Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Gambaran Penyakit Tuberculosis paru


1.1.1 Pengertian
Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman Mycrobacterium Tuberculosis.Sebagian bersar kuman
tuberculosis menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya
(Depkes, 2008). Tuberkulosis (TBC) penyakit menular granulomatosa kronik
yang telah dikenal sejak berabad-abad yang lalu dan paling sering disebabkan
oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TBC
menyerang paru, 85% dari seluruh kasus TBC adalah TBC paru, sisanya (15%)
menyerang organ tubuh lain mulai dari kulit, tulang, organ-organ dalam seperti
ginjal, usus, otak, dan lainnya (Icksan dan Luhur, 2008). Berdasarkan hasil
pemeriksaan sputum, TBC dibagi dalam: TBC paru BTA positif: sekurangnya 2
dari 3 spesimen sputum BTA positif, TBC paru BTA negatif: dari 3 spesimen BTA
negatif, foto toraks positif (Rani, 2006). Infeksi pada paru-paru dan kadang-
kadang pada struktur-struktur di sekitarnya, yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis (Saputra, 2010).
Tuberkulosis termasuk juga dalam golongan penyakit zoonosis karena
selain dapat menimbulkan penyakit pada manusia, basil Mycobacterium juga
dapat menimbulkan penyakit pada berbagai macam hewan misalnya sapi, anjing,
babi, unggas, biri-biri dan hewan primata, bahkan juga ikan (Soedarto, 2007).
Tuberkulosis juga merupakan infeksi yang dapat menyerang pada berbagai
organ tubuh mulai dari paru dan organ di luar paruseperti kulit, tulang,
persendian, selaput otak, usus serta ginjal yang sering disebut dengan
ekstrapulmonal TBC (Chandra, 2012).
1.1.2 Etiologi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robet
Koch pada tahun 1882. Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen
beberapa minggu dalam keadaan kering, tetapi dalam cairan mati dalam suhu
600 C dalam 15-20 menit. Fraksi protein basil tuberkulosis menyebabkan
nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan

1
2

merupakan faktor terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel
(FKUI, 2005).
Daya penularan dari seorang penderita di tentukan banyaknya kuman yang
di keluarkan dari parunya. Dalam BTA positif pada penderita TB semakin tinggi
derajat positif hasil pemeriksaan dahak maka semakin infeksius penderita
tersebut, begitu pula dengan sebaliknya. Droplet yang mengandung kuman
dapat bertahan dalam beberapa jam di udara dengan suhu kamar (Manalu,
2010; Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).
Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan sinar
matahari dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakterium tuberculosis yaitu
tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang
menderita mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak
ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TBC terbuka dan orang yang
rentan terinfeksi TBC ini bila menghirup bercak ini. Perjalanan TBC setelah
terinfeksi melalui udara. Bakteri juga dapat masuk ke sistem pencernaan
manusia melalui benda/bahan makanan yang terkontaminasi oleh bakteri.
Sehingga dapat menimbulkan asam lambung meningkat dan dapat menjadikan
infeksi lambung. (Wim de Jong, 2005).
1.1.3 Patofisiologi
Menurut Somantri (2008), infeksi diawali karena seseorang menghirup basil
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju
alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan
Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari
paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke
bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru
(lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan
melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis
(menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan
(melisiskan) basil dan jaringan normal. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu
2-10 minggu setelah terpapar bakteri.Interaksi antara Mycobacterium
tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk
sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas
gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding.
Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian
3

tengah dari massa tersebut 8 disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas
makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi
yang berbentuk seperti keju (necrotizing caseosa).Hal ini akan menjadi klasifikasi
dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.
Menurut Widagdo (2011), setelah infeksi awaljika respons sistem imun
tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah
dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali
menjadi aktif, Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga
menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkus.Tuberkel yang ulserasi
selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut.Paru-paru yang
terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia,
membentuk tuberkel, dan seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat sembuh
dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi
lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami
nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan
memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk suatu kapsul
yang dikelilingi oleh tuberkel.
1.1.4 Manifestasi klinis /Gejala
Gejala klinik tuberkulosis pada anak tidak spesifik. Hal ini merupakan
hambatan di dalam deteksi dini penyakit ini sehingga pemeriksaan pembantu
seperti: uji tuberkulin, darah rutin, dan rontgen dada mempunyai arti penting
dalam diagnosis tuberkulosis pada anak (Hartoyo dan Roni, 2002).
Pada anak-anak gejala TBC terbagi 2, yakni gejala umum dan gejala
khusus. Gejala umum, meliputi:
a. Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan
tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik.
b. Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria,
atau infeksi saluran napas akut) dapat disertai dengan keringat malam
c. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, paling sering di
daerah leher, ketiak, dan lipatan paha.
d. Gejala dari saluran napas, misalnya batuk lebih dari 30 hari (setelah
disingkirkan sebab lain dari batuk), tanda cairan di dada dan nyeri dada.
4

e. Gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak sembuh
dengan pengobatan diare, benjolan (massa) di abdomen, dan tanda-tanda
cairan dalam abdomen.
Gejala khusus, sesuai dengan bagian tubuh yang diserang, misalnya:
a. TBC kulit atau skrofultoderma
b. TBC tulang dan sendi
c. TBC otak dan saraf
d. Gejala mata
1.1.5 Cara Penularan
Penyakit TBC ditularkan dari orang ke orang, terutama melalui saluran
napas dengan menghisap atau menelan tetes-tetes ludah/dahak (droplet
infection) yang mengandung basil dan dibatukkan oleh penderita TBC terbuka.
Atau juga karena adanya kontak antara tetes ludah/dahak tersebut dan luka di
kulit. Untuk membatasi penyebaran perlu sekali discreen semua anggota
keluarga dekat yang erat hubungannya dengan penderita (Tjay dan Rahardja,
2007).
Penularan terjadi melalui inhalasi partikel menular di udara yang bertebaran
sebagai aerosol. Lama kontak antara sumber dan calon kasus baru
meningkatkan resiko penularan karena semakin lama periode pemajanan,
semakin besar resiko inhalasi. Mikobakteri memiliki dinding berminyak yang kuat.
Dapat terjadi infeksi tuberkulosis (primer) dengan atau tanpa manifestasi penuh
penyakit (infeksi pascaprimer atau sekunder) (Gould dan Brooker, 2003).
Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk droplet (percikan dahak). Orang dapat terinfeksi kalau droplet
tersebut terhirup ke dalam saluran pernapasan. Selama kuman TBC masuk ke
dalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TBC tersebut dapat menyebar
dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem
saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh
lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan
dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak
menular (Zulkoni, 2010). Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di
5

