Anda di halaman 1dari 42

TUGAS FARMAKOLOGI ANTIKANKER

Nama/NIM : Rohani/ 1813015043

Kelas : C 2018

1. Jelaskan mengenai siklus hidup sel normal!


Jawab :
Siklus sel dibagi menjadi 2 peristiwa besar, yaitu:
a. Pada fase mitosis (pembelahan sel) yang berlangsung lebih singkat terjadi pembagian nucleus dan
cytoplasma sel Akibatnya terbentuk 2 sel anak
b. interphase merupakan interval antara pembelahan selama sel menjalankan fungsinya dan
mempersiapkan mitosis. Karena itu, selain terjadi replikasi materi genetik, ukuran dan isi sel juga
bertambah. Namun sel yang tidak membelah terus menerus (sel neuron dan sel otot), aktivitas sel
(sementara ataupun tetap) tidak melalui siklus ini dan tetap dalam fase istirahat, yaitu fase G0.
Interfase dibagi dalam periode-periode waktu yang dikenal sebagai fase-fase gap 1(G1),syntesis (S),
dan fase gap 2 (G2).
1) Dalam fase G1 terjadi pembentukan makromolekul yang penting untuk dimulainya duplikasi
DNA. Selain itu, sel juga mensintesis RNA, protein regulator yang penting untuk replikasi DNA
dan enzym untuk membawa keluar aktivitas sintesis ini serta volume sel yang berkurang karena
pembelahan sel ketika mitosis akan kembali normal. Nucleoli juga terbentuk kembali, mulai
terjadi duplikasi centrioles. Proses duplikasi centrioles ini baru sempurna pada fase G2.
2) Selama fase S (fase sintesis) siklus sel, terjadi sintesis dan replikasi DNA dan centriole serta
duplikasi genome. Semua yang diperlukan oleh nucleoprotein, termasuk histon didatangkan dan
digabungkan ke dalam molekul DNA, membentuk materi chromatin. Sel sekarang memiliki
komplemen DNA 2 x normal. Jumlah sel autosom dan germinal berbeda, dimana DNA pada sel
autosom adalah diploid sedangkan sel germinal yang dihasilkan dari meiosis memiliki
chromosome yang haploid.
3) Dalam fase G2, RNA dan protein yang penting untuk pembelahan sel akan disintesis, terjadi
penyimpanan energi yang diperlukan untuk mitosis, sintesis tubulin untuk kumpulan dalam
microtubule yang diperlukan untuk mitosis, replikasi DNA dianalisa dan kesalahan yang terjadi
akan diperbaiki.
Referensi : Gartner, LP., Hiatt, JL. 2007. Nucleus Color Textbook of Histology. 3 rd. Ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier. p. 61-8.
2. Jelaskan mekanisme-mekanisme kematian sel!

Jawab:
Pada awalnya, kematian sel dikenal melalui nekrosis dan onkosis. Namun
setelaberkembangnya biologi molekuler, kematian sel dapat diidentifikasi lebih
mendalam, yaitu melalui apoptosis.
a. Nekrosis adalah kematian sel karena adanya kerusakan sistem membran. Kerusakan
membran ini disebabkan adanya aktivitas suatu enzim lisozim. Aktivitas enzim lisozim
dapat terjadi karena adanya kerusakan sistem membran, oleh suatu faktor tertentu, yang
mengakibatkan membran pembungkus enzim lisozim tersebut mengalami kebocoran.
Adanya kebocoran ini mengakibatkan lisozim tumpah ke sitosol dan akhirnya mencerna
protein- protein, baik yang berada pada sitosol maupun protein-protein penyusun sistem
membran dari sel tersebut.
b. Onkosis adalah kematian sel karena adanya faktor iskemia (kekurangan oksigen).
Adapun mekanisme terjadinya onkosis dimulai dari rendahnya kadar oksigen di dalam
sel. Kondisi tersebut mengakibatkan sel mengalami gangguan pada pembentukan ATP
(Adenosine Tri Phosphate), sementara rendahnya ATP dapat mengakibatkan gangguan
pada proses pompa natrium (sodium pump). Oleh karena itu, maka di dalam sel tersebut
akan terjadi peningkatan natrium. Tingginya kadar natrium di dalam sel (Na-
intracelluler) mengakibatkan air masuk ke dalam sel, sehingga sel mengalami
pembengkakan (swelling)-dalam bahasa Yunani dikenal sebagai oncos-dan akhirnya sel
pecah. Selanjutnya, peristiwa kematian sel seperti ini dikenal sebagai onkosis.
c. Apoptosis adalah kematian sel melalui mekanisme genetik (kerusakan/ fragmentasi
kromosom atau DNA). Setelah dipelajari lebih lanjut, ternyata kematian sel (apoptosis)
ini dibedakan menjadi dua kelompok sebagai berikut.
1. Apoptosis fisiologis Apoptosis fisiologis, yaitu kematian sel yang diprogram
(programmed cell death). Proses kematian sel ini sangat erat kaitannya dengan suatu
enzim yang dikenal dengan telomerase. Pada sel embrional enzim ini mengalami aktivasi,
sedangkan pada sel somatik enzim ini tidak mengalami aktivasi, kecuali sel yang
bersangkutan mengalami tansformasi menjadi ganas. Telomer yang terletak pada ujung
kromosom merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam melindungi
kromosom. Pada sel normal, telomer ini akan mengalami pemendekan pada waktu sel
melakukan pembelahan diri. Bila ukuran telomer mencapai ukuran tertentu (level kritis)
sebagai akibat dari pembelahan berulang, maka sel tersebut tidak dapat melakukan
pembelahan diri lagi. Selanjutnya, akan terjadi fragmentasi kromosom dan akhirnya sel
mengalami apoptosis secara fisiologis. Namun pada sel ganas, pemendekan telomer
sampai pada level kritis tidak akan terjadi karena pada sel ganas terjadi aktivitas dari
enzim ribonukleoprotein (telomerase) secara terus-menerus, di mana enzim ini sangat
berperan pada sintesis telomeric DNA, sehingga berbagai elemen yang dibutuhkan pada
pembentukan telomer dapat dibentuk secara terus-menerus dan keberadaan ukuran
telomer pada ujung kromosom dapat dipertahankan. Pada sel normal, aktivitas telomerase
waktunya terbatas, tetapi pada sel kanker enzim ini sangat aktif, sehingga terjadi
pemblokiran proses pemendekan telomer pada waktu pembelahan diri. Oleh karena itu,
maka sel ganas dapat bersifat immortal.
2. Apoptosis patologis Apotosis yang patologis yaitu kematian sel karena adanya suatu
rangsangan/jejas. Proses kematian sel (apoptosis) ini dapat melalui beberapa jalur, antara
lain sebagai berikut.
a) Aktivitas p-53 Terjadinya apoptosis yang dipicu oleh aktivitas p-53 karena sel yang
bersangkutan memiliki gen yang cacat (gene defect). Kecacatan gen dalam suatu sel
dapat dipicu oleh banyak faktor, antara lain bahan kimia, radikal bebas, maupun virus
(oncovirus). Gen yang cacat dapat memicu aktivitas beberapa enzim seperti PKC dan
CPK-K2, di mana kedua enzim ini memicu aktivitas p-53. p-53 merupakan faktor
transkripsi terhadap pembentukan p-21. Peningkatan p-21 yang disintesis akan menekan
semua CDK. Sebelumnya telah diketahui bahwa terjadinya siklus pembelahan sel sangat
tergantung pada ikatan kompleks antara CDK dengan cyclin. CDK yang muncul pada
fase M adalah CDK-1. Demikian juga halnya CDK yang muncul pada fase S adalah
CDK-4 dan CDK-6, sedangkan CDK yang muncul pada fase S adalah CDK-2. Cyclin
adalah suatu protein yang dihasilkan oleh sel, di mana protein ini dapat muncul dan
hilang pada fase siklus sel, seperti cyclin pada fase M adalah cyclin-A dan cyclin-B, pada
fase G-1 adalah cyclin-D dan cyclin-E, sementara pada fase S adalah cyclin-A dan
cyclin-E. Apabila terjadi pengikatan p21, maka semua CDK akan ditekan, baik pada
CDK-1 pada fase M, CDK-4 dan CDK-6 pada fase S, maupun CDK-2 pada fase S.
Dengan terjadinya penekanan semua CDK pada fase siklus sel, maka siklus sel akan
berhenti. Saat siklus sel berhenti, p-53 akan memicu aktivitas BAX di mana protein BAX
ini akan menekan aktivitas BCL-2 pada membran mitokondria, sehingga terjadi
perubahan permeabilitas membran dari mitokondria. Perubahan ini mengakibatkan terjadi
pelepasan cytokrom-C ke sitosol. Di sitosol, cytokrom-C akan mengaktivasi Apaf-1 yang
selanjutnya akan mengaktivasi kaskade kaspase dan kaspase yang aktif ini akan
mengaktifkan DNA-se. Kemudian DNA- se yang aktif menembus membran inti dan
merusak DNA, sehingga DNA sel yang bersangkutan rusak (fragmentasi) dan akhirnya
sel mengalami kematian (apoptosis). b) Jalur sitotoksik Terjadinya apoptosis melalui
jalur sitotoksik ini dipicu oleh adanya sel yang memiliki gen cacat (gene defect). Dengan
adanya kecacatan gen ini, maka sel tersebut akan mengekspresikan protein asing. Protein
asing yang dihasilkan dapat bersifat imunogenik, sehingga memicu terjadinya proses
pembentukan antibodi. Antibodi yang terbentuk dapat menempel di permukaan sel
tertentu. Hal ini terjadi karena ada beberapa sel yang pada membrannya memiliki FC
receptor dari antibodi (khususnya FC receptor terhadap Ig-G), antara lain sel killer.
Dengan adanya reseptor tersebut, maka antibodi akan menempel di permukaan sel killer.
Selanjutnya, antibodi yang berada di permukaan sel killer akan mengikat protein asing
yang berada di permukaan sel yang memiliki gen cacat. Adanya ikatan sel killer tersebut
akan melepaskan suatu enzim yang disebut sebagai sitotoksin. Sitotoksin yang dilepas
oleh sel killer tersebut mengandung perforin dan granzyme. Perforin dapat memperforasi
membran sel yang memilki gen cacat, kemudian granzym dimasukkan ke dalam sel
tersebut. Granzyme yang berada di dalam sitosolik dari sel yang memiliki gen cacat
tersebut akan mengaktivasi kaspase kaskade. Selanjutnya, kaspase yang aktif ini
mengaktivasi DNA-se. DNA-se inilah yang merusak DNA yang berada di dalam inti,
sehingga sel mengalami kematian (apoptosis).
c) Disfungsi mitokondria Yang dimaksud dengan disfungsi mitokondria adalah gangguan
ekspresi protein pada mitokondria yang tidak seimbang baik ekspresinya yang berlebihan
atau protein yang diekspresikan merupakan protein abnormal. d) Kompleks fas dan ligan
Terjadinya apoptosis melalui jalur ligan dan fas dapat terjadi karena dipicu oleh adanya:
1) sel tumor atau sel yang terinfeksi virus; 2) gangguan hormonal seperti testosteron pada
pria atau Folikel Stimulating Hormon (FSH) pada wanita. Pada sel tumor ataupun sel
yang terinfeksi virus, di permukaannya terekspresi suatu protein yang disebut sebagai fas.
Sementara itu, di dalam tubuh terdapat beberapa sel seperti NK-cell (Natural Killer-cell)
dan CTL (Cytotoxic T-Lymphocyte) adalah suatu sel ketahanan tubuh yang dapat
mengekspresikan ligand, sehingga fas pada membran sel yang terinfeksi virus atau di
permukaan sel tumor akan diikat oleh ligan yang berada di permukaan NK-cell atau CTL.
Adanya ikatan antara fas-ligan tersebut menimbulkan sinyal transduksi ke dalam sitosol
pada sel yang terinfeksi virus atau sel tumor, sehingga di dalam sitosol dari sel tersebut
terjadi aktivasi suatu protein yang disebut sebagai Fas Associated Protein Death Domain
(FADD). FADD kemudian mengaktivasi dari kaspase kaskade. Selanjutnya, kaspase
yang aktif mengaktifkan DNA-se. DNA-se masuk ke dalam inti dan merusak DNA,
sehingga sel mengalami apoptosis. Selain itu, apoptosis juga dapat terjadi melalui
penurunan hormonal seperti testosteron pada pria dan FSH pada wanita. Terjadinya
penurunan testosteron pada pria mengakibatkan spermatogonium pada tubulus
seminiferus mengekspresikan fas, sedangkan sertoli mengekspresikan ligan. Sementara
penurunan FSH pada wanita akan memicu oosit pada ovarium untuk mengekspresikan
TNF-a reseptor dan makrofag mensekresi TNF-a. TNF-a berperan sebagai ligan,
sedangkan TNF-a reseptor berperan sebagai fas. Oleh karena itu, maka di permukaan
spermatogonium atau oosit akan terjadi ikatan kompleks antara fas dan ligan. Adanya
ikatan ini akan memicu proses terjadinya apoptosis. Apabila di dalam tubuh individu
selnya mengalami proliferasi berlebihan (selnya mengalami pembelahan yang tidak
terkendali), maka individu tersebut akan mengalami suatu penyakit yang dikenal dengan
penyakit keganasan (Sudiana, 2008)
Sumber : Sudiana, I Ketut. 2008. Patobiologi Molekuler Kanker. Jakarta: Penerbit Salemba
Medika.

