Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A.     Definisi
a.       Penyakit campak adalah penyakit menular dengan gejala kemerahan berbentuk mukolo papular selama
tiga hari atau lebih yang disertai panas 380c ata lebih dan disertai salah satu gejala batuk, pilek, dan mata
merah. ( WHO )
b.      Campak adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan tiga stadium yaitu stadium
kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensi. ( ilmu kesehatan anak 2:624 )
c.       Penyakit campak ( rubeola, campak 9 hari, measles ) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular,
yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis ( peradangan selaput ikat mata / konjungtiva ) dan
ruam kulit.

C.    Etiologi
       Virus campak adalah anggota genus Morbillivirus dari family paramiksovirus. Penyakit pada anjing,
rinderpest ( plak ternak ), dan hewan pemamah biak peste des petiis adalah morbillovirus lain yang
memberikan derajat keterkaitan imunologi yang jelas dengan campak, memberikesan adanya suatu jalur
evolusi bersama lebih awal dalam hal kemunculannya pada pejamu yang spesifik ( anjing, ternak,
kambing, manusia ).
Gambar 2 : virus
campak.
 
       
      

Add caption

       Virus campak mempunyai RNA untai lurus negative di dalam kapsid heliks protein yang tertutup
oleh membrane luar lemak dan protein. Virionnya adalah pleomorfik, dengan diameter antara 100-250
nm. Enam protein structural telah ditemukan  dan fungsinya terlibat dalam beberapa sifat  khas virus yang
telah diketahui ( table 2-1 ). Virus sangat tidak tahan panas tetapi hidup dalam jangka waktu lama pada
temperature rendah. Virus campak memperbanyak diri dalam berbagai cara, baik dibiakan sel primer
maupun dibarisan yang stabil; sel yang berasal dari manusia dan monyet paling dapat dipercaya untuk
isolasi virus permulaan tetapi setelah beberapa kali isolasi, virus mudah berbiak dalam biakan jaringan
spesies lain.
       Perubahan morfologi biakan sel yang dipicu oleh virus campak ditandai dengan pembentukan sel
raksasa berinti besar dan banyak atau pembentukan inklusi sinsitium dan eusinofil didalam nucleus dan
sitoplasma, yang sangat mirip dengan yang diamati di specimen sitologi yang diambil dari secret traktus
respiraturius dan banyak jaringan penderita campak.
       Antibodi muncul di dalam serum 12-15 hari setelah infeksi pada manusia atau hewan percobaan.
Antibodi itu menetralisasi kerja virus secara spesifik, memfiksasi komplemen dengan antigen virus dan
menghambat hemaglutinasi dan hemolisis oleh virus. Tidak terbukti adanya perbedaan antigen yang

1
bermakna pada strain campak selama 40 tahun ini. Keseragaman ini berkaitan dengan sangat jarang
terjadinya serangan kedua pada penyakit ini.

 
Table 2-1. protein virus campak
 
L Protein interna ( Large )
P Protein interna yang berhungan dengan polymerase RNA.
NP Nucleoprotein yang melindungi RNA virus.
F Factor penggabungan ( fusi ) dan aktifitas hemolisis.
H Hemaglutinasi dan adsorbs.
M Protein matriks membrane interna.

D.    Patologi
       Reaksi seluler terutama monositik, hyperplasia limfoid yang tersebar luas di adenoid, tonsil, timus,
limpa, plak peyer, apendiks dan nodus limfatikus sangat khas, di dalam focus yang sedang aktif ini
ditemukan sel besar dengan nucleus multiple. Sel yang mengandung inklusi juga ditemukan di trakea,
bronkus dan bronkiolus. Dengan dikenainya lapisan mukosa saluran pernapasan ini, maka epitel yang
terkena rontok kedalam saluran bersama dengan makrofag, lender dan debris sel. Eksudat mononuclear
peribronkus meluas keberbagai derajat dengan pola intertisial dan terlihat makrofag di dinding alveolus.
       Di kulit, nekrosis hialin dini sel epidermis diikuti oleh eksudasi serum perivaskuler, proliferasi sel
endotel dan nekrosis element epitel. Lesi di daerah bukal ( bintik koplik ) terbentuk sebagai nekrosis
setempat pada epitel basal kelenjar sub mukosa, dengan berkumpulnya sel bundar dan pembentukan
vesikel.
       Jika terjadi ensefalomielitis setelah campak, terjadi serangan dimielinasi perivaskuler yang menonjol
terutama di substantia alba juga dilapisan korteks lebih dalam. Bedungan perivaskuler sel microglia,
limfosit dan sel plasma jelas terlihat disekitar vena kecil, yang sel endotelnya membengkak.