wilayah perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan


dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TBC (Sudoyo, 2007).
1.1.6 Pengobatan / Terapi Medis
Obat-obat primer Obat-obat ini paling efektif dan paling rendah
toksisitasnya, tetapi menimbulkan resistensi dengan cepat bila di gunakan
sebagai obat tunggal. Oleh karena itu, terapi selalu di lakukan dengan kombinasi
dari 2-4 macam obat, untuk kuman tuberkulosis yang sensitif. Obat anti
tuberkulosi yang termasuk obat-obat primer adalah:
1. Isoniazid
Isoniazid merupakan derivat asam isonikotinat yang berkhasiat untuk obat
tuberkulosis yang paling kuat terhadap Mycobacterium tuberculosis (dalam fase
istirahat) dan bersifat bakterisid terhadap basil yang tumbuh pesat. Obat ini
masih tetap merupakan obat kemoterapi 7 terpenting terhadap berbagai tipe
tuberkulosis dan selalu dalam bentuk kombinasi dengan rifampisin dan
pirazinamid (Tjay dan Rahardja, 2007).
Indikasi dari isoniazid adalah tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain,
sedangkan kontraindikasinya adalah penyakit hati yang aktif hipersensitifitas
terhadap isoniazid. Efek samping dari isoniazid adalah mual, muntah, neuritis
perifer, neuritis optic, kejang, demam, purpura, hiperglikemia, dan ginekomastia.
Dosis isoniazid yang diberikan umumnya per oral, tapi dapat diberikan secara
intramuscular atau intravena. Dewasa dan anak-anak: 5mg/kg (4-6mg/kg) per
hari, maksimum 300mg/hari;10mg/kg tiga kali seminggu atau 15mg/kg dua kali
seminggu. Pada terapi pencegahan buat orang-orang yang ada kontak dengan
penderita atau yang berada di daerah endemik penyakit tuberkulosis maka
diberikan dosis 300mg/hari selama 6 bulan atau lebih, untuk anak : 5mg/kg/hari
(maksimum 300mg/kg/hari) selama 6 bulan atau lebih (Anonim, 2000).
Isoniazid terjadi resistensi apabila menurunnya daya penitrasi obat atau
kamampuan penyerapan obat oleh mikroorganisme (Wattimena dkk, 1999).
Isoniazid berinteraksi dengan anestetik yaitu hepatotoksik mungkin di potensi
oleh isofluran. Aluminium hidroksida yaitu gel yang dapat menurunkan absobsi
isoniazid dan mungkin dapat meningkatkan kadar plasma theofilin.
2. Rifampisin
Rifampisin menghambat mekanisme kerja RNA-polimerase yang tergantung
pada DNA dari mikrobakteri dan beberapa mikroorganisme. Penggunaan pada
6

konsentrasi tinggi untuk menginsibisi enzim bakteri dapat pula sekaligus


menghinsibisi sintesis RNA dalam mitokondria mamalia (Wattimena dkk, 1999).
Indikasi dari rifampisin adalah tuberkulosis dan lepra sedangkan
kontraindikasinya tidak boleh digunakan pada keadaan sirosis, insufisiensi hati,
pecandu alkohol dan pada kehamilan muda. Efek samping pada rifampisin
adalah gangguan saluran cerna, terjadi sindrom influenza, gangguan respirasi,
udem, kelemahan otot, gangguan menstruasi, warna kemerahan pada urin
(Anonim, 2002).
Dosis rifampisin yang diberikan umumnya pada oral 450-600mg sekaligus
pagi sebelum makan. Rifampisin resistensi terhadap M. fortuitum Secara in vitro
mikroorganisme termasuk mikro bakteri dapat menjadi resisten terhadap obat ini.
Rifampisin berinteraksi dengan antiepileptik yaitu metabolisme fenitoin
dipercepat. Klarittomisin dan penghambat protease: rifampisin menginduksi
enzim. Antikoagulansia yaitu obat ini dipercepat metabolismenya (nikumakon dan
warfarin). Kontrasepsi oral yaitu rifampisin mempercepat katabolisme obat.
3. Pirazinamid
Pirazinamid ini bekerja sebagai bakterisida (pada suasana asam ph 5-6) atau
bakteriostatis, tergantung pada PH dan kadarnya di dalam darah. 9 Pirazinamid
dengan spektrum kerjanya sangat sempit dan hanya meliputi M. tuberculosis,
berdasarkan pengubahanya menjadi asam pirazinat oleh enzim pyrazinamidase
yang berasal dari basil TBC. Begitu PH dalam makrograf diturunkan, maka
kuman yang berada di sarang infeksi yang menjadi asam akan mati (Tjay dan
Rahardja, 2007).
Indikasi dari pirazinamid adalah tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat
lain sedangkan kontraindikasi gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal,
diabetes. Dosis pirazinamid diberikan dua atau tiga bulan pertama yaitu
25mg/kg/hari (20-30mg/kg/hari), 35mg/kg (30- 40mg/kg/hari), 35mg/kg (30-
40mg/kg) 3 x seminggu, 50mg/kg(40- 60mg/kg) dua kali seminggu (Anonim,
2000). Efek samping dari pirazinamid adalah hepatotoksisitas, temasuk demam
anoreksia, hepatomegali, ikterus, gagal hati, mual, muntah, artlagia, anemia,
urtikaria. Pirazinamid resistensi terhadap M. tuberculosis terhadap obat ini dapat
cepat timbul selama pemberian, oleh sebab itu sebaiknya pemakaiannya dalam
kombinasi. Pirazinamid berinteraksi dengan antagonis efek probenesid dan
sulfinpirazan (Wattimena dkk, 1999).
7