3. Apa yang dimaksud dengan tumor dan kanker serta perbedaan/persamaan dari keduanya!
Jawab :
Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang
berubah menjadi sel kanker sedangkan Tumor adalah benjolan yang muncul akibat sel yang
memperbanyak diri secara berlebihan, atau akibat sel lama yang seharusnya mati masih terus
bertahan hidup, sementara pembentukan sel baru terus terjadi.
Persamaan

❖ Keduanya sama-sama bisa tumbuh cukup besar. tumor jinak ataupun kanker bisa tumbuh
hingga ukuran yang sangat besar sekali pun.
❖ Kanker dan tumor, keduanya sama-sama berbahaya. Meskipun memang kanker masih
lebih berbahaya dibandingkan dengan tumor jinak, namun jangan menganggap remeh
tumor jinak yang tumbuh. Beberapa kasus tumor jinak akan sangat berbahaya,
seperti tumor otak yang dapat menghancurkan struktur otak secara perlahan.
❖ Keduanya dapat kambuh lagi di kemudian hari. Jika pengobatan kanker dan tumor tidak
dilakukan secara tepat dan masih ada sel abnormal yang tertinggal di dalam tubuh, maka
bukan tidak mungkin keduanya akan muncul kembali di bagian tubuh yang sama.

Perbedaan

❖ Pertumbuhan kanker lebih cepat. Sel kanker memiliki pertumbuhan yang sangat
cepat, sementara sel tumor tidak.
❖ Kanker mampu untuk menyebar ke bagian tubuh lain. Tidak seperti sel tumor yang
hanya tumbuh dan menetap pada salah satu bagian tubuh saja, sel kanker mampu
untuk menyebar dengan cepat ke bagian tubuh mana pun.
❖ Lokasi kekambuhan. Pada tumor jinak, biasanya kekambuhan akan terjadi lagi pada
bagian tubuh yang sama seperti kasus sebelumnya. Tetapi pada kanker, kekambuhan
bisa terjadi pada bagian tubuh mana pun.
❖ Pengobatan yang berbeda. Tumor jinak biasanya cukup dihilangkan dengan cara
dioperasi dan diambil semua jaringan tumor yang sedang tumbuh tersebut. Namun
pada kasus kanker, pengobatannya sedikit lebih kompleks. Sel kanker yang bersifat
menyebar dan tumbuh dengan cepat harus dimatikan dulu dengan
obat kemoterapi atau radiasi. Kemudian, tumor ganas tersebut baru akan dioperasi,
diangkat sisa-sisa selnya.

Sumber : Mangan, Yelia. 2003. Cara bijak menaklukan kanker. Yogyakarta : AgromediaPustaka
Verywell. (2017). What’s the Difference Between Benign and Malignant Tumors?

4. Jelaskan etiologi kanker!


Jawab :
Sekitar 5-10% dari kanker terjadi akibat adanya kelainan genetik yang diturunkan.
Anggota keluarga dengan faktor genetik ini mempunyai risiko yang meningkat untuk
timbulnya tipe tertentu kanker. Faktor lain yang menentukan timbulnya kanker yaitu faktor
lingkungan, antara lain infeksi virus (hepatitis B/C, EBV, HTLV), rokok,
makanan/nutrisi/obesitas, hormon, minuman keras, sinar ultraviolet, obat, pengaruh migrasi
dan sebagainya.

Sumber: Hukom, Ronald A. 2003. Penatalaksanaan Kanker Payudara Terkini. Jakarta:


Pustaka Populer Obor
5. Jelaskan patofisiologi kanker!
Jawab :
Sel abnormal membentuk sebuah kelompok dan mulai berproliferasi secara abnormal,
membiarkan sinyal pengatur pertumbuhan dilingkungan sekitarnya sel. Sel mendapatkan
karakteristik invasive sehingga terjadi perubahan jaringan sekitar. Sel menginfiltrasi jaringan
dan memperoleh akses ke limfe dan pembuluh darah, yang membawa sel kearea tubuh yang
lain. Kejadian ini dinamakan metastasis (kanker menyebar kebagian tubuh yang lain). Sel-sel
kanker disebut neoplasma ganas/ maligna dan diklasifikasikan serta diberi nama berdasarkan
tempat jaringan yang tumbuhnya sel kanker tersebut. Kegagalan sistem imun untuk
menghancurkan sel abnormal secara cepat dan tepat tersebut menyebabkan sel-sel tumbuh
menjadi besar untuk dapat ditangani dengan menggunakan imun yang normal. Kategori
agens atau faktor tertentu yang berperan dalam karsinomagenesis (transpormasi maligna)
mencakup virus dan bakteri, agens fisik, agens kimia, faktor genetik atau familial, faktor diet,
dan agens hormonal (Brunner, 2016).

Neoplasma merupakan pertumbuhan baru. Menurut seorang ankolog dari inggris menemakan
neoplasma sebagai massa jaringan yang abnormal, tumbuhan berlebih, dan tidak terkordinasi
dengan jaringan yang normal, dan selalu tumbuh meskipun rangsangan yang menimbulkan
sudah hilang. Proliferasi neoplastik menimbulkan massa neoplasma sehingga menimbulkan
pembengkakan atau benjolan pada jaringan tubuh, sehingga terbentuknya tumor. Istilah
tumor digunakan untuk pembengkakan oleh sembaban jaringan atau perdarahan. Tumor
dibedakan menjadi dua yaitu jinak dan ganas. Jika tumor ganas dinamakan kanker (Padila,
2013).
Sumber :
Padila. 2013. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika
Brunner, & Suddarth. 2016. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

6. Sebutkan jenis-jenis tumor/kanker!


Jawab :
Jenis-jenis kanker yaitu; karsioma, limfoma,
Karsinoma merupakan jenis kanker berasal dari sel yang melapisi permukaan tubuh atau
permukaan saluran tubuh, misalnya jaringan seperti sel kulit, testis, ovarium, kelenjar mucus,
sel melanin, payudara,leher rahim, kolon, rektum, lambung, pankreas (Akmal, dkk., 2010:
188).
Limfoma termasuk jenis kanker berasal dari jaringan yang membentuk darah, misalnya
sumsum tulang, lueukimia,limfoma merupakan jenis kanker yang tidak membentuk masa
tumor, tetapi memenuhi pembuluh darah dan mengganggu fungsi sel darah normal (Akmal,
dkk., 2010: 80).
Sarkoma adalah jenis kanker akibat kerusakan jaringan penujang di permukaan tubuh seperti
jaringan ikat, sel-sel otot dan tulang. Glioma adalah kanker susunan saraf, misalnya sel-sel
glia (jaringan panjang) di susunan saraf pusat. Karsinoma in situ adalah istilah untuk
menjelaskan sel epitel abnormal yang masih terbatas di daerah tertentu sehingga dianggap
lesi prainvasif (kelainan/ luka yang belum
menyebar) (Akmal, dkk., 2010: 81).
Sumber : Akmal Mutaroh, dkk. 2010. Ensiklopedia Kesehatan untuk Umum. Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media

7. Jelaskan mekanisme penentuan stadium kanker


Jawab :
Stadium kanker banyak menggunakan sistem TNM yang menunjukkan tingkat keparahan
kanker diketahui melalui pemeriksaan patologi anatomi yang menyangkut ukuran tumor (T),
pembesaran nodus limfa terdekat (N) dan metastasis kanker (M). Kanker yang telah
mengalami metastasis lebih sulit untuk ditanggulangi karena semakin besar tingkat
keparahan kanker, makin tinggi stadium kanker dimana kanker ini telah menyebar ke bagian
organ tubuh lain (Bungan, 2015). Sel-sel kanker mempunyai mekanisme yang membuat
berkembangbiak dengan sangat efisien yang menjadikan sel-sel kanker lebih kuat dan lebih
cepat dibandingkan dengan sel-sel normal dengan adanya energi dari menyerang pembuluh
dara mana saja sehingga dapat menguasai jaringan reguler dan mendominasi organ yang
telah diserang dan saat berkumpul sel-sel tersebut dapat membentuk tumor sebuah kumpulan
sel kanker untuk menghambat fungsi organ tersebut (Mehmet, 2009). Penentuan stadium
kanker tahap 0 merupakan karsinoma in situ (kanker dini yang hadir hanya dilapisan sel yang
mulai). Tahap I, II, dan III yaitu angka yang lebih besar menunjukkan penyakit yang lebih
luas dimana ukuran tumor lebih besar dan penyebaran kanker ke kelanjar getah bening
terdekat atau organ yang berdekatan dengan tumor primer. Dan tahap IV yaitu kanker telah
menyebar ke organ lain (UICC, 2009).
Sumber :
Bungan, Nelsiani., dkk. 2015. Epidemiologi, Stadium, dan Derajat Diferensiasi Kanker
Kepala dan Leher. Biogenesis Jurnal Ilmiah Biologi Vol 3 No 1.
Mehmet. 2009. Sehat Tanpa Dokter. Bandung: Qanita.
International Union Against Cancer (UICC). 2009. Jika Tidak Dikendalikan 26
Juta Orang Di Dunia Menderita Kanker.

8. Jelaskan pembagian antikanker!

Jawab :

1. Antimetabolit

Kemoterapi golongan antimetabolit memanfaatkan perbedaan kebutuhan relatif sel-sel kanker


