Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Dosen Pengampu: Sariana Marbun, M.Pd.

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 5:

AHMAD FATUL MAUSULI NASUTION (2153341001)

SEJAHRTA EMIA BR MANALU (2192441003)

ANGELITA S.W SIMARMATA (2193141001)

INTAN ASNA BESTARI SIPAYUNG (2193141006)

EFIDA DRESSY R DAULAY (2193341002)

MARLIANA SABRINA TONDANG (2193341003)

PENDIDIKAN TARI

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MARET 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat
dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah pada mata kuliah
Psikologi Kependidikan ini dengan baik.

Penyusun juga berterima kasih kepada Ibu Sarina Marpaung. M.Pd,. Selaku dosen
pengampu mata kuliah Psikologi Kependidikan yang telah membantu penyusun dengan
memberikan pengarahan yang tepat untuk bisa menyelesaikan laporan ini tepat waktu.

Dalam penulisan laporan makalah Psikologi Kependidikan ini, kami selaku penyusun
merasa masih banyak kekurangan dan kelemahan. Untuk itu kami selaku penyusun
membutuhkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak yang membaca,
demi mencapai kesempurnaan pengajuan pendapat dan kesempurnaan buku Psikologi
Kependidikan ini.
Atas perhatian dan kerjasama yang baik, penyusun ucapkan banyak terimakasih.

Medan, 15 Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG.................................................................................................1


1.2 RUMUSAN MASALAH............................................................................................2
1.3 TUJUAN......................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS.............................................3


2.2 KLASIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS.............................................3
2.3 PREVALENSI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS..............................................4
2.4 PENYEBAB ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS.................................................4
2.5 PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS..........................................7
2.6 STRATAGI MENGAJAR ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS...........................8

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN.........................................................................................................10
3.2 SARAN......................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus mengalami gangguan baik terhadap fisik, mental,
intelegensi, dan emosinya sehingga memerlukan bantuan khusus untuk memenuhi kebutuhan
mereka dalam kehidupan sehari-sehari. Keterbatasan yang dimiliki anak berkebutuhan
khusus, menjadi tugas dan kewajiban orang tuanya. Lingkungan yang tepat untuk anak-anak
serta pola asuh yang sesuai dengan kondisi mereka. Banyak orang tua yang hanya berpikir
agar anak-anaknya cukup mandiri dalam memenuhi kehidupan sehariharinya. Sehingga para
orang tua kurang memperhatikan terhadap kebutuhan pendidikan, serta potensi yang mungkin
bisa dikembangkan dalam keterbatasan fisik yang ada. Istilah anak berkebutuhn khusus ini
diterapkan karena dianggap baik dibandingkan dengan sebutan anak cacat atau sebutan
lainnya yang memberikan dampak pengaruh buruk terhadap kejiwaan mereka. Anak
berkebutuhan khusus juga diartikan sebagai anak yang mengalami gangguan fisik, mental,
intelegensi, dan emosi sehingga membutuhkan pembelajaran secara khusus (E. Kosasih,
2010: 1). Anak berkebutuhan khusus seperti tidak memiliki kebebasan untuk melakukan
kegiatan yang mereka inginkan, seperti minat dan kreativitas yang tidak diperlihatkan kepada
umum seperti anak normal lainnya. Keterbatasan yang mereka miliki akan ditambah dengan
kondisi lingkungan yang tidak mendukung terhadap perkembangan anak berkebutuhan
khusus di lingkungan sosial. 2 Tingkatan perkembangan yang dihadapi individu, maka akan
menemukan beberapa tugas yang harus dilakukan. Pada tugas perkembangan remaja ini salah
satunya yang berhubungan dengan adaptasi sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan
lawan jenis yang sebelumnya belum pernah ada dan penyesesuaian dengan lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat. Lingkungan sosial setelah keluarga, yakni lingkungan
sekolah baik lembaga pendidkan yang bersifat formal ataupun non-formal. Pendidikan
menjadi kebutuhan setiap anak tanpa terkecuali anak berkebutuhan khusus. Banyak lembaga-
lembaga pendidikan yang membantu kebutuhan anak berkebutuhan khusus dalam
mengenyam pendidikan, seperti sekolah luar biasa dengan berbagai macam anak yang
mereka didik. Kemudian terdapat pula lembaga pendidikan inklusi. Pengajaran yang
diberikan terhadap siswa-siswanya, terdapat beberapa siswa yakni anak berkebutuhan khusus.

