PRODI SARJANA S1
ANGKATAN 2018
1
DATA PRIBADI
NAMA : ROHANI
NIM : 1813015043
PRODI : S1 FARMASI
JURUSAN : FARMASI
SEMESTER : 3 TIGA
KELAS : C1 2018
2
LEMBAR PENILAIAN
TANGGAL PRAKTIKUM :
TOTAL NILAI
NILAI RESPONSI
NILAI KEHADIRAN
NILAI AKTIVITAS
NILAI HJSP
CATATAN :
TANDA TANGAN
3
PRAKTIKUM KE-2
SISTEM URINASI
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi jenis-jenis fragmen mikroskopis yang
ada dalam sedimen urin
2. Mahasiswa mampu menganalisis bobot jenis urin
3. Mahasiswa mampu menganalisis 10 parameter karakteristik urin
4. Mahasiswa mampu menganalisis jenis ketidak normalan pada urin pasien
berkaitan dengan kondisi patologinya
5. Mahasiswa mengetahui fungsi dan dasar perhitungan klirens kreatinin
4
Dalam keadaan normal semua glukosa diabsorpsi kembali; air sebagian besar
diabsorpsi kembali.
1. Fungsi korpus renal
Pada ginjal, darah disaring melewati membran filtrasi ke dalam rongga
glomerulus. Filtrat yang tersaring
dari glomerulus berisi semua
komponen dari plasma kecuali
bahan-bahan yang terlalu besar untuk
melewati pori-pori membran filtasi,
seperti sel darah, platelet dan
sebagian besar protein plasma.
Tingkat filtrasi di glomerulus
ditentukan oleh tekanan darah
(tekanan hidrostatik). Semakin besar
tekanan darah maka semakin besar
laju filtrasinya dan juga filtrat
bergerak dengan tekanan hidrostatik
ke bagian awal tubulus renal yaitu
tubulus konvulata proksimal.
2. Fungsi tubulus konvulata proksimal
Tubulus konvulata proksimal
merupakan situs utama reabsorpsi air dan zat terlarut dari filtrat. Disini, zat-zat
organik terlarut dan nutrient (glukosa, asam amino, asam laktat, vitamin larut
air) 100% akan diserap kembali ; air, ion natrium, kalium 65% ; ion klorida
50% ; ion bikarbonat 80-90%. Air mengikuti zat terlarut melalui mekanisme
osmosis.
5
3. Fungsi lengkung Henle
Filtrat yang tersisa kemudian berjalan melalui tubulus ginjal menuju lengkung
Henle descending yang mana permiabel terhadap air tapi tidak zat terlarut.
Saat filtrat mengalir melalui lengkung Henle descending menuju medula
ginjal, kandungan zat terlarut yang tinggi pada cairan interstitial di medula
menyebabkan 15% air yang ikut terfiltrasi akan direabsorpsi melalui osmosis.
Hal ini menyebabkan osmolaritas filtrat meningkat. Lengkung Henle
ascending kedap terhadap air tetapi permiabel terhadap zat terlarut. Oleh
karena itu yang terjadi sebaliknya pada bagian ini. Saat filtrat mengalir
menuju korteks, penurunan zat terlarut pada cairan interstitial menyebabkan
reabsorpsi dari Na+ dan Cl-. Osmolaritas filtrat menurun dan menjadi lebih
encer dibandingkan saat berada di tubulus konvulata proksimal
4. Fungsi tubulus konvulata distal
Saat filtrat memasuki tubulus konvulata distal yang terletak di korteks ginjal,
total 80% air telah diserap kembali ke dalam darah. Pada daerah tubulus ini
Na+ dan Cl akan diserap kembali ke dalam darah dan sejumlah kecil air akan
ikut terlarut dengan proses osmosis. Filtrat pada tubulus ini lebih encer
dibandingkan filtrat di tubulus konvulata proksimal.
5. Fungsi tubulus distal akhir dan kandung kemih
Saat filtrat mencapai kandung kemih, 90-95% dari air dan zat terlarut yang
awalnya hadir dalam filtrat sebelumnya telah dihilangkan. Pada bagian tubulus
distal akhir dan kandung kemih, terjadi proses tambahan yaitu reabsorpsi Na+
dan Cl- serta sekresi dari ion K+. Reabsorpsi dan sekresi ini dipengaruhi oleh
hormon ADH (anti diuretic hormone) yang menentukan apakah urin yang
diproduksi pekat atau encer. Tingginya kadar ADH akan meningkatkan
reabsorpsi air sehingga menghasilkan urin yang pekat. Saat kadar ADH
rendah, maka urin yang dihasilkan akan lebih encer.
