Anda di halaman 1dari 9

DAMPAK DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP PEMBANGUNAN

PERTANIAN, KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN DI PULAU JAWA:

No Nor Qomariyah SP.,MSi


Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo
Madura

Qomariyahnur07@gmail.com
r Qomariyah, Suharno, D.S. Priyarsono
Agribisnis, Universitas Trunojoyo Madura
qomariyahnur07@gmail.com

ABSTRAK

Kemiskinan menjadi permasalahan utama bangsa Indonesia, jumlah penduduk miskin


sebesar 28.55 juta orang (11. 47%), sementara ketimpangan pendapatan meningkat
hingga mencapai 0.41 (BPS, 2013). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dampak
Dana Alokasi Khusus (DAK) yang berupa conditional grant terhadap pembangunan
pertanian, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan. Penelitian ini menggunakan model
persamaan simultan dengan data time series tahun 2009-2013 dan data cross section di
pulau Jawa. Metode untuk estimasi parameter menggunakan 2SLS. Hasil simulasi
menunjukkan bahwa peningkatan alokasi DAK jalan dan irigasi dapat meningkatkan
kinerja fiskal, sektor PDRB pertanian, total PDRB, dan total penyerapan tenaga kerja,
tetapi penyerapan tenaga kerja sektor pertanian menurun disebabkan adanya kenaikan
upah, menurunkan ketimpangan pendapatan dan mengurangi kemiskinan baik di daerah
pedesaan maupun perkotaan. Penelitian ini merekomendasikan bahwa pemerintah pusat
hendaknya meningkatkan injeksi dana langsung ke daerah lewat dana alokasi khusus
(DAK) bidang infrastruktur karena dampaknya efektif menurunkan kemiskinan.
Keywords: Dana alokasi khusus, kemiskinan, ketimpangan pendapatan, transfer fiskal.
PENDAHULUAN
Pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat serta menciptakan distribusi pendapatan yang merata
(Todaro dan Smith, 2006). Dengan perkataan lain, keberhasilan pembangunan
ekonomi diindikasikan dengan berkurangnya tingkat kemiskinan dan
ketimpangan pendapatan. Kemiskinan merupkan permasalahan mendasar
dalam pembangunan yang saat ini tengah melanda bangsa Indonesia dan
negara berkembang pada umumnya.
Kondisi kemiskinan di Indonesia pada era desentralisasi fiskal mengalami
penurunan dari 16.66 persen pada tahun 2004 menjadi 11.47 persen pada tahun
2013. Akan tetapi jumlahnya masih cukup tinggi, bahkan dapat dibilang masih
jauh dari target yang ditentukan dalam RPJMN yaitu 8.0 hingga 10 persen,
lebih-lebih terhadap target MDGs dimana pada tahun 2015 kemiskinan di
Indonesia di targetkan turun menjadi 7.5 persen. Tidak tercapainya target
kemiskinan di Indonesia dikarenakan laju penurunan kemiskinan samakin
melambat, ketimpangan distribusi pendapatan yang semakin besar diduga
menjadi penyebab melambatnya laju penurunan kemiskinan tersebut. Hal ini
dibuktikan dari angka indeks gini ratio pada tahun 2013 mencapai 0.413, angka