terhadap beberapa zat tertentu. Kebutuhan yang tinggi akan asam folat dan pembentuk asam
nukleat oleh sel kanker disebabkan sifat sel kanker yang memiliki aktivitas mitosis yang tinggi.
Oleh sebab itu, dibuatlah kemoterapi dengan mekanisme kerja menghambat metabolisme dari
zat-zat tersebut.
2. Alkylating Agent dan Platinum Coordinating Complex
Alkylating agent memiliki mekanisme kerja membentuk intermediet ion karbonium yang
sangat reaktif. Molekul reaktif ini akan membentuk ikatan kovalen pada molekul lain yang
memiliki kepadatan molekul yang tinggi seperti gugus fosfat, amin, sulfhidril, dan hidroksil.
DNA yang merupakan target teurapetik dari alkylating agent memiliki gugus amin, oksigen,
dan fosfat yang menjadi sasaran dari obat golongan ini.
Atom nitrogen N7 dari guanin terutama sangat rentan terhadap serangan alkylating agent. Atom
lain dari basa purin dan pirimidin yaitu N1 dan N3 dari cincin adenine, N3 dari cystosine, dan
O6 dari guanine. Selain DNA, gugus sulfihidril dari protein dan sulfihidril dari glutahione juga
rentan terhadap serangan alkylating agent.
Terdapat sedikit perbedaan mekanisme dari platinum coordinating complex. Dasar mekanisme
kimia dari kelompok ini sama dengan alkykating agent, namun platinum coordinating
complex tidak melalui proses alkilasi melainkan membentuk produk ikatan kovalen antara
DNA dengan metal (platina).
3. Agen Perusak Mikrotubul
Mikrotubul adalah polmer dalam sel yang berfungsi terutama sebagai sitoskeleton dan
transportasi berbagai jenis makromolekul dan organel dalam sel. Salah satu peran utama
mikrotubul adalah saat proses mitosis. Menghambat mikrotubul adalah sifat yang dimiliki
sebagai mekanisme kerja kemoterapi dari alkaloid vinca, taxane, dan epothilone. Gangguan
pada mikrotubul pada sel akan menyebabkan disorganisasi dan destabilisasi dari mikrotubul di
tempat yang jauh dari centriole sehingga mitotic spindle menjadi terdisorganisasi dan
menghambat mitosis.
4. Inhibitor Topoisomerase
Topoisomerase adalah enzim yang berperan dalam proses replikasi maupun transkripsi dari
DNA. Enzim ini memiliki fungsi membuka pilinan double helix dari DNA. Kalau kita
analogikan tambang, topoisomerase bertugas memutar tambang sehingga putaran temali
menjadi terbuka. Saat membuka tambang tersebut dapat kita rasakan bahwa semakin membuka
tambang, maka tahanan akan terasa makin berat. Topoisomerase ini bertugas melepas tahanan
tersebut dengan cara memotong salah satu atau kedua untaian rantai DNA.
Terdapat dua jenis topoisomerase berdasarkan kemampuan memotong rantai DNA tesebut.
Topoisomerase I, memotong di salah satu rantai dari double helix kemudian setelah tahanan
turun, menyambung ulang untaian rantai DNA yang sebelumnya dipotong. Jenis kedua adalah
topoisomerase II di mana enzim tersebut memotong kedua rantai dari double helix tersebut,
melepas tahanan puntiran dan kemudian menyambungkan kembali double helix tersebut
A.Golongan antibiotic
1. Dactinomycin (Actinomycin D)
Obat ini adalah jenis pertama kemoterapi antikanker yang berasal dari antibiotik. Obat yang
paling penting dari golongan ini adalah actinomycin D yang umumnya dipakai sebagai
pengobatan kanker pada anak-anak dan choriocarcinoma pada wanita dewasa. Cara kerja
dactinomycin sebagai antikanker adalah kemampuan obat ini dalam mengikat double-
helix dari DNA. Cincin planar dari phenoxazone masuk diantara pasangan absa guanine dan
cytosine sedangkan rantai polipeptida berekstesnsi di sepanjang lekukan minor dari heliks.
Interaksi ini membuat kompleks antara dactinomycin dengan DNA menjadi stabil sehingga
akan menghalangi proses transkripsi DNA oleh RNA polimerase. RNA polimerase lebih
sensitif terhadap dactinomycin dibandingkan DNA polimerase. Selain itu, dactinomycin juga
menyebabkan single-strand brake pada DNA akibat terbentuknya radikal bebas karena
interaksi kompleks DNA dengan topoisomerase II.
2. Bleomycin
Bleomycin termasuk kelompok antibiotik anti kanker namun memiliki kemampuan unik yaitu
dapat membelah DNA. Obat ini diperokeh dari fermentasi produk Streptomyces verticillus.
Bleomycin dipakai dalam bentuk campuran dua peptida berkelasi tembaga, bleomycin A2 dan
B2
Mekanisme sitotoksisitas blemycin berasal dari kemampuan obat ini menyebabkan kerusakan
oksidatif terhadap deoksiribosa dari thymidilate dan nukleotida lainnya sehingga
menyebabkan single– dan double-stranded break dari DNA. Efek bleomycin dapat dapat
dilihat di fase G2 dan menyebabkan kerusakan ebrupa aberasi kromosom termasuk pemecahan
kromatid, fragmentasi, dan celah di DNA serta translokasi.
B. Golongan Enzim
1. L-Asparaginase
Potensi L-asparaginase sebagai kemoterapi anti leukemia pertama kali dilaporkan oleh Kidd
tahun 1953. Hal ini berdasarkan atas mekanisme bahwa L-asparagin merupakan salah satu
asam amino yang penting dalam pembentukan protein. Sel normal dapat memproduksi sendiri
L-asparagin. Akan tetapi, sel leukemia tidak bisa memproduksi L-asparagin dan
menggantungkan kebutuhan L-asparagin pada suplai dari pembuluh darah. L-asparaginase
akan memecah L-asparagin menjadi asam aspartat dan amonia.
2. Differentiating Agent
Salah satu ciri utama dari kanker adalah terhentinya proses diferensiasi. Diferensiasi adalah
suatu rangkaian pematangan sel dari sel muda atau blas menjadi sel matang yang menjalankan
fungsi fisiologis tubuh. Walaupun tidak diketahui apakah terhentinya proses diferensiasi pada
sel tumor komplit atau sebagian tapi dari penelitian diketahui bahwa pada tumor terdapat
sebagian sel yang memiliki ciri sel punca dan sebagian besar lainnya tidak memiliki
kemampuan untuk beregenerasi secara tidak terhingga.
Akan tetapi, dari observasi didapatkan bukti bahwa beberapa kanker pada manusia diperoleh
dari proses yang secara spesifik menghambat proses diferensiasi sebagai contoh translokasi
t(15;17) pada acute promyelocytic leukemia (APL). Translokasi ini menyambungkan reseptor
asam retinoat-α (RAR-α) dari gen PML yang mengkodekan faktor transkripsi yang penting
dalam menghambat proliferasi dan mempromosikan proses diferensiasi galur mieloid.
Pada kondisi fisiologis RAR-α akan mengikat asam retinoat dan meregulasi ekspresi berbagai
gen yang mengontrol diferensiasi. Hasil translokasi ini menghasilkan protein yang tidak
mengikat secara kuat (afinitas berkurang) pada asam retinoat. Akibatnya adalah sel akan
terdorong melakukan proliferasai dan diferensiasi akan terhambat.
3. Retinoid
Obat yang penting dalam golongan retinoid pada kemoterapi adalah tretinoin (all-trans
retinoid acid; ATRA) yang bisa menginduksi remisi komplit dari APL sebagai agen tunggal
dan pada kombinasi dengan anthracyclin dapat menyembuhkan APL pada mayoritas kasus.
ATRA dapat mengikat RAR-α dengan kuat sehingga pada APL, proses proliferasi akan
dihambat dan sel akan berdiferensiasi. ATRA juga dapat mengiakt RAR-γ yang
mempromosikan produksi sel punca sehingga dapat membantu restorasi keadaan sumsum
tulang yang normal.

9. Jelaskan : (a) target kerja, (b) mekanisme kerja, (c) rumus struktur, (d) farmakokinetik, (f)
indikasi, (g) efek samping, (h) mekanisme resistensi, (i) toksisitas, obat-obat dibawah ini!
i. Cyclophosphamide
Jawab :

mekanisme aksi : Cyclophosphamide disebut juga cytophosphane, merupakan alkylating


agent dari golongan nitrogen mustard dalam kelompok oxazophorin. Alkylating
antineoplastic agent adalah alkylating agent yang dapat berikatan dengan kelompok alkil
pada DNA. Zat ini menyebabkan kematian sel dan menghentikan petumbuhan tumor
dengan cara cross-link baik interstrand maupun intrastrand di basa guanin posisi N-7
pada DNA double helix, ikatan ini menyebabkan DNA akan terpisah atau pecah,
sehingga sel gagal membelah dan mati. Cyclophosphamide adalah prodrug yang diubah
di dalam tubuh menjadi metabolit aktif. Mekanisme kerjanya pada setiap tahap siklus sel.
Ini mencegah pembelahan sel dengan mengaitkan untaian asam deoksiribonukleat (DNA)
dan mengurangi sintesis DNA. Ini juga memberikan efek imunosupresif yang kuat.
Rumus Struktur :

Farmakokinetik:
Penyerapan: Diserap dengan baik dari saluran GI. Ketersediaan hayati:> 75%. Waktu
untuk memuncak konsentrasi plasma: Kira-kira 1 jam (oral); 2-3 jam (IV sebagai
metabolit).
Distribusi: Didistribusikan secara luas di jaringan, melewati sawar darah-otak dan
plasenta; memasuki ASI. Volume distribusi: 30-50 L. Pengikatan protein plasma: Sekitar
20%; > 60% (beberapa metabolit).
Metabolisme: Menjalani metabolisme hati dan dikonversi menjadi metabolit aktif
acrolein, 4-aldophosphamide, 4-hydroperoxycyclophosphamide, dan nor-nitrogen
mustard.
Ekskresi: Melalui urin (10-20% sebagai obat tidak berubah); faeces (4%). Waktu paruh:
4-8 jam.
Mekanisme kerja: berikatan silang terhadap DNA sehingga menghambat proliferasi.
Mengalami biotransformasi di hati menjadi bentuk aktif, ekskresi terutama melalui ginjal.
Indikasi : Kanker payudara, kanker paru, kanker ovarium, limfogranulomatosis,
limfosarkoma, sarkoma sel retikulum, leukemia, multipel mieloma.
Efek samping : Sistitis hemoragik steril, alopesia, mual muntah, mielosupresi,
amenorrhea, gangguan fungsi hati, hiperpigmentasi, ulserasi oral.Efek samping
cyclophosphmide yang sering terjadi adalah leukopeni yang dapat meningkatkan insiden
infeksi. Efek samping yang timbul pada dosis tinggi adalah kardiotoksik, nefrotoksik,
hiperurisemia dan SIADH (Sindrome Inappropriate Anti Diuretic Hormon) Efek utama
dari cyclophosphamide adalah pada metabolitnya yaitu phosphoramide mustard dan
produk toksik yang lain yaitu acrolein. Acroleindalam jumlah besar dapat mengiritasi buli
dan menyebabkan terjadinya sistitis hemoragik. Cyclophosphamide di metabolisme di
hepar. Metabolit ini terjadi hanya pada sel-sel yang mengandung sedikit aldehyde
dehidrogenase (ALDH).2
Target kerja: Bekerja pada semua siklus sel dengan cara memotong rantai DNA
Sumber:
Depkes RI, 2011, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 11, UBM Medica Asia,
Jakarta.
Priyanto, 2008, Farmakoterapi Dasar untuk Mahasiswa Keperawatan dan Farmasi,
Leskonfi, Jakarta.

ii. Cisplatin
Jawab :

Mekanisme kerja : bekerja secara analog dengan agen-agen alkilasi. Obat ini membunuh
srl-sel dalam semua tahap siklus sel, menghambat biosintesis dna, dan mengikat dna melalui
pembentukan rangkai silang antar rantai (interstrand ) (katzung, 2004).
Target kerja : Situs pengikatan utama adalah guanine N7, dan berinteraksi secara kovalen
dengan adenine, dan cytosine (katzung, 2004).
Efek samping : efek nya relatif kecil pada sumsum tulang, tetapi dapat menginduksi
disfungsi gagal ginjal yang signifikan, kadang menginduksi disfungsi saraf akustik (katzung,
2004).
Toksisitas : setelah diberikan secara intravena, toksisitas akut utama nya adalah berupa mual
dan muntah. (katzung, 2004).
Rumus struktur : [Pt(NH3)2Cl2] (katzung, 2004).
Indikasi : obat antitumor penting pada kanker genitourinaria, khususnya kanker testis,
ovarium, dan kandung kemih. Dapat juga digunakan untuk kanker testis nonseminomatus
jika dikombinasikan dengan vinblastine dan bleomycin. (Katzung, 2004).
Mekanisme resistensi : Ada berbagai mekanisme yang terlibat dalam resistensi cisplatin.
Yang pertama adalah pengurangan akumulasi obat intraseluler. Mengurangi akumulasi obat
adalah mekanisme signifikan yang menghasilkan resistensi dan pengurangan akumulasi obat
dengan faktor antara 20% hingga 70% dapat menyebabkan resistensi cisplatin dengan faktor
masing-masing 3 hingga 40 kali lipat. Namun seperti yang dinyatakan oleh Koberle et al,
pengurangan akumulasi obat tidak berbanding lurus dengan tingkat resistensi. Selain itu
Nikounezhad et al mengakui bahwa profil mekanisme resistensi sel tumor tertentu mungkin
tidak termasuk cacat dalam akumulasi obat. Ini bervariasi dari satu pasien ke pasien lain dan
dalam sel kanker tertentu; Mengurangi akumulasi cisplatin adalah faktor yang berkontribusi
besar terhadap resistensi yang berkontribusi lebih dari 70-90% dari total resistensi (aldossary,
2019).

mekanisme resistensi yang lain dari cisplatin adalah inaktivasi sitosolik cisplatin.
Inaktivasi cisplatin mempengaruhi kemanjurannya karena itu merusak kemampuannya
untuk bereaksi dengan DNA. Efeknya adalah bahwa lebih sedikit produksi adduct DNA
tercapai dan karenanya ada lebih sedikit kerusakan pada DNA yang mengarah pada
peningkatan kelangsungan hidup sel-sel kanker. Bentuk utama atau bentuk utama
inaktivasi cisplatin adalah konjugasi cisplatin dengan glutathione yang mengarah ke
ekspor seluler oleh pengangkut MRP. Inaktivasi yang lebih tinggi dihasilkan dari
molekul yang mengandung tiol. Misalnya, glutathione-S-transferases (GSTs)
mengkatalisasi konjugasi glutathione (GSH) menjadi cisplatin. Oleh karena itu obat ini
dinonaktifkan oleh pembentukan konjugat platinum-glutathione karena kelarutan
cisplatin meningkat. Ini menghasilkan tingkat ekskresi obat yang lebih tinggi dari sel.
Sebagaimana dinyatakan oleh Brozovic et al intraseluler, glutathione memainkan peran
antioksidan sehingga mempertahankan lingkungan redoks dengan menjaga kelompok
sulfhidril yang berkurang. Proses ini menghasilkan deplesi GSH di dalam sel yang
resisten terhadap cisplatin sehingga meningkatkan toksisitas cisplatin. Dalam sebuah
penelitian yang meneliti sel-sel kanker ovarium, peningkatan kadar GSH terlihat jelas di
antara garis sel yang resisten platinum. Mekanisme aktivasi cisplatin lainnya termasuk
protein pengikat metallothionein (aldossary, 2019).
Farmakokinetik : Cisplatin memiliki waktu paruh awal dalam plasma (t1/2) sebesar 20-
30 menit, pada pemberian secara intravena. Variasi t ½ terminal berkisar antara 6-47 hari,
tergantung lamanya ikatan cisplatin dengan protein plasma ( >90 %). Cisplatin sebagian
di eksresi di urine (35-50 % setelah 5 hari) melalui sekresi tubulus tebal dan filtrasi
glomerulus. Cisplatin di metabolisme di ginjal , hepar , usus besar, serta usus kecil
dengan sedikit penetrasi ke sistem saraf pusat. Cisplatin secara farmakokinetik akan
dihidrolisis dan terbentuk monohidrate complex (MHC) yang merupakan toxic
biotransmformation product, terjadi setelah 15 menit atau 1 jam setelah bolus injeksi
namun hal ini ditemukan variasi individual (Katzung, 2004).
Sumber:
katzung, bertram G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3. Jakarta : Penerbit
Salemba Empat Grand Wijaya Center
Aldossary, sara A. 2019. Review on Pharnacology of cisplatin : clinical use, toxicity, and
Mechanism of resistance of cisplatin. Clinical pharmacy college, king faisal university
Alhassa saudi arabia. Journal Biomedical & Pharnacology.

