PEMAKNAANNYA
Andri G.Wibisana l
Abstract
Since 1990s almost every country in the world has acknowledged and adopted
sustainable development as the objective of the country's environmental policy
and development agenda. According to the World Commission on Environment
and Development, sustainable development is development that meets the
needs of the present without compromising the ability offuture generations to
meet their own needs. However, the concept of sustainable development lacks
clarity, which leads to various and conflicting interpretations. In addition, the
legal status of sustainable development is also debatable. This paper attempts
to answer the question of how the concept ofsustainable development has been
developed, interpreted, implemented, and adopted in various international
talks addressing global environmental problems and in Indonesian
environmental law.
Abstrak
Sejak tahun 1990-an hampir setiap negara di dunia telah mengakui dan
mengadopsi sustainable development sebagai tujuan agenda kebUakan dan
pembangunan lingkungan di negaranya. Menurut Komisi Dunia untuk
Lingkungan dan Pembangunan, pembangunan berkelanjutan adalah
pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan
kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Namun, konsep pembangunan berkelanjutan tidak memiliki kejelasan, yang
mengarah ke berbagai interpretasi dan saling bertentangan. Selain itu, status
hukum sustainable development juga diperdebatkan. Tulisan ini mencoba
untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana konsep sustainable
development n telah dikembangkan, ditafsirkan, diimplementasikan, dan
diadopsi dalam berbagai perundingan internasional yang membahas masalah
lingkungan global dan dalam hukum lingkungan Indonesia.
I. Pendahuluan
1. Pengantar
5 David Hunter, James Salzman, dan Durwood Zaelke, "International Environmental Law
and Policy", (Thomson Reuters: Foundation Press, 1998), hal. 303.
7 The 1992 Convention on Biological Diversity, 5 June 1992 (in force 29 December 1993),
1760 UNTS 79, 31 ILM 818 (1 992)-selanjutnya disebut CBD.
Pembangunan Berkelanjutan: Status Hukum dan PemaJ...7wannya, Wibisana 59
8 The 1992 UN Framework Convention on Climate Change, 9 May 1992 (in force 21
March 1994), 1771 UNTS 107,31 ILM 849 (l992)-selanjutnya disebut UNFCCC.
9 Deklarasi Rio, UN Doc. AlCONF.151/26 (vol. 1),31 ILM 874 (1992), Prinsip I.
10 Deklarasi Rio, UN Doc. AlCONF.151126 (vol. I), 31 ILM 874 (1992), Prinsip 3.
II Deklarasi Rio, UN Doc. AlCONF.151/26 (vol. I), 31 ILM 874 (1992), Prinsip 4.
tindakan ditentukan oleh hasil atau tujuan dari tindakan tersebut. Dalam
hal ini, Bentham, sebagaimana dikutip oleh Alder dan Wilkinson,
menyatakan bahwa:
[aJn action then may be said to be conformable to the principle
of utility, or, for shortness sake, to utility (meaning with respect
to the community at large) when the tendency it has to augment
the happiness of the community is greater than any it has to
diminish it. 13
Dari kutipan ini terlihat bahwa ukuran yang digunakan untuk
menentukan apakah sebuah tindakan itu benar atau tidak adalah hasil
akhir dari tindakan tersebut, yaitu apakah tindakan tersebut menghasilkan
kebahagiaan yang terbesar atau tidak.