E.     Patofisiologi
       Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet udara, menempel dan berbiak. Infeksi mulai saat orang
yang rentan menghirup percikan mengandung virus dari secret nasofaring pasien campak. Di tempat
masuk kuman, terjadi periode pendek perbanyakan virus local dan penyebaran terbatas, diikuti oleh
viremia primer singkat bertiter rendah, yang memberikan kesempatan kepada agen untuk menyebar
ketempat lain, tempat virus secara aktif memperbanyak diri di jaringan limfoid. Viremia sekunder yang
memanjang terjadi, berkaitan dengan awitan prodromal klinis dan perluasan virus. Sejak saat itu  ( kira-
kira 9 sampai 10 hari setelah terinfeksi ) sampai permulaan keluarnya ruam, virus dapat dideteksi di
seluruh tubuh, terutama di traktus respiraturius dan jaringan limfoid. Virus juga dapat ditemukan di secret
nasofaring, urine, dan darah.pasien paling mungkin menularkan pada orang lain dalam periode 5 sampai 6
hari. Dengan mulainya awitan ruam ( kira-kira 14 hari setelah infeksi awal ), perbanyakan virus
berkurang dan pada 16 hari sulit menemukan virus, kecuali di urine, tempat virus bisa menetap selama
beberapa hari lagi. Insiden bersamaan dengan munculnya eksantema adalah deteksi antibody campak
yang beredar dalam serum yang ditemukan pada hampir 100% pasien dihari ke dua timbulnya ruam.
Perbaikan gejala klinis dimulai saat ini, kecuali pada beberapa pasien, dimulai beberapa hari kemudian
karena penyakit sekunder yang disebabkan oleh bakteri yang bermigrasi melintasi barisan sel epitel
2
traktus respiraturius. Terjadi sinusitis, otitis media, bronkopneumonia sekunder akibat hilangnya
pertahanan normal setempat.
       Sebanyak 10% pasien memperlihatkan pleositosis dalam cairan serebrospinalis dan 50%
memperlihatkan kelainan elektroensefalografi di puncak serangan penyakit. Namun, hanya 0,1% yang
memperlihatkan gejala dan tanda ensefalomielitis. Beberapa hari setelah serangan akut, terlihat kelainan
system saraf pusat, saat serum antibody berlimpah dan virus menular tidak lagi dapat dideteksi.hal ini
diperkirakan ensefalitik autoimun. Pada pasien SSPE, hilangnya virus campak dari system saraf pusat
beberapa tahun kemudian setelah infeksi campak primer menekankan perlunya penjelasan lebih lanjut
tentang interaksi virus dengan system saraf pusat, baik secara akut maupun kronis. SSPE bisa disebut
sebagai ensefalitis virus campak lambat.
       Seorang wanita yang pernah menderita campak atau pernah mendapatkan imunisasi campak akan
meneruskan daya imunitasnya pada bayi yang dikandungnya. Kekebalan ini akan bertahan selama satu
tahun pertama setelah anak dilahirkan. Oleh karena itu, jarang sekali kita jumpai bayi ( khususnya yang
berusia dibwah 5 bulan ) yang menderita campak. Seseorang yang pernah menderita campak akan
menjadi kebal seumur hidupnya.

