipun memang kanker masih
lebih berbahaya dibandingkan dengan tumor jinak, namun jangan menganggap remeh
tumor jinak yang tumbuh. Beberapa kasus tumor jinak akan sangat berbahaya,
seperti tumor otak yang dapat menghancurkan struktur otak secara perlahan.
❖ Keduanya dapat kambuh lagi di kemudian hari. Jika pengobatan kanker dan tumor tidak
dilakukan secara tepat dan masih ada sel abnormal yang tertinggal di dalam tubuh, maka
bukan tidak mungkin keduanya akan muncul kembali di bagian tubuh yang sama.
Perbedaan
❖ Pertumbuhan kanker lebih cepat. Sel kanker memiliki pertumbuhan yang sangat
cepat, sementara sel tumor tidak.
❖ Kanker mampu untuk menyebar ke bagian tubuh lain. Tidak seperti sel tumor yang
hanya tumbuh dan menetap pada salah satu bagian tubuh saja, sel kanker mampu
untuk menyebar dengan cepat ke bagian tubuh mana pun.
❖ Lokasi kekambuhan. Pada tumor jinak, biasanya kekambuhan akan terjadi lagi pada
bagian tubuh yang sama seperti kasus sebelumnya. Tetapi pada kanker, kekambuhan
bisa terjadi pada bagian tubuh mana pun.
❖ Pengobatan yang berbeda. Tumor jinak biasanya cukup dihilangkan dengan cara
dioperasi dan diambil semua jaringan tumor yang sedang tumbuh tersebut. Namun
pada kasus kanker, pengobatannya sedikit lebih kompleks. Sel kanker yang bersifat
menyebar dan tumbuh dengan cepat harus dimatikan dulu dengan
obat kemoterapi atau radiasi. Kemudian, tumor ganas tersebut baru akan dioperasi,
diangkat sisa-sisa selnya.
Sumber : Mangan, Yelia. 2003. Cara bijak menaklukan kanker. Yogyakarta : AgromediaPustaka
Verywell. (2017). What’s the Difference Between Benign and Malignant Tumors?
Neoplasma merupakan pertumbuhan baru. Menurut seorang ankolog dari inggris menemakan
neoplasma sebagai massa jaringan yang abnormal, tumbuhan berlebih, dan tidak terkordinasi
dengan jaringan yang normal, dan selalu tumbuh meskipun rangsangan yang menimbulkan
sudah hilang. Proliferasi neoplastik menimbulkan massa neoplasma sehingga menimbulkan
pembengkakan atau benjolan pada jaringan tubuh, sehingga terbentuknya tumor. Istilah
tumor digunakan untuk pembengkakan oleh sembaban jaringan atau perdarahan. Tumor
dibedakan menjadi dua yaitu jinak dan ganas. Jika tumor ganas dinamakan kanker (Padila,
2013).
Sumber :
Padila. 2013. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika
Brunner, & Suddarth. 2016. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Jawab :
1. Antimetabolit
9. Jelaskan : (a) target kerja, (b) mekanisme kerja, (c) rumus struktur, (d) farmakokinetik, (f)
indikasi, (g) efek samping, (h) mekanisme resistensi, (i) toksisitas, obat-obat dibawah ini!
i. Cyclophosphamide
Jawab :
Farmakokinetik:
Penyerapan: Diserap dengan baik dari saluran GI. Ketersediaan hayati:> 75%. Waktu
untuk memuncak konsentrasi plasma: Kira-kira 1 jam (oral); 2-3 jam (IV sebagai
metabolit).
Distribusi: Didistribusikan secara luas di jaringan, melewati sawar darah-otak dan
plasenta; memasuki ASI. Volume distribusi: 30-50 L. Pengikatan protein plasma: Sekitar
20%; > 60% (beberapa metabolit).
Metabolisme: Menjalani metabolisme hati dan dikonversi menjadi metabolit aktif
acrolein, 4-aldophosphamide, 4-hydroperoxycyclophosphamide, dan nor-nitrogen
mustard.
Ekskresi: Melalui urin (10-20% sebagai obat tidak berubah); faeces (4%). Waktu paruh:
4-8 jam.
Mekanisme kerja: berikatan silang terhadap DNA sehingga menghambat proliferasi.
Mengalami biotransformasi di hati menjadi bentuk aktif, ekskresi terutama melalui ginjal.
Indikasi : Kanker payudara, kanker paru, kanker ovarium, limfogranulomatosis,
limfosarkoma, sarkoma sel retikulum, leukemia, multipel mieloma.
Efek samping : Sistitis hemoragik steril, alopesia, mual muntah, mielosupresi,
amenorrhea, gangguan fungsi hati, hiperpigmentasi, ulserasi oral.Efek samping
cyclophosphmide yang sering terjadi adalah leukopeni yang dapat meningkatkan insiden
infeksi. Efek samping yang timbul pada dosis tinggi adalah kardiotoksik, nefrotoksik,
hiperurisemia dan SIADH (Sindrome Inappropriate Anti Diuretic Hormon) Efek utama
dari cyclophosphamide adalah pada metabolitnya yaitu phosphoramide mustard dan
produk toksik yang lain yaitu acrolein. Acroleindalam jumlah besar dapat mengiritasi buli
dan menyebabkan terjadinya sistitis hemoragik. Cyclophosphamide di metabolisme di
hepar. Metabolit ini terjadi hanya pada sel-sel yang mengandung sedikit aldehyde
dehidrogenase (ALDH).2
Target kerja: Bekerja pada semua siklus sel dengan cara memotong rantai DNA
Sumber:
Depkes RI, 2011, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 11, UBM Medica Asia,
Jakarta.
Priyanto, 2008, Farmakoterapi Dasar untuk Mahasiswa Keperawatan dan Farmasi,
Leskonfi, Jakarta.
ii. Cisplatin
Jawab :
Mekanisme kerja : bekerja secara analog dengan agen-agen alkilasi. Obat ini membunuh
srl-sel dalam semua tahap siklus sel, menghambat biosintesis dna, dan mengikat dna melalui
pembentukan rangkai silang antar rantai (interstrand ) (katzung, 2004).
Target kerja : Situs pengikatan utama adalah guanine N7, dan berinteraksi secara kovalen
dengan adenine, dan cytosine (katzung, 2004).
Efek samping : efek nya relatif kecil pada sumsum tulang, tetapi dapat menginduksi
disfungsi gagal ginjal yang signifikan, kadang menginduksi disfungsi saraf akustik (katzung,
2004).
Toksisitas : setelah diberikan secara intravena, toksisitas akut utama nya adalah berupa mual
dan muntah. (katzung, 2004).