4. Etambutol
Derivat etilendiamin berkhasiat spesifik terhadap M. tuberculosis dan M.
atipis’ tetapi pada dosis terapi kurang efektif dibanding obat-obat primer. Dengan
mekanisme kerjanya adalah penghambatan sintesa RNA pada kuman yang
sedang membelah, juga menghindarkan terbentuknya mycolic acid pada dinding
sel (Tjay dan Rahardja, 2007).
Indikasi dari etambutanol adalah tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat
lain, sedangkan kontraindikasinya anak di bawah 6 tahun, neuritis optic,
gangguan visual. Efek samping dari etambutanol adalah neuritis optik, buta
warna merah/hijau, neuritis primer (Anonim, 2002). Dosis yang diberikan untuk
etambutol adalah oral sehari pakai 20- 25mg/kg/hari selalu dalam kombinasi
dengan INH, intravena 1 dd 15mg/kg dalam 2 jam (Anonim, 2000). Resistensi
etambutol timbul apabila digunakan secara tunggal tidak dengan kombinasi
dengan antibiotik lain. Etambutol dapat berinteraksi dengan sulfinpirazon di mana
efek urikosurik dari sufinpirazon dapat tidak timbul karena pengaruh etambutol
(Wattimena dkk, 1999).
5. Setreptomisin
Saat ini sudah jarang digunakan kecuali untuk kasus resistensi, kadar
obatnya dalam plasma harus diukur terutama pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal. Aminoglikosida ini bersifat bakterosida dan tidak diserap melalui
saluran cerna sehingga harus diberikan secara parentral. Toksisitasnya
merupakan keberatan besar karena dapat merusak saraf otak yang melalui
organ keseimbangan dan pendengaran Tjay dan Raharja, 2007).
Obat-obat sekunder Obat-obat sekunder diberikan untuk tuberkulosis yang
disebabkan oleh kuman yang resisten atau bila obat primer menimbulkan efek
samping yang tidak dapat ditoleransi. Termasuk obat sekunder adalah
kapreomisin, sikloserin, 11 makrolide generasi baru (asotromisin dan
klaritromisin), quinolon dan protionamid (Anonim, 2000).
1.1.7 Jenis Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Fisik
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
struktur paru. Apabila dilakukan pemeriksaan pada awal perkembangan penyakit
biasanya sulit atau tidak ditemukan kelainan.. Kelainan paru pada umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior ,
8

serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
kelainan dengan mendengarkan suara nafas dengan menggunakan stetoskop,
ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah,
ronki basah, dan pada tanda lain adalah penarikan paru, diafragma &
mediastinum (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).
b. Pemeriksaan Bakteriologik
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen
dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan sewaktu-
pagi-sewaktu (SPS) (Kementrian Kesehatan RI, 2012).
c. Pemeriksaan Bakteriologik
Laboratorium Mikroskopis merupakan penunjang utama untuk tata laksana
pasien Tuberkulosis. Ketersediaan perangkat laboratorium mikroskopis tidak
dapat dipisahkan dalam memberikan pelayanan tata laksana pasien TB selain
obat anti tuberkulosis (OAT). Faktor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan
dahak mikroskopis TB adalah faktor di dalam laboratorium (pembuatan sediaan,
pembacaan sediaan, pencatatan dan pelaporan) dan faktor di luar laboratorium
(pasien, petugas kesehatan, pengambilan sampel, pengadaan logistik, pengelola
program)
d. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi
ialah foto lateral, top lordotik, oblik, CTScan. Pada kasus dimana pada
pemeriksaan sputum SPS positif, foto toraks tidak diperlukan lagi. Pada
beberapa kasus dengan hapusan positif perlu dilakukan foto toraks bila :
1. Curiga adanya komplikasi (misal: efusi pleura, pneumotoraks).
2. Hemoptisis berulang atau berat.
3. Didapatkan hanya 1 spesimen BTA +.
Interpretasi hasil foto toraks yang diduga TB aktif :
1. Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan
segmen superior lobus bawah paru.
2. Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau
nodular.
3. Bayangan bercak milier.
9

4. Efusi Pleura.
Interpretasi hasil foto toraks yang diduga TB inaktif :
1. Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan atau
segmen superior lobus bawah.
2. Kalsifikasi & penebalan pleura.
1.1.8 Komplikasi Tuberkulosis
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi
lanjut.
1. Komplikasi dini: pleurutis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet’s
arthropathy.
2. Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas -> SOFT (Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat -> SOPT/fibrosis paru, kor
pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa
(ARDS), sering terjadi pada TBC milier dan kavitas TBC (Sudoyo, 2007).
Komplikasi penderita stadium lanjut adalah hemoptisis berat (perdarahan dari
saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok,
kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru, penyebaran infeksi ke organ
lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan sebagainya (Zulkoni, 2010).
1.1.9 Penangan Nutrisi
1. Tujuan Diet
a. Memenuhi kebutuhan energi dan protein yang meningkat untuk
mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh.
b. Menambah berat badan hingga menjadi normal (Almatsier, 2010).
2. Prinsip Diet
a. Energi tinggi
b. Protein tinggi
c. Lemak cukup
d. Karbohidrat cukup
e. Vitamin dan mineral cukup
f. Makanan diberikan mudah cerna
3. Syarat Diet
a. Energi tinggi, yaitu 40-45 kkal/kg BB.
b. Protein tinggi, yaitu 2,0-2,5 g/kg BB.
10

c. Lemak cukup, yaitu 10-25% dari kebutuhan energi total.


d. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total.
e. Vitamin dan mineral cukup sesuai kebutuhan normal.
f. Makanan diberikan dalam bentuk mudah cerna. (Almatsier, 2010).
4. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan
Tabel 1.1 Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan
Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan
Sumber karbohidrat Nasi; roti, mi, macaroni dan -
hasil olah tepung-tepungan
lain, seperti cake, tarcis,
puding, dan pastry; dodol;
ubi;karbohidrat sederhana
seperti gula pasir.
Sumber protein Daging sapi, ayam, ikan, Dimasak dengan banyak
telur,susu, dan hasil olah minyak atau kelapa/santan
seperti keju dan yoghurt kental.
custard dan es krim.
Sumber protein nabati Semua jenis kacang- Dimasak dengan banyak
kacangan dan hasil minyak atau kelapa/santan
olahannya, seperti tempe, kental.
tahu, dan pindakas.
Sayuran Semua jenis sayuran, Dimasak dengan banyak
terutama jenis B, seperti minyak atau kelapa/santan
bayam, buncis, daun kental.
singkong, kacang panjang,
labu siam dan wortel
direbus, dikukus dan
ditumis.
Buah-buahan Semua jenis buah segar, -
buah kaleng, buah kering
dan jus buah.
Lemak dan minyak Minyak goreng, mentega, Santan, kental.
margarin, santan encer,
salad dressing.
Minuman Madu, sirup, teh dan kopi Minuman rendah energy, soft
encer. drink
Bumbu Bumbu tidak tajam, seperti Bumbu yang tajam, seperti
bawang merah, bawang cabe dan merica.
putih, laos, salam, dan
kecap.
Sumber : Almatsier, 2010.