ii
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus?
2. Bagaimana Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus?
3. Bagaimana Prevelensi Anak Berkebutuhan Khusus?
4. Bagaimana Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus?
5. Bagaimana Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus?
6. Bagaimana Strategi Mengajar Anak Berkebutuhan Khusus?

C. TUJUAN
1. Memenuhi Tugas Mata Kuliah Profesi Kependidikan
2. Menyelesaikan Rumusan Masalah

ii
BAB II

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

2.1 PENGERTIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus karena adanya
gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Anak berkebutuhan khusus memiliki
keterbatasan di salah satu atau beberapa kemampuan baik itu bersifat fisik maupun psikologis.
Pemahaman anak berkebutuhan khusus perlu disesuaikan pada konteks tertentu, ada yang bersifat
biologis, psikologis, sosio-kultural.

Dasar biologis anak berkebutuhan khusus bisa dikaitkan dengan kelainan genetik dan
menjelaskan secara biologis penggolongan anak berkebutuhan khusus, seperti brain injury yang bisa
mengakibatkan kecacatan tunaganda. Dalam konteks psikologis, anak berkebutuhan khusus lebih
mudah dikenali dari sikap dan perilaku, seperti gangguan pada kemampuan belajar pada anak slow
learner, gangguan kemampuan emosional dan berinteraksi pada anak autis, gangguan kemampuan
berbicara pada anak autis dan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Konsep sosio-
kultural mengenal anak berkebutuhan khusus sebagai anak dengan kemampuan dan perilaku yang
tidak pada umumnya, sehingga memerlukan penanganan khusus.

2.2 KLASIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


Klasifikasi dari anak berkebutuhan khusus menurut IDEA atau Individuals with Disabilities Education
Act Amandements yang dibuat pada tahun 1997 dan ditinjau kembali pada tahun 2004 adalah :

A. Anak Dengan Gangguan Fisik:


 Tunanetra, yaitu anak indera penglihatan tidak berfungsi (blind/low vision) sebagai
saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti orang awas.
 Tunarungu, yaitu anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya
sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal.
 Tunadaksa, yaitu anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak
(tulang, sendi dan otot).

B. Anak Dengan Gangguan Emosi dan Perilaku:


 Tunalaras, yaitu anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah
laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
 Tunalaras, yaitu anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah
laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
 Tunawicara, yaitu anak yang mengalami kelainan suara,artikulasi (pengucapan), atau
kelancaran bicara,yang mengakibatkan terjadi penyimpangan bentuk bahasa, isi bahasa,
atau fungsi bahasa.
 Hiperaktif, yaitu anak dengan gangguan tingkah laku yang tidak normal, disebabkan
disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak mampu mengendalikan gerakan dan
memusatkan perhatian.

ii
C. Anak Dengan Gangguan Intelektual:
 Anak Lamban Belajar (slow learner), yaitu anak yang memiliki potendi intelektual sedikit
dibawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita (biasanay memiliki IQ sekitar 70-90).
 Anak berkesulitan belajar khusus, yaitu anak yang secara nyata mengalami kesulitan
dalam tugas-tugas akademik khusus, terutama dalam hal kemampuan membaca, menulis
dan berhitung atau matematika.
 Anak berbakat, adalah anak yang memiliki bakat atau kemampuan dan kecerdasan luar
biasa yaitu anak yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi), kreativitas, dan
tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) diatas anak-anak seusianya (anak
normal), sehingga untuk mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata, memerlukan
pelayanan pendidikan khusus.
 Autisme, yaitu gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh adanya gangguan
pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan dalam interaksi sosial,
komunikasi dan perilaku.
 Indigo adalah manusia yang sejak lahir mempunyai kelebihan khusus yang tidak dimiliki
manusia pada umumnya.

