Anda di halaman 1dari 25

DISCOVERY LEARNING

ASKEP PADA KLIEN KATARAK

DOSEN PEMBIMBING:

Ns. Rasyidah AZ, M. Kep

DISUSUN OLEH:

MIRANDA SARASWATI

NIM: 1714201019

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

HARAPAN IBU JAMBI

TAHUN AKADEMIK

2019/2020
Format Laporan Tugas Individu

N Kriteria Penjelasan Bobot Nilai


O
1. Isi Laporan Isi harus memuat content yang 40%
telah ditentukan yaitu: pengertian,
etiologi, manifestasi klinik.
Patofisiologi yang dilengkapi
dengan WOC; penatalaksanaan
medis, konsep asuhan keperawatan
(pengkajian, diagnosa
keperawatan, NCP dan evaluasi)
2. Format dan Tulisan harus memenuhi format 20%
Tampilan aturan yang ada, margin, sub bab
isi, font, spasi dll. Cara penulisan
tabel dan gambar harus memenuhi
format.
3. Bahasa Bahasa harus memenuhi EYD dan
kaidah penulisan, penuturan harus
logis, bukan plagiasi dari tulisan
lain
4. Referensi Referensi harus berasal dari text 20%
book, jurnal ilmiah: Ada
kesesuaian isi dengan daftar
referensi
TOTAL NILAI 100%

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Definisi
Katarak adalah kekeruhan lensa. Katarak memiliki derajat kepadatan yang
sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagi hal, tetapi biasanya berkaitan
dengan penuaan (Vaughan, 2000). Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang
normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses penuaan, tapi dapat timbul pada
saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga berhubungan dengan trauma mata
tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, penyakit
sistemis, pemajanan radiasi, pemajanan sinar matahari yang lama, atau kelainan
mata yang lain (seperti uveitis anterior) (Smeltzer, 2001) Hal 1996.
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan
bening menjadi keruh. Asal kata katarak dari kata Yunani cataracta yang berarti
air terjun. Hal ini disebabkan karena pasien katarak seakan-akan melihat sesuatu
seperti tertutup oleh air terjun didepan matanya (Ilyas, 2006) hal 2. Jadi dapat
disimpulkan, katarak adalah kekeruhan lensa yang normalnya transparan dan
dilalui cahaya ke retina, yang dapat disebabkan oleh berbagai hal sehingga terjadi
kerusakan penglihatan. ( Mansjoer, 2010).
Katarak merupakan kekeruhanlensa mata atau kapsul lensa yang
mengubah gambaran yang diproyeksikan pada retina (Istiqomah,2003). Menurut
Nugroho (2011). Kelainan ini bukan suatu tumor atau pertumbuhan jaringan di
dalam mata,akan tetapi keadaan lensa yang menjadi berkabut (Ilyas, 2004).
Katarak sendiri diumpamakan seperti penglihatan yg tertutup airterjun akibat
kerunhya lensa (Tamsuri,2004) biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan
berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang
lama.
Katarak umumnya mempengaruhi kedua mata. Tetapi katarak masing –
masing mata memburuk sendiri – sendiri. Pengecualian pada katarak traumatic
yang biasanya unilateral dan katarak konginetal yang kondisinya dapat tidak
berubah. Katarak merupakan penyakit yang paling sering dijumpai pada orang
dengan usia diatas 70tahun. Pembedahan memperbaiki pengelihatan pada sekitar
95% pasien. Tanpa pembedahan katarak akhirnya menyebabkan kehilangan
pengelihatan total. ( Mansjoer, 2010).
2. Etiologi
Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Anak bisa mengalami
katarak yang biasanya merupakan penyakit yang diturunkan, peradangan di dalam
kehamilan, keadaan ini disebut sebagai katarak kongenital. Lensa mata
mempunyai bagian yang disebut pembungkus lensa atau kapsul lensa, korteks
lensa yang terletak antara nukleus lensa atau inti lensa dengan kapsul lensa. Pada
anak dan remaja nukleus bersifat lembek sedang pada orang tua nukleus ini
menjadi keras. Katarak dapat mulai dari nukleus, korteks, dan subkapsularis lensa.
Dengan menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan
menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi keras pada bagian tengahnya, sehingga
kemampuannya memfokuskan benda dekat berkurang. ( Pujiyanto, 2011).
Hal ini mulai terlihat pada usia 45 tahun dimana mulai timbul kesukaran
melihat dekat (presbiopia). Pada usia 60 tahun hampir 60% mulai mengalami
katarak atau lensa keruh. Katarak biasanya berkembang pada kedua mata akan
tetapi progresivitasnya berbeda. Kadang-kadang penglihatan pada satu mata nyata
berbeda dengan mata yang sebelahnya. Perkembangan katarak untuk menjadi
berat memakan waktu dalam bulan hingga tahun. Berbagai faktor dapat
mengakibatkan tumbuhnya katarak lebih cepat. Faktor lain dapat mempengaruhi
kecepatan berkembangnya kekeruhan lensa sepertidiabetes melitus, obat tertentu,
sinar ultra violet B dari cahay matahari, efek racun dari merokok, dan alkohol,
gizi kurang vitamin E, dan radang menahun di dalam bola mata. Obat tertentu
dapat mempercepat timbulnya katarak seperti betametason, klorokuin,
klorpromazin, kortison, ergotamin, indometasin, medrison, neostigmin, pilokarpin
dan beberapa obat lainnya. Penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti diabetes
melitus dapat mengakibatkan timbulnya kekeruhan lensa yang akan menimbulkan
katarak komplikata (Ilyas, 2006) .
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang
berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti
diabetes. Namun kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang
normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik ketika seseorang
memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus
diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia
dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering berperan dalam
terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obatobatan, alkohol,
merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka
waktu lama (Pujiyanto, 2011).

3. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus,
di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan
posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna
menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di
anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk
katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier
ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan
mengalamui distorsi. ( Hang SJ, dkk. 2012).
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai
influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang
menderita katarak.
Menurut Kowalak (2003), patofoiologi katarak dapat bervariasi menurut
masing-masing bentuk katarak. Katarak senilis memperlihatkan bukti adanya
agregasi protein, cedera oksidatif dan peningkatan pigmentasi di bagian tengah
lensa, selain itu pada katarak traumatika dapat terjadi inflamasi atau fagositosis
lensa ketika lensa mata mengalami rupture (Kowalak, 2003). Sedangkan
mekanisme katarak komplikasi bervariasi menurut proses penyakitnya, sebagai
contoh pada penyakit diabetes mellitus akan terjadi peningkatan kadar glukosa
dalam lensa yang kemudian menyebabkan lensa mata menyerap air (Kowalak,
2011) sedangkan katarak kongenital merupakan bentuk yang memberikan
tantanggan khusus.
Tamsuri (2003) mengungkapkan bahwa secara kimiawi pembentukan
katarak ditandai dengan berkurangnya ambilan oksigen dan bertambahnya
kandungan air yang kemudian diikuti dengan dehidrasi. Kandungan natrium dan
kalsium bertambah, sedangkan kalium, asam askorbat serta protein menjadi
berkurang. Menurut Istiqomah (2003), lensa mata berisi 65% air, sisanya berupa
protein dan mineral penting. Katarak terjadi pada saat penurunan ambilan oksigen
dan penurunan air. Dilain sisi terjadi peningkatan kadar kalsium dan berubahnya
protein larut menjadi tidak dapat larut. Pada kondisi tersebut akan menyebabkan
gangguan metabolisme pada lensa mata. Gangguan metabolisme ini akan
mengakibatkan perubahan kandungan bahan-bahan yang ada di dalam lensa.
Perubahan inilah yang pada akhirnya menyebabkan kekeruhan lensa.Kekeruhan
dapat berkembang sampai di berbagai bagian lensa atau kapsulnya.
Dalam keadaan normal transparansi lensa terjadi karena
adanyakeseimbangan atara protein yang dapat larut dalam protein yang tidak
dapatlarut dalam membran semipermiabel. Apabila terjadi peningkatan jumlah
protein yang tdak dapat diserap dapat mengakibatkan penurunan sintesa protein,
perubahan biokimiawi dan fisik dan protein tersebut mengakibatkan jumlah
protein dalam lens melebihi jumlah protein dalam lensa melebihi jumlah
proteindalam bagian ynag lain sehingga membentuk suatu kapsul yang dikenal
dengannama katarak. Terjadinya penumpukan cairan/degenerasi dan desintegrasi
pada serabut tersebut menyebabkan jalannya cahaya terhambat dan
mengakibatkan gangguan penglihatan. ( Mansjoer, 2010).
Meskipun pathogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti, pada lensa
katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat protein yang
menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi transparansinya. Perubahan
protein lainnya akan mengakibatkan perubahan warna lensa menjadi kuning atau
coklat. Temuan tambahan mungkin berupa vesikel diantara serat-serat lensa atau
migrasi sel epitel dan pembesaran sel-sel epitel yang menyimpang (Vaughan dan
Asbury, 2008).
WOC