.
BAB II
ASSESMEN

1.1 Anamnesis
a. Identitas Pasien
Tabel 2.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. Murliyadi No RM : 440432
Umur : 53 tahun Ruang : Jamrud E
Sex : laki-laki Tgl masuk : 2 Januari 2020
Pekerjaan : - Tgl kasus : 3 Januari 2020
Pendidikan : Smp Alamat : Jln. Kuin selatan
Agama : Islam Diagnose medis : Tuberculosis Paru

b. Berkaitan dengan Riwayat Penyakit


Tabel 2.2 Riwayat Penyakit
Keluhan utama batuk berdahak, nyeri pada dada, tidak nafsu
makan, susah BAB
Riwayat penyakit sekarang Tuberculosis paru
Riwayat penyakit dahulu Pernah dirawat dengan penyakit yang sama
Riwayat penyakit keluarga -

c. Berkaitan dengan Riwayat Gizi


Tabel 2.3 Riwayat Gizi
Data sosial ekonomi Penghasilan : -
Jumlah anggota keluarga : 8 orang
Suku : Banjar
Aktifitas fisik Jumlah jam kerja : -
Jenis olahraga : -
Jumlah jam tidur sehari : 6 jam
Frekuensi : -
Alergi makanan Makanan : -
Jenis diet khusus : -
Yang menganjurkan : -
Penyebab : -
Masalah gastrointestinal Nyeri ulu hati (ya), Mual (tidak), Muntah (tidak), Diare
(tidak), Konstipasi (tidak), Anoreksia (ya), Perubahan
pengecapan/penciuman (tidak)

Penyakit kronik Jenis penyakit : TB paru


Modifikasi diet : -
Jenis dan lama pengobatan : -
Kesehatan mulut Sulit menelan (tidak), Stomatitis (tidak), Gigi Lengkap
(tidak

Pengobatan Vitamin/mineral/suplemen gizi lain : -


Frekuensi dan jumlah : -

11
12

Perubahan berat badan Bertambah/berkurang : tidak berkurang


Lamanya : -
Disengaja/tidak : -

Riwayat/Pola Makan Riwayat makan pasien adalah pasien makanan


pokok 3xsehari nasi 4-6 sendok makan, pasien
makan lauk hewani ikan sungai seperti haruan
@40gram digoreng 3x sehari, sayur bening
@50gram, tempe goreng 2xsehari @40gram, pasien
jarang makan buah hanya seminggu 2 kali saja
semangka 1 ptg @100gram dan pasien mempunyai
riwayat merokok sehari bisa 2 bks menghabiskannya

Perhitungan Nutrisurvey :
Energi : 777,2 Kkal
Protein : 55,3 gram
Lemak : 19,2 gram
Karbohidrat : 112 gram

Tabel 2.4 Kebutuhan Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi


Jenis Usia BB TB Energi Protein Lemak Karbohidrat
Kelamin (kg) (cm) (Kkal) (gr) (gr) (gr)
Laki-laki 50-64 62 158 2325 65 65 349
tahun

Tabel 2.5 Tingkat Kecukupan Konsumsi Energi dan Zat Gizi


Asupan Lebih Baik Cukup Kurang
Energi > 110% 100-110% 80-99% < 70%
Protein > 110% 100-110% 80-99% < 70%
Lemak > 110% 100-110% 80-99% < 70%
Lemak > 110% 100-110% 80-99% < 70%
Sumber : Kementerian Kesehatan RI, 2013

Kesimpulan :
Pasien perempuan berumur 53 tahun, masuk rumah sakit dengan
keluhan utama batuk berdahak, nyeri pada dada, tidak nafsu makan, susah BAB
Berdasarkan pola makan yang dibandingkan AKG 2013 diperoleh asupan energi
sebesar 33,42 %, Protein sebesar 84,92 %, lemak sebesar 29,53 % karbohidrat
sebesar 32,09 %. Menurut Kementerian Kesehatan RI, 2013 asupan energi,
karbohidrat dan lemak tergolong defisit atau kurang (<70%) protein cukup (80-
99%). Berdasarkan diagnosa medis pasien menderita tuberculosis paru.

2.2 Antropometri
Tabel 2.6 Antropometri
13

Tinggi Badan (Cm) Berat Badan (Kg)


163 45

IMT = BB/TB
= 45/163
= 45/1632
= 45/2,65
= 16,98 Kg/m2 (sangat kurus)
BBI = (TB-100)-10% (TB-100)
= (163-100)-10% (163-100)
= 56,7 kg

Tabel 2.7 Kategori Batas Ambang IMT

IMT Batas Ambang


<17,0 Sangat kurus
17,0-18,4 Kurus
18,5-25.0 Normal
25,1-27,0 Gemuk
>27,0 Obesitas
Sumber : Dapertemen Kesehatan RI, 2003

Kesimpulan :
Dilihat dari hasil perhitungan diperoleh IMT (Indeks Massa Tubuh) sebesar
16,98 Kg/m2, maka status gizi pasien tersebut adalah sangat kurus, sedangkan
berat badan ideal pasien yaitu 56,7 kg.
2.3 Pemeriksaan Biokimia
Tabel 2.8 Pemeriksaan Biokimia

Pemeriksaan Satuan/ nilai Awal masuk RS Awal kasus Kategori


urin/darah normal (03-01-2020) (-)
Leukosit 3-15 14,8 rb/uL Normal
Hemoglobin 14-18 15,7 g/dL Normal
Hematocrit 36-48 44 % Normal
Eritrosit 4-5 5,39 jt/uL Tinggi
Lymposit 20-40 7,8 % Rendah
Granula 40-60 87,6 % Tinggi
MID 2-15 4,6 % Normal
Trombosit 150-400 462 rb/uL Tinggi
RDW 11,5-14,5 11,8 % Normal
MCH 25-35 29,1 pg Normal
MCV 75-100 82,3 fl Normal
P-LCR 15-25 21,1 % Normal
SGPT 10-32 69 u/L Tinggi
SGOT 8-31 134 u/L Tinggi
Bilirubin total Up to 1,00 1,11 mg/dL Normal
Bilirubin direct 0,1-0,3 0,52 mg/dL Tinggi
Bilirubin indirect 0,3-1,9 0,6 mg/dl Normal
Kesimpulan :
14

