Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam sebagai agama samawi terakhir yang diturunkan Allah tentu tak dapat
dilepaskan dari dua agama sebelumnya, yaitu Yahudi dan Nasrani. Sejarahnya pun tak
lepas dari seajarah dua agama tersebut.
Islam yang dibawa Nabi Muhammad merupakan rahmat bagi seluruh alam dan
beliau diutus sebagai penyempurna akhlak yang mulia. Oleh karena itulahbIslam
memiliki karakteristik tersendiri. Demikian pula penyampaiannya kepada umat manusia,
tentu memiliki kekhasan, yaitu adanya kewajiban umatnya untuk berdakwah,
menyampaikan ajaran kepada seluruh umat sebagai penerus ajaran Nabi.

B. Rumusan Masalah
1. Sejarah perkembangan Islam
2. Perkembangan Islam pada periode nabi
3. Perkembangan Islam pada periode sahabat

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui sejarah perkembangan Islam
2. Mempelajari lebih dalam mengenai perkembangan Islam pada periode nabi
3. Mempelajari lebih dalam mengenai perkembangan Islam pada periode sahabat
BAB II

PEMBAHASAN

A. Arab Sebelum Islam


Ketika Nabi Muhammad SAW. Lahir (570 M), Makkah adalah sebuah kota yang
sangat penting dan terkenal di antara kota-kota di negeri Arab, baik karena tradisinya
maupun karena letaknya.
Ka’bah adalah tempat mereka berziarah. Di dalamnya terdapat 360, mengelilingi
berhala utama, Hubal. Makkah kelihatan makmur dan kuat. Agama dan masyarakat Arab
ketika itu mencerminkan realitas kesukuan masyarakat jazirah Arab dengan luas satu juta
mil persegi.
Biasanya, dalam membicarakan wilayah geografis yang didiami bangsa Arab
sebelum Islam, orang membatasi pembicaraan hanya pada Jazirah Arab, padahal bangsa
Arab juga mendiami daerah-daerah di sekitar Jazirah. Jazirah Arab memang merupakan
kediaman mayoritas bangsa Arab kala itu.