Rumus struktur : [Pt(NH3)2Cl2] (katzung, 2004).
Indikasi : obat antitumor penting pada kanker genitourinaria, khususnya kanker testis,
ovarium, dan kandung kemih. Dapat juga digunakan untuk kanker testis nonseminomatus
jika dikombinasikan dengan vinblastine dan bleomycin. (Katzung, 2004).
Mekanisme resistensi : Ada berbagai mekanisme yang terlibat dalam resistensi cisplatin.
Yang pertama adalah pengurangan akumulasi obat intraseluler. Mengurangi akumulasi obat
adalah mekanisme signifikan yang menghasilkan resistensi dan pengurangan akumulasi obat
dengan faktor antara 20% hingga 70% dapat menyebabkan resistensi cisplatin dengan faktor
masing-masing 3 hingga 40 kali lipat. Namun seperti yang dinyatakan oleh Koberle et al,
pengurangan akumulasi obat tidak berbanding lurus dengan tingkat resistensi. Selain itu
Nikounezhad et al mengakui bahwa profil mekanisme resistensi sel tumor tertentu mungkin
tidak termasuk cacat dalam akumulasi obat. Ini bervariasi dari satu pasien ke pasien lain dan
dalam sel kanker tertentu; Mengurangi akumulasi cisplatin adalah faktor yang berkontribusi
besar terhadap resistensi yang berkontribusi lebih dari 70-90% dari total resistensi (aldossary,
2019).
mekanisme resistensi yang lain dari cisplatin adalah inaktivasi sitosolik cisplatin.
Inaktivasi cisplatin mempengaruhi kemanjurannya karena itu merusak kemampuannya
untuk bereaksi dengan DNA. Efeknya adalah bahwa lebih sedikit produksi adduct DNA
tercapai dan karenanya ada lebih sedikit kerusakan pada DNA yang mengarah pada
peningkatan kelangsungan hidup sel-sel kanker. Bentuk utama atau bentuk utama
inaktivasi cisplatin adalah konjugasi cisplatin dengan glutathione yang mengarah ke
ekspor seluler oleh pengangkut MRP. Inaktivasi yang lebih tinggi dihasilkan dari
molekul yang mengandung tiol. Misalnya, glutathione-S-transferases (GSTs)
mengkatalisasi konjugasi glutathione (GSH) menjadi cisplatin. Oleh karena itu obat ini
dinonaktifkan oleh pembentukan konjugat platinum-glutathione karena kelarutan
cisplatin meningkat. Ini menghasilkan tingkat ekskresi obat yang lebih tinggi dari sel.
Sebagaimana dinyatakan oleh Brozovic et al intraseluler, glutathione memainkan peran
antioksidan sehingga mempertahankan lingkungan redoks dengan menjaga kelompok
sulfhidril yang berkurang. Proses ini menghasilkan deplesi GSH di dalam sel yang
resisten terhadap cisplatin sehingga meningkatkan toksisitas cisplatin. Dalam sebuah
penelitian yang meneliti sel-sel kanker ovarium, peningkatan kadar GSH terlihat jelas di
antara garis sel yang resisten platinum. Mekanisme aktivasi cisplatin lainnya termasuk
protein pengikat metallothionein (aldossary, 2019).
Farmakokinetik : Cisplatin memiliki waktu paruh awal dalam plasma (t1/2) sebesar 20-
30 menit, pada pemberian secara intravena. Variasi t ½ terminal berkisar antara 6-47 hari,
tergantung lamanya ikatan cisplatin dengan protein plasma ( >90 %). Cisplatin sebagian
di eksresi di urine (35-50 % setelah 5 hari) melalui sekresi tubulus tebal dan filtrasi
glomerulus. Cisplatin di metabolisme di ginjal , hepar , usus besar, serta usus kecil
dengan sedikit penetrasi ke sistem saraf pusat. Cisplatin secara farmakokinetik akan
dihidrolisis dan terbentuk monohidrate complex (MHC) yang merupakan toxic
biotransmformation product, terjadi setelah 15 menit atau 1 jam setelah bolus injeksi
namun hal ini ditemukan variasi individual (Katzung, 2004).
Sumber:
katzung, bertram G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3. Jakarta : Penerbit
Salemba Empat Grand Wijaya Center
Aldossary, sara A. 2019. Review on Pharnacology of cisplatin : clinical use, toxicity, and
Mechanism of resistance of cisplatin. Clinical pharmacy college, king faisal university
Alhassa saudi arabia. Journal Biomedical & Pharnacology.
iii. Procarbazine
Jawab :
Efek samping : yang sangat umum (lebih dari 10% orang mengalaminya) termasuk
kehilangan nafsu makan, mual dan muntah. Efek samping lain dari frekuensi yang tidak
diketahui termasuk pengurangan leukosit, pengurangan trombositpengurangan neotrofit ,
yang dapat menyebabkan peningkatan infeksi termasuk infeksi paru-paru; reaksi seperti
alergi parah yang dapat menyebabkan angiodema dan reaksi kulit; kelesuan; komplikasi
hati termasuk penyakit kuning dan tes fungsi hati abnormal; efek reproduksi
termasuk pengurangan sperma dan keke Ketika dikombinasikan dengan etanol ,
procarbazine dapat menyebabkan reaksi seperti disulfram pada beberapa orang. Ini
menghambat MAO dalam sistem pencernaan, sehingga dapat menyebabkan krisis
hipertensi jika dikaitkan dengan konsumsi makanan kaya tyramine seperti keju tua; ini
tampaknya jarang terjadi. Procarbazine jarang menyebabkan neuropati perifer yang
diinduksi kemotrapi , kebas kesemutan yang progresif, abadi, sering tidak dapat
disembuhkan, nyeri hebat, dan hipersensitif terhadap dingin, dimulai pada tangan dan
kaki dan kadang-kadang melibatkan lengan dan kaki.
Indikasi : Untuk digunakan dengan obat antikanker lain untuk pengobatan penyakit
Hodgkin stadium III dan stadium IV
Mekanisme aksi : Mode tepat tindakan sitotoksik procarbazine belum didefinisikan
secara jelas. Ada bukti bahwa obat tersebut dapat bertindak dengan menghambat protein,
RNA dan sintesis DNA. Penelitian menunjukkan bahwa procarbazine dapat menghambat
transmetilasi gugus metil metionin menjadi t-RNA. Tidak adanya t-RNA fungsional
dapat menyebabkan penghentian sintesis protein dan akibatnya sintesis DNA dan
RNA. Selain itu, procarbazine dapat secara langsung merusak DNA. Hidrogen peroksida,
terbentuk selama auto-oksidasi obat, dapat menyerang kelompok protein sulfhidril yang
terkandung dalam protein residu yang terikat erat dengan DNA.
