Akun Inflasi
Akun Inflasi
BAB I
PENDAHULUAN
Akuntansi keuangan merupakan media informasi yang disusun oleh manajemen selaku
pengelola bisnis untuk kepentingan publik khususnya investor dan kreditor. Informasi
akuntansi terjadi pada keuangan perusahaan yang memberikan gambaran mengenai kondisi
keuangan perusahaan pada saat tertentu (neraca) serta hasil usahanya pada periode tertentu
(laba/rugi). Penelitian di USA, Inggris dan NZ (Harahap, 1996) menunjukkan bahwa laporan
keuangan merupakan sumber informasi pertama dalam keputusan investasi, memprediksi
potensi arus kas yang akan diterima dan dikaitkan dengan ketidakpastian, menilai
kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba, menilai kemampuan manajemen dalam
mencapai tujuan utama perusahaan, dan yang terakhir memberikan informasi yang aktual dan
interpretatif tentang transaksi dan kejadian lainnya. Untuk mencapai tujuan akuntansi dan
laporan keuangan tersebut, perlu diketahui perbedaan antara postulat, konsep, prinsip, dan
standar (tekhnik) akuntansi.
Postulat merupakan asumsi dasar yang terkait dengan lingkungan bisnis tempat akuntansi
beroperasi. Konsep akuntansi, yaitu pernyataan yang dapat membuktikan kebenaran atau
aksioma yang sudah diterima umum karena sesuai dengan tujuan laporan keuangan. Prinsip
merupakan pendekatan umum yang digunakan dalam pengakuan dan pengukuran kejadian
akuntansi. Sedangkan standart (tekhnik) akuntansi merupakan peraturan khusus yang
berisikan tentang bagaimana standart perlakuan pencatatan dan pelaporan terhadap semua
transaksi yang di alami suatu entitas (Harahap, 2001).
Indonesia adalah salah satu negara berkembang. Masalah umum yang sering dihadapi negara
berkembang adalah tingginya tingkat inflasi. Sejak krisis moneter tahun 1998, harga-harga di
pasaran cenderung naik. Tahun 2007 saja tingkat inflasi di Indonesia adalah 6,59 persen. Hal
ini bisa diartikan bahwa aktiva yang dimiliki harganya akan berkurang sebesar 6.59 persen
sedangkan pendapatan dinilai terlalu tinggi sebesar angka yang sama.
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum
dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat atau adanya ketidak
lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai
mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya
tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi.
Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan
saling pengaruh-mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan
peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.
Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah
CPI dan GDP Deflator.
BAB II
PEMBAHASAN
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus
(kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara
lain, konsumsi masyarakat yang meningkat atau adanya ketidak lancaran distribusi barang.[1]
Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu.
Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya,
tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi dianggap terjadi
jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-
mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan
uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk
mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan atau desakan biaya produksi.
Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang
berlebihan sehingga terjadi perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya permintaan
terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor
produksi. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan
harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam
permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment.
Inflasi desakan biaya (cost push inflation) terjadi akibat meningkatnya biaya produksi (input)
sehingga mengakibatkan harga produk-produk (output) yang dihasilkan ikut naik.
Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal,yaitu kenaikan harga,misalnya bahan
baku dan kenaikan upah/gaji, misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha
swasta menaikkan harga barang-barang.
Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari
dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri
misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara
mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal.
Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga
barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau
adanya kenaikan tarif impor barang.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika
kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu
disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua
barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation).
Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus
berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan
nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks
harga. Indeks harga tersebut di antaranya:
Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang
mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen.
Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-
barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering
digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena perubahan harga
bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga
barang-barang konsumsi.
Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-
komoditas tertentu.
Indeks harga barang-barang modal
Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru,
barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya inflasi.
Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat
mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat
orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam
masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan
perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak
bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga
meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau
karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi
harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil
contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun
kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya
tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang
mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak
dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di
perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin
menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga,
nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan
sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang
diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada
saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat
meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami
kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat
peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi
daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk
melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi
menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka
produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya
untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen
tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Stable Monetary Unit merupakan salah satu prinsip dasar akuntansi yang menyatakan bahwa
kesatuan moneter itu dianggap stabil. Nilai uang yang ditetapkan dari pos-pos laporan
keuangan, misalnya kas, piutang, hutang atau kewajiban lainnya. Pos ini memiliki angka dan
jumlah nilai uangnya yang tetap itulah yang akan ditagih, dibayar dimasa yang akan datang
tanpa ada perubahan (Harahap,2001). Padahal dimana saja didunia ini kita tidak pernah
mendengar ada valuta yang memiliki nilai yang stabil. Ada yang mengalami apresiasi dimana
nilai tukarnya atau daya belinya naik (deflasi) dan yang paling umum nilai tukar atau daya
belinya justru menurun (inflasi). Di Indonesia pada tahun 1965 tertinggi sampai 650 %, pada
tahun 1999 saja tingkat inflasi di Indonesia mencapai 9,35%. Ini menunjukkan bahwa prinsip
Stable Monetary Unit hanya dalam asumsi tidak pernah ditemukan dalam kenyataan. Prinssip
ini adalah untuk memudahkan perumusan teori dan asumsi akuntansi keuangan.
Permasalahan diatas memunculkan sebuah kritik yang menyatakan informasi yang disajikan
laporan keuangan pada masa inflasi justru sia-sia karena nilai-nilai yang terdapat didalamnya
tidak relevan dan tidak sesuai dengan kenyataan. Dari permasalahan tersebut muncul usulan
yang moderat yang artinya kita masih bisa menggunakan historical cost accounting, tetapi
harus dibuat informasi atau laporan suplemen yang memuat dampak inflasi itu terhadap
laporan keuangan, selain itu terdapat usulan lain yaitu menggunakan akuntansi inflasi.
Akuntansi inflasi ini berupaya untuk menyusun laporan keuangan yang memuat dampak dari
inflasi atau penurunan nilai beli uang itu pada laporan keuangan sehingga laporan. keuangan
menunjukkan satuan mata uang pada tingkat harga yang berlaku saat itu bukan lagi harga
historis.
Metode yang digunakan dalam akuntansi inflasi ini sama dengan metode penentuan laba.
Penekanan penentuan laba adalah pada nilai laba yang lebih relavan yang digambarkan oleh
laporan keuangan, sedangkan inflasi nilai semua item yang terdapat dalam laporan keuangan.
Untuk menyusun laporan keuangan pada masa inflasi agar lebih relevan dapat digunakan
beberapa metode, yaitu :
Dalam metode General Price Level misalnya metode historical cost disesuaikan dengan
perubahan tingkat harga sehingga pada masa inflasi GPL ini lebih besar daripada nilai
historical cost.
Menurut Edgar Edwards dan Philips Bell (1961) merupakan tokoh yang paling gencar konsep
CCA ini. Menurut merka yang dibutuhkan oleh manajer adalah bagaimana mereka
mengalokasikan sumber-sumber ekonomi yang ada. Berikut ini adalah beberapa bentuk
current cost :
Replacement cost adalah nilai yang diukur saat ini (current cost) untuk mendapatkan
aktiva baru atau menggantinya dengan kapasitas produksinya yang sama. Dalam
praktik nilai ganti ini hanya diterapkan pada aktiva nonmoneter, sepertinya
persediaan, aktiva tetap. Aktiva tetap disajiakan menurut nilai gantinya, nilai bersih
setelah digambarkan nilai yang sudah dipakai. Penyusutan dihitung berdasarkan pada
nilai ganti itu. Pada masa inflasi sering terjadi backlog depreciation atau penyusutan
yang bersaldo negatif. Dalam penyajiannya hutang ini harus disajikan nilai
diskontonya. Pada masa inflasi nilai dari replacement value ini lebih besar dari
general price level.
Walaupun ada kritik ini, sebagai pihak menganggap bahwa metode ini paling mudah
diterapkan dalam akuntansi inflasi.
Reproduction cost adalah istilah lain yang hampir sama dengan replacement cost ini.
Disini harga itu diukur berdasarkan harga sekarang jika aktiva itu dibuat atau
diduplikasi seperti barang yang dimiliki itu tanpa melihat perubahan teknologi yang
mungkin mempengaruhi aktiva yang dibuat itu.
Net Realizable Value
Harga pasar sekarang adalah harga atau kas yang di peroleh jika suatu aktiva dijual sekarang.
Namun, harga ini didasarkan pada prinsip likuidasi bukan prinsip going concern sehingga
menyalahi prinsip akuntansi. Salah satu metode current market value ini adalah net realizable
value.
NRV merupakan harga jual dikurangi taksiran biaya penjulan. Pada masa inflasi nilai dari net
relizable value ini lebih besar dari replacement cost karena manajemen tidak mungkin
menjual barangnya tanpa mengharapkan laba marjin general price level. Penyusutan dalam
metode ini dihitung berdasarkan perbedaan antara harga jual aktiva itu pada awal
dibandingkan dengan pada akhir periode.
Selling Price
Di sini nilai yang dipakai adalah harga jual tanpa dikurangi biaya penjualan sehingga laporan
keuangan yang disusun menurut selling price ini akan lebih besar daripada net realizable
value dan metode lain yang disebut sebelumnya.
Expected value
Metode ini sangat tergantung pada pengharapan seseorang jadi bisa lebih besar atau lebih
kecil dibanding dengan metode lain karena expected value ini merupakan gambaran dari
present value kas di masa yang akan datang.
Monetary Item adalah aktiva atau kewajiban yang dinilai atau disajikan dalam unit uang yang
tetap misalnya kas, piutang, hutang atau kewajiban lainnya yang angka dan jumlah nilai
uangnya yang tetap itulah yang akan ditagih, dibayar di masa yang akan datang tanpa ada
perubahan. Nilai ini adalah nilai historis dan nanti nilai net realizable value-nyalah yang akan
direalisasi. Karena nilainya itu juga menggambarkan nilai sekarang (current value) untuk
aktiva jenis ini tidak perlu disesuaikan kecuali untuk mengetahui present value dari nilai yang
diharapkan ditagih (expected value) di masa yang akan datang.
Non-monetary items adalah nilai dimana jumlah uangnya tidak ditetapkan menurut kontrak
perjanjian. Dalam metode historical cost ini digambarkan sebagai old cost bukan nilai
sekarang. Dalam metode current value harga baru itu yang dicoba digambarkan dengan harga
sekarang.
Atribut yang dinilai untuk masing-masing model akuntansi tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut :
Dalam model Historical Cost Accounting, Atribut yang dinilai adalah jumlah uang
atau kas atau sejenisnya yang dibayar untuk mendapatkan aktiva atau membayar
sejumlah hutang yang dibebankan dalam unit uang yang timbul dari perolehan aktiva
itu.
Dalam model Replacement Cost Accounting, atribut yang dibayar adalah uang kas
atau sejenisnya yang akan dibayar untuk memperoleh aktiva yang sama dan sejenis
saat sekarang atau jumlah hutang yang akan dibebankan untuk memperolah aktiva
tersebut.
Dalam model Net Realizable, atribut yang dinilai adalah jumlah uang kas atau
sejinsnya yang akan diperoleh dengan menjual aktiva sekarang atau jumlah uang yang
harus dibayar untuk menebus kewajiban itu sekarang.
Dalam model Present Value atau Capitalized Value, atribut yang dinilai adalah arus
kas masuk bersih yang diharapkan akan diterima dari penggunaan aktiva atau arus kas
keluar net yang diharapkan akan dibayar untuk membayar kembali hutang.
Atribut itu dapat kita golongkan dalam tiga cara sebagai berikut :
Fokus penilaian dapat berupa masa lalu (historical cost), masa kini (replacement cost
dan net realizable value), dan masa yang akan datang (present value).
Jenis transaksi : historical cost dan replacement cost merupakan transaksi perolehan
atau pembebanan hutang, net realizable value dan present value menyangkut
penjualan aset dan pembayaran hutang.
Sifat kejadian awalnya : historical cost didasarkan pada kejadian yang sebenarnya,
present value berdasarkan kejadian yang diharapkan, dan replacement cost dan net
realizable value didasarkan pada kejadian yang sifatnya hipotesis (anggapan).
Ada dua jenis unit ukuran yang dipakai, yaitu sebagai berikut :
Dalam model ini yang menjadi unit pengukuran adalah unit uang.
Dalam model ini yang menjadi alat ukur adalah daya beli uangnya yang tentu berbeda apabila
waktunya berbeda.
Dalam menilai dan membandingkan model penilaian akuntansi tersebut, model Present Value
sengaja tidak diikutkan karena beberapa kelemahan sebagai berikut.
Dalam menilai dan membandingkan model-model ini maka yang menjadi dasar penilaian
adalah.
Kesalahan akibat alat ukur ini terjadi apabila laporan keuangan tidak disajikan dengan
menggunakan dan mempertimbangkan tenaga beli dari mata uang tersebut.
Laporan keuangan harus dipahami tanpa salah pengertian. Dalam menafsirkan laporan
keuangan kita harus memahami masalah pengertian dan penggunaanya. Dengan perkataan
lain, agar model akuntansi dapat dipahami maka kita harus menggunakan rumus :
Dengan rumus ini maka para pembaca lapoiran keuangan akan memahami arti serta
kegunaanya. Akuntansi memiliki alat ukur yang menghasilkan ukuran tertentu, misalnya
model akuntansi yang menggunakan unit sebagai alat ukur berarti hasilnya adalah bahwa itu
dinyatakan dalam jumlah rupiah (Number of Dollars = NOD).
Demikian juga jika kita gunakan konsep Historical Cost dengan “ukuran tenaga beli umum”,
akan tetap menghasilkan jumlah rupiah (Number of Dollars). Sementara itu, apabila konsep
Current Value yang diukur dengan tenaga beli umum, akan menghasilkan ukuran barang atau
Command of Goods (COG)
1. Relevansi
Informasi akuntansi harus relevan artinya harus bermanfaat bagi pemakainya khususnya
untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Namun, karena model akuntansi yang
ada masih memiliki makna yang masih kabur seperti masalah NOD dan COG tadi, sulit bagi
pembaca menjadikan informasi akuntansi itu relevan tanpa menguasai ilmu akuntansi lebih
mendalam.
Untuk memberikan gambaranyang jelas antara beberapa alternative model akuntansi ini kita
misalkan PT Sipangko Jaya yang didirikan pada tanggal 21 Maret 2005 akan memasarkan
produk baru yang disebut ESTIMA. Mdal berjumlah Rp 30.000,-, utangnya Rp 30.000,-,
dengan bunga 10 %. Pada tanggal 1 Januari PT Sipangko Jaya memulai kegiatannya dengan
membeli 6.000 unit ESTIMA dengan harga Rp 10,- per unit. Pada tanggal 1 Mei perusahaan
menjual 5.000 unit dengan harga Rp 15,- per unit.
Sementara itu, perubahan tingkat harga selama tahun 2005 adalah sebagai berikut:
Alternatif yang kita bahas disini adalah menyangkut kesalahan yang timbul karena waktu.
Untuk itu, model yang akan kita bahas adalah:
Laporan laba rugi untuk ketiga model itu adalah sebagai berikut:
PT Sipangko Jaya
Holding gain and loss yang tidak dihitung 3.000 3.000
Tidak direalisasi
General Price level gain tidak dihitung tidak dihitung tidak dihitung
and loss
PT Sipangko Jaya
Neraca
31 Desember 2005
Keterangan Historical Reolacement Net Realizable
Harta
Modal :
Laba ditahan
PT Sipangko Jaya
Laporan Laba Rugi
HC RC NRVA
Hasil 90.000 90.000 107.000
PT Sipangko Jaya
HC RC NRVA
Aktiva: 72.000 72.000 72.000
Persediaan
Total Aktiva 87.600 85.000 89.000
30.000 30.000 30.000
Pasiva:
46.800 46.800 46.800
Obligasi
9.000 9.000 9.000
Modal
(0) (2.600) 1.400
Laba Ditahan:
1.800 1.800 1.800
Realized
Unrealized
Laba/Rugi GPL
Total Pasiva 87.600 85.000 89.000
Ditambah:
105.000 136.800
Dikurangi:
63.000 96.600
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa pada masa inflasi, laporan keuangan GPLA
lebih informatif dibanding historical cost, namun material atau tidaknya perbedaan yang
ditimbulkan GPLA tergantung pengaruhnya terhadap perusahaan tersebut, sehingga GPLA
bukan dimaksudkan untuk mengganti laporan keuangan historical cost, tetapi hanya sebagai
supplement report untuk digunakan sebagai informasi tambahan dalam pengambilan
keputusan bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi laporan keuangan sehingga tujuan
dari pelaporan akuntansi terpenuhi. Hal ini didasari oleh pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan di Indonesia bahwa informasi tambahan antara lain mengenai pengungkapan
pengaruh perubahan harga bersifat tidak mengikat.
3.2 Saran
Adapun saran atau rekomendasi yang dapat penulis berikan terkait dengan pengembangan
studi teori akuntansi adalah diharapkan kita memahami lebih dalam tentang teori-teori
akuntansi yang ada dan bisa mengimplementasikan ke dunia bisnis. Namun keberadaan
makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi positif baik bagi mahasiswa untuk lebih
memahami materi mata kuliah teori akuntansi ini.