Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Sasaran Pembangunan Milenium/Millennium Development Goals (MDGS)


adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189
negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mulai dijalankan pada September
2000, berupa delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun 2015 ( wikipedia,2011) .
Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada
2015. Target ini merupakan tantangan utama dalam pembangunan di seluruh dunia
yang terurai dalam Deklarasi Milenium dan diadopsi oleh 189 negara serta
ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada saat Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New York pada bulan September 2000 tersebut.
Pemerintah Indonesia turut menghadiri Pertemuan Puncak Milenium di New
York tersebut dan menandatangani Deklarasi Milenium itu. Deklarasi berisi komitmen
negara masing-masing dan komunitas internasional untuk mencapai 8 buah sasaran
pembangunan dalam Milenium ini (MDGs) yaitu:
1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan
2. Mencapai pendidikan untuk semua
3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan
4. Menurunkan angka kematian anak
5. Meningkatkan kesehatan ibu
6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya
7. Memastikan kelestarian lingkungan hidup
8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
Berdasarkan delapan tujuan MDGs, penulis tertarik untuk membahas mengenai
kesetaraan gender. Kesetaraan gender merupakan tuntutan setiap perempuan di seluruh
dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Kesetaraan dalam segala hal seperti pendidikan,
sosial, ekonomi, politik dan sebagainya.
Di negara-negara berkembang, masalah kesetaraan gender juga merupakan
masalah pelik yang dihadapi. Misalnya saja Korea Selatan yang memiliki reputasi
sangat bagus di mata dunia internasional, akan tetapi negara ini masih tertinggal jauh
dalam kesetaraan gender, terutama dalam bidang pekerjaan dan pendapatan.

1
Sebenarnya masih banyak negara lain di dunia ini yang tengah menghadapi masalah
yang serius seperti ini.
Apalagi di setiap negara penyetaraan gender tersebut berbeda-beda, ada yang
dalam bidang ekonomi, hukum, politik, sosial dan sebagainya. Demikian juga halnya di
Indonesia, pembawaan perempuan yang ramah, lemah lembut, penurut dan kebiasaan
mereka mengurusi pekerjaan rumahan mengakibatkan perempuan dianggap sebagai
orang rumah yang keberadaan mereka di nomor duakan. Tidak jarang dalam sebuah
keluarga, pengambilan suatu keputusan selalu di dominasi  suami.
Bahkan pendapat perempuan jarang dimintai dan terkesan tidak dibutuhkan.
Sehingga marginalisasi atau peminggiran menjadi buah dari perlakuan buruk tersebut.

II. Tujuan Umum

Mengetahui bagaimana peran gender mempengaruhi kesehatan reproduksi


perempuan dan peran gender yang pantas disandang demi keharmonisan kehidupan
manusia.

III. Tujuan Khusus


Setelah memberikan penyuluhan dengan materi peran gender mempengaruhi
kesehatan reproduksi perempuan diharapkan mahasiswa mampu:

1. Menyusun satuan acara penyuluhan dengan materi peran gender mempengaruhi


kesehatan reproduksi perempuan,
2. Memberikan penyuluhan mengenai peran gender mempengaruhi kesehatan
reproduksi perempuan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP GENDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN


1. Pengertian Gender
Menurut WHO (1998) Gender adalah peran sosial dimana peran laki-laki dan
perempuan ditentukan perbedaan fungsi, perandan tanggung jawab laki-laki dan
perempuan sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat berubah atau diubah sesuai
perubahan zaman peran dan kedudukan sesorang yang dikonstrusikan oleh
masyarakat. dan budayanya karena sesorang lahir sebagai laki-laki atau perempuan
(Azim, 2012).
Gender adalah pandangan masyarakat tentang perbedaan peran, fungsi dan
tanggung jawab antara perempuan dan atau laki–laki yang merupakan hasil konstruksi
sosial budaya dan dapat berubah dan atau diubah sesuai dengan perkembangan
zaman.
Gender berasal dari kata “gender” (bahasa Inggris) yang diartikan sebagai
jenis kelamin. Namun jenis kelamin di sini bukan seks secara biologis, melainkan
sosial budaya dan psikologis. Pada prinsipnya konsep gender memfokuskan
perbedaan peranan antara pria dengan wanita, yang dibentuk oleh masyarakat sesuai
dengan norma sosial dan nilai sosial budaya masyarakat yang bersangkutan.

