Anda di halaman 1dari 9

PERLINDUNGAN HAK EKONOMI ATAS TANAH MASYARAKAT

TERHADAP PENGUASAAN PERTANAIAN OLEH KORPORASI


Arif Ramadhan
Ariframadhan1018@gmail.com
Komplek FH UNNES, Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229

PENDAHULUAN
Berdasarkan sensus Tahun 2010 Jumlah penduduk Indonesia berkisar
238 juta jiwa dengan pendapatan perkapita rata-rata US$ 2.800 pertahun.
Dengan menggunakan standar garis kemiskinan US$ 1 perhari, 38.000.000 jiwa
tercatat sebagai penduduk miskin, yang 60 persen di antaranya bermukim di
perdesaan. Jika standar kemiskinan yang digunakan adalah US$ 2 per hari sesuai
standar Bank Dunia, angka kemiskinan di Indonesia mencapai 49 persen.

Dewasa ini bisnis korporasi besar tidak hanya mendominasi sektor


perkebunan melainkan juga mulai merambah sektor pertanian pangan.
Kecenderungan ini semakin menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemrihati
masalah-masalah pertanian bahwa masa depan petani Indonesia terancam oleh
dominasi pertanian korporasi. Apabila korporasi besar dan petani dibiarkan
terlibat dalam persaingan bebas untuk memperebutkan akses terhadap tanah
pertanian yang ketersediaannya makin langka, maka dapat dipastikan bahwa
konflik pertanahan tidak akan pernah berkesudahan.

Dalam konteks di Indonesia, pengaturan akses korporasi atas tanah yang


berorientasi pada perlindungan hak masyarakat belum mendapat perhatian
serius dari pemerintah. Sebagian besar kebijakan pertanahan tentang
penguasaan tanah oleh korporasi bersifat pragmatis dan cenderung berorientasi
pada kepentingan kapitalis. Di samping itu, hegemoni negara sebagai pemegang
kekuasaan atas sumber daya agraria juga terlihat masih mendominasi kebijakan
pertanahan di Indonesia.

Kebijakan pertanahan yang bersifat pragmatis cenderung tidak taat asas


karena bertujuan memenuhi kebutuhan pembangunan jangka pendek. Apabila
asas-asas hukum yang berfungsi sebagai pengikat norma-norma hukum
terabaikan maka peraturan perundang-undangan yang dihasilkan pun
cenderung disharmoni. Kebijakan pertanahan yang bersifat disharmoni harus
diharmonisasikan kembali agar sesuai dengan asas-asas hukum yang menjadi
landasannya.

Dalam konteks perlindungan hak ekonomi rakyat atas tanah perkebunan


atau pertanian, beberapa pasal dalam Undang-undang No.5 Tahuni1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokokiAgraria (yang selanjutnya disebut UUPA), menjadi
relevan untuk diperhatikan kembali, antara lain keberadaan pasal 7iUUPA, yang
menyatakan bahwa agar tidak merugikanikepentingan umum maka kepemilikan
dan penguasaan atas tanah yang melampaui batas tidaklah diperkenankan.
Ketentuan pasal ini memerintahkan agar dibentuk peraturan tentang
pembatasan luas kepemilikan atau penguasaan tanah bagi subyek hukum orang
maupun badan hukum (korporasi). Batas maksimum pemilikan atau penguasaan
tanah dengan status hak milik telah diatur dalam UU No. 56 Prp. Tahun 1960
tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, LN Republik Indonesia Tahun 1960
No. 174 (yang selanjutnya disebut UU Land Reform), namun untuk korporasi
belum diatur secara khusus.

Pengaturan tentang luas maksimum penguasaan tanah oleh korporasi


dapat ditemukan dalam Pasal 4 Permeneg Agraria/ Kepala BPN No. 2 Tahun
1999 tentangiIzin Lokasi dan Pasal 8 ayat 5 Peraturan Pemerintah No. 18iTahun
2010itentang Usaha BudidayaiTanaman. Materi muatan keduaiperaturan ini
menarik untuk dicermati, karena memberikan dispensasi atau pengecualian bagi
jenis korporasi tertentu untuk menguasai tanahipertanian dalam skalaibesar
tanpa pembatasan luas maksimum. Ketentuan yang mengandung pemberian
dispensasi kepada jenis korporasi tertentu tanpa pembenaran secara
konstitusional dikategorikan sebagai ketentuan diskriminatif. Peraturan yang
bersifat diskriminatif ini melanggar asas larangan “grond-groot bezit” yang
terkandung dalam Pasal 7 UUPA sehingga menimbulkan ketidak adilan, ketidak
pastian dan ketidak manfaatan bagi rakyat.