ini merupakan angka terbesar dari sebelumnya 0.37 pada tahun 2006 dan 0.35
pada tahun 1996.
Hal ini menjadi tantangan bagi pembangunan saat ini dan kedepannya,
karena dapat berdampak sangat buruk terhadap perekonomian dan
pembangunan nasional, yaitu berupa instabilitas sosial, ketidakpastian, dan
tragedi kemanusiaan seperti kelaparan, tingkat kesehatan yang rendah dan gizi
buruk. Bila keadaan tersebut terus berlanjut, maka pada akhirnya akan
mengganggu keamanan, stabilitas ekonomi makro dan kelangsungan
pemerintahan yang ada (Muslianti, 2011). Menurut de Janvry dan Sadoulet
(2010), pengentasan kemiskinan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu transfer
pendapatan (cash transfer) dan pertumbuhan pro-poor, yakni pertumbuhan
ekonomi yang difokuskan pada mayoritas penduduk miskin yaitu masyarakat
yang sebagian besar tinggal di pedesaan dan bekerja pada sektor pertanian
(Whitfield, 2008),. Transfer pendapatan kepada penduduk miskin seperti
bantuan atau subsidi pemerintah yang dilakukan dalam berbagai bentuk
mislanya RASKIN (beras untuk rumahtangga miskin), JAMKESMAS (jaminan
kesehatan masyarakat), BLT (Bantuan Langsung Tunai) dan sebagainya dapat
mengatasi permasalahan kemiskinan dengan cepat, akan tetapi memerlukan
dana besar dan program redistribusi yang tepat sasaran. Selain itu cara ini jug
kurang efektif diterapkan jika penduduk miskin memiliki potensi kerja sehingga
tidak dapat menurunkan tingkat kemiskinan secara berkelanjutan. Sedangkan pada
pertumbuhan pro-poor akan berdampak langsung terhadap peningkatan
pendapatan penduduk miskin sebab pertumbuhan ekonomi berpihak pada
penduduk miskin yang sebagian besar berada di pedesaan dan bekerja pada sektor
pertanian. Berdasarkan data BPS (2013) dari 28.55 juta orang miskin di Indonesia,
17.92 juta orang (63%) hidup dan tinggal di pedesaan dengan pertanian sebagai
sumber pendapatan utamanya (Siregar dan Wahyuniarti, 2007).
Dengan demikian persoalan kemiskinan sekaligus ketimpangan
pendapatan dapat diturunkan melalui pertumbuhan pro poor, dengan
pertumbuhan pro poor maka terjadi perbaikan pendapatan masyarakat miskin
melalui penggunaan tenaga kerja yang intensif. Pertumbuhan pro poor akan
tercipta jika pemerintah memperioritaskan pembangunan pada sektor pertanian
serta infrastrkurnya. Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah salah satu dana transfer
fiskal pada era desentralisasi yang tujuannya untuk mendanai sarana prasaran
khusus daerah yang menjadi prioritas nasional termasuk untuk mendanai sektor
infrastruktur dan pertanian.
Pulau Jawa ............................................................. termasuk ke dalam provinsi yang
Daerah yang menjadi objek penelitian adalah provinsi yang memiliki share PDRB
pertanian lebih rendah dibandingkan rata-rata share PDRB pertanian seluruh
provinsi di Indonesia..