Toksisitas : LD 50 = 785 mg / kg (oral pada tikus)
Farmakokinetik : Metabolisme nya pada hati,ginjal.Eliminasi waktu paruh 10
menit.Ekresi ginjal Rute administrasi melalui mulut(kapsul gel),intravena
Sumber : Tweedie DJ, Fernandez D, Spearman ME, Feldhoff RC, Prough RA:
Metabolisme turunan azoksi dari procarbazine oleh aldehyde dehydrogenase dan
xanthine oxidase. Obat Metab Dispos. 1991 Juli-Agustus; 19 (4): 793-803.
iv. Methotrexate
Jawab:
Rumus Struktur :
Farmakokinetik : Metotreksat oral lebih dianjurkan untuk anak karena mudah dan lebih
nyaman dalam pemberian dibandingkan dengan cara parenteral (intravena/subkutan).
Namun demikian, dari beberapa studi didapatkan hasil bahwa pemberian MTX secara
subkutan efektivitasnya lebih tinggi bermakna dibandingkan dengan pemberian secara
oral. Secara oral, MTX dapat diberikan sebagai dosis tunggal setiap minggu, atau dosis
terbagi dengan jarak 12jam (berdasarkan studi siklus sel). Kedua cara pemberian
menunjukkan efektivitas yang sama. Jalur parenteral dipilih jika terdapat intoleransi
gastrointestinal. Sebanyak 35-50% obat diikat oleh albumin di sirkulasi. Kadar maksimal
dalam darah tercapai 1-2 jam setelah pemberian. Waktu paruh MTX 6-7 jam, akan tetapi
metabolit aktif utama derivat poliglutamat mengalami waktu paruh yang lebih panjang.
Oksidasi hepatal membentuk 7-hydroxylmethotrexate, suatu metabolit minor. Total 50-
90% obat diekskresikan melalui urin setelah 24 jam, dengan prosentase yang rendah
dalam sirkulasi entero-hepatik ( Murniastuti, 2019).
Efek Samping : Mual, diare, kelemahan, ulkus mulut, ruam, alopesia, gangguan fungsi
hati, penurunan leukosit dan trombosit, pneumonitis, sepsis, penyakit hati, limfoma yang
berhubungan EBV, nodulosis(Smolen JS, 2013).
Mekanisme Resistensi : MTX terjadi karena adanya polimorfise pada gen yang
menyandi berbagai enzim yang terlibat dalam metabolisme folatt yaitu enzim
Metilentetrahidrofolat reduktase (MTHFR) dan Timidilat Sintase (TS).Bila terjadi
polimorfisme gen penyandi enzim MTHFR
C677T serta TS 5-UTR 3R/3R akan mengganggu aktivitas enzim. Gangguan ini
menyebabkan MTX tidak mampu menekan kerja enzim diatas. Selanjutnya sintesis DNA
limfoblast tetap berlangsung, dan akhirnya menimbulkan resistensi terhadap MTX
(Ugrasena, 2011).
1) Efek toksik mayor, yaitu hepatotoksik, kerusakan paru, gangguan renal, dan
abnormalitas bone marrow.
2) Efek toksik minor (20–30%), yaitu stomatitis, malaise, nausea, diare, sakit kepala,
mild alopecia, mudah lelah, perubahan mood, pusing, demam, myalgia, dan
poliatralgia.
(Puspitasari,2014)
Mekanisme Kerja : Mekanisme kerja MTX adalah menghambat enzim dehidrofolat
reduktase dalam proses pembentukan purin dan pirimidin. Enzim dihidrofolat reduktase
berguna untuk mengubah asam dihidrofolat menjadi asam tetrahidrofolat dan juga
menghambat enzim timidilate sintetase yang akan menyebabkan pengurangan jumlah
timidilat dan folat yang merupakan komponen purin dan pirimidin yang dibutuhkan saat
proses sintesis deoxyribonucleic acid (DNA). Sintesis DNA yang dihambat akan
menyebabkan apoptosis dari sel T yang telah teraktivasi serta menghambat kemotaksis
neutrofil (Operacz MC, 2014).
Sumber:
Murniastuti, Dinda Saraawati dan Retno Dinarti. 2019. Penggunaan Metotreksat pada
dermatosis anak. Jurnal Farmako Vol. 46. Edisi 1 Tahun 2019: 45-50
Smolen JS, Landewe R, Breedveld FC, Buch M, Burmester G, Dougados M, et al. EUL
recommendations for the management of rheumatoid arthritis with synthetic and
biological disease-modyfing antirheumatic drugs: 2013 update. Ann Rheum Dis. 2013;
13: 1-18.
Ugrasena, I Dewa Gede dkk. 2011. Polimorfisme Gen Timidilat Sintase-5UTR
3R/3R (TS-5’UTR 3R/3R) dan Metilentetrahidrofolat Reduktase C677T
(MTHFR C677T) pada Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut yang Resisten
dengan Metotreksat. JBP Vol. 13, No. 2, Mei 2011: 115–122
Puspitasari, Rizki dkk. 2014. Ketepatan Penggunaan Metotreksat pada Pasien
Reumatoid Artritis di Rumah Sakit Emanuel Klampok berdasarkan Kriteria
Eksplisit. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Vol. 3 No. 3, hlm 88–97
Operacz MC, Przytocka AS. The possibilities and principles of methotrexate
treatment of psoriasis-the updated knowledge. Postep Derm Alergol.
2014;31(6):392–400
v. 6-Mercaptopurine
Jawab :
Rumus struktur:
Toksisitas : Dosis 6-MP 20% dosis biasa. Toksisitas mercaptopurine dapat dikaitkan
dengan polimorfisme genetik di thiopurine S -methyltransferase (TPMT) , nudix
hidrolase 15 (NUDT15) , dan inosine triphosphate pyrophosphatase (ITPA)
Mekanisme resistensi : Mekanisme aksi 6-MP yaotu antimetabolit, merupakan obat
yang diaktivasi dengan hipoxhantine-guanine. HGPRTase pada nukleotida yang
sitotoksik yang mencegah berbagai mekanisme dari enzim yang memasuki purine
metabolisme. Resisten sel tumor yang sudah dikurangi aktivitasnya oleh HGPRTase atau
menambahkan produksi alkaline phosphatase yang mengaktivasi toksik nukleotida.