Trauma Trauma Perubahan kuman

Perubahan serabut Komprensi Sentral


(serat) Jumlah protein

Keruh Densitas Membentuk massa

Keruh

Pembedahan
Katarak

Pre operasi Post operasi

 Kecemasan  Gg. Rasa Menghambat jalan


meningkat nyaman cahaya
 kurang (nyeri)
 Resiko tinggi
terjadinya injuri

Penglihatan ( - ) / buta

 Gg. Sensori persepsi visual


 Resiko tinggi cidera
4.Manifestasi Klinis

Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien


melaporkan penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan gangguan
fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan
penglihatan tadi, temuan objektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara
keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika
lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan
dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. (Astari, P. 2018)

Hasilnya adalah pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang


menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil
yang normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak
biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun , dan ketika katarak sudah sangat
memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan mampu memperbaiki
penglihatan. Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi
untuk menghindari silau yang menjengkel yang disebabkan oleh cahaya yang
salah arah. Misalnya, ada yang mengatur ulang perabotan rumahnya sehingga
sinar tidak akan langsung menyinari mata mereka. Ada yang mengenakan topi
berkelepak lebar atau kaca mata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat
mengendarai mobil pada siang hari (Smeltzer, 2001)

1. Katarak kongenital

Sepertiga kasus katarak kongenital adalah diturunkan, sepertiga berkaitan


dengan penyakit sistemik, dan sisanya idiopatik. Separuh katarak kongenital
disertai anomali mata lainnya, seperti PHPV (Primary Hyperplastic Posterior
Vitreous), aniridia, koloboma, mikroftalmos, dan buftalmos (pada glaukoma
infantil).
2. Katarak senilis
Seiring berjalannya usia, lensa mengalami kekeruhan, penebalan, serta
penurunan daya akomodasi, kondisi ini dinamakan katarak senilis. Katarak senilis
merupakan 90% dari semua jenis katarak.2
Terdapat tiga jenis katarak senilis berdasarkan lokasi kekeruhannya yaitu :
1. Katarak nuklearis
Katarak nuklearis ditandai dengan kekeruhan sentral dan perubahan warna
lensa menjadi kuning atau cokelat secara progresif perlahan-lahan yang
mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Derajat kekeruhan lensa dapat dinilai
menggunakan slitlamp.Katarak jenis ini biasanya terjadi bilateral, namun dapat
juga asimetris. Perubahan warna mengakibatkan penderita sulit untuk
membedakan corak warna. Katarak nuklearis secara khas lebih mengganggu
gangguan penglihatan jauh daripada penglihatan dekat. Nukleus lensa mengalami
pengerasan progresif yang menyebabkan naiknya indeks refraksi, dinamai
miopisasi. Miopisasi menyebabkan penderita presbiopia dapat membaca dekat
tanpa harus mengenakan kacamata, kondisi ini disebut sebagai second sight.
2. Katarak kortikal
Katarak kortikal berhubungan dengan proses oksidasi dan presipitasi
protein pada sel-sel serat lensa. Katarak jenis ini biasanya bilateral, asimetris, dan
menimbulkan gejala silau jika melihat ke arah sumber cahaya. Tahap penurunan
penglihatan bervariasi dari lambat hingga cepat. Pemeriksaan slitlamp berfungsi
untuk melihat ada tidaknya vakuola degenerasi hidropik yang merupakan
degenerasi epitel posterior, dan menyebabkan lensa mengalami elongasi ke
anterior dengan gambaran seperti embun.
3. Katarak subkapsuler
Katarak ini dapat terjadi di subkapsuler anterior dan posterior.
Pemeriksaannya menggunakan slitlamp dan dapat ditemukan kekeruhan seperti
plak di korteks subkapsuler posterior. Gejalanya adalah silau, penglihatan buruk
pada tempat terang, dan penglihatan dekat lebih terganggu daripada penglihatan
jauh. ( Astari, P. 2018).

5.Penatalaksanaan
Tatalaksana definitif untuk katarak saat ini adalah tindakan bedah.
Beberapa penelitian seperti penggunaan vitamin C dan E dapat memperlambat
pertumbuhan katarak, namun belum efektif untuk menghilangkan katarak.
Tujuan tindakan bedah katarak adalah untuk mengoptimalkan fungsi penglihatan.
Keputusan melakukan tindakan bedah tidak spesifik tergantung dari derajat tajam
penglihatan,
Namun lebih pada berapa besar penurunan tersebut mengganggu aktivitas
pasien. Indikasi lainnya adalah bila terjadi gangguan stereopsis, hilangnya
penglihatan perifer, rasa silau yang sangat mengganggu, dan simtomatik
anisometrop. Indikasi medis operasi katarak adalah bila terjadi komplikasi antara
lain: glaukoma fakolitik, glaukoma fakomorfik, uveitis fakoantigenik, dislokasi
lensa ke bilik depan, dan katarak sangat padat sehingga menghalangi pandangan
gambaran fundus karena dapat menghambat diagnosis retinopati diabetika
ataupun glaukoma. ( Astari, P. 2018).

