Anda di halaman 1dari 40

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Jaringan Syaraf Tiruan


Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah sistem pemroses informasi yang memiliki
karakteristik mirip dengan jaringan syaraf biologi yang digambarkan sebagai berikut :
a. Menerima input atau masukan (baik dari data yang dimasukkan atau dari output sel
syaraf pada jaringan syaraf. Setiap input datang melalui suatu koneksi atau hubungan
yang mempunyai sebuah bobot (weight).
b. Setiap sel syaraf mempunyai sebuah nilai ambang. Jumlah bobot dari input dan
dikurangi dengan nilai ambang kemudian akan mendapatkan suatu aktivasi dari sel
syaraf (post synaptic potential, PSP, dari sel syaraf). Signal aktivasi kemudian
menjadi fungsi aktivasi / fungsi transfer untuk menghasilkan output dari sel syaraf.
JST dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan syaraf biologi,
dengan asumsi bahwa :
a. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neuron).
b. Sinyal dikirimkan diantara neuron-neuron melalui penghubung-penghubung.
c. Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau memperlemah
sinyal.
d. Untuk menentukan output, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi (biasanya
bukan fungsi linier) yang dikenakan pada jumlahan input yang diterima. Besarnya
output ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu batas ambang.
JST ditentukan oleh 3 hal :
a. Pola hubungan antar neuron (disebut arsitektur jaringan)
b. Metode untuk menentukan bobot penghubung (metode training / learning /
algoritma)
c. Fungsi aktivasi

1
Sebagai contoh, perhatikan neuron Y pada gambar 1.1

Gambar 1.1 Neuron Y

Y menerima input dari nuron x1, x2, dan x3 dengan bobot hubungan masing-masing
adalah w1, w2, dan w3. Ketiga impuls neuron yang ada dijumlahkan.

Besarnya impuls yang diterima oleh Y mengikuti fungsi aktivasi y = f(net). Apabila
nilai fungsi aktivasi cukup kuat, maka sinyal akan diteruskan. Nilai fungsi aktivasi (keluaran
model jaringan) juga dapat dipakai sebagai dasar untuk merubah bobot.

1.1.1. Model Neuron


Neuron adalah unit pemroses informasi yang menjadi dasar dalam pengoperasian JST.
Neuron terdiri dari 3 elemen:
1) Himpunan unit-unit yang dihubungkan dengan jalus koneksi. Jalur tersebut memiliki
bobot yang berbeda-beda. Bobot yang benilai positif akan memperkuat sinyal dan
yang bernilai negatif akan memperlemah sinyal yang dibawanya. Jumlah, struktur dan
pola hubungan antar unit-unit tersebut akan menentukan ”ARSISTEKTUR
JARINGAN” (dan juga model jaringan yang terbentuk).
2) Suatu unit penjumlah yang akan menjumlahkan input-input sinyal yang sudah
dikalikan dengan bobot. Misalkan x1, x2, ....xm adalah unit2 input dan wji, wj2, ...
wjm adalah bobot penghubung dari unit2 tsb ke unit keluaran Yj , maka unit
penjumlah akan memberikan keluaran sebesar uj = x1wj1+ x2wj2+...+xmwjm
3) Fungsi aktivasi yang akan menentukan apakah sinyal dari input neuron akan
diteruskan ke neuron lain ataukah tidak.
a. Jika tahapan fungsi aktivasi digunakan (output sel syaraf = 0 jika input <0 dan 1
jika input >= 0) maka tindakan sel syaraf sama dengan sel syaraf biologi yang
dijelaskan diatas (pengurangan nilai ambang dari jumlah bobot dan

2
membandingkan dengan 0 adalah sama dengan membandingkan jumlah bobot
dengan nilai ambang).
b. Biasanya tahapan fungsi jarang digunakan dalan Jaringan Syaraf Tiruan. Fungsi
aktivasi (f(.)) dapat dilihat pada Gambar berikut.

Gambar 1.2 Fungsi Aktivasi

1.1.2. Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan


Beberapa arsitektur jaringan yang sering dipakai dalam jaringan syaraf tiruan antara
lain :
a. Jaringan Layar Tunggal (single layer network)
Dalam jaringan ini, sekumpulan input neuron dihubungkan langsung dengan
sekumpulan outputnya. Beberapa model (misal perceptron), hanya ada sebuah unit
neuron output.

Gambar 1.3 Single Layer Network

Gambar 1.3 menunjukkan arsitektur jaringan dengan n buah unit input (x 1, x2,...,xn)
dan m buah unit output (Y1,Y2,...,Ym).
Perhatikan bahwa jaringan ini, semua unit input dihubungkan dengan semua unit
output, meskipun dengan bobot yang berbeda-beda. Tidak ada unit input yang
dihubungkan dengan unit input lain. Demikian pula dengan unit ouput.
Besaran wji menyatakan bobot hubungan antara unit ke-i dalam input dengan unit ke-j
dalam output. Bobot-bobot ini saling independen. Selama proses pelatihan, bobot-
bobot tersebut akan dimodifikasi untuk meningkatkan keakuratan hasil. Model

3
semacam ini tepat digunakan untuk pengenalan pola karena kesederhanaannya. Model
yang masuk kategori ini antara lain : Adaline, Hopfield, Perceptron, LVQ, dll.
b. Jaringan Layar Jamak (multi layer network)
Jaringan layar jamak merupakan perluasan dari layar tunggal. Dalam jaringan ini,
selain unit input dan output, ada unit-unit lain yang disebut dengan layar tersembunyi
(hidden layer). Dimungkinkan pula ada beberapa layar tersembunyi. Sama seperti
pada unit input dan output, unit-unit dalam satu layar tidak saling berhubungan.