Apabila kebahagiaan, sebagai ukuran baik tidaknya sebuah tindakan,
ditarik sehingga melampaui batas generasi, maka sepintas kita akan
melihat aspek keberlanjutan dari etika utilitarianisme. 14 Dalam konteks
ini, maka pemaksimalan kesejahteraan sebagai tujuan dari utilitarianisme
haruslah bersifat non-diskrimitatif terhadap waktu, dalam arti bahwa
setiap generasi harus dipandang memiliki kepentingan dan bobot yang
sarna, sehingga ukuran kesejahteraan haruslah kesejahteraan yang
bersifat lintas generasi. 15 Kebahagiaan atau kesejahteraan generasi
sekarang tidak boleh dianggap lebih tinggi atau lebih bemilai
dibandingkan dengan kebahagiaanlkesejahteraan dari generasi yang akan
datang. 16 Atas dasar inilah maka prinsip utilitarian ideal ini menjadi dekat
dengan aliran "enlightened anthropocentrism", yang melihat bahwa
perlindungan terhadap kepentingan manusia pada akhimya memerlukan
juga perlindungan dan pemeliharaan sistem lingkungan yang berfungsi
menyokong kehidupan manusia (environmentall~re supporting !;ystem).17
Sementara itu, pandangan deontologis menolak gagasan bahwa nilai
suatu tindakan ditentukan oleh hasil akhimya. Pandangan ini mengajukan
gagasan yang didasarkan pada hak (rights) dan kewajiban (duties), di
mana suatu tindakan yang bemilai baik pada dirinya (intrinsic value)
dilakukan karena tindakan itu sendiri sudah merupakan tujuan. 18
Pandangan deontologis dapat dilihat secara jelas pada filsafat Kant
13 John Alder dan David Wilkinson, "Environmental Law and Ethics ", (London:
Macmillan Press, 1999), hal. 38.
14 Dalam konteks ini, Bentham sendiri pun menyatakan bahwa prinsip utilitarianisme
dapat diterapkan pada generasi yang akan datang dan pada binatang. Ibid., hal. 39.
21 John Rawls, "A TheO/y of Justice ", revised ed. (USA: Oxford University Press, 1999),
hal. 266.
22 "Just Saving Principle" adalah sebuah gagasan untuk menentukan seberapa ban yak
sumber daya yang hams disisihkan oleh setiap generasi agar dapat dikatakan adil. Dalam hal
ini, Rawls menyatakan bahwa "[0 ]bviollsly if all generations are to gain (except perhaps the
earlier ones), the parties must agree to savings principle that insures that each generation
receives its due form its predecessors dan does its fair sharefor those to come". Ibid., hal. 254.
62 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-43 No.1 Januari-Maret 2013
24 Menurut Kiss dan Shelton, deklarasi, resolusi, rekomendasi, atau rencana kerja
merupakan instrument soft law, yaitu instrumen yang memuat kesepakatan atau pemyataan
politis yang tidak mengikat secara hukum. Alexandre Kiss dan Dinah Shelton, "Guide to
International Environmental Law", (Springer, Netherlands: Martinus Nijhoff Publishers,
2007), hal. 8-9. Menurut Kiss dan Shelton, instrumen soft law berkembang karena berbagai
alasan, di antaranya bahwa in strum en yang tidak mengikat secara hukum lebih fleksibel, lebih
Pembangunan Berkelanjutan: Status Hukum dan Pemaknaannya, Wibisana 63
mudah dibuat dan disepakati, dan kadang kala menghasilkan tingkat ketaatan yang tinggi. Ibid.,
hal. 9-1l.
Di samping itu, Sands berpendapat bahwa meskipun belum memiliki kekuatan hukum
yang mengikat, in strum en soft law memegang peranan penting dalam perkembangan hukum
intemasional. Menurutnya, soft law berfungsi untuk memberikan petunjuk mengenai arah
perkembangan hukum lingkungan di mas a depan, serta untuk merefleksikan atau
mengkodifikasikan kebiasaan hukum intemasional (international custom my law). Philippe
Sands, "Principles of International Environmental Law: Vol. I, Frameworks, Standards, and
Implementation ", (Manchester: Manchester University Press, 1995), hal. 103.
26 UNFCCC menyatakan,
The Parties have a right to, and should, promote sustainable development. Policies and
measures to protect the climate system against human-induced change should be
appropriate for the specific conditions of each Party and should be integrated with
national development programmes, taking into account that economic development is
essential for adopting measures to address climate change."
UNFCCC, 1771 UNTS 107,31 ILM 849 (1992), art. 3(4).
