Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KEPERAWATAN HIV/AIDS
“KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN HIV/AIDS PADA IBU
DAN ANAK”

Dosen Pengampu : Ernawati, S.Kep.,Ns. M.Kes.

KELAS : II C KEPERAWATAN

KELOMPOK VI (ENAM) :
Nuriyana Abd. Hakim (201801123)
Putri Amalia M. Dahlan (201801125)
Yelci Kaloan (201801136)
Andrian Bima Wicaksono (201801096)

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih yang maha
penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-nya, yang telah
melimpahkan Rahmat, hidayat, dan inayah-nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Konsep Asuhan Keperawatan Pasien HIV/AIDS
Pada Ibu Dan Anak”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat mempelancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritikan dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “Konsep Asuhan


Keperawatan Pasien HIV/AIDS Pada Ibu Dan Anak” untuk pembaca ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Palu, 15 Maret 2020

Penyusun

Kelompok VI
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................
A. LATAR BELAKANG....................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................
C. TUJUAN........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................
A. DEFINISI HIV/AIDS...................................................................................
B. EPIDEMIOLOGI..........................................................................................
C. ETIOLOGI....................................................................................................
D. PATOFISIOLOGI.........................................................................................
E. CARA PENULARAN HIV DARI WANITA KEPADA BAYI..................
F. MANIFESTASI KLINIS..............................................................................
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.................................................................
H. PENATALAKSANAAN..............................................................................
I. PENCEGAHAN............................................................................................
J. KOMPLIKASI..............................................................................................
K. ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................................
BAB III PENUTUP....................................................................................................
A. KESIMPULAN..............................................................................................
B. SARAN..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kehamilan merupakan peristiwa alami yang terjadi pada wanita, namun
kehamilan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin terutama pada
kehamilan trimester pertama. Wanita hamil trimester pertama pada umumnya
mengalami mua, muntah, nafsu makan berkurang dan kelelahan. Menurunnya kondisi
wanita hamil cenderung memperberat kondisi klinis wanita dengan penyakit infeksi
antara lain infeksi HIV-AIDS.
HIV/AIDS adalah topic yang sangat sensitive dan lebih banyak sehingga
banyak penelitian melibatka anak-anak yang rentan untuk terjangkit HIV. Setiap
usaha dilakukan untuk memastikan bahwa keluarga akan merasa baik.
Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan
suatu  syndrome/kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Retrovirus yang
menyerang sistem kekebalan atau pertahanan tubuh. Dengan rusaknya sistem
kekebalan tubuh, maka orang yang terinfeksi mudah diserang penyakit-penyakit lain
yang berakibat fatal, yang dikenal dengan infeksi oportunistik. Kasus AIDS pertama
kali ditemukan oleh Gottlieb di Amerika Serikat pada tahun 1981 dan virusnya
ditemukan oleh Luc Montagnier pada tahun 1983.
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah penyebab penyakit dan
kematian yang terkemuka di kalangan perempuan dan anak-anak di negara-negara
dengan tingkat infeksi human immunodeficiency virus (HIV) yang tinggi. Transmisi
HIV dari ibu ke anak (Mother To Child Transmission – MCTC) adalah rute infeksi
HIVpada anak yang paling signifikan. Beberapa intervensi telah terbukti efektif dalam
mengurangi MTCT termasuk pilihan persalinan secara caeseran, substitusi menyusui
dan terapi antiretroviral selama kehamilan, persalinan, dan pasca melahirkan. Jika
intervensi ini diterapkan dengan benar maka dapat mengurangi MTCT sebesar 2%.
Orang-orang yang terinfeksi positif  HIV yang mengetahui status mereka
mungkin dapat memberikan manfaat. Namun, seks tanpa perlindungan antara orang
yang yang berisiko membawa HIV sero-positif sebagai super infeksi, penularan
infeksi seksual, dan kehamilan yang tidak direncanakan dapat membuat penurunan
kesehatan seksual dan reproduksi. Hal ini jelas bahwa banyak pasangan yang harus
didorong untuk melakukan tes HIV untuk memastikan status mereka dengan asumsi
bahwa mereka mungkin terinfeksi karena pernah memiliki hubungan seksual denga
seseorang yang telah diuji dan ditemukan sero-positif HIV.
Komunikasi seksualitas antara orangtua dan anak telah diidentifikasi sebagai
factor pelindung untuk seksual emaja dan kesehatan reproduksi, termasuk infeksi
HIV. Meningkatkan kesehatan seksual dan reproduksi remaja merupakan prioritas
dunia. Intervensi yang bertujuan untuk menunda perilaku seksual, mengurangi jumlah
pasangan seksual dan meningkatkan penggunaan kondom. Dari penelitian yang
dilakukan di negara berkembang  menunjukkan bahwa pendidikan seksualitas
memiliki potensi untuk memberikan dampak positif pada pengetahuan, sikap, norma
dan niat, meskipun mengubah perilaku seksual sangat terbatas. Evolusi infeksi HIV
menjadi penyakit kronis memiliki implikasi di semua pengaturan perawat klinis.
Setiap perawat harus memiliki perawatan klinis. Setiap perawat harus memiliki
pengetahuan tantang pencegahan, pemeriksaan, pengobatan, dan kronisitas dari
penyakit dalam rangka untuk memberikan perawatan yang berkualitas tinggi kepada
orang-orang dengan atau berisiko untuk HIV.