Gambar 1.4 Multi Layer Network

Gambar 1.4 adalah jaringan dengan n buah unit input (x 1, x2,...,xn), sebuah layar
tersembunyi yang terdiri dari p buah unit (z1, z2,...,zn) dan m buah unit output (Y 1,
Y2,..., Yn).
Jaringan layar jamak dapat menyelesaikan masalah yang lebih kompleks
dibandingkan dengan layar tunggal, meskipun kadangkala proses pelatihan lebih
kompleks dan lama. Model yang masuk kategori ini antara lain: Madaline,
Backpropagation, Neocognitron, dll.
c. Jaringan Recurrent
Model jaringan recurrent mirip dengan jaringan layar tunggal ataupun jamak. Hanya
saja, ada neuron output yang memberikan sinyal pada unit input (feedback loop).
Model yang masuk kategori ini antara lain: BAM (Bidirectional Associative
Memory), Boltzman Machine, Hopfield, dll.

4
Gambar 1.5 Recurrent Layer Network

1.1.3. Fungsi Aktivasi


Dalam jaringan syaraf tiruan, fungsi aktivasi dipakai untuk menentukan keluaran
suatu neuron. Argumen fungsi aktivasi adalah net masukan (kombinasi linier masukan dan

bobotnya). Jika net = , maka fungsi aktivasinya adalah f(net) = .

5
Gambar 1.6 Fungsi Aktivasi
Kadang dalam jaringan ditambahkan sebuah unit masukan yang nilainya selalu= 1.
Unit yang demikian disebut bias. Bias dapat dipandang sebagai sebuah input yang
nilainya= 1. Bias berfungsi untuk mengubah nilai threshold menjadi = 0 (bukan =a).

Gambar 1.7 Penambahan Nilai Bias Dalam Input Neuron

Jika melibatkan bias, maka keluaran unit penjumlah adalah

Fungsi aktivasi threshold menjadi:

Contoh:
Suatu jaringan layar tunggal seperti gambar di atas terdiri dari 2 input x1 = 0,7 dan x2 =
2,1 dan memiliki bias. Bobot w1 = 0,5 dan w2 = -0,3 dan bobot bias b = 1,2. Tentukan
keluaran neuron Y jika fungsi aktivasi adalah threshold bipolar.
Penyelesaian:

Karena net > 0 maka keluaran dari jaringan y = f(net) = 1

6
1.2. Klasifikasi JST Berdasarkan Pelatihan Umum
Berdasarkan cara memodifikasi / encoding / decoding JST diklasifikasikan sbb:

Gambar 1.8 Klasifikasi JST


Berikut penjelasan klasifikasinya:
1. Supervised-Feedforward: JST dibimbing dalam hal penyimpanan pengetahuannnya
serta sinyal masuk akan diteruskan tanpa umpan balik
2. Unsupervised-Feedforward: JST tidak dibimbing dalam hal penyimpanan
pengetahuannnya serta sinyal masuk akan diteruskan tanpa umpan balik
3. Unsupervised-Feedback: JST tidak dibimbing dalam hal penyimpanan
pengetahuannnya serta sinyal masuk akan diteruskan dan memberikan umpan balik
4. Supervised-Feedback: JST dibimbing dalam hal penyimpanan pengetahuannnya
serta sinyal masuk akan diteruskan dan memberikan umpan balik
Konsep JST yang dibimbing (supervised): JST diberi masukan tertentu dan keluarannya
ditentukan oleh pengajarnya. Dalam proses tsb, JST akan menyesuaikan bobot sinapsisnya.
Konsep JST tanpa dibimbing (unsupervised): kebalikan dari supervised, JST secara
mandiri akan mengatur keluarannya sesuai aturan yang dimiliki. Konsep JST feedforward:
hasil outputnya sudah dapat diketahui sebelumnya. Konsep JST feedback: lebih bersifat
dinamis, dalam hal ini kondisi jaringan akan selalu berubah sampai diperoleh keseimbangan
tertentu.
Hingga saat ini terdapat lebih dari 20 model JST. Masing-masing model menggunakan
arsitektur, fungsi aktivasi dan algoritma yang berbeda-beda dalam prosesnya. Taksonomi JST
didasarkan pada metode pembelajaran, aplikasi dan jenis arsitekturnya
Berdasarkan stategi pembelajaran, model JST dibagi menjadi:
1. Pelatihan dengan supervisi. Contoh: model Hebbian, Perceptron, Delta, ADALINE,
Backpropagation, Heteroassociative Memory, Biderectional Associative Memory
(BAM).

7
2. Pelatihan tanpa supervisi. Contoh: model Hebian, Competitive, Kohonen, Learning
Vector Quantization (LVQ), Hopfield.
1.3. Contoh-contoh Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan
Aplikasi yang sudah ditemukan
a. Klasifikasi. Model yang digunakan: ADALINE, LVQ, Backpropagation
b. Pengenalaan Pola. Model yang digunakan: Adaptive Resononance Theory (ART),
LVQ, Backpropagation
c. Peramalan. Model yang digunakan: ADALINE, MADALINE, Backpropagation
d. Optimisasi. Model yang digunakan: ADALINE, Hopfield, Backpropagation
1.4. Neuron McCulloch-Pitts
Model JST yang digunakan oleh McP merupakan model yang pertama ditemukan.
Model neuron McP memiliki karakteristik sbb:
a. Fungsi aktivasinya biner.
b. Semua garis yang memperkuat sinyal (bobot positif) ke arah suatu neuron memiliki
kekuatan (besar bobot) yang sama. Hal yang sama untuk garis yang memperlemah
sinyal (bobot negatif) ke arah neuron tertentu.
c. Setiap neuron memiliki batas ambang (threshold) yang sama. Apabila total input ke
neuron tersebut melebihi threshold, maka neuron akan meneruskan sinyal.