B. PDRB Pertanian rendah


12 Sumatera Selatan 19.62
13 Jawa Barat 11.63
14 Jawa Tengah 18.02
15 D.I Yogyakarta 16.52
16 Jawa Timur 14.40
17 Bali 19.18
18 Sulawesi Utara 18.34
19 Papua 17.29
Rata-rata 16.87

Sumber : Badan Pusat Statistik

. PDRB provinsi-provinsi yang memiliki proporsi PDRB sektor pertanian rendah


lebih banyak di sumbang oleh sektor jasa, pertambangan ataupun industri.

Rata-rata pendapatan daerah antara daerah pertanian rendah lebih


besar dua kali lipat di bandingkan dengan daerah pertanian tinggi.
Rata-rata pendapatan daerah tertinggi yaitu provinsi Jawa Timur yaitu
sebesar Rp. 43 439.00 Miliyar.
47

Sedangkan rata-rata pendapatan daerah terendah yaitu provinsi Jambi yaitu


sebesar Rp. 4 728.26 Miliyar. Jika di lihat dari kapasitas fiskal menunjukkan
bahwa daerah pertanian rendah mempunyai kapasitas fiskal lebih besar hampir
tiga kali lipat di bandingkan daerah pertanian tinggi, dimana provinsi Jawa Barat
mempunyai kapasitas fiskal daerah tertinggi yaitu sebesar Rp. 14945.55 Miliyar,
sementara provinsi yang mempunyai kapasitas fiskal terkecil adalah Sulawesi
Tengah yaitu sebesar Rp. 928.10 Miliyar. Kondisi ini berkebalikan dengan data
tentang kontribusi sektor pertanian tinggi dan rendah yang terdapat pada Tabel 1.
Artinya bahwa daerah yang kontribusi sektor pertaniannya paling tinggi
mempunyai kapasitas fiskal paling rendah yaitu provinsi Sulawesi Tengah.
Sedangkan daerah yang mempunyai kontribusi sektor pertaniannya paling rendah
mempunyai kapasitas fiskal paling tinggi yaitu provinsi Jawa Barat. Walaupun
keduanya mempunyai rata-rata pertumbuhan positif, namun masih lebih besar
rata-rata pertumbuhan kapasitas fiskal di daerah pertanian rendah.

Kontribusi ketiga komponen unsur-unsur pendapatan daerah antara daerah


pertanian tinggi dan rendah berbeda-beda, dimana daerah pertanian rendah
mempunyai PAD yang lebih besar (19.92%) di bandingkan daerah pertanian
tinggi (13.39%),

Sementara provinsi dengan struktur ekonomi yang di dominasi oleh sektor non
pertanian mempunyai sumber daya lokal berupa PAD yang besar, artinya
provinsi-provinsi tersebut cenderung lebih mampu membiayai pembangunan
daerahnya dengan dana yang diperoleh dari sumber daya lokal.

Tabel 4 Rata-rata per tahun kontribusi dana perimbangan daerah 2009-


2013 di daerah pertanian tinggi dan rendah

No. Provinsi Kontribusi (%)


DAK DAU DBH
A. PDRB pertanian tinggi
1 Aceh 8.14 72.02 19.85
2 Sumatera Utara 8.79 81.09 10.13
3 Sumatera Barat 9.53 84.56 5.91
4 Jambi 8.13 63.57 28.29
5 Lampung 9.54 80.22 10.24
6 Kalimantan Barat 10.17 81.44 8.39
7 Kalimantan Tengah 7.05 78.43 14.52
8 Kalimantan Selatan 6.34 60.11 33.55
9 Sulawesi Tengah 9.96 83.12 6.91
10 Sulawesi Selatan 9.76 80.87 9.37
11 Nusa Tenggara Barat 9.16 80.93 9.91
Rata-rata 8.78 76.94 14.28
B. PDRB Pertanian rendah
12 Sumatera Selatan 5.77 50.08 44.16
13 Jawa Barat 6.25 76.58 17.17
14 Jawa Tengah 7.76 83.69 8.55
15 D.I Yogyakarta 6.26 85.66 8.08
16 Jawa Timur 10.31 78.59 11.10
17 Bali 7.06 82.58 10.35
18 Sulawesi Utara 12.27 81.62 6.11
19 Papua 15.65 66.88 17.47
Rata-rata 8.92 75.71 15.38

Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK)


Keterangan: DAK = dana alokasi khusus
DAU = dana alokasi umum
DBH = dana bagi hasil
Tabel 5 Rata-Rata per tahun kontribusi dana alokasi khusus (DAK) 2009-2013

No. Provinsi Kontribusi (%)


INFR DAKPER
A. PDRB pertanian tinggi
1 Aceh 30.61 8.44
2 Sumatera Utara 24.37 6.82
3 Sumatera Barat 28.68 7.20
4 Jambi 27.43 10.69
5 Lampung 22.67 8.09
6 Kalimantan Barat 25.11 9.19
7 Kalimantan Tengah 34.65 12.62
8 Kalimantan Selatan 28.21 9.69
9 Sulawesi Tengah 27.45 9.67
10 Sulawesi Selatan 25.79 7.92
11 Nusa Tenggara Barat 26.81 6.85
Rata-rata 27.44 8.84
B. PDRB Pertanian rendah
12 Sumatera Selatan 21.85 9.54
13 Jawa Barat 13.37 4.66
14 Jawa Tengah 19.82 5.82
15 D.I Yogyakarta 25.97 5.59
16 Jawa Timur 12.16 3.92
17 Bali 29.87 7.12
18 Sulawesi Utara 24.72 8.07
19 Papua 32.25 5.25
Rata-rata 22.50 6.25

Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK)


METODE PENELITIAN

Kajian ini menggunakan data sekunder dari tiga sumber utama yaitu Direktorat
Jendral Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia
(DJPK KEMENKEU RI), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(KEMEN-PUPERA), dan Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang digunakan
adalah data panel yang terdiri dari 4 provinsi yang ada di Pulau Jawa, yaitu
Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta dan Jawa Timur pada periode
2009-213. Data Dana Alokasi Khusus (DAK) yang digunakan dalam penelitian
ini adalah DAK bidang infrastruktur jalan, irigasi dan lainnya. Daerah yang
menjadi objek penelitian adalah provinsi yang memiliki share PDRB pertanian
lebih rendah dibandingkan rata-rata share PDRB pertanian seluruh provinsi di
Indonesia. Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan model
ekonometrika sistem persamaan simultan dengan metode estimasi Two Stage
Least Squares (2SLS) menggunakan program komputer SAS 9.3. Analisis
simulasi kebijakan dilakukan pada periode historis tahun 2009-2013, yaitu
dengan peningkatan DAK jalan dan DAK irigasi masing-masing sebesar 150
persen. Pemilihan angka besaran skenario tersebut berdasarkan dari data
historis yang ada. Selain itu mengingat juga bahwa besaran alokasi DAK tidak
sampai mencapai satu persen terhadap APBN dan hanya 7.0 persen terhadap
dana perimbangan. Sedangkan di sisi lain, adanya rencana kebijakan
pemerintah kedepan yang akan meningkatkan DAK dalam jumlah besar karena
melihat dampaknya terhadap perekonomian daerah sangat signifikan. Simulasi
peningkatan DAK yang pernah dilakukan dalam penelitian sebelumnya ialah
sebesar 10 persen hingga 80 persen, akan tetapi hasilnya kurang berdampak
secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (Bappenas, 2011). Model
dibentuk berdasarkan studi literatur di antaranya mengacu dari studi Budiyanto,
dkk., (2014), Lisna, dkk., (2015), Sumedi (2013), Yannizar (2012), dan Nanga
(2006), sebagaimana model persamaan berikut ini.

1. DJLNit = a0 + a1KAPFISit + a2TPOVit + a3LWit + a4Dit + a5LDJLNit + μ1


2. DIRGSit = b0 + b1 KAPFISit + b2TPOVit + b3Dit + b4LDIRGit + μ2
3. INFRit = DJLNit + DIRGSit + DINFLLit
4. DAKit = INFRit + DAKPERit + DAKLLiit
5. DAPERit = DAUit + DAKit + DBHit
6. PDDit = PADit + DAPERit + PDLit
7. PADit = d0 + d1 TPDRBit + d2PLDit + d3Dit + μ3
8. KAPFISit = PDDit - DAKit - DAUit - PDLit
9. BLit = MDLit + NMDLit
10. MDLit = e0 + e1 PADit + e2INFRit + e3DAUit + e4DBHit+ e5Dit + e6LMDLit + μ4
11. PLDit = BLit+ BTLit
12. PDRBAit = f0 + f1TKAit + f2DAKPERit + f3DMDLit+ f4LLSIit + f5TJLNit + f6Dit+μ5
13. PDRBNAit = g0 + g1TKNAit + g2MDLit + g3TJLNit + g4Dit +μ6
14. TPDRBit = PDRBAit + PDRBNAit
15. TKA it = h0 + h1UPHAit + h2PDRBAit + h3Dit + h4LTKAit +μ7
16. TKNAit = i0+ i1UPHNAit + i2PDRBNAit + i3Dit + i4LTKNAit+μ8
17. TTKit = TKAit+ TKNAit
18. UPHAit = j0 + j1PDRBAit + j2TJLNit + j3Dit + j4LUPHAit+μ9
19. UPHNAit = k0 + k1 PDRBNAit + k2TJLNit + k3 Dit + k4 LUPHNAit+μ10
20. GINIit = l0 + l1SPDRBAit+ l2SPDRBNAit + l3Dit+ l4LGINIit +μ11
21. SPDRBAit = PDRBAit/TPDRB it*100
22. SPDRBNAit = PDRBNAit/TPDRBit*100
23. POVDit = m0 + m1UPHAit+ m2PENGDESit+ m3GINIit + m4Dit + m5LJMPDit +μ12
24. POVKit =n0 + n1UPHNAit + n2PENGKOTit + n3GINIit + n4Dit + n5LJPMKit + μ13
25. TPOVit = POVDit + POVKit