27 Dalam hal ini, UNFCCC menyatakan: "[t]he Parties should cooperate to promote a
supportive and open international economic system that would lead to sustainable economic
growth and development in all Parties,particularly developing countly Parties, thus enabling
them better to address the problems of climate change". UNFCCC, 1771 UNTS 107,31 ILM
849 (1992), art. 3 (5).
64 Jurnal Hul..:um dan Pembangunan Tahun ke-43 No.1 Januari-Maret 2013
28 The 1997 Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate
Change, 10 Dec. 1997, U.N. Doc FCCC/CPI1997I71Add.l, 37 ILM. 22 (1998)-selanjutnya
disebut Protokol Kyoto.
29 Protokol Kyoto 1997, U.N. Doc FCCC/CPI1997I71Add.l, 37 ILM. 22 (1998), art. 2(1).
30 Protokol Kyoto 1997, U.N. Doc FCCC/CPI1997I71Add.l, 37 ILM. 22 (1998), art. 2(1a)
31 Melalui mekanisme ini, negara non-Annex 1 dapat melakukan upaya penurunan emisi
GRK dengan bantuan dari negara Annex 1. Hasil dari penurunan emisi ini disebut dengan
Certified Emission Reduction (CER), yang kemudian dianggap sebagai penurunan emisi yang
dilakukan oleh negara Annex 1. Dengan demikian, negara non-Annex 1 diharapkan dapat
memperoleh keuntungan dari proyek penurunan emisi tersebut; sedangkan bagi negara Annex
1, keuntungan yang diharapkan adalah bahwa dengan adanya CER, proyek penurunan emisi
tersebut dapat digunakan sebagai upaya penuruan emisi mereka. Secara lebih detail, Protokol
Kyoto merumuskan mekanisme CDM dalam: Protokol Kyoto 1997, U.N. Doc
FCCC/CPI1997I71Add.l, 37 ILM. 22 (1998), art. 12.
32 Protokol Kyoto 1997, U.N. Doc FCCC/CPI1997I71Add.l, 37 ILM. 22 (1998), art. 12(2).
components and the fair and equitable sharing of the benefits arising out of the
utilization of genetic resources, including by appropriate access to genetic resources
and by appropriate transfer of relevant technologies, taking into account all rights over
those resources and to technologies, and by appropriate funding.
Lihat: CBD, 1760 UNTS 79, 31 ILM 818 (1992), art. 1.
40 The Iron Rhine ("Ijzeren Rijn") Railway case (Belgium v. Netherlands) Perm. Ct. Arb.
(2005). Tersedia pada <http://www.pca-cpa.org/upload/files/BE-NL %20A ward%20corrected
%20200905.pdf>, diakses tanggal23 September 2013.
41 Case Concerning Pulp Mills on the River Uruguay (Argentina v. Uruguay), Case No.
135, Judgment, 20 April 2010. tersedia pada: <http://www.icj-cij.org/docketlfiles/
135115877.pdf> (Selanjutnya disebut: Kasus Pabrik Kertas Sungai Uruguay), diakses tanggal
12 Oktober 2013.
42 Case Concerning Pulp Mills on the River Uruguay (Argentina v. Uruguay), Separate
Opinion of Judge Can9ado Trindade, <http://www.icj-cij.org/docketlfiles/135115885.pdf>
(Selanjutnya disebut Kasus Pabrik Kertas Sungai Uruguay: Pendapat Trindade), diakses
tanggal 12 Oktober 2013.
IC] rnernutuskan, antara lain, bahwa Hungaria tidak rnerniliki hak untuk secara sepihak
rnenunda dan kernudian pada tahun 1989 rnenghentikan pernbangunan di Nagyrnaros. Di sisi
lain, IC] juga rnengatakan bahwa Cekoslovakia tidak rnerniliki hak untuk rnengoperasikan
altematif sementara mereka (yaitu "Variant C') sejak Oktober 1992. Selanjutnya, IC] juga
rnenyatakan bahwa Hungaria dan Slovakia (sebagai negara penerus Cekoslovakia dalarn kasus
ini) harus bekerja sarna dan rnengarnbillangkah-langkah yang diperlukan untuk rnewujudkan
tujuan Perjanjian tahun 1977. Dalarn hal ini, IC] juga rnernerintahkan kedua negara untuk
rnernbentuk joint operational regime, yaitu sebuah sistern kerja sarna dalarn pelaksanaan
proyek sesuai dengan perjanjian tahun 1977. IC] rnernerintahkan Hungaria untuk mernbayar
kornpensasi kepada Slovakia atas kerugian yang diderita Slovakia karena penghentian proyek
yang rnenjadi tanggung jawab Hungaria (proyek di Nagyrnaros); sedangkan Slovakia harus
rnernbayar kornpensasi kepada Hungaria atas kerugian yang diderita oleh Hungaria akibat dari
pengerjaan dan pengoperasian proyek "Variant C. Ibid., hal. 82-83.
