Anda di halaman 1dari 6

NAMA: MELI ANTIKA

NIM: 07041181823007

KELAS: A HI 2018 INDRALAYA

MATA KULIAH: TEORI HI

DOSEN PENGAMPUH: FERDIANSYAH R,S.IP.,MA

A. PENGERTIAN KONSTRUKTIVISME

Konstruktivisme adalah paham tentang hakikat dunia sosial yang menyatakan bahwa individu
dan kelompok secara aktif menciptakan linkungan tempat mereka berinteraksi-dari level
mikro hingga makro,walaupun mereka tidak mampu mengatur seluruh kejadian dan factor
eksternal seperti yang diinginkan1.

B. ASUMSI DASAR KONSTRUKTIVISME

1. konstruktivisme memilih untuk menggambarkan tugas yang dimilikinya sebagai


‘understanding’. Konstruktivisme cenderung untuk memahami mengapa sebuah fenomena
sosial itu terjadi.

2. perspektif konstruktivisme mencoba untuk menjembatani perbedaan antara structure-


centred dan agency-centred theories serta berpendapat bahwa structure dan agency memiliki
keterkaitan.

3.Perspektif konstruktivisme menekankan peran norma dalam perilaku masyarakat.2

4.konstruktivisme meyakini signifikansi struktur ideasonal


3
dalam sistem internasional.

C. INTERSUBJEKTIVITAS: AGEN DAN STRUKTUR

konstruktivis mengakui eksistensi dan peran


konstitutif agen dan struktur baik material maupun ideasonal. Elemen‐elemen ini
berkelindan membentuk dan ‘menghidupkan’ struktur internasional. Gagasan khas
konstruktivis ini berporos pada konsep ‘praktek (practice)/interaksi’. Struktur
sosial/internasional tidak lain adalah proses sekaligus hasil praktek sosial yang di
dalamnya tidak hanya mempertemukan fisik antaragen, tetapi juga
1
Vinsensio Dugis,2016.Teori Hubungan Internasional.Cakra Global Strategis(CGS):Jawa Timur-Indonesia.
2
Helmi Akbar.2014. Perspektif Kontruktivisme dalam Teori Hubungan Internasional.online. http://helmi-akbar-
fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-106171-(SOH201)%20Teori%20Hubungan%20Internasional-Perspektif
%20Konstruktivisme%20dalam%20Teori%20Hubungan%20Internasional.html. Diakses pada tanggal 20
September 2019.
3
Cecep Zakarias El Bilad.2012.Konstruktivisme Hubungan Internasional: Meretas Jalan Damai Perdebatan
Antar Paradigma. Online. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jshi/.article/download/1121/1213. Diakses
pada tanggal 20 September 2019.
mempertemukan, mempertukarkan, mempersamakan dan mendifusikan
subjektivitas‐subjektivitasnya (intersubjective processes/discursive practices).21
Posisi praktek sangat sentral di sini. Hanya dengan praktek‐lah struktur
terbentuk dan eksis.22 Sekumpulan orang atau negara saja tanpa ada ineraksi baik
melalui gerak, kata‐kata atau simbol‐simbol komunikasi lainnya, tidak akan
membentuk apa‐apa kecuali sekumpulan manusia saja. Tetapi ketika komunikasi
interaktif di antara orang‐orang itu dimulai, barulah terbentuk pola atau struktur
hubungan sosial. Di sinilah terlihat misi bahwa konstruktivisme mengangkat derajat
subjek dari hegemoni struktur. Tanpa subjek‐subjek yang berinteraksi struktur tidak
akan pernah ada. Maka sejatinya subjeklah yang berkuasa atas struktur, bukan
sebaliknya. Subjeklah yang menentukan bagaimana bentuk, warna dan nuansa
struktur tersebut. Subjek juga memiliki kemampuan untuk mentransformasikan
struktur yang telah terbentuk ke dalam bentuk, warna atau nuansa lain yang lebih
menguntungkan bagi subjek melalui proses intersubjektif.
Namun kemudian, setelah tercipta struktur berbalik mempengaruhi subjek‐
subjek penciptanya. Struktur menjelma menjadi semacam aturan main (norms)
bagi subjek‐subjek itu dalam melangsungkan interaksinya. Atau dengan kata lain,
proses interaksi menanamkan pengetahuan (knowledge) atau kesadaran dalam
benak masing‐masing subjek tentang diri sendiri (Self), orang lain (Others),
kebutuhan, kepentingan, identitas dan posisi sosialnya. Pengetahuan tersebut
kemudian menjadi landasan dan panduan normatif bagi masing‐masing untuk
menjalankan aktivitas sosialnya. Demikianlah hubungan saling mempengaruhi
agen‐struktur berlangsung: dalam sebuah lingkaran interaksi, subjek menciptakan
dan mempengaruhi struktur, dan struktur mempengaruhi subjek. Seperti
diungkapkan Nicholas G. Onuf bahwa, “People make rules, rules make society,
society's rules make people conduct themselves in specified ways.”23
Saat interaksi berlangsung terjadi pertemuan dan pertukaran Ide
antarindividu yang terlibat sehingga terbentuk pemahaman bersama (shared
understanding) tentang Self, Others, dan struktur. Namun kemudian muncul
persoalan‐persoalan seperti: mengapa satu Ide/subjektivitas bisa menjadi norma
sementara yang lain tidak? Ketika yang tercipta adalah struktur sosial yang
hierarkis, mengapa dan bagaimana satu subjek bisa menduduki posisi dominan atas
lainnya? Bagaimana struktur yang hierarkis tersebut bisa tercipta? Secara praktis
pertanyaan‐pertanyaan tersebut bisa menjadi, misalnya: mengapa subjektivitas
Amerika Serikat tentang ‘war against terrorism’ dalam waktu singkat menjadi
norma global sehingga membuat negara‐negara Muslim seperti Indonesia bergegas
mengklaim diri sebagai negara Muslim moderat agar tidak digolongkan bersama mereka
yang dianggap radikal/teroris? Mengapa dan bagaimana konsep politik
demokrasi, bukan teokrasi atau yang lainnya, bisa dianggap sebagai yang terbaik
secara global sehingga hampir setiap negara kini berlomba‐lomba ingin disebut
demokratis? Mengapa dan bagaimana gagasan yang membagi negara‐negara ke
dalam dunia pertama, kedua dan ketiga, bisa mendunia dan pola interaksi
antaranegara berlangsung nampak menyesuaikan dengan doktrin tersebut?
Dalam persoalan‐persoalan inilah pengakuan konstruktivis akan signifikansi
sumber‐sumber material seperti power militer, ekonomi, teknologi, ilmu
pengetahuan dan kepentingan nasional menemukan momentumnya. Kendati
sumber‐sumber material ini dan struktur persebarannya hanya bisa bermakna
dalam struktur ideasonal, seperti telah disinggung, struktur ideasonal sendiri hanya
bisa bekerja dengan baik jika ditopang oleh sumber‐sumber material.24 Agen yang
unggul dalam kepemilikan power akan memiliki privilege untuk bisa mendikte atau
memaksakan subjektivitasnya terhadap agen‐agen lain.25 Subjektivitas agen
superior inilah yang berpeluang besar untuk bisa diakui sebagai norma
internasional (struktur ideasonal), seperti war against terrorism, demokrasi dan
doktrin tentang tiga dunia di atas. Subjektivitas‐subjektivitas ini berhasil menjadi
norma global karena diciptakan dan disebarkan oleh negara‐negara superior di
Eropa dan Amerika Utara. Akan lain ceritanya jika itu semua berasal dari aktor‐
aktor inferior di belahan bumi lain.

Konstruktivisme meletakkan agen pada posisi sejajar dengan struktur—bahkan pada


konteks bahwa agen adalah ‘pencipta’ struktur, posisi agen lebih tinggi dari pada
struktur—konstruktivis ingin membuka kemungkinan‐kemungkinan transformasi
struktur oleh agen.26 Di sinilah barangkali letak visi pembebasan konstruktivis. Jika
dalam suatu struktur internasional terdapat kesenjangan atau ketidakadilan,
misalnya, dan perlu dilakukan transformasi struktural untuk menciptakan keadilan,
maka ini bisa dilakukan dengan menggali pemahaman terlebih dahulu terhadap
struktur tersebut oleh subjek‐subjek terkait untuk menemukan celah dan jalan
dimulainya transformasi yang dikehendaki.4

D. ATURAN,NORMA,DAN IDENTITAS

konstruktivis sosial menekankan peran norma dalam perilaku masyarakat. Sebagai contoh
dalam kebijakan luar negeri, bukan hanya masalah kepentingan nasional, tetapi juga
menyangkut tentang perilaku yang dapat diterima di masyarakat internasional. Beberapa
konstruktivis sosial juga menekankan gagasan-gagasan. Gagasan-gagasan tersebut sering
dikatakan sebagai keyakinan individual. Berbeda dengan norma-norma sosial yang lebih
memiliki kualitas sosial. Norma selalu ada di luar dari individu dan bersifat universal.
Kelima, konstruktivisme memandang bahwa lembaga dapat berupa formal maupun informal.
Lembaga formal didasarkan pada pengakuan prinsip, aturan dan norma secara tertulis atau
eksplisit, contohnya seperti sebuah universitas, sekolah, negara. Sementara lembaga informal
hanyalah pola stabil prakteknya. Dalam hal ini, peran tertentu dalam keluarga diperlakukan
sebagai lembaga sosial. Hal ini lah yang membuat masyarakat sulit untuk membedakan
antara norma-norma dan institusi (Steans et al, 2005:187).

4
Cecep Zakarias El Bilad.2012.Konstruktivisme Hubungan Internasional: Meretas Jalan Damai Perdebatan
Antar Paradigma. Online. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jshi/.article/download/1121/1213. Diakses
pada tanggal 21 September 2019.
Identitas merupakan konsep krusial bagi para konstruktivis. Identitas tidak hanya digunakan
dalam menjelaskan kepentingan nasional tetapi juga identitas bersifat penting dalam
pembuatan kebijakan keputusan. Karena identitas dianggap begitu penting bagi kaum
konstruktivis, maka kaum konstruktivis tertarik pula pada struktur dari identitas dan
bagaimana identitas dapat berubah. Dan tema keempat yang menjadi tema terakhir berbicara
mengenai perdamaian dan keamanan. Sama halnya dengan argumen mengenai anarki, dalam
perspektif ini keamanan adalah apa yang dibuat oleh aktor. Keamanan sebenarnya hanyalah
sebuah wacana yang dibuat. Konteks keamanan sendiri tergantung pada apa yang ada dalam
masyarakat terntentu tergantung pula konteks sejarah yang 5

E. ALEXANDER WENDT: Anarchy is what state makes of it.

Perspektif konstruktivisme sosial terdiri dari beberapa varian yang diklasifikasikan dengan
rentangan mild sampai dengan strong constructivism. Pemikiran konstruktivisme digagas
oleh seorang tokoh bernama Alexander Wendt melalui bukunya yang berjudul Anarchy is
What States Make of It: The Social Construction of Power Politics yang terbit pada 1992.
Pemikiran konstruktif Alexander Wendt semakin dikenal masyarakat sejak bukunya
diterbitkan. Maka dari itu, Alexander Wendt dianggap sebagai pelopor dari pemikiran
konstruktivisme. Pemikiran konstruktivisme yang digagas oleh Alexander Wendt
diklasifikasikan dalam tingkatan mild. Kendati demikian, gagasan Wendt adalah cikal bakal
lahirnya pemikiran-pemikiran konstruktivis baru, baik yang bersifat mild maupun bersifat
strong. Walau pun konstruktivisme sosial dibagi ke dalam beberapa varian, hal yang
ditekankan oleh setiap variannya tetaplah sama, yakni analisis empiris yang
mempertimbangkan unsur ontologis dan epistemologis. Bagi kaum konstruktivis, tidak ada
suatu kebenaran yang tunggal karena pada dasarnya kebenaran merupakan hal yang bersifat
relatif. Kebenaran dalam pandangan setiap orang bergantung pada norma-norma yang selama
ini dilakukan, dan hal tersebut juga berlaku dalam menilai kebenaran dalam pandangans
suatu negara. Dengan sifatnya yang sedemikian rupa, konstruktivisme sosial membuka
pilihan-pilihan baru dalam mempelajari Hubungan Internasional, dan pilihan tersebut
mencakup sesuatu yang lebih luas dari negara dan juga politik internasional (Wardhani,
2017).

Terdapat beberapa karkteristik yang menjadi ciri khas dan pembeda perspektif
konstruktivisme sosial dengan teori-teori HI lainnya. Pertama, identitas merupakan dasar
pembentukan kepentingan negara (Wendt, 1995). Kedua, ide dan norma bersama merupakan
dua hal yang membentuk identitas. Ketiga, identitas berperan dalam pembentukan tindakan
politik dan kebijakan luar negeri, dan keempat, hubungan antara agen dan struktur yang
saling membentuk satu sama lain. Tidak terlepas dari empat karakteristik tersebut, Wendt
(1992) selalu menegaskan bahwa identitas, norma, dan ide memiliki peran yang signifikan
dalam pembentukan politik dunia. Selain tiga hal tersebut, Wendt juga menyebutkan bahwa
budaya memiliki kekuatan untuk mempengaruhi struktur yang ada, karena budaya secara
langsung akan mempengaruhi perilaku suatu negara. Selanjutnya, Wendt menekankan bahwa
identitas dan kepentingan negara tidak dibentuk secara sederhana oleh struktur yang ada,
melainkan dibentuk dari interaksi antara institusi, norma, dan kultur yang ada. Salah satu
contoh konkret yang memperkuat asumsi-asumsi kaum konstruktivis adalah perubahan yang

5
Rizka Meilinda.2014.Konstruktivisme dalam Hubungan Internasional. Online. http://rizka-meilinda-
fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-105612-Teori%20Hubungan%20Internasional-Konstruktivisme%20dalam
%20Hubungan%20Internasional.html. Diakses pada tanggal 21 September 2019.
terjadi pada Myanmar. Semenjak Myanmar tergabung dengan ASEAN, Myanmar yang
sebelumnya sangat mengisolasi diri berubah menjadi negara demokratis yang menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan, sehingga dapat dibuktikan bahwa interaksi sosial dapat
menentukan perilaku dari agen yang terlibat di dalamnya.

Berdasarkan penjabaran diatas, penulis menyimpulkan bahwa perspektif konstruktivisme


sosial memiliki peranan penting dalam studi Hubungan Internasional. Perspektif
konstruktivisme tidak hanya berfokus pada suatu level analisis, melainkan mengkaji alasan
tindakan dari suatu negara secara mendalam, sehingga penjelasan mengenai peristwa
internasional yang diberikan bersifat lebih komprehensif. Kemampuan  perspektif
konstruktivisme dalam menjelaskan asal-muasal sistem anarki dunia membuatnya dipandang
sebagai jembatan antara dua perspektif yang secara ekstrem berbeda, yakni neoliberalisme
dan neorealisme. Dengan gaya berpikir yang sangat kritis dan filosofis, perspektif
konstruktivisme mampu memberikan penjelasan mengenai berbagai fenomena, termasuk
yang tidak dapat dipecahan oleh teori HI lainnya. Sejalan dengan pandangan kaum
konstruktivis yang melihat bahwa agen dan struktur saling membentuk satu sama lain,
penulis berpendapat bahwa perspektif konstruktivisme dapa dijadikan sebagai motivasi bagi
masyarakat internasional untuk mengkonstruksi berbagai perubahan positif di dunia. Untuk
merealisasikan hal tersebut, masyarakat tentunya harus bekerja sama dan membangkitkan
cara berpikir kritis demi menghasilkan interaksi yang positif. Apabila interaksi tersebut dapat
berlangsung dengan baik secara berkesinambungan, penulis percaya bahwa segala perubahan
positif yang dikehendaki oleh masyarakat dapat diwujudkan. Dengan demikian, dunia yang
lebih baik pun akan senantiasa tercipta.6

AGENDA RISET
6
Ni Made Citra Kusuma Dewi.2017. konstruktivisme Sosial: Signifikansi Norma dan Ide dalam Hubungan
Internasional.onljne. http://ni-md-citra-fisip16.web.unair.ac.id/artikel_detail-174544-SOH
%20201%20%20Teori%20Hubungan%20Internasional-Konstruktivisme%20Sosial:%20Signifikansi%20Norma
%20dan%20Ide%20dalam%20Hubungan%20Internasional.html. Diakses tanggal 23 September 2019.
JUDUL PENELITIAN: “ PENGARUH IDENTITAS DALAM KEBIJAKAN LUAR
NEGERI RUSIA: Analisa Posesi Asertif Rusia dalam konflik Suriah dan Ukraina Timur
dibawah Vladimir.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dugis, Vinsensio.2016.Teori Hubungan Internasional.Cakra Global Strategis(CGS):Jawa


Timur-Indonesia.
2. Akbar,Helmi.2014. Perspektif Kontruktivisme dalam Teori Hubungan
Internasional.online. http://helmi-akbar-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-106171-
(SOH201)%20Teori%20Hubungan%20Internasional-Perspektif%20Konstruktivisme
%20dalam%20Teori%20Hubungan%20Internasional.html. Diakses pada tanggal 20
September 2019.

3. El Bilad,Cecep Zakarias .2012.Konstruktivisme Hubungan Internasional: Meretas Jalan


Damai Perdebatan Antar Paradigma. Online.
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jshi/.article/download/1121/1213. Diakses pada tanggal
20 September 2019.

4. Meilinda,Rizka.2014.Konstruktivisme dalam Hubungan Internasional. Online. http://rizka-


meilinda-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-105612-Teori%20Hubungan
%20Internasional-Konstruktivisme%20dalam%20Hubungan%20Internasional.html. Diakses
pada tanggal 21 September 2019.

5.Dewi, Ni Made Citra Kusuma.2017. konstruktivisme Sosial: Signifikansi Norma dan Ide
dalam Hubungan Internasional.onljne. http://ni-md-citra-
fisip16.web.unair.ac.id/artikel_detail-174544-SOH%20201%20%20Teori%20Hubungan
%20Internasional-Konstruktivisme%20Sosial:%20Signifikansi%20Norma%20dan%20Ide
%20dalam%20Hubungan%20Internasional.html. Diakses tanggal 23 September 2019.

Anda mungkin juga menyukai