Beberapa jenis tindakan bedah katarak ( Astari, P. 2018) :


Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK)
EKIK adalah jenis operasi katarak dengan membuang lensa dan kapsul
secara keseluruhan. EKIK menggunakan peralatan sederhana dan hampir dapat
dikerjakan pada berbagai kondisi. Terdapat beberapa kekurangan EKIK, seperti
besarnya ukuran irisan yang mengakibatkan penyembuhan luka yang lama,
menginduksi astigmatisma pasca operasi, cystoid macular edema (CME), dan
ablasio retina.
Meskipun sudah banyak ditinggalkan, EKIK masih dipilih untuk
kasuskasus subluksasi lensa, lensa sangat padat, dan eksfoliasi lensa.
Kontraindikasi absolut EKIK adalah katarak pada anak-anak, katarak pada dewasa
muda, dan ruptur kapsul traumatik, sedangkan kontraindikasi relatif meliputi
miopia tinggi, sindrom Marfan, katarak Morgagni, dan adanya vitreus di kamera
okuli anterior.

Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK)


EKEK konvensional EKEK adalah jenis operasi katarak dengan
membuang nukleus dan korteks lensa melalui lubang di kapsul anterior. EKEK
meninggalkan kantong kapsul (capsular bag) sebagai tempat untuk menanamkan
lensa intraokuler (LIO). Seperti terlihat di Tabel 2, teknik ini mempunyai banyak
kelebihan seperti trauma irisan yang lebih kecil sehingga luka lebih stabil dan
aman, menimbulkan astigmatisma lebih kecil, dan penyembuhan luka lebih cepat.
Pada EKEK, kapsul posterior yang intak mengurangi risiko CME, ablasio retina,
edema kornea, serta mencegah penempelan vitreus ke iris, LIO, atau kornea.

Small Incision Cataract Surgery(SICS)

Teknik EKEK telah dikembangkan menjadi suatu teknik operasi dengan


irisan sangat kecil (7-8 mm) dan hampir tidak memerlukan jahitan, teknik ini
dinamai SICS. Oleh karena irisan yang sangat kecil, penyembuhan relatif lebih
cepat dan risiko astigmatisma lebih kecil dibandingkan EKEK konvensional.
SICS dapat mengeluarkan nukleus lensa secara utuh atau
dihancurkan. Teknik ini populer di negara berkembang karena tidak
membutuhkan peralatan fakoemulsifikasi yang mahal, dilakukan dengan anestesi
topikal, dan bisa dipakai pada kasus nukleus yang padat.
Beberapa indikasi SICS adalah sklerosis nukleus derajat II dan III, katarak
subkapsuler posterior, dan awal katarak kortikal Fakoemulsifikasi Teknik operasi
fakoemulsifikasi menggunakan alat tip ultrasonik untuk memecah nukleus lensa
dan selanjutnya pecahan nukleus dan korteks lensa diaspirasi melalui insisi yang
sangat kecil.
Dengan demikian,fakoemulsifikasi mempunyai kelebihan seperti
penyembuhan luka yang cepat, perbaikan penglihatan lebih baik, dan tidak
menimbulkan astigmatisma pasca bedah. Teknik fakoemulsifikasi juga dapat
mengontrol kedalaman kamera okuli anterior serta mempunyai efek pelindung
terhadap tekanan positif vitreus dan perdarahan koroid. Teknik operasi katarak
jenis ini menjadi pilihan utama di negara-negara maju

6. Pemeriksaan penunjang dan diagnostic


Uji laboratorium kultur dan smear kornea atau konjungtiva dapat
digunakan untuk mendiagnosa tentang infeksi. (Muttaqin dan Sari, 2009) Slitlamp
memungkinkan dapat digunakan untuk pemeriksaan struktur anterior mata dalam
gambaran mikroskopis. Dalam pemeriksaan mata yang komprehensif perlu
dilakukan pengkajian TIO (Tekanan Intra Okuler).Alat yang dapat digunakan
untuk mengukur TIO yaitu tonometer schiotz. Pengukuran ini hanya dilakukan
pada pasien yang berusia lebih dari 40 tahun. Oftalmoskopi jugadapat digunakan
untuk pemeriksaan mata bagian dalam