45 Ibid., hal. 35. Dalam hal ini, Hungaria beranggapan bahwa proyek Gabcikovo-
Nagymaros berpotensi untuk menghasilkan resiko lingkungan, di antaranya: terganggunya
persediaan air bawah tanah (groundwater), rusaknya kualitas air, dan ancaman kepunahan
beberapa spesies flora dan fauna. Lihat: Ibid.
49 Ibid. Bandingkan dengan pendapat Ie] yang menyatakan bahwa pembangunan ada1ah
sebuah konsep, dan bukannya prinsip hukum. Lihat Kasus Gabcikovo-Nagymaros, op.cit note
39, hal. 78.
55 The Iron Rhine ("Ijzeren Rijn") Railway case (Belgium v. Netherlands) Penn. Ct. Arb.
(2005), par. 16, 20-21.
57 Jbid., par.
58 Kasus Pabrik Kertas Sungai Uruguay, Op. Cit., note 41, par. 1.
Kasus ini melibatkan pembangunan dua pabrik kertas (pulp mil1) yang dibangun di
pinggiran Sungai Uruguay di wilayah Uruguay. Pabrik pertama adalah "Celulosas de
M'Bopicua S.A." ("CMS"), sebuah pabrik yang dibangun oleh sebuah perusahaan SpanyoJ,
"Empresa Nacional de Celulosas de Espana" ("ENCE"). Pada tanggal 22 Juli 2002,
pemrakarsa pembengunan proyek CMS-ENCE mengajukan dokumen Amdal kepada
Direktorat Lingkungan Uruguay, "Direccion Nacional de Medio Ambiente" (DINAMA). Pada
saat yang sarna, perwakilan dari CMS juga memberikan informasi tentang rene ana proyeknya
kepada KepaJa CARU ("Comision Administradora del Rio Uruguay"-Komisi Administratif
Sungai Uruguay). Kemudian, pada tanggalI7 Oktober 2002, dan diulang kembali pada tanggal
21 April 2003, Kepala CARU meminta Menteri Lingkungan Uruguay untuk memberikan
dokumen Amdal dari proyek CMS-ENCE. Permintaan ini kemudian dipenuhi oleh Uruguay
pada tanggal 14 Mei 2003. Selanjutnya, pada tanggal 15 Agustus 2003, dan diulang kembali
pada tanggal 12 September 2003, CARU meminta Uruguay untuk memberikan informasi
tambahan terkait beberapa hal dari proyek pabrik kertas CMS-ENCE. Pada tanggal 2 Oktober
2003, DINAMA memberikan laporannya kepada Kementerian Perumahan, Tata Ruang, dan
Lingkungan Hidup Uruguay (MVOTMA) yang berisi rekomendasi untuk memberikan izin
72 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-43 No.1 Januari-Maret 2013
lingkungan bagi proyek CMB-ENCE. Kemudian pada tanggal 8 Oktober 2003, Pemerintah
Uruguay berjanji kepada CARU bahwa DINAMA akan segera memberikan laporannya
mengenai proyek CMB-ENCE. Pada tanggal 9 Oktober 2003, MVOTMA mengeluarkan izin
lingkungan bagi pembangunan pabrik CMB-ENCE.
Pada tanggal 9 Oktober 2003, Presiden Argentina dan Presiden Uruguay melakukan
pertemuan. Dalam pertemuan ini, berdasarkan klaim Argentina, Presiden Uruguay berjanji
tidak akan memberikan izin bagi pembangunan CMB-ENCE sebelum adanya pembahasan
mengenai kekhawatiran Argentina atas dampak lingkungan yang mungkin timbul dari
pembangunan terse but.
Pada tanggal 10 Oktober 2003, CARU menyatakan akan segera melanjutkan analisa teknis
atas proyek CMB-ENCE apabila Uruguay menyerahkan dokumen yang diperlukan. Pada
tanggal 17 Oktober 2003, atas permintaan Argentina, CARU mengadakan pertemuan khusus
untuk membahas proyek CMB-ENCE. Dalam pertemuan tersebut, Argentina mengajukan
keberatan atas dikeluarkan izin ling kung an pada tanggal 9 Oktober 2003.
Pada tanggal 27 Oktober 2003, Uruguay mengirimkan salinan Amdal dan penilaian
DINAMA atas reneana pengelolaan lingkungan proyek CMB-ENCE kepada Argentina. Atas
hal ini, Argentina mengatakan bahwa prosedur menurut Perjanjian Sungai Uruguay tahun 1975
telah diabaikan, dan bahwa salinan Amdal dan penilaian DINAMA tidak memberikan
informasi yang memadai mengenai dampak dari proyek CMB-ENCE. Pada tanggal 7
November 2003, Uruguay mengirimkan seluruh dokumen terkait proyek CMB-ENCE kepada
Kementerian Lingkungan Hidup Argentina, yang kemudian pada tanggal 23 Februari 2004
meneruskan dokumen-dokumen tersebut kepada CARU.
Pada tanggal 15 Mei 2004, Sub-komite Pengawasan Kualitas Air dan Peneemaran dari
CARU membuat rene ana pemantauan kualitas air di sekitar Sungai Uruguay. Reneana ini
disetujui oleh CARU pada tanggal12 November 2004.
Pada tanggal 28 November 2005, Pemerintah Uruguay memberikan izin bagi dimulainya
pembangunan pabrik CMB-ENCE. Meski demikian, pada tang gal 28 Maret 2006, CMB-ENCE
menghentikan proyek pembangunan pabrik, dan kemudian pada tanggal 21 September 2006,
perusahaan ini menyatakan bahwa mereka tidak lagi berniat untuk membangun pabrik kertas di
wilayah yang sebelumnya direneanakan. Lihat: Ibid., par. 28-36.
Proyek kedua yang terlibat dalam kasus ini adalah pembangunan pabrik kertas Orion oleh
perusahaan Oy Metsii-Botnia AB, sebuah perusahaan Finlandia, di daerah Fray Bentos,
beberapa kilometer dari lokasi proyek CMB-ENCE. Pada tanggal 31 Maret 2004, pemrakarsa
pembangunan pabrik Orion mengajukan permohonan izin lingkungan kepada Pemerintah
Uruguay. Kemudian pada tanggal 29 dan 30 April 2004, CARU mengadakan pertemuan
informal dengan pihak Botnia. Sebagai tindak lanjut dari pertemuan itu, pada tanggal 18 Juni
2004 CARU meminta Botnia untuk memberikan informasi tambahan terkait proyek
pembangunan Orion. Dalam pertemuan lanjutan dengan Botnia, CARU kembali meminta
Botnia untuk memberikan informasi terkait dengan permohonan izin lingkungan yang telah
diajukannya kepada DINAMA. Pada tanggal 12 November 2004, CARU memutuskan untuk
meminta Uruguay agar memberikan informasi tentang permohonan izin lingkungan yang
diajukan oleh Botnia.
Pada tanggal 21 Desember 2004, DINAMA mengadakan dengar pendapat yang dihadiri
oleh perwakilan CARU, terkait proyek pembangunan Orion (Botnia) di Fray Bentos.