Dimana DJLN adalah Dana Alokasi Khusus Bidang infrastruktur Jalan


(Rp Juta), DIRGS ialah Dana Alokasi Khusus Bidang infrastruktur Irigasi (Rp
Juta), DINFLL adalah Dana Alokasi Khusus Bidang Infratruktur Lain-lain (Rp
Juta), KAPFIS adalah Kapasitas Fiskal (Rp Juta), TPOV adalah Total Penduduk
Miskin (Jiwa), LW ialah Luas Wilayah (Rp Juta), INFR adalah Dana Alokasi
Khusus Bidang Infrastruktur (Rp Juta), DAK adalah Dana Alokasi Khusus (Rp
Juta), DAKPER adalah Dana Alokasi Khusus Bidang Pertanian (Rp Juta),
DAKLL adalah Dana Alokasi Khusus Bidang Lainnya (Rp Juta), DAPER adalah
Dana Perimbangan (Rp Juta), DAU adalah Dana Alokasi Umum (Rp Juta), DBH
adalah Dana Bagi Hasil (Rp Juta), PDD adalah Pendapatan Daerah (Rp Juta),
PDL ialah Pendapatan Daerah dari lainnya (Rp Juta), BL merupakan Belanja
Langsung (Rp Juta), MDL ialah Belanja Modal (Rp Juta), NMDL adalah Belanja
Non Modal (Rp Juta), BTL merupakan Belanja Tidak Langsung (Rp Juta), PLD
adalah Pengeluaran Daerah (Rp Juta), PDRBA/NA adalah Produk Domestik
Regional Bruto Sektor Pertanian/Sektor Non Pertanian (juta rupiah), TKA/NA
adalah Tenaga Kerja Sektor Pertanian/non Pertanian (jiwa ), UPHA/NA adalah
Rata-rata Upah Sektor Pertanian/Non Pertanian (ribu rupiah), TJLN adalah Total
Jalan (km), SPDRBA/NA adalah share Produk Domestik Regional Bruto Sektor
Pertanian/Non Pertanian (persen), POVD/K adalah Jumlah Penduduk Miskin
Pedesaan/ Perkotaan, PENGDES/KOT adalah Pengeluaran Rata-Rata
Penduduk Pedesaan/Perkotaan, D merupakan dummy variabel, dan u ialah
Komponen error