Gambar 1.7 Model Neuron McP


Neuron Y menerima sinyal dari (n+m) buah neuron x 1 x2, …..xn, xn+1, ….xn+m. n buah
penghubung dengan dari x1, x2, …..xn ke Y merupakan garis yang memperkuat sinyal (bobot
positif), sedangkan m buah penghubung dari xn+1, ….xn+m ke Y merupakan garis yang
memperlemah sinyal (bobot negatif). Semua penghubung dari x1, x2, …..xn ke Y memiliki
bobot yang sama. Hal yang sama dengan penghubung dari xn+1,….xn+m ke Y memiliki bobot
yang sama. Namun jika ada neuron lain katakan Y 2, maka bobot x1 ke Y1 boleh berbeda
dengan bobot dari x2 ke Y2.
Fungsi aktivasi neuron Y adalah

8
Bobot tiap garis tidak ditentukan dengan proses pelatihan, tetapi dengan metode
analitik. Beberapa contoh berikut memaparkan bagaiman neuron McP digunakan untuk
memodelkan fungsi logika sederhana.
Contoh:
Fungsi logika ”AND” dengan 2 masukan x1 dan x2 akan memiliki keluaran Y =1 jika dan
hanya jika kedua masukan bernilai 1.

Buatlah model neuron McP untuk menyatakan fungsi logika AND


Penyelesaian :
Model neuron fungsi AND tampak pada gambar di bawah ini. Bobot tiap garis adalah = 1 dan
fungsi aktivasi memiliki nilai threshold = 2.

Untuk semua kemungkinan masukan, nilai aktivasi tampak pada tabel berikut:

9
Tampak bahwa keluaran jaringan tepat sama dengan tabel logika AND. Berarti jaringan
dapat dengan tepat merepresentasika fungsi AND. Besarnya nilai threshold dapat diganti
menjadi suatu bias dengan nilai yang sama. Dengan menggunakan nilai bias, batas garis
pemisah ditentukan dari persamaan

b + x1w1 + x2w2 = 0 atau x2 = -w1x1/w2 – b/w2


Apabila garis pemisalnya diambil dengan persamaan x1 + x2 = 2, maka berarti –w1/w2 =-1 dan
–b/w2 = 2.
Ada banyak w1, w2 dan b yang memenuhi persamaan tersebut, salah satunya adalah w 1=w2=1
dan b=-2, seperti penyelesaian contoh diatas.

Latihan
1) Buatlah model neuron McP untuk menyatakan fungsi logika OR
2) Buatlah model neuron McP untuk menyatakan fungsi logika XOR
3) Buatlah model neuron McP untuk menyatakan fungsi logika x1 AND NOT x2

10
BAB II ALGORITMA
PERCEPTRON

Model jaringan perceptron ditemukan Rosenblatt (1962) dan Minsky-Papert (1969).


Model tersebut merupakan model yang memiliki aplikasi dan pelatihan yang paling baik pada
era tersebut.

2.1. Arsitektur Jaringan


Arsitektur jaringan perceptron mirip dengan arsitektur jaringan Hebb.

Gambar 2.1 Arsitektur Perceptron

Jaringan terdiri dari beberapa unit masukan (ditambah sebuah bias), memiliki sebuah unit
keluaran. Hanya saja fungsi aktivasi bukan merupakan fungsi biner (atau bipolar), tetapi
memiliki kemungkinan nilai -1, 0 atau 1.

Harga threshold yang ditentukan :

f(net) =

11
Secara geometris, fungsi aktivasi membentuk 2 garis sekaligus, masing-masing dengan
persamaan :

w1x1 + w2x2 + ... + wnxn + b = dan

w1x1 + w2x2 + ... + wnxn + b = -

2.2. Pelatihan Perceptron


Misalkan:
s adalah vektor masukan dan t adalah target keluaran
α adalah laju pemahaman (learning rate) yang ditentukan

adalah threshold yang ditentukan

Algoritma pelatihan perceptron :


1. Inisialisasi semua bobot dan bias (umumnya wi = b = 0). Tentukan laju pemahaman
(=α). Untuk penyederhana, biasanya α diberi nilai = 1
2. Selama ada elemen vektor masukan yang respon unit keluarnya tidak sama dengan
target, lakukan :
a. Set aktivasi unit masukan xi = si (i = 1,...,n)

b. Hitung respon unit keluaran : net =

y =f(net) =

c. Perbaiki bobot pola yang mengandung kesalahan (y ≠ t) menurut persamaan ;


wi (baru) = wi (lama) + ∆w (i=1,...,n) dengan ∆w = α t xi
b (baru) = b (lama) + ∆b dengan ∆b = α t
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam algoritma tersebut :
a. Iterasi dilakukan terus hingga semua pola memiliki keluaran jaringan yang sama
dengan targetnya (jaringan sudah memahami pola). Iterasi tidak berhenti setelah
semua pola dimasukkan seperti yang terjadi pada model Hebb.
b. Pada langkah 2(c), perubahan bobot hanya dilakukan pada pola yang mengandung
kesalahan (keluaran jaringan ≠ target). Perubahan tersebut merupakan hasil kali unit

12
masukan dengan target dan laju pemahaman. Perubahan bobot hanya akan terjadi
kalau unit masukan ≠ 0.
c. Kecepatan iterasi ditentukan pula oleh laju pemahaman (=α dengan 0 ≤ α ≤ 1) .
semakin besar harga α, semakin sedikit iterasi yang diperlukan. Akan tetapi jika α
terlalu besar, maka akan merusak pola yang sudah benar sehingga pemahaman
menjadi lambat.
Contoh 1:
Buatlah perceptron untuk mengenali fungsi logika “dan” dengan masukan dan keluaran

bipolar. Untuk inisialisasi, gunakan bobot dan bias awal = 0, α = 1 dan threshold = =0

Penyelesaian :
Tabel masukan dan target fungsi logika “dan” dengan masukan dan keluaran bipolar tampak
dalam tabel 2.1

Tabel 2.1 Fungsi Logika “and” Dengan Bipolar

Untuk threshold = 0, maka fungsi aktivasi menjadi :

Iterasi untuk seluruh pola yang ada disebut epoch Tabel 3.2 menunjukkan hasil pada epoch
pertama.