2. Kesetaraan Dan Keadilan Gender Dalam Kesehatan Reproduksi


a. Ketidak-Setaraan Gender
Ketidak-setaraan gender merupakan keadaan diskriminatif (sebagai
akibat dari perbedaan jenis kelamin) dalam memperoleh kesempatan,
pembagian sumber-sumber dan hasil pembangunan, serta akses terhadap
pelayanan.
Beberapa contoh ketidak-seteraan gender dalam bidang kesehatan sebagai
berikut:
1) Bias gender dalan penelitian kesehatan
Ada indikasi bahwa penelitian kesehatan mempunyai tingkat bias
gender yang nyata, baik dalam pemilihan topic, metode yang di gunakan,
maupun dalam analisis data. Gangguan kesehatan yang mengakibatkan

3
gangguan berarti pada perempuan tidak mendapat perhatian bila tidak
mempengaruhi fungsi reproduksinya, misalnya disnenore dan osteoporosis.
2) Perbedaan gender dalam akses terhadap pelayanan kesehatan
Berbeda dengan Negara maju, kaum perempuan di Negara
berkembang pada umumnya belu, dapat memanfaatkan pelayanan
kesehatan sesuai kebutuhannya.  Prosrs persalinan yang normal sering di
jadikan peristiwa medis yang tidak mempertimbangkan kebutuhan
perempuan, misalnya kebutuhan untuk didampingi oleh orang yang terdekat
atau mengambil posisi yang dirasakan paling nyaman.
b. Ketidak-Adilan Gender
Dalam berbagai aspek ketidak-setaraan gender tersebut sering di
temukan pula ketidak-adilan gender, yaitu ketidak-adilan berdasarkan norma
dan standar yang berlaku, dalam hal distribusi manfaat dan tanggung jawab
antara laki-laki dan perempuan  (dengan pemahaman bahwa laki-laki dan
perempuan mempunyai perbedaan kebutuhan dan kekuasaan).
Definisi “keadilan gender dalam kesehatan” menurut WHO mengandung 2
aspek :
1) Keadilan dalam (status) kesehatan, yaitu terciptanya derajat kesehatan yang
setinggi mungkin ( fisik, psikologi dan social bagi setiap warga Negara ).
2) Keadilan dalam pelayanan kesehatan, yaitu berarti bahwa pelayanan
diberikan sesuai dengan kebutuhan tampa tergantung pada kedudukan
social seseorang, dan diberikan sebagai respon terhadap harapan yang
pantas dari masyarakat, dengan penarikan biaya pelayanan yang sesuai
dengan kemampuan bayar seseorang.
Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Gender
1) Marginalisasi (peminggiran).
Merupakan suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin
yang mengakibatkan kemiskinan. Peminggiran banyak terjadi dalam bidang
ekonomi. Misalnya banyak perempuan hanya mendapatkan pekerjaan yang
tidak terlalu bagus, baik dari segi gaji, jaminan kerja ataupun status dari
pekerjaan yang didapatkan. Hal ini terjadi karena sangat sedikit perempuan
yang mendapatkan peluang pendidikan. Peminggiran dapat terjadi di
rumah, tempat kerja, masyarakat, bahkan oleh negara yang bersumber

4
keyakinan, tradisi/kebiasaan, kebijakan pemerintah, maupun asumsi-asumsi
ilmu pengetahuan (teknologi).
contoh : guru TK dan pembantu rumah tangga dinilai sebagai pekerjaan
rendah sehingga berpengaruh terhadap gaji / upah yang diterima
2) Subordinasi (penomorduaan),
Anggapan bahwa perempuan lemah, tidak mampu memimpin,
cengeng dan lain sebagainya, mengakibatkan perempuan jadi nomor dua
setelah laki-laki.
Contoh : masih sedikit jumlah wanita yang bekerja pada peran dan posisi
pengambilan keputusan kepenentu kebijakan dibandingkan dengan laki-laki
3) Stereotip (citra buruk)
Pandangan buruk terhadap perempuan. 
Contoh : perempuan yang pulang larut malam adalah pelacur, jalang dan
berbagai sebutan buruk lainnya.
4) Violence (kekerasan)
Serangan fisik dan psikis. Perempuan, pihak paling rentan mengalami
kekerasan, dimana hal itu terkait dengan marginalisasi, subordinasi maupun
stereotip diatas. Perkosaan, pelecehan seksual atau perampokan contoh
kekerasan paling banyak dialami perempuan.
5) Beban kerja berlebihan /beban ganda/ double burden
Tugas dan tanggung jawab perempuan yang berat dan terus menerus. 
Contoh : seorang perempuan selain melayani suami (seks), hamil,
melahirkan, menyusui, juga harus menjaga rumah. Disamping itu, kadang ia
juga ikut mencari nafkah (di rumah), dimana hal tersebut tidak berarti
menghilangkan tugas dan tanggung jawab diatas.