2.3 PREVALENSI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


Jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia dari tahun ke tahun terus
meningkat. PBB memperkirakan bahwa paling sedikit ada 10 persen anak usia sekolah yang
memiliki kebutuhan khusus. Di Indonesia, jumlah anak usia sekolah, yaitu 5 - 14 tahun, ada
sebanyak 42,8 juta jiwa. Jika mengikuti perkiraan tersebut, maka diperkirakan ada kurang
lebih 4,2 juta anak Indonesia yang berkebutuhan khusus.

Di Indonesia belum ada data resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Menurut data
terbaru jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia tercatat mencapai 1.544.184 anak,
dengan 330.764 anak (21,42 persen) berada dalam rentang usia 5-18 tahun. Dari jumlah
tersebut, hanya 85.737 anak berkebutuhan khusus yang bersekolah. Artinya, masih terdapat
245.027 anak berkebutuhan khusus yang belum mengenyam pendidikan di sekolah, baik
sekolah khusus ataupun sekolah inklusi. Sedangkan dari asumsi PBB (Persatuan Bangsa-
Bangsa atau United Nations) yang memperkirakan bahwa paling sedikit 10% anak usia
sekolah menyandang kebutuhan khusus. Jumlah anak berkebutuhan khusus pada tahun 2011
tercatat sebanyak 356.192 anak, namun yang mendapat layanan baru 86.645 anak dan hingga
tahun ini baru 105.185 anak, tahun 2012 pemerintah mentargetkan minimal 50% anak
berkebutuhan khusus sudah terakomodir.

2.4 PENYEBAB ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


Faktor-faktor penyebab anak menjadi berkebutuhan khusus, dilihat dari waktu
kejadiannya dapat dibedakan menjadi tiga klasifikasi, yaitu kejadian sebelum kelahiran, saat
kelahiran dan penyebab yang terjadi setelah lahir.