Dari data di atas dapat diketahui bahwa hasil pemeriksaan yang tidak
normal atau dalam kategori tinggi yang dimana pasien di diagnosa oleh dokter
yaitu tuberculosis paru, hasil nilai laboraturium yang bermasalah adalah eritrosit,
lymposit, granula, trombosit, SGPT, SGOT dan bilirubin direct.
2.4 Pemeriksaan Fisik Klinik
a. Kesan Umum : sedang
b. Vital Sign :
Tabel 2.9 Vital Sign

Vital sign Nilai normal Awal masuk Tanggal monitoring


(02-01-2020) 03-01-20 04-01-20 05-01-20
Tekanan Sistolik =110-130 160/100 mmHg 155/100 160/100 130/90
darah Diastolik =70-80
(mmHg)
Respirasi 14-20/menit 32 /menit 25/mnt 25/mnt 21/mnt
(x/mnt)
Nadi 60-100/menit 112/menit 100/mnt 110/mnt 107/mnt
(x/mnt)
Suhu (oC) 36-37,5o C 37,1 o C 36,8 o C 36,5 o C 36,4 o C

c. Kepala/ abdomen/extremitas dll : -


Kesimpulan :
Berdasarkan hasil pemeriksaan tekanan darah pasien tergolong tinggi
pada hari pertama, hari kedua masih tidak normal dan selanjutnya hari ketiga
sudah mulai normal sehingga pasien tidak hipertensi pada hari ketiga.
Pemeriksaan respirasi pada hari pertama tidak normal, hari kedua tidak normal
hari ketiga sudah hampir mencapai nilai normal, nadi dan suhu tubuh pasien juga
tergolong normal.
2.5 Asupan Zat Gizi
Hasil recall 24 jam diet : Rumah
Tanggal : 03-01-2020
Tabel 2.10 Asupan Zat Gizi di rumah
Implementasi Energi Protein Lemak Kh
(kkal) (gr) (gr) (gr)
Asupan oral 777,2 55,3 19,2 112
Asupan enteral - - - -
Parentral - - - -
Kebutuhan 1.999 108 44,4 291,8
% Asupan 38,87 % 51,20 % 34,59 % 41,97 %
Tabel 2.11 Tingkat Kecukupan Konsumsi Energi dan Zat Gizi
Asupan Lebih Baik Cukup Kurang
Energi > 110% 100-110% 80-99% < 70%
Protein > 110% 100-110% 80-99% < 70%
15

Lemak > 110% 100-110% 80-99% < 70%


Lemak > 110% 100-110% 80-99% < 70%
Sumber : Kementerian Kesehatan RI, 2013

Kesimpulan :
Berdasarkan hasil recall 1x24 jam yang dibandingkan dengan
perhitungan kebutuhan didapat hasil, asupan energi sebesar 38,87 %, protein
sebesar 51,20 %, lemak sebesar 34,59 %, karbohidrat sebesar 41,97 %.
Berdasarkan Kementerian Kesehatan RI 2013, asupan energi, protein, lemak
dan karbohidrat tergolong defisit/kurang (<70%). Hal ini dikarenakan nafsu
makan pasien berkurang sebelum masuk rumah sakit.
2.6 Terapi Medis
Tabel 2.12 Terapi Medis

Jenis obat/ tindakan Fungsi Interaksi dengan gizi


Inj Methyprednisolone Obat ini bekerja dengan
menurunkan system imun
terhadap beberapa penyakit
-
INH 300 Untuk obat antibiotik yang dapat
digunakan bersama obat lain
untuk mengobati infeksi -
tuberculosis.
Ethambutol Antibiotik yang mencegah -
pertumbuhan bakteri tuberculous
di dalam tubuh.
Rifampicin Mengobati jenis bakteri pathogen -
yaitu tuberkulosis
OBH syr Untuk meredakan batuk berdahak -
dan mengeluarkan dahak
BAB III
DIAGNOSA GIZI

3.1 Problem Gizi :


1. Domain Intake : NI 2.1 Kekurangn Intake Makanan Dan Minuman Oral
NI 5.1 Peningkatan Kebutuhan Energi Protein
NI 5.4 Penurunan Asupan Zat Gizi Natrium
2. Domain Clinis : NC 3.1 Berat Badan Kurang
3. Domain Behavioral : NB 1.7 Pemilihan Bahan Makanan Yang Salah

3.2 Pembahasan Diagnosa :


NI 2.1 Kekurangan intake makanan dan minuman oral berkaitan dengan
masalah gastrointestinal dan kondisi tuberkulosis paru yang di tandai
dengan nyeri ulu hati, penurunan nafsu makan dan hasil persen recall
asupan gizi pasien defisit (<70%) yaitu energi 38,87 %, protein 51,20
%, lemak 34,59 % dan karbohidrat 41,97 %.
NI 5.1 Peningkatan kebutuhan energi dan protein berkaitan dengan kondisi
infeksi tuberkulosis paru ditandai dengan hasil pemeriksaan biokimia
eritrosit : 5,39 jt/uL, lymposit : 7,8%, granula : 87,6%, trombosit : 462
rb/uL dan penurunan berat badan 3 kg selama 1 bulan.
NI 5.4 Penurunan asupan zat gizi natrium berkaitan dengan tekanan darah
tinggi ditandai dengan pemeriksaan tanda vital tekanan darah yaitu
160/100 mmHg.
NC 3.1 Berat badan kurang berkaitan dengan riwayat penyakit pasien
tuberkulosis paru dan malnutrisi ditandai dengan BBA (45 kg) <BBI
(56,7 kg), IMT pasien 16,98 kg/m2 (sangat kurus).
NB 1.7 Pemilihan bahan makanan yang salah berkaitan dengan kurangnya
informasi terkait zat gizi ditandai dengan mengkonsumsi bahan
makanan yang tidak sehat dan pasien sering merokok dalam sehari
sebanyak 2 bungkus.