3. Peran Gender
a. Peran reproduktif, yaitu peran-peran yang dijalankan dan tidak menghasilkan
uang, serta dilakukan di dalam rumah. Contoh peran reproduktif antara lain :
pengasuhan atau pemeliharaan anak, pekerjaan-pekerjaan rumah tangga,
menjamin seluruh anggota keluarga sehat, menjamin seluruh anggota keluarga
kecukupan makan, menjamin seluruh anggota keluarga tidak lelah.
b. Peran produktif, yaitu peran - peran yang jika dijalankan mendapatkan uang
langsung atau upah - upah yang lain. Contoh peran produktif yang dijalankan di
5
luar rumah : sebagai guru disuatu sekolah, buruh perusahaan, pedagang di pasar.
Contoh peran produktif yang dijalankan di dalam rumah ; usaha salon dirumah,
usaha menjahit di rumah dsb.
c. Peran kemasyarakatan (sosial) terdiri dari aktivitas yang dilakukan di tingkat
masyarakat. Peran kemasyarakatan yang dijalankan oleh perempuan adalah
melakukan aktivitas yang digunakan  bersama. Contohnya : pelayanan
posyandu, pengelolaan sampah rumah tangga, pekerjaan seperti itu (pekerjaan
sosial di masyarakat) dan tidak dibayar.

