Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH HEMATURIA

OLEH KELOMPOK 7 :

YOHANA SIMUN

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah gawat darurat terselesaikan dengan baik.

Gawat darurat ini merupakan media pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan


mengenai “ Kegawatdaruratan genitourinary: hematuria “ Tugas ini tidak luput dari
kesalahan. Penulis mengucapkan terimakasih yang brelimpah pada dosen pengampuh
mata kuliah gawat darurat yang memberikan kepercayaan kepada penulis untuk
menyelesaikan makalah ini serta atas arahan dan bimbingannya selama penulis mengikuti
mata kuliah tersebut. Sekian dan terimakasih.

Ruteng , Maret 2020

PENULIS
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................

KATA PENGANTAR.............................................................................................

DAFTAR ISI.........................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................
C. Tujuan.........................................................................................

BAB 2 PEMBAHASAN

A. Defenisi ............................................................................
B. Etiologi ................................................................................
C. Patofisiologi .......................................................................
D. Klasifikasi ...............................................................................
E. Manifestasi ............................................................................
F. Pemeriksaan penunjang.............................................................
G. Penatalaksanan............................................................................

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pemeriksaan fisik..........................................................................
B. Diagnosa .........................................................................................
C. Intervensi..........................................................................................

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan..............................................................................................
B. Saran....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Penyakit batu saluran kemih (BSK) telah lama dikenal sejak zaman Babilonia
dan pada zaman Mesir kuno,namun hingga saat ini masih banyak aspek yang
dipersoalkan karena pembahasan tentang diagnosis, etiologi, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan hingga pada aspek pencegahan masih belum tuntas. Angka kejadian
penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi, tidak terkecuali penduduk di
Indonesia (Purnomo BB, 2011).
Pada tahun 2000, penyakit BSK merupakan penyakit peringkat kedua di
bagian urologi di seluruh rumah rumah sakit di Amerika setelah penyakit infeksi,
dengan proporsi BSK 28,74% (AUA, 2007).
BSK merupakan penyakit yang sering di klinik urologi di Indonesia. Angka
kejadian BSK di Indonesia tahun 2002 berdasarkan data yang dikumpulkan dari
seluruh rumah sakit di Indonesia adalah 37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan
58.959 penderita. Sedangkan jumlah pasien yang di rawat adalah 19.018 penderita,
dengan jumlah kematian 378 penderita (Depkes RI, 2002).
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
batu saluran kemih pada seseorang.Faktor tersebut adalah faktor intrinsik, yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu pengaruh yang