13
Tabel 2.2 Perceptron Epoch Pertama

Tabel 2.3 Perceptron Epoch Kedua

Pada tabel 3.3 sudah tidak ada perubahan bobot lagi, maka jaringan Perceptron tersebut sudah
mengenali pola sehingga iterasi dihentikan.
2.3. Pengenalan Pola Karakter pada perceptron
Algoritma untuk mengenali apakah pola masukan yang diberikan menyerupai sebuah
karakter tertentu (misal mirip huruf “A”) atau tidak, sebagai berikut :
1. Nyatakan tiap pola masukan sebagai vektor bipolar yang elemennya adalah tiap
titik dalam pola tersebut.
2. Berikan nilai target = +1 jika pola masukan menyerupai huruf yang diinginkan.
Jika sebaliknya, berikan nilai target = -1.
3. Berikan inisialisasi bobot, bias, laju pemahaman dan threshold.
4. Lakukan proses pelatihan perceptron.

14
Contoh 2:
Diketahui 6 buah pola masukan seperti gambar 3.1 :

Gambar 3.1 Pola Karakter


Buatlah model perceptron untuk mengenali pola “A”.
Penyelesaian :
Untuk menentukan vektor masukan, tiap titik dalam pola diambil sebagai komponen vektor.
Jadi tiap vektor masukan memiliki 9*7 = 63 komponen. Titik dalam pola yang bertanda “#”
diberi nilai = +1 dan titik bertanda “.” Diberi nilai -1. Pembacaan pola dilakukan dari kiri ke
kanan, dimulai dari baris paling atas.
Vektor masukan pola 1 adalah
(-1 -1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 -1 -1 -1
-1 -1 1 -1 1 -1 -1 -1 -1 1 -1 1 -1 -1 -1 1 1 1 1 1 -1
-1 1-1 -1 -1 1 -1 -1 1 -1 -1 -1 1 -1 1 1 1 -1 1 1 1)
Vektor masukan pola 2 adalah
(1 1 1 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 -1 -1 1 -1 1 -1 -1 -1 -1 1
-1 1 -1 -1 -1 -1 1 -1 1 1 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 -1 -1 1
-1 1 -1 -1 -1 -1 1 -1 1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 1 1 1 -1)
Vektor masukan pola 3 adalah
(-1 -1 1 1 1 1 1 -1 1 -1 -1 -1 -1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1
1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1
1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 -1 -1 -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 -1)
Vektor masukan pola 4 adalah
(-1 -1 -1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 -1 -1 -1
-1 -1 1 -1 1 -1 -1 -1 -1 1 -1 1 -1 -1 -1 1 -1 -1 -1 1 -1
-1 1 1 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 -1 1 -1 -1 1 -1 -1 -1 1 -1)
Vektor masukan pola 5 adalah

15
(1 1 1 1 1 1 -1 1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 1
1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 1 1 1 -1 1 -1 -1 -1 -1 -1 1
1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 1 1 1 -1)
Vektor masukan pola 6 adalah
(-1 -1 1 1 1 -1 -1 -1 1 -1 -1 -1 1 -1 1 -1 -1 -1 -1 -1 1
1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1
1 -1 -1 -1 -1 -1 1 -1 1 -1 -1 -1 1 -1 -1 -1 1 1 1 -1 -1)
Target bernilai = +1 bila pola masukan menyerupai huruf “A”. Jika tidak, maka target
bernilai = -1. Pola yang menyerupai huruf “A” adalah pola 1 dan pola 4. Pasangan pola dan
targetnya tampak pada tabel 2.4

Tabel 2.4 Pola Masukan Untuk Mengenali Pola “A”

Perceptron yang dipakai untuk mengenali pola huruf “A” (atau bukan “A”) memiliki 63 unit
masukan, sebuah bias dan sebuah unit keluaran. Misalnya bobot awal diambil = 0 untuk

semua bobot maupun bias, α = 1,

Pelatihan dilakukan dengan cara memasukkan 63 unit masukan (sebuah pola huruf). Dihitung

Berikutnya, fungsi aktivasi dihitung menggunakan persamaan

16
Apabila f(net) ≠ target, maka bobot dan bias diubah
Proses pelatihan dilakukan terus hingga semua keluaran jaringan sama dengan targetnya.

Latihan :
Buatlah perceptron untuk mengenali pola yang berbentuk pada fungsi logika XOR

dengan α = 1 dan

a. Tanpa menggunakan bias (jika mungkin)


b. Menggunakan bias
c. Tunjukkan secara grafik bahwa tanpa bias, perceptron tidak akan mampu mengenali
pola secara benar.

17
BAB III ALGORITMA
ADALINE

Model ADALINE (Adaptive Linear Neuron) ditemukan oleh Widrow dan Hoff
(1960). Arsitekturnya mirip dengan perceptron.
Pelatihan ADALINE
Beberapa masukan (dan sebuah bias) dihubungkan langsung dengan sebuah neuron
keluaran. Perbedaan dengan perceptron adalah cara modifikasi bobot. Bobot dimodifikasi
dengan aturan delta (least mean square). Selama pelatihan, fungsi aktivasi yang dipakai
adalah fungsi identitas.

Kuadrat selisih antara target (t) dan keluaran jaringan (f(net)) merupakan error yang
terjadi. Dalam aturan delta, bobot dimodifikasi sedemikian hingga errornya minimum.

E = (t – f(net))2 = 2

E merupakan fungsi bobot wi. Penurunan E tercepat terjadi pada arah

Maka perubahan bobot adalah :

Α merupakan bilangan positif kecil (umumnya diambil 0.1)

Algoritma pelatihan ADALINE :


1. Inisialisasi semua bobot dan bias (wi = b = 0). Tentukan α, biasanya α = 0.1, tentukan
toleransi kesalahan yang diijinkan
2. Selama max ∆wi > batas toleransi, lakukan :
a. Set aktivasi unit masukan xi = si (i = 1,...,n)

18
b. Hitung respon unit keluaran :

Y = f(net) = net
c. Perbaiki bobot pola yang mengandung kesalahan (y ≠ t) menurut persamaan :
wi (baru) = wi (lama) +α (t-y)xi
b (baru) = b (lama) + α (t-y)
Setelah proses pelatihan selesai, ADALINE dapat dipakai untuk pengenalan pola. Umumnya

dipakai fungsi bipolar. Caranya sebagai berikut :

1. Inisialisasi semua bobot dan bias dengan bobot dan bias hasilm pelatihan
2. Untuk semua input masukan bipolar x, lakukan :
a. Set aktivasi unit masukan xi = si (i = 1,..., n)
b. Hitung net vektor keluaran :

c. Kenakan fungsi aktivasi :

Contoh 1:
Gunakan model ADALINE untuk mengenali pola fungsi logika “dan” dengan masukan dan
target bipolar :
Tabel 3.1 Masukan dan Target

19
Gunakan batas toleransi = 0.05 dan α = 0.1
Penyelesaian:
Dengan α = 0.1, maka perubahan bobotnya = ∆wi = 0.1 (t - f(net))xi = 0.1 (t-y) xi.

Tabel 3.2 Nilai F(Net) pada Epoch Pertama

Maksimum ∆wi = 0.07 > toleransi, maka iterasi dilanjutkan untuk epoch kedua

Tabel 3.3 Nilai F(Net) pada Epoch Kedua

Maksimum ∆wi = 0.002 < toleransi, maka iterasi dihentikan dan bobot terakhir yang
diperoleh (w1 = 0.29, w2 = 0.26, dan b = -0.32) merupakan bobot yang digunakan dalam
pengenalan pola.
Perhatikan bahwa fungsi aktivasi yang dipakai berbeda dengan fungsi aktivasi pada pelatihan.
Dalam pengenalan pola, fungsi aktivasinya adalah :

20
Tabel 3.4 Hasil “and”

Tampak bahwa keluaran jaringan tepat sama dengan targetnya. Disimpulkan bahwa pola
dapat dikenali dengan sempurna menggunakan bobot hasil pelatihan.
Contoh 2:
Gunakan contoh sebelumnya dengan ketentuan α = 0.2
Penyelesaian:
Dengan iterasi ADALINE α = 0.2 maka hasilnya sesuai dengan table berikut:

Tabel 3.5 iterasi pertama

Maksimum i = 0.05 artinya toleransi, maka iterasi dihentikan dan bobot terakhir

yang diperoleh ( 1 = 0.3, 2 = 0.21, dan b = -0.38 merupakan bobot yang digunakan dalam

pengenalan polanya, Dengan cara tersebut maka dapat di cek bahwa bobot yang diperoleh
dapat mengenali semua pola dengan benar.

21
BAB IV ALGORITMA
MADALINE

4.1. Arsitektur Jaringan


Beberapa ADALINE dapat digabungkan untuk membentuk suatu jaringan baru yang di
sebuat MADALINE (many ADALINE). Dalam MADALINE terdapat sebuah layar
tersembunyi.

Gambar 4.1 Arsitektur MADALINE

4.2. Pelatihan MADALINE


Algoritma pelatihan MADALINE mula-mula untuk pola masukan dan target bipolar :
1. Inisialisasi semua bobot dan bias dengan bilangan acak kecil. Inisialiasasi α dengan
bilangan kecil.
2. Selama perubahan bobot lebih besar dari toleransi (jumlah epoch belum melebihi batas
yang ditentukan), lakukan langkah a s/d e
a. Set aktivasi unit masukan : xi = si untuk semua i
b. Hitung net input untuk setiap unit tersembunyi ADALINE (z1, z2,...)

22
c. Hitung keluaran setiap unit tersembunyi dengan menggunakan fungsi aktivasi
bipolar :

d. Tentukan keluaran jaringan

e. Hitung error dan tentukan perubahan bobot


Jika y = target, maka tidak dilakukan perubahan bobot
Jika y ≠ target :
Untuk t = 1, ubah bobot ke unit zj yang zin nya terdekat dengan 0 (misal ke unit zp) :

Untuk t = -1, ubah semua bobot ke unit zk yang zin nya positif :

Contoh :
Gunakan MADALINE mula-mula mengenali pola fungsi logika XOR dengan 2 masukan x 1
dan x2. Gunakan α =0.5 dan toleransi = 0.1
Penyelesaian :
Tabel 4.1 Data Masukan

23
Inisialisasi dilakukan pada semua bobot ke unit tersembunyi dengan suatu bilangan acak
kecil.

Tabel 4.2 Inisialisasi terhadap Hiden Layer

Bobot ke unit keluaran Y adalah : v1 = v2 = b = ½

Gambar 4.2 Bobot tiap Unit

Disini dilakukan iterasi untuk pola pertama saja. Pelatihan pola-pola selanjutnya dilakukan
secara analog dan diserahkan kepada saudara untuk latihan.
Pola-1 : Masukan : x1 = 1, x2 =1, t=-1
Hitung net untuk unit tersembunyi z1 dan z2 :
Zin_1 = b1 + x1w11 + x2w12 = 0.3 + 1 (0.05) + 1 (0.2) = 0.55
Zin_2 = b2 + x1w21 + x2w22 = 0.15 + 1 (0.1) + 1 (0.2) = 0.45
Hitung keluaran unit tersembunyi z1 dan z2 menggunakan fungsi aktivasi bipolar.
z1 = f (zin_1) = 1 dan z2 = f (zin_2) = 1

24
Tentukan keluaran jaringan Y :
Y_in = b3 + z1v1 + z2v2 = 0.5 + 1 (0.5) + 1 (0.5) = 1.5
Maka y = f (y_in) = 1
t-y = -1-1 = -2 ≠ 0 dan t = -1.
Semua bobot yang menghasilkan z_in yang positif dimodifikasi. Karena zin_1 > 0 dan zin_2 > 0,
maka semua bobotnya dimodifikasi sebagai berikut :
perubahan bobot ke unit tersembunyi z1 :
b1 baru = b1 lama + α (-1- zin_1) = 0.3 + 0.5 (-1 – 0.55) = -0.475
w11 baru = w11 lama + α (-1- zin_1) x1 = 0.05 + 0.5 (-1 – 0.55) = -0.725
w12 baru = w12 lama + α (-1- zin_1) x2 = 0.2 + 0.5 (-1 – 0.55) = -0.575
perubahan bobot ke unit tersembunyi z2 :
b2 baru = b2 lama + α (-1- zin_2) = 0.15 + 0.5 (-1 – 0.45) = -0.575
w21 baru = w21 lama + α (-1- zin_2) x1 = 0.1 + 0.5 (-1 – 0.45) = -0.625
w22 baru = w22 lama + α (-1- zin_2) x2 = 0.2 + 0.5 (-1 – 0.45) = -0.525

Tabel 4.3 Perubahan Bobot (

Karena masih ada (bahkan semua) perubahan bobot > toleransi yang ditetapkan, maka iterasi
dilanjutkan untuk pola 2. Iterasi dilakukan untuk semua pola. Apabila ada perubahan bobot
yang masih lebih besar dari batas toleransi, maka iterasi dilanjutkan untuk epoch-2 dan
seterusnya.