Sumber : MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 9, 2009/2010. Jakarta penerbit
asli (MIMS Pharmacy Guide)
Moriyama, T.et al 2016. "Polimorfisme NUDT15 mengubah metabolisme tiopurin dan
toksisitas hematopoietik". Jepang . Genetika Alam . 48 (4): 367–73. doi : 10.1038
vi. 5-Fluorouracil
Jawab:
Struktur :
5-Fluorouracil (kiri) dan timin (kanan)
target kerja : 5-FU adalah antimetabolit yang bekerja secara antagonis dengan timin
terhadap aktivitas enzim timidilat sintetase (TS).
mekanisme kerja : Mekanisme utama aktivasi 5-FU adalah konversi menjadi
fluorouridine monophosphate (FUMP) juga secara langsung oleh orotate phosphoribosyl
transferase (OPRT), atau secara tidak langsung via fluorouridine (FUR) melalui aksi
berurutan dari uridine phosphorylase (UP) dan uridine kinase (UK). FUMP kemudian
difosforilasi menjadi fluorouridine diphosphate (FUDP), yang dapat juga difosforilasi
lebih lanjut menjadi metabolit aktif fluorouridine triphosphate (FUTP), atau dikonversi
menjadi fluorodeoxyuridine diphosphate (FdUDP) oleh ribonucleotide reductase (RR).
Di sisi lain, FdUDP dapat pula di fosforilasi atau didefosforilasi menjadi metabolit aktif
masing-msaing FdUTP dan FdUMP. Jalur aktivasi alternatif lainnya melibatkan
thymidine phosphorylase yang mengkatalisis konversi 5-FU menjadi fluorodeoxyuridine
(FUDR), kemudian difosforilasi oleh thymidine kinase (TK) dan menjadi thymidylate
synthase (TS) inhibitor, FdUMP. Ada pula enzim Dihydropyrimidine dehydrogenase
(DPD) yang mengkonversi 5-FU menjadi dihydrofluorouracil yang tidak aktif. (DHFU)
adalah rate-limiting step katabolisme 5-FU pada sel normal dan sel tumor, dan proprsi
dari pengrusakan menjadi metabolit tidak aktif mencapai 80% (Longley and Johnston,
2007).
farmakokinetik : mekanisme utama fluorouracil dianggap mengikat
deoksiribonukleotida obat (FdUMP) dan kofaktor folat, N5-10-metilenetetrahidrofolat,
untuk timidilat sintase (TS) untuk membentuk kompleks terner yang secara kovalen
terikat. Ini menghasilkan penghambatan pembentukan timidilat dari urasil, yang
mengarah pada penghambatan sintesis DNA dan RNA serta kematian sel. Fluorourasil
juga dapat dimasukkan ke dalam RNA sebagai pengganti uridine triphosphate (UTP),
menghasilkan RNA yang curang dan mengganggu pemrosesan RNA dan sintesis protein.
indikasi : 5-Fluorouracil (5-FU) merupakan agen kemoterapi utama yang digunakan
untuk terapi kanker kolon
efek samping : Efek samping dari 5-FU yang ditemukan pada pasien antara lain
neutropenia, stomatitis, diare, dan hand-food syndrome. Masing-masing efek ini terkait
dengan metode pemberian yang diterapkan pada pasien. Pada kasus yang efek samping 5-
FU yang paling parah adalah kardiotoksisitas meskipun hal ini jarang ditemui.
Dibandingkan dengan agen kemoterapi yang lain, 5-FU memiliki selektivitas yang tinggi
pada aktivitas TS dan efek samping yang ditimbulkan relatif lebih ringan. Meskipun
demikian, efektivitas 5-FU sebagai agen kemoterapi baru mencapai 15% sehingga
diperlukan pengembangan agen kokemoterapi untuk meningkatkan efektivitas terapi
dengan 5-FU (Meyerhardt and Mayer, 2005).
mekanisme resistensi : Resistensi yang disebabkan oleh 5-FU dapat terjadi melalui
perantaraan penghambatan daur sel. Sel kanker dengan p21 mutan tidak dapat memacu
penghentian daur sel sehingga langsung memacu apoptosis tetapi sel dengan p21 normal
yang memacu penghentian daur sel akan memicu munculnya sel yang resisten. Aktivitas
5-FU dalam pemacuan apoptosis dapat melalui jalur p53 atau tidak (dependent or
independent p53) (Levrero et al., 2000). Hal ini dibuktikan bahwa 5-FU dapat
menginduksi apoptosis pada sel kanker yang mengalami defisiensi p53 atau memiliki p53
mutan.
Toksisitas : 5-FU sangat tergantung terhadap cara penggunaan obat, dimana penggunaan
secara drip memiliki tolerabilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan bolus. Selain
itu, 5-FU drip memiliki response rate yang lebih tinggi (30%) dibandingkan dengan bolus
(7%).
Sumber :
Meyerhardt, J.A., and Mayer, R.J., 2005, Systemic Therapy for Colorectal Cancer, N.
Engl. J. Med., 352(5):476-487.
Levrero, M., Laurenzi, V. De, Constanzo, A., Sabatini, S., Gong, J., Wang, J.Y.J. and
Melino, G., 2000, The p53/p63/p73 Family of Transcription Factors: Overlapping and
Distinct Functions, J. of Cell Science, 113:1661-1670.
Longley, D.B. and Johnston, P.G., 2007, 5-Fluorouracil Molecular Mechanisms of Cell
Death in Srivastava R., Apoptosis, Cell Signaling, and Human Diseases, Humana Press.
Konda B, Bakirhan K, Rajdev L. Systemic treatment of colon cancer. Austin Journal Of
Medical Oncology. 2014;1(2):1-11.
Longley DB, Harkin DP, Johnston PG: 5-fluorouracil: mechanisms of action and clinical
strategies. Nat Rev Cancer. 2003 May;3(5):330-8. [PubMed:12724731]
Petty RD, Cassidy J: Novel fluoropyrimidines: improving the efficacy and tolerability of
cytotoxic therapy. Curr Cancer Drug Targets. 2004 Mar;4(2):191-204.
[PubMed:15032669
vii. Gemcitabine
Jawab :
Rumus struktur :
MEKANISME KERJA : penghambat sintesis DNA dan PTX berfungsi menonaktifkan
sistem tubulus sel. Menghambat sintesis DNA polymerase dan ribonukleotida reduktase.