B. RUMUSAN MASALAH
Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pasien dengan HIV/AIDS pada ibu
hamil dan anak?

A. TUJUAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan definisi HIV/AIDS, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
penatalaksanaan, pencegahan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
2. Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan HIV/AIDS pada ibu hamil
dan anak dalam proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan,intervensi dan rasional, implementasi serta evaluasi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI HIV/AIDS
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi
sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Selama
infeksi berlangsung, sistem kekebalan tubuh menjadi lemah, dan orang menjadi lebih
rentan terhadap infeksi. Tahap yang lebih lanjut dari infeksi HIV adalah acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS). Hal ini dapat memakan waktu 10-15 tahun
untuk orang yang terinfeksi HIV hingga berkembang menjadi AIDS; obat
antiretroviral dapat memperlambat proses lebih jauh. HIV ditularkan melalui
hubungan seksual (anal atau vaginal), transfusi darah yang terkontaminasi, berbagi
jarum yang terkontaminasi, dan antara ibu dan bayinya selama kehamilan, melahirkan
dan menyusui.
Kehamilan adalah keadaan mengandung embrio atau fetus didalam tubuh,
setelah penyatuan sel telur dan spermatozoon. Kehamilan ditandai dengan berhentinya
haid; mual yang timbul pada pagi hari (morning sickness); pembesaran payudara dan
pigmentasi puting; pembesaran abdomen yang progresif. Tanda-tanda absolut
kehamilan adalah gerakan janin, bunyi jantung janin, dan terlihatnya janin melalui
pemerikasaan sinar-X, atau USG.
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah sindrom gejala
penyakit infeksi oportunistik atau kanker tertentu akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh oleh infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus).
Kehamilan merupakan usia yang rawan tertular HIV-AIDS. Penularan HIV-
AIDS pada wanita hamil terjadi melalui hubungan seksual dengan suaminya yang
sudah terinfeksi HIV.Pada negara berkembang isteri tidak berani mengatur kehidupan
seksual suaminya di luar rumah. Kondisi ini dipengaruhi oleh sosial dan ekonomi
wanita yang masih rendah, dan isteri sangat percaya bahwa suaminya setia, dan lagi
pula masalah seksual masih dianggap tabu untuk dibicarakan.
Wanita hamil lebih berisiko tertular Human Immunodeficien Virus
(HIV)  dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Jika HIV positif, wanita hamil
lebih sering dapat menularkan HIV kepada mereka yang tidak terinfeksi daripada
wanita yang tidak hamil. Peningkatan kerentanan untuk terinfeksi HIV selama
kehamilan adalah mereka yang berperilaku seks bebas dan mungkin karena penyebab
biologis yang tidak diketahui. Pada pemeriksaan antenalal (ANC), pada ibu hamil
biasanya dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap penyakit menular seksual.
B. EPIDEMIOLOGI
Menurut laporan CDR (Center for Disease Control) Amerika mengemukakan
bahwa jumlah wanita penderita AIDS di dunia terus bertambah, khususnya pada usia
reproduksi. Sekitar 80% penderita AIDS anak-anak mengalami infeksi prenatal dari
ibunya. Seroprevalensi HIV pada ibu prenatal adalah 0,0-1,7%, saat persalinan 0,4-
0,3% dan 9,4-29,6% pada ibu hamil yang biasa menggunakan narkotika intravena.
 Wanita usia produktif merupakan usia yang berisiko tertular infeksi HIV.
Dilihat dari profil umur, ada kecendrungan bahwa infeksi HIV pada wanita mengarah
ke umur yang lebih  muda, dalam arti bahwa usia muda lebih banyak terdapat wanita
yang terinfeksi, sedangkan pada usia di atas 45 tahun infeksi pada wanita lebih
sedikit. Dilain pihak menurut para ahli kebidanan bahwa usia reproduktif merupakan
usia wanita yang lebih tepat untuk hamil dan melahirkan. Hasil survey di Uganda
pada tahun 2003 mengemukakan bahwa prevalensi HIV di klinik bersalin adalah
6,2%, dan satu dari sepuluh orang Uganda usia antara 30-39 tahun positif HIV-AIDS
perlu diwaspadai karena cenderung terjadi pada usia reproduksi.
C. ETIOLOGI
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang
disebut  Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh
Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama
Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat
pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional
pada tahun 1986 nama firus dirubah menjadi HIV.
Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam
bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang
atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit
T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel
Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang
lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif.  Walaupun demikian
virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infeksius yang setiap saat dapat
aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut.. Secara mortologis HIV
terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung (envelop).
Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid).
Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis prosein. Bagian selubung terdiri atas
lipid dan glikoprotein. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan
kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air
mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti
eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap
radiasi dan sinar utraviolet.
Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati
diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel
glia jaringan otak. Penularan virus HIV/AIDS terjadi karena beberapa hal, di
antaranya ;
a. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS
Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral dengan penderita HIV tanpa
perlindungan bisa menularkan HIV, selama hubungan seksual berlangsung, air
mani, cairan vagina, dan darah dapat mengenai selaput lendir vagina, penis,
dubur, atau mulut, sehingga HIV yang terdapat dalam cairan, tersebut masuk ke
aliran darah. Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi makro pada dinding
vagina, dubur, dan mulut, yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk ke aliran
darah pasangan seksual (Saiful, 2000).
b. Ibu pada bayinya
Penularan HIV dari ibu terjadi pada saat  kehamilan. Penularan juga terjadi
selama proses persalinan melalui tranfusi fetomaternal atau kontak antara kulit
atau membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan.
Semakin lama proses melahirkan, semakin besar resiko penularan.
c. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
Sangat cepat menularkan HIV karena virus langsung masuk kepembuluh
darah dan menyebar ke seluruh tubuh
d. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril
Alat pemeriksaan kandungan seperti speculum, tenakulum, dan alat-alat lain
yang menyentuh darah, cairan vagina, atau air mani, yang terinfeksi HIV, dan
langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bisa menularkan
e. Alat-alat untuk menorah kulit
Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat seseorang
membuat tato, memotong rambut, dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab
alat tersebut mungkin dipakai tanpa di sterilkan terlebih dahulu.
f. Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Jarum suntik yang digunakan di fasilitas kesehatan, maupun yang digunakan
oleh para pengguna narkoba sangat berpotensi menularkan HIV. Selain jarum
suntik pada para pemakai IDU secra bersama-sama juga menggunakan tempat
penyampur, pengaduk, dan gelas pengoplos obat sehingga berpotensi tinggi untuk
menularkan HIV/AIDS.