B. Periode Nabi
Pada usia yang kedua puluh lima, Muhammad berangkat ke Syria membawa
barang dagangan saudagar wanita kaya raya yang telah lama menjanda, Khadijah. Dalam
perdagangan ini, Muhammad memperoleh laba yang besar. Khadijah kemudian
melamarnya. Lamaran itu diterima dan perkawinan segera dilaksanakan. Ketika itu
Muhammad berusia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun. Dalam perkembangan selanjutnya,
Khadijah adalah wanita pertama yang masuk Islam dan banyak membantu nabi dalam
perjuangan menyebarkan Islam. Nabi mUhammad tidak kawin lagi sampai Khadijah
meninggal ketika Muhammad berusia 50 tahun.
Menjelang usianya yang keempat puluh, dia sudah terlalu biasa memisahkan diri
dari kegalauan masyarakat, berkontemplasi le Gua Hira, beberapa kilometer di Utara
MAkkah. Di sana Muhammad mula-mula berjam-jam kemudian berhari-hari bertafakkur.
Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, Malaikat Jibril muncul dihadapannya,
menyampaikan wahyu Allah yang ertama: Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah
mencipta. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhannmu itu Maha Mulia. Dia telah mengajar dengan Qalam. Dia telah mengajar
manusia apa yang tidak mereka ketahui (QS 96: 1-5). Dengan turunnya wahyu pertama
itu, berarti Muhammad telah dipilih Tuhan sebagai nabi. Dalam wahyu pertama ini, dia
belum diperintahkan untuk menyeru manusia kepada suatu agama.
Setelah wahyu pertama itu dating, Jibril tidak muncul lagi untuk beberapa lama,
sementara Nabi Muhammad menantikannya dan selalu dating ke Gua Hira’. Dalam
keadaan menanti itulah turun wahyu yang membawa perintah kepadanya. Wahyu itu
berbunyi sebagai berikut: Hai orang yang berselimut, bangun, dan beri ingatlah.
Hendaklah engkau besarkan Tuhamu dan bersihkanlah pakaianmu, tinggalkanlah
perbuatan dosa, dan janganlah engkau memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan)
yang lebih banyak dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah (Al-
Muddatstsir: 1-7).
Dengan turunnya perintah itu, mulailah Rasulullah berdakwah. Pertama-tama,
beliau melakukannya secara diam-diam di lingkungan sendiri dan di kalangan rekan-
rekannya. Karena itulah, orag yang pertama kali menerima dakwahnya adalah keluarga
dan sahabat dekatnya. Mula-mula istrinya sendiri, Khadijah, kemudian saudara
sepupunya Ali bin Abi Thalib yang baru berumur 10btahun. Kemudian Abu Bakar,
sahabat karibnya sejak masa kanak-kanak. Lalu Zaid, bekas budak yang telah menjadi
anak angkatnya. Ummu Aiman, pengasuh nabi sejak ibunya Aminah masih hidup, juga
termasuk orang yang pertama masuk Islam.
Setelah beberapa lama dakwah tersebut dilaksanakan secara individual, turunlah
perintah agar nabi menjalankan dakwah secara terbuka. Mula-mula ia mengundang dan
menyeru kerabat karibnya dari Bani Abdul Muthalib.
Langkah dakwah seterusnya yang diambil Muhammad adalah menyeru
masyarakat umum. Nabi mulai menyeru segenap lapisan masyarakat kepada Islam
dengan terang-terangan, baik golongan bangsawan maupun hamba sahaya. Mula-mula ia
menyeruh penduduk Makkah, kemudian penduduk negeri-negeri lain. Disamping itu, ia
juga menyeru orang-orang yang dating ke Makkah, dari berbagai negeri untuk
mengerjakan haji. Kegiatan dakwah dijalankannya tanpa mengenal lelah. Dengan
usahanya yang gigih, hasil yang diharapkan mulai terlihat. Jumlah pengikut nabi yang
tadinya hanya belasan orang, makin hari makin bertambah. Mereka terutama terdiri dari
kaum wanita, budak, pekerja, Dan orang-orang yang tak punya. Meskipun kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang lemah, namun semangat mereka sungguh membaja.
Setelah dakwah terang-terangan itu, pemimpin Quraisy mulai berusaha
menghalangi dakwah rasul. Semaikin bertambahnyajumlah pengikut nabi, semakin keras
tantangan dilancarkan kaum Quraisy. Banyak cara yang ditempuh para pemimpin
Quraisy untuk mencegah dakwah Nabi Muhammad. Pertama-tama mereka mengira
bahwa, kekuatan nabi terletak pada perlindungan dan pembelaan Abu Thalib yang amat
disegani itu. Karena itu mereka menyusun siasat bagaimana melepaskan hubungan nabi