7. Komplikasi

Komplikasi operasi katarak dapat terjadi selama operasi maupun setelah


operasi. Pemeriksaan periodik pasca operasi katarak sangat penting untuk
mendeteksi komplikasi operasi. Komplikasi selama operasi (Pradhevi, L.dkk.
2012):
1. Pendangkalan kamera okuli anterior
Pada saat operasi katarak, pendangkalan kamera okuli anterior (KOA)
dapat terjadi karena cairan yang masuk ke KOA tidak cukup, kebocoran melalui
insisi yang terlalu besar, tekanan dari luar bola mata, tekanan vitreus positif, efusi
suprakoroid,atau perdarahan suprakoroid. Jika Saat operasi ditemukan
pendangkalan KOA, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengurangi
aspirasi, meninggikan botol cairan infus, dan mengecek insisi. Bila insisi terlalu
besar, dapat dijahit jika perlu. Tekanan dari luar bola mata dapat dikurangi dengan
mengatur ulang spekulum kelopak mata. Hal berikutnya adalah menilai tekanan
vitreus tinggi dengan melihat apakah pasien obesitas, bull-necked, penderita
PPOK, cemas, atau melakukan manuver Valsava. Pasien obesitas sebaiknya
diposisikanantitrendelenburg.

2.Posterior Capsule Rupture (PCR)


PCR dengan atau tanpa vitreous loss adalah komplikasi intraoperatif yang
sering terjadi. Studi di Hawaii menyatakan bahwa 0,68% pasien mengalami PCR
dan vitreous loss selama prosedur fakoemulsifikasi. Beberapa faktor risiko PCR
adalah miosis, KOA dangkal, pseudoeksfoliasi, floppy iris syndrome, dan
zonulopati. Apabila terjadi PCR, sebaiknya lakukan vitrektomi anterior
untukmencegah komplikasi yang lebih berat. PCR berhubungan dengan
meningkatnya risiko cystoid macular edema, ablasio retina, uveitis, glaukoma,
dislokasi LIO, dan endoftalmitis postoperatif katarak.
3. Nucleus drop
Salah satu komplikasi teknik fakoemulsifikasi yang paling ditakutkan
adalah nucleus drop, yaitu jatuhnya seluruh atau bagian nukleus lensa ke dalam
rongga vitreus. Jika hal ini tidak ditangani dengan baik, lensa yang tertinggal
dapat menyebabkan peradangan intraokular berat, dekompensasi endotel,
glaukoma sekunder, ablasio retina, nyeri, bahkan kebutaan. Sebuah studi di
Malaysia melaporkan insidensi nucleus drop pasca fakoemulsifikasi sebesar
1,84%.Faktor risiko nucleus drop meliputi katarak yang keras, katarak polar
posterior, miopia tinggi, dan mata dengan riwayat vitrektomi.

Komplikasi setelah operasi:

1. Edema kornea
Edema stromal atau epitelial dapat terjadi segera setelah operasi katarak.
Kombinasi dari trauma mekanik, waktu operasi yang lama, trauma kimia, radang,
atau peningkatantekanan intraokular (TIO), dapat menyebabkan edema kornea.
Pada umumnya, edema akan hilang dalam 4 sampai 6 minggu. Jika korneatepi
masih jernih, maka edema kornea akan menghilang. Edema kornea yang menetap
sampai lebih dari 3 bulan biasanya membutuhkan keratoplasti tembus.

2.Perdarahan
Komplikasi perdarahan pasca operasi katarak antara lain perdarahan
retrobulbar, perdarahan atau efusi suprakoroid, dan hifema.Pada pasien-pasien
dengan terapi antikoagulan atau antiplatelet, risiko perdarahan suprakoroid dan
efusi suprakoroid tidak meningkat. Sebagai tambahan, penelitian lain
membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan risikoperdarahan antara kelompok
yang menghentikan dan yang melanjutkan terapi antikoagulan sebelum operasi
katarak.
3. Glaukoma sekunder
Bahan viskoelastik hialuronat yang tertinggal di dalam KOA pasca operasi
katarak dapat meningkatkan tekanan intraokular (TIO), peningkatan TIO ringan
bisa terjadi 4 sampai 6 jam setelah operasi, umumnya dapat hilang sendiri dan
tidak memerlukan terapi anti glaukoma, sebaliknya jika peningkatan TIO
menetap, diperlukan terapi antiglaukoma. Glaukoma sekunder dapat berupa
glaukoma sudut terbuka dan tertutup. Beberapa penyebab glaukoma sekunder
sudut terbuka adalah hifema, TASS, endoftalmitis, serta sisa masa lensa.
Penyebab glaukoma sekunder sudut tertutup adalah blok pupil, blok siliar,
glaukoma neovaskuler, dan sinekia anterior perifer.

4. Uveitis kronik
Inflamasi normal akan menghilang setelah 3 sampai 4 minggu operasi
katarak dengan pemakaian steroid topikal. Inflamasi yang menetap lebih dari 4
minggu, didukung dengan penemuan keratik presipitat granulomatosa yang
terkadang disertai hipopion, dinamai uveitis kronik. Kondisi seperti malposisi
LIO, vitreus inkarserata, dan fragmen lensa yang tertinggal, menjadi penyebab
uveitis kronik. Tatalaksana meliputi injeksi antibiotik intravitreal dan operasi
perbaikan posisi LIO, vitreus inkarserata, serta pengambilan fragmen lensa yang
tertinggal dan LIO.