16
BAB IV
INTERVENSI GIZI

4.1 Planning
1. Terapi Diet
a. Jenis Diet : NL TKTP 1500 Kkal RG, DH
b. Bentuk makanan : Lunak
c. Cara pemberian : Oral
2. Tujuan Diet
a. Memenuhi kebutuhan energi dan protein yang meningkat untuk mencegah
dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh.
b. Meningkatkan regenerasi jaringan hati dan mencegah kerusakan lebih
lanjut.
c. Menambah berat badan pasien hingga mencapai nilai normal.
d. Mencapai kadar eritrosit, lymposit, granula, trombosit, SGPT, SGOT dan
bilirubin direct hingga menjadi normal.
3. Prinsip Diet
a. Energi tinggi
b. Protein tinggi
c. Lemak cukup
d. Karbohidrat cukup
e. Mineral natrium rendah
4. Syarat Diet
a. Energi tinggi yaitu sebesar 1.999 kkal untuk mencegah pemecahan
protein, yang diberikan bertahap sesuai dengan kemampuan pasien.
b. Protein tinggi yaitu 2,0 g/kg BB sebesar 108 gram.
c. Lemak cukup, yaitu 20% dari kebutuhan total 44,4 gram.
d. Karbohidrat cukup yaitu 291,8 gram sisa dari kebutuhan total.
e. Mineral natrium diberikan rendah pada bahan makanan tidak ditambahkan
garam pada masakan (Almatsier, 2010).
5. Perhitungan Kebutuhan Energi dan Zat gizi
Estimasi energi dengan rumus Mifflin – Stjeor :
Esimasi Kebutuhan Energi = (10 x BBI) + (6,25 x TB) – (5 x U) + 5
= (10 x 54) + (6,25 x 146) – (5 x 53) + 5

17
18

= 450 + 1000 – 265 + 5


= 1.190
FA : 1,2 (jalan di sekitar kamar)
FS : 1,4 (faktor stress infeksi virus TB)
TEE = BEE x FA x FS
= 1.190 x 1,2 x 1,4
= 1.999 kkal
Estimasi Kebutuhan Protein = 2,0 gr/kg BB
= 2,0 x 54
= 108 gr -> 108 x 4
= 432 : 1.999 x 100% = 21,6 %
Estimasi Kebutuhan Lemak = (20% x 1.999) : 9 = 44,2 gr
Estimasi Kebutuhan Karbohidrat = 100% - (21,6% + 20%)
= 100% - 41,6%
= 58,4% -> 58,4% x 1.999 : 4
= 291,8 gr
Pembahasan Preskripsi Diet
Pasien diberikan nasi lunak TKTP DH terkait dengan kondisi tuberkulosis
paru, secara oral, bertujuan agar memenuhi kebutuhan energi dan protein yang
meningkat untuk mencegah, mengurangi kerusakan jaringan tubuh dan tidak
memberatkan fungsi hati.
6 Rencana Monitoring dan Evaluasi
Tabel 4.1 Rencana Monitoring dan Evaluasi
Anamnesis Yang diukur Pengukuran Evaluasi / target
Antropometri BB Awal dan akhir kasus Baik
Biokimia Hasil pemeriksaan Menyesuaikan (bila ada Normal
laboratorium pemeriksaan)
Klinik Keadaan umum, TD, Setiap hari Normal
RR, suhu, dan nadi
Asupan zat Energi, protein, lemak Setiap hari Minimal 80% dari
gizi dan karbohidrat kebutuhan pasien
19

7. Rencana Konsultasi Gizi


Tabel 4.2 Rencana Konsultasi Gizi
Masalah gizi Tujuan Materi konseling Keterangan
Memberikan 1. Pedoman Umum Gizi Metode :
pengetahuan Seimbang Edukasi
Kekurangan
tentang jenis 2. Makanan yang individu dan
intake makanan
bahan makanan boleh/tidak keluarga
dan minuman
yang beragam boleh/dibatasi
oral
dan mengandung
zat gizi
1. Pedoman gizi seimbang Metode :
Memberikan 2. Tujuan diet Edukasi
pengetahuan 3. Syarat diet individu dan
Peningkatan
tentang jenis 4. Makanan yang keluarga
Kebutuhan
bahan makanan dianjurkan
Energi Protein
yang tinggi energi 5. Makanan yang tidak
dan protein dianjurkan
6. Pola menu sehari diet
1. P
engertian diet rendah
protein dan garam
2. T
ujuan diet rendah protein
dan garam
3. S
Memberikan
Penurunan yarat diet rendah protein
informasi tentang
kebutuhan zat dan garam
diet rendah
gizi natrium 4. M
garam
akanan yang dianjurkan
5. M
akanan yang tidak
dianjurkan
6. P
ola menu sehari diet
rendah garam
Memberikan 1. Pedoman gizi seimbang Metode :
pengetahuan 2. Piring makanku Edukasi
kepada pasien 3. Makanan yang individu dan
Berat badan
atau keluarga boleh/tidak boleh dan keluarga
kurang
bahan makanan dibatasi
yang yang bergizi
dan seimbang
Pemilihan Memberikan 1. Pedoman gizi seimbang Metode :
Bahan Makanan edukasi tentang 2. Tujuan diet Edukasi
Yang Salah gizi seimbang 3. Syarat diet individu dan
4. Makanan yang dianjurkan keluarga
5. Makanan yang tidak
dianjurkan
6. Pola menu sehari diet

4.2 Implementasi
1. Kajian Terapi Diet di Rumah Sakit
20

a. Jenis diet : NL TKTP 1500 Kkal RG , Diet Hati


b. Bentuk makanan : Lunak
c. Cara pemberian : Oral

Tabel 4.3 Nutrisi Oral


Energi (kkal) Protein (gr) Lemak (gr) KH (gr)
Standar diet RS 1.500 58 35 245
Kebutuhan (planning) 1.999 108 44,4 291,8
% Standar / kebutuhan 75,03 % 53,70 % 63,06 % 91,82 %
Kesimpulan :
Dari hasil analisis standar diet NL TKTP RG DH 1500 Kkal yang diberikan
secara bertahap untuk pasien yang diberikan di rumah sakit dengan kebutuhan
(planning) energi sebesar 75,03 %, protein sebesar 53,70 %, lemak sebesar
63,06 %, karbohidrat 91,82 %. Menurut kementerian RI, 2013 untuk energi,
protein, lemak tergolong defisit karena (<70%), sedangkan karbohidrat tergolong
baik (<80-99 %).
2. Rekomendasi Diet : NL TKTP 1500 kkal Rendah Garam, Diet
Hati + Proten
a. Standar Diet
Tabel 4.4 Standar Diet
Standar Diet RS Rekomendasi Standar Diet
Menu Jumlah Menu Jumlah
Pagi : Pagi :
50 gr
Nasi lunak Nasi lunak 75 gr
50 gr
L. Hewani Lauk Hewani 50 gr
100 gr
Sayur Sayuran B 100 gr
5
Minyak Minyak 5 gr
100 cc
Susu Proten Susu Proten 100cc