25
BAB V ALGORITMA
HOPFIELD DISKRIT
Dikembangkan oleh John Hopfield (1982). Struktur jaringan terkoneksi secara penuh
yaitu setiap unit terhubung dengan setiap unit yang lain. Jaringan memiliki bobot simetris
tanpa ada koneksi pada diri sendiri sehingga wij = wji dan wii = 0
5.1. Arsitektur Jaringan

Gambar 6. 1 Arsitektur Hopfield Diskrit

Fungsi ambang : F(t) = 1 jika t >= ambang, 0 jika t < ambang

26
Gambar 6.2 Jaringan Hopfiled dengan 6 Neuron

27
Contoh 1:
Ada 2 buah pola yg ingin dikenali:
pola A (1,0,1,0,1,0)
pola B (0,1,0,1,0,1)

Bobot-bobotnya sbb:

Algoritma :
1. Aktivasi node pertama pola A

2. Aktivasi node kedua pola A

3. Node 3-6 hasilnya 4,-6,4,-6


4. cara yg sama lakukan utk pola B yg hasilnya -6,4,-6,4,-6,4
pengujian :
1. Mengenali pola C (1,0,1,0,0,0) dianggap citra pola A yg mengalami distorsi
2. Aktivasi node 1-6 menghasilkan (2,-4,2,-4, 4,-4), maka output (1,0,1,0,1,0)
3. Mengenali pola D (0,0,0,1,0,1) dianggap citra pola B yg mengalami distorsi
4. Bagaimana dg pola D?

Algoritma dengan Asynchronous update

1. Mengenali pola E (1,0,1,1,0,1)

28
2. Aktivasi node 1-6 diperoleh (-2,0,-2,-2,0,-2) dg output (0,1,0,0,1,0) -> bukan A atau
B
3. solusi dg Asynchronous update
6.2. Algoritma Hopfield
1. Inisialisasi matriks bobot W
2. Masukan vector input (invec), lalu inisialisasi vector output (outvec) yaitu outvec =
invec
3. Mulai dg counter i=1
Selama invec ≠ outvec lakukan langakh 4-7,jika I sampai maks maka reset mjd 1
4. Hitung nilai ke-i = dotproduct (invec, kolom ke-I dari W)
5. Hitung outvec ke-i = f(nilai ke-i), f adalah fungsi ambang
6. Update invec dg outvec
7. i = i + 1
Aplikasi pada vektor E

6.3. Pengenalan Pola Karakter pada Hopfield Diskrit


Contoh :
1. Pengenalan pola “=“ dan “x”
2. Pola “=“ (1,1,1,-1,-1,-1,1,1,1)
3. Pola “x” (1,-1,1,-1,1,-1,1,-1,1)

29
4. Bobot diset matrik (-3,3)
5. Pola input “=“ nilai aktivasinya (3,3,3,-9,-6,-9,12,6,15), dg output (1,1,1,-1,-1,-
1,1,1,1)
6. Pola “x” nilai aktivasinya (9,-9,9,-9,6,-9,6,-6,9), dg output (1,-1,1,-1,1,-1,1,-1,1)
7. Berarti jaringan telah sukses memanggil kembali pola-pola tsb
Vektor Bobot (-3,3)

Spurious stable state


Bagaimana jika dimasukan vektor input (-1,-1,-1,1,-1,1,-1,-1,-1)?

30
BAB VI ALGORITMA
PROPAGASI BALIK
(BACK PROPAGATION)

6.1. Arsitektur Jaringan


Salah satu metode pelatihan terawasi pada jaringan syaraf adalah metode
Backpropagation, di mana ciri dari metode ini adalah meminimalkan error pada output yang
dihasilkan oleh jaringan. Dalam metode Backpropagation, biasanya digunakan jaringan
multilayer.

Pada gambar, unit input dilambangkan dengan X, hidden unit dilambangkan dengan Z,
dan unit output dilambangkan dengan Y. Bobot antara X dan Z dilambangkan dengan v
sedangkan bobot antara Z dan Y dilambangkan dengan w.

31
6.2. Pelatihan Back Propagation
6.2.1. Proses belajar & Pengujian
Penggunaan Back Propagation terdiri dari 2 tahap:
a. Tahap belajar atau pelatihan, di mana pada tahap ini diberikan sejumlah data pelatihan
dan target
b. Tahap pengujian atau penggunaan, pengujian dan penggunaan dilakukan setelah selesai
belajar
6.2.2. Tahap Belajar atau Pelatihan
Pada intinya, pelatihan dengan metode backpropagation terdiri dari tiga langkah,
yaitu:
a. Data dimasukkan ke input jaringan (feedforward)
b. Perhitungan dan propagasi balik dari error yang bersangkutan
c. Pembaharuan (adjustment) bobot dan bias.
Saat umpan maju (feedforward), setiap unit input (X i) akan menerima sinyal input dan
akan menyebarkan sinyal tersebut pada tiap hidden unit (Zj). Setiap hidden unit kemudian
akan menghitung aktivasinya dan mengirim sinyal (zj) ke tiap unit output. Kemudian setiap
unit output (Yk) juga akan menghitung aktivasinya (yk) untuk menghasilkan respons terhadap
input yang diberikan jaringan.
Saat proses pelatihan (training), setiap unit output membandingkan aktivasinya (yk)
dengan nilai target (tk) untuk menentukan besarnya error. Berdasarkan error ini, dihitung
faktor d k, di mana faktor ini digunakan untuk mendistribusikan error dari output ke layer
sebelumnya. Dengan cara yang sama, faktor dj juga dihitung pada hidden unit Zj, di mana
faktor ini digunakan untuk memperbaharui bobot antara hidden layer dan input layer. Setelah
semua faktor d ditentukan, bobot untuk semua layer diperbaharui.
6.2.3. Proses belajar secara detail
Step 0 : Inisialisasi bobot dan bias
Baik bobot maupun bias dapat diset dengan sembarang angka (acak) dan biasanya
angka di sekitar 0 dan 1 atau -1 (bias positif atau negatif)
Step 1 : Jika stopping condition masih belum terpenuhi, jalankan step 2-9.
Step 2 : Untuk setiap data training, lakukan step 3-8.
Umpan maju (feedforward)