F.     Manifestasi klinis
       Campak memiliki masa tunas 10-20 hari. Penyakit ini dibagi dalam tiga stadium, yaitu :
a.       Stadium Kataral ( Prodromal ).
       Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai panas, malaise, batuk, fotofobia,
konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul
bercak koplik yang patognomonik bagi campak, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik berwarna
putih kelabu, sebesar jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya dimukosa bukalis berhadapan
dengan molar bawah. Jarang ditemukan dibibir bawah tengah atau palatum. Kadang-kadang terdapat
macula halus yang kemudian menghilang sebelum stadium erupsi. Gambaran darah tepi ialah limfositosis
dan leucopenia. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai
influenza. Diagnosis perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada bercak koplik dan penderita pernah
kontak dengan penderita campak dalam waktu  2 minggu terakhir.
b.     Stadium Erupsi
       Koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah di palatum durum dan palatum
mole. Kadang-kadang terlihat pula beercak koplik. Terjadinya eritema yang berbentuk macula papula
disertai menaiknya suhu badan. Diantara macula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema timbul
dibelakang telinga, dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-
kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah
pada hari ketiga dan akan menghilang dengan urutan seperti terjadinya. Terdapat pembersaran kelenjar
getah bening di sudut mandibula dan dibawah leher belakang. Pula terdapat sedikit splenomegali. Tidak
jarang disertai diare dan muntah. Variasi dari campak yang biasa ini adalah “ black measles” yaitu
campak yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.
c.       Stadium Konvalensi
       Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua ( hiperpigmentasi ) yang lama
kelamaan akan hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit
yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk campak. Pada penyakit-
penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu
menurun sampai normal kecuali bila ada komplikasi.
G.    Diagnosis Banding
a.       German measles. Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di daerah
suboksipitalis, servikal bagian posterior, belakang teling.
b.      Eksantema subitum. Ruam akan timbul bila suhu badan menjadi normal.
H.    Pemeriksaan Penunjang
a.       Serologi
3
       Pada kasus atopic, dapat dilakukan pemeriksaan serologi untuk memastikannya. Tehnik pemeriksaan
yang dapat dilakukan adalah fiksasi complement, inhibisi hemaglutinasi, metode antibody fluoresensi
tidak langsung.
b.      Patologi anatomi
       Pada organ limfoid dijjumpai : hyperplasia folikuler yang nyata, senterum germinativum yang besar,
sel Warthin-Finkeldey ( sel datia berinti banyak yang tersebar secara acak, sel ini memiliki nucleus
eosinofilik dan jisim inklusi dalam sitoplasma, sel ini merupakan tanda patognomonik sampak ). Pada
bercak koplik dijumpai : nekrosis, neutrofil, neovaskularisasi.
c.       Darah tepi
       Jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi bakteri.
d.      Pemeriksaan antibody IgM anti campak.
e.       Pemeriksaan untuk komplikasi
       Ensefalopati / ensefalitis ( dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal, kadar elektrolit darah dan
analisis gas darah ), enteritis ( feces lengkap), bronkopneumonia ( dilakukan pemeriksaan foto dada dan
analisis gas darah ).
I.       Komplikasi
       Bermacam-macam komplikasi bisa ditemukan selama stadium akut campak atau segera sesudah itu.
Yang terkena paling sering adalah traktus respiraturius, tetapi gastroenteritis berat juga terjadi.
Laringotrakeobronkitis berat ( croup ) bisa menyebabkan sumbatan aliran udara sehingga memerlukan
trakeostomi, terutama pada anak berusia dibawah 3 tahun. Bronkiolitis bisa menimbulkan sumbatan jalan
napas bagian bawah yang berat. Pneumonia yang jarang tetapi selalu fatal, yaitu pneumonia interstisialis (
pneumonia sel raksasa ) telah ditemukan pada anak dengan tanggap imun lemah, termasuk pada anak
yang menderita AIDS, yang menderita infeksi campak persisten progresif tanpa eksantema yang khas dan
disertai kegagalan yang unikuntuk membentuk antibody campak yang spesifik. Gambaran radiografi yang
menunjukkan gambaran interstisial yang jelas keluar dari kedua daerah hilus. Virus campak dapat diambil
berulang kali dari sputum atau dari hapusan nasofaring diwarnai. Usaha untuk mengobati atau mencegah
komplikasi ini belum berhasil.
       Keratokonjungtivitis asimtomatik jinak yang menyertai campak dapat memetap selama 4 bulan ; lesi
dapat dilihat hanya dengan biomikroskop lampu cerah. Terjadi lesi kornea yang lebih berat pada pasien
campak yang kurang gizi. Kelainan elektrokardiografi yang sementara umum terjadi, tetapi jarang terjadi
miokarditis yang sebenarnya. Limfadenopati difus yang menyertai campak mengenai nodus mesenterium
dan dianggap menimbulkan nyeri abdomen yang umum terjadi. Gejala dan tanda penyakit yang identik
dengan apendiksitis akut bisa mengakibatkan intervensi operasi selama periode prodromal.
       Komplikasi akibat bakteri terutama akibat invasi traktus respiraturius menyebabkan
bronkopneumonia. Infeksi ini bisa disebabkan oleh streptokokus β-hemolitikus,
pneukokokus, H.influensa tipe B, atau stafilokokus. Peribronkitis dan pneumotitis interstisial terjadi pada
hampir semua pasien campak dan sembuh dengan cepat setelah timbulnya ruam dan turun demam.
Puncak demam kedua atau kegagalan turunnya puncak demam pertama setelah erupsi mencapai puncak
menandakan infeksi bakteri sekunder. Terlihatnya leukositosis perifer yang bergeser kekiri memastikan
hal itu. Radiografi dada dapat menunjukkan bronkopenumonia atau gambaran pneumonia segmental atau
lobar. Apusan atau biakan sputum, aspirasi trakea, cairan pleura, darah, atau bahan sesuai lainnya, akan
membantu menemukan penyebab dan memilih obat antimikroba yang tepat. Usaha mencegah infeksi
bakteri sekunder dengan memberikan antibody “profilaksis” dalam stadium kataralis tidak memberikan
hasil. Komplikasi bakteri lebih sering terjadi dan lebih berat pada anak yang kekurangan protein.
       Dari sindrom yang dapat timbul sesudah campak, yang paling menakutkan adalah berbagai
komplikasi system saraf pusat.sejauh ini yang paling umum adalah ensefalomielitis, tetapi ensefalopati
toksik, neuritis retrobulbar, tromboflebitis vena serebralis, hemiplegic akibat infark vaskuler dan paralisis
asending dengan polineuropati juga pernah ditemukan.
       Ensefalopati toksik muncul dengan kecepatan tinggi pada puncak demam dan ruam, tetapi
manifestasi system saraf pusat lainnya yang lebih umum menjadi tampak setelah serangan penyakit akut,
4
setelah periode penyembuhan yang berakhir dalam 2 hari atau lebih. Kejang, perubahan kesadaran, dan
perubahan tiba-tiba menjadi koma, sering menandai awitan ensefalomielitis; demam kembali timbul, dan
terjadi leukositosis perifer yang jelas. Angka kematian berkisar antara 10 sampai 25% dan sekuele yang
bermakna berupa kelainan motorik, intelek dan emosi terjadi pada 20 sampai 50% penderita yang selamat
dari kematian.
       Selama vase viremia campak awal, terjadi trombositopenia yang tidak cukup berat untuk
menyebabkan perdarahan spontan, tetapi hal itu memperlihatkan kerusakan megakariosit oleh virus.
Komplikasi pasca infeksi lain yang jarang dan tidak dapat diterangkan adalah purpura trombositopenik,
yang terjadi 4 sampai 14 hari setelah ruam dan bisa menimbulkan purpura kulit yang hebat, perdarahan
genitourinarius dan gastrointestinalis, serta epistaksis. Kortikosteroid memberikaan kesembuhan segera
dengan berhentinya perdarahan dan kembalinya dengan mantap hitung trombosit menjadi normal. Respon
ini menguatkan konsep bahwa komplikasi ini mungkin suatu fenomena autoimun.
       Efek buruk campak terhadap beberapa penyakit dasar tidak diketahui dengan jelas. Keaktifan
kembali atau eksaserbasi tuberculosis selama serangan campak beberapa kali ditemukan. Satu hal yang
menyebabkan kekurangan kekebalan seluler adalah hilangnya hipersensitivitas kulit terhadap
tuberkuloprotein ( dan antigen lain ) yang terjadi karena campak dan menetap selama beberapa minggu
setelah itu, jadi reactor positif sebelumnya bisa menghasilkan test kulit negative. Kerusakan traktus
respiraturius dapat menjelaskan memburuknya keadaan pasien yang sedang menderita fibrosis kistik.
Bayi dengan defisiensi protein dalam dietnya bisa jatuh ke kwashiorkor berat saat diserang campak
sebagai akibat menurunnya asupan melalui oral, meningkatnya kehilangan melalui gastrointestinal dan
keseimbangan nitrogen negative dari infeksi. Berbeda dengan efek samping yang tidak disukai ini,
campak kadang-kadang dapat memicu dieresis yang baik pada anak yang menderita sindrom nefrotik
refrakter.
       Campak saat masa gestasi, walaupun jarang bisa mengindusi kelahiran premature, bayi lahir mati
atau abortus tetapi tidak dengan meningkatnya insiden malformasi congenital.
J.      Penatalaksanaan
         1.         Penatalaksanaan Medis
                        Kecuali tindakan pendukung umum, tidak ada terapi terbaru bagi pasien yang tidak
mengalami komplikasi. Walaupun ribavirin menghambat replikasi virus campak invitro, tidak terlihat
hasil yang nyata pada pemberian invivo. Penggunaan antipiretik yang bijaksana untuk demam tinggi dan
obat penekan batuk mungkin bermanfaat secara simptomatik. Pemberian pengobatan yang lebih spesifik
seperti pemberian anti mikroba yang tepat harus digunakan untuk mengobati komplikasi infeksi bakteri
sekunder.
                        Oleh karena campak jelas menurunkan cadangan vitamin A, yang menimbulkan tingginya
insiden xeroftalmia dan ulkus kornea pada anak yang kurang gizi, WHO menganjurkan supplement
vitamin A dosis tinggi di semua daerah dengan defisiensi vitamin A. supplement vitamin A juga telah
memperlihatkan penurunan frekuensi dan keparahan pneumonia dan laringotrakeobronkitis akibat
kerusakan virus campak pada epitel traktus respiraturius bersilia. Pada bayi usia di bawah 1 tahun diberi
vitamin A sebanyak 100.000 IU dan untuk pasien lebih tua diberikan 200.000 IU. Dosis ini diberikan
segera setelah diketahui terserang campak. Dosis kedua diberikan hari berikutnya, bila terlihat tanda
kekurangan vitamin A dimata dan diulangi 1 sampai 4 minggu kemudian.

         2.         Penatalaksanaan Keperawatan
                        Penyakit campak merupakan penyakit yang mudah sekali menular. Selain itu sering
menyebabkan kematian jika mengenai anak yang keadaan gizinya buruk sehingga mudah sekali
mendapatkan komplikasi terutama bronkopneumonia. Pasien campak dengan bronkopnumonia perlu
dirawat di rumah sakit karena memerlukan perawatan yang yang memadai              ( kadang perlu infuse
atau oksigen ). Masalah yang perlu diperhatikan  ialah kebutuhan nutrisi, gangguan suhu tubuh, gangguan
rasa aman nyaman, risiko terjadinya komplikasi.

5
a.       Kebutuhan Nutrisi
       Campak menyebabkan anak menderita malaise dan anoreksia. Anak sering mengeluh mulut pahit
sehingga tidak mau makan atau minum. Demam yang tinggi menyebabkan pengeluaran cairan lebih
banyak. Keadaan ini jika tidak diperhatikan agar anak mau makan ataupun minim akan menambah
kelemahan tubuhnya dan memudahkan timbulnya komplikasi.
b.      Gangguan suhu tubuh
       Campak selalu didahului demam tinggi. Demam yang disebabkan infeksi virus ini pada akhirnya
akan turun dengan sendirinya setelah campaknya keluar banyak, kecuali bila terjadi komplikasi demam
akan tetap berlangsung lebih lama. Untuk menurunkan suhu tubuh biasanya diberikan antipiretik dan jika
tinggi sekali diberiakan sedative untuk mencegah terjadinya kejang.
c.       Gangguan rasa aman nyaman
       Gangguan ini dirasakan anak karena adanya demam, tak enak badan, pusing, mulut terasa pahit dan
kadang muntah-muntah. Biasanya anak juga tidak tahan meluhat sinar karena silau, batuk bertambah
banyak dan akan berlangsung lebih lama dari campaknya sendiri. Anak kecil akan sangat rewel, pada
waktu malam anak sering minta digendong saja. Jika eksantem telah keluar anak akan merasa gatal, hal
ini juga menambah gangguan aman dan kenyamanan anak. Untuk mengurangi rasa gatal tubuh anak
dibedaki dengan bedak salisil 1% atau lainnya ( atas resep dokter ). Selama masih demam tinggi jangan
dimandikan tetapi sering-sering dibedaki saja.
d.      Resiko terjadinya komplikasi
       Campak sering menyebabkan daya tahan tubuh sangat menurun. Hal ini dapat dibuktikan dengan uji
tuberculin yang semula positif berubah menjadi negative. Ini menunjukkan bahwa antigen antibody
pasien sangat kurang kemampuannya untuk bereaksi terhadap infeksi. Oleh karena itu resiko terjadinya
komplikasi lebih besar terutama jika keadaan umum anak kurang baik, seperti pada pasien dengan
malnutrisi atau dengan penyakit kronik lainya.