iii. Procarbazine
Jawab :

Target kerja : DNA Replication Alkylating agents


Procarbazine adalah obat kemotrapi yang digunakan untuk pengobatan limfoma
hendgoin dan kanker otak . Untuk Hodgkin sering digunakan bersama dengan
chlorometine, vinchristine , dan prednisone sedangkan untuk kanker otak
seperti gliblastoma multiforme digunakan untuk lomustine dan vinchristine
Struktur:

Efek samping : yang sangat umum (lebih dari 10% orang mengalaminya) termasuk
kehilangan nafsu makan, mual dan muntah. Efek samping lain dari frekuensi yang tidak
diketahui termasuk pengurangan leukosit, pengurangan trombositpengurangan neotrofit ,
yang dapat menyebabkan peningkatan infeksi termasuk infeksi paru-paru; reaksi seperti
alergi parah yang dapat menyebabkan angiodema dan reaksi kulit; kelesuan; komplikasi
hati termasuk penyakit kuning dan tes fungsi hati abnormal; efek reproduksi
termasuk pengurangan sperma dan keke Ketika dikombinasikan dengan etanol ,
procarbazine dapat menyebabkan reaksi seperti disulfram pada beberapa orang. Ini
menghambat MAO dalam sistem pencernaan, sehingga dapat menyebabkan krisis
hipertensi jika dikaitkan dengan konsumsi makanan kaya tyramine seperti keju tua; ini
tampaknya jarang terjadi. Procarbazine jarang menyebabkan neuropati perifer yang
diinduksi kemotrapi , kebas kesemutan yang progresif, abadi, sering tidak dapat
disembuhkan, nyeri hebat, dan hipersensitif terhadap dingin, dimulai pada tangan dan
kaki dan kadang-kadang melibatkan lengan dan kaki.

Indikasi : Untuk digunakan dengan obat antikanker lain untuk pengobatan penyakit
Hodgkin stadium III dan stadium IV
Mekanisme aksi : Mode tepat tindakan sitotoksik procarbazine belum didefinisikan
secara jelas. Ada bukti bahwa obat tersebut dapat bertindak dengan menghambat protein,
RNA dan sintesis DNA. Penelitian menunjukkan bahwa procarbazine dapat menghambat
transmetilasi gugus metil metionin menjadi t-RNA. Tidak adanya t-RNA fungsional
dapat menyebabkan penghentian sintesis protein dan akibatnya sintesis DNA dan
RNA. Selain itu, procarbazine dapat secara langsung merusak DNA. Hidrogen peroksida,
terbentuk selama auto-oksidasi obat, dapat menyerang kelompok protein sulfhidril yang
terkandung dalam protein residu yang terikat erat dengan DNA.
Toksisitas : LD 50 = 785 mg / kg (oral pada tikus)
Farmakokinetik : Metabolisme nya pada hati,ginjal.Eliminasi waktu paruh 10
menit.Ekresi ginjal Rute administrasi melalui mulut(kapsul gel),intravena
Sumber : Tweedie DJ, Fernandez D, Spearman ME, Feldhoff RC, Prough RA:
Metabolisme turunan azoksi dari procarbazine oleh aldehyde dehydrogenase dan
xanthine oxidase. Obat Metab Dispos. 1991 Juli-Agustus; 19 (4): 793-803.

iv. Methotrexate
Jawab:
Rumus Struktur :

Target Kerja : Methotrexate (MTX) menghambat secara kompetitif enzim dihidrofolat


reduktase, yang mengkatalisis reduksi dihidrofolat menjadi asam tetrahidrofolat. Ini
meblokade regenerasi asam tetrahidrofolat sehingga mencegah sintesis purin dan
pirimidin. Dengan demikian, MTX adalah antagonis folat dan spesifik untuk sel dalam
siklus sel fase S

Farmakokinetik : Metotreksat oral lebih dianjurkan untuk anak karena mudah dan lebih
nyaman dalam pemberian dibandingkan dengan cara parenteral (intravena/subkutan).
Namun demikian, dari beberapa studi didapatkan hasil bahwa pemberian MTX secara
subkutan efektivitasnya lebih tinggi bermakna dibandingkan dengan pemberian secara
oral. Secara oral, MTX dapat diberikan sebagai dosis tunggal setiap minggu, atau dosis
terbagi dengan jarak 12jam (berdasarkan studi siklus sel). Kedua cara pemberian
menunjukkan efektivitas yang sama. Jalur parenteral dipilih jika terdapat intoleransi
gastrointestinal. Sebanyak 35-50% obat diikat oleh albumin di sirkulasi. Kadar maksimal
dalam darah tercapai 1-2 jam setelah pemberian. Waktu paruh MTX 6-7 jam, akan tetapi
metabolit aktif utama derivat poliglutamat mengalami waktu paruh yang lebih panjang.
Oksidasi hepatal membentuk 7-hydroxylmethotrexate, suatu metabolit minor. Total 50-
90% obat diekskresikan melalui urin setelah 24 jam, dengan prosentase yang rendah
dalam sirkulasi entero-hepatik ( Murniastuti, 2019).

Indikasi : efek anti-inflamasi, antiproliferasi, dan imunosupresi

Efek Samping : Mual, diare, kelemahan, ulkus mulut, ruam, alopesia, gangguan fungsi
hati, penurunan leukosit dan trombosit, pneumonitis, sepsis, penyakit hati, limfoma yang
berhubungan EBV, nodulosis(Smolen JS, 2013).

Mekanisme Resistensi : MTX terjadi karena adanya polimorfise pada gen yang
menyandi berbagai enzim yang terlibat dalam metabolisme folatt yaitu enzim
Metilentetrahidrofolat reduktase (MTHFR) dan Timidilat Sintase (TS).Bila terjadi
polimorfisme gen penyandi enzim MTHFR
C677T serta TS 5-UTR 3R/3R akan mengganggu aktivitas enzim. Gangguan ini
menyebabkan MTX tidak mampu menekan kerja enzim diatas. Selanjutnya sintesis DNA
limfoblast tetap berlangsung, dan akhirnya menimbulkan resistensi terhadap MTX
(Ugrasena, 2011).

Toksisitas : Efek toksik akibat penggunaan MTX dapat dibedakan menjadi:

1) Efek toksik mayor, yaitu hepatotoksik, kerusakan paru, gangguan renal, dan
abnormalitas bone marrow.
2) Efek toksik minor (20–30%), yaitu stomatitis, malaise, nausea, diare, sakit kepala,
mild alopecia, mudah lelah, perubahan mood, pusing, demam, myalgia, dan
poliatralgia.

(Puspitasari,2014)
Mekanisme Kerja : Mekanisme kerja MTX adalah menghambat enzim dehidrofolat
reduktase dalam proses pembentukan purin dan pirimidin. Enzim dihidrofolat reduktase
berguna untuk mengubah asam dihidrofolat menjadi asam tetrahidrofolat dan juga
menghambat enzim timidilate sintetase yang akan menyebabkan pengurangan jumlah
timidilat dan folat yang merupakan komponen purin dan pirimidin yang dibutuhkan saat
proses sintesis deoxyribonucleic acid (DNA). Sintesis DNA yang dihambat akan
menyebabkan apoptosis dari sel T yang telah teraktivasi serta menghambat kemotaksis
neutrofil (Operacz MC, 2014).
Sumber:
Murniastuti, Dinda Saraawati dan Retno Dinarti. 2019. Penggunaan Metotreksat pada
dermatosis anak. Jurnal Farmako Vol. 46. Edisi 1 Tahun 2019: 45-50
Smolen JS, Landewe R, Breedveld FC, Buch M, Burmester G, Dougados M, et al. EUL
recommendations for the management of rheumatoid arthritis with synthetic and
biological disease-modyfing antirheumatic drugs: 2013 update. Ann Rheum Dis. 2013;
13: 1-18.
Ugrasena, I Dewa Gede dkk. 2011. Polimorfisme Gen Timidilat Sintase-5UTR
3R/3R (TS-5’UTR 3R/3R) dan Metilentetrahidrofolat Reduktase C677T
(MTHFR C677T) pada Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut yang Resisten
dengan Metotreksat. JBP Vol. 13, No. 2, Mei 2011: 115–122
Puspitasari, Rizki dkk. 2014. Ketepatan Penggunaan Metotreksat pada Pasien
Reumatoid Artritis di Rumah Sakit Emanuel Klampok berdasarkan Kriteria
Eksplisit. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Vol. 3 No. 3, hlm 88–97
Operacz MC, Przytocka AS. The possibilities and principles of methotrexate
treatment of psoriasis-the updated knowledge. Postep Derm Alergol.
2014;31(6):392–400
v. 6-Mercaptopurine
Jawab :
Rumus struktur:

Mekanisme kerja : Mekanisme aksi Mercaptopurine (6-MP) bersaing dengan


hypoxanthine dan guanine untuk enzim hypoxanthine-guanine phosphoribosyltransferase
(HGPRTase) dan itu sendiri dikonversi menjadi asam thioinosinic (TIMP). Intraseluler
nukleotida ini menghambat beberapa reaksi yang melibatkan asam inosinat (IMP),
termasuk konversi IMP menjadi asam xanthylic (XMP) dan konversi IMP menjadi asam
adenylic (AMP) melalui adenylosuccinate (SAMP). Selain itu, 6-methylthioinosinate
(MTIMP) dibentuk oleh metilasi TIMP.
Farmakokinetik : Setelah pemberian oral 35S-6-mercaptopurine dalam satu subjek, total
46% dosis dapat dihitung dalam urin (sebagai obat induk dan metabolit) dalam 24 jam
pertama. Masuknya atapaptopurin ke dalam cairan serebrospinal dapat diabaikan . Rata-
rata pengikatan protein plasma 19% pada rentang konsentrasi 10 hingga 50 mcg / mL
(konsentrasi yang hanya diperoleh dengan pemberian mercaptopurine intravena pada
dosis melebihi 5 hingga 10 mg / kg).
Indikasi : Mercaptopurine diindikasikan untuk terapi pemeliharaan leukemia limfatik
akut (limfositik, limfoblastik) sebagai bagian dari rejimen kombinasi. Respons terhadap
agen ini tergantung pada subklasifikasi tertentu dari leukemia limfatik akut dan usia
pasien (pediatrik atau dewasa).
Target kerja : Metallopreinase
Efek samping :
1. Kebanyakan orang tidak mengalami semua efek samping yang terdaftar.
2. Efek samping seringkali dapat diprediksi dalam hal onset dan durasinya.
3. Efek samping hampir selalu reversibel dan akan hilang setelah perawatan
selesai.
4. Ada banyak opsi untuk membantu meminimalkan atau mencegah efek
samping.
5. Tidak ada hubungan antara ada atau parahnya efek samping dan efektivitas
obat

Toksisitas : Dosis 6-MP 20% dosis biasa. Toksisitas mercaptopurine dapat dikaitkan
dengan polimorfisme genetik di thiopurine S -methyltransferase (TPMT) , nudix
hidrolase 15 (NUDT15) , dan inosine triphosphate pyrophosphatase (ITPA)
Mekanisme resistensi : Mekanisme aksi 6-MP yaotu antimetabolit, merupakan obat
yang diaktivasi dengan hipoxhantine-guanine. HGPRTase pada nukleotida yang
sitotoksik yang mencegah berbagai mekanisme dari enzim yang memasuki purine
metabolisme. Resisten sel tumor yang sudah dikurangi aktivitasnya oleh HGPRTase atau
menambahkan produksi alkaline phosphatase yang mengaktivasi toksik nukleotida.
Sumber : MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 9, 2009/2010. Jakarta penerbit
asli (MIMS Pharmacy Guide)
Moriyama, T.et al 2016. "Polimorfisme NUDT15 mengubah metabolisme tiopurin dan
toksisitas hematopoietik". Jepang . Genetika Alam . 48 (4): 367–73. doi : 10.1038

vi. 5-Fluorouracil
Jawab:

Struktur :
5-Fluorouracil (kiri) dan timin (kanan)
target kerja : 5-FU adalah antimetabolit yang bekerja secara antagonis dengan timin
terhadap aktivitas enzim timidilat sintetase (TS).
mekanisme kerja : Mekanisme utama aktivasi 5-FU adalah konversi menjadi
fluorouridine monophosphate (FUMP) juga secara langsung oleh orotate phosphoribosyl
transferase (OPRT), atau secara tidak langsung via fluorouridine (FUR) melalui aksi
berurutan dari uridine phosphorylase (UP) dan uridine kinase (UK). FUMP kemudian
difosforilasi menjadi fluorouridine diphosphate (FUDP), yang dapat juga difosforilasi
lebih lanjut menjadi metabolit aktif fluorouridine triphosphate (FUTP), atau dikonversi
menjadi fluorodeoxyuridine diphosphate (FdUDP) oleh ribonucleotide reductase (RR).
Di sisi lain, FdUDP dapat pula di fosforilasi atau didefosforilasi menjadi metabolit aktif
masing-msaing FdUTP dan FdUMP. Jalur aktivasi alternatif lainnya melibatkan
thymidine phosphorylase yang mengkatalisis konversi 5-FU menjadi fluorodeoxyuridine
(FUDR), kemudian difosforilasi oleh thymidine kinase (TK) dan menjadi thymidylate
synthase (TS) inhibitor, FdUMP. Ada pula enzim Dihydropyrimidine dehydrogenase
(DPD) yang mengkonversi 5-FU menjadi dihydrofluorouracil yang tidak aktif. (DHFU)
adalah rate-limiting step katabolisme 5-FU pada sel normal dan sel tumor, dan proprsi
dari pengrusakan menjadi metabolit tidak aktif mencapai 80% (Longley and Johnston,
2007).
farmakokinetik : mekanisme utama fluorouracil dianggap mengikat
deoksiribonukleotida obat (FdUMP) dan kofaktor folat, N5-10-metilenetetrahidrofolat,
untuk timidilat sintase (TS) untuk membentuk kompleks terner yang secara kovalen
terikat. Ini menghasilkan penghambatan pembentukan timidilat dari urasil, yang
mengarah pada penghambatan sintesis DNA dan RNA serta kematian sel. Fluorourasil
juga dapat dimasukkan ke dalam RNA sebagai pengganti uridine triphosphate (UTP),
menghasilkan RNA yang curang dan mengganggu pemrosesan RNA dan sintesis protein.
indikasi : 5-Fluorouracil (5-FU) merupakan agen kemoterapi utama yang digunakan
untuk terapi kanker kolon
efek samping : Efek samping dari 5-FU yang ditemukan pada pasien antara lain
neutropenia, stomatitis, diare, dan hand-food syndrome. Masing-masing efek ini terkait
dengan metode pemberian yang diterapkan pada pasien. Pada kasus yang efek samping 5-
FU yang paling parah adalah kardiotoksisitas meskipun hal ini jarang ditemui.
Dibandingkan dengan agen kemoterapi yang lain, 5-FU memiliki selektivitas yang tinggi
pada aktivitas TS dan efek samping yang ditimbulkan relatif lebih ringan. Meskipun
demikian, efektivitas 5-FU sebagai agen kemoterapi baru mencapai 15% sehingga
diperlukan pengembangan agen kokemoterapi untuk meningkatkan efektivitas terapi
dengan 5-FU (Meyerhardt and Mayer, 2005).
mekanisme resistensi : Resistensi yang disebabkan oleh 5-FU dapat terjadi melalui
perantaraan penghambatan daur sel. Sel kanker dengan p21 mutan tidak dapat memacu
penghentian daur sel sehingga langsung memacu apoptosis tetapi sel dengan p21 normal
yang memacu penghentian daur sel akan memicu munculnya sel yang resisten. Aktivitas
5-FU dalam pemacuan apoptosis dapat melalui jalur p53 atau tidak (dependent or
independent p53) (Levrero et al., 2000). Hal ini dibuktikan bahwa 5-FU dapat
menginduksi apoptosis pada sel kanker yang mengalami defisiensi p53 atau memiliki p53
mutan.
Toksisitas : 5-FU sangat tergantung terhadap cara penggunaan obat, dimana penggunaan
secara drip memiliki tolerabilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan bolus. Selain
itu, 5-FU drip memiliki response rate yang lebih tinggi (30%) dibandingkan dengan bolus
(7%).
Sumber :
Meyerhardt, J.A., and Mayer, R.J., 2005, Systemic Therapy for Colorectal Cancer, N.
Engl. J. Med., 352(5):476-487.
Levrero, M., Laurenzi, V. De, Constanzo, A., Sabatini, S., Gong, J., Wang, J.Y.J. and
Melino, G., 2000, The p53/p63/p73 Family of Transcription Factors: Overlapping and
Distinct Functions, J. of Cell Science, 113:1661-1670.
Longley, D.B. and Johnston, P.G., 2007, 5-Fluorouracil Molecular Mechanisms of Cell
Death in Srivastava R., Apoptosis, Cell Signaling, and Human Diseases, Humana Press.
Konda B, Bakirhan K, Rajdev L. Systemic treatment of colon cancer. Austin Journal Of
Medical Oncology. 2014;1(2):1-11.
Longley DB, Harkin DP, Johnston PG: 5-fluorouracil: mechanisms of action and clinical
strategies. Nat Rev Cancer. 2003 May;3(5):330-8. [PubMed:12724731]
Petty RD, Cassidy J: Novel fluoropyrimidines: improving the efficacy and tolerability of
cytotoxic therapy. Curr Cancer Drug Targets. 2004 Mar;4(2):191-204.
[PubMed:15032669
vii. Gemcitabine
Jawab :
Rumus struktur :
MEKANISME KERJA : penghambat sintesis DNA dan PTX berfungsi menonaktifkan
sistem tubulus sel. Menghambat sintesis DNA polymerase dan ribonukleotida reduktase.
(Hardjono,et al. 2016)
TARGET KERJA : Ribonukleotida reduktase(Hardjono,et al. 2016)
EFEK SAMPING : Efek samping yang umum terjadi adalah penekanan sumsum tulang,
masalah hati dan ginjal, muak, demam, ruam, sesak napas, sariawan, diare, nauropati dan
kerontokan rambut (sarvepalli,et al. 2019)
MEKANISME RESISTENSI : Kemoresistenan Gemcitabine terjadi karena interaksi
memainkan beberapa faktor dalam jalur metabolisme,termasuk pengangkut narkoba,
substrat kompetitif untuk metabolit aktif, dan mengaktifkan dan menonaktifkan enzim
Peran mereka dalam chemoresistance PDAC (sarvepalli,et al. 2019)
Indikasi : Untuk kanker paru jenis non sel kecil stadium IIIA atau IIIB yang tidak dapat
di-op atau stadium IV(metastasis). Kanker pankreas stadium II, III, atau IV, untuk pasien
yang sebelumnya diterapi dengan 5-FU. Kanker kandung kemih stadium IV dengan atau
tanpa metastasis dalam kombinasi dengan sisplatin. Dalam kombinasi dengan paclitaxel
untuk kanker payudara yang mengalami kekambuhan sesudah kemoterapi. Kanker
ovarium yang kambuh setelah terapi dengan basis platinum. (IAI,2015)
Sumber:
Sarvepalli,peepika.et al. 2019. Gemcitabine: Review of Chemoresistance in Panreatic
Cancer. Critical Review ini Oncogenecil.24(2):199-212.
Hardjono,et al. 2016. Obat Antikanker. Surabaya. Airlangga university press.
Ikatan Apoteker Indonesia. 2015.ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia, Volume
492015 s/d 2016. Jakarta: PT ISFI Penerbitan.
viii. Vincristine
Jawab :

Target kerja vinca alkaloids


mekanisme kerja : VInkristin dapat berkerja dengan menghalangi sintesis asam nukleat
dan protein dengan pemblokan pada penggunaan asam glutamat. Vinkristin di
metabolisme di hati oleh enzim CYP3A4.1 Obat kemoterapi vinkristin merupakan salah
satu obat kemoterapi yang digunakan pada protokol pengobatan LLA
struktur

farmakokinetik :
Secara farmakokinetik, vincristine akan mengalami beberapa proses di dalam tubuh yaitu
absorpsi, metabolisme, distribusi, dan eliminasi.
Absorbasi : Vincristine tidak dapat diabsorpsi dengan pemberian oral sehingga harus
diberikan secara intravena. FDA menerapkan peringatan keras mengenai administrasi
vincristine. Karena neurotoksisitas vincristine, administrasi selain intravena, terutama
intratekal, dapat berakibat fatal yaitu kematian.
Metabolisme : Vincristine dimetabolisme di hepar dengan bantuan sitokrom P450,
terutama CYP3A4. Metabolisme vincristine dapat juga berfungsi sebagai detoksifikasi, di
mana CYP3A4 mengubah vincristine menjadi molekul-molekul dengan profil toksisitas
yang lebih ringan.
Distribusi : Lebih dari 90% kandungan vincristine didistribusikan melalui sirkulasi darah
menuju jaringan perifer dengan cepat, dalam waktu 15-30 menit setelah injeksi. Sebanyak
75% vincristine berikatan kuat dengan protein walaupun ikatannya masih bersifat
reversibel. Volume distribusi vincristine adalah 215 L/1,73 m2.
Eliminasi : Proses eliminasi vincristine dari plasma terdiri dari 3 tahapan (tri-phasic
clearance). Waktu paruh fase pertama berlangsung sangat cepat yaitu dalam 5 menit.
Waktu paruh tahap kedua adalah 2 jam. Waktu paruh tahap tiga (terminal) bervariasi pada
tiap individu sekitar 18-85 jam
Indikasi : Leukemia akut, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin, neuroblastoma,
rabdomiosarkoma, osteosarkoma, sarkoma Ewing, fungoides mikosis, tumor Wilms,
kanker payudara, kanker serviks, kanker paru
Efek samping :
Efek samping berikut ini umum (terjadi pada lebih dari 30%) untuk pasien yang memakai
Vincristine:
Rambut rontok (pada 20-70% pasien) mungkin rambut rontok sebagian atau seluruhnya
Berikut ini adalah efek samping yang kurang umum (terjadi pada 10-29%) untuk pasien
yang menerima Vincristine:
Sembelit
Hitung darah rendah. Sel darah putih dan darah merah dan trombosit Anda mungkin
menurun untuk sementara waktu. Ini dapat menempatkan Anda pada peningkatan risiko
infeksi, anemia dan / atau perdarahan.
Efek yang terjadi > 10% pasien
Kram perut
Penurunan berat badan
Mual dan muntah
Luka mulut
Diare
Kehilangan selera makan
Rasa berubah
Neuropati perifer: Meskipun jarang terjadi, efek samping serius dari penurunan sensasi
dan parestesia (mati rasa dan kesemutan pada tangan dan kaki) dapat dicatat. Kehilangan
sensorik, mati rasa dan kesemutan, dan kesulitan berjalan dapat bertahan setidaknya
selama terapi dilanjutkan. Efek samping ini dapat menjadi semakin parah dengan
perawatan lanjutan, dan dokter Anda mungkin memutuskan untuk mengurangi dosis
Anda.
Mekanisme resistensi : Saat ini mekanisme terjadinya resistensi seluler terhadap
vincristine dan golongan alkaloid vinka lainnya diyakini diakibatkan aktivitas Pgp (P-
glikoprotein). Peningkatan Pgp dapat mengakibatkan penurunan konsentrasi obat intrasel
dan penurunan aktivitas antiproliferasi vincristine. Mekanisme lainnya yang
berkontribusi menyebabkan resistensi dan penurunan fungsi antineoplastik pada
vincristine meliputi perubahan atau perbedaan struktur tubulin sebagai tempat kerja obat
golongan ini. Overekspresi subunit tubulin tertentu (class-III beta tubulin) dapat
mengubah kekuatan ikatan vincristine dan berdampak pada efikasi klinisnya
Toksisitas : Neurotoksisitas
Sumber :
Mulliken JB, Glowacki J. Hemangiomas and vascular malformations in infants and
children: a classification based on endothelial characteristics. Plast Reconstr Surg 1982;
69:412–22.
Perez J, Pardo J, Gomez C. Vincristine—an effective treatment of corticoid-resistant life-
threatening infantilehemangiomas. Acta Oncol 2002; 41:197–9.
pertiwi, Ni Made Intan., dkk. 2013. POTENSI TOKSISITAS NEUROLOGIS
VINKRISTIN PADA TUBUH YANG TERJADI PADA ANAK DENGAN
LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT. JURNAL KIMIA 7 (2), JULI 2013: 186-194
ix. Vinblastine
Jawab :

mekanisme kerja : bertindak dalam fase M & S menghambat pembentukan


mikrotubulus, yang mengganggu pembentukan gelendong mitosis pada gilirannya
menyebabkan penghambatan selanjutnya pada sintesis DNA / RNA
Indikasi : Kanker payudara, Kanker Ginekologi, Sarkoma Kaposi, Leukemia, limfoma,
dan kanker hematologi lainnya, Kanker prostat dan kanker pria lainnya
Target kerja :Fase M dan S
Farmakokinetik : Waktu paruh: 4 menit, 1.4 jam dan 24.8 jam
Puncak Plasma: 150 ng/ml, Ikatan protein : 90% Vd:27.3 L/Kg, Metabolisme : Aktivitas
CYP3A4, Ekskresi : 99% Empedu 1% Urin
Struktur :

x. Etoposide
Jawab :