4. Kaitan Gender Dengan Kesehatan 


Pendekatan gender dalam kesehatan mengenali bahwa faktor sosial budaya,
serta hubungan kekuasaan antar laki-laki dan perempuan, merupakan faktor penting
yang berperan dalam mendukung atau mengancam kesehatan seseorang. Hal ini
dinyatakan dengan jelas oleh WHO dalam koferensi perempuan sedunia ke IV
diBejing pada tahun 1995.
a. Jenis Kelamin, Gender, dan Kesehatan
Pola kesehatan dan penyakit pada laki-laki dan perempuan menunjukkan
perbedaan yang nyata. Perempuan sebagai kelompok cenderung mempunyai
angka harapan hidup yang lebih panjang dari pada laki-laki, yang secara umum
dianggap sebagai faktor biologis. Namun dalam kehidupannya perempuan lebih
banyak mengalami kesakitan dan tekanan dari pada laki-laki. Walaupun
faktoryang melatar belakanginya berbeda-beda pada berbagai kelompok sosial,
hal tersebut menggambarkan bahwa dalam menjalani kehidupannya perempuan
kurang sehat dibandingkan laki-laki. Penjelasan terhadap paradoks ini berakar
pada hubungan yang kompleks antara faktor biologis jenis kelamin dan sosial
(gender) yang berpengaruh terhadap kesehatan.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa berbagai penyakit menyerang
laki-laki dan perempuan pada usia yang berbeda, misalnya penyakit
kardiovaskuler ditemukan pada usia yang lebih tua pada perempuan
dibandingkan laki-laki. Beberapa penyakit, misalnya animea, gangguan makakn
dan gangguan pada ototserta tulang lebih banyak ditemukan pada perempuan
daripada laki-laki.
Berbagai penyakit atau gangguan hanya menyerang perempuan,
misalnya gangguan yang berkaitan dengan kehamilan dan kanker serviks,
6
sementara ituhanya laki-laki yang terkena kanker prostat.Kapasitas perempuan
untuk hamil dan melahirkan menunjukkan bahwa mereka memerlukan
pelayanan kesehatan reproduksi yang berbeda, baik dalam keadaansakit maupun
sehat. Perempuan memerlukan kemampuan untuk mengendalikan fertilitas dan
melahirkan dengan selamat, sehingga akses terhadap pelayanan kesehatan
reproduksi yang berkualitas sepanjang siklus hidupnya sangat menentukan
kesejahteraan dirinya.
Kombinasi antara faktor jenis kelamin dan peran gender dalam
kehidupan sosial, ekonomi dan budaya seseorang dapat meningkatkan resiko
terhadap terjadinya beberapa penyakit, sementara di sisi lain memberikan
perlindungan terhadap penyakit lainnya. Perbedaan yang timbul dapat berupa
keadaan sebagai berikut :
1) Perjalanan penyakit pada laki-laki dan perempuan.
2) Sikap laki-laki dan perempuan dalam menghadapi suatu penyakit
3) Sikap masyarakat terhadap laki-laki dan perempuan yang sakit.
4) Sikap laki-laki dan perempuan terhadap pengobatan dan akses pelayanan
kesehatan.
5) Sikap petugas kesehatan dalam memperlakukan laki-laki dan perempuan.
Sebagai contoh, respon tetrhadap epidemi HIV/AIDS dimulai dengan
pemberian fokus pada kelompok resiko tinggi,termasuk pekerja seks komersial.
Laki-laki dianjurkan untuk menjauhi pekerja seks komersial atau memakai
kondom. Secara bertahap, fokus beralih pada perilaku resiko tinggi, yang
kemudian menekankan pentingnya laki-laki menggunakan kondom. Hal ini
menghindari isu gender dalam hubungan seksual, karena perempuan tidak
menggunakan kondom tetapi bernegosiasi untuk penggunaanya oleh laki-laki.
Dimensi gender tersebut tidak dibahas, sampai pada saat jumlah ibu rumah
tangga biasa yang tertular penyakit menjadi banyak. Dewasa ini, kerapuhan
perempuan untuk tertular HIV/AIDS dianggap sebagai akibat dari ketidaktahuan
dan kurangnya akses terhadap informasi. Ketergantungan ekonomi dan
hubungan seksual yang dialkukan atas dasar pemaksaan. Tejadinya tindak
kekerasan pada umumnya berkaitan dengan gender. Secara umum pelaku
kekerasan biasanya laki-laki, yang merefleksikan keinginan untuk menunjukkan
maskulinitas, dominasi, serta memaksakan kekuasaan dan kendalinyaterhadap
perempuan, seperti terlihat pada kekerasan dalam rumah tangga (domestik).
7
Karena itu kekerasan terhadap perempuan sering disebut sebagai “kekerasan
berbasis gender”.
b. Pengaruh Gender Terhadap Kesehatan Reproduksi Laki-Laki
Sehubungan dengan peran gender, laki-laki tidak terlalu tertarik untuk
mempelajari kesehatan seksual dan reproduksinya. Sehingga pengetahuan
mereka cenderung terbatas. Hal ini menyebabkan laki-laki kurang berminat
mencari informasi dan pengobatan terhadap penyakit, misalnya : Infeksi
Menular Seksual (IMS).
c. Pengaruh Gender Terhadap Kesehatan Reproduksi Perempuan
Menikah pada usia bagi perempuan berdampak negatif terhadap kesehatannya.
Namun menikah di usia muda kebanyakan bukanlah keputusan mereka,
melainkan karena ketidakberdayaannya (isu gender). Di beberapa tempat di
Indonesia, kawin muda dianggap sebagai takdir yang tak bisa ditolak.
Perempuan tidak berdaya untuk memutuskan kawin dan dengan siapa mereka
akan menikah. Keputusan pada umumnya ada di tangan laki-laki; ayah ataupun
keluarga laki-laki lainnya.
Salah satu kasus yang terkait dengan masalah gender yaitu : Seorang
gadis umur 17 tahun, mengalami perdarahan. Setelah dirawat disebuah rumah
sakit selama dua jam, dia meninggal dunia. Gadis tersebut merupakan korban
aborsi yang dilakukan oleh seorang dukun. Usaha lain sebelum
melakukanaborsi adalah minum jamu peluntur, pil kina, dan pil lainnya yang
dibeli di apotek. Kemudian dia datang ke seorang dokter kandungan. Dokter
menolak melakukan aborsi karena terikat sumpah dan hukum yang
mengkriminalisasi aborsi. Si gadis minta tolong dukun paraji untuk
menggugurkannya. Rupa-rupanya tidak berhasil, malah terjadi perdarahan. Ia
masih sempat menyembunyikan inisemua kepada kedua orang tuanya, selama 4
hari berdiam di kamar dengan alasan sedang datang bulan. Ia tidak berani
bercerita pada siapa-siapa apalagi pada ibu dan bapaknya. Cerita itu berakhir
dengan amat tragis, gadis itu tidak tertolong. Kasus tersebut menggambarkan
ketidakberdayaan si gadis. Ia memilih mekanisme defensif dan menganggapnya
sebagai permasalahan dirinya sendiri. Ia menyembunyikan keadaannya karena
malu dan merasa bersalah. Masyarakat akan menyalahkan karena dia tidak
mengikuti apa yang disebut moral atau aturan sehingga ia memilih mati
meskipun tidak sengaja.
8
Aborsi merupakan dilema bagi perempuan, apa pun latar belakang
penyebab kehamilannya dan apa pun status ekonominya. Untuk menuntut hak
reproduksinya dia harus mendapat dukungan seperti bantuan dari komunitasnya
atau dukungan emosional dan tanggung jawab bersama dari orang yang paling
dekat (pacarnya). Dalam konteks ini, maka jelas bahwa persoalan hak
reproduksi pada akhirnya adalah persoalan relasi antara laki-laki yang berbasis
gender serta masyarakat dan negara sebagai perumus, penentu, dan penjaga nilai
bagi realisasi hak reproduksi perempuan.
Pada contoh kasus tersebut merupakan bentuk kekerasan yang berbasis
gender yang memiliki alasan bermacam-macam seperti politik, keyakinan,
agama, dan ideologi gender. Salah satu sumber kekerasan yang diyakini
penyebab pada kasus tersebut adalah kekerasan dari laki-laki terhadap
perempuan adalah ideologi gender, misalnya perempuan dikenal lemah lembut,
emosional, cantik, dan keibuan.
Sementara laki-laki dianggap lebih kuat, rasional, jantan, dan perkasa.
Bentuk kekerasan ini merupakan dilanggarnya hak reproduksi akibat perbedaan
gender. Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses
yang sangat panjang. Perbedaan ini dibentuk, disosialisasikan, diperkuat,
bahkan dikonstruksikan secara sosial dan budaya. Pada akhirnya perbedaan ini
dianggap sebagai ketentuan Tuhan yang tidak bisa diubah dan dianggap sebagai
perempuan.
Kekerasan rumah tangga dalam berbagai bentuk sering terus berlangsung
meskipun perempuan tersebut sedang mengandung. Konsekuensi paling
merugikanbagi perempuan yang menjadi korban kekerasan adalah dampak
terhadap kondisi kesehatan mentalnya. Dampak ini terutama menonjol pada
perempuan korban kekerasan seksual. Dalam tindak perkosaan, misalnya, yang
diserang memang tubuh perempuan. Namun, yang dihancurkan adalah seluruh
jati diri perempuan yaitukesehatan fisik, mental psikologi, dan sosialnya.
Kekerasan domestik biasanya merupakan kejadian yang kronis dalam kehidupan
rumah tangga seorang perempuan. Cedera fisik dapat sembuh setelah diobati,
tetapi cedera psikis mental (seperti insomnia, depresi, berbagai bentuk
psikosomatik sakit perut yang kronis sampai dengan keinginan bunuh diri) akan
selalu dapat terbuka kembali setiap saat Dampak psikologis yang paling sulit
dipulihkan adalah hilangnya kepercayaan kepada diri sendiri dan orang lain.
9
Selain itu juga ada kecenderungan masyarakat untuk selalu menyalahkan
korbannya. Hal ini dipengaruhi oleh nilai masyarakat yang selalu ingin tampak
harmonis. Bahkan, walaupun kejadian dilaporkan, usaha untuk melindungi
korbandan menghukum para pelaku kekerasan sering mengalami kegagalan.
Kondisi tersebut terjadi karena kekerasan dalam rumah tangga, khususnya
terhadap perempuan, tidak pernah dianggap sebagai masalah pelanggaran hak
asasi manusia.

5. Isu gender dalam kesehatan reproduksi


a. Kesehatan ibu dan bayi (safe motherhood)
b. Ketidakmampuan perempuan dalam mengambil keputusan.
Misalnya : menentukan kapan hamil dan dimana akan melahirkan.
c. Sikap dan perilaku keluarga yang cenderung mengutamakan laki – laki.
d. Keluarga berencana
1) Kesetaraan perKB yang timpang antara laki – laki dan perempuan.
2) Perempuan tidak mempunyai kekuatan untuk memutuskan metoda
kontrasepsi
3) Pengambilan keputusan
4) Ada anggapan bahwa KB adalah urusan perempuan karna kodrat
perempuan untuk hamil dan melahirkan.
e. Kesehatan reproduksi remaja
1) Ketidakadilan dalam membagi tanggung jawab.
2) Ketidakadilan dalam aspek hukum
3) Dalam tidakan aborsi ilegal yang terancam adalah perempuan
f. Penyakit menular PMS
1) Perempuan selalu dijadikan obyek intervensi dalam program pemberantasan
PMS, walau laki – laki sebagai konsumen,justru memberikan kontribusi
yang besar pada permasalahan tersebut.
2) Setiap upaya mengurangi praktik prostitusi, perempuan sebagai PSK selalu
menjadi obyek dan tudingan sumber permasalahan, sementara laki – laki
mungkin menjadi sumber penularan tidak pernah diintervensi dan dikoreksi.

10
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Gender adalah perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki
dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi social dan dapat berubah sesuai
dengan perkembangan jaman.
Diskriminasi gender merupakan akibat dari adanya system (struktur) social
dimana salah satu jenis kelamin (laki-laki maupun perempuan) menjadi kornban.
Hal ini terjadi karena adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan
sepanjang peradaban manusia dalam berbagai bentuk dan cara yang menimpa kedua
bilah pihak, walupun dalam kehidupan sehari-hari lebih banyak dialami oleh
perempuan.
Dengan mengetahui dan memahami pengertian gender seseorang
diaharapkan tidak lagi mencampuradukan pengertian kodrat dan non-kodrati.
Konstruksi social dapat terjadi karena karena pada dasarnya sikap dan prilaku
manusia dipengaruhi oleh factor internal dan eksternal, yaitu konstruksi biologis,
konstruksi social, dan konstruksi agama.

11
DAFTAR PUSTAKA

BKKBN. 2002. Analisis Gender. Jakarta: BKKBN Pusat


BKKBN & UNFPA. 2000. Fakta Isu Gender dalam Pembangunan Indonesia Tahun 2000.
Jakarta: BKKBN & UNFPA.
Fakih, Mansour. Analisis Gender Dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2001.
http://id.wikipedia.org/wiki/Sasaran_Pembangunan_Milenium (diakses tanggal 04 Februari
2012 pukul: 16.00 WIB)
Hornby, As. Oxford Advanced Learner’s Dictionary Of Current English. Berlin: Oxford
University Press, 1994.
Murfitriati, dkk. 2006. Bahan Bacaan 2, Gender dalam Kesehatan Reproduksi: Isu Global
Gender. Jakarta: Pusat Gender dan PKP, BKKBN Pusat.
Burns, August. 2009. Kesehatan Reproduksi Perempuan dan Metode KB yang Tepat Untuk
Anda. Yogyakarta: INSISTPress.
Kuper, Adam dan Jessica Kuper. “gender”, Ensklopedi Ilmu-Ilmu Sosial Jilid 1. Jakarta:
Rajawali, 2000.
Trismiati. “Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Pria Dan Wanita Akseptor Kontrasepsi
Mantap Di RSUD Dr. Sadjito Yogyakarta”. Jurnal Psyche. (Juli, 2004)I: 6.
Kusujiarti, Siti. “Antara Ideologi Dan Transkrip Tersembunyi: Dinamika Hubungan Gender
Dalam Masyarakat Jawa”, dalam Sangkan Paran Gender. ed. Irwan Abdullah.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1997.

12

Anda mungkin juga menyukai