(Hardjono,et al. 2016)
TARGET KERJA : Ribonukleotida reduktase(Hardjono,et al. 2016)
EFEK SAMPING : Efek samping yang umum terjadi adalah penekanan sumsum tulang,
masalah hati dan ginjal, muak, demam, ruam, sesak napas, sariawan, diare, nauropati dan
kerontokan rambut (sarvepalli,et al. 2019)
MEKANISME RESISTENSI : Kemoresistenan Gemcitabine terjadi karena interaksi
memainkan beberapa faktor dalam jalur metabolisme,termasuk pengangkut narkoba,
substrat kompetitif untuk metabolit aktif, dan mengaktifkan dan menonaktifkan enzim
Peran mereka dalam chemoresistance PDAC (sarvepalli,et al. 2019)
Indikasi : Untuk kanker paru jenis non sel kecil stadium IIIA atau IIIB yang tidak dapat
di-op atau stadium IV(metastasis). Kanker pankreas stadium II, III, atau IV, untuk pasien
yang sebelumnya diterapi dengan 5-FU. Kanker kandung kemih stadium IV dengan atau
tanpa metastasis dalam kombinasi dengan sisplatin. Dalam kombinasi dengan paclitaxel
untuk kanker payudara yang mengalami kekambuhan sesudah kemoterapi. Kanker
ovarium yang kambuh setelah terapi dengan basis platinum. (IAI,2015)
Sumber:
Sarvepalli,peepika.et al. 2019. Gemcitabine: Review of Chemoresistance in Panreatic
Cancer. Critical Review ini Oncogenecil.24(2):199-212.
Hardjono,et al. 2016. Obat Antikanker. Surabaya. Airlangga university press.
Ikatan Apoteker Indonesia. 2015.ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia, Volume
492015 s/d 2016. Jakarta: PT ISFI Penerbitan.
viii. Vincristine
Jawab :
farmakokinetik :
Secara farmakokinetik, vincristine akan mengalami beberapa proses di dalam tubuh yaitu
absorpsi, metabolisme, distribusi, dan eliminasi.
Absorbasi : Vincristine tidak dapat diabsorpsi dengan pemberian oral sehingga harus
diberikan secara intravena. FDA menerapkan peringatan keras mengenai administrasi
vincristine. Karena neurotoksisitas vincristine, administrasi selain intravena, terutama
intratekal, dapat berakibat fatal yaitu kematian.
Metabolisme : Vincristine dimetabolisme di hepar dengan bantuan sitokrom P450,
terutama CYP3A4. Metabolisme vincristine dapat juga berfungsi sebagai detoksifikasi, di
mana CYP3A4 mengubah vincristine menjadi molekul-molekul dengan profil toksisitas
yang lebih ringan.
Distribusi : Lebih dari 90% kandungan vincristine didistribusikan melalui sirkulasi darah
menuju jaringan perifer dengan cepat, dalam waktu 15-30 menit setelah injeksi. Sebanyak
75% vincristine berikatan kuat dengan protein walaupun ikatannya masih bersifat
reversibel. Volume distribusi vincristine adalah 215 L/1,73 m2.
Eliminasi : Proses eliminasi vincristine dari plasma terdiri dari 3 tahapan (tri-phasic
clearance). Waktu paruh fase pertama berlangsung sangat cepat yaitu dalam 5 menit.
Waktu paruh tahap kedua adalah 2 jam. Waktu paruh tahap tiga (terminal) bervariasi pada
tiap individu sekitar 18-85 jam
Indikasi : Leukemia akut, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin, neuroblastoma,
rabdomiosarkoma, osteosarkoma, sarkoma Ewing, fungoides mikosis, tumor Wilms,
kanker payudara, kanker serviks, kanker paru
Efek samping :
Efek samping berikut ini umum (terjadi pada lebih dari 30%) untuk pasien yang memakai
Vincristine:
Rambut rontok (pada 20-70% pasien) mungkin rambut rontok sebagian atau seluruhnya
Berikut ini adalah efek samping yang kurang umum (terjadi pada 10-29%) untuk pasien
yang menerima Vincristine:
Sembelit
Hitung darah rendah. Sel darah putih dan darah merah dan trombosit Anda mungkin
menurun untuk sementara waktu. Ini dapat menempatkan Anda pada peningkatan risiko
infeksi, anemia dan / atau perdarahan.
Efek yang terjadi > 10% pasien
Kram perut
Penurunan berat badan
Mual dan muntah
Luka mulut
Diare
Kehilangan selera makan
Rasa berubah
Neuropati perifer: Meskipun jarang terjadi, efek samping serius dari penurunan sensasi
dan parestesia (mati rasa dan kesemutan pada tangan dan kaki) dapat dicatat. Kehilangan
sensorik, mati rasa dan kesemutan, dan kesulitan berjalan dapat bertahan setidaknya
selama terapi dilanjutkan. Efek samping ini dapat menjadi semakin parah dengan
perawatan lanjutan, dan dokter Anda mungkin memutuskan untuk mengurangi dosis
Anda.
Mekanisme resistensi : Saat ini mekanisme terjadinya resistensi seluler terhadap
vincristine dan golongan alkaloid vinka lainnya diyakini diakibatkan aktivitas Pgp (P-
glikoprotein). Peningkatan Pgp dapat mengakibatkan penurunan konsentrasi obat intrasel
dan penurunan aktivitas antiproliferasi vincristine. Mekanisme lainnya yang
berkontribusi menyebabkan resistensi dan penurunan fungsi antineoplastik pada
vincristine meliputi perubahan atau perbedaan struktur tubulin sebagai tempat kerja obat
golongan ini. Overekspresi subunit tubulin tertentu (class-III beta tubulin) dapat
mengubah kekuatan ikatan vincristine dan berdampak pada efikasi klinisnya
Toksisitas : Neurotoksisitas
Sumber :
Mulliken JB, Glowacki J. Hemangiomas and vascular malformations in infants and
children: a classification based on endothelial characteristics. Plast Reconstr Surg 1982;
69:412–22.
Perez J, Pardo J, Gomez C. Vincristine—an effective treatment of corticoid-resistant life-
threatening infantilehemangiomas. Acta Oncol 2002; 41:197–9.
pertiwi, Ni Made Intan., dkk. 2013. POTENSI TOKSISITAS NEUROLOGIS
VINKRISTIN PADA TUBUH YANG TERJADI PADA ANAK DENGAN
LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT. JURNAL KIMIA 7 (2), JULI 2013: 186-194
ix. Vinblastine
Jawab :
x. Etoposide
Jawab :
Target : menghambat topoisomerase I, yang penting untuk replikasi DNA dalam sel
manusia(Harvey,2009)
mekanisme : menghasilkan DNA yang merusak, dengan menghambat topoisomerase I.
obat ini merusak DNA dengan menghambat enzim yang memotong dan menurunkan
untai DNA tunggal selama proses perbaikan DNA normal(katzung,2003).topotecan
adalah inhibitor topoisomerase I yang bermanfaat secara klinis pertama. SN-38
(metabolit aktif dari irinotecan) terbentuk dari irinotecan yang dimediasi oleh
carboxylesterase SN-38 kira-kira 1000 kali lebih kuat dari irinotecan sebagai penghambat
topoisomerase I. Topoisomerase mengurangi ketegangan torsional dalam DNA dengan
menyebabkan kerusakan reversal, untai tunggal. Dengan mengikat ke kompleks enzim-
DNA, topotecan atau SN-38 mencegah religasi dari istirahat untai tunggal(Harvey,2009).