Target kerja : liver


Mekanisme kerja : menghambat atau mengubah replikasi DNA, menginduksi penangkapan
G2-phase dan secara istimewah membunuh sel dalam fase G2 dan S akhir.
Farmakokinetik : Bioavabililtas 25-75 %, vd 7-17 L/m2, metabolisme di hati,waktu paru 4-
11 jam, waktu puncak plasma 1 jam, konsentrasi puncak plasma 4.7 mcg/ml, ekskeresi urin
35 %
Indikasi : kanker paru jebis sel kecil, limfosarkoma, leukimia monositik akut dan
mielomonositik akut, tumoe testis.
Efek Samping : leukopenia, trombositopenia, pendarahan, anemia, gangguan fungsi hati,
peningkatan BUN, mual-muntah, anoreksia, stomatitis, diare, nyeri abdomen, konstipasi,
ruam, alopesia berat, eritema, pruritus, rasa baal pada telapak tangan dan kaki, sakit kepala,
hasil pemeriksaan EKG abnormal, aritmia, hipotensi, tidak enak badan, kemerahan pada
kulit.
Rumus struktur : C29H32O13
Toksisitas : Dari agen kemoterapi terlihat normal pada sel-sel non malignant yang juga
membelah dengan cepat, seperti hematopoietic, sel-sel di sumsum tulang, mukosa
gastrointestinal dan folikel rambut yang bermanifestasi dalam bentuk cytopenia, mukositis
dan alopesia.
Sumber :
MIMS edisi Bahasa Indonesia Edisi 15 2014 hal: 273
Medscape.2011. Drug Interaction Checker.(online). (https://www.reference
medscape.com/drug interactionchecker)
xi. Topotecan
Jawab :

Target : menghambat topoisomerase I, yang penting untuk replikasi DNA dalam sel
manusia(Harvey,2009)
mekanisme : menghasilkan DNA yang merusak, dengan menghambat topoisomerase I.
obat ini merusak DNA dengan menghambat enzim yang memotong dan menurunkan
untai DNA tunggal selama proses perbaikan DNA normal(katzung,2003).topotecan
adalah inhibitor topoisomerase I yang bermanfaat secara klinis pertama. SN-38
(metabolit aktif dari irinotecan) terbentuk dari irinotecan yang dimediasi oleh
carboxylesterase SN-38 kira-kira 1000 kali lebih kuat dari irinotecan sebagai penghambat
topoisomerase I. Topoisomerase mengurangi ketegangan torsional dalam DNA dengan
menyebabkan kerusakan reversal, untai tunggal. Dengan mengikat ke kompleks enzim-
DNA, topotecan atau SN-38 mencegah religasi dari istirahat untai tunggal(Harvey,2009).
Rumus struktur : C23H23N3O5 •HCl
( Strel’tsov,2001)
Farmakokinetik : Topotecan dihilangkan secara renial,diinfuskan IV. Hidrolisis cincin
lakton menghancurkan aktivitas obat-obatan ini. Baik obat-obatan dan metabolitnya
dieliminasi dalam urin. Oleh karena itu, dosis mungkin harus dimodifikasi pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal(Harvey,2009) Obat-obatan ini harus diberikan secara
parenteral. dimana menembus sebagian besar jaringan kecuali cairan serebrospinal. obat
ini dibersihkan terutama melalui ekskresi empedu(Katzung,2003).

Indikasi : digunakan sebagai terapi lini kedua untuk kanker ovarium lanjut dan kanker
paru-paru sel kecil. Irinotecan digunakan untuk kanker kolorektal metastatik.
Efek samping : Penekan sumsum tulang — terutama neutropenia — adalah toksisitas
pembatas dosis untuk topotecan. Hitung darah tepi yang sering harus dilakukan pada
pasien yang menggunakan obat ini.Topotecan tidak boleh digunakan pada pasien dengan
jumlah neutrofil pada awal kurang dari 1500 sel / mm3. Hal tersebut dapat
mengakibatkan infeksi dan kematian. Komplikasi hematologis lainnya, termasuk
trombositopenia dan anemia, juga dapat terjadi. Efek nonhematologis termasuk diare,
mual, muntah, alopesia, dan sakit kepala. Myelosupresi juga terlihat dengan irinotecan,
dan diare yang tertunda mungkin parah dan memerlukan pengobatan dengan
loperamide(Harvey,2009)
Mekanisme resitensi : Beberapa mekanisme dapat menjelaskan resistensi. Diantaranya
adalah kemampuan untuk mengangkut obat keluar dari sel, penurunan kemampuan untuk
mengubah irinotecan menjadi metabolit SN-38 aktif, atau regulasi atau mutasi pada
topoisomerase I(Harvey,2009).
Sumber :
Harvey,Richard A.2009. Lippincott's Illustrated Reviews: Pharmacology, 4th. Ed.
Lippincott Williams & Wilkins
Katzung, Bertram G. 2004. pharmacology examination & board review 9th edition.
Singapore: The McGraw-Hill Companies, Inc. p. 270.
Strel’tsov,S.A.,dkk.2001.Interaction of Topotecan, DNA Topoisomerase I Inhibitor,with
Double-Stranded Polydeoxyribonucleotides.1. Topotecan Dimerization in Solution.MAIK
Nauka /Interperiodica
xii. Paclitaxel
Jawab :

Target kerja : paclitaksel dimetabolisme di hati oleh enzim sitokrom P-450.


Mekanisme kerja : menyebabkan kerusakan sel dengan
mempengaruhi siklus sel pada fase G2 dan M Gligorov &
Lotz,2004)
Rumus struktur :

Farmakokinetik : Paclitaksel didistribusikan secara luas dalam tubuh terkecuali pada


sistem syaraf pusat dan testis, Volume distribusi paclitaksel adalah sekitar 182 L/m2.
Klirens paclitaksel sebagian besar terjadi di jalur hepatobilier dengan lebih dari 80% obat
diekskresikan dalam feses. Waktu paruh paclitaksel berkisar antara 7- 20 jam (Katzung,
2004).
Indikasi : Paclitaksel di indikasikan untuk berbagai jenis tumor solid meliputi kanker
ovarium, kanker payudara tahap lanjut, kanker sel kecil dan nonsel kecil pada paru, kanker
kepala dan leher, kanker esofagus, kanker prostat dan kanker kandung kemih. (Katzung,
2004).
Efek samping : Efek samping dari obat paclitaxel yaitu rambut rontok, nyeri otot dan
sendi, dan diare. Penggunaan dalam masa kehamilan dapat mengakibatkan masalah pada
bayi. Hal ini mengakibatkan risiko yang lebih besar dari infeksi yang muncul yang dapat
berpotensi serius (Busmar, 2006)
Mekanisme resistensi : Paclitaxel terakumulasi di otak dan usus dari Pgp knockout mice.
menunjukkan bahwa Pgp mencegah paclitaxel dari melewati sawar darah otak dan
mencegah eliminasi bilier dari usus (Yusuf, 2003)
Toksisitas : neutropenia dan trombositopenia sering terjadi pada kelompok paclitaxel +
carboplatin, sedangkan nausea dan nefroToksisitas lebih sering pada kelompok paclitaxel +
cisplatin. (Rosell, 2002)
Sumber :
Busmar, B. (2006). Kanker Ovarium; in Aziz, M.F., Andrijono, Saifuddin, A.B., Buku
Acuan Nasional Onkologi. Edisi pertama. p. 468-527. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirodihardjo, Jakarta.
Katzung, bertram G. 2004. Farmakologi dasar dan klinik. Jakarta: salemba medika
Rosell1 R, Gatzemeier U, Betticher DC, KepplerU, Macha HN, Pirker R, et al. 2002.
Phase III randomised trial comparing paclitaxel/carboplatin with paclitaxel/cisplatin in
patients with advanced non-small-cell lung cancer: a cooperative multinational trial.
Annals of Oncology 2002; 13: 1539–49.
R.Z. Yusuf, Z. Duan, D.E. Lamendola, R.T. Penson and M.V. Seiden. 2003.
Paclitaxel Resistance: Molecular Mechanisms and Pharmacologic Manipulation. Current
Cancer Drug Targets, 2003, 3, 1-19
Gligorov, J., & Lotz, J. P. 2004. Preclinical pharmacology of the taxanes: implications of
the differences. The Oncologist, (suppl 2), 3–8.

xiii. Docetaxel
Jawab :

Target kerja : Kemoterapi golongan obat ini bekerja pada siklus sel fase G2-M.5.
Struktur :

Mekanisme kerja : Docetaxel bekerja bekerja dengan menginduksi pembentukan


mikrotubulus dan menghambat penguraiannya menjadi tubulin, sehingga sel akan terhenti
pada fase G2-M, dan terjadi hambatan proliferasi sel. Kemoterapi golongan taxane juga
bekerja menghambat ekspresi onkoprotein Bcl-2, di mana perannya adalah sebagai
protein anti-apoptosis. Oleh karena itu, dengan hambatan Bcl-2 oleh taxane, maka akan
memicu terjadinya apoptosis sel kanker
Farmakokinetik : Pada dosis intravena, docetaxel didistribusikan dengan cepat ke
jaringan tubuh. Docetaxel terikat lebih dari 95% protein plasma. Ini dimetabolisme secara
luas melalui hati sitokrom P450 isoenzim CYP3A4 dan diekskresikan terutama di feses
sebagai metabolit. Hanya tentang 6% dari dosis diekskresikan dalam urin. Penghapusan
terminal waktu paruh sekitar 11 jam. Jarak bebas berkurang pada gangguan hati.
Indikasi : Docetaxel lebih efektif dalam melawan sel tumor, pengobatan kanker
payudara lanjut jika Paclitaxel di temukan tidak efektif, kanker sel skuamosa kepala dan
leher lanjut, kanker prostat Refreakter hormon
Efek samping : Toksisitas serius dikaitkan dengan Depresi sumsum tulang belakang dan
kerusakan saluran cerna, rambut rontok, mual, muntah, dan bisa mengalami diare,nyeri
otot,lemah lesu dan tidak bertenaga.
Mekanisme resistensi : karena bekerja dengan berikatan pada tubulin subunit β,
menginduksi polimerisasi tubulin dan menstabilkan mikrotubulus. Mikrotubulus yang
dihasilkan dengan kemoterapi resisten terhadap penguraian. Hal ini mengakibatkan
gangguan proses mitosis dan akhirnya mengakibatkan apoptosis atau kematian sel.
Toksisitas : Dapat terjadi toksisitas neurologis gangguan yang terjadi yaitu fagositosis
dan transpor aksonal. Alkaloid vinca dapat menyebabkan paraestesi, seperti mati rasa dan
kesemutan
Sumber :
Bullock, shane and Elizabeth manias. 2014 . Fundamentals of Pharmacology. Australia:
National library of Australia
Sweetman, Sean C.2009. Martindale The Complete Drug Reference Thirty-sixth edition.
London SEl 7JN, UK. Published by the Pharmaceutical Press
xiv. Doxorubicin
Jawab :

Target kerja :

(1) penghambatan topoisomerase II

(2) interkalasi DNA sehingga mengakibatkan penghambatan sintesis DNA dan RNA

(3) pengikatan membran sel yang menyebabkan aliran dan transport ion

(4) pembentukan radikal bebas semiquinon dan radikal bebas oksigen melalui proses
yang tergantung besi dan proses reduktif yang diperantarai enzim. Mekanisme radikal
bebas ini telah diketahui bertanggungjawab pada kardiotoksisitas akibat antibiotik
antrasiklin.