32
Step 3 : Setiap unit input (Xi,i=1,…,n) menerima sinyal input xi dan menyebarkan sinyal
tersebut pada seluruh unit pada hidden layer. Perlu diketahui bahwa input xi yang
dipakai di sini adalah input training data yang sudah diskalakan.
Step 4 : Setiap hidden unit (Zj,j=1,…,p) akan menjumlahkan sinyal-sinyal input yang sudah
berbobot, termasuk biasnya

dan memakai fungsi aktivasi yang telah ditentukan untuk menghitung sinyal output
dari hidden unit yang bersangkutan,

lalu mengirim sinyal output ini ke seluruh unit pada unit output

Step 5 : Setiap unit output (Yk,k=1,…,m) akan menjumlahkan sinyal-sinyal input yang
sudah berbobot, termasuk biasnya,

dan memakai fungsi aktivasi yang telah ditentukan untuk menghitung sinyal output
dari unit output yang bersangkutan:

Propagasi balik error (backpropagation of error)


Step 6 : Setiap unit output (Yk,k=1,…,m) menerima suatu target (output yang diharapkan)
yang akan dibandingkan dengan output yang dihasilkan.

Faktor d k ini digunakan untuk menghitung koreksi error ( Dwjk) yang nantinya
akan dipakai untuk memperbaharui wjk, di mana:
Dwjk= adkzj
Selain itu juga dihitung koreksi bias D w0k yang nantinya akan dipakai untuk
memperbaharui w0k, di mana:
Dw0k= adk
Faktor d k ini kemudian dikirimkan ke layer di depannya.
Step 7 : Setiap hidden unit (Zj,j=1,…,p) menjumlah input delta (yang dikirim dari layer
pada step 6) yang sudah berbobot.

33
Kemudian hasilnya dikalikan dengan turunan dari fungsi aktivasi yang digunakan
jaringan untuk menghasilkan faktor koreksi error dj, di mana:

dj= d_inj f’(z_inj)


Faktor dj ini digunakan untuk menghitung koreksi error (Dvij) yang nantinya akan
dipakai untuk memperbaharui vij, di mana:
Dvij=adjxi
Selain itu juga dihitung koreksi bias Dv0j yang nantinya akan dipakai untuk
memperbaharui v0j, di mana:
Dv0j=adj
Pembaharuan bobot dan bias:
Step 8 :
a. Setiap unit output (Yk,k=1,…,m) akan memperbaharui bias dan bobotnya
dengan setiap hidden unit.
wjk(baru)=wjk(lama) + Dwjk
b. Demikian pula untuk setiap hidden unit akan memperbaharui bias dan
bobotnya dengan setiap unit input.
vij(baru)=vij(lama) + Dvij

Step 9 : Memeriksa stopping condition


Jika stop condition telah terpenuhi, maka pelatihan jaringan dapat dihentikan.
6.2.4. Stopping Condition
Untuk menentukan stopping condition terdapat dua cara yang biasa dipakai, yaitu:

a. Membatasi iterasi yang ingin dilakukan.

i. Misalnya jaringan akan dilatih sampai iterasi yang ke-500.

ii. Yang dimaksud dengan satu iterasi adalah perulangan step 3 sampai step 8 untuk
semua training data yang ada.

34
b. Membatasi error.

i. Misalnya menentukan besar Mean Square Error antara output yang dikehendaki dan
output yang dihasilkan oleh jaringan.

6.2.5. Mean Square Error

Jika terdapat sebanyak m training data, maka untuk menghitung Mean Square Error
digunakan persamaan berikut:

MSE=0,5 x {(tk1-yk1)2+ (tk2-yk2)2+…+ (tkm-ykm)2}

6.2.6. Tahap pengujian & Penggunaan


Setelah pelatihan selesai, Back Propagation dianggap telah pintar sehingga apabila
jaringan diberi input tertentu, jaringan akan menghasilkan output seperti yang diharapkan.
Cara mendapatkan output tersebut adalah dengan mengimplementasikan metode
backpropagation yang sama seperti proses belajar, tetapi hanya pada bagian umpan majunya
saja, yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Step 0 : Inisialisasi bobot sesuai dengan bobot yang telah dihasilkan pada proses pelatihan di
atas.
Step 1 : Untuk setiap input, lakukan step 2-4.
Step 2 : Untuk setiap input i=1,…,n skalakan bilangan dalam range fungsi aktivasi seperti
yang dilakukan pada proses pelatihan di atas.
Step 3 : Untuk j=1,…,p:

Step 4 : Untuk k=1,…,m:

Variabel yk adalah output yang masih dalam skala menurut range fungsi aktivasi.
Untuk mendapatkan nilai output yang sesungguhnya, yk harus dikembalikan seperti
semula.

35
Contoh :
 Misalkan, jaringan terdiri dari 2 unit input, 1 hidden unit (dengan 1 hidden layer), dan
1 unit output.
 Jaringan akan dilatih untuk memecahkan fungsi XOR.
 Fungsi aktivasi yang digunakan adalah sigmoid biner dengan nilai learning rate (a) =
0,01 dan nilai s =1.

 Arsitektur jaringan yang akan dilatih adalah sebagai berikut:

 Training data yang digunakan terdiri dari 4 pasang input-output, yaitu:

 Sebelum pelatihan, harus ditentukan terlebih dahulu stopping conditionnya.


 Misalnya dihentikan jika error telah mencapai 0,41.
Langkah-langkah pelatihan
 Step 0: Misalnya inisialisasi bobot dan bias adalah:
v01=1,718946

36
v11=-1,263178
v21=-1,083092
w01=-0,541180
w11=0,543960
 Step 1: Dengan bobot di atas, tentukan error untuk training data secara keseluruhan
dengan Mean Square Error:
• z_in11=1,718946+{(0 x -1,263178)+(0 x-1,083092)}=1,718946
• z11=f(z_in11)=0,847993
• z_in12=1,718946+{(0 x-1,263178)+(1 x -1,083092)}=0,635854
• z12=f(z_in12)=0,653816
• z_in13=1,718946+{(1 x- 1,263178)+(0 x- 1,083092)}=0,455768
• z13=f(z_in13)=0,612009
• z_in14=1,718946+{(1 x -1,263178)+(1 x -1,083092)=-0,627324
• z14=f(z_in14)=0,348118
di mana indeks zjn berarti hidden unit ke-j dan training data ke-n.
• y_in11=-0,541180+(0,847993 x 0,543960)=0,079906
• y11=f(y_in11)=0,480034
• y_in12=-0,541180+(0,653816 x 0,543960)=-0,185530
• y12=f(y_in12)=0,453750
• y_in13=-0,541180+(0,612009 x 0,543960)=0,208271
• y13=f(y_in13)=0,448119
• y_in14=-0,541180+(0,348118 x 0,543960)=-0,351818
• y14=f(y_in14)=0,412941
• Maka E=0,5 x {(0-0,480034)2 + (1-0,453750)2) + (1-0,448119)2 + (0-
0,412941)2}=0,501957
 Step2 : Karena error masih lebih besar dari 0,41 maka step 3-8 dijalankan.
 Step 3 : x1=0; x2=0 (iterasi pertama, training data pertama)
 Step 4 :
• z_in1=1,718946+{(0x-1,263126)+(0x-1,083049)}=1,718946.
• z1=f(z_in1)=0,847993
 Step 5 :
• y_in11=-0,541180+(0,847993x0,543960)=0,079906
• y11=f(y_in11)=0,480034
 Step 6 :

37
• d1=(0-0,480034)f ’(0,079906)=-0,119817
• Dw11=0,01x-0,119817x0,847993=-0,001016
• Dw01=0,01x-0,119817=-0,00119817
 Step 7.
• d_in1=-0,00119817x0,543960=-0,00065176
• d1=-0,00065176xf’(1,718946)=-0,00008401
• Dv11=0,01x-0,00008401x0=0
• Dv21=0,01x-0,00008401x0=0
• Dv01=0,01x-0,00008401=-0,0000008401
 Step 8.
• w01(baru)=-0,541180+(-0,00119817)=-0,542378
• w11(baru)=0,543960+(-0,001016)=0,542944
• v01(baru)=1,718946+(-0,0000008401)=1,718862
• v11(baru)=-1,263178+0=-1,263178
• v21(baru)=-1,083092+0=-1,083092
• Saat ini v11 dan v12 masih belum berubah karena kedua inputnya =0. Nilai v01
dan v02 baru berubah pada iterasi pertama untuk training data yang kedua
 Setelah step 3-8 untuk training data pertama dijalankan, selanjutnya kembali lagi ke
step 3 untuk training data yang kedua (x1=0 dan x2=1).
 Langkah yang sama dilakukan sampai pada training data yang keempat.
 Bobot yang dihasilkan pada iterasi pertama, training data ke-2,3, dan 4 adalah:
• Training data ke-2:
 w01=-0,541023
 w11=0,543830
 v01=1,718862
 v11=-1,263178
 v21=-1,083092
• Training data ke-3:
 w01=-0,539659
 w11=0,544665
 v01=1,719205
 v11=-1,263002
 v21=-1,082925

38
• Training data ke-4:
 w01=-0,540661
 w11=0,544316
 v01=1,719081
 v11=-1,263126
 v21=-1,083049
 Setelah sampai pada training data ke-4, maka iterasi pertama selesai.
 Berikutnya, pelatihan sampai pada step9, yaitu memeriksa stopping condition dan
kembali pada step 2.
 Demikian seterusnya sampai stopping condition yang ditentukan terpenuhi.
 Setelah pelatihan selesai, bobot yang didapatkan adalah:
• v01=12,719601
• v11=-6,779127
• v21=-6,779127
• w01=-5,018457
• w11=5,719889
 Jika ada input baru, misalnya x1=0,2 dan x2=0,9 maka outputnya dapat dicari dengan
langkah umpan maju sebagai berikut:
 Step 0. Bobot yang dipakai adalah bobot hasil pelatihan di atas.
 Step 1. Perhitungan dilakukan pada step 2-4
 Step 2. Dalam contoh ini, bilangan telah berada dalam interval 0 sampai dengan 1,
jadi tidak perlu diskalakan lagi.
 Step 3.
• z_in1=12,719601+{(0,2x-6,779127)+(0,9x-6,779127)}=5,262561
• z1=f(5,262561)=0,994845
 Step 4.
• y_in1=-5,018457+(0,994845x5,719889)=0,671944
• y1=f(0,671944)=0,661938
Jadi jika input x1=0,2 dan x2=0,9; output yang dihasilkan jaringan adalah 0,661938

39
DAFTAR PUSTAKA

Fausett, L., Fundamental of Neural Network. Architecture, Algorithms, dan Applications,


Prentice Hall, 1994.
Jong Jek Siang, Jaringan Syaraf Tiruan & Pemrogramannya menggunakan MATLAB,
Penerbit ANDI, 2006.
Puspitaningrum, D., Pengantar Jaringan Syaraf Tiruan, Penerbit ANDI, 2006.
Haykin, S., Neural Networks, a Comprehensive Fundation, Prentice Hall, 1994.

40

Anda mungkin juga menyukai