Dibebaskannya jenis-jenis korporasi tertentu dari ketentuan penetapan


luas maksimum penguasaan tanah oleh korporasi, membuka peluang untuk
terjadinya monopoli penguasaan tanah. Dalam kondisi dimana tanah pertanian
semakin berkurang, monopoli penguasaan tanah pertanian yang disebabkan
oleh kekuatan modal maupun hegemoni negara atas sumber-sumber agraria,
harus dicegah. Pencegahan ini dimaksudkan bukan hanya untuk meretas jalan
bagi terwujudnya keadilan di sektor pertanahan sesuai amanat UUPA, tetapi juga
untuk meredam konflik pertanahan. Pembiaran konflik pertanahan yang
memperhadapkan rakyat dan pemerintah maupun rakyat dan korporasi swasta.
Sesuai dengan amanat UUD 1945 maupun konvenan internasional.

Deskripsi filsafati, teoritik, yuridis dan sosiologis tersebut di atas


bermuara pada sebuah isu hukum bahwa hilangnya pemahaman terhadap hak
masyarakat atas tanah, yang menyebabkan diabaikannya pengaturan luas
maksimum penguasaan tanah pertanian oleh korporasi. Keadaan tersebut telah
menyimpang dari asas dan norma hukum yang tedapat dalam Undang-undang
Pokok Agraria. Dibutuhkan dua langkah pemecahan untuk dapat menjawab isu
hukum ini yakni:1) Penjelasan secara komprehensif hakikat perlindungan hak
masyarakat dalam penguasaan tanah untuk pertanian; 2). Pengharmonisasian
ketentuan luas maksimum penguasaan atas suatu tanah. Tujuan umum (goal)
dari penelitian ini adalah timbulnya kejelasan dan keterpaduan pemahaman
terhadap perlindungan hak masyarakat terhadap lahan pertanian, sehingga bisa
mendorong pembentukan atau penyempurnaan peraturan batas maksimum
penguasaan atas suatu tanah. Dengan terbukanya akses yang luas bagi rakyat
untuk memiliki, menguasai, menggunakan dan memanfaatkan tanah pertanian,
berarti jalan menuju kesejahteraan juga terbuka lebar.

PEMBAHASAN

Perlindungan Hak-hak Ekonomi atas Tanah Pertanian Masyarakat dalam


Prespektif Undang-Undang Pokok Agraria. Undang-undang Pokok
Agrariaimerupakan produkihukum nasional yangidibentuk di era rezim Soekarno.
Duaihal pentingiyang perluidicermati dalamikonteks memahami perlindungan hak-
hakiekonomi rakyat menurutiUUPA yakniiasas-asas yang terkandungidalam
UUPAidan hak penguasaaniatas tanah. iMengenai asas-asas hukum yangiterkandung
dalam UUPAiantara lain:

AsasiKenasionalan/Kebangsaan

Yang mana asas ini tercemin dan tercantum dalam ketentuan:

Pasal 1iayat (1) : SeluruhiwilayahiIndonesia adalahikesatuan tanah-air dari seluruh


wilayah rakyat Indonesia, iyang bersatu sebagai bangsa Indonesia.

Pasal 1iayat (2) : Seluruhibumi, air daniruang angkasa, termasukikekayaan alam yang
terkandungididalamnya yang mana berada dalam wilayahiRepublik Indonesia sebagai
karuniaiTuhaniYang MahaiEsa, adalah bumi, iair daniruang angkasaibangsa
Indonesia dan merupakan kekayaaninasional.