5. Edema Makula Kistoid ( EMK )


EMK ditandai dengan penurunan visus setelah operasi katarak, gambaran
karakteristik makula pada pemeriksaan oftalmoskopi atau FFA, atau gambaran
penebalan retina pada pemeriksaan OCT.1 Patogenesis EMK adalah peningkatan
permeabilitas kapiler perifovea dengan akumulasi cairan di lapisan inti dalam dan
pleksiformis luar.Penurunan tajam penglihatan terjadi pada 2 sampai 6 bulan
pasca bedah. EMK terjadi pada 2-10% pasca EKIK, 1-2% pasca EKEK, dan < 1%
pasca fakoemulsifikasi.14 Angka ini meningkat pada penderita diabetes mellitus
dan uveitis. Sebagian besar EMK akan mengalami resolusi spontan, walaupun 5%
diantaranya mengalami penurunan tajam penglihatan yang permanen.
6. Ablasio retina
Ablasio retina terjadi pada 2-3% pasca EKIK, 0,5-2% pasca EKEK, dan
<1% pasca fakoemulsifikasi. Biasanya terjadi dalam 6 bulan sampai 1 tahun pasca
bedah katarak. Adanya kapsul posterior yang utuh menurunkan insidens ablasio
retina pasca bedah, sedangkan usia muda, miopia tinggi, jenis kelamin lakilaki,
riwayat keluarga dengan ablasio retina, dan pembedahan katarak yang sulit
dengan rupturnya kapsul posterior dan hilangnya vitreus meningkatkan
kemungkinan terjadinya ablasio retina pasca bedah.

7.Endoftalmitis
Endoftalmitis termasuk komplikasi pasca operasi katarak yang jarang,
namun sangat berat. Gejala endoftalmitis terdiri atas nyeri ringan hingga berat,
hilangnya penglihatan, floaters, fotofobia, inflamasi vitreus, edem palpebra atau
periorbita, injeksi siliar, kemosis, reaksi bilik mata depan, hipopion, penurunan
tajam penglihatan, edema kornea, serta perdarahan retina. Gejala muncul setelah 3
sampai 10 hari operasi katarak. Penyebab terbanyak adalah Staphylococcus
epidermidis, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus. (Pradhevi,L. dkk. 2012).

8.Prognosis
Prognosis untuk pasien katarak yang menjalani operasi pada umumnya
cukup baik. Pemeriksaan mata rutin dilakukan untuk mendeteksi perkembangan
katarak pada mata yang belum terkena. Banyak pasien yang menerima lensa
monofokal memerlukan koreksi untuk mendapat ketajaman penglihatan terbaik
setelah dilakukannya operasi.
Prognosis visus untuk pasien katarak anak-anak yang membutuhkan
operasi tidak sebaik pasien katarak senilis. Ambliopia dan anomali saraf optik
atau retina membatasi derajat penglihatan yang dapat dicapai dalam kelompok
usia ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman visual buruk pada operasi untuk
katarak kongenital unilateral dan baik untuk katarak kongenital bilateral yang
tidak komplit dan progresifitas yang lambat. ( Astari, P. 2018).
B. ASUHAN KEPERAWATAN

1.Identitas Pasien
Nama : Tn. A

Umur : 40 Tahun

Jenis Kelamin             : Laki-laki

Suku Bangsa               : Minang

Agama : Islam

Status perkawinan      : Belum Menikah

Pendidikan                 : SMA

Pekerjaan                    : Buruh

Alamat                        :  Payo selincah jambi

Tanggal Masuk           : 20 Oktober 2019

No. Register               : 198785

Penanggung jawab
Nama : Ny. N

Umur : 52 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Hub. dengan pasien : Ibu

2. Keluhan utama
Biasanya pasien mengeluh pandangan kabur.
3.Riwayat kesehatan

a. Riwayat penyakit sekarang


Tanyakan sejak kapan klien merasakan seperti yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulanginya.
b. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
c. Riwayat psikososial
d. Apakan pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah
sedang mengalami stress yang berkepanjangan.
e. Riwayat pemakaian obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai
pada mata (alergi) terhadap suatu obat.