Semula diperkirakan factor risiko infeksi HIV hanya homoseksual, dan pengguna


narkoba yang menggunakan suntikan terinfeksi, tetapi jumlahnya semakin besar.
Infeksi HIV terutama menyerang sel T limfosit dan system saraf pusat. Cara masuknya
ke dalam sel mulai dengan ikatan reseptornya pada sel lomfosit dan diikuti rusaknya
inti kemudian memecahkan dirinya menjadi beberapa virus HIV. Secara berabtai, virus
HIV kembali akan        menyerang sel lomfosit CD4 sehingga akhirnya terjadi
penurunan daya tahan tubuh secara menyeluruh dan disebut acquired
immunodefeciency syndrome (AIDS). Kelompok orang yang berisiko tinggi terinfeksi
Virus HIV sebagai berikut :

1. Janin dengan ibu yang terjangkit HIV


2. Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai alat
suntik.
3. Pekerja seks komersial
4. Pasangan yang heteroseks dengan adanya penyakit kelamin.
D. PATOFISIOLOGI
HIV merupakan retrovirus yang ditransmisikan dalam darah, sperma, cairan
vagina, dan ASI. Virus AIDS menyerang sel darah putih ( limfosit T4 ) yang
merupakan sumber kekebalan tubuh untuk menangkal berbagai penyakit infeksi.
Dengan memasuki sel T4 , virus memaksa limfosit T4 untuk memperbanyak dirinya
sehingga akhirnya menurun, sehingga menyebabkan tubuh mudah terserang infeksi
dari luar (baik virus lain, bakteri, jamur atau parasit). Hal ini menyebabkan kematian
pada orang yang terjangkit HIV / AIDS. Selain menyerang limfosit T4, virus AIDS
juga memasuki sel tubuh yang lain, organ yang sering terkena adalah otak dan
susunan saraf lainnya. AIDS diliputi oleh selaput pembungkus yang sifatnya toksik
( racun ) terhadap sel, khususnya sel otak dan susunan saraf pusat dan tepi lainnya
yang dapat menyebabkan kematian sel otak. Masa inkubasi dan virus ini berkisar
antara 6 bulan sampai dengan 5 tahun, ada yang mencapai 11 tahun, tetapi yang
terbanyak kurang dari 11 tahun.
Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga
kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui:
1) Transmisi Seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun
Heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi.
Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau serik. Infeksi
dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV kepada pasangan seksnya.
Resiko penularan HIV tergantung pada pemilihan pasangan seks, jumlah
pasangan seks dan jenis hubungan seks. Orang yang sering berhubungan seksual
dengan berganti pasangan merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi
terinfeksi virus HIV.
a. Homoseksual
Cara hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku seksual dengan
resiko tinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif
menerima ejakulasi semen dari seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan
dengan mukosa rektum yang sangat tipis dan mudah sekali mengalami
pertukaran pada saat berhubungan secara anogenital.
b. Heteroseksual
Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui hubungan
heteroseksual pada promiskuitas dan penderita terbanyak adalah kelompok
umur seksual aktif baik pria maupun wanita yang mempunyai banyak
pasangan dan berganti-ganti.
2) Transmisi Non Seksual
a. Transmisi Parenral
1. Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik)
yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan narkotik suntik
yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama.
2. Darah/Produk Darah
Dalam melakukan transfusi darah perlu di lakukan pemeriksaan
sebelumnya, Resiko tertular infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah lebih
dari 90%.
b. Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai
resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan
sewaktu menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan dengan
resiko rendah.
E. CARA PENULARAN HIV DARI WANITA KEPADA BAYINYA
Penularan HIV ke ibu bisa akibat hubungan seksual yang tidak aman
(biseksual atau hommoseksual), pemakaian narkoba injeksi dengan jarum bergantian
bersama  pengidap HIV, tertular melalui darah dan produk darah, penggunaan alat
kesehatan yang tidak steril, serta alat untuk menorah kulit. Menurut CDC penyebab
terjadinya infeksi HIV pada wanita secara berurutan dari yang terbesar adalah
pemakaian obat terlarang melalui injeksi 51%, wanita heteroseksual 34%, transfusi
darah 8%, dan tidak diketahui sebanyak 7%.
Cara penularan virus HIV-AIDS pada wanita hamil dapat melalui hubungan
seksual. Penularan HIV dari ibu ke bayi dan anak bisa melalui darah, penularan
melalui hubungan seks. Penularan dari ibu ke anak karena wanita yang menderita
HIV atau AIDS sebagian besar (85%) berusia subur (15-44 tahun) sehingga terdapat
resiko penularan infeksi yang bisa terjadi saat kehamilan (in utero).
Penularan juga terjadi pada proses persalinan melalui transfuse fetomaternal
atau kontak antara kulit atau membrane mukosa bayi dan darah atau sekresi maternal
saat melahirkan. Semakin lama proses persalinan semakin besar resiko, sehingga lama
persalinan bisa dicegah dengan operasi section caesarea. Transmisi lain terjadi selama
periode post partum melalui ASI, resiko bayi tertular melalui ASI dari ibu yang positif
sekitar 10%.
Penularan secara vertikal dapat terjadi setiap waktu selama kehamilan atau
pada periode intrapartum atau postpartum. HIV ditemukan pada jaringan fetal yang
berusia 12 dan 24 minggu dan terinfeksi intrauterin sejumlah 30-50% yang penularan
secara vertikal terjadi sebelum persalinan, serta 65% penularan terjadi saat
intrapartum. Pembukaan serviks, vagina, sekresi serviks dan darah ibu meningkatkan
risiko penularan selama persalinan. Lingkungan biologis, dan adanya riwayat ulkus
genitalis, herpes simpleks, dan SST (Serum Test for Syphilis) yang positif
meningkatkan prevalensi infeksi HIV karena adanya luka-luka merupakan tempat
masuknya HIV. Sel-sel limfosit T4/CD4 yang mempunyai reseptor untuk menangkap
HIV akan aktif mencari luka-luka tersebut dan selanjutnya memasukkan HIV tersebut
ke dalam peredaran darah.
Perubahan anatomi dan fisiologi maternal berdampak pula pada perubahan
uterus, serviks dan vagina, dimana terjadi hepertropi sel otot oleh karena
meningkatnya elastisitas dan penumpukan jaringan fibrous, yang menghasilkan
vaskularisasi, kongesti, udem pada trimester pertama, keadaan ini mempermudah
erosi ataupun lecet pada saat hubungan seksual. Keadaan ini juga merupakan media
untuk masuknya HIV. Penularan HIV yang paling sering terjadi antara pasangan yang
salah satunya sudah terinfeksi HIV mendekati 20% setelah melakukan hubungan
seksual dengan tidak menggunakan kondom.
1. PERIODE PRENATAL
Insiden HIV pada wanita hamil diperkirakan meningkat. Riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik, dan pemeeriksaan laboratorium harus meregleksikan perkiraan
ini jika wanita dan bayi baru lahir akan menerima perawatan yang tepat. Individu
yang berada pada kategori infeksi HIV meliputi:
a) wanita dan pasangan dari daerah geografi tempat HIV umum terjadi;
b) wanita dan pasangan yang menggunakan obat-obatan intravena;
c) wanita dengan PMS persisten dan PMS rekuren;
d) wanita yang menerima transfuse darah
e) setiap wanita yang yakin bahwa ia mungkin terpapar HIV.

Untuk menyokong sistem imun wanita hamil, konseling diberikan, mencakup


nutrisi optimum, tidur, istirahat, latihan fisik, dan reduksi stress. Apabila infeksi
HIV didiagnosis, wanita diberi penjelasan tentang teknik berhubungan seksual
yang lebih aman. Penggunaan kondom dan spermisida 9 non-oksinol dianjurkan
untuk meminimalkan pemaparan HIV lebih jauh jika pasangan wanita tersebut
merupakan sumber infeksi. Hubungan seksual orogenital tidak dianjurkan. Hal
yang sama penting ialah merujuk wanita tersebut menjalani rehabilitasi untuk
menghentikan penyalahgunaan substansi. Penyalahgunaan alcohol atau obat-
obatan lain mengganggu sistem imun tubuh dan meningkatkan risiko AIDS dan
kondisi terkait:

