Dosen Pengampu :
Dr. Drs. Haryanto, M.Pd.,M.T.
Disusun Oleh:
Duden Saepuzaman
NIM. 19701261008
Dalam dunia real, berbagai fenomena tidak dapat diukur secara langsung. Fenomena ini
dapat diukur, melalui serangkaian indikator yang tampak, baru kemudian diestimasi gejala ni
menjadi suatu ukuran. Contohnya adalah fenomena intelegensi, kompetensi, kesetiaan,
kemahiran, dan lainlain. Untuk mengestimasi suatu kemampuan yang tidak tampak, seperti
intelegensi, kesetiaan, kemahiran, dan lain-lain, diperlukan suatu indikator dari suatu perilaku
atau suatu kompetensi peserta tes yang dapat diukur (observable). Indikator-indikator ini
kemudian disusun menjadi suatu instrument yang kemudian digunakan untuk mengumpulkan
respons peserta tes. Dengan menggunakan respons inilah, kemampuan laten dapat diestimasikan.
Dalam penilaian yang dilaksanakan dalam pendidikan, siswa menjawab butir soal suatu tes
yang berbentuk pilihan ganda dengan benar, biasanya diberi skor 1 dan yang menjawab salah
diberi skor 0. Pada penyekoran dengan pendekatan teori tes klasik, kemampuan siswa dinyatakan
dengan skor total yang diperolehnya. Prosedur ini kurang memperhatikan interaksi antara setiap
peserta tes dengan butir. Alternatif model penyekoran yang dapat digunakan adalah dengan
menggunakan teori respons butir.
Pendekatan teori respons butir merupakan pendekatan alternatif yang dapat digunakan
dalam menganalisis suatu tes. Ada dua prinsip yang digunakan pada pendekatan ini, yakni
prinsip relativitas dan prinsip probabilitas (Keeves dan Alagumalai, 1999, p.24).
Berdasarkan prinsip ini, dapat disusun model logistik dengan menghubungkan antara
probabilitas seseorang untuk menjawab benar dengan skala kemampuan (θ), tingkat kesulitan (b
), daya pembeda butir (a), dan tebakan semu (pseudo guessing, c). Jika probabilitas dinyatakan
dengan P ,kemampuan dengan θ dan tingkat kesulita dengan b, maka hubungan keempat besaran
tersebut dinyatakan dengan persamaan (Hambleton, Swaminathan, dan Rogers, 1991, p.12).
Persamaan tersebut, yang merupakan model yang memuat 3 parameter butir yang kemudian
disebut dengan model 3PL secara matematis dapat dinyatakan dalam persamaan (1)
(Hambleton, Swaminathan, dan Rogers, 1991, p.17; Hambleton dan Swaminathan, 1985, p.49;
Van der Linden dan Hambleton, 1997, p.13)
e a (θ−b )
i i
Model yang hanya memuat 2 parameter butir yaitu b dan a sering disebut dengan model
2PL, dan yang memuat 1 parameter butir yaitu b saja sering disebut dengan model 1PL. Model-
model ini, yang menyatakan hubungan antara peluang terjadinya suatu fenomena dan
kemampuan laten yang paling sering dipakai dalam psikometri, kesehatan, maupun pendidikan.
Dengan model-model ini, kemampuan laten milik seseorang dapat diestimasi. Ada dua metode
estimasi kemampuan laten yang dapat digunakan, yakni metode maksimum likelihood dan
Bayes.
Dalam tugas ini akan difokuskan pada penentuan estimasi kemampuan (laten) siswa
berdasarkan hasil UN IPA 2016 untuk wilayah Yogyakarta. Penentuan estimasi yang digunakan
adalah metode maksimum likelihood (ML) . Sedangkan model yang digunakan adalah model
3PL berdasarkan banyaknya kecocokan untuk tiap item yang sudah dijelaskan pada tugas
sebelumnya.
n
xj 1− x j
L (U |θ )=∏ [ P j ( U ) ] [ 1−P j ( U ) ] (2)
j =1
L ( U|θ )
❑
(3)
∑ ( U|θ )
i
Nilai ini dihitung untuk setiap kemampuan dari setiap respon siswa pada setiap item.
Penentuan atau estimasi kemampuan dilihat dengan mencari nilai maksimum dari persamaan (3).
Metode inilah yang dimaksud estimasi maksimum likelihood.
Dari data ini, kita dapat menentukan nilai Likelihood untuk setiap respon peserta tes. Nilai
likelihood ini kemudian dicek nilai maksimumnya, dan dengan mencocokan nilai tetha
(kemampuan), maka akan diperoleh estimasi kemampuan siswa berdasarkan respon siswa. Untuk
memfasilitasi semua kalangan, kecenderungan dan kebiasaan kemampuan dinyatakan dalam
skala 1-100, kmampuan ini juga bisa dikonversi dalam skala 1-100. Secara umum tampilan excel
yang diperoleh seperti yang disajikan dalam gambar 2.
Gambar 2. Penentuan Maksimum Likelihood
Berikut akan dipaparkan beberapa kasus estimasi kemampuan siswa berdasarkan respon.
Sampel yang diambil setidaknya mewakili tiga kategori kemampuan anak meliputi kemampuan
rendah, sedang, dan tinggi. Kategori ini didasarkan pada banyaknya respon siswa yang benar
dengan kesepakatan kemampuan rendah 0 sampai 3, kemampuan sedang 4 sampai 7, dan
kemampuan tinggi 7 sampai 10. Untuk setiap kategori akan diwakili dengan tiga tipe yaitu
normal, moderate dan tidak normal. Sehingga setidaknya ada sembilan jenis atau tipe respon
yang akan diestimasi kemampuannya. Pembagian tipe ini didasarkan pada tingkat kesulitan soal
yang dijawab siswa. Setelah diurutkan mulai dari item paling mudah ke item paling susah
diperoleh urutan urutan item nomor 1, 9,4,2,10,6,8,5,7 dan 3. Artinya item yang paling susah
adalah no 3.
Berdasarkan respon siswa, kategori rendah- normal ini, salah satu nya diwakili oleh pola
respon ke -98 dengan komposisi 1100000000 yang dimiliki oleh dua siswa, misalnya saja salah
satunya Angga. Setelah diinputkan pola respon ini pada tabel dan perumusan likelihood yang ada
di Excell diperoleh Likelihood dan grafik seperti gambar 4.
Nampak berdasarkan ouput ini, kemampuan Angga berada pada theta -1,20 (skala -4
sampai +4). Jika dikonversi kedalam skala 1 sampai 100 kemampuan Angga berada pada angka
35,00. Alasana Angga masuk ke kateori rendah-Normal, karena Angga hanya mampu menjawab
benar pada nomor 1 dan nomor 9, dimana nomor-nomor ini merupakan item dengan tingkat
kesulitan rendah yaitu b= -1,50 untuk nomor 1 dan -0,781 untuk nomor 9. Angga masuk kategori
rendah karena hanya benar 2 dari 10 item, sedangkan dikatakan normal karena Angga mampu
mampu menjawab benar soal yang mudah tetapi tidak mampu menjawab soal yang tingkat
kesulitannya sedang bahkan yang tinggi.
Berdasarkan respon siswa, kategori rendah moderat ini, salah satu nya diwakili oleh pola
respon dengan komposisi 0001010000 misalnya saja salah satu yang memiliki pola seperti ini
sebut saja Budi. Setelah diinputkan pola respon ini pada tabel dan perumusan likelihood yang
ada di Excell diperoleh Likelihood dan grafik seperti gambar 5.
Nampak berdasarkan ouput ini, kemampuan Budi berada pada theta -4,00 (skala -4 sampai
+4). Jika dikonversi kedalam skala 1 sampai 100 kemampuan Angga berada pada angka 0,00.
Artinya kemampuan dipandang sudah maksimal. Padahal jika dilihat, Budi tidak mampu
mengerjakan soal yang tingkat kesulitannya lebih kecil atau lebih mudah. Tetapi mampu
menjawab dengan benar item dengan tingkat kesulitan sedang. Hal ini bisa disebabkan beberap
faktor, salah satunya faktor guessing/tebakan dan daya pembeda item.
Melaui output ini nampak baik melalui analisis klasik maupun analisis teori respon butir,
untuk kasus sedang normal menujukkan estimasi kemampuan yang sama. Untuk tinjauan analisis
klasik untuk empat jawaban benar berada dalam rentang kemampuan 40 sedangkan menurut
analisi teori respon butir di rentang kemampuan 43,75. Perbedaan ini nampak tidak begitu besar,
dan dipandang sesuatu yang normal. Karena siswa yang pola ini mampu menjawab sebagian soal
yang tingkat kesulitannya mudah sampai menengah.
Untuk kategori sedang-moderat ini berarti siswa mampu menjawab sebagian dari
keseluruhan soal yang ada dan mampu menjawab soal yang tingkat kesulitannya sedang tetapi
tidak mampu menjawab benar soal yang mudah dan yang sulit . Salah satu pola respon yang
dtemukan yaitu 0001101100. Adapun hasil pengolahan melalui excel diperoleh likelihood dan
estimasi kemampuan seperti disajikan dalam gambar 8.
Gambar 8. Estimasi kemampuan siswa kategori sedang- moderat
Untuk kategori sedang-tidak normal ini berarti siswa mampu menjawab sebagian dari
keseluruhan soal yang ada tetapi yang dijawab benar adalah soal-soal yang tingkat kesulitannya
tinggi, sedangkan soal-soal dengan tingkat kesulitan rendah atau mudah di jawab salah . Salah
satu pola respon yang dtemukan yaitu 0000001111. Adapun hasil pengolahan melalui excel
diperoleh likelihood dan estimasi kemampuan seperti disajikan dalam gambar 9.
Gambar 9. Estimasi kemampuan siswa kategori sedang- tidak normal
Berdasarkan output ini, nampak ada perbedaan yang mencolok antara analisis
menggunakan teori tes klasik dengan analisis menggunakan teori respon butir. Untuk kasus ini,
jika ditnjau menggunakan teori tes klasik nampak kemampuan siswa yang pola respon seperti ini
memiliki kemampuan 40 untuk skala 1-100. Sedangkan menurut analisis teori respon butir
kemampuan siswa sebesar -1,80 untuk skala -4 sampai +4 atau kemampuan 27,50 untuk skala
kemapuan 0-100. Tentu saja, ini mengindikasikan bahwa analisis melalui respon butir lebih baik,
karena tinjauan kemampuan tidaj hanya didasarkan pada jumalha jawaban yang benar, tetapi
mempertimbangkan juga karakteristik item, seperti tingkat kesulitan, daya pembeda dan faktor
tebakan.
Untuk kategori tinggi normal ini berarti siswa mampu menjawab hamper keseluruhan soal
yang ada dan mampu menjawab soal yang tingkat kesulitannya menengah ke bawah atau dari
yang mudah sampai yang sedang bahkan sebagian yang sulit . Salah satu pola respon yang
dtemukan yaitu 1111111000. Adapun hasil pengolahan melalui excel diperoleh likelihood dan
estimasi kemampuan seperti disajikan dalam gambar 10.
Untuk kategori tinggi-moderat ini berarti siswa mampu menjawab hamper semua dari
keseluruhan soal yang ada dan mampu menjawab soal yang tingkat kesulitannya sedang tetapi
tidak mampu menjawab benar soal yang mudah dan yang sulit . Salah satu pola respon yang
dtemukan yaitu 0111111010. Adapun hasil pengolahan melalui excel diperoleh likelihood dan
estimasi kemampuan seperti disajikan dalam gambar 11.
Untuk kategori tinggi -tidak normal ini berarti siswa mampu menjawab hampir dari
keseluruhan soal yang ada tetapi yang dijawab benar adalah soal-soal yang tingkat kesulitannya
menengah dan tinggi, sedangkan soal-soal dengan tingkat kesulitan rendah atau mudah di jawab
salah . Salah satu pola respon yang dtemukan yaitu 0011111101. Adapun hasil pengolahan
melalui excel diperoleh likelihood dan estimasi kemampuan seperti disajikan dalam gambar 12.
Berdasarkan output ini, nampak ada perbedaan yang mencolok antara analisis
menggunakan teori tes klasik dengan analisis menggunakan teori respon butir. Untuk kasus ini,
jika ditnjau menggunakan teori tes klasik nampak kemampuan siswa yang pola respon seperti ini
memiliki kemampuan 70 untuk skala 1-100. Sedangkan menurut analisis teori respon butir
kemampuan siswa sebesar 0,10 untuk skala -4 sampai +4 atau kemampuan 51,25 untuk skala
kemapuan 0-100. Tentu saja, ini mengindikasikan bahwa analisis melalui respon butir lebih baik
dalam mengestimasi kemampuan siswa, karena tinjauan kemampuan tidak hanya didasarkan
pada jumalha jawaban yang benar, tetapi mempertimbangkan juga karakteristik item, seperti
tingkat kesulitan, daya pembeda dan faktor tebakan.