Mekanisme kerja : Doxorubicin dapat berinterkalasi dengan DNA, secara langsung


akan mempengaruhi transkripsi dan replikasi. Doxorubicin mampu membentuk komplek
tripartit dengan topoisomerase II dan DNA. Topoisomerase II adalah suatu enzim
tergantung ATP yang bekerja mengikat DNA dan menyebabkan double-strand break
pada ujung 3′fosfat sehingga memungkinkan penukaran strand dan pelurusan DNA
superkoil. Pelurusan strand ini diikuti dengan penyambungan strand DNA oleh
topoisomerase II. Topoisomerase ini sangat penting fungsinya dalam replikasi dan
perbaikan DNA. Pembentukan kompleks tripartit tersebut akan menghambat
penyambungan kembali strand DNA, menyebabkan penghambatan daur sel terhenti di
fase G1 dan G2 serta memacu terjadinya apoptosis.
Farmakokinetik : Absorbsi ( tidak ada )
Metabolism : Doksorubisin mampu menjalani 3 rute metabolisme: reduksi satu elektron,
reduksi dua elektron, dan deglikosidasi. Namun, sekitar setengah dari dosis dihilangkan
dari tubuh tidak berubah. Dua reduksi elektron menghasilkan doxorubicinol, alkohol
sekunder. Jalur ini dianggap sebagai jalur metabolisme primer. Reduksi satu elektron
difasilitasi oleh beberapa oksidoreduktase untuk membentuk radikal doxirubicin-
semiquinone. Enzim ini termasuk mitokondria dan cystolic NADPH dehydrogenate,
xanthine oxidase, dan nitric oxide synthases. Deglikosidasi adalah jalur metabolisme
minor (1-2% dari dosis menjalani jalur ini). Metabolit yang dihasilkan masing-masing
adalah deoksi glikon atau hidroksiaglikon yang dibentuk melalui reduksi atau hidrolisis.
Enzim yang mungkin terlibat dengan jalur ini termasuk xanthine oksidase, NADPH-
sitokrom P450 reduktase, dan sitokolik NADPH dehydrogenase. Distribusi : Waktu paruh
distributif adalah 5 menit, yang menunjukkan bahwa doxorubicin diambil dengan cepat
oleh jaringan. Volume distribusi keadaan stabil = 809 hingga 1214 L / m2. Eliminasi :
40% dari dosis muncul dalam empedu dalam 5 hari. 5-12% dari obat dan metabolitnya
muncul dalam urin selama periode waktu yang sama. <3% dari dosis yang dipulihkan
dalam urin adalah doxorubicinol.
Struktur :
Indikasi : antibiotik golongan antrasiklin yang banyak digunakan untuk terapi berbagai
macam jenis kanker seperti leukemia akut, kanker payudara, kanker tulang dan ovarium
(Childs et al., 2002).
Efek samping : ulcerasi di mulut, urine berwarna merah kurang lebih selama 24 jam,
kulit sensitif (Ardiansyah, 2016). Penggunaan : single agent pada DTC, kombinasi
dengan Cipsplantin pada ATC (Ardiansyah, 2016)
Mekanisme reistensi : Mekanisme yang menyebabkan resistensi doxorubicin adalah
adanya overekspresi PgP yang menyebabkan doxorubicin dipompa keluar sel dan
konsentrasi doxorubicin dalam sel turun. Perubahan biokimiawi lain pada sel yang
resisten doxorubicin antara lain peningkatan aktivitas glutation peroksidase, peningkatan
aktivitas maupun mutasi topoisomerase II, serta peningkatan kemampuan sel untuk
memperbaiki kerusakan DNA (Bruton et al., 2005). Oleh karena itu diperlukan suatu
agen yang mampu mengatasi masalah resistensi doxorubicin serta menurunkan efek
samping penggunaan doxorubicin.
Toksik : Mekanisme utama toksisitas doxorubicinol terjadi karena interaksinya dengan
besi dan pembentukan reactive oxygen species (ROS) yang merusak makromolekul sel
(Minotti et al, 2004).
Sumber :
Ardiyansyah, Azril Okta. 2016. Kanker Tiroid. Surabaya : Airlangga University Press
Bruton, L., Lazo, J. S., and Parker, K. L., 2005, Goodman & Gilman’s The
Pharmacological Basis of Therapeutics, 11th Edition, McGrawHill, Lange.
Gewirtz, D.A., 1999, A critical evaluation of the mechanisms of action proposed for the
antitumor effects of the anthracycline antibiotics adriamycin and daunorubicin, Biochem.
Pharmacol., 57:727-741.
Childs, A.C., Phaneuf, S.L., Dirks, A.J., Phillips, T., andLeeuwenburgh, 2002,
Doxorubicin Treatment in Vivo Causes Cytochrome c Release and Cardiomyocyte
Apoptosis, As Well As Increased Mitochondrial Efficiency, Superoxide Dismutase
Activity, and Bcl-2:Bax Ratio, Cancer Research, 62:4592-4598.
Minotti, G., Menna, P., Salvatorelli, E., Cairo,G., andGianni, L. 2004. Anthracyclins:
Molecular Advances and Pharmacologic Developments in Antitumor Activity and
Cardiotoxicity. Pharmacol Rev., 56:185-228.
xv. Bleomycin
Jawab :
Target kerja : Kompleks antibiotik glikopeptida terkait dari Streptomyces verticillus
yang terdiri dari bleomycin A2 dan B2 (B2 CAS # 9060-10-0). Ini menghambat
metabolisme DNA dan digunakan sebagai antineoplastik, terutama untuk tumor
padat. Bleomycin A2 digunakan sebagai struktur representatif untuk Bleomycin.
Mekanisme ; penghambatan sintesis DNA dengan beberapa bukti penghambatan
RNA dan sintesis protein yang lebih rendah. Sebagaimana terbukti dalam studi in
vitro , aksi cleomycin yang membelah DNA tergantung pada oksigen dan ion logam.
Dipercayai bahwa ion-ion logam bleomycin chelates (terutama besi) menghasilkan
pseudoenzyme yang bereaksi dengan oksigen untuk menghasilkan radikal bebas
superoksida dan hidroksida yang membelah DNA.
Rumus struktur :

Farmakodinamik :Bleomycin adalah antibiotik yang telah terbukti memiliki aktivitas


antitumor. Bleomycin secara selektif menghambat sintesis asam deoksiribonukleat
(DNA). Kandungan guanin dan sitosin berkorelasi dengan tingkat ikatan silang yang
diinduksi mitomisin. Pada konsentrasi obat yang tinggi, RNA seluler dan sintesis
protein juga ditekan. Bleomycin telah ditunjukkan secara in vitro untuk menghambat
proliferasi sel B, sel T, dan makrofag dan mengganggu presentasi antigen, serta
sekresi interferon gamma, TNFa, dan IL-2. Obat-obatan antitumor antibiotik adalah
siklus-spesifik sel kecuali untuk Bleomycin (yang memiliki efek utama dalam fase
G2 dan M).
Indikasi : Untuk pengobatan paliatif dalam penatalaksanaan neoplasma ganas
(trakea, bronkus, paru-paru), karsinoma sel skuamosa, dan limfoma.

Efek samping : Efek samping bleomycin yang paling sering timbul terjadi pada kulit
dan selaput lendir yaitu ruam, eritema, pruritis, hiperkeratosis, hiperpigmentasi,
stomatitis, dan toksisitas pada paru-paru

Mekanisme resistensi : Mekanisme yang menyebabkan resistensi bleomycin adalah


adanya overekspresi PgP yang menyebabkan bleomycin dipompa keluar sel dan
konsentrasi bleomycin dalam sel turun. Perubahan biokimiawi lain pada sel yang
resisten bleomycin antara lain peningkatan aktivitas glutation peroksidase,
peningkatan aktivitas maupun mutasi topoisomerase II, serta peningkatan
kemampuan sel untuk memperbaiki kerusakan DNA

Toksisitas : Paparan berlebihan dapat menyebabkan demam, menggigil, mual,


muntah, mental, kebingungan, dan mengi. Bleomycin dapat menyebabkan iritasi pada
mata, kulit dan saluran pernapasan. Ini juga dapat menyebabkan kulit menjadi gelap
atau menebal. Ini dapat menyebabkan reaksi alergi.

Sumber :
Noviyani, Rini. 2017. Efek Kemoterapi Bleomisin, Vincristin, Mitomisin dan
Karboplatin terhadap Massa Tumor dan Infiltrasi Parametrium pada Pasien
Kanker Serviks: Studi Kasus di RSUP Sanglah Denpasar. Jurnal Farmasi
Klinik Indonesia Vol. 6 No. 3
Sweetman, S.C., 2009, Martindale The Complete Drug Reference, Thirty Sixth
Edition, Pharmaceutical Press, New York
xvi. Imatinib
Jawab :

Target kerja: tirosinkinase


Mekanisme kerja : menghambat apoptosis BCR-ABL tyrosin kinase, sehingga memblok
proliferasi sel dan menginduksi apoptosis

Rumus struktur:

(siswandono, 2016)
Farmakokinetik : Imatinib cepat diserap ketika diberikan melalui mulut, dan sangat
bioavailable : 98% dari dosis oral mencapai aliran darah. Metabolisme imatinib terjadi di
hati dan dimediasi oleh beberapa Isozim dari sistem sitokrom P450 , termasuk CYP3A4
dan, pada tingkat lebih rendah, CYP1A2 , CYP2D6 , CYP2C9 , dan CYP2C19 .
Metabolit utama, turunan piperazine N- terdetilasi, juga aktif. Rute utama eliminasi
adalah empedu dan feses; hanya sebagian kecil obat yang diekskresikan dalam urin.
Sebagian besar imatinib dihilangkan sebagai metabolit; hanya 25% dihilangkan tidak
berubah. Waktu paruh imatinib dan metabolit utamanya masing-masing adalah 18 jam
dan 40 jam. Ini memblokir aktivitas Abelson sitoplasma tirosin kinase (ABL), c-Kit dan
reseptor faktor pertumbuhan yang diturunkan platelet (PDGFR).

Indikasi :Pengobatan leukimia myeloid kronis (CML) pada krisis blast, pengobatan fase
accelerated atau dalam fase kronik setelah gagal terapi alfa- interferon.

Efek samping : Perut tidak nyaman, diare, nyeri otot, dan ruam kulit
Mekanisme resistensi : Sewaktu imatinib sangat efektif untuk mengobati early-stage
CML, tidak lama kemudian ditemukan bahwa pasien dengan penyakit pada late-stage
disease, juga accelerated atau blast phase, sering mengalami resistensi pada obat ini.
Laporan pertama resistensi, pada beberapa kasus penurunan respon pasien dikarenakan
amplifikasi gen Bcr-Abl, alasan umum adalah terjadinya mutasi pada residu Thr 315
residu pada katalitik domain dari Abl kinase menjadi residu Ile (T315I). Disusul
penemuan mutasi lainnya yaitu E255K/V, Y253F/H dan M351T. Mutasi E255K/V dan
Y253F/H adalah di ATP phosphate-binding loop (P-loop) sedangkan mutasi M351T
adalah proximal pada activation loop.
Toksisitas :
xvii. Trastuzumab
Jawab :
Target kerja : Target dari obat ini adalah protein berupa reseptor HER2. Reseptor HER2
ini berperan dalam perkembangan sel-sel kanker sehingga dengan menangkap HER2,
dapat menyebabkan sel-sel kanker mati. Tidak semua sel kanker payudara
mengekspresikan HER2, yang bekerja sebagai anti-EGFR (HER2), atau antibodi
monoklonal yang ditujukan pada mediator itu sendiri.

Mekanisme kerja : menstimulasi sel limfosit dengan antigen yang dalam hal ini adalah
protein reseptor HER2. Kerjanya Mengganggu interaksi heterodimeric Her-2 dengan
EGFR lainnya , Memodulasi imunitas, mengaktifkan NK-sel yang dimasukkan dalam
sitotoksisitas seluler yang bergantung pada antibody
Struktur :

Farmakokinetic : Distribusi: Volume distribusi: 44 mL / kg (as trastuzumab); 3,13 L


(sebagai trastuzumab emtansine).
Metabolisme : Sebagai trastuzumab emtansine: Mengalami dekonjugasi dan katabolisme
melalui proteolisis dalam lisosom seluler.
Ekskresi: Paruh waktu eliminasi: 6 hari (dosis mingguan); 16 hari (3 rejimen mingguan);
sekitar 4 hari (seperti trastuzumab emtansine). Eliminasi dapat melibatkan pembersihan
IgG melalui sistem retikuloendotelial.

Indikasi : (Herceptin) Indikasi: terapi yang ditargetkan untuk Her-2 / Neu (+3) Her-2 /
Neu adalah protein yang meningkatkan pertumbuhan & diferensiasi sel. Dewasa: Kanker
payudara metastasis IV Sebagai monoterapi atau terapi kombinasi: Awal: 4 mg / kg
selama 90 menit diikuti dengan 2 mg / kg selama 30 menit pada interval minggu sampai
perkembangan penyakit. Sebagai trastuzumab emtansine: 3,6 mg / kg sebagai infus 3
minggu (siklus 21 hari). Admin dosis awal selama 90 menit. Dosis selanjutnya dapat
diberikan sebagai infus selama 30 menit. Kanker payudara dini Untuk perawatan setelah
kemoterapi, radioterapi atau operasi. Awal: 4 mg / kg selama 90 menit diikuti 2 mg / kg
selama 30 menit setiap minggu selama 1 tahun atau sampai kambuhnya penyakit, mana
yang terjadi pertama kali. Atau, dosis awal 8 mg / kg selama 90 menit diikuti oleh 6 mg /
kg selama 30-90 menit pada interval 3 minggu selama 1 tahun atau sampai kambuh
penyakit, mana yang terjadi pertama kali. Kanker lambung Untuk metastasis: Awal: 8 mg
/ kg lebih dari 90 menit diikuti oleh 6 mg / kg selama 30-90 menit pada interval 3 minggu
sampai perkembangan penyakit. Semua dosis diberikan melalui infus IV.

Efek samping : Efek samping utama dari trastuzumab adalah gangguan jantung terutama
bila dikombinasi dengan anthracycline (seperti doxorubicin, epirubicin). Akan tetapi,
berbeda dengan gangguan jantung akibat anthracycline, disfungsi jantung akibat
trastuzumab tidak bergantung dosis dan sebagian besar bersifat reversible atau akan
perbaikan apabila pemberian trastuzumab dihentikan.