6
I.2. Urinalisis
Urinalisis adalah pengujian untuk menganalisis karakteristik fisik, kimia dan
mikroskopik dari urin, serta untuk menilai volume urin. Karakteristik urin normal
dapat dilihat pada tabel I.1 volume urin bergantung pada kandungan air dalam
tubuh dan berkurang saat volume cairan tubuh rendah. ADH (anti diabetes
hormone) disekresi oleh kelenjar pituitari yang bekerja pada saluran pengumpul
(collecting duct) untuk merangsang reabsorpsi air dari filtrat. Jika volume cairan
tubuh tinggi, sekresi ADH dihambat sehingga saluran pengumpul tidak
mereabsorpsi air dari filtrat dan menyebabkan urin yang disekresikan menjadi
lebih encer. Berat jenis urin diperoleh dari berat volume urin dibagi dengan berat
volume yang sama dari akuades. Air seni atau urin akan memiliki berat per
volume yang lebih tinggi dibandingkan dengan akuades karena kehadiran zat
terlarut dalam urin. Semakin banyak zat terlarut dalam urin maka akan semakin
tinggi berat jenisnya.
7
menandakan urin encer ; pada nilai yang lebih tinggi
menandakan urin pekat.
Glukosa ≤ 130 mg/Dl
Keton Negative
Nitrit Negative
Leukosit esterase Negative
Bilirubin Negative
Urobilirubin 0,5-1 mg/Dl
Protein ≤150 mg/Dl
Sel darah putih 2-5 sel/lapang pandang
Sel darah merah ≤3 sel/lapang pandang
Sel epitel skuamosa 15-20 sel/lapang pandang
Bakteri/jamur Negative
Urin normal mengandung 95% air dan 5% zat terlarut. Zat-zat terlarut yang
biasa ditemukan dalam urin normal antara lain elektrolit (natrium, kalium, klorida
dan ion-ion lain), urea (terbentuk dari pemecahan asam amino), kreatinin
(terbentuk dari pemecahan kreatinin fosfat), asam urat (terbentuk dari pemecahan
asam nukleat), produk akhir metabolisme hormon dan zat lain. Meskipun obat
tidak umum berada di urin, tetapi obat bisa dieksresikan dalam urin jika hadir
dalam aliran darah. Pada Tabel I.2 memperlihatkan kandungan abnormal pada
urin. Kehadiran zat-zat tersebut dalam urin dapat menunjukkan adanya kelainan
metabolisme atau kelainan fungsi ginjal.
8
ginjal atau inflamasi.
Keton Ketonuria disebabkan karena ketosis, dimana ketosis
terjadi karena sel tidak memiliki cukup glukosa untuk
memecah asam lemak.
Mikroba Infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri atau jamur
yang menginfeksi saluran kemih
9
V. Cara Kerja
A. Pemeriksaan 10 Parameter Urin
1. Praktikan yang dijadikan probandus, diminta untuk berpuasa selama 8 jam.
2. Stick untuk pemeriksaan diambil dari wadah, kemudian segera dimasukkan ke
sampel urin yang sudah dibawa
3. Siapkan tissue di meja
4. Stick yang masih basah diletakkan di atas tisu
5. Tunggu selama 60-120 detik
6. Baca hasil semikuantitatifnya menggunakan standar warna yang tersedia di botol
reagent strip
Parameter Prinsip pengujian
Glukosa Glukosa + O2 ----(glukosa peroksidase)-> asam glukonat +
H2O2
H2O2 + kromogen ----(peroksidase)--> kromogen
teroksidasi + H2O
Protein Protein + tetrabromfenol biru didapar dengan asam pH 3
atau tetraklorofenol tetrabromosulfoftalein hijau/biru
tergantung kadar proteinnya. Jika negatif kuning
Bilirubin Bilirubin + garam diazonium (suasana asam) warna
azobilirubin
Urobilinogen Mirip prinsip reaksi bilirubin. Timbul warna merah azo dari
senyawa diazonium
Ph Indikator mengandung metal merah dan bromtimol biru
sehingga memungkinkan perubahan warna dari jingga,
hijau, sampai biru pada daerah 5-9.
Berat jenis Konsentrasi ion dalam urin akan mengubah warna reagen
dari biru ke hijau kekuningan
Darah Berdasarkan aktivitas pseudoperoksidatif hemoglobin yang
mengkatalisis reaksi dari dispropil benzene dihidroperoksid
10
dan 3,3’,5,5’-tetrabenzilbenzidin sehingga muncul warna
jingga sampai hijau
Keton Pemeriksaan keton dengan pereaksi nitroprussida
berdasarkan prinsip tes lugol, yaitu dalam suasana basa,
asam asetoasetat akan bereaksi dengan Na nitroprussida
menghasilkan warna ungu
Nitrit Nitrit bereaksi dengan benzokinolin pada pH asam
menghasilkan warna merah azo
Leukosit Leukosit esterase dalam urin dapat menghidrolisa indoxyl
ester. Cincin aromatik dalam alkohol (indoxyl) akan
berpasangan dengan haram diazonium membentuk zat
warna diazo
11
8. Hasil pemeriksaan yang dilaporkan:
a. Makroskopis: Warna (Normal kuning muda sampai kuning jernih/keruh)
b. Mikroskopis: Tulis sesuai sedimen urin yang ditemukan (sel epitel, eritrosit,
leukosit, silinder, kristal, jamur, trikomonas)
12
VI. Pengamatan Hasil Percobaan
pH 5 6 6,5 6 6 6
Glukosa - - - - - -
15(0,15) 15(0,15) 15(0,15) 15(0,15) 15(0,15) -
Protein
± ± ± ± ±
Nitrit - - - - - -
Keton - - - - - -
Urobilinogen - - - - - -
Darah - - - - - -
*Beri tanda (stabilo) pada hasil yang abnormal
13
B. Hasil Percobaan Sedimentasi Urin
Pengamatan Makroskopik
Warna Kuning Terang, setelah di sentrifuge terdapat sedikit endapan putih yang
perlu disinari dengan pencahayaan yang jelas, karena endapan yang di hasilkan
sangat sedikit.