berasal dari lingkungan disekitarnya (Purnomo BB, 2011).
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium,baik yang
berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan
kalsium fosfat;sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat,batu magnesium
ammonium fosfat (batu infeksi), batu xantin, batu sistein, dan batu jenis lainnya
(Purnomo BB, 2011).
Tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih ditentukan oleh letak, besar, dan
morfologinya.Walaupun demikian penyakit ini mempunyai tanda umum yaitu
hematuria, baik hematuria terbuka (gross hematuria) yaitu hematuria yang dapat
dilihat kasat mata dan konsentrasi darah yang larut dalam air kemih cukup besar atau
mikroskopik.Selain itu,bila disertai infeksi saluran kemih dapat juga ditemukan
kelainan endapan urin bahkan mungkin demam atau tanda sistemik lain
(Sjamsuhidajat R& Jong Wim de, 1997).
Blass Nier Overziecht atau disingkat dengan BNO (Blass = Buli-buli, Nier =
Ginjal, Overziecht = Penelitian) dan pielografi intravena / intravenous pyelography
merupakan salah satu pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk menegakkan
batu saluran kemih karena dapat memperlihatkan ginjal dan ureter setelah bahan
kontras diinjeksikan melalui intavena. Setelah injeksi, kontras bergerak melalui ginjal,
ureter dan buli-buli.Foto diambil dalam beberapa interval waktu untuk melihat
pergerakan kontras tersebut.BNO-IVP dapat memperlihatkan ukuran, bentuk, dan
struktur ginjal, ureter dan buli-buli.BNO-IVP juga dapat melakukan evaluasi fungsi
ginjal, deteksi penyakit ginjal, batu ureter, buli-buli, pembesaran prostat, trauma dan
tumor (Faisal Muhammad, 2010).
B. Tujuan masalah
Bagaimana hubungan antara gejala klinis dengan gambaran hasil foto BNO-IVP pada
penderita dengan sangkaan batu saluran kemih.
C. Tujuan
a. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan antara gejala klinis dengan gambaran hasil foto
BNO-IVP pada penderita dengan sangkaan batu saluran kemih
b. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui hubungan antara gejala klinis pada penderita dengan
sangkaan batu saluran kemih dengan gambaran hasil pemeriksaan foto
BNOIVP.
2. Untuk mengetahui apakah dari hasil pemeriksaan foto BNO-IVP dapat
mengidentifikasi jenis batu pada saluran kemih dengan bantuan kontras
intravena.
3. Untuk mengetahui letak batu dari gejala klinis di saluran kemih pada hasil
pemeriksaan foto BNO-IVP.
4. Menentukan tingkat proporsi tersering kejadian BSK pada pria dan wanita
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Defenisi
Hematuria adalah didapatkannya sel-sel darah merah di dalam urine.
Penemuan klinis sering di dapatkan pada populasi orang dewasa, dengan prevalensi
yang mulai dari 2,5% menjadi 20,0% . Secara visual terdapatnya sel-sel darah merah
di dalam urine dibedakan dalam 2 keadaan, yaitu:
 Hematuria makroskopik
Hematuria makroskopik adalah hematuria yang secara kasat mata dapat dilihat
sebagai urine yang berwarna merah, mungkin tampak pada awal miksi atau
pada akhirnya yang berasal dari daerah posterior uretra atau leher kandung
kemih. (Wim de Jong, dkk, 2004) Hematuria makroskopik yang berlangsung
terus menerus dapat mengancam jiwa karena dapat menimbulkan penyulit
berupa: terbentuknya gumpalan darah yang dapat menyumbat aliran urine,
eksanguinasi sehingga menimbulkan syok hipovolemik/anemi, dan
menimbulkan urosepsis. (Mellisa C Stoppler, 2010)
 Hematuria mikroskopik.
Hematuria mikroskopik adalah hematuria yang secara kasat mata tidak dapat