Adapun hubungan antaraibangsaidan bumi, iair sertairuang angkasaitersebutitidak


berarti, bahwa hak milikiperseorangan atasi (sebagianidari) ibumi tidakidimungkinkan
lagi. iDiatas telahidikemukakan,ibahwaihubunganiituiadalahisemacamihubungan hak
ulayat, ijadiibukaniberarti hubunganimilik. iDalamirangkaihakiulayatidikenaliadanya
hakimilikiperseorangan. iKiranyaidapatiditegaskanibahwaidalamihukumiagrariaiyang
baruidikenalipulaihakimilikiyangidapatidipunyaiiseseorang, ibaikisendiriimaupun
bersama-samaidenganiorang-orangilainiatasibagianidariibumiiIndonesiai (pasal 4
sampaiipasali20). iDalam padaiitu hanyaipermukaanibumiisaja, iyaituiyangidisebut
tanah, iyangidapatidihakiiolehiseseorang. iSelainihakimilikisebagaiihakiturun-
temurun, iterkuatidaniterpenuhiyangidapatidipunyaiiorangiatasitanah, idiadakanipula
hakiguna-usaha, ihak guna-bangunan, hak-pakai, hak sewa, idan hak-hakilainnya
yangiakaniditetapkanidenganiUndang-undangilaini (pasal 4 sampai 16). iBagaimana
kedudukanihak-hakitersebutidalam ihubungannyaidengan hakibangsai (daniNegara).

Asas Domein
Azasidomeiniyangidipergunakanisebagai dasaridaripada perundang-undanganiagraria
yang berasal dariiPemerintahijajahan tidakidikenalidalamihukumiagrariaiyangibaru.
AzasidomeiniadalahibertentanganidenganikesadaranihukumirakyatiIndonesia dan
azas dariipadaiNegaraiyangimerdeka dan modern. Berhubungidenganiiniimakaiazas
tersebut, yang dipertegas dalamiberbagai "pernyataanidomein", yaitu misalnya dalam
pasali1iAgrarischiBesluiti (S.1870-18), iS.1875-119a, iS.1874-94f, iS.1888-58
ditinggalkanidanipernyataan-pernyataanidomeinidapatiituidicabutikembali.

AsasiLandiReformiatauiAsasiAgrarianiReform

Asasiiniidijumpaiipadaipasali10iayati1iUUPA: iSetiapiorangidanibadanihukumiyang
mempunyaiisesuatuihakiatasitanahipertanianipadaiazasnyaidiwajibkanimengerjakan
atauimengusahakannyaisendiriisecaraiaktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan,
yang memilikiiarti bahwa asas ini adalah:

Pemilikanidanipenguasaan tanahiyang melampauiibatas tidak dipekenankan, karena


haliyangidemikian itu adalahimerugikanikepentingan umum;

Ditentukan batasimaksimumiluas tanah yang bolehidipunyai denganihakimilikiagar


dicegahitertumpuknyaitanahiditanganigolongan-golongan yangitertentu saja.

Pengharmonisasianiketentuaniluasimaksimumipenguasaanitanahipertanianioleh
korporasi berbasis perlindungan hak-hak ekonomi rakyat.

Denganiberpatokanipada karaktersitikihak-hak ekonomiibaik secaraiteoritik maupun


menurutikonsepsiiKovenaniInternasional, imaka dapatidikatakan bahwa Pasal 4 ayat
4 PeraturaniMenteriiNegara Agraria/Kepala BadaniPertahananiNasionaliNomori2
Tahun 1999itentangiIzin LokasiidaniPasal 8iayati5iPeraturaniPemerintahiRepublik
IndonesiaiNomori18iTahuni2010itentangiUsahaiBudidayaiTanamani bertentangan
dengan InternationaliCovenant on Economic, iSocial andiCultural Rights, yakni :

Articlei6iofiInternationaliCovenantioniEconomic, Socialiand Cultural Rights:

TheiStatesiPartiesitoitheipresentiCovenant recognizeithe right to work, iwhich


includesithe rightiofieveryoneitoitheiopportunityitoigainihisilivingibyiwork which he
freely choosesioriaccepts, iand willitake appropriateistepsitoisafeguardithis right.

The stepsitoibe taken by a StateiPartyitoitheipresentiCovenant to achieveithe full


realizationiof thisiright shalliincludeitechnical andivocationaliguidance anditraining
programmes, policiesiand techniquesitoiachieveisteadyieconomic, socialiand cultural
developmentiandifulliandiproductive employmentiundericonditions safeguarding
fundamentalipolitical and economicifreedoms to the individual.