Rumus struktur : C23H23N3O5 •HCl
( Strel’tsov,2001)
Farmakokinetik : Topotecan dihilangkan secara renial,diinfuskan IV. Hidrolisis cincin
lakton menghancurkan aktivitas obat-obatan ini. Baik obat-obatan dan metabolitnya
dieliminasi dalam urin. Oleh karena itu, dosis mungkin harus dimodifikasi pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal(Harvey,2009) Obat-obatan ini harus diberikan secara
parenteral. dimana menembus sebagian besar jaringan kecuali cairan serebrospinal. obat
ini dibersihkan terutama melalui ekskresi empedu(Katzung,2003).
Indikasi : digunakan sebagai terapi lini kedua untuk kanker ovarium lanjut dan kanker
paru-paru sel kecil. Irinotecan digunakan untuk kanker kolorektal metastatik.
Efek samping : Penekan sumsum tulang — terutama neutropenia — adalah toksisitas
pembatas dosis untuk topotecan. Hitung darah tepi yang sering harus dilakukan pada
pasien yang menggunakan obat ini.Topotecan tidak boleh digunakan pada pasien dengan
jumlah neutrofil pada awal kurang dari 1500 sel / mm3. Hal tersebut dapat
mengakibatkan infeksi dan kematian. Komplikasi hematologis lainnya, termasuk
trombositopenia dan anemia, juga dapat terjadi. Efek nonhematologis termasuk diare,
mual, muntah, alopesia, dan sakit kepala. Myelosupresi juga terlihat dengan irinotecan,
dan diare yang tertunda mungkin parah dan memerlukan pengobatan dengan
loperamide(Harvey,2009)
Mekanisme resitensi : Beberapa mekanisme dapat menjelaskan resistensi. Diantaranya
adalah kemampuan untuk mengangkut obat keluar dari sel, penurunan kemampuan untuk
mengubah irinotecan menjadi metabolit SN-38 aktif, atau regulasi atau mutasi pada
topoisomerase I(Harvey,2009).
Sumber :
Harvey,Richard A.2009. Lippincott's Illustrated Reviews: Pharmacology, 4th. Ed.
Lippincott Williams & Wilkins
Katzung, Bertram G. 2004. pharmacology examination & board review 9th edition.
Singapore: The McGraw-Hill Companies, Inc. p. 270.
Strel’tsov,S.A.,dkk.2001.Interaction of Topotecan, DNA Topoisomerase I Inhibitor,with
Double-Stranded Polydeoxyribonucleotides.1. Topotecan Dimerization in Solution.MAIK
Nauka /Interperiodica
xii. Paclitaxel
Jawab :
xiii. Docetaxel
Jawab :
Target kerja : Kemoterapi golongan obat ini bekerja pada siklus sel fase G2-M.5.
Struktur :
Target kerja :
(2) interkalasi DNA sehingga mengakibatkan penghambatan sintesis DNA dan RNA
(3) pengikatan membran sel yang menyebabkan aliran dan transport ion
(4) pembentukan radikal bebas semiquinon dan radikal bebas oksigen melalui proses
yang tergantung besi dan proses reduktif yang diperantarai enzim. Mekanisme radikal
bebas ini telah diketahui bertanggungjawab pada kardiotoksisitas akibat antibiotik
antrasiklin.
Efek samping : Efek samping bleomycin yang paling sering timbul terjadi pada kulit
dan selaput lendir yaitu ruam, eritema, pruritis, hiperkeratosis, hiperpigmentasi,
stomatitis, dan toksisitas pada paru-paru
Sumber :
Noviyani, Rini. 2017. Efek Kemoterapi Bleomisin, Vincristin, Mitomisin dan
Karboplatin terhadap Massa Tumor dan Infiltrasi Parametrium pada Pasien
Kanker Serviks: Studi Kasus di RSUP Sanglah Denpasar. Jurnal Farmasi
Klinik Indonesia Vol. 6 No. 3
Sweetman, S.C., 2009, Martindale The Complete Drug Reference, Thirty Sixth
Edition, Pharmaceutical Press, New York
xvi. Imatinib
Jawab :
Rumus struktur:
(siswandono, 2016)
Farmakokinetik : Imatinib cepat diserap ketika diberikan melalui mulut, dan sangat
bioavailable : 98% dari dosis oral mencapai aliran darah. Metabolisme imatinib terjadi di
hati dan dimediasi oleh beberapa Isozim dari sistem sitokrom P450 , termasuk CYP3A4
dan, pada tingkat lebih rendah, CYP1A2 , CYP2D6 , CYP2C9 , dan CYP2C19 .
Metabolit utama, turunan piperazine N- terdetilasi, juga aktif. Rute utama eliminasi
adalah empedu dan feses; hanya sebagian kecil obat yang diekskresikan dalam urin.
Sebagian besar imatinib dihilangkan sebagai metabolit; hanya 25% dihilangkan tidak
berubah. Waktu paruh imatinib dan metabolit utamanya masing-masing adalah 18 jam
dan 40 jam. Ini memblokir aktivitas Abelson sitoplasma tirosin kinase (ABL), c-Kit dan
reseptor faktor pertumbuhan yang diturunkan platelet (PDGFR).
Indikasi :Pengobatan leukimia myeloid kronis (CML) pada krisis blast, pengobatan fase
accelerated atau dalam fase kronik setelah gagal terapi alfa- interferon.
Efek samping : Perut tidak nyaman, diare, nyeri otot, dan ruam kulit
Mekanisme resistensi : Sewaktu imatinib sangat efektif untuk mengobati early-stage
CML, tidak lama kemudian ditemukan bahwa pasien dengan penyakit pada late-stage
disease, juga accelerated atau blast phase, sering mengalami resistensi pada obat ini.
Laporan pertama resistensi, pada beberapa kasus penurunan respon pasien dikarenakan
amplifikasi gen Bcr-Abl, alasan umum adalah terjadinya mutasi pada residu Thr 315
residu pada katalitik domain dari Abl kinase menjadi residu Ile (T315I). Disusul
penemuan mutasi lainnya yaitu E255K/V, Y253F/H dan M351T. Mutasi E255K/V dan
Y253F/H adalah di ATP phosphate-binding loop (P-loop) sedangkan mutasi M351T
adalah proximal pada activation loop.