dilihat sebagai urine yang berwarna merah tetapi pada pemeriksaan
mikroskopik diketemukan lebih dari 2 sel darah merah per lapangan pandang.
(Mellisa C Stoppler, 2010) . Meskipun gross hematuria didefinisikan
didapatkannya sel-sel darah merah di dalam urine, ada kontroversi mengenai
definisi yang tepat dari hematuria mikroskopik. American Urological
Association (AUA) mendefinisikan hematuria mikroskopis klinis yang
signifikan karena terdapat lebih dari 3 sel darah merah (sel darah merah) pada
lapangan pandang besar pada 2 dari 3 spesimen urin dikumpulkan dengan
selama 2 sampai 3 minggu. Namun, pasien yang berisiko tinggi untuk
penyakit urologi harus dievaluasi secara klinis untuk hematuria jika urinalisis
tunggal menunjukkan 2 atau lebih sel darah merah pada lapangan pandang
besar.
Gambar 1. Gross Hematuria dan Microscopic Hematuria
Evaluasi yang tepat dan waktu yang cepat sangat penting, karena setiap derajat
hematuria dapat menjadi tanda dari penyakit genitourinari yang serius.
B. Etiologi
Hematuria dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan yang berada di dalam
sistem urogenitalia atau kelainan yang berada di luar sistem urogenitalia. Penyebab
paling umum dari hematuria pada populasi orang dewasa termasuk saluran kemih
infeksi, batu saluran kemih, pembesaran prostat jinak, dan keganasan dalam
urologi.Namun, diferensial lengkap sangat luas, beberapa insiden khusus kondisi yang
berhubungan dengan hematuria bervariasi dengan umur pasien, jenis hematuria (gross
atau mikroskopis, gejala atau tanpa gejala), dan adanya faktor risiko keganasan.
Secara keseluruhan, sekitar 5% pasien dengan hematuria mikroskopis dan
sampai dengan 40% pasien dengan gross hematuria ditemukan pada neoplasma dari
urinary tract.genitourinari. Sebaliknya, pada hingga 40% pasien dengan asimptomatik
mikrohematuria, sulit di identifikasikan penyebabnya.Akibatnya, dokter harus
mempertimbangkan hematuria yang tidak jelas penyebabnya dari tingkat mana pun
dan mampu mempertimbangkan kemungkinan suatu keganasan.
Kelainan yang berasal dari sistem urogenitalia antara lain adalah:
1. Infeksi antara lain pielonefritis, glomerulonefritis, ureteritis, sistitis,
dan uretritis
2. Tumor jinak atau tumor ganas yaitu: tumor ginjal (tumor Wilms),
tumor grawitz, tumor pielum, tumor ureter, tumor buli-buli, tumor
prostat, dan hiperplasia prostat jinak.
3. Kelainan bawaan sistem urogenitalia, antara lain : kista ginjal
4. Trauma yang mencederai sistem urogenitalia.
5. Batu saluran kemih. (Mellisa C Stoppler, 2010)
6.
Kelainan-kelainan yang berasal dari luar sistem urogenitalia antara lain adalah:
1. Kelainan pembekuan darah (Diathesis Hemorhagic),
2. SLE
3. Penggunaan antikoagulan, atau proses emboli pada fibrilasi atrium
jantung maupun endokarditis. (Wim de Jong, dkk, 2004)
C. Patofisiologi
Berdasarkan lokasi yang mengalami kelainan atau trauma, dibedakan
glomerulus dan ekstra glomerulus untuk memisahkan bidang neflogi dan urologi.
Darah yang berasal dari nefron disebut hematuria glomerulus. Pada keadaan normal,
sel darah merah jarang ditemukan pada urin. Adanya eritrosit pada urin dapat terjadi
pada kelainan hereditas atau perubahan struktur glomerulus dan integritas kapiler
yang abnormal.
Perlu diperhatikan dalam pengambilan contoh urine: pada perempuan harus
disingkirkan penyebab hematuria lain misalnya menstruasi, adanya laserasi pada
organ genitalia, sedangkan pada laki-laki apakah disirkumsisi atau tidak.
Bila pada urinalisis ditemukan eritrosit, leukosit dan silinder eritrosit,