14
Pengamatan Mikroskopik
1. Perbesaran 4X
Sel epitel tubulus : Sel epitel tubulus ginjal berbentuk bulat atau oval, lebih
besar dari leukosit, mengandung inti bulat atau oval besar, bergranula dan
biasanya terbawa ke urin dalam jumlah kecil. Namun, pada sindrom nefrotik
dan dalam kondisi yang mengarah ke degenerasi saluran kemih, jumlahnya
bisa meningkat. Jumlah sel tubulus ≥ 13 / LPK atau penemuan fragmen sel
tubulus dapat menunjukkan adanya penyakit ginjal yang aktif atau luka pada
tubulus, seperti pada nefritis, nekrosis tubuler akut, infeksi virus pada ginjal,
penolakan transplnatasi ginjal, keracunan salisilat.
2. Perbesaran 10X
a. Sel epitel skuamosa : Epitel skuamosa umumnya dalam jumlah yang
lebih rendah dan berasal dari permukaan kulit atau dari luar uretra
b. Sel epitel tubulus : : Sel epitel tubulus ginjal berbentuk bulat atau oval,
lebih besar dari leukosit, mengandung inti bulat atau oval besar, bergranula
15
dan biasanya terbawa ke urin dalam jumlah kecil. Namun, pada sindrom
nefrotik dan dalam kondisi yang mengarah ke degenerasi saluran kemih,
jumlahnya bisa meningkat. Jumlah sel tubulus ≥ 13 / LPK atau penemuan
fragmen sel tubulus dapat menunjukkan adanya penyakit ginjal yang aktif
atau luka pada tubulus, seperti pada nefritis, nekrosis tubuler akut, infeksi
virus pada ginjal, penolakan transplnatasi ginjal, keracunan salisilat.
3. Perbesaran 40X
Sel epitel skuamosa : Epitel skuamosa umumnya dalam jumlah yang
lebih rendah dan berasal dari permukaan kulit atau dari luar uretra
16
C. Percobaan pengukuran pH urin
Kelompok pH
Kelompok 1 5
Kelompok 2 6
Kelompok 3 6,5
Kelompok 4 6
Kelompok 5 6
Kelompok 6 6
17
Rumus :
18
GAMBAR KERUSAKAN PADA GINJAL (JARINGAN)
Walaupun urine dapat menunjang pertumbuhan banyak bakteri, saluran kemih dalam
keadaan normal steril karena dibilas beberapa kali sehari. Perempuan mengidap infeksi
saluran kemih (ISK) 10 kali lebih sering dibandingkan dengan lelaki, karena jarak antara
kandung kemih dan kulit yang dipenuhi oleh bakteri (yaitu panjang uretra) adalah 5 cm
pada perempuan, dibandingkan dengan 20 cm pada lelaki. Selain itu, anak perempuan
dan laki-laki dengan obstruksi aliran kemih dan/atau refluks urine ke dalam ureter jauh
lebih rentan terhadap ISK. Apabila ISK menyebar secara retrograd dari kandung kemih
ke ginjal, terjadi pielonefritis akut atau kronis, yang merupakan penyebab gagal ginjal
yang dapat dicegah. Patogen yang menginfeksi saluran kemih (terutama bakteri dari
daerah perianal atau dari pasangan seksual yang terinfeksi [misal, Gonococctts]) adalah
patogen yang paling mudah melekat ke epitel saluran kemih. Sebagian besar ISK akut
disebabkan oleh beberapa strain E. coli yang memiliki fimbria adheren sedangkan
19
infeksi kronis disebabkan oleh Proteus, Pseudomonas, Klebsiella, atatu Enterococcus pp,
yang sering resisten terhadap obat (Guyton,2006).
2. . Glukosuria
Pada keadaan ini konsentrasi glukosa darah mungkin normal, tetapi mekanisme
transpor untuk reabsorpsi glukosa di tubulus akan sangat terbatas atau tidak ada.
Akibatnya, meskipun kadar glukosa darah normal, sejumlah besar glukosa
dikeluarkan melalui urine setiap harinya. Oleh karena diabetes melitus juga
berhubungan dengan adanya glukosa dalam urine, diagnosis glukosuria renalis,
yang merupakan kondisi benigna, harus disingkirkan sebelum menegakkan
(Guyton,2006).
