DOSEN PEMBIMBING:
DISUSUN OLEH:
MIRANDA SARASWATI
NIM: 1714201019
TAHUN AKADEMIK
2019/2020
Format Laporan Tugas Individu
3. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus,
di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan
posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna
menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di
anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk
katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier
ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan
mengalamui distorsi. ( Hang SJ, dkk. 2012).
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai
influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang
menderita katarak.
Menurut Kowalak (2003), patofoiologi katarak dapat bervariasi menurut
masing-masing bentuk katarak. Katarak senilis memperlihatkan bukti adanya
agregasi protein, cedera oksidatif dan peningkatan pigmentasi di bagian tengah
lensa, selain itu pada katarak traumatika dapat terjadi inflamasi atau fagositosis
lensa ketika lensa mata mengalami rupture (Kowalak, 2003). Sedangkan
mekanisme katarak komplikasi bervariasi menurut proses penyakitnya, sebagai
contoh pada penyakit diabetes mellitus akan terjadi peningkatan kadar glukosa
dalam lensa yang kemudian menyebabkan lensa mata menyerap air (Kowalak,
2011) sedangkan katarak kongenital merupakan bentuk yang memberikan
tantanggan khusus.
Tamsuri (2003) mengungkapkan bahwa secara kimiawi pembentukan
katarak ditandai dengan berkurangnya ambilan oksigen dan bertambahnya
kandungan air yang kemudian diikuti dengan dehidrasi. Kandungan natrium dan
kalsium bertambah, sedangkan kalium, asam askorbat serta protein menjadi
berkurang. Menurut Istiqomah (2003), lensa mata berisi 65% air, sisanya berupa
protein dan mineral penting. Katarak terjadi pada saat penurunan ambilan oksigen
dan penurunan air. Dilain sisi terjadi peningkatan kadar kalsium dan berubahnya
protein larut menjadi tidak dapat larut. Pada kondisi tersebut akan menyebabkan
gangguan metabolisme pada lensa mata. Gangguan metabolisme ini akan
mengakibatkan perubahan kandungan bahan-bahan yang ada di dalam lensa.
Perubahan inilah yang pada akhirnya menyebabkan kekeruhan lensa.Kekeruhan
dapat berkembang sampai di berbagai bagian lensa atau kapsulnya.
Dalam keadaan normal transparansi lensa terjadi karena
adanyakeseimbangan atara protein yang dapat larut dalam protein yang tidak
dapatlarut dalam membran semipermiabel. Apabila terjadi peningkatan jumlah
protein yang tdak dapat diserap dapat mengakibatkan penurunan sintesa protein,
perubahan biokimiawi dan fisik dan protein tersebut mengakibatkan jumlah
protein dalam lens melebihi jumlah protein dalam lensa melebihi jumlah
proteindalam bagian ynag lain sehingga membentuk suatu kapsul yang dikenal
dengannama katarak. Terjadinya penumpukan cairan/degenerasi dan desintegrasi
pada serabut tersebut menyebabkan jalannya cahaya terhambat dan
mengakibatkan gangguan penglihatan. ( Mansjoer, 2010).
Meskipun pathogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti, pada lensa
katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat protein yang
menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi transparansinya. Perubahan
protein lainnya akan mengakibatkan perubahan warna lensa menjadi kuning atau
coklat. Temuan tambahan mungkin berupa vesikel diantara serat-serat lensa atau
migrasi sel epitel dan pembesaran sel-sel epitel yang menyimpang (Vaughan dan
Asbury, 2008).
WOC
Keruh
Pembedahan
Katarak
Penglihatan ( - ) / buta
1. Katarak kongenital
5.Penatalaksanaan
Tatalaksana definitif untuk katarak saat ini adalah tindakan bedah.
Beberapa penelitian seperti penggunaan vitamin C dan E dapat memperlambat
pertumbuhan katarak, namun belum efektif untuk menghilangkan katarak.
Tujuan tindakan bedah katarak adalah untuk mengoptimalkan fungsi penglihatan.
Keputusan melakukan tindakan bedah tidak spesifik tergantung dari derajat tajam
penglihatan,
Namun lebih pada berapa besar penurunan tersebut mengganggu aktivitas
pasien. Indikasi lainnya adalah bila terjadi gangguan stereopsis, hilangnya
penglihatan perifer, rasa silau yang sangat mengganggu, dan simtomatik
anisometrop. Indikasi medis operasi katarak adalah bila terjadi komplikasi antara
lain: glaukoma fakolitik, glaukoma fakomorfik, uveitis fakoantigenik, dislokasi
lensa ke bilik depan, dan katarak sangat padat sehingga menghalangi pandangan
gambaran fundus karena dapat menghambat diagnosis retinopati diabetika
ataupun glaukoma. ( Astari, P. 2018).