Toksisitas :
xvii. Trastuzumab
Jawab :
Target kerja : Target dari obat ini adalah protein berupa reseptor HER2. Reseptor HER2
ini berperan dalam perkembangan sel-sel kanker sehingga dengan menangkap HER2,
dapat menyebabkan sel-sel kanker mati. Tidak semua sel kanker payudara
mengekspresikan HER2, yang bekerja sebagai anti-EGFR (HER2), atau antibodi
monoklonal yang ditujukan pada mediator itu sendiri.
Mekanisme kerja : menstimulasi sel limfosit dengan antigen yang dalam hal ini adalah
protein reseptor HER2. Kerjanya Mengganggu interaksi heterodimeric Her-2 dengan
EGFR lainnya , Memodulasi imunitas, mengaktifkan NK-sel yang dimasukkan dalam
sitotoksisitas seluler yang bergantung pada antibody
Struktur :
Indikasi : (Herceptin) Indikasi: terapi yang ditargetkan untuk Her-2 / Neu (+3) Her-2 /
Neu adalah protein yang meningkatkan pertumbuhan & diferensiasi sel. Dewasa: Kanker
payudara metastasis IV Sebagai monoterapi atau terapi kombinasi: Awal: 4 mg / kg
selama 90 menit diikuti dengan 2 mg / kg selama 30 menit pada interval minggu sampai
perkembangan penyakit. Sebagai trastuzumab emtansine: 3,6 mg / kg sebagai infus 3
minggu (siklus 21 hari). Admin dosis awal selama 90 menit. Dosis selanjutnya dapat
diberikan sebagai infus selama 30 menit. Kanker payudara dini Untuk perawatan setelah
kemoterapi, radioterapi atau operasi. Awal: 4 mg / kg selama 90 menit diikuti 2 mg / kg
selama 30 menit setiap minggu selama 1 tahun atau sampai kambuhnya penyakit, mana
yang terjadi pertama kali. Atau, dosis awal 8 mg / kg selama 90 menit diikuti oleh 6 mg /
kg selama 30-90 menit pada interval 3 minggu selama 1 tahun atau sampai kambuh
penyakit, mana yang terjadi pertama kali. Kanker lambung Untuk metastasis: Awal: 8 mg
/ kg lebih dari 90 menit diikuti oleh 6 mg / kg selama 30-90 menit pada interval 3 minggu
sampai perkembangan penyakit. Semua dosis diberikan melalui infus IV.
Efek samping : Efek samping utama dari trastuzumab adalah gangguan jantung terutama
bila dikombinasi dengan anthracycline (seperti doxorubicin, epirubicin). Akan tetapi,
berbeda dengan gangguan jantung akibat anthracycline, disfungsi jantung akibat
trastuzumab tidak bergantung dosis dan sebagian besar bersifat reversible atau akan
perbaikan apabila pemberian trastuzumab dihentikan.
Mekanisme reaksi : Human epidermal growth factor receptor 2 (HER2) adalah gen
yang menghasilkan protein HER2, sebuah reseptor tipe tirosin kinase. HER2 merupakan
sebuah proto-onkogen yang terletak pada kromosom 17q12. Sebenarnya belum
ditemukan ligan yang berpasangan dengan HER2. Namun, HER2 diekspresikan secara
berlebihan pada sel kanker dan dianggap mendorong proses pertumbuhan dan
menghambat apoptosis atau kematian dari sel kanker tersebut.
Toksistas : Cardiomyopathy atau peradangan otot jantung. Akan terjadi pada saat
digunakan dengan obat kemoterapi jenis antrasiklin - Anemia. - Bintik merah pada kulit
(ruam). EKG Penggunaan selama kehamilan dapat membahayakan bayi. Salah satu
komplikasi yang lebih serius dari trastuzumab adalah efeknya pada jantung, walaupun ini
jarang terjadi. ] Dalam 2-7% kasus, trastuzumab dikaitkan dengan disfungsi jantung,
yang meliputi gagal jantung konestif . Akibatnya, skrining jantung rutin dengan
Pemindaian MUGA atau echocahrdiography umumnya dilakukan selama masa
pengobatan trastuzumab. Penurunan fraksi ejeksi tampaknya dapat dibalik. Trastuzumab
menurunkan regulasi neuregulin-1 (NRG-1), yang sangat penting untuk aktivasi jalur
kelangsungan hidup sel dalam kardiomiosit dan pemeliharaan fungsi jantung. NRG-1
mengaktifkan jalur MAPK dan jalur PI3K / AKT serta kinase adhesi fokus (FAK). Ini
semua penting untuk fungsi dan struktur kardiomiosit. Trastuzumab karenanya dapat
menyebabkan disfungsi jantung. [28]
Sekitar 10% orang tidak dapat mentolerir obat karena masalah jantung yang sudah ada
sebelumnya; dokter menyeimbangkan risiko kanker berulang terhadap risiko kematian
yang lebih tinggi karena penyakit jantung pada populasi ini. Risik
kardiomiopati meningkat ketika trastuzumab dikombinasikan dengan
kemoterapi antrasiklin (yang juga dikaitkan dengan toksisitas jantung).
Sumber :
Ardhiansyah, Aztil Okta. 2015. Breast Cancer : Surgery Mapping. Surabaya: Airlangga
University Press.
Hardjono, Suko. 2016. Obat Antikaker.Surabaya : Airlanggs University Press
Depkes RI. 2016. MIMS Petunjuk Konsultasi, Edisi 16. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu
xviii. Bevacizumab
Jawab :
C6538H10034N1716O2033S44
Farmakokinetik : Bevacizumab memiliki paruh awal 1,4 hari dan paruh terminal sekitar
20 hari. Waktu yang diperkirakan untuk mencapai kondisi stabil adalah sekitar 100 hari.
Pasien laki-laki dan mereka yang memiliki beban tumor yang lebih tinggi memiliki
kejelasan bevacizumab yang lebih tinggi daripada perempuan dan mereka dengan beban
tumor di bawah median, masing-masing; meskipun tidak ada bukti kemanjuran yang
lebih rendah telah terlihat karena izin yang lebih tinggi ini, hubungan antara paparan
bevacizumab dan hasil klinis tidak diketahui.
Indikasi : Kanker kolorektal, Kanker paru NSCLC
Efek samping:
a. Perforasi atau pelubangan usus
b. Masalah dalam pembekuan darah, perdarahan, serta penggumpalan darah arteri
dan vena.
c. Urine berbusa.
d. Hipertensi.