20
3. Aminoasiduria-Ginjal
Beberapa asam amino berbagi sistem transpor yang sama untuk
proses reabsorpsinya, sedangkan asam amino lainnya mempunyai
sistem transpor yang berbeda. Sangat jarang, keadaan yang disebut
aminoasiduria umum terjadi akibat kekurangan reabsorpsi semua
asam amino; lebih sering, defisiensi sistem transpor spesifik dapat
menimbulkan (1) sistinuria esensial, yaitu sejumlah besar sistem gagal
direabsorbsi dan sering kali mengalami kristalisasi dalam urine
sehingga terbentuk batu ginjal; (2) glisinuria sederhana, yaitu glisin
gagal direabsorbsi; atau (3) beta-aminoisobutirat asiduria, yang terjadi
pada sekitar 5 persen penduduk tapi tampaknya tidak mempunyai arti
klinis yang bermakna (Guyton,2006).
4. Hipofosfatemia Ginjal
21
besar ion fosfat ketika konsentrasi fosfat cairan tubuh turun sangat
rendah. Keadaan ini biasanya tidak menyebabkan kelainan segera yang
serius, karena konsentrasi fosfat cairan ekstraselular dapat sangat
bervariasi tanpa menimbulkan disfungsi sel yang berarti. Setelah waktu
yang lama, kadar fosfat yang rendah menimbulkan penurunan
kalsifikasi tulang, yang menimbulkan rakhitis pada pasien. Jenis
rakhitis ini tidak mempan pengobatan dengan vitamin D, berbeda
dengan jenis rakhitis biasa yang memberi respons cepat (Guyton,2006)
Glomerulonefritis akut adalah jenis gagal ginjal akut intrarenal yang biasanya
disebabkan oleh kelainan reaksi imun yang merusak glomerulus. Pada kurang
lebih 95 persen pasien dengan penyakit ini, terjadi kerusakan glomerulus 1
sampai 3 minggu setelah mengalami infeksi di tempat lain di tubuh, yang
biasanya disebabkan oleh jenis tertentu streptokokus beta grup A. lnfeksi dapat
berupa radang tenggorok streptokokus, tonsilitis streptokokus, atau bahkan
infeksi kulit streptokokus. Bukan infeksi itu sendiri yang merusak ginjal. Tetapi,
selama beberapa minggu, sewaktu antibodi terhadap antigen streptokokus
terbentuk, antibodi dan antigen bereaksi satu sama lain membentuk kompleks
imun tak larut yang kemudian terperangkap di glomeruli, terutama di bagian
membran basal glomeruli. Begitu kompleks imun tertimbun di glomeruli, banyak
sel glomeruli mulai berproliferasi, terutama sel mesangial yang terletak di antara
22
endotel dan epitel. Selain itu, sejumlah besar sel darah putih menjadi terperangkap
di glomeruli. Banyak glomeruli menjadi tersumbat oleh reaksi inflamasi ini, dan
glomeruli yang tidak tersumbat biasanya menjadi sangat permeabel, yang
memungkinkan protein dan sel-sel darah merah bocor dari dara kapiler
glomerulus masuk ke filtrat glomerulus. Pada kasus yang berat, seluruh atau
hampir seluruh fungsi ginjal dapat terhenti. Inflamasi akut pada glomeruli
biasanya mereda dalam waktu sekitar 2 minggu, dan pada kebanyakan pasien,
ginjal kembali berfungsi hampir normal dalam beberapa minggu sampai beberapa
bulan berikutnya. Namun, terkadang, banyak glomeruli yang rusak tak dapat
membaik, dan pada sebagian kecil pasien, kemunduran ginjal secara progresif
terus terjadi untuk jangka waktu tidak terbatas, yang menimbulkan gagal ginjal
kronis. (Guyton,2006)
23
VII. Pembahasan
Pada percobaan sistem urinasi ini yaitu, bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis
fragmen mikroskopis yang ada dalam sedimen urin, menganalisis bobot jenis urin,
menganalisis 10 parameter karakteristik urin, menganalisis jenis ketidak normalan
pada urin pasien berkaitan dengan kondisi patologinya dan mengetahui fungsi dan
dasar perhitungan klirens kreatinin.
24
dan bahan eksogen non-nutritif lain yang masuk ke tubuh. menghasilkan
eritropoietin, suatu hormon yang merangsang produksi sel darah merah.