denganAbu Thalib dan mengancam mereka.
Merasa gagal dengan cara ini, kaum Quraisy kemudian mengutus Walid ibn
Mughirah dengan membawa Umarah ibn Walid, seorang pemuda yang gagah dan
tampan, untuk dipertukarkan dengan Nabi Muhammad. Walid bin Mughairah berkata
kepada Abu Thalib: “Ambilah dia menjadi anak Saudara, tetapi serahkan Myhammad
kepada kami untuk kami bunuh.” Usul ini langsung ditolak keras oleh Abu Thalib.
Untuk kali berikutnya, mereka langsung kepada nabi Muhammad. Mereka
mengutus Utbah ibn Rabiah, seorang ahli retorika untuk mmembujuk nabi. Meereka
menawarkan tahta, wanita, dan harta asal Nabi Muhammad bersedia menghentikan
dakwahnya. Semua tawaran itu ditolak Muhammad.
Salah satu yang dilakukan nabi untuk melindungi umatnya adalah dengan
melakukan kontak dengan Raja Habsyi, Najasyi, yang beragama nasrani agar beliau
memberikan suaka kepada para pengikut setia nabi. Strategi ini berhasil walaupun
ternyata kaum Quraisypun melakukan pendekatan kepada Raja Najasyi agar menolak
memberikan suaka kepada kau mhajirin tersebut. Ini menunjukkan bahwa kepemimpinan
Nabi Muhammad sangatlah berhasil, terutama dalam berdipomasi dan bernegosiasi.
Upaya terakhir yang nyata adalah dengan pendekatan personal kepada para
peziarah Yasrib yang dating untuk berhaji. Dakwah dengan strategi pendekatan personal
ini bukan tidak diketahui oleh kaum Quraisy. Mereka bahkan mempropaganda kepada
para jama’ah yang akan berhaji bahwa Nabi Muhammad adalah orang gila, tukang sihir,
dan berbagai predikat negative lainnya. Tetapi inilah yang menarik minat para jama’ah
untuk mengetahui secara pasti tentang keadaan Nabi yang sebenarnya. Mereka malah
berduyun-duyun datang kepada Nabi, baik secara sembbunyi maupun terang-terangan,
sendiri-sendiri maupun berkelompok.
Ketika mereka mengetahui secara langsung dan mendapati apa yang dikatakan
kaum Quraisy itu berlwanan dengan kenyataan mereka akhirnya tertarik dan masuk
Islam. Sampai pada akhirnya Nabi mendapatkan tawaran untuk hijrah ke Madinah
dengan berbagai jaminan dan perlindungan. Setelah turun perintah untuk hijrah, barulah
tawaran mereka itu diterima. Maka mulailah babak baru sejarah Islam yang sangat
menentukan.
Setelah Nabi hijrah ke Yatsrib, kota tersebut dijadikan pusat jamah kaum
muslimin, dan selanjutnya menjadi ibukota Negara Islam dengan diubah namanya
menjadi kota Madinah. Di kota ini, keadaan Nabi dan umat Islam mengalami perubahan
besar, dari kaum yang tertindas menjadi kaum yang mempunyai kedudukan yang baik
dan kuat serta mandiri. Nabi sendiri menjadi kepala masyarakat yang baru dibentuk itu,
sampai kekuasaannya meliputi seluruh Semenanjung Arabia di akhir ayatnya. Dengan
kata lain, otoritas Muhammad di mAdinah bykan hanya sebagai rasul saja tetapi juga
sebagai kepala negara.
Mengingat kondisi masyarakat Madinah yang menyambut baik dakwah Nabi,
maka cara dakwah Nabi pun diarahkan dalam rangka menciptakan dan membina suatu
masyarakat Islam, karena jumlah umat Islam sudah banyak. Rasulullah kemudian
meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat sebagai berikut:
1. Membangun Masjid Nabawy
Selain sebagai sarana shalat, Masjid Nabawy berperan penting sebagai
tempat untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa
mereka, di samping sebagai tempat bermusyawarah merundingkan masalah-
masalah yang sedang dihadapi. Masjid Nabawy juga berfungsi sebagai pusat
pemerintahan Islam.
2. Ukhuwah Islamiyah
Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin dengan kaum Anshar.
Dengan demikian diharapkan setiap muslimin merasa terikat dalam suatu
persaudaraan dan kekeluargaan. Dan inilah bentuk baru ikatan persaudaraan,
yakni tidak berdasarkan pada ikatan darah melainkan atas dasar agama.
3. Mendeklarasikan Piagam Madinah
Umat Islam yang hidup bebas dan merdeka di Madinah dibawah
kepemimpinan Rasulullah bukanlah satu-satunya komunitas yang hidup di
oota ini. Ada banyak komunitas lain yang terdiri dari kaum Yahudi dan sisa-
sisanya suku Arab yang belum mau menerima Islam dan tetap memuja
berhala.