Kemudian pada tanggal 11 Februari 2005, DINAMA memberikan rekomendasi kepada
MVOTMA agar memberikan izin lingkungan bagi proyek Orion (Botnia). Pada tanggal 14
Februari 2005, MVOTMA mengeluarkan izin lingkungan bagi Botnia untuk membangun
pabrik Orion (Botnia) dan sebuah dermaga yang berdekatan dengan pabrik tersebut.
Kemudian dalam pertemuan CARU pada tang gal II Maret 2005, Pemerintah Argentina
mempertanyakan apakah pemberian izin lingkungan tersebut telah sesuai dengan kewajiban
prosedural berdasarkan Perjanjian Sungai Uruguay tahun 1975. Argentina mengulangi
keberatannya ini dalam pertemuan CARU pada tanggal 6 Mei 2005.
Sementara itu, pada tanggal 12 April 2005, Pemerintah Uruguay mengeluarkan
persetujuan atas dimulainya tahap awal pengerjaan proyek Orion (Botnia), dan pada tanggal 5
Pembangunan Berkelanjutan: Status Hukum dan Pemalmaannya, Wibisana 73
Juli 2005, mengizinkan pembangunan dermaga di dekat Orion (Botnia). Selanjutnya, dalam
bulan-bulan berikutnya, Pemerintah Uruguay memberikan persetujuan atas pembangunan
cerobong asap, fondasi, instalasi pengolahan air limbah dari pabrik Orion (Botnia). Pada
tanggal 24 Agustus 2006, Pemerintah Uruguay mengizinkan pengoperasian dermaga di dekat
lokasi Orion (Botnia), dan akhirnya pada tanggal 8 November 2007, Pemerintah Uruguay
memberikan izin bagi beroperasinya pabrik Orion (Botnia). Persetujuan-persetujuan ini,
meskipun telah dilaporkan oleh Pemerintah Uruguay kepada CARU, tetap diberikan di tengah
permintaan Argentina agar pembangunan Orion (Botnia) dihentikan. Lihat: Ibid., par. 37-43.
61 Ibid.
69 Ibid., par. 122. Da1am putusannya, Ie] memutuskan (dengan tiga be1as hakim
menyetujui dan satu meno1ak) bahwa Uruguay te1ah me1anggar kewajiban prosedura1 dari
Perjanjian Sungai Uruguay tahun 1975. Lihat: Ibid., par. 282 (1).
77 Ibid.
78 Kasus Pabrik Kertas Sungai Uruguay: Pendapat Trindade, Op. Cit., note 42, par. 140.
84 Kasus Pabrik Kertas Sungai Uruguay, op. cit. note 41, par. 282(1). Perlu diungkapkan
di sini bahwa dua orang hakim yang tidak sepakat dengan kesimpulan Ie} ini, yaitu AI-
Khasawneh dan Simma, telah menuliskan joint dissenting opinion mereka. Pada dasamya
kedua hakim ini menyayangkan Ie} yang sepenuhnya membebankan pembuktian pada pihak
Argentina dan mengabaikan kemungkinan untuk menggunakan ahli independen yang dibentuk
oleh Ie} sendiri. Lihat: Case Concerning Pulp Mills on the River Uruguay (Argentina v.
Uruguay): Joint Dissenting Opinion of Judges Al-Khasawneh and Simma, <www.icj-
cij.org/docket/files/135/15879.pdf>, par. 5 dan 8, diakses tanggal 22 September 2013. Di
samping itu, kedua hakim ini menolak pendapat mayoritas hakim yang tidak melihat adanya
hubungan antara pelanggaran kewajiban prosedural dengan pelanggaran atas kewajiban
substantif. Menurut AI-Khasawneh dan Simma, ketika pengadilan menghadapi sebuah kasus
yang di dalamnya memuat berbagai prinsip hukum yang saling bertentangan, misalnya prinsip
penggunaan sumber daya secara adil (equitable) dengan prinsip pembangunan berkelanjutan,
maka kewajiban prosedural menjadi indikator yang sang at penting untuk menentukan ada
tidaknya pelanggaran terhadap kewajiban substantif. Ibid., par. 26. Dalam konteks ini, kedua
hakim ini menolak sikap Ie} yang dianggap hanya memfungsikan pengadilan sebagai ex post
facto belaka, yaitu untuk melihat ada tidaknya pelanggaran dan kemudian menentukan
konsekuensi hukum (remedies) dari pelanggaran. Menurut mereka, ketika sebuah kasus
me lib atkan persoalan mengenai resiko (yang belum tentu terjadi), maka pengadilan tidak bisa
menggunakan logika kompensasi, tetapi harus dituntun oleh perspektif pencegahan. Dalam
konteks inilah, kedua hakim itu berpendapat bahwa pengadilan sudah bisa berfungsi untuk
membantu para pihak bahkan sejak awal perencanaan sebuah kegiatan. Lihat: Ibid. par. 21-23.
Pembangunan Berkelanjutan: Status Hukum dan Pemaknaannya, Wibisana 79
86 Dalam bahasa Lowe, fungsi meta-principle ini adalah "interstitial activity, pushing and
pulling the boundaries of true prim my norms when they threaten to overlap or conflict with
each other". Ibid., hal. 80-81.
88 Ibid.
89 Ibid.
94 Ibid., hal. 61
82 lurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-43 No.1 lanuari-Maret 2013
105 Stathis N. Palassis, Beyond the Global Summits: Reflecting on the Environmental
Principles of Sustainable Development, "Colorado Journal of International Environmental
Law and Policy", Vol. 22, 2011, hal. 60.
107 Mary Pat Williams Silveira, International Legal Instruments and Sustainable
Development: Principles, Requirements, and Restructuring, "Willamette Law Review", Vol.
31, 1995, hal. 243-244. Loibl juga mengemukakan beberapa prinsip pembangunan
berkelanjutan yang hampir sarna dengan yang dikemukakan oleh Silveira, yaitu the
precautionQ/Y approach, inter-generational equity, the right to promote sustainable
development, change of unsustainable patterns of production and consumption, common but
Pembangunan Berkelanjutan: Status Hukum dan PemaJ.:11aannya, Wibisana 85
108 David Wilkinson, "Environment and Law", (New York: Routledge, 2002), hal. 104.
III Elemen-elemen ini juga dikemukakan oleh Sands, yang menyatakan bahwa elemen
hukum dari pembangunan berkelanjutan terdiri atas: a). keadilan an tar generasi
(intergenerational equity), yang dapat dilihat dari kebutuhan untuk melindungi SDA bagi
keuntungan generasi yang akan datang; b). pemanfaatan secara bekelanjutan (the principle of
sustainable use), yang direfleksikan dalam eksploitasi SDA secara berkelanjutan (sustainable),
hati-hati (prudent), rasional (rational), bijak (wise), dan layak (appropriate); c). keadilan intra
generasi, yang ditunjukkan melalui pemanfaatan SDA secara berkeadilan (equitable use of
natural resources), di mana pemanfaatan SDA oleh satu negara tetap hams memperhatikan
kebutuhan dari negara lain; dan d). prinsip integrasi (integration principle), yang meminta
adanya jaminan bahwa pertimbangan lingkungan akan diintegrasikan ke dalam rencana,
kebijakan, serta program terkait ekonomi dan pembangunan, serta bahwa pemenuhan
kebutuhan pembangunan hams memperhatikan tujuan perlindungan lingkungan. Philippe
Sands, Op. Cit., note 24, hal. 199.
Sementara itu, Magraw dan Hawke menyatakan bahwa elemen-elemen pembangunan
berkelanjutan terdiri dari: keadilan intra generasi, keadilan antar generasi, prinsip integrasi, dan
kebutuhan untuk melindungi ling kung an hidup secara signifikan (the environment needs to be
preserved at least to a significant degree). Lihat: Daniel Barstow Magraw dan Lisa D. Hawke,
"Sustainable Development", dalam: Daniel Bodansky, Jutta Brunnee, dan Ellen Hey, "The
Oxford Handbook of International Environmental Law". (USA: Oxford University Press,
2007), hal. 619.
88 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-43 No.1 Januari-Maret 2013
v. Kesimpulan
Kasus