Menghasilkan renin, suatu hormon enzimatik yang memicu suatu reaksi berantai yang
penting dalam konservasi garam oleh ginjal., Mengubah vitamin D menjadi bentuk
aktifnya. (Sherwood,2014)
Tahap pertama pembentukan urin yaitu filtrasi, membran kapiler glomerulus mirip
dengan membran kapiler yang lain, hanya membran ini mempunyai tiga (membran
lain biasanya dua) lapisan utama: (1) endotel kapiler, (2) membran basalis, dan (3)
lapisan sel epitelial (podosit) yang mengelilingi permukaan luar membran basalis
kapiler . Lapisan-lapisan ini bersama-sama membentuk sawar filtrasi, yang walaupun
terdiri atas tiga lapisan dapat menyaring air dan zat terlarut beberapa ratus kali lebih
banyak daripada membran kapiler yang biasa. Meskipun pada laju filtrasi yang tinggi
ini, membran kapiler glomerulus biasanya mencegah filtrasi protein plasma. Laju
filtrasi tinggi yang melintasi membran kapiler glomerulus sebagian merupakan akibat
dari sifat khusus yang dimilikinya. Endotel kapiler mempunyai ribuan lubang kecil
yang disebut fenestra, mirip dengan kapiler fenestra yang ditemukan di hati.
Meskipun fenestrasinya relatif besar, sel endotel kaya akan muatan negatif tertentu
yang menghambat lewatnya protein plasma. Membran basalis yang mengelilingi
endotel terdiri atas jalinan serat kolagen dan proteoglikan yang memiliki suatu
ruangan celah besar yang dapat menyaring sejumlah besar air dan zat terlarut kecil.
Membran basalis efektif mencegah filtrasi protein plasma, sebagian karena muatan
listrik sangat negatif yang berasal dari proteoglikan. Bagian akhir dari membran
glomerulus adalah lapisan sel epitel yang membatasi permukaan luar glomerulus. Sel-
sel ini tidak rata tetapi mempunyai tonjolan panjang seperti kaki (podosit)
yangmengelilingi permukaan luar kapile. Tonjolan kaki ini dipisahkan oleh celah
yang disebut celah poripori (slit pores) yang dilalui oleh filtrat glomerulus. Sel-sel
epitel, yang juga memiliki muatan negatif, merupakan pembatas tambahan terhadap
25
filtrasi protein plasma. Jadi, seluruh lapisan pada dinding kapiler glomerulus
merupakan sawar untuk filtrasi protein plasma (Guyton, 2006)
26
molekul netral atau molekul bermuatan positif atau negatif. Perhatikan berapa pun
ukuran jari-jari molekul tersebut, molekul dengan muatan positif lebih mudah
difiltrasi dibandingkan dengan molekul bermuatan negatif. Dekstran netral juga lebih
mudah difiltrasi dibandingkan dekstran bermuatan negatif dengan berat molekul yang
sama. Penyebab perbedaan kemampuan filtrasi ini ialah muatan negatif pada
membran basalis dan podosit yang merupakan cara penting untuk menyaring molekul
bermuatan negatif yang besar, termasuk protein plasma. Pada penyakit ginjal tertentu,
muatan negatif pada membran dasar menjadi hilang bahkan sebelum terlihat
perubahan pada histologi ginjalnya, yaitu suatu keadaan yang disebut nefropati
perubahan minimal. Akibat hilangnya muatan negatif pada membran basalis ini,
beberapa protein dengan berat molekul lebih rendah, terutama albumin, akan difiltrasi
dan tampak dalam urine, keadaan ini dikenal sebagai proteinuria atau albuminuria
(Guyton,2006).
Tahap kedua pembentukan urin yaitu reabsorpsi. Kapasitas reabsorpsi yang
besar dari tubulus proksimal adalah hasil dari sifat-sifat selularnya yang khusus, Sel
epitel tubulus proksimal bersifat sangat metabolik dan mempunyai sejumlah besar
mitokondria untuk mendukung proses transpor aktif yang kuat. Selain itu, sel tubulus
proksimal mempunyai banyak sekali brush border pada sisi lumen (apikal) membran,
dan juga susunan interselular serta kanal basalis yang luas rumit; semuanya ini
bersama-sama menghasilkan area permukaan membran yang luas pada sisi lumen dan
sisi basolateral epitel untuk mentranspor ion natrium dan zat-zat lain dengan cepat.
Permukaan membran epitel brush border yang luas juga dimuati molekul protein
pembawa yang mentranspor sebagian besar ion natrium melewati membran luminal
yang berkaitan dengan berbagai nutrien organik seperti asam amino dan glukosa,
melalui mekanisme ko-transpor. Tambahan natrium ditranspor dari lumen tubulus ke
dalam sel dengan mekanisme kontertranspor, yang mereabsorbsi natrium sambil
menyekresi zat-zat lain ke dalam lumen tubulus, terutama ion hydrogen. sekresi ion
hydrogen ke dalam lumen tubulus adalah langkah penting dalam pemindahan ion
bikarbonat dari tubulus (dengan menggabungkan H+ dengan HCO3- menjadi bentuk
27
H2CO3, yang kemudian berdisosiasi menjadi H2O dan CO2). Walaupun pompa
natrium-kalium ATPase menyediakan tenaga yang utama untuk reabsorpsi natrium,
klorida, dan air di seluruh tubulus proksimal, terdapat beberapa perbedaan
mekanisme bagaimana natrium dan klorida ditranspor melalui sisi lumen bagian
pertama dan akhir membran tubulus proksimal. Pada pertengahan pertama tubulus
proksimal, natrium direabsorbsi dengan cara ko-transpor bersama-sama dengan
glukosa, asam amino, dan zat terlarut lainnya. Tetapi pada bagian pertengahan kedua
dari tubulus proksimal, hanya ion klorida. Pertengahan kedua tubulus proksimal
memiliki konsentrasi klorida yang relatif tinggi (sekitar 140 mEq/L) dibandingkan
dengan bagian awal tubulus proksimal (sekitar 105 mEq/L) karena saat natrium
direabsorbsi, natrium membawa glukosa, bikarbonat, dan ion organik pada bagian
awal tubulus proksimal, meninggalkan suatu larutan yang mempunyai konsentrasi
klorida yang tinggi. Di pertengahan kedua tubulus proksimal, tingginya konsentrasi
klorida membantu difusi ion ini dari lumen tubulus melalui taut interselular ke dalam
cairan interstisial ginjal. Sebagian kecil klorida juga direabsorpsi melalui kanal
klorida khusus di membran sel tubulus proksimal (Guyton, 2006).
Walaupun jumlah natrium dalam cairan tubulus menurun secara nyata di
sepanjang tubulus proksimal, konsentrasi natrium (dan osmolaritas total) tetap
relative konstan karena permeabilitas air di tubulus proksimal sangat besar. sehingga
reabsorpsi air dapat mengimbangi reabsorpsi natrium. Zat terlarut organik tertentu,
seperti glukosa, asam amino, dan bikarbonat, lebih banyak direabsorbsi daripada air,
sehingga konsentrasi zat-zat tersebut menurun dengan nyata di sepanjang tubulus
proksimal. Zat-zat terlarut organik yang lain yang kurang permeabel dan tidak
direabsorbsi secara aktif, seperti kreatinin, konsentrasinya meningkat di sepanjang
tubulus proksimal. Konsentrasi total zat terlarut, seperti yang digambarkan oleh
osmolaritas, pada dasarnya tetap sama di sepanjang tubulus proksimal karena sangat
tingginya permeabilitas bagian nefron ini terhadap air (Guyton, 2006).
Tahap ketiga yaitu sekresi zat-zat yang akan dibuang melalui urin, Tubulus
28
proksimal juga merupakan tempat penting untuk sekresi asam dan basa organik
seperti garam empedu, oksalat, urat, dan katekolamin. Banyak dari zat-zatini
merupakan produk akhir dari metabolisme dan harus dikeluarkan dari tubuh secara
cepat. Sekresi zat-zat ini ke dalam tubulus proksimal ditambah filtrasi zat-zat ini ke
dalam tubulus proksimal oleh kapiler glomerulus dan hamper tidak ada reabsorpsi
oleh tubulus, semuanya menyebabkan ekskresi yang cepat ke dalam urine. Selain
produk buangan metabolisme, ginjal menyekresi secara langsung banyak obat atau
toksin yang potensial berbahaya melalui sel-sel tubulus ke dalam tubulus, dan dengan
cepat membersihkan zat-zat ini dari darah. (Guyton,2006).
Karakteristik fungsional dari bagian akhir tubulus distal dan tubulus koligens
kortikalis, membran tubulus kedua segmen hampir seluruhnya impermeabel terhadap
ureum, mirip dengan segmen pengencer pada bagian awal tubulus distal; jadi, hampir
semua ureum yang memasuki segmen-segmen ini berjalan hanya melewati dan
masuk ke dalam duktus koligens untuk diekskresikan dalam urine, walaupun
beberapa reabsorpsi ureum terjadi di dalam duktus koligens bagian medulla
(Guyton,2006).
29
kekurangan cairan, hal ini akan meningkatkan konsentrasi pewarna urin dalam tubuh,
selain itu konsentrasi bilirubin yang tinggi di urin juga dapat mengindikasi adanya
kelainan pada fungsi hati.
Pada parameter urobilinogen didapatkan semua uji menunjukkan hasil
negative urobilinogen. Berdasarkan teori urobilinogen, yaitu segera setelah berada
dalam usus, kira-kira setengah dari bilirubin "konjugasi" diubah oleh kerja bakteri
menjadi urobilinogen yang mudah larut. Sebagian urobilinogen direabsorbsi melalui
mukosa usus kembali ke dalam darah. Sebagian besar diekskresi kembali oleh hati ke
dalam usus tetapi kira-kira 5 persen diekskresi oleh ginjal ke dalam urine. Setelah
terpajan udara dalam urine, urobilinogen teroksidasi menjadi urobilin (Guyton 2006).