merupakan tanda sugestif penyakit ginjal akut atau penyakit ginjal kronik, perlu
dilakukan evaluasi lebih lanjut. Diagnosis banding hematuria persisten antara lain
glomerulonefritis, nefritis tubulointerstisial atau kelainan urologi. Adanya silinder
leukosit, leukosituria menandakan nefritis tubulointerstisial. Bila disertai hematuria
juga merupakan variasi dari glomerulonefritis. Pada kelompok faktor resiko penyakit
ginjal kronik harus di lakukan evaluasi pemeriksaan sedimen urin untuk deteksi dini.
Sebagai prosedur diagnostic pada penyakit ginjal salah satunya adalah uji
dipstick untuk mengetahui adanya darah samar merupakan uji penapisan yang baik
untuk hematuria. Uji dipstick mudah dilakukan sendiri oleh pasien untuk mengikuti
perjalanan hematuria selama pengobatan.
D. Klasifikasi
Ada 3 tipe hematuria, yaitu:
1. Initial hematuria, jika darah yang keluar saat awal kencing.
2. Terminal hematuria, jika darah yang keluar saat akhir kencing. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh adanya tekanan pada akhir kencing yang membuat pembuluh darah
kecil melebar.
3. Total hematuria, jika darah keluar dari awal hingga akhir kencing. Hal ini
kemungkinan akibat darah sudah berkumpul dari salah satu organ seperti ureter atau
ginjal.
E. Manifestasi
Terjadi retensio urin akibat sumbatan di vesika urinaria oleh bekuan darah.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah yang dilakukan yakni penentuan kadar kreatinin, ureum dan
elektrolit untuk mengetahui faal ginjal; fosfatase asam yang mungkin meningkat
pada metastase prostat, dan fosfatase alkali yang dapat meningkat pada setiap
jenis metastase tulang. Kadar kalsium, fosfat, asam urat dan hormon paratiroid
ditentukan bila terdapat kemungkinan urolithiasis.
2. Pemeriksaan urine dilakukan untuk pemeriksaan mikroskopik, bakteriologik dan
sitologik. Pemeriksaan urinalisis dapat mengarah kepada hematuria yang
disebabkan oleh faktor glomeruler ataupun non glomeruler. Pemeriksaan hapusan
darah tepi dapat menunjukkan proses mikroangiopati yang sesuai dengan sindrom
hemolitik-uremik, trombosis vena ginjal, vaskulitis, atau SLE. Pada keadaan
terakhir, adanya autoantibodi dapat ditunjukkan dengan reaksi Coombs positif,
adanya antibodi antinuclear, leukopenia dan penyakit multisistem.
Trombositopenia dapat diakibatkan oleh berkurangnya produksi trombosit (pada
keganasan) atau peningkatan konsumsi trombosit (SLE, purpura trombositopenik
idiopatik, sindrom hemolitik-uremik, trombosis vena ginjal). Walaupun morfologi
SDM urin dapat normal pada perdarahan saluran kemih bawah dan dismorfik pada
perdarahan glomerular, morfologi sel tidak secara pasti berhubungan dengan
lokasi hematuria.
3. Pada pemeriksaan pH urine yang sangat alkalis menandakan adanya infeksi
organisme pemecah urea di dalam saluran kemih, sedangkan pH urine yang sangat
asam mungkin berhubungan dengan batu asam urat.
4. Sitologi urine diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya keganasan sel-sel
urotelial.
5. IVP adalah pemeriksaan rutin yang dianjurkan pada setiap kasus hematuria &
sering digunakan untuk menentukan fungsi ekskresi ginjal. Umumnya,
menghasilkan gambaran terang saluran kemih dari ginjal sampai dengan kandung
kemih, asal faal ginjal memuaskan. Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu
saluran kemih, kelainan bawaan saluran kemih, tumor urotelium, trauma saluran
kemih, serta beberapa penyakit infeksi saluran kemih.
6. USG berguna untuk menetukan letak dan sifat massa ginjal dan prostat (padat atau
kista), adanya batu atau lebarnya lumen pyelum, penyakit kistik, hidronefrosis,
atau urolitiasis ureter, kandung kemih dan uretra, bekuan darah pada buli-
buli/pielum, dan untuk mengetahui adanya metastasis tumor di hepar.
Ultrasonografi dari saluran kemih sangat berguna pada pasien dengan hematuria
berat, nyeri abdomen, nyeri pinggang, atau trauma. Jika hasil penelitian awal ini
tetap normal, disarankan dilakukan pemeriksaan kreatinin dan elektrolit serum.
7. Endoultrasonografi, yaitu ekografi transurethral sangat berguna untuk
pemeriksaan prostat dan buli-buli
8. Arteriografi dilakukan bila ditemukan tumor ginjal nonkista untuk menilai
vaskularisasinya walaupun sering digunakan CT-Scan karena lebih aman dan
informative. Bagian atas saluran kemih dapat dilihat dengan cara uretrografi
retrograd atau punksi perkutan.
9. Payaran radionuklir digunakan untuk menilai faal ginjal, misalnya setelah
obstruksi dihilangkan
10. Pemeriksaan endoskopi uretra dan kandung kemih memberikan gambaran jelas
dan kesempatan untuk mengadakan biopsy
11. Sistometrografi biasanya digunakan untuk menentukan perbandingan antara isi
dan tekanan di buli-buli
12. Sistoskopi atau sisto-uretero-renoskopi (URS) dikerjakan jika pemeriksaan
penunjang di atas belum dapat menyimpulkan penyebab hematuria. (Wim de
Jong, dkk, 2004
E. Penatalaksanan
Jika terdapat gumpalan darah pada buli-buli yang menimbulkan retensi urine,
coba dilakukan kateterisasi dan pembilasan buli-buli dengan memakai cairan garam
fisiologis, tetapi jika tindakan ini tidak berhasil, pasien secepatnya dirujuk untuk
menjalani evakuasi bekuan darah transuretra dan sekaligus menghentikan sumber
perdarahan. Jika terjadi eksanguinasi yang menyebabkan anemia, harus dipikirkan
pemberian transfusi darah. Demikian juga jika terjadi infeksi harus diberikan
antibiotika. (Mellisa C Stoppler, 2010) . Setelah hematuria dapat ditanggulangi,
tindakan selanjutnya adalah mencari penyebabnya dan selanjutnya menyelesaikan
masalah primer penyebab hematuria. (Mellisa C Stoppler, 2010)
Tidak ada pengobatan spesifik untuk hematuria. Pengobatannya tergantung
pada penyebabnya:
1. Infeksi saluran kemih, biasanya diatasi dengan antibiotik.
2. Batu ginjal, dengan banyak minum. Jika batu tetap tidak keluar, dapat
dilakukan ESWL atau pembedahan.
3. Pembesaran prostat, diatasi dengan obat-obatan atau pembedahan.
4. Kanker, dilakukan pembedahan, untuk mengangkat jaringan kanker, atau
kemoterapi.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus fokus pada deteksi hipertensi yang hadir bersamaan
dengan sindrom nefritik dan penyakit pembuluh darah ginjal, edema terkait dengan
sindrom nefrotik, massa perut atau panggul teraba menyarankan ginjal neoplasma,
dan adanya nyeri ketok kostovertebral atau nyeri tekan suprapubik berhubungan
dengan infeksi saluran kemih. Pemeriksaan rektal pada pria dapat mengungkapkan
nodularitas prostat atau pembesaran sebagai penyebab potensial.
Pada pemeriksaan diperhatikan adanya hipertensi yang mungkin merupakan
manifestasi dari suatu penyakit ginjal. Syok hipovolemik dan anemia mungkin
disebabkan karena banyak darah yang keluar. Ditemukannya tanda-tanda perdarahan
di tempat lain adalah petunjuk adanya kelainan sistem pembekuan darah yang bersifat
sistemik.
1. Pucat pada kulit dan konjungtiva sering terlihat pada pasien dengan anemia.
2. Periorbital, skrotum, dan edema perifer, mungkin menunjukkan
hipoalbuminemia dari glomerulus atau penyakit ginjal.
3. Cachexia  mungkin menunjukkan keganasan.
