Anda di halaman 1dari 3

Sumatra Utara

Latar Belakang

Program jaminan kesehatan nasional telah membawa perubahan signifikan


pada perilaku pencarian kesehatan dan fasilitas kesehatan. Mulai dari tahun
2014-2019 terjadi peningkatan pemanfaatan layanan baik di FKTP maupun
FKTL. Berdasarkan data BPJS Kesehatan menunjukan jumlah kunjungan
peserta JKN di FKTP dan FKRTL sebanyak

Agar pelayanan kesehatan berlangsung dengan efisien dan efektif, maka dibentuk Tim
Kendali Biaya dan Kendali mutu di masing-masing wilayah. Tetapi tim ini  belum kuat
dan tidak punya otorisasi penuh, untuk mengevaluasi faskes setempat atas tingkat
efisienssi dan efektifnya yankes JKN. Akibat terlalu murah nya iuran, dan tidak
proporsional  paket Ina-CBGs di FKTL, maka dalam perjalanannya mulai tahun ketiga
sudah mulai timbul kasus-kasus:

 OOP
 Up- Coding, dan readmisi
 Perubahan Tipe / Kelas RS
 Silpa Kapitasi
 Waiting list
 Tidak standarnya mutu pelayanan
Kesemuanya bermuara pada moral hazard dan fraud.
8. Jumlah FKTP yang bermitra dengan BPJS Kesehatan sebanyak 23.292 faskes,
serta sebanyak 2.455 FKTL Secara kuantitatif angka ini sebenarnya belum
maksimal, tetapi yang lebih menyulitkan lagi adalah faskes dimaksud tidak
merata distribusi lokasinya, terutama untuk wilayah Indonesia Timur dan
Kalimantan.
9. Tercatat pada 2018, FKTP sudah dimanfaatkan oleh 147,4 juta kunjungan
peserta. Poliklinik rawat jalan rumah sakit dimanfaatkan oleh 76,8 juta kunjungan
peserta. Sedangkan untuk rawat inap di rumah sakit dimanfaatkan oleh 9,7 juta
kunjungan peserta. Totalnya ada sebanyak 233,9 juta kunjungan.
10. Telah dihitung, rata-rata pemanfaatan pelayanan kesehatan per hari kalender
adalah 640.822 pemanfaatan. Jika di akumulasi selama 5 tahun, diperoleh
angka sebanyak 874,1 juta pemanfaatan pelayanan kesehatan JKN.
11. Bagaimana dengan indeks kepuasan. Ini yang menarik. Ditengah hiruk pikuk
persoalan defisit DJS JKN, dan menurunkan mutu pelayanan JKN dirumah sakit,
ternyata indeks kepuasan peserta terhadap program JKN mencapai 79,7% yang
masuk kategori tinggi. Indeks kepuasan fasilitas kesehatan yang melayani
pasien JKN mencapai 75,8% yang juga masuk kategori tinggi.
http://www.jurnalsocialsecurity.com/news/kilas-balik-program-jkn-2014-2019.html
BPJS Kesehatan sesuai dengan UUSJSN dan UU BPJS, tugasnya adalah memastikan
peserta mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan haknya. Membayar
kewajiban klaim FKTL setiap bulan setelah di verifikasi dengan pola Ina-CBGs, dan
membayarkan kapitasi pada faskes primer (FKTP) sesuai cakupan penduduk yang
telah ditetapkan. Disinilah perlunya kendali biaya dan kendali mutu yang harus
dilakukan BPJS Kesehatan. Untuk kendali mutu BPJS Kesehatan memastikan bahwa
Faskes melaksanakan pelayanan kesehatan yang komprehensif ( tanpa batas), untuk
itu perlu ada  acuan standar pelayanan.

efektivitas dana kapitasi dalam meningkatkan mutu layanan masih rendah. Padahal dana yang
disalurkan sangat besar, yakni sekitar 9,75   triliun rupiah per tahun. Namun, perubahan kualitas
layanan puskesmas secara keseluruhan belum terlihat secara nyata. 

Skema asuransi kesehatan telah membawa perubahan signifikan pada


perilaku pencarian kesehatan dan pilihan penyedia layanan di antara warga
Ghana. Sebagai contoh, sebuah studi oleh Proyek Sistem 20/20 Kesehatan
dan Divisi Penelitian dan Pengembangan Layanan Kesehatan Ghana (2009)
menetapkan bahwa enroles skema dua kali lebih mungkin untuk mencari
perawatan dari penyedia ortodoks dibandingkan dengan yang tidak
diasuransikan. Penelitian lebih lanjut menemukan bahwa, dibandingkan
dengan pasien yang tidak diasuransikan, pasien yang diasuransikan
cenderung menggunakan pengobatan sendiri. Meskipun ini tampaknya
menandakan peningkatan hasil kesehatan, masalah utama tetap bagaimana
secara efektif memberikan layanan kesehatan berkualitas yang memenuhi
harapan pasien yang mencari perawatan. Dalam penelitian bersama oleh
SEND-Ghana dan Bank Dunia, ditemukan bahwa skema asuransi kesehatan
memiliki efek negatif pada kualitas layanan kesehatan (Ghana News Agency,
2010). Studi ini juga melaporkan ketidakmampuan penyedia untuk
mendapatkan obat yang dibutuhkan untuk mengatasi peningkatan
pemanfaatan. Dalam terang di atas, penelitian tentang status kualitas layanan
di lembaga kesehatan terakreditasi diperlukan untuk diskusi kebijakan. Untuk
sebagian besar, informasi tentang asuransi kesehatan, khususnya
penyediaan layanan kesehatan dan kepuasan pasien dengan kualitas
perawatan lebih baik diperoleh dari pendapat individu (Lambrew et al., 1996).
Sayangnya, ada penelitian berbasis fasilitas terbatas yang menargetkan
pemegang premium dan pandangan mereka tentang kualitas layanan
kesehatan di bawah NHIS Ghana. Banyak penelitian tentang kualitas layanan
kesehatan secara umum melaporkan pemberian layanan yang buruk
sehubungan dengan waktu tunggu yang lama, seringnya kekurangan obat-
obatan dan sikap buruk dari penyedia layanan kesehatan (Turkson, 2009;
Atinga et al., 2010). Beberapa penelitian telah secara khusus menyelidiki
penyediaan kualitas layanan di rumah sakit yang terakreditasi. Mengingat hal
ini, pemantauan dan evaluasi terus menerus dari pandangan pemegang
kebijakan tentang kualitas layanan kesehatan diperlukan untuk tujuan
peningkatan kualitas dan untuk memberikan semacam umpan balik kepada
para profesional kesehatan dan pembuat kebijakan (Bara et al., 2002).
Penelitian ini mengusulkan untuk mengisolasi dan memeriksa bagaimana
anggota pemegang kartu dari skema asuransi kesehatan Ghana memahami
kualitas layanan sejak diperkenalkannya skema tersebut lebih dari setengah
dekade yang lalu. Untuk mengatasi ini, penelitian ini berupaya untuk:

Anda mungkin juga menyukai