Mekanisme resistensi : Inhibitor jalur VEGF yang paling banyak digunakan di pasaran
saat ini adalah Bevacizumab untuk terapi malignansi, dari 3 meta-analisis dilaporkan
bahwa penggunaan obat ini erat kaitannya dengan kejadian hipertensi. Ini dikarenakan
hambatan pada jalur VEGF menyebabkan penurunan bioavaibilitas oksida nitrit dan
prostasiklin yang selanjutnya menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler sistemik.
Toksisitas : Kategori C dalam kehamilan. Tidak ada penelitian pada pasien menyusui:
dianjurkan untuk menghentikan obat atau menghentikan laktasi. Tidak ada penelitian
ekstensif di bidang pediatri. Dalam geriatri: peningkatan risiko proteinuria, kejadian
tromboemboli arteri, serta perdarahan GI dan sepsis.
SUMBER:
Drugbank, 2020. Drugbank: https:://www.drugbank.ca/
Tim CancerHelps. 2010. Stop Kanker. Jakarta: Agromedia Pustaka
Pikir, Budi S. dkk. 2015. Hipertensi Manajemen Komprehesif. Surabaya: UNAIR Press
Sweetman, Sean C. 2009. Martindale 36th Edition. USA: Pharmaceutical Press
xix. Prednisone
Jawab :
Struktur :
Mekanisme kerja : Predison bekerja dengan menekan respon sistem kekebalan tubuh
sehingga mengurangi peradangan.
Target kerja : sistem imun
Farmakokinetik : DISTRIBUSI
Kecepatan Kebanyakan kortikosteroid dengan cepat dihapus dari darah dan
didistribusikan ke otot, hati, kulit, usus, dan kidneys.c Didistribusikan ke dalam ASI dan
lintas placenta.kortikosteroid dimetabolisme di sebagian besar jaringan, tetapi terutama
dalam hati, untuk tidak aktif compounds.
Populasi Khusus Pada pasien dengan hypothyroidism, izin metabolisme kortikosteroid
menurun.Pada pasien dengan hipertiroidisme, izin metabolisme kortikosteroid meningkat.
Perubahan status tiroid mungkin memerlukan penyesuaian dosis glukokortikoid
Efek samping : Obat prednisone dapat menyebabkan efek samping yang sering terjadi
jika dikonsumsi, seperti: mual, muntah, kehilangan nafsu makan, nyeri ulu hati, kesulitan
tidur, peningkatan keringat, masalah mata (katarak subkapsular, glaukoma, infeksi),
perubahan hasil lab darah (leukositosis, eusinopenia, polisitemia, limfopenia), dan
gangguan toleransi glukosa.
Toksisitas Glukokortikoid: Ada dua kategori efek toksik akibat dari pemakaian
glukokortikoid
1. Akibat yang bisa terjadi pada penghentian terapi steroid adalah Kambuhnya kembali
penyakit yang kita obati Yang paling berat adalah insuffisiensi adrenal akut akibat
penghentian terapi mendadak setelah terapi steroid yang lama sehingga sudah terjadi
supresi aksis HPA( Hypothalamus -Pituitary-Adrenal ) yang tidak dapat segera berfungsi
dengan baik
( 1,3,,4,5 )Terdapat variasi dari tiap individu mengenai berat dan lama supresi adrenal
sesudah terapi kortikosteroid sehingga sulit menentukan resiko relatif untuk terjadinya
krisis adrenal pada tiap individu.
2. Akibat terapi steroid dosis suprafisiologis : Selain supresi aksis HPA akibat pemberian
dosis suprafisiologis banyak kelainan-kelainan lain yang bisa terjadi.
xx. Tamoxifen
Jawab :
Rumus struktur :
Farmakokinetik :
1) Absorbsi
Tamoxifen diberikan secara oral dan memiliki kemampuan berikatan dengan
protein sebesar 99%. Pemberian 20 mg tamoxifen menghasilkan konsentrasi
puncak plasma sebesar 40 ng/mL dalam 3-6 jam. Setelah 3 minggu terapi dan
mencapai keadaan stabil, kadar rata-rata dalam plasma untuk tamoxifen sebesar
120 ng/mL (67-183 ng/mL) dan untuk N-desmetil-tamoxifen sebesar 336 ng/mL
(152-706 ng/mL).
2) Distribusi
Penurunan konsentrasi plasma bersifat bifasik oleh karena metabolitnya, di mana
tamoxifen memiliki waktu paruh 7-14 jam dan 4-11 hari. Oleh karena
pemanjangan waktu paruh, diperlukan 3-4 minggu untuk tamoxifen dan 8 minggu
untuk N-desmetil tamoxifen agar mencapai kadar plasma yang stabil.
3) Metabolisme
Tamoxifen dimetabolisme oleh enzim hepatik P450 CYP2C9, CYP2D6, CYP3A4
dan menghasilkan metabolit utama N-desmetil-tamoxifen dan endoksifen.
4) Eliminasi
Tamoxifen diekskresikan melalui sebagian besar melalui feses (65%) sebagai
konjugat polar selama 2 minggu. Rute ekskresi yang lain adalah melalui urin
(9%).
Indikasi : Hormonal terapi premenopause
Efek samping :
- Kanker Endometrium
Tamoxifen bekerja pada reseptor α mamae antagonis (mencegah pertumbuhan KPD)
sedangkan pada reseptor β endometrium, prostat dan liver bekerja secara agonis
(memicu pertumbuhan kanker endometrium)
- Perimenopausal symptoms: hot flushes and mood changes
Tx: selective serotonin uptake inhibitor
- Katarak
Toksisitas : Tidak ada informasi tentang toksisitas akut tamoxifen dalam dosis berlebih.
Dosis kumulatif tamoxifen terendah yang diketahui telah menginduksi retinopati, efek
samping yang diakui tergantung pada dosis 7,7 g. Tidak ada data tersedia untuk toksisitas
anak-anak. Jika pada data hewan untuk toksisitas tamoxifen, pada beberapa spesies
hewan, efek agonis oestrogenik menjadi nyata pada dosis yang setara dengan 10-100 kali
dosis terapi manusia. Demikian pula tidak ada data relevan in vitro yang tersedia untuk
percobaan toksisitas tamoxifen
Sumber:
Ardhiansyah, Azril Okta. 2012. Surgery Mapping Seri Onkologi 2 Breast Cancer.
Surabaya: Airlangga University Press
Griffiths M. 1987. Tamoxifen Retinopathy at low dosage. Am Ophthamol 104(2): 185-
186
Marinkovich S, Darhan S, Planey SL, Arnott JA. 2014. Selective Estrogen Receptor
Modulators: Tissue Specificity and Clinical Utility. In: Clin Interv Aging