Pada parameter pH didapatkan uji 1 pH 5, uji 2 pH 6, uji 3 pH 6,5, uji 4 pH 6,
uji 5 pH 6, dan uji 6 pH 6. Berdasarkan teori pH urine dapat berkisar dari 4,5 sampai
8,0; bergantung pada status asam-basa cairan ekstraselular. Berdasarkan teori , ginjal
berperan penting dalam mengoreksi kelainan konsentrasi H+ cairan ekstraselular
dengan mengekskresikan asam atau basa pada kecepatan yang bervariasi.konsentrasi
H+ dipengaruhi oleh sekresi tubulus, sekresi ion hydrogen ke dalam lumen tubulus
adalah langkah penting dalam pemindahan ion bikarbonat dari tubulus (dengan
menggabungkan H+ dengan HCO3- menjadi bentuk H2CO3, yang kemudian
berdisosiasi menjadi H2O dan CO2). Walaupun pompa natrium-kalium ATPase
menyediakan tenaga yang utama untuk reabsorpsi natrium, klorida, dan air
di seluruh tubulus proksimal, terdapat beberapa perbedaan mekanisme bagaimana
natrium dan klorida ditranspor melalui sisi lumen bagian pertama dan akhir membran
tubulus proksimal. Selain itu Tubulus proksimal juga merupakan tempat penting
untuk sekresi asam dan basa organik seperti garam empedu, oksalat, urat, dan
katekolamin. Banyak dari zat-zat ini merupakan produk akhir dari metabolisme dan
harus dikeluarkan dari tubuh secara cepat (Guyton 2006). Sehingga pH pada keenam
uji dapat dikatakan normal karena masih dalam range pH normal urin.
Pada parameter glukosa didapatkan keenam uji, urin negative mengandung
glukosa. Berdasarkan teori normalnya, glukosa tidak terdapat dalam urine, karena
30
pada dasarnya semua glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi di tubulus proksimal.
Namun, bila beban yang difiltrasi melebihi kemampuan tubulus mereabsorbsi
glukosa, maka akan terjadi ekskresi glukosa dalam urine (Guyton 2006).
Pada parameter protein didapatkan keenam uji urin negative mengandung
protein, berdasarkan teori pembentukan urine dimulai dengan filtrasi sejumlah besar
cairan yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula Bowman.
Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, difiltrasi secara bebas sehingga
konsentrasinya pada filtrate glomerulus dalam kapsula Bowman hampir sama dengan
dalam plasma, selain itu seluruh lapisan pada dinding kapiler glomerulus merupakan
sawar untuk filtrasi protein plasma. Sehingga hasil dari keenam uji dapat dikatakan
normal karena urin tidak mengandung protein dan artinya tidak menunjukkan adanya
kerusakan pada glomerulus (Guyton 2006).
Pada parameter darah didapatkan keenam uji tidak mengandung darah,
Berdasarkan teori kumpulan kapiler yang disebut glomerulus, yang akan memfiltrasi
sejumlah besar cairan dari darah, sehingga normalnya tidak ada darah didalam urin.
Keenam hasil uji dapat dikatakan normal karena urin tidak mengandung darah dan
artinya tidak menunjukkan adanya kelainan atau kerusakan pada glomerulus (Guyton
2006).
Pada parameter keton didapatkan keenam uji tidak mengandung keton,
berdasarkan teori dalam kondisi metabolic dengan laju oksidasi asam lemak tinggi ,
hati menghasilkan banyak asetoasetat dan beta-hidroksibutirat. Asetoasetat secara
terus menerus mengalami karboksilasi menghasilkan aseton. Badan keton diproduksi
untuk menghasilkan energi saat karbohidrat tidak dapat digunakan. Asam aseotasetat
dan asam β-hidroksibutirat merupakan bahan bakar respirasi normal dan sumber
energi penting terutama untuk otot jantung dan korteks ginjal. Apabila kapasitas
jaringan untuk menggunakan keton sudah mencukupi maka akan diekskresi ke dalam
urine, dan apabila kemampuan ginjal untuk mengekskresi keton telah melampaui
batas, maka terjadi ketonemia. Ketonuria disebabkan oleh kurangnya intake
karbohidrat (kelaparan, tidak seimbangnya diet tinggi lemak dengan rendah
31
karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat (kelainan gastrointestinal), gangguan
metabolisme karbohidrat, sehingga tubuh mengambil kekurangan energi dari lemak
atau protein (Murray, 2012). Sehingga berdasarkan data keenam uji ditunjukkan
oksidasi lemak yang rendah sehingga tidak ada dihasilkan badan keton, selain itu juga
menunjukkan intake karbohidrat dan protein yang cukup dan tidak adanya kelainan
metabolism karbohidrat.