K.    Pencegahan
a.       Imunisasi Pasif
                        IG manusia yang diberikan segera setelah pemajanan dapat mengubah gambaran klinis dan
efek antigen pada infeksi virus campak. Anak yang rentan harus segera diberi IG 0,25 ml/kg BB, untuk
mencegah campak. Bila telah berlangsung lebih dari 6 hari, maka IG tidak dapat diandalkan untuk
mencegah maupun memodifikasi penyakit. Pasien dengan campak yang dimodifikasi globulin
memperlihatkan gambaran klinis yang beragam dengan masa tunas memanjang dan berbagai keluhan dan
tanda penyakit campak, tetapi mereka tetap sebagai sumber penular potensial pada individu yang
berkontak dengan mereka. Oleh karena sifat kekebalan alaminya sementara, imunisasi pasif harus diikuti
oleh iminisasi aktif dalam 3 bulan setelah itu. Karena dosis besar immunoglobulin saat ini sering
deberikan untuk pencegahan atau pengobatan sejumlah gangguan ( misal infeksi HIV, penyakit
Kawasaki, trombositopenia imun, hepatitis B dan profilaksis varisela ) interval yang lebih panjang
dianjurkan sebelum vaksin virus campak. Ini bervariasi dari 3 sampai 11 bulan bergantung pada produk
dan jumlah globulin yang diberikan.
b.      Imunisasi Aktif
                        Vaksin yang telah dilemahkan menghasilkan infeksi yang tidak menular dan tidak ada
hubungannya dengan infeksi bakteri sekunder dan komplikasi neurologi.
                        Efek profilaksis vaksin hidup yang diberika mencapai 97%. Vaksin yang dilemahkan
menimbilkan reaksi ringan. Respon demam yang terjadi pada 5 sampai 15% anak memberikan sedikit
rasa tidak nyaman, toksisitas atau ketidakmampuan. Eksantem yang dimodifikasi dengan berbagai bentuk
bisa terjadi setelah serangan demam pada kurang dari 5% pasien yang divaksinasi. Observaasi terus
menerus pada anak yang mendapat vaksin hidup 20 sampai 25 tahun yang lalu memperlihatkan antibody
menetap dan efek protektif yang lebih baik dibandingkan dengan yang menderita campak secara alami.
                       1.         Vaksin
Pada tahun 1963, telah dibuat dua jenis vaksin campak yaitu :
6
a.       Vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan ( tipe Edmonston B ).
b.      Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan ( virus campak yang berada dalam larutan
formalin yang dicampur dengan garam aluminium ).

                       2.         Dosis dan cara pemakaian


     Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan adalah 1000 TCID50 atau
sebanyak 0,5 ml. untuk vaksin hidup, pemberian dengan 20 TCID50 saja mungkin sudah dapat
memberikan hasil yang baik. Pemberian yang dianjurkan secara subkutan, walaupun demikian dapat
diberikan secra intramuscular. Daya proteksi vaksin campak diukur dengan berbagai macam cara. Salah
satu indicator pengaruh vaksin terhadap proteksi adalah penurunan angka kejadian kasus campak sesudah
pelaksanaan program imunisasi.
                       3.         Reaksi KIPI
     Reaksi KIPI imunisasi campak yang banyak dijumpai terjadi pada imunisasi ulang pada seseorang
yang telah memiliki imunitas sebagian akibat imunisasi dengan valsin campak dari virus yang dimatikan.
Kejadian KIPI imunisasi campak telah menurun dengan digunakanya vaksin campak yang dilemahkan.
Gejala KIPI berupa demam yan lebih dari 39,50c yang terjadi pada 5-15% kasus, demam mulaidijumpai
pada hari ke 5-6 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2 hari. Berbeda dengan infeksi alami demam
tidak tinggi, walaupun demikian peningkatan suhu tubuh tersebut dapat merangsang terjadinya kejang
demam.
     Ruam dapat dijumpai pada 5% resipien, timbul pada hari ke 7-10 sesudah imunisasi dan berlangsung
selama 2-4 hari. Hal ini sukar dibedakan dengan modified measles akibat imunisasi yang terjadi jika
seseorang telah memperoleh imunisasi pada saat masa inkubasi penyakit alami. Reaksi KIPI berat jika
ditemukan gangguan fungsi system saraf pusat seperti ensefalitis dan ensefalopati pasca diimunisasi.
                       4.         Imunisasi Ulangan
     Penelitian di jogyakarta, Ambon, dan Palu oleh Badan Lingkes Depkes & Kesos mengenai kadar IgG
pada 200 anak sekolah per provinsi pada tahun 1998, menunjukkan status antibody campak hanya
mencapai 71,9% sehingga pada umur 6-11 tahun jumlah anak yang rentan pada infeksi campak cukup
tinggi yaitu 26-32,6%. Atas dasar penelitian tersebut ulangan imunisasi campak diberikan pada usia
masuk sekolah ( umur 6-7 tahun ) melalui program BIAS.
     Imunisasi ulang dianjurkan juga dalam situasi tertentu, misalnya :
a.       Mereka yang memperoleh imunisasi sebelum umur 1 tahun dan terbukti bahwa potensi vaksin yang
digunakan kurang baik ( tampak peningkatan insiden kegagalan vaksinasi ). Pada anak-anak yang
memperoleh imunisasi ketika berumur 12-14 bulan tidak disarankan mengulangi imunisasinya tetapi hal
ini bukan merupakan kontra indikasi.
b.      Apabila terdapat kejadian luar biasa peningkatan kasus campak, maka anak SD, SLTP dan SLTA dapat
diberikan imunisasi ulang.
c.       Setiap orang yang pernah imunisasi vaksin campak yang virusnya sudah dimatikan ( vaksin inaktif ).
d.      Setiap orang yang pernah memperoleh imunoglobulin.
e.       Seseorang tidak dapat menunjukkan catatan imunisasinya.
                       5.         Kontra Indikasi
     Kontra indikasi imunisasi campak berlaku bagi mereka yang sedang menderita demam tinggi, sedang
memperoleh pengobatan imunosupresif, hamil, memiliki riwayat alergi, sedang memperoleh pengobatan
immunoglobulin atau bahan-bahan berasal dari darah.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN “ CAMPAK ”
7
A.    Pengkajian
       Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang mempunyai 2
kegiatan pokok yaitu :
         1.         Pengumpulan Data
a.       Anamnese
a)      Identitas penderita
Meliputi nama anak, umur : rentan pada anak berumur 1-14 th dengan status gizi yang kurang dan sering
mengalami penyakit infeksi, jenis kelamin (L dan P pervalensinya sama), suku bangsa, no register,
tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis.
b)      Keluhan utama
Anak masuk rumah sakit biasanya dengan keluhan adanya eritema dibelakang telinga, di bagaian atas
lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah, badan panas, enantema ( titik merah )
dipalatum durum dan palatum mole.
c)      Riwayat kesehatan sekarang
Pada anak yang terinfeksi virus campak biasanya ditanyakan pada orang tua atau anak tentang kapan
timbulnya panas, batuk, konjungtivitis, koriza, bercak koplik dan enantema serta upaya yang telah
dilakukan untuk mengatasinya.
d)     Riwayat kesehatan dahulu
Anak belum pernah mendapatkan vaksinasi campak dan pernah kontak dengan pasien campak.
e)      Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anak belum mendapatkan vaksinasi campak.
f)       Riwayat imunisasi
Imunisasi apa saja yang sudah didapatkan misalnya BCG, POLIO I,II, III; DPT I, II, III; dan campak.
g)      Riwayat nutrisi
Kebutuhan kalori 4-6 tahun yaitu 90 kalori/kg/hari.Pembatasan kalori untuk umur 1-6 tahun 900-1300
kalori/hari. Untuk pertambahan berat badan ideal menggunakan rumus 8 + 2n.
                                      Status Gizi 
Klasifikasinya sebagai berikut :
-        Gizi buruk kurang dari 60%
-        Gizi kurang 60 % - <80 %
-        Gizi baik 80 % - 110 %
-        Obesitas lebih dari 120 %

h)      Riwayat  tumbuh kembang anak.


a.    Tahap pertumbuhan
Pada anak umur lima tahun, perkiraan berat badan dalam kilogram mengikuti patokan umur 1-6 tahun 
yaitu umur ( tahun ) x 2 + 8. Tapi ada rata-rata BB pada usia 3 tahun : 14,6 Kg, pada usia 4 tahun 16,7 kg
dan 5 tahun yaitu 18,7 kg. Untuk anak usia pra sekolah rata – rata pertambahan berat badan 2,3
kg/tahun.Sedangkan untuk perkiraan tinggi badan dalam senti meter menggunakan patokan umur 2- 12
tahun yaitu umur ( tahun ) x 6 + 77.Tapi ada rata-rata TB pada usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4
tahun 103 cm, dan 5 tahun 110 cm. Rata-rata pertambahan TB pada usia ini yaitu 6 – 7,5 cm/tahun.Pada
anak usia 4-5 tahun fisik cenderung bertambah tinggi.
b.   Tahap perkembangan.
§    Perkembangan psikososial ( Eric Ercson ) : Inisiatif vs rasa bersalah.Anak punya insiatif mencari
pengalaman baru dan jika anak dimarahi atau diomeli maka anak merasa bersalah dan menjadi anak
peragu untuk melakukan sesuatu percobaan yang menantang ketrampilan motorik dan bahasanya.

8
§    Perkembangan psikosexsual ( Sigmund Freud ) : Berada pada fase oedipal/ falik ( 3-5 tahun ).Biasanya
senang bermain dengan anak berjenis kelamin berbeda.Oedipus komplek ( laki-laki lebih dekat dengan
ibunya ) dan Elektra komplek ( perempuan lebih dekat ke ayahnya ).
§    Perkembangan kognitif ( Piaget ) : Berada pada tahap preoperasional yaitu fase preconseptual ( 2- 4 tahun )
dan fase pemikiran intuitive ( 4- 7 tahun ). Pada tahap ini kanan-kiri belum sempurna, konsep sebab
akibat dan konsep waktu belum benar dan magical thinking.
§    Perkembangan moral berada pada prekonvensional yaitu mulai melakukan kebiasaan prososial : sharing,
menolong, melindungi, memberi sesuatu, mencari teman dan mulai bisa menjelaskan peraturan- peraturan
yang dianut oleh keluarga.
§    Perkembangan spiritual yaitu mulai mencontoh kegiatan keagamaan dari ortu atau guru dan belajar yang
benar – salah untuk menghindari hukuman.
§    Perkembangan body image yaitu mengenal kata cantik, jelek,pendek-tinggi,baik-nakal, bermain sesuai
peran jenis kelamin, membandingkan ukuran tubuhnya dengan kelompoknya.
§    Perkembangan sosial yaitu berada pada fase “ Individuation – Separation “. Dimana sudah bisa mengatasi
kecemasannya terutama pada orang yang tak di kenal dan sudah bisa mentoleransi perpisahan dari orang
tua walaupun dengan sedikit atau tidak protes.
§    Perkembangan bahasa yaitu vokabularynya meningkat lebih dari 2100 kata pada akhir umur 5 tahun. Mulai
bisa merangkai 3- 4 kata menjadi kalimat. Sudah bisa menamai objek yang familiar seperti binatang,
bagian tubuh, dan nama-nama temannya. Dapat menerima atau memberikan perintah sederhana.
§    Tingkah laku personal sosial yaitu dapat memverbalisasikan permintaannya, lebih banyak bergaul, mulai
menerima bahwa orang lain mempunyai pemikiran juga, dan mulai menyadari bahwa dia mempunyai
lingkungan luar.
§    Bermain jenis assosiative play yaitu bermain dengan orang lain yang mempunyai permainan yang
mirip.Berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan kemampuan motorik halus yaitu melompat, berlari,
memanjat,dan bersepeda dengan roda tiga.

b.      Pemeriksaan fisik ( had to toe )


a)      Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, tinggi badan, berat badan, dan tanda-tanda vital.
b)      Kepala dan leher
-          Inspeksi :
Kaji bentuk kepala, keadan rambut, kulit kepala, konjungtivitis, fotofobia, adakah eritema dibelakang
telinga, di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah.
-          Palpasi :
adakah pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan didaerah leher belakang,
c)      Mulut
-          Inspeksi :
Adakah bercak koplik di mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah, enantema di palatum durum
dan palatum mole, perdarahan pada mulut dan traktus digestivus.