a) sistem imun tubuh harus rusak dulu sebelum HIV dapat menimbulkan
penyakit
b) alcohol dan obat-obatan mengganggu banyak terapi medis dan terapi
alternatif untuk AIDS
c) dan obat-obatan mempengaruhi pertimbangan pengguna yang menjadi lebih
cenderung terlibat dalam aktivitas yang membuatnya berisiko mengidap
AIDS aatau meningkatkan pemaparan terhadap HIV
d)  alcohol dan penyalahgunaan obat menyebabkan stress, termasuk masalah
tidur, yang  membahayakan fungsi sistem imun.
2. PERIODE INTRAPARTUM
Perawatan wanita bersalin tidak secara sustansial berubah karena infeksi
asimptomatik HIV. Model kelahiran yang akan dilakukan didasarkan hanya pada
pertimbangan obstetric karena virus menembus plasenta pada tahap awal
kehamilan.
Focus utama adalah mencegah persebaran nosokomial HIV dan melindungi
tenaga keperawatan kesehatan. Risiko tranmisi HIV dianggap rendah selama
proses kelahiran per vaginam terlepas dari kenyataan bahwa bayi terpapar pada
darah, cairan amniotic, dan sekresi vagina ibunya.
Pemantauan janin secara elektronik dan eksternal lebih dipilih jika
pemantauan diperlukan. Ada kemungkinan inokulasi virus ke neonates jika
pengambilan sampel darah dilakukan pada kulit kepala janin atau elektroda
dipasang pada kulit kepala janin. Selain itu, individu yang melakukan salah satu
prosedur ini berisiko tertusuk jarum pada jarinya.
3. PERIODE PASCAPARTUM
Hanya sedikit diketahui tentang kondisi klinis wanita yang terinfeksi HIV
selama periode pascapartum. Walaupun periode pascapartum awal tidak
signifikan, follow-up yang lebih lama menunjukkan frekuensi penyakit klinis
yang tinggi pada ibu yang anaknya menderita penyakit. Konseling tentang
pengalihan pengasuhan anak dibutuhkan jika orang tua tidak lagi mampu
merawat diri mereka. Terlepas dari apakah infeksi terdiagnosis, proses
keperawatan diterapkan dengan cara yang peka terhadap latar belakang budaya
individu dan dengan menjunjung nilai kemanusiaan. Infeksi HIV merupakan
suatu peristiwa biologi, bukan suatu komentarmoral. Sangat penting untuk
diingat, ditiru, dan diajarkan bahwa reaksi (pribadi) terhadap gaya hidup, praktik,
atau perilaku tidak boleh mempengaruhi kemampuan perawat dalam member
perawatan kesehatan yang efektif, penuh kasih sayang, dan obyektif kepada
semua individu.
Bayi baru lahir dapat bersama ibunya, tetapi tidak boleh disusui. Tindakan
kewaspadaan universal harus diterapkan, baaik untuk ibu maupun bayinya,
sebagaimana yang dilakukan pada semua pasien. Wanita dan bayinya dirujuk ke
tenaga kesehatan yang berpengalaman dalam terapi AIDS dan kondisi terkait.
F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dari infeksi akut HIV terjadi sekitar 50% kepada seseorang yang baru
terinfeksi. Gejala yang ditimbulkan adalah:
1. Demam
2. Malaise
3. Ruam
4.  Myalgia
5. Sakit kepala
6. Meningitis
7. Kehilangan napsu makan
8. Berkeringat
Adapun gejala infeksi HIV kronis sebagai berikut:
1. Infeksi bakteri berulang
2. Candidiasis di saluran bronkus, trachea, paru dan esophagus
3.  Herpes simpleks kronis
4.  Kaposi sarcoma (proliferasi vaskuler neoplastik ganas yang multi sentrik dan
ditandai dengan nodul-nodul kutan berwarna merah kebiruan, biasanya pada pada
ekstremitas bawah yang ukuran dan jumlahnya membesar dan menyebar ke
daerah yang lebih proksimal
5. Pneumoncystis
6. Wasting syndrome

Gejala infeksi HIV pada wanita hamil, umumnya sma dengan wanita tidak hamil
atau orang dewasa. infeksi HIV memberikan gambaran klinis yang tidak spesifik
dengan spectrum yang lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala (asimtomatik) pada
stadium awal sampai pada gejala-gejala yang berat pada stadium yang lebih lanjut.
Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbl 10 tahun
sesudah infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi.
Banyak orang yang terinfeksi HIV tidak menunjukkan gejala apapun. mereka
merasa sehat dan juga dari luar Nampak sehat-sehat saja. Namun orang yang
terinfeksi HIV akan menjadi pembawa dan penular HIV kepada orang lain.