Pada berat jenis urin didapatkan uji 1 1,356 g/ml, uji 2 1,312 g/ml, uji 3 1,41
g/ml, uji 4 1,32 g/ml, uji 5 1,39 g/ml, uji 6 1,392 g/ml. berdasarkan teori Berat jenis
urine sering digunakan di klinik untuk memberikan perkiraan cepat konsentrasi zat
terlarut urine. Semakin terkonsentrasi urine, semakin tinggi berat jenis urine. Dalam
kebanyakan kasus, berat jenis urine meningkat secara linear dengan meningkatnya
osmolaritas urine. Namun berat jenis urine, merupakan ukuran berat zat terlarut
dalam volume urine tertentu dan karena itu ditentukan oleh jumlah dan ukuran
molekul zat terlarut. Hal ini berbeda dengan osmolaritas, yang hanya ditentukan oleh
jumlah molekul zat terlarut dalam volume tertentu. Berat jenis urine umumnya
dinyatakan dalam g/ml dan, pada manusia, umumnya berkisar antara 1,002-1,028
g/ml, dan meningkat sebesar 0,001 untuk setiap peningkatan 35 sampai 40 mOsmol/L
osmolaritas urine. Hubungan antara berat jenis dan osmolaritas berubah bila ada
sejumlah besar molekul yang berarti dalam urine, seperti glukosa, zat radiokontras
32
yang digunakan untuk tujuan diagnostik, atau beberapa antibiotik. Dalam hal ini,
pengukuran berat jenis urine dapat memberikan informasi salah mengenai urine yang
sangat pekat, meskipun osmolalitas urine tetap normal (Guyton 2006). Sehingga
dibandingan dengan data keenam hasil uji bobot jenis melewati rentang normal, hal
ini diakibatkan keenam sampel urin yang sangat terkonsentrasi zat-zat terlarut.
33
VIII. Kesimpulan
Tuliskan kesimpulan hasil praktikum anda
Kesimpulan dari praktikum kali ini yaitu :
34
DAFTAR PUSTAKA
Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
35
Pertanyaan :
Referensi :
Sartika, Fara. Dkk. 2018. Gambaran Laju Filtrasi di Glomelurus pada
Penderita Diametes Melitus Tipe II di RSUD dr Doris Sylvanus
Palangkaraya. Jurnal Surya Medika Vol 3 No 2. Universitas
Muhammadiyah Palangkaraya.
2. Apa saja zat-zat terlarut yang ada dalam urin dan bagaimana proses keluarnya zat
terlarut tersebut?
Jawab :
Zat-zat yang terlarut dalam urine seperti glukosa atau protein,
a. zat buangan nitrogen, meliputi urea dan protein, asam urat dari
katabolisme asam nukleat, dan kreatinin fosfat dalam jaringan otot
b.asam kristal, produk sampingan pencernaan sayuran dan buah-buahan
c. elektrolit, meliputi natrium klor, kalium, ammonium sulfat, fosfat
(Syaifuddin, 2009)
36
kontraksi dari otot-otot kandung kemih menekan urin untuk keluar melewati
uretra dan keluar dari tubuh (Muttaqin & Sari, 2014).
Referensi :
Syaifuddin, 2009. Anatomi Tubuh Manusia Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika Muttaqin, dan Sari. 2014. Asuhan Keperawatan Gangguan
SistemPerkemihan. Jakarta: salemba Medika.
3. Jika ada gula dan protein yang terdeteksi dalam urin, apa yang mungkin terjadi
pada orang tersebut?
Jawab :
Jika ada gula di dalam urin, yang mungkin terjadi pada orang tersebut
yaitu Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadikarena nilai
ambangginjal terlampaui atau daya reabsorbsitubulus yang menurun.
Glukosuria umumnya berarti diabetes mellitus , Diabetes mellitus merupakan
penyakit metabolisme yang ditandai dengan meningkatknya kadar gula darah
glukosa ) ( Waris, 2015) ,
Sedangkan adanya protein yang terdeteksi di dalam urin menandakan
penyakit proteinuria atau albuminuria yaitu terbentuknya protein albumin di
dalam urine sebagai tanda awal kerusakan ginjal dan penyakit jantung,
(Smith, 2008)
Referensi :
Smith, Joan Liebmann. 2008. Body Signs Dari Ujung Rambut Hingga
Ujung Kaki. Jakarta : PT. Cahaya Insan Suci.
Waris, Lukman. 2015. Kencing Manis (Diabetes Milletus) di
Sulawesi Selatan. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor
Indonesia
37
4. Jika ada pertumbuhan bakteri dan jamur pada urin, kondisi apa yang mungkin
terjadi?
Jawab :
1.Pielonefritis Akut merupakan infeksi yang disebebkan oleh bakteri
pada saluran kemih bagian atas termasuk ginjal, tanda yang dtimbulkan
nyeri pinggang. Keadaan ini terjadi karena infeksi salurankemih bagian
bawah, kuman atau patogen yang menjadi penyebab penyakit ini sama
seperti kuman yaang menyebabkan Infeksi Saluran Kemih (Kendall,
2014)
2. Parasit. Trichomonas vaginalis adalah parasit yang paling sering
ditemui dalam urin. Kontaminasi tinja pada specimen urin juga dapat
mengakibatkan adanya parasit usus pada spesimen urin. Parasit yang
paling umum sering ditemui adalah ova dari cacing kremi
(Enterobius vermicularis) (Riswanto & Rizki, 2015).
Referensi :
Kendall,Tao. 2014. Sinopsis Organ Sistem Ginjal. Tangerang : Karisma
Publishing Group.
Riswanto & Rizki, M.,2015.Urinalisis Menerjemahkan Pesan Klinisi Urine.
Edisi I. Yogyakarta: Pustaka Rasmedia
38
39