4.Pola fungsional Gordon

a. Pola persepsi dan penanganan kesehatan


Tanyakan pada klien pendapatnya tentang kesehatan dan
penyakit.Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau
menunggu penyakit tersebut menganggu aktivitas klien.
b. Pola dan nutrisi metabolism
 Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari
klien (pagi, siang dan malam),.
 Tanyakan bagaiamana nafsu makan klien, apakah ada mual
muntah, pantangan atau alergi.
 Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan
dan sayur-sayuran yang mengandung vitamin antioksidant.
c. Pola eliminasi
 Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, bagaimana
karakteristiknya
 Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan
defekasi
 Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah
alat bantu untuk miksi dan defekasi.
d. Pola aktivitas/olahraga
 Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan
gangguan kulit.
 Kekuatan otot: biasanya klien tidak ada masalah dalam
kekuatan ototnya karena yang terganggu adalah kulitnya.
 Keluhan beraktifitas: kaji keluhan klien saat beraktivitas.
e. Pola istirahat/tidur
 Kebiasaan: tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur
pasien.
 Masalah pola tidur: tanyakan apakah terjadi masalah
istirahat/tidur yang berhubungan dengan gangguan pada
kulit.
 Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah
merasa segar atau tidak?
f. Pola kognitif/persepsi
 Kaji status mental klien
 Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien
dalam memahami sesuatu
 Kaji tingkat ansietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada
bicara klien. Identifikasi penyebab kecemasan klien.
 Kaji penglihatan dan pendengaran klien.
 Kaji apakah klien mengalami vertigo
 Kaji nyeri: gejalanya yaitu timbul bercak-bercak merah dan
gatal pada kulit.
g. Pola persepsi dan konsep diri
 Tanyakan pada klien bagaimana klien mengambarkan
dirinya sendiri, apakah kejadian yang menimpa klien
mengubah gambaran dirinya.
 Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah
merasa cemas, depresi atau takut.
 Apakah ada hal yang menjadi pikirannya.
h. Pola peran hubungan
 Tanyakan apa pekerjaan klien
 Tanyakan system pendukung kehidupan klien seperti:
pasangan, teman,
 Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan
perawatan penyakit klien.
i. Pola seksualitas/reproduksi
 Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan
penyakitnya.
 Tanyakan kapan klien mulai monopouse dan masalah
kesehatan terkait dengan monopouse
 Tanyakan apakah klien kesulitan/perubahan dalam
pemenuhan kebutuhan seks.
j. Pola koping-toleransi stress
 Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS
(financial atau perawatan diri)
 Kaji keadaan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien
mengatasi kecemasannya (mekanisme koping klien).
Apakan aada penggunaan obat untuk penghilang stress atau
kliensering berbagi masalahnya dengan orang-orang
terdekat.
k. Pola keyakinan nilai
 Tanyakan agama klien dan apakah ada pantang-pantangan
klien dalam beragama serta seberapa taat klien menjalankan
ajaran agamanya. Orang yang dekat kepada tuhannya lebih
berfikir positif

A. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul selama periode peri operasi (pre,


intra dan post operasi) adalah :
1.      Penurunan persepsi sensori : penglihatan yang berhubungan dengan
penurunan tajam penglihatan dan kejelasan penglihatan.
2.      Resiko cedera yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intraocular
(TIO), perdarahan, kehilangan vitreous.
3.      Nyeri yang berhubungan dengan luka pasca operasi.

B. NCP

No Diagnosa Kriteria hasil Intervensi Implementasi Evaluasi


keperawatan
1 Penurunan Setelah dilakukan 1.    1.  Kaji ketajaman 1. Mengkaji S: yang klien
persepsi sensori: tindakan 2 x 24 jam penglihatan klien. ketajaman katakana tentang
penglihatan diharapkan masalah R/ penglihatan keadaannya
yang dapat teratasi dengan 2. Identifikasi klien. R/ sekarang
berhubungan Kh: kemampuan 2. Mengidentifikas O: yang kita lihat
dengan 1. klien melaporkan visual klien. i kemampuan tentang keadaan
penurunan tajam atau memeragakan
2.      3. Identifikasi visual klien. klien sekarang
penglihatan dan kemampuan yang alternative untuk 3. Mengidentifikas A: masalah sudah
kejelasan lebih baik untuk optimalisasi i alternative teratasi atau
proses rangsang
penglihatan. sumber untuk belum
penglihatan dan
rangsangan.R/ optimalisasi P: intervensi
mengkomunikasik
4. Berikan sumber dilanjutkan atau
an perubahan
keakuratan rangsangan R/. dihentikan
visual.
penglihatan dan 4. Memberikan
2. Klien
mengidentifikasik perawatanya. keakuratan
an faktor-faktor 3.      5. Sesuaikan penglihatan dan
yang lingkungan untuk perawatannya
mempengaruhi    optimalisasi 5. Menyesuaikan
fungsi penglihatan . lingkungan
penglihatan.        untuk
3. Klien      optimalisasi
mengidentifikasi
penglihatan.
dan menunjukan
pola-pola
alternative untuk
meningkatkan
penerimaan
rangsang
penglihatan.

2 Resiko cedera Setelah dilakukan 1. Diskusikan 1. Mendiskusikan S: yang klien


yang tindakan 2 x 24 jam tentang rasa sakit, tentang rasa katakana tentang
berhubungan diharapkan masalah pembatasan sakit, pembatas keadaannya
dengan
dapat teratasi dengan aktifitas dan aktifitas dan sekarang
peningkatan
Kh: pembalutan mata. pembalut mata. O: yang kita lihat
tekanan
1. Klien dapat 2. Tempatkan klien 2. Menempatkan tentang keadaan
intraocular (TIO),
menyebutkan pada tempat tidur klien pada klien sekarang
perdarahan,
faktor yang yang rendah dan tempat tidur A: masalah sudah
kehilangan
menyebabkan ajurkan untuk
vitreous. yang rendah dan teratasi atau
cedera. membatasi
anjurkan untuk belum
2. Klien tidak pergerakan
membatasi P: intervensi
melakukan mendadak atau
pergerakan dilanjutkan atau
aktivitas yang tiba-tiba serta
menggerakan
mendadak atau dihentikan
meningkatkan
kepala berlebih. secara tiba-tiba
resiko  cedera.
3.     3.Bantu aktifitas serta
selama fase mengerakkan
istirahat. kepala
R/ Mencegah atau berlebihan.
menurunkan 3. Membantu
resiko komplikasi aktifitas selama
cedera. fase istirahat.
4.     4.Ajarkan klien R/mencegah
untuk atau
menghindari menurunkan
tindakan yang resiko
dapat komplikasi
menyebabkan cidera.
cedera. 4. Menganjarkan
R/ Tindakan yang klien untuk
dapat menghindari
meningkatkan tindakan yang
TIO dan dapat
menimbulkan menyebabkan
kerusakan cederaR/
struktur mata Tindakan yang
paska operasi: dapat
5.     5. Amati kondisi meningkatkan
mata TIO dan
menimbulkan
kerusakan
struktur mata
paska operasi
5. Mengamati
kondisi mata.

3 Nyeri yang Setelah dilakukan 1.     1.Kaji derajat 1. Mengkaji S: yang klien


berhubungan tindakan 2 x 24 jam nyeri setiap hari. nyeri setiap katakana tentang
dengan luka pasca diharapkan masalah 2.     2.Anjurkan untuk hari. keadaannya
operasi.
dapat teratasi dengan melaporkan 2. Menganjurk sekarang
Kh: perkembangan an untuk O: yang kita lihat
1. Klien nyeri setiap hari melaporkan tentang keadaan
mendemonstrasika atau segera saat perkembang klien sekarang
n tehnik terjadi an nyeri A:masalah sudah
penurunan nyeri. peningkatan nyeri setiap hari teratasi atau
2. Klien melaporkan mendadak. atau segera belum
nyeri berkurang
3.     3.Anjurkan klien saat terjadi P: intervensi
atau hilang.
untuk tidak peningkatan dilanjutkan atau
melakukan nyeri dihentikan
gerakan tiba-tiba mendadak.
yang dapat 3. Menganjurk
memprovokasi an klien
nyeri. untuk tidak
4.     4.Ajarkan tehnik melakukan
distraksi dan gerakansecar
relaksasi. a tiba-tiba
R/ yang dapat
5. Turunkan memprovok
ketegangan, asi nyeri.
mengurangi nyeri. 4. Mengajarka
5.      Lakukan tindakan n tehnik
kolaboratif untuk distraksi dan
pemberian relaksasi.
analgesic topical 5. Menurunkan
atau sistemik. ketegangan
R/ Mengurangi nyeri.
nyeri dengan Lakukan
meningkatkan tindakan
ambang nyeri. kolaboratif
untuk
pemberian
analgesic
topical atau
sistemik.
R/
Mengurangi
nyeri dengan
meningkatka
n ambang
nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer,2010. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Brunner & Suddarth
Jilid II Ed.8. Jakarta: EGC.

Muttaqin, 2009.Asuhan Keperawatan Perioperatif Konsep, proses, dan aplikasi.


Jakarta: Salemba Medika.
Pujiyanto TI. 2011. Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian
katarak senilis. Semarang: Universitas Diponegoro.

Haug SJ, Bhisitkul RB. Risk factors for retinal detachment following cataract
surgery. Curr Opini Ophthalmol. 2012;23(1):7-11.

Pradhevi L, Moegiono, Atika. Effect of type-2 diabetes mellitus on cataract


incidence rate at ophthalmology outpatient clinic, dr Soetomo Hospital, Surabaya.
Folia Medica Indonesiana. 2012;48(3):137-43.

Astari Prilly. 2018. Katarak: Klasifikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi.


FK. UGM: Yogyakarta..

Anda mungkin juga menyukai