Kelompok orang-orang HIV tanpa gejala dapat dibagi menjadi dua kelompok
yaitu:

1. kelompok yang sudah terinfeksi HIV, tetapi tanpa gejala dan tes darahnya negatif.
pada tahap dini ini antibody terhadap HIV belum terbentuk. Waktu antara
masuknya HIV disebut window period yang memerlukan waktu antara 15 hari
sampai 3 bulan setelah terinfeksi HIV.
2. kelompok yang sudah terinfeksi HIV, tanpa gejala tetapi tes darah positif.
Keadaan tanpa gejala ini dapat berlangsung lama sampai 5 tahun atau lebih.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tes-tes saat ini tidak membedakan antara antibody ibu/bayi, dan bayi dapat
menunjukkan tes negative pada usia 9 sampai 15 bulan.
1. Hitung darah lengkap (HDL) dan jumlah limfosit total: Bukan diagnostic pada
bayi baru lahir tetapi memberikan data dasar imunologis.
2. EIA atau ELISA dan tes Western Blot: Mungkin positif, tetapi invalid
3. Kultur HIV (dengan sel mononuclear darah perifer dan, bila tersedia, plasma).
4. Tes reaksi rantai polymerase dengan leukosit darah perifer: Mendeteksi DNA
viral pada adanya kuantitas kecil dari sel mononuclear perifer terinfeksi.
5. Antigen p24 serum atau plasma: peningkatan nilai kuantitatif dapat menjadi
indikatif dari kemajuan infeksi (mungkin tidak dapat dideteksi pada tahap sanagt
awal infeksi HIV)
6.  Penentuan immunoglobulin G, M, dan A serum kualitatif (IgG, IgN, dan IgA):
Bukan diagnostic pada bayi baru lahir tetapi memberikan data dasar imunoogis.
H. PENATALAKSANAAN
Secara khusus, telah dilaporkan bahwaan tiretroviral (ARV) intervensi baik
ibu yang terinfeksi HIV atau janin yang terpapar HIV secara signifikan
dapat  mengurangi risiko penularan HIV pasca kelahiran melalui menyusui. Bukti ini
memiliki implikasi besar untuk bagaimana perempuan yang hidup dengan HIV
mungkin dapat memberi makan  bayi mereka, dan bagaimana para pekerja kesehatan
harus nasihati ibu-ibu ini. Bersama-sama, intervensi ASI dan ARV memiliki potensi
secara signifikan untuk meningkatkan peluang bayi bertahan hidup sambil tetap tidak
terinfeksi HIV.
Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load rendah sehingga jumlah
virus yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV.
Obat yang bisa dipilih untuk negara berkembang adalah Nevirapine, pada saat ibu
saat persalinan diberikan 200mg dosis tunggal, sedangka bayi bisa diberikan
2mg/kgBB/72 jam pertama setelah lahir dosis tunggal. Obat lain yang bisa dipilih
adalah AZT yang diberikan mulai kehamilan 36 minggu 2x300mg/hari dan 300mg
setiap jam selama persalinan berlangsung.
I. PENCEGAHAN
Penularan HIV dari ibu ke bayi bisa dicegah melalui empat cara, mulai saat
hamil, saat melahirkan, dan setelah lahir yaitu :
1. Penggunaan antiretroviral selama kehamilan
2. Penggunaan antiretroviral saat perasalinan dan bayi bayi yang baru dilahirkan
3. Penatalaksanan selama menyusui
4. Bayi dari ibu yang terinfeksi HIV memperlihatkan antibody terhadap virus
tersebut hingga 10 sampai 18 bulan setelah lahir karena penyaluran IgG anti-HIV
ibu menembus plasenta. Karena itu, uji terhadap serum bayi untuk mencari ada
tidaknya antibodi IgG ,erupakan hal yang sia-sia, karena uji ini tidak dapat
membedakan antibody bayi dari antibody ibu. Sebagian besar dari bayi ini,
seiring dengan waktu, akan berhenti memperlihatkan antibody ibu dan juga tidak
membentuk sendiri antibody terhadap virus, yang menunjukkan status
seronegatif. Pada bayi, infeksi HIV sejati dapat diketahui melalui pemeriksaan-
pemeriksaan seperti biakan virus, antigen p24, atau analisis PCR untuk RNA atau
DNA virus. PCR DNA HIV adalah uji virologik yang dianjurkan karena sensitive
untuk mendiagnosis infeksi HIV selama masa neonatus.
Selama ini, mekanisme penularan HIV dari ibu kepada janinnya masih belum
diketahui pasti. Angka penularan bervariasi dari sekitar 25% pada populasi yang
tidak menyusui dan tidak diobati di negara-negara industri sampai sekitar 40% pada
populasi serupa di negara-negara yang sedang berkembang. Tanpa menyusui, sekitar
20% dari infeksi HIV pada bayi terjadi in utero dan 80% terjadi selama persalinan
dan pelahiran. Penularan pascapartus dapat terjadi melalui kolostrum dan ASI dan
diperkirakan menimbulkan tambahan risiko 15% penularan perinatal.
tindakan-tindakan lain yang dianjurkan untuk mengurangi risiko penularan HIV
ibu kepada anak antara lain:
1.  seksio sesaria sebelum tanda-tanda partus dan pecahnya ketuban (mengurangi
angka penularan sebesar 50%);
2. pemberian zidovudin intravena selama persalinan dan pelahiran;
3. pemberian sirup zidovudin kepada bayi setelah lahir;
4. tidak memberi ASI
J. KOMPLIKASI
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitisHuman Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,
dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai
oleh bercak-bercak putih seperti krimdalam rongga mulut. Jika tidak diobati,
kandidiasis oral akan berlanjut mengeni esophagusdan lambung. Tanda dan gejala
yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit danrasa sakit di balik
sternum (nyeri retrosternal).
2. Neurologik
a. ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC;
AIDS dementiacomplex). Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat,
sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan
psikomotorik, apatis dan ataksia. stadiumlanjut mencakup gangguan kognitif
global, kelambatan dalam respon verbal, gangguanefektif seperti pandangan
yang kosong, hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi,tremor,
inkontinensia, dan kematian.
b. Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala,
malaise, kakukuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-
kejang. diagnosis ditegakkandengan analisis cairan serebospinal.
3. Gastrointestinal
Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui
untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10%
dari BB awal, diareyang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang
kronis, dan demam yangkambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang
dapat menjelaskan gejala ini.