7. Komplikasi
1. Edema kornea
Edema stromal atau epitelial dapat terjadi segera setelah operasi katarak.
Kombinasi dari trauma mekanik, waktu operasi yang lama, trauma kimia, radang,
atau peningkatantekanan intraokular (TIO), dapat menyebabkan edema kornea.
Pada umumnya, edema akan hilang dalam 4 sampai 6 minggu. Jika korneatepi
masih jernih, maka edema kornea akan menghilang. Edema kornea yang menetap
sampai lebih dari 3 bulan biasanya membutuhkan keratoplasti tembus.
2.Perdarahan
Komplikasi perdarahan pasca operasi katarak antara lain perdarahan
retrobulbar, perdarahan atau efusi suprakoroid, dan hifema.Pada pasien-pasien
dengan terapi antikoagulan atau antiplatelet, risiko perdarahan suprakoroid dan
efusi suprakoroid tidak meningkat. Sebagai tambahan, penelitian lain
membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan risikoperdarahan antara kelompok
yang menghentikan dan yang melanjutkan terapi antikoagulan sebelum operasi
katarak.
3. Glaukoma sekunder
Bahan viskoelastik hialuronat yang tertinggal di dalam KOA pasca operasi
katarak dapat meningkatkan tekanan intraokular (TIO), peningkatan TIO ringan
bisa terjadi 4 sampai 6 jam setelah operasi, umumnya dapat hilang sendiri dan
tidak memerlukan terapi anti glaukoma, sebaliknya jika peningkatan TIO
menetap, diperlukan terapi antiglaukoma. Glaukoma sekunder dapat berupa
glaukoma sudut terbuka dan tertutup. Beberapa penyebab glaukoma sekunder
sudut terbuka adalah hifema, TASS, endoftalmitis, serta sisa masa lensa.
Penyebab glaukoma sekunder sudut tertutup adalah blok pupil, blok siliar,
glaukoma neovaskuler, dan sinekia anterior perifer.
4. Uveitis kronik
Inflamasi normal akan menghilang setelah 3 sampai 4 minggu operasi
katarak dengan pemakaian steroid topikal. Inflamasi yang menetap lebih dari 4
minggu, didukung dengan penemuan keratik presipitat granulomatosa yang
terkadang disertai hipopion, dinamai uveitis kronik. Kondisi seperti malposisi
LIO, vitreus inkarserata, dan fragmen lensa yang tertinggal, menjadi penyebab
uveitis kronik. Tatalaksana meliputi injeksi antibiotik intravitreal dan operasi
perbaikan posisi LIO, vitreus inkarserata, serta pengambilan fragmen lensa yang
tertinggal dan LIO.
7.Endoftalmitis
Endoftalmitis termasuk komplikasi pasca operasi katarak yang jarang,
namun sangat berat. Gejala endoftalmitis terdiri atas nyeri ringan hingga berat,
hilangnya penglihatan, floaters, fotofobia, inflamasi vitreus, edem palpebra atau
periorbita, injeksi siliar, kemosis, reaksi bilik mata depan, hipopion, penurunan
tajam penglihatan, edema kornea, serta perdarahan retina. Gejala muncul setelah 3
sampai 10 hari operasi katarak. Penyebab terbanyak adalah Staphylococcus
epidermidis, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus. (Pradhevi,L. dkk. 2012).
8.Prognosis
Prognosis untuk pasien katarak yang menjalani operasi pada umumnya
cukup baik. Pemeriksaan mata rutin dilakukan untuk mendeteksi perkembangan
katarak pada mata yang belum terkena. Banyak pasien yang menerima lensa
monofokal memerlukan koreksi untuk mendapat ketajaman penglihatan terbaik
setelah dilakukannya operasi.
Prognosis visus untuk pasien katarak anak-anak yang membutuhkan
operasi tidak sebaik pasien katarak senilis. Ambliopia dan anomali saraf optik
atau retina membatasi derajat penglihatan yang dapat dicapai dalam kelompok
usia ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman visual buruk pada operasi untuk
katarak kongenital unilateral dan baik untuk katarak kongenital bilateral yang
tidak komplit dan progresifitas yang lambat. ( Astari, P. 2018).
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1.Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
Penanggung jawab
Nama : Ny. N
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
2. Keluhan utama
Biasanya pasien mengeluh pandangan kabur.
3.Riwayat kesehatan
A. Diagnosa keperawatan
B. NCP
Haug SJ, Bhisitkul RB. Risk factors for retinal detachment following cataract
surgery. Curr Opini Ophthalmol. 2012;23(1):7-11.