Pemberianidispensasiikepada BUMN, BUMD, iKorporasi yangisebagian


besar sahamnyaidimiliki olehinegaraidan KorporasiiGoiPublic untukimenguasai tanah
pertanianidalamiskala besaritanpa adaipembatasan luasimaksimum, berarti
mempersempit, imenghalangiiatau menutupiaksesipetaniiuntukimenguasai,
menggunakan danimemanfaatkanitanah, danidengan demikianikesempatan untuk
mendapatkanipekerjaan sesuaiidenganikemampuanidan skilliyang dimilikiimenjadi
terhalang. iPasal 6iayat 1iKovenanisecara tegasimenyatakanibahwa negaraipihak
wajibimenghormati hak untukibekerja termasukihak untukimendapatkanikesempatan
untukimendapatkanipenghidupanisesuai denganipekerjaan yangidipilih secara
sukarela;

Articlei11 ofiInternationaliCovenantion Economic, iSocialiandiCulturaliRights:

The StatesiParties toithe presentiCovenantirecognize theirightiofieveryone to an


adequateistandard ofilivingiforihimselfiandihis family, iincludingiadequate food,
clothingiandihousing, iand toitheicontinuousiimprovementiof living conditions. The
StatesiPartiesiwillitakeiappropriate steps toiensure theirealization ofithis right,
recognizingitoithis effectithe essentialiimportance of internationalicooperation based
on freeiconsent;

The StatesiParties toithe presentiCovenant, irecognizing the fundamentaliright of


everyone toibe freeifrom hunger, shallitake, individuallyiand throughiinternational
cooperation, the measures, including specific programmes, which are needed:

To improveimethodsiof production, iconservation andidistribution ofifood byimaking


fulliuseiofitechnicaliand scientificiknowledge, byidisseminating knowledgeiof the
principles of nutritioniand byideveloping orireforming agrarianisystems in such a way
as to achieve the most efficient development and utilization of natural resources;

Taking into account theiproblems of both food-importingiand food-exporting


countries, ito ensure an equitableidistribution of worldifood supplies in relation to
need.

Membiarkan petaniikehilangan aksesiterhadap tanahipertanian


berartiinegaraitelah lalaiimenunaikanikewajibanisesuai denganiketentuan Pasali11
Kovenaniyakni kewajiban negaraipihak untukimengambil langkah-langkahiyang
tepatiguna merealisasikanihakiwarga atasistandar penghidupaniyang layak bagi
diriidan keluarganya, iseperti hakiatas pangan, isandang danipapan.

Dalamikonteksipengaturanihakipenguasaanitanah pertanianioleh korporasi,


iPasal 4 ayat 4 Permeneg Agraria/Kepala Badan PertanahaniNasional Nomor 2 Tahun
1999 tentangiIziniLokasiidaniketentuaniPasal 8 ayati5iPeraturan Pemerintah Nomor
18 Tahuni2010itentangiUsaha BudidayaiTanamanidipandang telahimengabaikan hak-
hak konstitusionalirakyat atasitanah pertanian danioleh karenaiituikeduaiperaturan
tersebutidinyatakanimelanggariUUDiNRIiTahun 1945. iPasal-pasal yangidilanggar
antarailain: Pasal 27iayat (2), iPasal 28A, iPasal 28Ciayat (2), Pasali28D Ayat (1),
Pasal 28D Ayat (2), iPasal 28HiAyat (1), iPasal 28HiAyat (2), Pasali28H ayat (4),
Pasali28 I ayati (2), iPasal 33 ayat (3), Pasal 33iayat (4).

Jika dikaitkan dengan asas-asas hukum khusus yang terdapat dalam UUPA,
makaimenjadi jelas bahwa Pasal 4 ayat 4 PeraturaniMenteri NegaraiAgraria/Kepala
Badan Pertahanan Nasional Nomor 2 Tahun 1999itentang IziniLokasi dan Pasal 8
ayat 5 Peraturan PemerintahiRepublik IndonesiaiNomor 18 Tahun 2010 tentang
UsahaiBudidaya Tanamanibertentangan dengan asas-asas hukumikhusus yang
terdapatidalamiUUPA, ikhususnya asasisemua hak atas tanahimempunyai fungsi
sosial. Selainibertentanganidengan asas-asasihukum khususiyang terdapatidalam
UUPA, Pasal 4 ayat 4iPeraturan MenteriiNegara Agraria/KepalaiBadan
PertahananiNasional Nomor 2iTahuni1999 tentang IziniLokasiidan Pasal 8 ayat
5iPeraturan Pemerintah RepublikiIndonesia Nomori18 Tahuni2010
tentangiUsahaiBudidaya Tanaman bertentanganidengan asas-asasiyang diaturidalam
Pasali6 UUiNo. 12iTahun 2011 tentangiPembentukaniPeraturan Perundang-
undanganiseperti asas pengayoman, iasas kemanusiaan, iasas keadilan, iasas
kesamaan kedudukanidalam hukumidan pemerintahan, iasas ketertiban danikepastian
hukum, asas keseimbangan, ikeserasian, danikeselarasan.

Paparan di atasitelah membuktikanibahwa KetentuaniPasal 4 ayati4iPermeneg


Agraria/KepalaiBadaniPertanahan NasionaliNomor 2iTahun 1999itentang Izin Lokasi
dan ketentuaniPasali8 ayat 5 PeraturaniPemerintahiNomori18 Tahun 2010itentang
Usaha BudidayaiTanamanibertentangan dengan KovenaniInternasional tentang Hak-
hak Ekonomi, iSosial daniBudaya, Pancasila, UUD NRI Tahuni1945, dan asas-asas
yangiterkandung dalamiUndang-undangiPokokiAgraria maupuniasas-asasiyang
terkandungidalam UU No. i12 Tahun 2011 tentangiPembentukan Peraturan
Perundang-undangan.

Sesuaiidengan teori perundang-undanganibahwa untuk menyelesaikan konflik


peraturan perundang-undanganiyang bersifat vertikal, idigunakan asasilex superior
derogad lexiinferior artinya hukumilebih tinggiididahulukan daripadaihukum lebih
rendah. Implikasi yuridisnya bahwa kedua ayat dari pasal tersebut harus dibatalkan.
Oleh karenaiaspek legalitasnyaiyang hendakidiuji, maka pembatalannyaiharus lewat
putusaniMahkamah Agung.

KESIMPULAN

Hakikat perlindunganihak-hak ekonomiirakyat atas tanahipertanian


mengandung makna bahwa negara wajib memberikan perlindungan hukum kepada
rakyat untuk mendapatkan akses seluas-luasnya guna memiliki, menguasai,
menggunakan dan memanfaatkan tanah pertanian bagi sebesar-besarnya kesejahteraan
rakyat. Hak-hak ekonomi rakyat atas tanahipertanian merupakan bagian dari hak asasi
yang dijamin oleh Kovenan Internasional, dan sekaligus menjadi hak konstitusional
serta hak yuridis yang dijamin oleh UUD NRI Tahun 1945 dan Undang-undang
Pokok Agraria. Pengimplementasian hak-hak ini dapat dilihat pada ketentuan-
ketentuan tentang batas maksimum penguasaan tanah pertanian, perlindungan
lahanipertanian pangan berkelanjutan, iserta penetapanidan pendayagunaan tanah
terlantar. Pengabaian terhadap hak ini baik langsungiatau tidak langsung,
disengajaiatau tidak disengaja dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap
hukum internasional, pelanggaran terhadap Konstitusi Negara Republik Indonesia dan
pelanggaran terhadap Undang-undang Pokok Agraria.

Ketentuan yangiterdapat dalam Pasal 4 ayat 4 Permeneg Agraria/KepalaiBPN


No. 2 Tahun 1999itentang IziniLokasi dan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 8 ayat
5iPeraturaniPemerintah No.18 Tahun 2010 tentangiUsaha BudidayaiTanaman tidak
memberikaniperlindungan hukum terhadap hak-hak ekonomi rakyat karena
menghalangi atau mempersempit akses rakyat Indonesia untuk memiliki, menguasai,
menggunakan dan memanfaatkan tanah pertanian. Ketentuan-ketentuan ini telah
melanggar hak asasi, hak konstitusional dan hak yuridis rakayat Indonesia yang
hidup dari sektor pertanian. Berdasarkan teori perundang-undangan, seharusnya
pasal-pasal dari peraturan perundang-undangan tersebut dibatalkan dan dinyatakan
tidak berlaku lewat judicial review di Mahkamah Agung. Untuk itu direkomendasikan
kepada Badan Pertanahan Nasional untuk:

