Anda di halaman 1dari 6

menta‟rifkan tauhid sebagai berikut, “ Ilmu Tauhid itu Ilmu yang menerangkan hukum

-hukum

syara‟ dalam bidang I‟tiqad yang diperoleh dari dalil

dalil yang cath‟i/ pasti, yang berdasarkan

ketetapan akal, Al-qur‟an dan Al Hadits”.

Setiap Penganut Agama Islam untuk lebih menampakan kepercayaan maka dibutuhkan Iman. Iman
kepada Allah, artinya kita percaya dengan yakin dan jazim kepada Allah awt itu ada, kuasa, tidak
mempunyai sesuatu, sedia (adanya tidak didahului oleh sesuatu), kekal, berdiri sendiri, Esa tunggal),
berpengetahuan, berkemauan dan selanjutnya Allah bersifat dengan sifat-sifat kesempurnaan dan tidak
bersifat dengan sifat-sifat kekurangan.

Semua pengertian kepada Allah ini membawa agama ini kedalam suatu kesatuan yang Esa yakni
pengharapan keda Allah awt. Sehingga Ketuhanan yang maha Esa itu termaksud salah satu kepercayaan
yang memiliki dasar yang kuat dalam membentukkan rumusan ini. 3.5.4 Faham ketuhanan menurut
ajaran Kristen Piagam zaman kita mencupliki surat Paus Gregorius VII kepada Al Nasir (tahun

1073) yang menyebut Kristen dan Muslim, “ kita mengaku dan menyembah tuhan yang sam

a,

meskipun dengan cara yang berbeda” (qui unum deum, licet diverso modo, credimus et

confitemur, PL. 149-450). Dengan melihat adanya titik persamaan antara iman kaum muslimin dan iman
Kristiani ini, maka sudah sewajarnyalah bahwa agama Kristen, pada saat ini saling mendekati di hadapan
sekian banyak tantangan dari materalialisme dan sekularisme terhadap iman kepada Tuhan yang Maha
Esa. Dan yang menjadi bukti kuat ada dalam Konsili Ekumenisme Vatikan II pada tahun 1965 mengakui
bahwa umat Katolik dan umat Islam menyembah Tuhan Yang Maha Esa yang sama dan berdasarkan itu
menyerukan kedua umat itu bersahabat dan bekerja sama secara aktif.

17
Faham Ketuhanan Yang Maha Esa ini sebetulnya tidak terdapat banyak perbedaan sebab sumber
kedua-duanya bersumber pada kitab suci Alkitab. Dalam Yoh 12:32 ( hal ini telah diwartakan
sebelumnya, ketika Tuhan bersabda tenta

ng wafatnya di salib, “ Dan apa

bila

aku ditinggalkan dari bumi, Aku akan menarik semua orang kepadaku”). Dalam kepercayaan

umat katolik tentang Tuhan sebagai sumber kehidupan membantu menghayati dan mengutarakan
pedoman pancasila pada sila pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa) dengan penuh kepatuhan serta
penuh kepercayaan.. 3.6 Beberapa hubungan Pancasila dengan agama Pandangan Prof. Drs. Notonagoro
SH mengenai pancasila diartikan sebagai pengatur antara hubungan pribadi warga negara republik
Indonesia: artinya pancasila adalah norma yang berlaku umum di dalam tata-kehidupan bangsa dan
negara republik Indonesia. Dengan demikian dapat dikatakan pancasila juga merupakan nilai-nilai azasi,
nilai-fundamentil dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Ini berarti pancasila adalah nilai-nilai
filosofis dan berbangsa. Sebagai ajaran filasfat, tidak dapat disangkal pula realitas bahwa pancasila
sesungguhnya merupakan filsafat yang religius. Sebab, dengan adanya sila Ketuhanan Yang Maha Esa
dalam hal ini pancasila mengandung azas theisme

(kepercayaan kepada Tuhan)

Pandangan religus yang termasuk dalam pancasila ini memperjelas keberadaan agama dalam negara
Indonesia. Dimana keberadaan agama tidak dianggap sepeleh melainkan sebagai sesuatu yang pokok
dan utama untuk menjadi pedoman dalam suatu negara. Sehingga dari nilai ini dapat dijelaskan bahwa
relefansi pencasila dengan nilai agama sangat nyata. Jika dipandang dari segi hirarki sitematika pancasila
maka sila Ketuhanan Yang Maha Esa menduduki sila pertama dan utama. Dan bila dianalisa lebih jauh
maka sila Ketuhanan Yang Maha Esa itu dapat ditafsirkan sebagai azas theisme yang monistis atau
monoteheisme, sedangkan masalah Ketuhanan Yang Maha Esa itu merupakan azas atau esensi agama
(religi).