Mekanisme reaksi : Human epidermal growth factor receptor 2 (HER2) adalah gen
yang menghasilkan protein HER2, sebuah reseptor tipe tirosin kinase. HER2 merupakan
sebuah proto-onkogen yang terletak pada kromosom 17q12. Sebenarnya belum
ditemukan ligan yang berpasangan dengan HER2. Namun, HER2 diekspresikan secara
berlebihan pada sel kanker dan dianggap mendorong proses pertumbuhan dan
menghambat apoptosis atau kematian dari sel kanker tersebut.

Toksistas : Cardiomyopathy atau peradangan otot jantung. Akan terjadi pada saat
digunakan dengan obat kemoterapi jenis antrasiklin - Anemia. - Bintik merah pada kulit
(ruam). EKG Penggunaan selama kehamilan dapat membahayakan bayi. Salah satu
komplikasi yang lebih serius dari trastuzumab adalah efeknya pada jantung, walaupun ini
jarang terjadi. ] Dalam 2-7% kasus, trastuzumab dikaitkan dengan disfungsi jantung,
yang meliputi gagal jantung konestif . Akibatnya, skrining jantung rutin dengan
Pemindaian MUGA atau echocahrdiography umumnya dilakukan selama masa
pengobatan trastuzumab. Penurunan fraksi ejeksi tampaknya dapat dibalik. Trastuzumab
menurunkan regulasi neuregulin-1 (NRG-1), yang sangat penting untuk aktivasi jalur
kelangsungan hidup sel dalam kardiomiosit dan pemeliharaan fungsi jantung. NRG-1
mengaktifkan jalur MAPK dan jalur PI3K / AKT serta kinase adhesi fokus (FAK). Ini
semua penting untuk fungsi dan struktur kardiomiosit. Trastuzumab karenanya dapat
menyebabkan disfungsi jantung. [28]
Sekitar 10% orang tidak dapat mentolerir obat karena masalah jantung yang sudah ada
sebelumnya; dokter menyeimbangkan risiko kanker berulang terhadap risiko kematian
yang lebih tinggi karena penyakit jantung pada populasi ini. Risik
kardiomiopati meningkat ketika trastuzumab dikombinasikan dengan
kemoterapi antrasiklin (yang juga dikaitkan dengan toksisitas jantung).

Sumber :
Ardhiansyah, Aztil Okta. 2015. Breast Cancer : Surgery Mapping. Surabaya: Airlangga
University Press.
Hardjono, Suko. 2016. Obat Antikaker.Surabaya : Airlanggs University Press
Depkes RI. 2016. MIMS Petunjuk Konsultasi, Edisi 16. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu

xviii. Bevacizumab
Jawab :

Target kerja : VEGF-A


Mekanisme kerja : Bevacizumab berisi daerah kerangka kerja manusia dengan daerah
pengikatan dari antibodi murine yang dimanusiakan yang berikatan dengan VEGF.
Bevacizumab diproduksi oleh teknologi DNA rekombinan dalam sistem ekspresi sel
mamalia ovarium hamster Cina dalam media nutrisi yang mengandung antibiotik
gentamicin dan dimurnikan dengan proses yang mencakup inaktivasi virus spesifik dan
langkah-langkah penghapusan. Bevacizumab mengikat VEGF dan mencegah interaksi
VEGF dengan reseptornya (Flt-1 dan KDR) pada permukaan sel endotel. Ini mencegah
proliferasi pembuluh darah dan terjadi retardasi respons pertumbuhan tumor metastasis
Rumus Struktur :

C6538H10034N1716O2033S44
Farmakokinetik : Bevacizumab memiliki paruh awal 1,4 hari dan paruh terminal sekitar
20 hari. Waktu yang diperkirakan untuk mencapai kondisi stabil adalah sekitar 100 hari.
Pasien laki-laki dan mereka yang memiliki beban tumor yang lebih tinggi memiliki
kejelasan bevacizumab yang lebih tinggi daripada perempuan dan mereka dengan beban
tumor di bawah median, masing-masing; meskipun tidak ada bukti kemanjuran yang
lebih rendah telah terlihat karena izin yang lebih tinggi ini, hubungan antara paparan
bevacizumab dan hasil klinis tidak diketahui.
Indikasi : Kanker kolorektal, Kanker paru NSCLC
Efek samping:
a. Perforasi atau pelubangan usus
b. Masalah dalam pembekuan darah, perdarahan, serta penggumpalan darah arteri
dan vena.
c. Urine berbusa.
d. Hipertensi.
Mekanisme resistensi : Inhibitor jalur VEGF yang paling banyak digunakan di pasaran
saat ini adalah Bevacizumab untuk terapi malignansi, dari 3 meta-analisis dilaporkan
bahwa penggunaan obat ini erat kaitannya dengan kejadian hipertensi. Ini dikarenakan
hambatan pada jalur VEGF menyebabkan penurunan bioavaibilitas oksida nitrit dan
prostasiklin yang selanjutnya menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler sistemik.

Toksisitas : Kategori C dalam kehamilan. Tidak ada penelitian pada pasien menyusui:
dianjurkan untuk menghentikan obat atau menghentikan laktasi. Tidak ada penelitian
ekstensif di bidang pediatri. Dalam geriatri: peningkatan risiko proteinuria, kejadian
tromboemboli arteri, serta perdarahan GI dan sepsis.
SUMBER:
Drugbank, 2020. Drugbank: https:://www.drugbank.ca/
Tim CancerHelps. 2010. Stop Kanker. Jakarta: Agromedia Pustaka
Pikir, Budi S. dkk. 2015. Hipertensi Manajemen Komprehesif. Surabaya: UNAIR Press
Sweetman, Sean C. 2009. Martindale 36th Edition. USA: Pharmaceutical Press
xix. Prednisone
Jawab :

Struktur :

Mekanisme kerja : Predison bekerja dengan menekan respon sistem kekebalan tubuh
sehingga mengurangi peradangan.
Target kerja : sistem imun
Farmakokinetik : DISTRIBUSI
Kecepatan Kebanyakan kortikosteroid dengan cepat dihapus dari darah dan
didistribusikan ke otot, hati, kulit, usus, dan kidneys.c Didistribusikan ke dalam ASI dan
lintas placenta.kortikosteroid dimetabolisme di sebagian besar jaringan, tetapi terutama
dalam hati, untuk tidak aktif compounds.
Populasi Khusus Pada pasien dengan hypothyroidism, izin metabolisme kortikosteroid
menurun.Pada pasien dengan hipertiroidisme, izin metabolisme kortikosteroid meningkat.
Perubahan status tiroid mungkin memerlukan penyesuaian dosis glukokortikoid
Efek samping : Obat prednisone dapat menyebabkan efek samping yang sering terjadi
jika dikonsumsi, seperti: mual, muntah, kehilangan nafsu makan, nyeri ulu hati, kesulitan
tidur, peningkatan keringat, masalah mata (katarak subkapsular, glaukoma, infeksi),
perubahan hasil lab darah (leukositosis, eusinopenia, polisitemia, limfopenia), dan
gangguan toleransi glukosa.

Indikasi : Sebagai obat antiinflamasi prednison dapat digunakan pada pengobatan


beberapa penyakit berikut ini: Reaksi inflamasi akut,Penyakit rematoid artitis, Penyakit
asma bronkhial, Penyakit lupus eritematosus, Penyakit pada kulit karena peradangan
atau alergi, Penyakit pada mata karena peradangan atau alergi, Penyakit keganasan sistem
limfatik neoplastis, Sindroma adrenogenital

Mekanisme resistensi : terjadinya resistensi terhadap pemberian rutin prednison pada


pasien yang menderita Idiopathic Thrombocytopenia Purpura autoimun

Toksisitas Glukokortikoid: Ada dua kategori efek toksik akibat dari pemakaian
glukokortikoid

• Akibat penghentian terapi steroid


• Akibat penggunaan dosis tinggi ( suprafisiologis ) dan lama

1. Akibat yang bisa terjadi pada penghentian terapi steroid adalah Kambuhnya kembali
penyakit yang kita obati Yang paling berat adalah insuffisiensi adrenal akut akibat
penghentian terapi mendadak setelah terapi steroid yang lama sehingga sudah terjadi
supresi aksis HPA( Hypothalamus -Pituitary-Adrenal ) yang tidak dapat segera berfungsi
dengan baik

( 1,3,,4,5 )Terdapat variasi dari tiap individu mengenai berat dan lama supresi adrenal
sesudah terapi kortikosteroid sehingga sulit menentukan resiko relatif untuk terjadinya
krisis adrenal pada tiap individu.
2. Akibat terapi steroid dosis suprafisiologis : Selain supresi aksis HPA akibat pemberian
dosis suprafisiologis banyak kelainan-kelainan lain yang bisa terjadi.

Dapus : Willey. 2014. Handbook Of therapeutic antibodies. Germany

xx. Tamoxifen
Jawab :

Target kerja : Reseptor Estrogen

Mekanisme kerja : Blockade reseptor estrogen dengan Selective Estrogen Receptor


Modulator (SERM)

Rumus struktur :

Farmakokinetik :

1) Absorbsi
Tamoxifen diberikan secara oral dan memiliki kemampuan berikatan dengan
protein sebesar 99%. Pemberian 20 mg tamoxifen menghasilkan konsentrasi
puncak plasma sebesar 40 ng/mL dalam 3-6 jam. Setelah 3 minggu terapi dan
mencapai keadaan stabil, kadar rata-rata dalam plasma untuk tamoxifen sebesar
120 ng/mL (67-183 ng/mL) dan untuk N-desmetil-tamoxifen sebesar 336 ng/mL
(152-706 ng/mL).

2) Distribusi
Penurunan konsentrasi plasma bersifat bifasik oleh karena metabolitnya, di mana
tamoxifen memiliki waktu paruh 7-14 jam dan 4-11 hari. Oleh karena
pemanjangan waktu paruh, diperlukan 3-4 minggu untuk tamoxifen dan 8 minggu
untuk N-desmetil tamoxifen agar mencapai kadar plasma yang stabil.

3) Metabolisme
Tamoxifen dimetabolisme oleh enzim hepatik P450 CYP2C9, CYP2D6, CYP3A4
dan menghasilkan metabolit utama N-desmetil-tamoxifen dan endoksifen.

4) Eliminasi
Tamoxifen diekskresikan melalui sebagian besar melalui feses (65%) sebagai
konjugat polar selama 2 minggu. Rute ekskresi yang lain adalah melalui urin
(9%).
Indikasi : Hormonal terapi premenopause

Efek samping :

- Kanker Endometrium
Tamoxifen bekerja pada reseptor α mamae antagonis (mencegah pertumbuhan KPD)
sedangkan pada reseptor β endometrium, prostat dan liver bekerja secara agonis
(memicu pertumbuhan kanker endometrium)
- Perimenopausal symptoms: hot flushes and mood changes
Tx: selective serotonin uptake inhibitor
- Katarak

Mekanisme resistensi : Resistensi terhadap tamoxifen dapat terjadi secara instrinsik


dimana kanker payudara yang mengekspresikan reseptor estrogen tidak pernah respon
terhadap terapi atau ekstrinsik di mana kanker payudara yang mengekspresikan reseptor
estrogen awalnya respon terhadap tamoxifen tetapi menjadi resistensi. Sekalipun kanker
payudara tidak mengekspresikan multi drug resistance gene 1/ATP- binding cassette B1
(MDR1/ABCB1) beberapa kanker lain mengekspresikan gen ini. Kanker payudara dapat
bermetastasis ke otak dan berada dibalik sawar darah otak. Tamoxifen dan metabolitnya
merupakan substrat dari P-gp sehingga ABCB1 dapat menurunkan konsentrasi tamoxifen
dan metabolitnya dalam jumlah sedikit pada level subterapeutik.

Toksisitas : Tidak ada informasi tentang toksisitas akut tamoxifen dalam dosis berlebih.
Dosis kumulatif tamoxifen terendah yang diketahui telah menginduksi retinopati, efek
samping yang diakui tergantung pada dosis 7,7 g. Tidak ada data tersedia untuk toksisitas
anak-anak. Jika pada data hewan untuk toksisitas tamoxifen, pada beberapa spesies
hewan, efek agonis oestrogenik menjadi nyata pada dosis yang setara dengan 10-100 kali
dosis terapi manusia. Demikian pula tidak ada data relevan in vitro yang tersedia untuk
percobaan toksisitas tamoxifen

Sumber:
Ardhiansyah, Azril Okta. 2012. Surgery Mapping Seri Onkologi 2 Breast Cancer.
Surabaya: Airlangga University Press
Griffiths M. 1987. Tamoxifen Retinopathy at low dosage. Am Ophthamol 104(2): 185-
186
Marinkovich S, Darhan S, Planey SL, Arnott JA. 2014. Selective Estrogen Receptor
Modulators: Tissue Specificity and Clinical Utility. In: Clin Interv Aging

Anda mungkin juga menyukai