4. Nyeri tekan dari sudut kostovertebral, dapat disebabkan oleh pielonefritis atau
dengan perbesaran massa seperti tumor ginjal.
5. Nyeri suprapubik  sistitis, baik yang disebabkan oleh infeksi, radiasi, atau
obat sitotoksik.
6. Kandung kemih tidak teraba ketika didekompresi, kandung kemih diisi dengan
200 mL urin percussible. Dalam retensi urin akut, biasanya terlihat dalam
kasus-kasus BPH atau obstruksi oleh bekuan, kandung kemih bisa diraba dan
dapat dirasakan hingga tingkat umbilikus.
7. Palpasi bimanual pada ginjal perlu diperhatikan adanya pembesaran ginjal
akibat tumor, obstruksi, ataupun infeksi ginjal. Massa pada suprasimfisis
mungkin disebabkan karena retensi bekuan darah pada buli-buli.
8. Pada colok dubur, ukuran, bentuk dan konsistensi prostat dinilai mengetahui
adanya pembesaran prostat benigna maupun karsinoma prostat. Setelah
prostatektomi enukleasi maupun endoskopik, simpai prostat dibiarkan
sehingga pada colok dubur memberikan kesan prostat masih membesar. Lobus
medial prostat yang mungkin menonjol ke kandung kemih umumnya tidak
dapat dicapai dengan jari. Karsinoma prostat menyebabkan asimetri dan
perubahan konsistensi setempat. Diagnosis dipastikan melalui biopsy jarum
transrektal.
9. Pemeriksaan dengan menggunakan berbagai kateter yang dahulu dibuat dari
karet dan sekarang lateks, politen atau silicon. Ujung kateter dibuat dalam
berbagai bentuk supaya tidak dapat tercabut; yang biasa ialah bentuk Foley
yang pada ujungnya berbentuk balon yang dapat dikembangkan. Untuk
ukurannya digunakan skala Charriere, berdasarkan skala Prancis yang
menyatakan ukuran lingkaran di luarnya dan bukan diameternya. Diameter
didapat dengan membagi ukuran Charriere dengan tiga. (Wim de Jong, dkk,
2004).
Dalam mencari penyebab hematuria perlu dicari data yang terjadi pada saat
episode hematuria, antara lain:
1. Bagaimanakah warna urine yang keluar?
2. Apakah diikuti dengan keluarnya bekuan-bekuan darah?
3. Di bagian manakah pada saat miksi urine berwarna merah?
4. Apakah diikuti dengan perasaan sakit ? (Mellisa C Stoppler, 2010)
Perlu ditanyakan juga, beberapa faktor risiko untuk kanker urothelial pada
pasien dengan hematuria mikroskopis
1. Riwayat merokok
2. Kerja paparan bahan kimia atau pewarna (benzenes atau aromatic amine)
3. Riwayat gross hematuria sebelumnya
4. Usia di atas 40 tahun
5. Riwayat gangguan berkemih, nyeri saat berkemih, dan infeksi saluran kemih
6. Penyalahgunaan analgetik
7. Riwayat radiasi panggul.
b. Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
2. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan mekanisme pertahanan
primer
3. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan Hb
4. Cemas berhubungan dengan krisis situasional
c. Intervensi
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan dengan: NOC : NIC :
Agen injuri (biologi, kimia, fisik,  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri
psikologis), kerusakan jaringan  pain control, secara komprehensif termasuk
 comfort level lokasi, karakteristik, durasi,
DS: frekuensi, kualitas dan faktor
- Laporan secara verbal Setelah dilakukan tinfakan presipitasi
DO: keperawatan selama …. Pasien  Observasi reaksi nonverbal
- Posisi untuk menahan nyeri tidak mengalami nyeri, dengan dari ketidaknyamanan
- Tingkah laku berhati-hati kriteria hasil:  Bantu pasien dan keluarga
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak  Mampu mengontrol nyeri (tahu untuk mencari dan
capek, sulit atau gerakan kacau, penyebab nyeri, mampu menemukan dukungan
menyeringai) menggunakan tehnik  Kontrol lingkungan yang
- Terfokus pada diri sendiri nonfarmakologi untuk dapat mempengaruhi nyeri
- Fokus menyempit (penurunan persepsi mengurangi nyeri, mencari seperti suhu ruangan,
waktu, kerusakan proses berpikir, bantuan) pencahayaan dan kebisingan
penurunan interaksi dengan orang dan  Melaporkan bahwa nyeri  Kurangi faktor presipitasi
lingkungan) berkurang dengan menggunakan nyeri
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan- manajemen nyeri  Kaji tipe dan sumber nyeri
jalan, menemui orang lain dan/atau  Mampu mengenali nyeri (skala, untuk menentukan intervensi
aktivitas, aktivitas berulang-ulang) intensitas, frekuensi dan tanda  Ajarkan tentang teknik non
- Respon autonom (seperti diaphoresis, nyeri) farmakologi: napas dala,
perubahan tekanan darah, perubahan  Menyatakan rasa nyaman setelah relaksasi, distraksi, kompres
nafas, nadi dan dilatasi pupil) nyeri berkurang hangat/ dingin
- Perubahan autonomic dalam tonus otot  Tanda vital dalam rentang normal  Berikan analgetik untuk
(mungkin dalam rentang dari lemah ke  Tidak mengalami gangguan tidur mengurangi nyeri: ……...
kaku)  Tingkatkan istirahat
- Tingkah laku ekspresif (contoh :  Berikan informasi tentang
gelisah, merintih, menangis, waspada, nyeri seperti penyebab nyeri,
iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah) berapa lama nyeri akan
Perubahan dalam nafsu makan dan berkurang dan antisipasi
minum. ketidaknyamanan dari
prosedur.
Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali.
Risiko infeksi NOC : NIC :
 Immune Status  Pertahankan teknik aseptif
Faktor-faktor risiko :  Knowledge : Infection control  Batasi pengunjung bila perlu
- Prosedur Infasif  Risk control  Cuci tangan setiap sebelum
- Kerusakan jaringan dan peningkatan dan sesudah tindakan
paparan lingkungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan
- Malnutrisi keperawatan selama…… pasien  Gunakan baju, sarung
- Peningkatan paparan lingkungan tidak mengalami infeksi dengan tangan sebagai alat
patogen kriteria hasil: pelindung
- Imonusupresi  Klien bebas dari tanda dan  Ganti letak IV perifer dan
- Tidak adekuat pertahanan sekunder gejala infeksi dressing sesuai dengan
(penurunan Hb, Leukopenia,  Menunjukkan kemampuan petunjuk umum
penekanan respon inflamasi) untuk mencegah timbulnya
 Gunakan kateter intermiten
- Penyakit kronik infeksi
untuk menurunkan infeksi
- Imunosupresi  Jumlah leukosit dalam batas
kandung kencing
- Malnutrisi normal
 Tingkatkan intake nutrisi
Pertahan primer tidak adekuat (kerusakan  Menunjukkan perilaku hidup
 Berikan terapi
kulit, trauma jaringan, gangguan sehat
antibiotik:..............................
peristaltik)  Status imun, gastrointestinal,
...
genitourinaria dalam batas
 Monitor tanda dan gejala
normal
infeksi sistemik dan lokal
 Pertahankan teknik isolasi
k/p
 Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
 Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam
Risiko trauma NOC : NIC :
 Knowledge : Personal Safety Environmental Management
Faktor-faktor risiko  Safety Behavior : Fall safety
Internal: Prevention  Sediakan lingkungan yang
Kelemahan, penglihatan menurun,  Safety Behavior : Fall aman untuk pasien
penurunan sensasi taktil, penurunan occurance  Identifikasi kebutuhan
koordinasi otot, tangan-mata, kurangnya  Safety Behavior : Physical keamanan pasien, sesuai
edukasi keamanan, keterbelakangan Injury dengan kondisi fisik dan
mental  Tissue Integrity: Skin and fungsi kognitif pasien dan

Mucous Membran riwayat penyakit terdahulu


Eksternal: Setelah dilakukan tindakan pasien
Lingkungan keperawatan selama….klien tidak  Menghindarkan lingkungan

mengalami trauma dengan kriteria yang berbahaya (misalnya

hasil: memindahkan perabotan)

pasien terbebas dari trauma fisik  Memasang side rail tempat


tidur
 Menyediakan tempat tidur
yang nyaman dan bersih
 Menempatkan saklar lampu
ditempat yang mudah
dijangkau pasien.
 Membatasi pengunjung
 Memberikan penerangan
yang cukup
 Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien.
 Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
 Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
Berikan penjelasan pada pasien
dan keluarga atau pengunjung
adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit.
Kecemasan berhubungan dengan NOC : NIC :
Faktor keturunan, Krisis situasional, - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction
Stress, perubahan status kesehatan, - Koping (penurunan kecemasan)
ancaman kematian, perubahan konsep Setelah dilakukan asuhan selama  Gunakan pendekatan yang
diri, kurang pengetahuan dan ……………klien kecemasan menenangkan
hospitalisasi teratasi dgn kriteria hasil:  Nyatakan dengan jelas
 Klien mampu mengidentifikasi harapan terhadap pelaku
DO/DS: dan mengungkapkan gejala pasien
- Insomnia cemas  Jelaskan semua prosedur
- Kontak mata kurang  Mengidentifikasi, dan apa yang dirasakan
- Kurang istirahat mengungkapkan dan selama prosedur
- Berfokus pada diri sendiri menunjukkan tehnik untuk  Temani pasien untuk
- Iritabilitas mengontol cemas memberikan keamanan
- Takut  Vital sign dalam batas normal dan mengurangi takut
- Nyeri perut  Postur tubuh, ekspresi wajah,  Berikan informasi faktual
- Penurunan TD dan denyut nadi bahasa tubuh dan tingkat mengenai diagnosis,
- Diare, mual, kelelahan aktivitas menunjukkan tindakan prognosis
- Gangguan tidur berkurangnya kecemasan  Libatkan keluarga untuk
- Gemetar mendampingi klien
- Anoreksia, mulut kering
 Instruksikan pada pasien
- Peningkatan TD, denyut nadi, RR
untuk menggunakan tehnik
- Kesulitan bernafas
relaksasi
- Bingung
 Dengarkan dengan penuh
- Bloking dalam pembicaraan
perhatian
Sulit berkonsentrasi  Identifikasi tingkat
kecemasan
 Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
 Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
 Kelola pemberian obat anti
cemas:
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh
ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses
urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa
dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan
tubuh .
2. Hematuria adalah keadaan abnormal dengan ditemukannya sel darah merah
dalam urin. Ada dua macam hematuria, yaitu hematuria mikroskopis dan
hematuria makroskopis (gross hematuria).
3. Gejala-gejala khas yang timbul disebabkan tumor ginjal, prostat, dan kandung
kencing, yaitu hematuria yang hilang timbul dan hematuria tanpa disertai
nyeri.
4. Ada 3 tipe dari hematuria yaitu initial hematuria,terminal hematuria, dan total
hematuria
5. Tidak terdapat cara yang spesifik untuk mengobati hematuria, cara
pengobatannya tergandung dari factor penyebab terinfeksinya penyakit
hematuria.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah ditulis diatas penulis menyarankan agar
kita tetap selalu berusaha menjaga kesehatan tubuh kita dari ujung rambut sampai
ujung kaki agar terhindar dari segala jenis penyakit yang dapat merugikan tubuh.
DAFTAR PUSTAKA

Guyton and Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Moore L Keith, Anne M. 2003. Anatomi klinis Dasar.Jakarta: Hipocrates
Setyohadi, Bambang (dkk). 2006. Ilmu penyakit Dalam (edisi keempat). Jakarta.
Departememen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan fisiologi untuk pemula.Jakarta: EGC
Junqueir, Luiz carlos. 2007. Histologi Dasar teks dan atlas. Jakarta: EGC.
Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-Dasar Urologi.Jakarta: Sagung Seto
Silvia and Wilson. 2006. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai