Anda di halaman 1dari 11

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tikus Putih (Ratus novergicus)

Tikus merupakan hewan yang banyak dipilih sebagai hewan coba. Tikus

yang sering digunakan adalah tikus putih (Rattus sp.) karena telah diketahui sifat-

sifatnya dan mudah dipelihara (Malole dan Pramono, 1989). Selain itu,

penggunaan tikus sebagai hewan percobaan juga didasari atas pertimbangan

ekonomis dan kemampuan hidup tikus hanya 2-3 tahun dengan lama reproduksi

1 tahun (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Taksonomi tikus menurut Sugiyanto (1995), adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Rodensia

Famili : Muridae

Subfamili : Murinae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

Temperatur yang baik untuk tikus putih yaitu 19° C-23° C, sedangkan

kelembaban 40-70 % (Wolfenshon dan Lloyd, 2013). Tikus melakukan kegiatannya

pada malam hari dan akan istirahat pada saat siang hari (Pass dan Freeth, 1993).

Pakan tikus putih mudah didapat (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

5
6

Penggunaan tikus dalam penelitian reproduksi karena panjang waktu siklus

birahi yang pendek, yaitu 4-5 hari dan lama kebuntingannya hanya selama 21-23

hari (Malole dan Pramono, 1989). Berikut dalam tabel disajikan mengenai data

fisiologis secara lengkap dari tikus putih :

Tabel 2.1. Data Fisiologis Tikus Putih (Wolfenshon dan Lloyd, 2013).
Nilai Fisiologis Kadar
Berat tikus dewasa Jantan 450 – 520 g
Betina 250 - 300 g
Kebutuhan makan 5 - 10g/100g berat badan
Kebutuhan minum 10 ml/100 g berat badan
Jangka hidup 3 - 4 tahun
Temperatur rectal 360C - 400C
Detak Jantung 250 – 450 kali / menit
Tekanan Darah
Sistol 84 – 134 mmHg
Diastol 60 mmHg
Laju pernafasan 70 – 115 kali / menit
Serum protein (g/dl) 5.6 - 7.6
Albumin (g/dl) 3.8 - 4.8
Globulin (g/dl) 1.8 - 3
Glukosa (mg/dl) 50 - 135
Nitrogen urea darah (mg/dl) 15 - 21
Kreatinin (mg/dl) 0.2 - 0.8
Total bilirubin (mg/dl) 0.2 - 0.55
Kolesterol (mg/dl) 40 – 130
Terdapat tiga galur atau varietas tikus yang biasa digunakan sebagai

hewan percobaan yaitu galur Sprague-Dawley yang memiliki kepala kecil,

berwarna albino putih, dan ekornya lebih panjang dari badannya. Galur Wistar
7

yang memiliki kepala besar dan ekor yang lebih pendek. Galur Long Evans

yang lebih kecil dari tikus putih dan memiliki warna hitam pada kepala dan

tubuh bagian depan (Malole dan Pramono, 1989).

Tikus sudah dapat dibedakan menjadi jantan dan betina walaupun

umurnya masih muda. Tikus jantan memiliki papila genitalia dan jarak

anogenital yang lebih besar dari betina yaitu 5 mm pada umur 7 hari, sedangkan

betina hanya berjarak 2,5 mm. Puting susu pada betina sudah terlihat sejak umur

8-15 hari (Malole dan Pramono, 1989).

Gambar 2.1 . Perbedaan Anatomi Reproduksi Tikus Jantan dan Betina

(Malole dan Pramono, 1989).

2.2 Uterus

Uterus adalah bagian saluran alat kelamin yang berbentuk buluh dan

berurat daging licin (Kurnia, 2011). Uterus terletak di cavum pelvis diantara

vesica urinaria yang ada dibagian dorsal dan rectum di bagian ventral. Uterus

berfungsi menerima sel telur yang telah dibuahi atau embrio dari tuba falopii,

memberi makanan, dan perlindungan bagi fetus, serta mendorong fetus ke arah

luar saat kelahiran (Kurnia, 2011). Bentuk uterus tikus adalah dupleks dimana
8

korpus uteri tidak ada dan kedua kornuanya terpisah sama sekali

(Hardjopranjoto, 1995). Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan utama, yaitu

lapisan paling dalam yang disebut endometrium, miometrium merupakan lapisan

tengah dan perimetrium yang merupakan lapisan terluar (Burkitt et al., 1993;

Sitasiwi, 2009). Bentuk uterus tikus putih disajikan dalam Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Organ Reproduksi Betina Tikus Putih (Parrish, 1997)

Lapisan mukosa (endometrium) merupakan membran mukosa yang

menyelimuti uterus dan memiliki struktur kelenjar (Frandson, 1992).

Endometrium terdiri dari epitel yang mengandung serabut-serabut getar.

Lapisan endometrium merupakan lapisan yang responsif terhadap perubahan

hormon reproduksi, sehingga perubahan lapisan ini bervariasi sepanjang siklus

estrus dan dapat dijadikan indikator terjadinya fluktuasi hormon yang sedang terjadi

pada hewan tersebut (Dellman and Brown, 1992). Lapisan endometrium terdiri atas
9

sel-sel epitel kolumnar sederhana, stroma jaringan ikat dan kelenjar endometrium

(Albertino, 2015). Lapisan epitel dipertahankan oleh struktur propria-submukosa

yang tersusun dari banyak kelenjar uterus yang mengelilinginya dan didukung oleh

pembuluh darah serta komponen jaringan ikat. Propria-submukosa pada wilayah

jaringan ikat dan beberapa arteri berasal dari vaskularisasi daerah miometrium

(Samuelson, 2007).

Lapisan miometrium adalah bagian muskular dari dinding uterus.

Miometrium berfungsi untuk kontraksi dan relaksasi uterus dengan melebar dan

kembali ke bentuk semula. Miometrium terdiri atas lapisan otot polos yang tebal,

pada bagian luar tertutup oleh lapisan otot polos yang tipis sedangkan dibagian

dalam berhubungan dengan lapisan otot sirkular dan tersusun dari kelenjar-kelenjar

endometrium (Albertino, 2015). Pembuluh darah antara lapisan dua otot disebut

stratum vaskular yang mengalirkan darah hingga endometrium. Selama

kebuntingan, jumlah otot di dalam dinding uterus meningkat (Frandson, 1992).

Sel-sel otot polos akan mengalami hiperplasia, diakibatkan karena kenaikan

kadar estrogen. Apabila estrogen tidak ada, maka miometrium akan atropi

(Albertino, 2015).

Lapisan perimetrium merupakan lapisan yang terletak paling luar,

lapisan ini berhubungan dengan peritoneum yang dikenal dengan ligamen dan

mendukung genitalia internal. Ligamen ini terdiri dari mesovarium sebagai

penggantung ovari, mesosalpink sebagai penggantung oviduk, dan

mesometrium sebagai penggantung uterus (Frandson, 1992). Ligamen

berfungsi untuk mempertahankan kedudukan organ tetap dalam posisinya.


10

Perimetrium terbentuk dari tunika serosa terutama di bagian cornua dan corpus

uteri. Pada bagian ini didominasi oleh jaringan ikat yang tersusun memanjang

dengan tipe epitel squamous sederhana. Pembuluh darah kecil dan limpe serta

serabut saraf juga menyusun lapisan perimetrium (Samuelson, 2007). Struktur

endometrium tikus putih disajikan dalam Gambar 2.3.

EP
EN

Gambar 2.3. Gambaran Endometrium Tikus Putih, EP adalah epitel dan EN adalah

endometrium (Chatterjee dan Chatterji, 2010)

2.3 Etinil Estradiol

Etinil estradiol termasuk ke dalam golongan hormon estrogen sintetik. Etinil

estradiol merupakan estrogen sintetik yang memiliki potensi yang sama dengan

estrogen (Ganong, 2003; Sitasiwi dan Mardiati, 2016). Fungsi utama estradiol

adalah untuk menaikan proliferasi dan pertumbuhan sel-sel tertentu dalam organ

kelamin dan jaringan reproduksi lainnya. Dengan demikian, estradiol memainkan

peran penting dalam pematangan seksual perempuan dan reproduksi dengan

memulai proliferasi epitel vagina, rahim, dan mammae (Guyton, 1991). Estrogen di

dalam tubuh di hasilkan oleh ovarium dan kelenjar adrenal.


11

Dalam penerapannya etinil estradiol telah digunakan lebih dari 30 tahun

yang dikombinasikan dengan progestin sintetis digunakan dalam kontrasepsi oral

(Newbold dan Liehr, 2000). Etinil estradiol telah lama digunakan menjadi estrogen

pada kontrasepsi oral karena memiliki bioavailabilitas yang lebih besar (Delclos,

2008). Selama periode ini dosis yang diberikan terus menurun akibat efek negatif

yang ditimbulkan. Etinil estradiol juga digunakan pada kontrasepsi yang diberikan

melalui vagina maupun transdermal, dosis yang digunakan lebih rendah dari

kontrasepsi oral. Penggunaan estrogen sintetis dapat menimbulkan efek samping

karena sifatnya yang karsinogenik (Kartawiguna, 2001). Tumor uterus dapat

disebabkan oleh hormon alami estradiol dan oleh estrogen sintetis etinil estradiol

(Newbold dan Liehr, 2000). Menurut Chen dan Yager (2004) estrogen sintetis

merupakan salah satu faktor penyebab kanker pada hati, ginjal, rahim, mamae, dan

prostat pada hewan percobaan. Selain karsinogenik etinil estradiol juga

menyebabkan proliferasi sel dan apoptosis jaringan (Chen et al., 2004). Hipertropi

juga dapat terjadi pada keratinisasi mukosa vagina, pengembangan kelenjar susu,

dan atropi testis (Barth et al., 1997).

Etinil estradiol merupakan estrogen sintetis yang lebih kuat dari pada

estrogen alami. Etinil estradiol tidak mengalami first pass effect sebagaimana yang

dialami estradiol pada saluran cerna. Eliminasi etinil estradiol dari plasma

berlangsung lebih lambat dibandingkan estradiol. Metabolisme etinil estradiol

terutama berlangsung di hati dalam bentuk hidroksilasi aromatik, sama seperti

estradiol alami. Struktur molekul etinil estradiol disajikan dalam Gambar 2.4.
12

Gambar 2.4. Stuktur Etinil Estradiol (Delclos, 2008)

2.4 Vitamin E

Vitamin merupakan senyawa organik yang diperlukan tubuh dalam jumlah

kecil untuk mempertahankan kesehatan dan seringkali bekerja sebagai kofaktor

untuk enzim metabolisme (Dewoto, 2009). Vitamin E merupakan salah satu

vitamin yang dapat larut di dalam lemak. Vitamin E atau α-tokoferol adalah

antioksidan yang banyak digunakan (Alawiyah dan Hartono, 2006). Antioksidan

merupakan senyawa berberat molekul kecil yang dapat bereaksi dengan oksidan

sehingga reaksi oksidasi yang merusak biomolekul dapat dihambat (Langseth,

1995; Septiana et al., 2002).

Vitamin E mempunyai kemampuan memutuskan berbagai rantai reaksi

radikal bebas sebagai akibat kemampuannya memindahkan hidrogen fenolat pada

radikal bebas dari asam lemak tidak jenuh ganda yang telah mengalami peroksidasi

(Mayes, 1995; Alawiyah dan Hartono, 2006). Menurut Gladine et al. (2007) pada

tikus antioksidan mampu melindungi plasma dan hati dari radikal bebas. Berapa

macam penyakit yang disebabkan oleh oksidan seperti kardiovaskuler, kanker, dan

katarak dapat dicegah dengan pemberian antioksidan (Supari, 1996; Septiana et al.,

2002).
13

Dalam sistem pencernaan vitamin E diserap secara difusi pasif yang

selanjutnya digabungkan dengan lipoprotein pada usus dan diserap melalui sistem

limfatik lalu akan ditransportasikan ke hati. Hati akan memasangkan vitamin E ini

dengan very low-density lipoprotein (VLDL) dan dipecah oleh lipoprotein lipase

menghasilkan low-density lipoprotein (LDL). Lipoprotein densitas rendah (LDL)

secara bebas bertukaran vitamin E dengan high density lipoprotein (HDL) yang

kemudian bersama-sama di sirkulasi mendistribusikan vitamin E ke dalam jaringan

(Papas, 2008). Struktur molekul vitamin E disajikan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Struktur Vitamin E : A. Kelompok Tocopherol. B. Kelompok

Tocotrienol (Brigelius-Flohe, 1999).

2.5 Kerangka Konsep

Etinil estradiol merupakan salah satu hormon yang digunakan sebagai

bahan baku obat kontrasepsi oral yang banyak beredar saat ini. Obat kontrasepsi

oral ini tergolong murah, mudah penggunaanya, dan dijual bebas di apotek.

Sehingga memungkinkan masyarakat untuk mengonsumsi obat ini secara bebas

tanpa memperhatikan efek sampingnya


14

Etinil estradiol adalah bubuk kristal putih yang tidak larut air tetapi larut

dalam berbagai pelarut berair seperti etanol, eter, aseton, dioksan, kloroform, dan

minyak sayur (Merck, 2006). Etinil estradiol tergolong sebagai hormon estrogen

sintetis. Penggunaan estrogen sintetis dapat menimbulkan efek samping karena

sifatnya yang karsinogenik (Kartawiguna, 2001). Selain karsinogenik etinil

estradiol juga menyebabkan proliferasi sel dan apoptosis jaringan (Chen dan Yager,

2004).

Vitamin E merupakan salah satu vitamin yang banyak di temui di apotek

dan mudah cara pengaplikasiannya sehingga saat ini masyarakat banyak yang

mengonsumsi vitamin ini. Vitamin E memiliki sifat sebagai antioksidan yang

dianggap dapat melindungi sel-sel tubuh. Antioksidan merupakan senyawa berberat

molekul kecil yang dapat bereaksi dengan oksidan sehingga reaksi oksidasi yang

merusak biomolekul dapat dihambat (Langseth, 1995; Septiana et al., 2002).

Sifatnya yang sebagai antioksidan ini yang diharapkan dapat mengurangi efek

samping penggunaan etinil estradiol.

Penelitian ini akan mempelajari mengenai efek pemberian vitamin E untuk

perbaikan gambaran histopatologi uterus tikus putih yang diberikan etinil estradiol.

Kerangka konsep dan variabel-variabel dalam bentuk bagan dapat dilihat pada

Gambar 2.6 berikut:


15

Variabel Kendali:
Tikus Putih
Umur
Berat badan Variabel Bebas :

Jenis kelamin Etinil estradiol dan


Vitamin E
Lingkungan
Pakan
Minum
Perubahan histopatologi uterus

Gambar 2.6. Kerangka konsep penelitian

2.6 Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep diatas dapat disusun hipotesis sebagai

berikut:

1. Etinil estradiol dapat menyebabkan perubahan histopatologis uterus tikus

putih berupa proliferasi sel epitel endometrium dan nekrosis sel epitel

endometrium uterus tikus putih (Rattus norvegicus) akibat pemberian etinil

estradiol.

2. Pemberian vitamin E dapat memperbaiki gambaran histopatologi uterus

tikus putih (Rattus norvegicus) berupa proliferasi sel epitel endometrium

dan nekrosis sel epitel endometrium akibat pemberian etinil estradiol

Anda mungkin juga menyukai