DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
SARINI 201901157
RINA 201901153
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia menjadi negara yang paling rawan terhadap bencana di dunia berdasar data
pengurangan risiko bencana (un-isdr). Tingginya posisi indonesia ini dihitung dari jumlah
manusia yang terancam risiko kehilangan nyawa bila bencana alam terjadi. Indonesia
menduduki peringkat tertinggi untuk ancaman bahaya tsunami, tanah longsor, gunung berapi.
Dan menduduki peringkat tiga untuk ancaman gempa serta enam untuk banjir.
Badan nasional penanggulangan bencana (bnpb) selama januari 2013 mencatat ada 119
kejadian bencana yang terjadi di indonesia. Bnpb juga mencatat akibatnya ada sekitar 126
orang meninggal akibat kejadian tersebut, kejadian bencana belum semua dilaporkan ke bnpb.
Dari 119 kejadian bencana menyebabkan 126 orang meninggal, 113.747 orang menderita dan
mengungsi, 940 rumah rusak berat, 2.717 rumah rusak sedang, 10.945 rumah rusak ringan.
Untuk mengatasi bencana tersebut, bnpb telah melakukan penanggulangan bencana baik
kesiapsiagaan maupun penanganan tanggap darurat. Untuk siaga darurat dan tanggap darurat
banjir dan longsor sejak akhir desember 2012 hingga sekarang, bnpb telah mendistribusikan
dana siap pakai sekitar rp 180 milyar ke berbagai daerah di indonesia yang terkena bencana.
antara lain kurangnya data dan informasi kebencanaan, baik di tingkat masyarakat umum
maupun di tingkat pengambil kebijakan. Keterbatasan data dan informasi spasial kebencanaan
data yang beredar memiliki banyak versi dan sulit divalidasi kebenarannya.
Dari uraian diatas, terlihat bahwa masih terdapat kelemahan dalam sistem manajemen
bencana di indonesia sehingga perlu diperbaiki dan ditingkatkan untuk menghindari atau
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan bencana dan apa saja jenis bencana
7. Untuk mengetahui tindakan apa saja yang dapat di lakukan pada pertolongan pertama pada korban
bencana
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Dan Jenis Bencana
bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Definisi tersebut menyebutkan bahwa
bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, undang-undang
nomor 24 tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam,
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan
oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi. Dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan
oleh peristiwa atauserangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
B. Tahapan Bencana
Disaster atau bencana dibagi beberapa tahap yaitu : tahap pra-disaster, tahap serangan atau
saat terjadi bencana (impact), tahap emergensi dan tahap rekonstruksi. Dari ke-empat tahap ini,
Tahap ini dikenal juga sebagai tahap pra bencana, durasi waktunya mulai saat sebelum
terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact. Tahap ini dipandang oleh para ahli
sebagai tahap yang sangat strategis karena pada tahap pra bencana ini masyarakat perlu
dilatih tanggap terhadap bencana yang akan dijumpainya kelak. Latihan yang diberikan
kepada petugas dan masyarakat akan sangat berdampak kepada jumlah besarnya korban
saat bencana menyerang (impact), peringatan dini dikenalkan kepada masyarakat pada tahap
pra bencana.
Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (impact phase) merupakan fase terjadinya
klimaks bencana. Inilah saat-saat dimana, manusia sekuat tenaga mencoba ntuk bertahan
hidup. Waktunya bisa terjadi beberapa detik sampai beberapa minggu atau bahkan bulan.
3. Tahap emergensi
emergensi bisa terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan. Pada tahap emergensi, hari-
hari minggu pertama yang menolong korban bencana adalah masyarakat awam atau awam
khusus yaitu masyarakat dari lokasi dan sekitar tempat bencana. Karakteristik korban pada
tahap emergensi minggu pertama adalah : korban dengan masalah airway dan breathing
(jalan nafas dan pernafasan), yang sudah ditolong dan berlanjut ke masalah lain, korban
dengan luka sayat, tusuk, terhantam benda tumpul, patah tulang ekstremitas dan tulang
belakang, trauma kepala, luka bakar bila ledakan bom atau gunung api atau ledakan pabrik
kimia atau nuklir atau gas. Pada minggu ke dua dan selanjutnya, karakteristik korban mulai
berbeda karena terkait dengan kekurangan makan, sanitasi lingkungan dan air bersih, atau
personal higiene. Masalah kesehatan dapat berupa sakit lambung (maag), diare, kulit,
4. Tahap rekonstruksi
Pada tahap ini mulai dibangun tempat tinggal, sarana umum seperti sekolah, sarana
ibadah, jalan, pasar atau tempat pertemuan warga. Pada tahap rekonstruksi ini yang
dibangun tidak saja kebutuhan fisik tetapi yang lebih utama yang perlu kita bangun kembali
adalah budaya. Kita perlu melakukan rekonstruksi budaya, melakukan re-orientasi nilai-nilai
dan norma-norma hidup yang lebih baik yang lebih beradab. Dengan melakukan
rekonstruksi budaya kepada masyarakat korban bencana, kita berharap kehidupan mereka
lebih baik bila dibanding sebelum terjadi bencana. Situasi ini seharusnya bisa dijadikan
momentum oleh pemerintah untuk membangun kembali indonesia yang lebih baik, lebih
beradab, lebih santun, lebih cerdas hidupnya lebih memiliki daya saing di dunia
internasional.
darurat, dan rehabilitasi. Konsep manajemen bencana saat ini telah mengalami pergeseran
pendekatan konvensial bencana itu suatu peristiwa atau kejadian yang tidak terelakkan dan
korban harus segera mendapatkan pertolongan, sehingga manajemen bencana lebih fokus
pada hal yang bersifat bantuan (relief) dan tanggap darurat (emergency response).
Selanjutnya paradigma manajemen bencana berkembang ke arah pendekatan
pengelolaan risiko yang lebih fokus pada upaya-upaya pencegahan dan mitigasi, baik yang
Sebagai salah satu tindak lanjut dalam menghadapi perubahan paradigma manajemen
bencana tersebut, pada bulan januari tahun 2005 di kobe-jepang, diselengkarakan konferensi
beberapa substansi dasar dalam mengurangi kerugian akibat bencana, baik kerugian jiwa,
sosial, ekonomi dan lingkungan. Substansi dasar tersebut yang selanjutnya merupakan lima
1. Meletakkan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas nasional maupun daerah yang
peringatan dini
keselamatan diri dan ketahanan terhadap bencana pada semua tingkat masyarakat.
1. Pencegahan (prevention)
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana (jika mungkin dengan
meniadakan bahaya).
Misalnya :
(UU 24/2007) atau upaya yang dilakukan untuk meminimalkan dampak yang
Bentuk mitigasi :
gempa, dll.)
3. Kesiapsiagaan (Preparedness)
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (UU 24/2007)
Misalnya:
tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang
(UU 24/2007) atau Upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa bencana kemungkinan
b. Segera (immediate)
Upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi
dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi
dan pengungsian.
dasar berupa :
a. Pangan
b. Sandang
7. Pemulihan (recovery)
memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Upaya yang dilakukan
adalah memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar (jalan, listrik, air bersih, pasar
puskesmas, dll).
8. Rehabilitasi (rehabilitation)
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama
untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
bencana untuk membantu masyarakat memperbaiki rumahnya, fasilitas umum dan fasilitas
9. Rekonstruksi (reconstruction)
Program jangka menengah dan jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial dan
ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih
baik dari sebelumnya. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan
sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun
sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat
berharap berkurangnya korban nyawa dan kerugian harta benda. Dan yang terpenting dari
manajemen bencana ini adalah adanya suatu langkah konkrit dalam mengendalikan bencana
sehingga korban yang tidak kita harapan dapat terselamatkan dengan cepat dan tepat dan
pemerintah atas masalah bencana alam, menciptakan proses perbaikan total atas pengelolaan
bencana, penegasan untuk lahirnya kebijakan lokal yang bertumpu pada kearifan lokal yang
berbentuk peraturan nagari dan peraturan daerah atas menejemen bencana. Yang tak kalah
pentingnya dalam manajemen bencana ini adalah sosialisasi kehatian-hatian terutama pada
yaitu:
1. Prinsip cepat dan tepat adalah bahwa dalam penanggulangan bencana harus dilaksanakan
2. Prioritas. Yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa apabila terjadi bencana,
3. Koordinasi dan keterpaduan. Yang dimaksud dengan “prinsip koordinasi” adalah bahwa
penanggulangan bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung.
dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan pada kerja sama yang baik
4. Berdaya guna dan berhasil guna. Yang dimaksud dengan “prinsip berdaya guna” adalah
bahwa dalam mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu,
tenaga, dan biaya yang berlebihan. Yang dimaksud dengan “prinsip berhasil guna” adalah
bahwa kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna, khususnya dalam mengatasi
kesulitan masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.
5. Transparansi dan akuntabilitas. Yang dimaksud dengan “prinsip transparansi” adalah bahwa
6. Kemitraan
7. Pemberdayaan
dalam penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang berbeda terhadap jenis
agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana, terutama melalui pemberian
penghormatan hak-hak asasi manusia, harkat dan martabat setiap warga negara dan
2. Keadilan. Yang dimaksud dengan”asas keadilan” adalah bahwa setiap materi muatan
3. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan. Yang dimaksud dengan “asas
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan” adalah bahwa materi muatan
ketentuan dalam penanggulangan bencana tidak boleh berisi hal-hal yang membedakan latar
belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
4. Keseimbangan, keselarasan, dan keserasian. Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan”
keseimbangan kehidupan sosial dan lingkungan. Yang dimaksud dengan “asas keselarasan”
keselarasan tata kehidupan dan lingkungan. Yang dimaksud dengan ”asas keserasian” adalah
5. Ketertiban dan kepastian hukum; yang dimaksud dengan “asas ketertiban dan kepastian
hukum” adalah bahwa materi muatan ketentuan dalam penanggulangan bencana harus dapat
bencana pada dasarnya menjadi tugas dan tanggung jawab bersama pemerintah dan
7. Kelestarian lingkungan hidup. Yang dimaksud dengan “asas kelestarian lingkungan hidup”
kelestarian lingkungan untuk generasi sekarang dan untuk generasi yang akan datang demi
8. Ilmu pengetahuan dan teknologi. Yang dimaksud dengan “asas ilmu pengetahuan dan
pengetahuan dan teknologi secara optimal sehingga mempermudah dan mempercepat proses
penanggulangan bencana, baik pada tahap pencegahan, pada saat terjadi bencana, maupun
Peran penting bidang kesehatan juga sangat dibutuhkan dalam penanggulangan dampak
bencana, terutama dalam penanganan korban trauma baik fisik maupun psikis. Keberadaan
tenaga kesehatan tentunya akan sangat membantu untuk memberi pertolongan pertama sebelum
Pengelolaan penderita yang mengalami cidera parah memerlukan penilaian yang cepat dan
pengelolaan yang tepat agar sedapat mungkin bisa menghindari kematian. Pada penderita
trauma, waktu sangatlah penting, karena itu diperlukan adanya suatu cara yang mudah
dilaksanakan. Proses ini dikenal sebagai initial assessment (penilaian awal) dan triase. Prinsip-
prinsip ini diterapkan dalam pelaksanaan pemberian bantuan hidup dasar pada penderita trauma
memprioritaskan mereka yang paling perlu didahulukan. Paling sering terjadi di ruang gawat
darurat, namun Triage juga dapat terjadi dalam pengaturan perawatan kesehatan di tempat lain di
mana pasien diklasifikasikan menurut keparahan kondisinya. Tindakan ini dirancang untuk
memaksimalkan dan mengefisienkan penggunaan sumber daya tenaga medis dan fasilitas yang
terbatas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia merupakan salah satu yang rawan bencana sehingga diperlukan manajemen atau
penanggulangan bencana yang tepat dan terencana. Manajemen bencana merupakan serangkaian
upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Manajemen bencana di mulai
dari tahap pra-bencana, tahap tanggap darurat, dan tahap pasca-bencana. Pertolongan pertama
dalam bencana sangat diperlukan untuk meminimalkan kerugian dan korban jiwa. Pertolongan
B. Saran
Masalah penanggulangan bencana tidak hanya menjadi beban pemerintah atau lembaga-
lembaga yang terkait. Tetapi juga diperlukan dukungan dari masyarakat umum. Diharapkan
masyarakat dari tiap lapisan dapat ikut berpartisipasi dalam upaya penanggulangan bencana.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2011/08/110810_indonesia_tsunami.sht