Segera merampungkan penyusunan naskah akademik RancanganiUndang-undang


PenyempurnaaniUndang-undangiNomor 5iTahun 1960 tentangiPeraturan Dasar
Pokok-pokokiAgraria daniRancangan Undang-undang tentang Hak Atas Tanah,
sesuai dengan amanat Pasal 1 huruf a Kepres Nomor 34itahun 2003 tentang
KebijakaniNasional di Bidang Pertanahan. iKetentuan-ketentuan tentang luas
maksimum penguasaanitanah pertanian oleh korporasi maupun oleh individu
dimasukkan kedalam muatan materi UUPA yang disempurnakan;

Melakukan pengajian terhadap luas maksimum ideal penguasaan tanah pertanian bagi
koporasi BUMN maupun non BUMN;

Sambil menunggu ditetapkaannya peraturan baru tentang luas maksimum penguasaan


tanah olehikorporasi, ketentuan Pasal 4 PermenegiAgraria/KepalaiBadan Pertanahan
NasionaliNomor 2 Tahuni1999 harus diberlakukan juga terhadap permohonan izin
lokasi yang diajukan oleh BUMN, BUMD maupun Korporasi Go Public untuk tujuan
pengembangan usaha;

Tanah-tanah Hak Guna Usaha yang dikuasai BUMN maupun Non-BUMN yang tidak
dikerjakan secara aktif harus dijadikan obyek land reform untuk dibagikan kepada
rakyat di sekitar lokasi Hak Guna Usaha.

DAFTAR PUSTAKA
Boedi Harsono, 2005, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan
UUPA. Jakarta: Djambatan,
Bonnie Setiawan, 1997, Konsep Pembaruan Agraria : Sebuah Tinjauan
Umum dalam Dianto Bachriadi dkk (editor), Reformasi Agraria. Jakarta: Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Colchester, Marcus dkk, 2006, Tanah Yang Dijanjikan: Minyak Sawit dan
Pembebasan Tanah di Indonesia–Implikasi terhadap Masyarakat Lokal dan
Masyarakat Adat, Bogor: Perkumpulan Sawit Watch.
Cooter, Robert and Thomas Ulen, 1999, Law and Economic; California:
Addisson Wesley Longman, inc.
Gunawan Wiradi, 1997, Pembaharuan Agraria: Masalah Yang Timbul
Tenggelam, dalam Dianto Bachriadi dkk (editor), Reformasi Agraria. Jakarta:
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
H. Muchsin, 2007, Hukum Agraria Indonesia Dalam Perspektif Sejarah.
Bandung: Refika Aditama.
Mansour Fakih, 1997, Reformasi Agraria Era Globalisasi, Teori, Refleksi dan
Aksi, dalam Dianto Achriadi dkk (editor), Reformasi Agraria. Jakarta: Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Maria S.W. Sumardjono, 2008, Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya. Jakarta: Penerbit Kompas.
Nomadyawati., dan Olan, S., 1995, Hak Atas Tanah dan Kondominium,
Suatu Tinjauan Hukum, Dasamedia Utama, Jakarta.
Nurlinda, Ida, 2009, Prinsip-prinsip Pembaruan Agraria Perspektif Hukum,
Rajawali Pers, Jakarta.
Rahardjo, Satjipto, 2010, Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial Bagi
Pengembangan Ilmu Hukum, Genta Publishing, Yogyakarta.
Sabarno, Hari, 2007, Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa,
Sinar Grafika, Jakarta.
Santoso, HM. Agus, 2013, Menyingkap Tabir Otonomi Daerah Di Indonesia,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Saptomo, Ade, 2010, Hukum Dan Kearifan Lokal Revitalisasi Hukum Adat
Nusantara, PT.Grasindo, Jakarta.
Sarjita., Arianto,T., dan Zarqoni, M.M., 2011, Strategi dan Manajemen
Resolusi Konflik, Sengketa dan Perkara Pertanahan untuk Keamanan di Bidang
Investasi, Mita Amanah Publishing, iYogyakarta.
Setiady, Tolib, 2013, Intisari Hukum Adat Indonesia dalam kajian
kepustakaan, Alfabeta, Bandung.
Setyawan S., Dharma, 2002, Otonomi Daerah Dalam Perspektif Lingkungan,
Nilai, dan Sumber Daya, Djambatan, iJakarta.
Soekanto, Soerjono., dan Taneko, S., 1942, Hukum Adat Indonesia,
CV.Rajawali, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai