Anda di halaman 1dari 4

Name : Izza Afkarima

NIM : 175100107111021 / 33

A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan

Di dalam UU No 18 Tahun 2012 tentang pangan terdiri 17 bab dan 154 pasal yang berlaku
mulai tanggal 17 November 2012. Pada bab I menjelaskan tentang pengertian pangan itu
sendiri, kedaulatan pangan sebagai hak negara dan bangsa, kemandirian pangan, ketahanan
pangan, keamanan pangan, produksi pangan, ketersediaan pangan, serta cadangan pangan
yang terbagi mulai dari skala nasional, pemerintah, provinsi, kabupaten/kota, desa, dan
masyarakat. Selain itu, UU No 18 tahu 2012 juga mengatur tentang penyelenggaraan pangan,
definisi pangan pokok, penganekaragaman pangan, definisi pangan pangan lokal, pangan
segar, pangan olahan, serta definisi petani, nelayan, dan pembudu daya ikan. Ada juga
penjelasan tentang perdangan pangan termasuk ekspor dan impor pangan, peredaran dan
bantuan pangan, masalah dan krisis pangan, termasuk pula sanitasi pangan dan
persyaratannya.
Undang-undang ini juga mengatur terkait metode iradiasi dan rekayasa genetik pangan
termasuk juga produk pangan yang dihasilkan. Selain itu juga menjelaskan tentang kemasan
dan mutu pangan serta gizi. Pengertian setiap orang, pelaku usaha pangan, pemerintah
pusat dan daerah. Pada bab II terdapat penjelasan tentang asas, tujuan, dan lingkup
pengaturan terkait penyelenggaraan pangan. Selanjutnya bab III membahas tentang
perencanaan pangan mulai dari persyaratan hingga hal yang harus termuat dalam
perencanaan tersebut. Pada bab IV membahas tentang ketersediaan pangan sebagai
tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah dengan melalui pengembangan
beberapa aspek, sentra produksi, pasokan hingga harga, serta mengutamakan produksi
pangan dalam negeri. Terkait produksi pangan dalam negeri, mencakup potensi termasuk
penyedia sarana prasana, ancaman terhadap produksi, cadangan pangan nasional hingga
masyarakat, terkait impor dan ekspor pangan, penganekaragaman pangan serta dalam
menghadapi krisis pangan. Pada bab V mengatur tentang keterjangkauan pangan yang
menjadi tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah dengan pelaksanaan di lima
bidang sesuai yang disebut dalam undang-undang tersebut. distribusi pangan, pemasaran,
perdagangan, stabilisasi pasokan dan harga pangan pokok, serta terkait bantuan pangan.
Bab VI mengatur tentang konsumsi pangan dan gizi termasuk penganekaragaman konsumsi
dan perbaikan gizi. Pada bab VI mengatur tentang keamanan pangan secara umum,
penyelenggaraan dan sanitasi, pengaturan terkait bahan tambahan pangan, pangan produk
rekayasa genetik, iradiasi pangan, standar kemasan, jaminan keamanan dan mutu, serta
jaminan produk halal. Bab VIII mengatur tentang label dan iklan pangan yang sesuai dengan
aturan yang diatur dengan jelas didalamnya.
Pada bab IX tentang pengawasan pemerintah terhadap pelaksanaan penyelenggaraan
pangan. Kemudian pada bab X mengatur sistem informasi pangan yang dilakukan oleh pusat
data dan informasi pangan yang wajib melakukan pemutakhiran terkait 15 informasi pangan.
Bab XI mengatur tentang penelitian dan pengembangan di bidang pangan untuk memajukan
iptek tentang pangan dan dasar merumuskan kebijakan. Bab XII mengatur kelembagaan
pangan yang bertanggung jawab langsung kepada presiden. Bab XIII tentang peran
masyarakat dalam mewujudkan kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan pangan dengan
berbagai cara yang dapat dilakukan sesuai undang-undang. Bab XIV perihal penyidikan
dimana selain polisi termasuk pejabat pegawai negeri sipil yang lingkup tugasnya berada di
bidang pangan berhak untuk melakukan penyidikan. Pelakukan usaha yang tertangkap
menyaahi aturan dapat dikenai pidana sesuai dengan ketentuan pada bab XV berupa denda
atau pidana penjara. Bab XVI dan XVII mengatur terkait ketentuan peralihan dan penutup.
B. PBPOM Nomor 22 Tahun 2019 tentang Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan
Olahan

Di dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (PBPOM) Nomor 22 Tahun
2019 tentang informasi nilai gizi pada label pangan olahan terdiri dari 6 bab dan 21 pasal yang
berlaku mulai tanggal 22 Agustus 2019. Peraturan ini menggantikan PBPOM nomor 9 tahun
2015 tetang pengawasan takaran saji pangan olahan yang sebelumnya menggantikan
PerKBPOM nomor HK.00.06.51.0475 tahun 2005 tentang pedoman pencantuman informasi
nilai gizi pada label pangan. Pada bab I mengatur tentang ketentuan umum termasuk defini
dari pangan, pangan olahan, label pangan yang kemudian disebut label, terkait gizi dan
informasi nilai gizi, takaran saji, acuan label gizi yang disingkat ALG, angka kecukupan gizi
yang disingkat AKG, klaim suatu produk, batas toleransi hasil analisis zat gizi, satuan metrik,
ukurang rumah tangga atau URT. Bab ini juga mencakup definisi tentang formula bayi,
lanjutan, dan pertumbuhan termasuk pangan olahan untuk keperluan khusus seperti makanan
pendamping ASI dan keperluan medis. Setiap pelaku pangan wajib menyertakan informasi
nilai gizi yang sesuai dengan tata cara pencantumannya pada bab II dan pada bab III
mengatur tentang batas toleransi terhadap hasil analisis zat gizi. Bab IV mengatur tentang
pencantuman informasi nilai gizi harus pada bagian utama label. Bab V tentang ketentuan
peralihan serta bab VI terkait ketentuan penutup.

Selain tersusun dari beberapa bab dan pasal-pasalnya, peraturan ini juga terdiri dari
empat lampiran dimana lampiran pertama menjelaskan tentang tata cara pencantuman
informasi nilai gizi antara lain informasi yang harus dicantumkan pada tabel antara lain takaran
saji, jumlah sajian per kemasan, jumlah per sajian, jenis dan jumlah kandungan zat gizi dan
non gizi, persentase AKG, dan catatan kaki. Selain itu, terdapat ketentuan pencantuman zat
gizi dan non gizi dimana memuat zat gizi yang wajib dicantumkan antara lain energi total,
lemak total dan jenuh, protein, karbohidrat total, gul, dan garam. Selain itu, ada pula zat gizi
yang harus dicantumkan dengan syarat tertentu antara lain lemak trans, kolesterol, serat
pangan serta pula zat gizi atau komponen lain yang dapat dicantumkan tetapi tidak harus
antara lain energi dari lemak, lemak jenuh, lemak tak jenuh tunggal, lemak tak jenuh ganda,
serat pangan larut dan tak larut, gula alkohol, vitamin dan milaneral. Selain itu juga termasuk
zat gizi/komponen lain yang belum ditetapkan ALG tidak acuan yang dapat digunakan. Pada
lampiran ini juga terdiri dari format penulisan informasi nilai gizi dan jenis-jenis produknya
serta dilengkapi dengan contoh format penulisannya serta pula berat bersih. Lampiran dua
memuat tentang perhitungan takaran saji per produk, lampiran tiga terkait format
pencantuman informasi nilai gizi pada bagian utama label terdiri dari format umum dan format
pada pangan olahan yang tidak mengandung salah satu zat gizi tersebut, serta lampiran
empat terkait bentuk logo “pilihan lebih sehat” yang terdiri dari format logo, ukuran, ketentuan
pencantuman, persyaratan, dan profil gizi.
C. PBPOM Nomor 32 Tahun 2019 tentang Persyaratan Keamanan dan Mutu Obat
Tradisional

Di dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (PBPOM) Nomor 32 Tahun
2019 tentang persyartaan keamanan dan mutu obat tradisional terdiri dari 6 bab dan 15 pasal
yang berlaku mulai tanggal 23 Oktober 2019. Peraturan ini dibuat untuk menggantikan
PBPOM nomor 12 tahun 2014 tentang persyaratan mutu obat tradisional sebagai
pelaksanaan PerMenKes nomor 7 tahun 2012 tentang registrasi obat tradisional. Pada bab I
tentang ketentuan umum terkait yang dimaksud dengan obat tradisional, jamu, termasuk yang
disebut sebagai obat tradisional impor, berlisensi, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.
Juga dijelaskan tentang bahan baku, produk jadi, sediaan galenik yang kemudian disebut
dengan ekstrak. Kemudian dijelaskan pula tentang sediaan obat dalam bentuk simplisia,
rajangan dan rajangan obat luar, juga tentang serbuk, sebruk instan, efervesen, pil, kapsul
dan kapsul lunak, tablet/kaplet, granul, pastiles, dodol/jenang, film strip, cairan obat dalam
dan luar, losio, parem, salep, krim, gel, serbuk obat luar, pilis, tapel, plester, supositoria untuk
wasir. Dijelaskan pula tentang bahan tambahan, peluku usaha, pendaftar, serta tentang
kepala badan. Obat-obat tradisional harus seusai dengan jenis persyaratan keamanan dan
mutu obat tradisional sesuai pada bab II dimana persyaratan yang dimaksud untuk bahan
baku dan produk jadi. Pada bab III menjelaskan tentang tata pengajuan permohonan
pengkajian dan keputusan hasil evaluasi. Pada bab IV terkait sanksi administratif berupa
peringatan tertulis, penarik produk obat dari peredaran, penghentian sementara kegiatan
produksi atau distribusi, dan pembatalan izin edar. Bab V mengenai ketentuan peralihan dan
bab VI terkai ketentuan penutup.

Selain tersusun dari beberapa bab dan pasal-pasalnya, peraturan ini juga terdiri dari tiga
lampiran dimana lampiran pertama menjelaskan tentang persyaratan keamanan dan mutu
produk jadi pada tiap produk antara lain obat dalam termasuk didalamnya rajangan yang
diseduh dengan air panas sebelum digunakan, rajangan yang direbus sebelum digunakan,
serbuk yang diseduh dengan air panas sebelum digunakan, dan sediaan lainnya. Kemudian
obat luar termasuk didalamnya sediaan cair, semi padat, dan padat. Lampiran kedua
membahas tentang bahan tambahan pada obat tradisional antara lain pengawet, pemanis,
pewarna, antioksidan, bahan tambahan lain yang terdiri dari antikempal, pengemusli, pelapis,
penstabli, pelarut, pengisi dan lainnya. Lampiran ketiga memuat permoonan pengkajian
khusus persyaratan keamanan dan mutu obat tradisional yang terlampir didalamnya contoh
surat permohonan kajian, formulir permohonan kajian, dan informasi khusus.
D. PBPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan

Di dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (PBPOM) Nomor 20 Tahun
2019 tentang kemasan pangan yang terdiri 12 pasal tanpa bab yang berlaku mulai tanggal 29
Juli 2019. Peraturan ini dibuat untuk menggantikan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Nomor 16 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011. Pada pasal 1
menjelaskan yang dimaksud dengan pangan, pangan olahan, kemasan pangan, zat dan
bahan kontak pangan, jenis-jenis bahan antara lain plastik, keramik, gelas, karet, kertas, dan
karton. Juga yang dimaksud dengan migrasi, resin, artikel, setiap orang, dan kepala badan.
Pasal 2 tentang pemberlakuan peraturan pada setiap kemasan pangan termasuk kemasan
dari bahan daur ulang. Pasal 3 dijelaskan setiap pelaku produksi pangan harus menggunakan
kemasan yang tidak membahayakan kesehatan manusia. Pasal 4 melarang pelaku pangan
menggunakan kemasan yang mengandung zat kontak pangan tertentu serta bahan yang
diizinkan sebagai kemasan pangan berdsarkan zat dan bahan kontak pangan. Persyaratan
zat kontak tercantum dalam pasal 6 dapat dilihat dari dengan dan tanpa persyaratan batas
migrasi. Kemudian pada pasal 7 dijelaskan jenis bahan kontak yang diizinkan juga harus
berdasarkan persyaratan batas migrasi pada pasal 8 yang ditetapkan berdasarkan tipe
pangan dan kondisi penggunaannya. Pada pasal 9 dimana zat dan bahan kontak pangan
hanya dapat digunakan setelah mendapat persetujuan kepala badan. Pelaku produksi yang
menggunakan kemasan pangan berbahan daur ulang dimana sesuai dengan pasal 10 harus
memenuhi ketentuan terkait ketentuan cara produksi menggunakan bahasn daur ulang
tersebut. pemberlakuan aturan pada kemasan pangan yang beredar wajib menyesuaikan
ketentuan dalam peraturan ini paling lama dua belas bulan sejak peraturan ini diundangkan.
Kemudian pada pasal 12 menjelaskan bahwa ketika peraturan ini mulai berlaku, aturan
sebelumnya yang terkait dinyatakan telah tidak berlaku dan dicabut.

Selain tersusun dari beberapa pasal, peraturan ini juga terdiri dari lima lampiran dimana
lampiran pertama menjelaskan tentang zat kontak pangan yang dilarang digunakan pada
kemasan pangan dimana pada kemasan plastik tergolong dalam jenis pewarna, penstabil,
pemlastis, pengisi, perekat, curing agent, antioksidan dan pensanitasi. Kemudian tinta yang
tercetak langsung pada kemasan tergolong dalam jenis pewarna, penstabil, dan pelarut.
Kemudian dalam kemasan logam, karet, serta kemasan gelas. Selanjutnya, lampiran dua
menjelaskan tentang zat kontak pangan yang diizinkan digunakan pada kemasan pangan
sesuai dengan batas migrasi dimana tergolong dalam pemlastis, antioksidan, antistatik,
penstabil, katalis, degradant, perekat(adhesive), carrier for colourants, dan acetaldehyde
scavenger. Kemudian menjelaskan tentang zat kontak pangan yang diizinkan digunakan tanpa
persyaratan batas migrasi pada kemasan plastik/karet/elastomer, kemasan logam, dan
kemasan kertas dan karton. Lampiran tiga mengenai bahan kontak pangan yang diizinkan
antara lain plastik lapis tunggal, plastik multilayer, karet/elastometer, kertas/karton,
penutup/gasket/segel, pelapis dari resin atau polimer, keramik, gelas, dan logam. Lampiran
empat tentang tipe pangan dan kondisi penggunaan sesuai jenis bahan kontak antara lain
pelapis dari resin atau polimer, kertas dan karton berlapis ataupun tidak, penutup dan gasket,
resin ionomerik, dan plastik dimana juga dilihat berdasarkan waktu kontak. Kemudian
lampiran lima tercantum formulir permohonan keamanan kemasan pangan yang terdiri dari
formulir terkait bahan kontak pangan dan formulir zat kontak pangan yang masing-masing
jugadiikuti oleh formulir terkait data pemohon kemasan/bahan kontak pangan meliputi data
umum perusahaan, data kemasan/bahan kontak pangan atau data zat kontak pangan, serta
hasil uji laboratorium kemasan pangan.

Anda mungkin juga menyukai