19

Dari pandangan ini agama menjadi elemen yang utama dalam membentuk suatu negara. Dan hal ini
pantas untuk diterapkan karena di negara Indonesia ini terdapat berbagai agama. Oleh karena itu
keutamaan agama harus diutarakan. Dalam mereduksi kalimat dalam pancasila khususnya sila pertama
yang bernilai religius ini tidak memandang satu agama saja melainkan semua agama. Dari uraian diatas
nyatalah Ketuhanan Yang Maha Esa adalah essensia religi. Oleh karena itu uraian tentang pancasila dari
sudut filsafat dan religi adalah relevant dengan watak yang terkandung di dalam pancasila sebagai
diuraikan dalam bagian pendekatan. Bahkan bertolak daripada latar belakang sejarah perumusan
pancasila (oleh BPUUPKI 1945), para pengusul sebenarnya melihat kenyataan sosio kulturil Indonesia
yang religius.

20
Reflektif historis dapat dikatakan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang bernaung dengan wadah
religius. Aspek historis yang mengungkapkan bangsa religius dapat dilihat sebelum bangsa ini
dipengaruhi dengan agama-agama baru. Dimana bangsa asli yang mendiami bumi ini memiliki
kepercayaan berwarna religius sendiri. Dalam pengesahan ini salah satunya dapat dirujuk dari pelacakan
heremeneutis-historis terhadap arkeologi kebudayaan Indonesia yang dilakukan oleh Jakob Sumardi
(2002). Dari kajian tersebut ditemukan sifat religius bangsa ini sudah tertanam dalam dalam berbagai
budaya lokal, bahkan sebelum Hindu sebagai agama pertama masuk ke indonesia. Selanjutnya
persatuan antara agama-agama lokal dengan agama-agama besar yang datang kemudian seperti, Hindu,
Budha, Islam, Kristen, dan Kong hu cu, semakin meneguhkan sifat religius bangsa ini. Oleh

18

Laboratorium Pansila Ikip Malang [t.p] (Penerbitan Ikip Malang, Malang: 1973), hlm. 72.

19

Ibid

20

Ibid., hlm 73

karena itu, tidak berlebihan jika para pendiri bangsa ini menempatkan ketuhanan Yang Maha Esa
sebagai sila pertama pancasila.

21

Karekter bangsa Indonesia sebagai bangsa yang bereligius menjadi pedoman penting dalam
membangun serta mempertahankan kehidupan bangsa ini. Suatu kekhususan yang memuatkan
pedoman ini dikutip kedalam pancasila. Dalam hal ini mengingat pula bahwa agama-agama ini berisikan
ajaran-ajaran mengenai kebenaran yang tertinggi dan mutlak tentang eksistensi manusia, serta petunjuk
untuk menemukan kehidupan yang berarti di dalam dunia ini dan mencari kehidupan yang kekal. Agama
dipandang sebagai suatu keyakinan dapat menjdi sistem nilai yang ada dalam kebudayaan masyarakat
bersangkutan, menjadi pendorong atau penggerak, serta pengontrol dari tindakan-tindakan para
anggota masyarakat bersangkutan, menjadi pendorong atau penggerak, serta pengontrol dari tindakan-
tindakan para anggota masyarakat tersebut untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan
dan ajaran-ajaran agamanya. Demikian juga agama-agama akan bersentuhan dengan kebutuhan-
kebutuhan intergratif yang menyangkut hal-hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, yaitu
keinginan untuk hidup beradab, bermoral, tentram dan damai. Oleh karena itu dengan adanya agama
orang bisa saling mencintai satu sama lain, tetapi atas nama agama pula orang dapat saling membunuh
dan saling membenci. Keberadaan agama bermakna religius ini memberikan nilai positif dan negatif.
Namun suatu nilai yang dapat bernilai negatif apabila tidak adanya penghayatan nilai- nilai yang
terkandung dalam agama tersebut. Begitu juga dengan penerapan sila pertama yakni Ketuhanan Yang
Maha Esa yang bernilai religus. Dalam hal ini dari penerapan sila ini dapat membawa nilai negatif.
Terciptanya nilai yang berwarna negatif ini terwujud ketika orang tersebut salah mengartikan dan
memandang sebelah mata mengenai sila ini. Dan hal serupa juga dapat terjadi apa bila sekelompok
orang yang menganut suatu agama. Dimana mereka memandang adanya penyelewengan atau ketidak
cocokan dalam menerapkan sila pertama ini. Dan hal ini telah menjadi nyata di dalam kehidupan saat
ini. Dimana adanya pluralitas agama dalam negara ini yang harus dipandang sebagai keniscayaan yang
dapat menjadi potensi integrasi, sekaligus pula potensi konflik.

21

Lili Tjahjadi, S.P (ed.).

Agama dan Demokrasi Kasus Indonesia.

Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2011.

IV.

Penutup

Dimana telah dipenalaran Dalam pidato-nya di Istana Negara (16 Juni 1958) yang bertema: Pancasila
Sebagai Dasar Negara II, Bung karno mengungkapkan: garis besar rakyat Indonesia ini percaya kepada
Tuhan. Bahkan Tuhan yang sebagai yang kita kenal di dalam agama, agama kita. Dan

fornulering

Tuhan Yang Maha Esa bisa diterima oleh semua agama. Kalau kita mengucilkan elemen agama ini, kita
membuang salah satu elemen yang bisa mempersatukan batin bangsa Indonesia dengan cara semesra-
mesranya. Kalau tidak memasukan sila ini, kita kehilangan salah satu

Leitstar

yang utama, sebab kepercayaan kita kepada Tuhan ini bahkan itulah yang menjadi
Leitstar

kita yang utama, untuk menjadi satu bangsa yang mengejar kebaikan.

22

Berpedoman pada pidato dari Bung Karno memberikan poin penting pada bangsa Indonesia. Dimana
telah dibeberka bahwa Pancasila adalah ideologi yang sangat baik untuk diterapkan di negara Indonesia
yang terdiri dari berbagai macam agama, suku, ras dan bahasa. Sehingga jika ideologi Pancasila diganti
oleh ideologi yang berlatar belakang agama, akan terjadi ketidaknyamanan bagi rakyat yang memeluk
agama di luar agama yang dijadikan ideologi negara tersebut. Untuk memperoleh nilai yang sempurana
dalam menjalani hidup berbangsa dan mbernegara maka dibutuhkan peningkatan penghayatan
terhadap poin-poin yang termatuk dalam pancasila khususnya poin dalam sila pertama. Dengan
menghayati poin ini diharapkan untuk saling menghargai antara umat beragama. Sehingga dapatlah
terwujud kemakmuran dan keharmonisan dalam menjalani hidup bernegara. Dipandang dari paham
setiap agama di Indonesia mengenai sila Ketuhanan. Dimana setiap agama memiliki kesatuan dalam satu
kepercayaan. Sehingga apabila kita mengahyati secara baik maka kita dapat saling mempercayai didalam
kepercayaan. 4.

1 Saran Dalam mengembangkan penghayatan akan pon-poin dalam pancasila khususnya dalam sila
pertama dan pemaduaan pancasila dan agama di perlukan diperlukan usaha yang cukup keras. Salah
satunya kita harus memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Selain itu, kita juga harus mempunyai
kemauan yang keras guna mewujudkan negara Indonesia yang aman, makmur dan nyaman bagi setiap
orang yang berada di dalamnya. Terlebih khusus penghargaan antara umat beragama dengan tidak
mementingkan ideologi masing-masing.

22

Wawan Tunggal Alam,

op. cit.

, hlm. 41.

Daftar Kepustakaan Azhary.,

Pancasila dan UUD’45,

Jakarta Timur: Ghalia Indonesia,1982. Bdk,


Mutiara Ilmu Tauhi,

Drs. Moh. Rifa‟I.

Budiyono. AP,

Membina Kerukunan Hidup Antara Umat Beriman ,

Yogyakarta: Kanisius, 1983. Djemarus, Vitali.,

Pancasila Asal, Isi dan Makna,

Denpasar: Keuskupan Denpasar, 1994 Magnis-Suseno, Franz.,

Menalar Tuhan,

Yogyakarta: penerbit Kanisius. 2006. Raho. Bernard.,

Agama Dalam Perspektif Sosiologi,

Jakarta: Penerbit Obor, 2013. Tjahjadi, Lili, S.P (ed.).

Agama dan Demokrasi Kasus Indonesia,

Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2011. Tunggal Alam, Wawan.,

Bung Karno, mengenali pancasila (Kumpulan Pidato),

Jakarta: Gramedia, 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia Laboratorium Pansila Ikip Malang [t.p],
Penerbitan Ikip Malang, Malang: 1973.

Anda mungkin juga menyukai