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcomaKaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,
malabsorbsi, dan dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengananoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam
atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibatinfeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-
gatal dan diare.
4. Respirasi
Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea),
batuk-batuk,nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi
infeksi oportunis, sepertiyang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare
(MAI), cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
5. Dermatologi
kLesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis,reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa
terbakar, infeksisekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan
herpes simpleks akan disertaidengan pembentukan vesikel yang nyeri dan
merusak integritas kulit. moluskumkontangiosum merupakan infeksi virus yang
ditandai oleh pembentukan plak yang disertaideformitas. dermatitis sosoreika
akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yangmengenai kulit kepala
serta wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitismenyeluruh
yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas atau dengan
dermatitisatopik seperti ekzema dan psoriasis.
6. Sensorik
a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis
sitomegalovirus berefek kebutaan
b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efeknyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis,
sitomegalovirus dan reaksi-reaksiobat
K. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan
obat-obat.
b. Penampilan umum : pucat, kelaparan.
c. Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat
malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit
tidur.
d. Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup,
ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.
e. Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl,
hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang
memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.
f. HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser
pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis.
g. Neurologis : gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan,
kaku kuduk, kejang, paraplegia.
h. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
i. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
j. Pernapasan : dyspnea,  takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu
pernapasan, batuk
k.  produktif atau non produktif.
l. GI : intake  makan  dan minum menurun,  mual, muntah, BB menurun, diare,
inkontinensia,perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
m. lesi atau eksudat pada genital,
n. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.
2. Diagnosa  keperawatan
a. Resiko     tinggi infeksi berhubungan dengan    imunosupresi, malnutrisi dan
pola hidup yang beresiko.
b. Resiko    tinggi infeksi (kontak pasien)   berhubungan    dengan   infeksi HIV,
adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
c. Intolerans     aktivitas   berhubungan    dengan     kelemahan,  pertukaran
oksigen, malnutrisi, kelelahan.
d. Perubahan    nutrisi   kurang dari   kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya
absorbsi zat gizi.
e. Diare berhubungan dengan infeksi GI
f. Tidak  efektif   koping  keluarga  berhubungan  dengan  cemas  tentang  keada
an  yang orang dicintai.
3. Intervensi  keperawatan.
a. Diagnosa keperawatan 1
Resiko    tinggi   infeksi   berhubungan    dengan    imunosupresi,     malnutrisi
dan pola hidup yang beresiko.
Intervensi Keperawatan    :
1) Monitor tanda-tanda infeksi baru.
2) gunakan   teknik   aseptik   pada    setiap   tindakan   invasif. Cuci  tangan
sebelum meberikan tindakan.
3) Anjurkan pasien metoda mencegah terpapar terhadap lingkungan yang
patogen.
4) Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order.
5) Atur pemberian antiinfeksi sesuai order
Rasional
1) Untuk pengobatan dini
2) Mencegah pasien terpapar oleh kuman patogen yang diperoleh di rumah
sakit.
3) Mencegah bertambahnya infeksi
4) Meyakinkan diagnosis akurat dan pengobatan
5) Mempertahankan kadar darah yang terapeutik Pasien akan  bebas
infeksi  oportunistik
Kriteria hasil :
komplikasinya    dengan   kriteria tak ada tanda-tanda   infeksi baru, lab
tidak ada infeksi oportunis, tanda vital dalam batas normal, tidak ada luka
atau eksudat.
b. Diagnosa 2
Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV,
adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
Intervensi Keperawatan:
1) Anjurkan    pasien     atau orang penting lainnya metode mencegah
transmisi HIV dan kuman patogen lainnya.
2) Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bial merawat pasien.
Rasional :
1) Pasien dan keluarga mau dan memerlukan informasikan ini
2) Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang lain
Kriteria Hasil :
Infeksi   HIV tidak ditransmisikan, tim kesehatan memperhatikan universal
precautions dengan   kriteriaa   kontak      pasien dan  tim kesehatan tidak
terpapar HIV, tidak terinfeksi patogen lain seperti TBC.
c. Diagnosa 3
Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
Intervensi Keperawatan :
1) Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas
2) Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu
3) Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.
Rasional :
1) Respon bervariasi dari hari ke hari
2) Mengurangi kebutuhan energi
3) Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan metabolik
Kriteri Hasil :
Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas dyspnea dan
takikar di selama aktivitas.
d. Diagnosa 4
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi
zat gizi.
Intervensi Keperawatan :
1) Monitor kemampuan mengunyah dan menelan.
2) Monitor BB, intake dan ouput
3) Atur antiemetik sesuai order
4) Rencanakan diet dengan pasien dan orang penting lainnya.

Rasional :
1) Intake menurun dihubungkan dengan nyeri tenggorokan dan mulut
2) Menentukan data dasar
3) Mengurangi muntah
4) Meyakinkan bahwa makanan sesuai dengan keinginan pasien
Krtiteria Hasil :
Pasien mempunyai intake kalori dan protein yang adekuat untuk memenuhi
kebutuhan metaboliknya dengan kriteria mual dan muntah dikontrol, pasien
makan TKTP, serum albumin dan protein dalam batas n ormal, BB mendekati
seperti sebelum sakit.
e. Diagnosa 5
Diare berhubungan dengan infeksi GI
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji konsistensi dan frekuensi feses dan adanya darah.
2) Auskultasi bunyi usus
3) Atur agen antimotilitas dan psilium (Metamucil) sesuai order
4) Berikan ointment A dan D, vaselin atau zinc oside
Rasional :
1) Mendeteksi adanya darah dalam feses
2) Hipermotiliti mumnya dengan diare
3) Mengurangi motilitas usus, yang pelan, emperburuk perforasi pada
intestinal 4 menghilangkan distensi
Kriteriaa hasil :
Pasien   merasa   nyaman dan mengnontrol diare, komplikasi minimal dengan
kriteria perut lunak, tidak tegang, feses lunak dan warna normal, kram perut
hilang,
f. Diagnosa 6
Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan
yang orang dicintai.
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya
2) Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal
3) Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.
Rasional :
1) Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan
keluarga.
2) Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara secara bebas
3) Menghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui kontak sederhana.
Kriteria Hasil :
Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem dan adaptasi
terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan kriteria pasien dan keluarga
berinteraksi dengan cara yang konstruktif.

4. Implementasi
DX.1 :
1) Memonitor tanda-tanda infeksi baru.
2) Menggunakan   teknik   aseptik   pada    setiap   tindakan   invasif.
Cuci  tangan sebelum memberikan tindakan.
3) Menganjurkan pasien metoda mencegah terpapar terhadap lingkungan yang
patogen.
4) Mengumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order.
5) Mengatur pemberian antiinfeksi sesuai order.

DX.2 :

1) Menganjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah transmisi


HIV dan kuman patogen lainnya.
2) Menggunakan darah dan cairan tubuh precaution bial merawat pasien.

DX.3 :

1) Memonitor respon fisiologis terhadap aktivitas


2) Memberikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu
3) Menjadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.

DX.4 :

1) Memonitor kemampuan mengunyah dan menelan.


2) Memonitor BB, intake dan ouput
3) Mengatur antiemetik sesuai order
4) Merencanakan diet dengan pasien dan orang penting lainnya.

DX.5 :

1) Mengkaji konsistensi dan frekuensi feses dan adanya darah.


2) Mengauskultasi bunyi usus
3) Mengatur agen antimotilitas dan psilium (Metamucil) sesuai order
4) Memberikan ointment A dan D, vaselin atau zinc oside

DX.6 :

1) Mengkaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya


2) Membiarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal
3) Mengajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.
5. Evalusi
Setelah di berikan asuhan keperawatan kepada klien, kebutuhan klien sedikit
demi sedikit terpenuhi.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala
penyakit akibatmenurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan
oleh infeksi HumanImmunodeficiency virus (HIV).
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas
seluler yangdisebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan
dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih
selama perjalanan penyakit. Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV
perinatal secara klinis danimunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang
secara klinis tidak tampak sering mendahului gejala-gejala terkait HIV, meskipun
penilaian imunologik bayi beresikodipersulit oleh beberapa factor unik. Pertama,
parameter spesifik usia untuk hitung limfositCD4 dan resiko CD4/CD8
memperlihatkan jumlah CD4 absolut yang lebih tinggi dan kisaranyang lebih
lebar pada awal masa bayi, diikuti penurunan terhadap pada beberapa
tahun pertamaGejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bayi
jarang diagnostic.Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For Diseasen
Control sebagai bagiandefinisi mencakup demam, kegagalan berkembang,
hepatomegali dan splenomegali,limfadenopati generalisata (didefinisikan sebagai
nodul yang >0,5 cm terdapat pada 2 atau lebih area tidak bilateral selama >2 bulan),
parotitis, dan diare.

B. SARAN
Pemberian materi yang lebih mendalam dapat meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan mahasiswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan disamping
pengarahan dan bimbingan yang senantiasa diberikan sehingga keberhasilan dalam
tugas dapat dicapai
Kami menyadari makalah ini masih banyak kesalahan dan belum sempurna
sehingga kritik dan saran yang sifat nya membangun sangat kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/16347926/9-ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_IBU
HAMIL_DENGAN_HIV-jurnal
https://www.academia.edu/34884395/ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_ANAK_
DENGAN_HIV_AIDS
http://www.ners.unair.ac.id/materikuliah/BUKU-AIDS-2007.pdf

Anda mungkin juga menyukai