Siang :
Siang :
75 gr Nasi lunak 150 gr
Nasi lunak
50 gr Lauk Hewani 40 gr
L.Hewani
100 gr Sayur 100 gr
Sayur
100 gr Buah 100 gr
Buah
5 gr Minyak 10 gr
Minyak
100 cc Susu Proten 100 cc
Susu Proten
Jam 16.00 : Jam 16.00 :
Buah 100 gr Buah 50 gr
Sore : Sore:
50 gr 150 gr
Nasi lunak 50 gr Nasi lunak 30 gr
21

L.Hewani Lauk Hewani 100 gr


Sayur 100 gr Sayur 100 gr
Buah 100 gr Buah 5 gr
Minyak 5 gr Minyak 15 gr
Gula pasir
NILAI GIZI NILAI GIZI
Energi (Kkal) : 1500 kkal Energi (Kkal): 1999 Kkal
Protein : 58 gr Protein : 91,6 gr
Lemak : 35 gr Lemak : 56,1 gr
KH : 245 gr KH : 268,1 gr
Tabel 4.5 Perbandingan Rekomendasi Standar Diet dan Perhitungan Kebutuhan
Energi (Kkal) Protein (gr) Lemak (gr)
KH (gr)
Rekomendasi Standar Diet 1.500 58 35 245
Kebutuhan (Planning) 1.999 91,6 56,1 268,1
% Standar / Kebutuhan 75,03 % 63,31 % 62,38 % 91,38 %
Kategori Kurang Kurang kurang Cukup
Kesimpulan:
Dari hasil analisa rekomendasi standar diet nasi lunak TKTP RG DH
dengan kebutuhan (Planning) energi, lemak, protein tergolong kurang dan
karbohidrat tergolong cukup. Menurut KEMENKES RI 2013 untuk energi, lemak,
protein tergolong kurang karena berada dalam rentang <70% dan karbohidrat
tergolong cukup karena 80-99 %.
3. Penerapan diet berdasarkan rekomendasi
Pemesanan Diet : NL TKTP RG Diet Hati 1500 kkal + (proten) 2x100 cc
4. Penerapan Konseling
a. Sasaran : Pasien dan keluarga pasien
b. Tujuan konseling :
1) Memberikan pengetahuan tentang TKTP dan diet hati
2) Memberikan pengetahuan kepada pasien mengenai diet makanan yang
dianjurkan dan yang dihindari terkait dengan penyakit pasien
3) Memberikan pengetahuan tentang pemilihan makanan, gizi seimbang
dan penatalaksanaan TKTP RG dan diet hati
c. Tempat konseling : Ruang Rawat Inap jambrud
d. Waktu Konseling : Sabtu , 4 januari 2020 selama ± 15 menit
e. Metode : Wawancara dan tanya jawab
f. Alat bantu : Leaflet TKTP RG dan diet hati
g. Materi konseling gizi :
1) Tujuan diet
2) Syarat diet
22

3) Bahan makanan yang dianjurkan dan tidak diajurkan


h. Faktor penghambat konseling :
Tidak ada penghambat karena dari keluarga pasien lebih banyak rasa
ingin tau penyakit yang diderita oleh pasien
i. Faktor Pendukung Konseling :
Keluarga pasien serius dan tertarik dalam mendengarkan konseling

j. Hasil konseling gizi


Konseling gizi dilakukan pada hari kedua monitoring pada pasien di ruang
tersebut. Semua materi yang direncanakan dapat dilaksanakan dalam
waktu ± 15 menit kepada keluarga pasien.
Penerimaan keluarga pasien cukup baik, hal ini terlihat selama proses
konseling keluarga menyimak apa yang dijelaskan.
BAB V
MONITORING, EVALUASI DAN TINDAK LANJUT

Tabel 5.1 Monitoring, Evaluasi dan Tindak Lanjut


Evaluasi Dan
Monitoring Tindak Lanjut
Monitoring Asesmen Gizi (ABCD)
Diagnosis Gizi (Terapi Diet Dan
Diagnosis Konseling Gizi)
Tgl
Medis

Antropometri Biokimia Fisik & Klinis


Asupan

3/01/ Tuberkulosis BB : 45 kg Eritrosit : 5,39 Fisik : Energi NI 2.1 Antropometri :


2020 paru TB : 163 cm jt/uL Kesadaran : = 35,47 % Kekurangn Status gizi pasien
IMT : 16,98 Lymposit : 7,8 % sedang, lemah Protein Intake Makanan mencapai normal .
kg/m2 (sangat Granula : 87,6 % = 32,75 % Dan Minuman Biokimia :
kurus) Trombosit : 462 Klinik : Lemak Oral Terdapat
LLA : - rb/uL TD : = 29,41 % pemeriksaan
SGPT : 69 u/uL 155/100 mmHg KH = 41,29 % NI 5.1 biokimia yaitu
SGOT : 134 u/L RR : Peningkatan terjadi
Bilirubin direct : 29 x/mnt Kebutuhan Zat ketidaknormalan
o,52 u/uL Nadi : Gizi Energi dan pada kadar
100 x/mnt Protein eritrosit, lymposit,
Suhu : 36,80C granula,
NI 5.4 trombosit, SGPT,
Penurunan SGOT
asupan zat gizi
natrium Fisik :
Kesadaran
NC 3.1 sedang, lemah
Berat Badan

23
Kurang Klinik :
Menjadikan
tekanan darah
NB 1.7 hingga normal
Pemilihan 130/90 mmHg,
Bahan Makanan Respirasi Rate
(RR), nadi dan
suhu mencapai
normal

Asupan :
Terjadi penurunan
dari hasil recall 24
jam.