ii
1. Pre-Natal
Terjadinya kelainan anak semasa dalam kandungan atau sebelum proses kelahiran.
Kejadian tersebut disebabkan oleh faktor internal yaitu faktor genetik dan keturunan, atau
faktor eksternal yaitu berupa Ibu yang mengalami pendarahan bisa karena terbentur
kandungannya atau jatuh sewaktu hamil, atau memakan makanan atau obat yang menciderai
janin dan akibta janin yang kekurangan gizi. Berikut adalah hal-hal sebelum kelahiran bayi
yang dapat menyebabkan kelainan pada bayi:
a) Infeksi Kehamilan. Infeksi kehamilan ini bisa terjadi akibat virus Liptospirosis yang
berasal dari air kencing tikus, lalu virus maternal rubella/morbili/campak Jerman dan
virus retrolanta Fibroplasia-RLF.
b) Gangguan Genetika. Gangguan genetika ini dapat terjadi akibat kelainan kromosom,
transformasi yang mengakibatkan keracunan darah (Toxaenia) atau faktor keturunan.
c) Usia Ibu Hamil (high risk group). Usia ibu hamil yang beresiko menyebabkan
kelainan pada bayi adalah usia yang terlalu muda, yaitu 12-15 tahun dan terlalu tua,
yaitu di atas 40 tahun. Usia yang terlalu muda memiliki organ seksual dan kandungan
yang pada dasarnya sudah matang dan siap untuk memiliki janin namun secara
psikologis belum siap terutama dari sisi perkembangan emosional sehingga mudah
stres dan depresi. Wanita dengan usia di atas 40, sejalan dengan perkembanganjaman
dan semakin banyaknya polusi zat serta pola hidup yang tidak sehat, bisa
menyebabkan kandungan wanita tersebut tidak sehat dan mudah terinfeksi penyakit.
d) Keracunan Saat Hamil. Keracunan dapat terjadi saat hamil, yaitu bisa diakibatkan
janin yang kekurangan vitamin atau bahkan kelebihan zat besi /timbal misalnya dari
hewan laut seperti mengkonsumsi kerang hijau dan tuna instant secara berlebihan.
Selain itu, penggunaan obatobatan kontrasepsi ketika wanita mengalami kehamilan
yang tidak diinginkan seperti percobaan abortus yang gagal, sangat memungkinkan
bayi lahir cacat.
e) Penyakit menahun seperti TBC (tuberculosis). Penyakit TBC ini dapat terjangkit pada
individu yang tertular oleh pengidap TBC lain, atau terjangkit TBC akibat bakteri dari
lingkungan (sanitasi) yang kotor. Penyakit TCB ini harus mendapatkan perawatan
khusus dan rutin. Pada ibu hamil yang mengidap TBC, maka dapat mengganggu
metabolisme tubuh ibu dan janin sehingga bayi bisa tumbuh tidak sempurna.
f) Infeksi karena penyakit kotor. Penyakit kotor yang dimaksud adalah penyakit
kelamin/sipilis yang bisa terjangkit pada ibu. Organ kelamin yang terkena infeksi
penyakit sipilis ini dapat menyebabkan tubuh ibu menjadi lemah dan mudah terkena
penyakit lainnya yang dapat membahayakan bagi janin dan ibu.
g) Toxoplasmosis (yang berasal dari virus binatang seperti bulu kucing), trachoma dan
tumor. Penyakit-penyakit tersebut tergolong penyakit yang kronis namun
perkembangan ilmu kedokteran sudah menemukan berbagai obat imunitas, seperti
pada ibu yang sudah diketahui tubuhnya mengandung virus toxoplasma, maka
sebelum kehamilan dapat diimunisasi agar virus tersebut tidak membahayakan janin
kelak.
h) Faktor rhesus (Rh) anoxia prenatal, kekurangan oksigen pada calon bayi. Jenis rhesus
darah ibu cukup menentukan kondisi bayi, terutama jika berbeda dengan bapak.

ii
Kelainan lainnya adalah ibu yang terjangkit virus yang bisa menyebabkan janin
kekurangan oksigen sehingga pertumbuhan otak janin terganggu.
i) Pengalaman traumatik yang menimpa pada ibu. Pengalaman traumatic ini bisa berupa
shock akibat ketegangan saat melahirkan pada kehamilan sebelumnya, syndrome baby
blue, yaitu depresi yang pernah dialami ibu akibat kelahiran bayi, atau trauma akibat
benturan pada kandungan saat kehamilan. Penggunaan sinar X. Radiasi sinar X dari
USG yang berlebihan, atau rontgent, atau terkena sinar alat-alat pabrik, dapat
menyebabkan kecacatan pada bayi karena merusak sel kromosom janin.