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil validasi Model
Hasil Validasi Model Dampak Transfer Fiskal terhadap Pembangunan Pertanian,
Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan Tahun 2009-2013
No Variabel Actual Predicted Bias Dist. Koef. RSMPE
Endogen Mean Mean (UM) (UD) U
Blok Kinerja Fiskal
1 DAK Infra Jalan 105438 105460 0.00 0.95 0.1796 41.2750
2 DAK Infra Irigasi 36249 36239.3 0.00 1.00 0.157 41.3953
3 DAK Infra lain-lain 23277.2 23287 0.00 1.00 0.1691 39.3090
4 DAK Infrastruktur 164965 164986 0.00 0.99 0.1656 38.1954
5 Total DAK 638973 582218 0.39 0.48 0.0691 11.7761
6 Dana Perimbangan 7601442 7544687 0.39 0.36 0.0056 1.0299
7 Pendapatan Asli Daerah 1592125 1591995 0.00 1.00 0.1228 36.9669
8 Kapasitas Fiskal 2613052 2612923 0.00 1.00 0.0789 20.0160
9 Pendapatan Daerah 10992787 10935902 0.01 0.97 0.0204 4.6463
10 Modal 2287875 2287911 0.00 1.00 0.0967 31.7422
11 Belanja Langsung 4840751 4840787 0.00 0.99 0.0449 15.0161
12 Pengeluaran Daerah 10418120 10418157 0.00 0.97 0.0207 7.2756
Blok Perekonomian Sektoral
13 PDRB sektor pertanian 11068432 11065624 0.00 0.8 0.1279 38.9442
14 PDRB sektor non 30515750 30512112 0.00 0.87 0.0995 28.0790
Pertanian
15 Total PDRB 41584182 41577736 0.00 1.00 0.0774 20.2912
16 Upah Pertanian 1.0164 1.0188 0.00 1.00 0.1196 22.9795
17 Upah Non Pertanian 12.3626 12.3213 0.00 1.00 0.035 7.4262
18 Tenaga Kerja Pertanian 1149478 1148923 0.00 1.00 0.042 8.4120

19 Tenaga Kerja Non 1252262 1252246 0.00 0.91 0.0438 16.1788


Pertanian
20 Total Tenaga Kerja 2401740 2401170 0.00 0.97 0.0336 9.2855
21 Share PDRB sektor 27.9256 30.4901 0.07 0.29 0.1629 38.2862
pertanian
22 Share PDRB sektor non 72.0744 69.5099 0.07 0.29 0.0689 13.4029
Pertanian
Blok Ketimpangan dan Kemiskinan
23 Indeks Gini 0.3616 0.3615 0.00 0.97 0.0391 8.1007
24 Jumlah Pdd Miskin 441090 440677 0.00 0.87 0.1882 1007.9
Pedesaan
25 Jumlah Pdd Miskin 199186 202762 0.00 0.57 0.3919 185.7
Perkotaan
26 Total Penduduk Miskin 640277 643439 0.00 0.81 0.2046 90.3432

Sumber: Data Diolah, 2016

Indikator validasi statistik yang digunakan dalam penelitiian ini adalah dengan
membandingkan antara nilai actual mean dan predicted mean variabel endogen
yang ditandai dari nilai masing-masing variabel endogen hasil estimasi mengikuti
nilai data aktualnya selama periode pengamatan. Selain itu digunakan statistik
proporsi bias (UM), proporsi distribusi (UD) dan statistik Theil’s inequality
coefficient (U) dan nilai RSMPE untuk mengevaluasi kemampuan model bagi
analisis simulasi historis. Semakin kecil selisih antara actual mean dan predicted
mean dan semakin kecil nilai U-Theil’s, maka estimasi model semakin baik. Pada
Tabel 1 ditunjukkan hasil validasi model dampak DAK terhadap pembanguan
pertanian, kemiskinan dan ketimpangan pendapatan daerah di pulau Jawa,
secara umum rata-rata nilai prediksi dari varibel endogenus mendekati rata-rata
nilai aktualnya. Hampir semua nilai statistik proporsi bias (UM) mendekati nol,
dan nilai proporsi distribusi (UD) mendekati satu, berarti model tidak terdapat
bias sistemik. Sedangkan nilai U-Theil’s juga mendekati nol artinya model di
anggap baik dan sudah mampu menjelaskan kondisi yang sebenarnya (Lisna
dkk., 2015).
Dengan demikian berdasarkan hasil validasi ini, secara keseluruhan dapat
dikatakan model ini cukup baik digunakan untuk simulasi alternatif kebijakan.

Anda mungkin juga menyukai