Tindak lanjut:
Pasien diberikan
NL TKTP RG DH
dan pasien
diberikan motivasi
untuk
menghabiskan
makanan yang
diberikan oleh
ruma sakit.
4/01/ Tuberkulosis BB : 45 kg - Fisik: -Energi = NI 2.1 Antropometri :
2020 paru TB : Kesadaran : 42,38 % Kekurangn Status gizi pasien
163 cm sedang, lemah -Protein= Intake Makanan mencapai normal .
IMT : 16,98 28,38 % Dan Minuman Biokimia :
kg/m2 (sangat Klinik: -Lemak= Oral Tidak terdapat
kurus) TD : 37,43 % pemeriksaan.
LLA : - 160/100 mmHg KH = NI 5.1
RR : 25 x/mnt 50,80 % Peningkatan Fisik :
Kebutuhan Zat Kesadaran

24
Nadi :110 x/ mnt Gizi Energi dan sedang dan lemah
Suhu : 36,5 0C Protein

NC 3.1 Klinik :
Berat Badan Menjadikan
Kurang tekanan darah
hingga normal
NB 1.7 130/90 mmHg,
Pemilihan Respirasi Rate
Bahan Makanan (RR), nadi dan
suhu mencapai
normal

Asupan :
Terjadi
peningkatan
asupan
sebelumnya

Tindak lanjut:
Pasien diberikan
NL TKTP RG DH
Pasien diberikan
edukasi mengenai
TKTP RG DH,
dan makanan
yang seimbang.
5/01/ Tuberkulosis BB : 45 kg - Fisik: -Energi = NI 2.1 Antropometri :
2020 paru TB : 163 cm Kesadaran 39,65 % Kekurangn Status gizi pasien
IMT : 16,98 sedang, lemah Protein = Intake Makanan mencapai normal .
kg/m2 (sangat 28,82 % Dan Minuman
kurus) Klinik: Lemak = Oral Biokimia :
LLA : - TD : 130/90 mmHg 59,53 % Tidak terdapat
KH = NI 5.1 pemeriksaan.

25
RR : 21 x/mnt 38,04 % Peningkatan
Nadi : 107x/ mnt Kebutuhan Zat
Suhu : 36,4 oC Gizi energi dan
protein Fisik :
Kesadaran
NC 3.1 sedang dan lemah
Berat Badan
Kurang Klinik :
Tekanan darah
NB 1.7 normal Respirasi
Pemilihan Rate, nadi dan
Bahan Makanan suhu tetap
normal.

Asupan :
Terjadi
peningkatan
asupan pada
pasien tetapi
masih dalam
kategori kurang
karena nafsu
makan pasien
masih belum ada.

Tindak lanjut:
Pasien diberikan
NL TKTP RG DH.
agar pasien dapat
menjaga pola
makan sesuai
dengan apa yang
telah dianjurkan.

26
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Kesimpulan
1. Berdasarkan pengukuran antropometri pada akhir kasus yakni berat badan
45 kg dan tinggi badan 163 cm diperoleh IMT (Indeks Massa Tubuh) sebesar
16,98 kg/m2, maka status gizi pasien tersebut adalah sangat kurus.
2. Berdasarkan pemeriksaan biokimia awal kasus rumah sakit, pemeriksaan
dalam kategori yang bermasalah yaitu eritrosit, lymposit, granula, trombosit,
SGPT, SGOT dan bilirubin direct.
3. Berdasarkan pemeriksaan fisik pada akhir kasus kesadaran pasien sedang.
Pada pemeriksaan klinik tekanan darah normal pada hari ketiga, Respirasi
Rate (RR) normal, nadi dan suhu tetap normal.
4. Dietary (asupan) dilihat dari hasil monitoring evaluasi recall 1x 24 jam pasien
selama 3 hari monitoring, dirata-ratakan hasilnya untuk energi sebesar 39,16
%, protein sebesar 29,98 %, lemak sebesar 42,12 %, karbohidrat sebesar
43,37 %. Menurut KEMENKES RI 2013 , asupan energi, protein, lemak,
karbohidrat termasuk kategori masih kurang karena <70 % dikarenakan
pasien tidak nafsu makan.
6.2 Saran
1. Sebaiknya pasien memperhatikan asupan mengikuti anjuran diet yang
diberikan untuk mencegah penyakit menjadi semakin parah.
2. Diharapkan kepada keluarga pasien untuk tidak membawa makanan dari luar
guna mempercepat proses penyembuhan.
3. Diharapkan kepada keluarga untuk mendukung pasien agar bisa
memonitoring diri dalam mengkonsumsi makanan dengan menu yang
seimbang dan sehat.

27
28

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S., 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anonim, 2000, Informasi Obat Nasional Indonesia, Direk Jendral Pengawasan Obat
dan Makanan, hal 47, Depkes RI, Indonesia.

Aziza, G Icksan dan Reny, Luhur. 2008. Radilologi Toraks Tuberkulosis Paru.
Jakarta: CV. Sagugn Seto.

Chandra B (2012). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC, p: 105.

Departemen Kesehatan RI. 2008. Profil kesehatan Indonesia 2007. Jakarta : Depkes
RI Jakarta.

Gould, D. dan Brooker, C., 2003, Mikrobiologi Terapan Untuk Perawat, EGC,
Jakarta.

Rani, A., Soegondo, S., Nasir, A., Wijaya, I., dan Nafrialdi, Mansjoer, A., 2006,
Panduan Pelayanan Medik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Saputra, L., 2010, Intisari Ilmu Penyakit Dalam, Binarupa Aksara Publisher, Jakarta

Soedarto. (2007). Penyakit Menular di Indonesia. Jakarta: CV Agung Seto

Manalu, H. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru dan Upaya


Penanggulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 9 No. 4, Desember2010:
1340-1346.

Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta: EGC

Soemantri, Irman. 2008. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pasien


Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Salemba Merdeka. Jakarta.

Widagdo. (2011). Masalah dan Tatatlaksana Penyakit Infeksi pada Anak. Jakarta :
Sagung Seto.

Hartoyo, E., dan Roni, N., 2002, Tuberkulosis Milier dengan Hepatitis Tipe
Kolestasis, Berkala Ilmu Kedokteran, Vol.34, No.2, 117-118..

Tjay, T.H & Rahardja, K., 2007, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-
Efek Sampingya, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Zulkoni Akhsin. 2010. Parasitologi. Yogyakarta: Nuha Medika.


29

Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Edisi 4, Jilid 1. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Kemenkes RI. Survei Kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia, 2012.

Kemenkes Ri. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang


Kemenkes Ri

Anda mungkin juga menyukai