2. Peri-Natal
Sering juga disebut natal, waktu terjadinya kelainan pada saat proses kelahiran
dan menjelang serta sesaat setelah proses kelahiran. Misalnya kelahiran yang sulit,
pertolongan yang salah, persalinan yang tidak spontan, lahir prematur, berat badan
lahir rendah, infeksi karena ibu mengidap sipilis. Berikut adalah hal-hal yang dapat
mengakibatkan kecacatan bayi saat kelahiran:
a) Proses kelahiran lama, prematur, kekurangan oksigen (Aranatal noxia). Bayi
postmatur atau terlalu lama dalam kandungan seperti 10 bulan atau lebih, dapat
menyebabkan bayi lahir cacat. Hal ini dapat terjadi 23 karena cairan ketuban janin
yang terlalu lama jadi mengandung zat-zat kotor yang membahayakan bayi. Bayi
yang prematur atau lahir lebih cepat dari usia kelahiran, seperti 6-8 bulan, bisa
berakibat kecacatan. Apalagi ketika bayi mengalami kekurangan berat badan ketika
keluar. Bayi lahir di usia matang yaitu kurang lebih 40 minggu jika memang sudah
sempurna pertumbuhan organnya, terutama otak. Otak yang belum tumbuh sempurna,
dapat menyebabkan kecacatan pada bayi ketika lahir. Bayi yang ketika lahir tidak
langsung dapat menghirup oksigen, misalnya karena terendam ketuban, cairan
kandungan masuk ke paru-paru dan menutupi jalan pernafasan, atau akibat proses
kelahiran yang tidak sempurna sehingga kepala bayi terlalu lama dalam kandungan
sementara tubuhnya sudah keluar dan bayi menjadi tercekik, maka proses pernafasan
bisa tertunda dan bayi kekurangan oksigen.
b) Kelahiran dengan alat bantu. Alat bantu kelahiran meskipun tidak seluruhnya, dapat
menyebabkan kecacatan otak bayi (brain injury), misalnya menggunakan vacum, tang
verlossing.
c) Pendarahan. Pendarahan pada ibu bisa terjadi akibat placenta previa, yaitu jalan
keluar bayi yang tertutup oleh plasenta, sehingga ketika janin semakin membesar,
maka gerakan ibu dapat membenturkan kepala bayi pada plasenta yang mudah
berdarah, bahkan sangat membahayakan ketika bayi dipaksa lahir normal dalam
kondisi tersebut. Pendarahan juga bisa terjadi karena ibu terjangkit penyakit (sipilis,
AIDS/HIV, kista)
d) Kelahiran sungsang. Bayi normal akan lahir dalam proses kepala keluar terlebih
dahulu. Bayi dikatakan sungsang apabila kaki atau bokong bahkan tangan yang keluar
dulu. Ibu bisa melahirkan bayinya secara sungsang tanpa bantuan alat apapun, namun
ini sangat beresiko bayi menjadi cacat karena kepala yang lebih lama dalam
kandungan, bahkan bisa berakibat kematian bayi dan ibu. Ketika posisi bayi

ii
sungsang, biasanya dokter menganjurkan untuk melakukan operasi caesar agar
terhindar dari resiko kecacatan dan kematian bayi.
e) Tulang ibu yang tidak proporsional (Disproporsi sefalopelvik). Ibu yang memiliki
kelainan bentuk tulang pinggul atau tulang pelvik, dapat menekan kepala bayi saat
proses kelahiran. Hal ini dapat dihindari dengan melakukan operasi caesar saat
melahirkan.

3. Pasca-natal
Terjadinya kelainan setelah anak dilahirkan sampai dengan sebelum usia
perkembangan selesai (kurang lebih usia 18 tahun). Ini dapat terjadi karena
kecelakaan, keracunan, tumor otak, kejang, diare semasa bayi. Berikut adalah hal-hal
yang dapat menyebabkan kecacatan pada anak di masa bayi:
a) Penyakit infeksi bakteri (TBC), virus (meningitis, enchepalitis), diabetes melitus,
penyakit panas tinggi dan kejang-kejang (stuip), radang telinga (otitis media), malaria
tropicana. Penyakit-penyakit tersebut adalah penyakit-penyakit kronis yang bisa
disembuhkan dengan pengobatan yang intensif, namun jika terkena pada bayi maka
dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental anak, karena
terkait dengan pertumbuhan otak di tahun-tahun pertama kehidupan (golden age).
b) Kekurangan zat makanan (gizi, nutrisi). Gizi dan nutrisi yang sempurna sangat
dibutuhkan bayi setelah kelahiran. Gizi tersebut dapat diperoleh dari ASI di 6 bulan
pertama, dan makanan penunjang dengan gizi seimbang di usia selanjutnya. Jika bayi
kekurangan gizi atau malnutrisi, maka perkembangan otaknya akan terhambat dan
bayi dapat mengalami kecacatan mental.
c) Kecelakaan. Kecelakaan pada bayi terutama pada area kepala dapat mengakibatkan
luka pada otak (brain injury), dan otak sebagai organ utama kehidupan manusia jika
mengalami kerusakan maka dapat merusak pula sistem/fungsi tubuh lainnya.
d) Keracunan. Racun yang masuk dalam tubuh bayi, bisa dari makanan dan minuman
yang dikonsumsi bayi, jika daya tahan tubuh bayi lemah maka dapat meracuni secara
permanen. Racun bisa berasal dari makanan yang kadaluarsa/busuk atau makanan
yang mengandung zat psikoaktif. Racun yang menyebar dalam darah bisa dialirkan
pula ke otak dan menyebabkan kecacatan pada bayi.

2.5 PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


Dalam penanganannya dibutuhkan orang-orang sekitar seperti orang tua ataupun
keluarga yang mampu memberikan pelayanan kepada anak berkebutuhan khusus dan
tanggung jawab mereka untuk memeberikan hak yang sama kepada anak berkebutuhan
khusus dengan anak yang tidak yang berkebutuhan khusus. Disinilah pengetahuan orang tua
untuk menangani anak berkebutuhan khusus diperlukan, Seperti :

 Orangtua atau keluarga berkonsultasi kepada guru, dokter, atau psikiater.


 Menempatkan anak pada sekolah yang sesuai dengan kebutuhan anak untuk
mempermudah pemberian materi pembelajaran pada anak.

ii
 Orang tua atau keluarga tidak membedakan anak berkebutuhan khusus dengan anak
normal.
 Memberikan anak kesempatan untuk anak mengembangkan minatnya yang akan
berujung pada penemuan potensi alami pada anak berkebutuhan khusus.
 Membiarkan anak bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
 Orang tua dan keluarga harus mengetahui perkembangan anak berkebutuhan khusus
dengan rutin membawa anak ke dokter, atau psikiater untuk berkonsultasi.

2.6 STRATAGI MENGAJAR ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


a) Interaksi
Banyak orang yang salah memulai interaksi dengan anak kebutuhan
khusus. Biasanya mereka memulai interaksi dengan pertanyaan,
lalu anak enggan menjawab, dan orang menyerah kemudian
akhirnya berbicara pada orang tuanya. Jika Anda mau mengajar
anak berkebutuhan khusus, gunakan aturan yang berkenalan yang
baik. Pertama, kenalkan diri Anda dan jelaskan bagaimana Anda
merasa berhubungan dengan anak tersebut. Anda bisa mulai
mengajak berjabat tangan, menyentuh tangan, bahu, atau
mukanya. Perlu diingat, tidak semua anak suka disentuh, seperti
misalnya anak autis. Anda juga dapat menjelaskan aktivitas apa yang
akan Anda lakukan bersama anak tersebut, dari awal hingga akhir,
sambil menatap kedua mata anak.

b) Observasi
Beberapa anak dengan berkebutuhan khusus menerima input
sensori dengan cara yang berbeda dan kesulitan untuk
mengungkapkan ketidaknyamanannya. Ingatlah bahwa semua
perilaku adalah komunikasi. Selalu lihat sesuatu yang berbeda dan
berpikir jika anak tersebut sedang mencoba berkomunikasi dengan
Anda. Jika Anda tidak yakin, Anda bisa bertanya kepada orang
tuanya atau orang tua lainnya.

c) Lingkungan belajar yang nyaman


Perilaku anak berkebutuhan khusus kadang tidak terduga. Oleh
karena itu, penting untuk mendahulukan keselamatan dan
mengatur lingkungan agar nyaman secara fisik dan emosional.

d) Lebih fleksibel
Mengajar anak berkebutuhan khusus harus menggunakan metode
yang beragam untuk membuat anak mengerti dan menguasai
kemampuan baru. Misalnya, jika anak menolak pisah dengan orang
tuanya, maka bawa orang tuanya ikut beraktivitas selama beberapa
ii
menit untuk mengurangi kecemasan anak, lalu orang tua dapat
mundur perlahan. Contoh lainnya adalah anak berkebutuhan khusus
akan sulit memahami konsep abstrak pada pelajaran agama. Tugas
Anda adalah menuangkan pelajaran tersebut dalam sebuah
permainan atau projek seni agar terlihat bisa diterima oleh akal.

e) Harus konsisten
Jika terdapat peraturan di sebuah kelompok, maka aturan tersebut
harus diaplikasikan secara konsisten kepada semua orang.
Misalnya, jika Anda memiliki tujuan dan jadwal belajar, maka semua
orang di dalam kelompok harus mengikuti hal tersebut. Bedanya,
anak berkebutuhan khusus memerlukan dukungan ekstra atau guru
pendamping yang duduk bersamanya. Sama dengan memberi
hukuman. Misalnya Anda menerapkan hukuman bahwa anak yang
memukul harus ke luar kelas untuk menenangkan diri. Maka Anda
menerapkan aturan tersebut pada anak regular atau anak
berkebutuhan khusus.

f) Gunakan isyarat visual, auditori, atau taktil


Memiliki isyarat yang tepat pada sebuah lingkungan dapat
berdampak positif pada anak berkebutuhan khusus. Anda bisa
menggunakan kartu yang berisi tulisan instruksi sederhana untuk
menolong anak mengingat aturan perilaku yang baik. Jika anak
Anda tidak bisa baca, maka gunakan gambar. Contoh lainnya
adalah daripada berteriak untuk menyuruh sekelompok anak untuk
diam, sebaiknya gunakan siulan atau tepuk tangan agar menarik
perhatian mereka. Sedangkan isyarat taktil bisa dilakukan dengan
menyentuh bahu dengan lembut atau menawarkan selimut dan kain
lembut lainnya adalah cara yang mudah untuk menarik perhatian
seseorang. Anda tidak perlu mendorong atau menarik keras anak.

g) Menjadi pengajar yang positif


Perilaku positif adalah kualitas paling penting yang harus dimiliki
oleh orang-orang yang mengajar anak berkebutuhan khusus.
Meskipun Anda memiliki pengalaman yang tinggi, Anda akan
kesulitan berinteraksi dengan anak difabel jika memiliki perilaku dan
asumsi negatif. Mengajar anak berkebutuhan khusus tidak bisa
sendirian, perlu peran keluarga dan kerjasama yang kuat dengan
guru. Agar anak tidak bingung, pastikan setiap orang berkomunikasi
untuk menerapkan strategi yang sama.

ii
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Anak berkebutuhan khusus  (dulu di sebut sebagai anak luar biasa) di definisikan
sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk mengembangkan
potensi kemanusiaan mereka secara sempurna. Penyebutan sebagai anak berkebutuhan
khusus, dikarenakan  dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, anak ini membutuhkan bantuan
layanan pendidikan, layanan sosial, layanan bimbingan dan konseling, dan berbagai jenis
layanan lainnya yang bersifat khusus.
Dalam penanganan anak berkebutuhan khusus, terdapat tiga hal yang perlu
diperhatikan, diantaranya yaitu penguatan kondisi mental orang tua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus, dukungan sosial yang kuat dari tetangga dan lingkungan sekitar anak
berkebutuhan khusus tersebut, dan yang terakhir adalah peran aktif pemerintah dalam
menjadikan pelayanan kesehatan dan konsultasi bagi anak berkebutuhan khusus.

3.2 SARAN
Setelah mengetahui dan memahami segala sesuatu hal yang berhubungan dengan anak
berkebutuhan khusus, sangat diharapkan bagi masyarakat indonesia terutama bagi para
pendidik dalam menyikapi dan mendidik anak yang menyandang berkebutuhan khusus
dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Karena pada dasarnya anak seperti itu
bukan malah dijauhi akan tetapi didekati dan diperlakukan sama dengan manusia normal
lainnya akan tetapi caranya yang berbeda.

ii
DAFTAR PUSTAKA

http://httpnurjannah.blogspot.com/2015/02/v-behaviorurldefaultvmlo.html

https://www.educenter.id/7-strategi-mengajar-anak-berkebutuhan-khusus/

http://eprints.walisongo.ac.id/7911/1/124411009.pdf

https://core.ac.uk/download/pdf/76939829.pdf

ii

Anda mungkin juga menyukai