d)     Toraks
-          Inspeksi :
Bentuk dada anak, Adakah batuk, secret pada nasofaring, perdarahan pada hidung. Pada penyakit
campak, gambaran penyakit secara klinis menyerupai influenza.
-          Auskultasi :
Ronchi / bunyi tambahan pernapasan.
e)      Abdomen
-          Inspeksi :
Bentuk dari perut anak. Ruam pada kulit.
-          Auskultasi
9
Bising usus.
-          Perkusi
Perkusi abdomen hanya dilakukan bila terdapat tanda abnormal, misalnya masa atau pembengkakan.
e)      Kulit
-          Inspeksi :
Eritema pada kulit, hiperpigmentasi, kulit bersisik.
-          Palpasi :
Turgor kulit menurun

         2.         Analisa Data
                        Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokkan dan dilakukan analisa serta sintesa
data. Dalam mengelompokkan data dibedakan atas data subyektif objektif.
                        Data yang telah dikelompokkan tadi dianalisa sehingga dapat diambil kesimpulan tentang
masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab.
B.     Diagnosa Keperawatan
       Penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan /
masalah kesehatan.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien campak adalah sebagai berikut :
                       1.         Gangguan termoregulasi b/d penyakit yang dialami.
                       2.         Ketidak efektifan jalan napas : ketidak mampuan mengeluarkan secret b/d penumpukan secret
pada nasofaring.
                       3.         Kerusakan integritas kulit b/d infeksi virus morbili.
                       4.         Kekurangan volume cairan tubuh b/d demam, diare, muntah.
                       5.         Gangguan rasa aman dan nyaman b/d rasa gatal.
                       6.         Resiko terjadinya komplikasi : bronkopneumonia b/d keadaan umum anak kurang baik.

C.     Intervensi Keperawatan
Diagnosa I
       Gangguan termoregulasi b/d penyakit yang dialami.
Tujuan : pemeliharaan ( mempertahankan ) suhu tubuh dalam rentang yang normal.
Dengan criteria hasil :
a.       Suhu tubuh anak dalam rentang yang normal.
b.      Anak bebas dari demam.
Intervensi
No Intervensi Rasional
1 Monitor perubahan suhu tubuh, Sebagai pengawasan terhadap adanya
denyut nadi. perubahan keadaan umum pasien sehingga
dapat diakukan penanganan dan perawatan
secara cepat dan tepat.

2 Lakukan tindakan yang dapat Upaya – upaya tersebut dapat membantu


menurunkan suhu tubuh sperti menurunkan suhu tubuh pasien serta
lakukan kompres, berikan meningkatkan kenyamanan pasien.
pakaian tipis dalam
memudahkan proses
penguapan.
3 Libatkan keluarga dalam Meningkatkan rasa nyaman anak.
perawatan serta ajari cara
menurunkan suhu dan

10
mengevaluasi perubahan suhu
tubuh.
4 Kaji sejauh mana pengetahuan Mengetahui kebutuhan infomasi dari
keluarga dan anak tentang pasien dan keluarga mengenai perawatan
hypertermia pasien dengan hypertemia.

5 Kolaborasi dengan dokter Antipiretik menurunkan/mempertahankan


dengan memberikan antipiretik suhu tubuh anak.
dan antibiotic sesuai dengan
ketentuan.

Diagnose II
Ketidak efektifan jalan napas : ketidak mampuan mengeluarkan secret b/d penumpukan secret pada
nasofaring.
Tujuan : bersihan jalan napas efektif
Dengan criteria hasil :
a.       Tidak mengalami aspirasi
b.      Menunjukkan batuk yang efektif dan peningkatan pertukaran udara dalam paru.
Intervensi
No Intervensi Rasional
1 Kaji fungsi pernapasan, contoh Ronci, mengi menunjukkan akumulasi
bunyi napas, kecepatan, irama secret/ ketidakmampuan untuk
dan kedalaman dan penggunaan membersihkan jalan napas yang dapat
otot aksesori. menimbulkan penggunaan otot aksesori
pernapasan dan peningkatan kerja
pernapasan.
2 Catat kemampuan untuk batuk Pengeluaran secret sulit bila secret sangat
efektif. tebal ( mis. Efek infeksi dan atau tidak
adekuat hidrasi ).
3 Berikan posisi semi fowler Posisi membantu memaksimalkan
tinggi. Bantu klien untuk batuk ekspansi paru dan menurunkan upaya
dan latihan napas dalam. pernapasan.
4 Bersihkan secret dari mulut dan Mencegah obstruksi atau aspirasi.
trakea ; pengisapan sesuai Pengisapan dilakukan bila klien tidak
keperluan. mampu mengeluarkan secret.
5 Pertahankan masukan cairan Pemasukan tinggi cairan membantu untk
mengencerkan secret.
6 Berikan lingkungan yang aman Meningkatkan kenyamanan untuk anak

Diagnose III
Kerusakan integritas kulit b/d infeksi virus morbili.
Tujuan : keutuhan structural dan fungsi fisiologis dari kulit dan membrane mukosa.
Dengan criteria hasil :
a.       Terbebas dari adanya lesi jaringan.
b.      Suhu, elastisitas, hidrasi dan warna jaringan dalam rentang yang diharapkan.
Intervensi
No Intervensi Rasional
1 Pantau kulit dari adanya: ruam Mengetahui perkembangan penyakit dan
dan lecet, warna dan suhu, mencegah terjadinya komplikasi melalui
11
kelembaban dan kekeringan deteksi dini pada kulit.
yang berlebih, area kemerahan
dan rusak.
2 Mandikan dengan air hangat dan Mempertahankan kebeersihan tanpa
sabun ringan mengiritasi kulit.
3 Dorong klien untuk menghindari Membantu mencegah friksi / trauma
menggaruk dan menepuk kulit. kulit.
4 Balikkan atau ubah posisi Meningkatkan sirkulasi dan mencegah
dengan sering tekanan pada kulit / jaringan yang tidak
perlu.
5 Ajarkan anggota keluarga / Mengetahui terjadinya infeksi /
memberi asuhan tentang tanda komplikasi lebih cepat.
kerusakan kulit, jika diperlukan.
6 Konsultasi pada ahli gizi tentang Perbaikan nutrisi klien agar terhindar
makanan tinggi protein, mineral, dari infeksi karena kulit dapat menjadi
kalori dan vitamin. barier utama yang dapat memperberat
kondisi anak.

Diagnose IV
            Kekurangan volume cairan tubuh b/d demam, diare, muntah.
Tujuan : intike cairan seimbang, keseimbangan volume cairan dalam tubuh.
Dengan criteria hasil :
a.       Memperlihatkan tidak adanya tanda dan gejala kekurangan volume cairan.
Intervensi
No Intervensi Rasional
1 Pantau berat badan, suhu, Mengontrol keseimbangan output.
kelembaban pada rongga oral,
volume konsentrasi urin.
2 Ukur berat jenis urine Menunjukkan status hidrasi dan
perubahan pada fungsi ginjal, yang
mewaspadakan terjadinya gagal ginjal
akut pada respon terhadap hipovolemia.
3 Observasi kulit/membrane Hipovolemia, perpindahan cairan dan
mukosa untuk kekeringan, kekurangan nutrisi memperburuk turgor
turgor. kulit.
4 Hilangkan tanda bau dari Menurunkan rangsangan pada gaster dan
lingkungan respon muntah.
5 Ubah posisi dengan sering, Adanya gangguan sirkulasi cenderung
berikan perawatan kulit dengan merusak kulit.
sering dan pertahankan tempat
tidur kering dan bebas lipatan.
6 Berikan : Menarik minat anak agar mau minum
a.       Bentuk-bentuk cairan yang banyak.
menarik ( sari buah, sirup tanpa
es, susu )

Diagnose V
Gangguan rasa aman dan nyaman b/d rasa gatal.
Tujuan : anak merasa nyaman
12
Dengan criteria hasil :
a.       Anak dapat beristirahat dengan nyaman.
b.      Rewel berkurang.
Intervensi :
No Intervensi Rasional
1 Tubuh anak dibedaki dengan Mengurangi rasa gatal.
bedak salisil 1% atau lainya
( atas resep dokter )
2 Tidurkan anak ditempat yang Mencegah silau dan menambah
agak jauh dari lampu ( jangan kenyamanan anak.
tepat dibwah lampu )

Diagnose VI
Resiko terjadinya komplikasi : bronkopneumonia b/d keadaan umum anak kurang baik.
Tujuan : mengurangi dan mencegah terjadinya komplikasi, mempercepat penyembuhan.
Dengan criteria hasil :
a.       Anak bisa sembuh tanpa keluhan tambahan
b.      Penyakit anak tidak bertambah parah.
Intervensi
No Intervensi Rasional
1 Cuci tangan sebelum dan Mengurangi risiko kontaminasi silang.
sesudah kontak perawatan
dilakukan. Intruksikan klien /
orang terdekat untik memcuci
tangan sesuai indikasi
2 Berikan lingkungan yang bersih Mengurangi pathogen pada system imun
dan berventilasi baik. dan mengurangi kemungkinan pasien
mengalami infeksi nosokomial.
3 Diskusikan tingkat dan rasional Meningkatkan kerja sama dengan cara
isolasi pencegahan dan hidup dan mengurangi rasa terisolasi.
mempertahankan kesehatan
pribadi.
4 Pantau tanda-tanda vital Memberikan informasi data-data dasar,
awian atau peningkatan suhu secara
berulang-ulang dari demam yang terjadi
untuk menunjukkan bahwa tubuh
bereaksi pada proses infeksi.
5 Kaji frekuensi /kedalaman Kongesti / distress pernapasan dapat
pernapasan, perhatikan batuk mengindikasikan perkembangan PCP,
spasmodic kering pada inspirasi penyakit yang umum terjadi.meskipun
dalam, perubahan karakteristik demikian, TB paru mengalami
sputum dan adanya mengi atau peningkatan dan infeksi jamur lainnya,
ronchi. Lakukan isolasi viral, dan bakteri yang dapat terjadi yang
pernapasan bila etiologi batuk membahayakan system pernapasan.
produktif tidak diketahui.
6 Ubah sikap baring beberapa kali Mencegah penyebaran infeksi bertambah
sehari dan berikan bantal utnuk parah dan mencegah terjadinya
meninggikan kepala dekubitus.
7 Dudukkan anak pada waktu Mencegah aspirasi
13
minum
8 Berikan obat yang tepat Mencegah penyakit bertambah parah
9 Bawa berobat kembali jika anak Untuk menentukan tindakan pengobatan
terlihat selalu tidur, tidak mau selanjutnya.
makan minum, semakin lemah,
suhu tetap tinggi, kesadaran
menurun.

D.    Implementasi Keperawatan
       Implementasi keperawatan pada pasien campak sesuai dengan intervensi yang telah disusun.
  

E.     Evaluasi
       Evaluasi merupakan bagian akhir dari proses keperawatan. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui
tingkat keberhasilan tindakan yang telah dilakukan. Disamping itu evaluasi dapat dijadikan sebagai bahan
pengkajian untuk proses berikutnya.
       Perawat mempunyai tiga alternative dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai :
a.       Berhasil
Prilaku anak sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan.
b.      Tercapai sebagian
Anak menunjukkan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
c.       Belum tercapai
Pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai dengan pernyataan
tujuan.

14

Anda mungkin juga menyukai