Beberapa hal diatas, merupakan gambaran yang baik dalam memberikan


pandangan bahwa ajaran yang dibawa Muhammad Saw, baik dalam kapasitasnya sebagai
pemimpin agama maupun kepala negara merupakan teladan yang baik bagi
pengembangan masyarakat dan negara di masa-masa belakangan.

C. Periode Sahabat
1. Abu Bakar
Dengan wafatnya Nabi Muhammad pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 H
bertepatan dengan tanggal 3 Juni 632 M maka berakhirlah situasi yang sangat unik
dalam sejarah umat Islam, yakni kehadiran seorang pemimpin tunggal yang memiliki
otoritas spiri tual dan temporal yang berdasarkan kenabian dan bersumber dari wahyu
ilahi.
Proses pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah pertama melalui pemilihan yang
terjadi secra darurat dalam suatu pertemuan yang berlangsung pada hari kedua setelah
Nabi wafat dan sebelum jenazah beliau dimakamkan.
Ketika para sahabat sedang merundingkan proses pemakaman Nabi Muhammad
SAW., pagi harinya Umar bin Khatab mendengar berita bahwa kelompok golongan
Anshar sedang melakukan pertemuan di Saqifah Bani Sa’idah di Madinah untuk
mengangkat Sa’ad bin Ubadah, seorang tokoh Anshar dari suku Khazraj, untuk
menajdi klalifah. Dalam kondisi yang sangat galau, Umar datang ke rumah kediaman
Nabi dan menyuruh seseorang untuk menghubungi Abu Bakar yang berada dalam
satu rumah dan meminta Abu Bakar keluar. Semula Abbu BAkar menolak karena
beliau sedang sibuk mempersiapkan pemakaman Nabi, tetapi beliau akhirnya
memenuhi panggilan Umar, segera beliau datang ke Saqifah BAnti Sa’idah bersama
dengan Abu Ubaidah bin Jarrah seorang senior dari Muhajirin.
Setelah Abu Bakar diangkat sebagai khalifah beliau menyampaikan pidato.
Pertemuan para sahabat di Balai Bani Sa’idah merupakan prinsip Syura yang
pertama. Kejadian ini kemudian diikuti dengan pidato pelantikan Abu BAkar sebagai
khalifah pertama. Dalam pidato pelantikannya itu, secara kategoris ia menyatakan
bahwa dirinya telah menerima mandate dari rakyat yang memintanya bahwa selama
ia melaksanakan Al-Qur’an dan Sunah, ia didukung terus. Tetapi bila ia melakukan
pelanggaran berat maka ia harus diturunkan.
2. Umar Bin Khattab
Ketika Abu Bakar sakit keras dan merasa bahwa ajalnya sudah dekat, ia segera
memutuskan untuk mengangkat pengganti dirinya. Dikukuhkannya Umar sebagai
khalifah mempunyai nilai yang sangat penting bagi perkembangan Islam sebagai
kekuatan politik.
Umar bin Khattab meneruskan penyematan jabatan khalifah sebagaimana yang
dipakai oleh Abu Bakar, tetapi dengan embel-embel baru Amir al-Mu’minin. Dialah
yang pertama kali menggunakan titel ini sesuai pengangkatannya. Ia menempuh
kebijakan-kebijakan yang mempunyai nilai siginifikan bagi pembangunan kekuatan
politik umat Islam baik dalam negeri maupun luar negeri.
Kebijakan yang ditempuh Umar, kata Syed Amir Ali adalah mengkonsolidasikan
Arabia dan menyatukan suku-suku Arab dalam sebuah nation. Kebijakan-kebijakan
tersebut dimaksudkan untuk mengenyahkan semua permusuhan atau elemen asing
dari Arabia dan membuatnya eksklusif untuk orang-orang Arab serta menghindari
perluasan republic secara berlebihan.
3. Usman bin Affan
Proses Usman bin Affan menduduki kursi khalifah tidaklah semulus para
pendahulunya. Abu Bakar, khalifah pertama, sungguhpun mulanya atas usul Umar,
dengan pertimbangan bahwa Abu Bakar merupakan sahabat Nabi yang paling senior
dan pernah ditunjuk sebagai imam shalat sewaktu Nabi sakit, namun penduduk
Madinah yang pada hakekatnya merupakan wakil-wakil negeri secara keseluruhan
telah menerimanya dengan baik dan membaiatnya dengan suka rela sesuai dengan
aspirasi mereka.
Adapun Usman memegang jabatan khalifah bukan hasil restu Umar, sebagaimana
Umar mendpaat restu dari khalifah pendahulunya. Bahkan ketika Umar sudah dalam
kondisi sakit parah akibat percobaan pembunuhan yang dilakukan terhadap dirinya
oleh Abu Lu’lu’ah, ternyata belum ada seorangpun yang ditunjuk sebagai
penggantinya, walaupun ia telah didesak oleh sebagian sahabat untuk melakukan hal
itu. Umar tidak mengabulkan desakan itu dengan segera.
Setelah menduduki kursi kekhalifahan, tidak sedikit langkah-langkah yang
diambil Usman sebagai realisasi kebijaksanaannya. Usaha momumental beliau adalah
menyeragamkan tulisan dan bacaan Al-Qur’an sehingga tidak berbeda antara daerah
satu dengan daerah lainnya. Ketekunannya dalam beribadah dan kedermawanannya
tidak diragukan orang.
4. Ali bin Abi Thalib
Setelah terjadi peristiwa tragis yang menimpa Khalifah Usman, Ali bin Abi
Thalib dipilih dan dibai’at sebagai khalifah pengganti Usman bin Affan.
Pada mulanya Ali menolak penunjukkan ini karena diantara massa yang hadir
tidak terdapat seorangpun Ahl Syura atau Ahl Badr. Padahal menurut Ali, pada saat
itu, siapa yang disetujui oleh Ahl Syura atau Ahl Bar maka dialah yang paling berhak
untuk menjadi khalifah. Namun desakan dari massa tersebut semakin kuat dan ereka
bersikeras agar Ali bersedia dibai’at sehingga Ali tidak punya piihan lain kecuali
menerima bai’at tersebut.
BAB III

PENUTUP

Itulah sejarah perkembangan Islam pada peridoe nabi dan periode sahabat. Semoga
materi yang kami sampaikan ini sangat bermanfaat untuk para pembaca dan pendengar.
DAFTAR REFERENSI

Yatim, Badri. 2006. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta

2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai