Anda di halaman 1dari 12

JOURNAL READING

Cataract and Glaucoma Surgery: Endoscopic Cyclophotocoagulation


versus Trabeculectomy

Disusun untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan Klinik


Stase Ilmu Kesehatan Mata RSUD Wonosari

Oleh:
Amelia Kurniawati
(13711043)

Pembimbing:
Dr. Nur Ekwanto Suharso, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


RSUD WONOSARI
YOGYAKARTA
2018
Operasi Katarak dan Glaukoma: Endoskopi Siklofotokoagulasi dibandingkan
Trabekulektomi

Abstrak
Tujuan: untuk membandingkan keefektifan dan keamanan penggunaan edndoskopi
siklofotokoagulasi (ECP) dibandingkan trabekulektomi dengan mitomicin C (trab) di
kombinasi dengan operasi katarak.
Bahan dan Metode: Kami mengevaluasi selama 6 bulan hasil dari pasien yang melakukan
fakoemulsifikasi (phaco) dengan ECP atau trab. Hasil pertama adlah rata-rata tekanan
intraokular selama 6 bulan, hasil kedua adalah perubahan dalam pengobatan glaucoma,
ketajaman gaukoma, inflamasi intraokular, dan komplikasi setelah operasi. Keberhasilan
penuh ditargetkan ketika tekanan intraokuler <21mmHg dan >6mmHg tanpa dengan
pengobatan glaucoma. Keberhasilan kualifikasi ditargetkan tekananintraokuler dengan
pengobatan glaucoma.
Hasil: Kami mengevaluasi 53 mata dari 53 pasien, 24 mata (45,3%) diobati dengan ECP-
phaco dan 29 (54,7%) dengan trab-phaco. Pada 6 bulan, tidak ada perbedaan yang signifikan
rata-rata tekanan intraocular (TIO) pada kedua kelompok (ECP-phaco 14,2  3,6mmHg; trab-
phaco 13,0  2,5mmHg; P=0,240). Kelompok ECP-phaco terdapat 6 (25%) operasi yag
berhasil penuh dan kelompok trab-phaco terdapat 20 (69%) pasien. Keberhasilan yang
memenuhi syarat didapatkan pada 18 (75%) pasien yang melakukan ECP-phaco dan 9 (31%)
pasien trab-phaco (p=0,002). Rata-rata pengurangan pengobatan dari awal hasilnya sangat
signifikan (ECP-phaco 1,2  1,1; trab-phaco 2,1 +1,5; p=0,02). ECP-phaco menghasilkan
lebih banyak pada hari pertama pasca operasi (p=0,04) dan terjadi lebih banyak terjadi reaksi
seluler anterior pada minggu pertama dan dan satu bulan dibandingkan dengan trab-phaco
(p<0,05). Tingkat komplikasi pasca operasi tidak berbeda secara signifikan pada kedua
kelompok.
Kesimpulan: Dalam waktu 6 bulan, ECP-phaco memiliki hasil yang sama dalam
memperbaiki tekanan intraocular dan akuitas penglihatan disbanding pada trab-phaco.
Bagaimanapun, ECP-phaco pasien memiliki insidensi lebih tinggi meningkatkan tekanan
intraokular secara mendadak dan inflamasi segmen anterior yang memerlukan tambahan obat
pasca operasi.
Kata kunci:
Endoskopi siklofotokoagulasi, glaucoma, trbekulektomi
Pendahuluan
Endoskopi siklofotokoagulasi (ECP) adalah prosedur untuk menurunkan tekanan intra
ocular (TIO) dengan mengurangi produksi aqueous mealui visualisasi secara langsung bagian
dalam mata dan koagulasi badan siliar menggunakan laser diode. Dahulu prosedur transklera
dan endoskopi siklodestruktif dapat digunakan pada kasus dengan glaukoma refrakter
terhadap bentuk intervensi bedah atau lainnya. Akhir-akhir ini trend menggunakan ECP pada
pengobatan glaukoma terkontrol dan tidak terkontrol sering dikombinasikan dengan
fakoemulsification (ECP-phaco). Pengurangan yang signifikan pada tekanan intraokular dan
pengobatan glaukoma dari karateristik awal dilaporkan pada penggunaan prosedur ini.
The ECP Collaborative Study Group menganalisis hasil komplikasi dari prosedur dan
identifikasi seperti: awal lonjakan tekanan intraokular, perdarahan, efusi serous koroid,
pemindahan lensa intraokular, lebih dari dua garis kehilangan penglihatan. Tidak ada
persepsi penglihatan cahaya, ablasi retina, perdarahan koroid, katarak, dan hipotoni/ptisis.
Trabekulektomi dengan mitomisin rutin dilakukan sebagai pengobatan untuk glaukoma untuk
menurunkan tekanan intraokular. Kombinasi trabekulektomi dengan fakoemulsifikasi (trab-
phaco) telah digunakan untuk menurunkan tekanan intraokular pada pasien dengan glaukoma
dan penglihatan katarak yang signifikan.
Seringnya laporan komplikasi dari trabekulektomi termasuk perdarahan ruangan
anterior pada saat operasi, konjungtiva buttonhole, segmen anterior yang dangkal, ptosis,
lepasnya serosa koroid, hifema, perdarahan suprakoroid, dan endoftalmitis.
Penilitian menyarankan bahwa ECP lebih aman dibandingkan trabekulektomi, Namun, bukti
perbandingan ECP-phaco dan trab-phaco masih jarang. Tujuan penelitian ini adalah untuk
membandingkan keefektifan dan keamaanan dari kedua prosedur.

Bahan dan Metode


Penelitian kohort retrospketif mempertimbangkan semua pasien yang menjalani
kombinasi ECP dan ekstraksi katarak fokoemulsi kation oleh 3 ahli bedah glaukoma pada
Agustus 2008 dan Februari 2010 di Rumah Sakit Royal Alexandra di Edmoton, Alberta,
Kanada. Kontrol dengan usia yang sama yang menjalani kombinasi trabekulektomi dan
ekstrasi katarak fakoemulfikasi selama periode yang sama [Tabel 1]. Pemilihan dari masing-
masing prosedur tergantung pada penilaian dokter bedah yang sesuai dengan indikator. Trab-
phaco dilakukan ketika pasien di diagnosis glaukoma sudut terbuka primer atau glaukoma
lain dengan konjungtiva yang sehat. Indikasi untuk ECP-phaco tidak hanya glaucoma sudut
terbuka primer tapi juga tipe lain dari glaukoma dimana konjungtiva tipis atau ada plateau
iris. Ketiga dokter bedah glaukoma berpengalaman pada keduanya. Protokol disetujui oleh
Universitas Alberta Health Research Ethics Board.

Ekstraksi katarak fakoemulsi dilakukan mengikuti: Setelah pemberian anastesi topikal


atau peribulbar, keratom berukuran 3,2mm digunakan untuk insisi kornea temporal.
Viskoelastik dimasukkan untuk menjaga ruang anterior. Capsulorrhexis di bentuk
menggunakan utrata forceps atau jarum dibengkokkan cistotome. Hidrodiseksi dilakukan
menggunakan larutan garam, dan fakoemulsifikasi dari bahan nuklir diselesaikan
menggunakan sistem Infiniti (Alcon, Fort Worth, Texas). Residu cortex diaspirasi
menggunakan Simcoe atau handpiece irigasi/aspirasi. Ruang posterior lensa intraokular
dimasukkan ke dalam kantong setelah di diinjeksi dengan viskoelastik.
Untuk pasien yang melakukan ECP, viskoelastic (healon, Abbot Medical Optics Inc)
diinjeksi ke dalam sulkus dan dan jarum ECP lurus dimasukkan kedalam insisi utama. Pada
beberapa kasus, side port insisi dibuat ketika operasi berlangsung. Badan siliar
divisualisasikan dan ECP dilakukan dengan titik akhir yang memutih dan menyusutnya
jaringan siliaris. Perlakuan dilakukan antara 180o dan 270o, tergantung pada penurunan TIO
yang diinginkan. Residu viskoelastik diaspirasi dan luka ditutup dengan jahitan nilon 10/0
atau hidrasi pada ujung insisi.
Pasien yang melakukan trabekulektomi memiliki flap konjungtiva fornix superior dan
aplikasi mitomycin C (0,2-0,3mg/ml) antara 1 dan 2 menit, tergantung pada preferensi dokter
bedah. Flap sklera dibentuk dan sklerostomi dilakukan menggunakan pukulan Descement.
Iridektomi perifer dilakukan dengan kebijaksaan dokter bedah. Flap ditutup dengan benang
10/0 nilon dan konjungtiva dijahit dengan jahitan nil0n 10/0 yang terputus atau jahitan
tunggal vicryl 9/0 untuk mencapai penutupan kedap air. Pada beberapa kasus, dokter bedah
menggunakan daerah superior untuk prosedur trabekulektomi dan fakoemulsi.
Semua pasien pasca operasi menerima steroid dan tetes antibiotik, pasien ECP-phaco
juga menerima tetes obat antiinflamasi. Pengobatan glaukoma pasca operasi dilakukan
berdasarkan kebijaksanaan dokter bedah.
Data dimasukkan ke dalam lembar pengumpulan data yang disesuaikan, yang
termasuk demografi, perawatan sebelumnya, gejala klinis, indikasi bedah, temuan pasca
operasi, dan komplikasi pembedahan. Jika pasien nmenjalani kedua prosedur, hanya satu
mata yang dipilih menggunakan alat pengacakan yang dihasilkan komputer.
Hasil pertama adalah pengukuran rata-rata TIO pada 6 bulan. Hasil kedua adalah
proporsi mata “keberhasilan penuh,” “keberhasilan memenuhi syarat,” atau “gagal”.
Keberhasilan penuh didefinisikan sebagai tekanan intraocular <21mmHg dan ≥6mmHg tanpa
dengan menggunakan pengobatan glaukoma. Keberhasilan memenuhi syarat didefinisikan
sebagai TIO <21mmHg dan ≥ 6mmHg, dengan penggunaan obat glaukoma secara
bersamaan. Kegagalan didefinisikan sebagai TIO >21mmHg atau <6mmHg, perlu
penambahan operasi glaukoma (tidak termasuk bleb needling). Atau pembentukan
penglihatan tidak ada persepsi cahaya.
Hasil kedua lainnya termasuk rata-rata tekanan intraokuler antara awal dan 6 bulan,
adanya pelonjakkan intraokuler pasca operasi (≥6mmHg dari tekanan intraokuler awal),
perubahan pada rata-rata nilai pengobatan glaukoma, perubahan dalam ketajaman penglihatan
(ketajaman penglihatanSnellen dikonversikan ke logMAr), sejumlah prosedur operasi
tambahan, contohnya bleb needling, inflamasi pasca operasi, dan proporsi awal komplikasi
operasi (30hari) dan terlambat (≥30 hari) periode pasca operasi.
SAS digunakan untuk analisis statistik. Normal data dianalisis menggunakan t-test,
dan Wilcoxon rank-sum untuk data tidak normal. Variabel kategori dianalisis menggunakan
chi-square test atau Fishe’s exact tes jika memungkinkan.

Hasil
Tiga puluh empat mata menjalani ECP sedangkan 33 mata yang diobati dengan
trabekulektomi. Fakoemulsifikasi dilakukan pada semua mata. Empat belas pasien hilang dari
follow-up, mungkin karena mereka menghadiri klinik mata yang lebih dekat dengan rumah
mereka, dan kelompok studi akhir terdiri dari 24 mata (45,3%) ECP-phaco (kasus), dan 29
mata (54,7%) trab-phaco (kontrol).
Tidak ada perbedaan signifikan secara statistik pada karakteristik awal antara kedua
kelompok [Tabel 1]. Mata ECP-phaco diobati dengan kekuatan rata-rata 372 ± 75,2 mW
(kisaran 250-550) di atas busur badan siliar rata-rata 269 ° ± 61,5 ° (kisaran 140–360).
Pada hari pertama pasca operasi, mata ECP-phaco memiliki TIO signifikan lebih
tinggi (22,1 ± 7,8 mmHg) dibandingkan mata trab-phaco (16,0 ± 12,3 mmHg; P = 0,008).
Namun, TIO secara statistik tidak signifikan pada titik-titik lain [Gambar 1]. Secara
signifikan lebih banyak mata ECP-phaco (n = 12; 50,0%) mengembangkan lonjakan TIO (≥6
mmHg dari TIO awal) pada hari pertama pasca operasi dibandingkan dengan mata trab-phaco
(n= 6; 20,7%; P= 0,040). Pada 6 bulan, tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata
TIO di mata ECP-phaco (14,2 ± 3,6 mmHg) dan mata trab-phaco (13,0 ± 2,5 mmHg; P =
0,240).

Lebih banyak mata mencapai keberhasilan penuh setelah trab-phaco (n = 20; 69,0%)
dibandingkan dengan ECP-phaco (n = 6; 25,0%; P = 0,002); [Tabel 2]. Sejalan dengan itu,
lebih banyak mata mencapai keberhasilan yang memenuhi syarat dalam kelompok ECP-
phaco (n = 18; 75,0%) dibandingkan dengan kelompok trab-phaco (n = 9; 31,0%; P = 0,002).
Penurunan rata-rata dalam pengobatan glaukoma dari awal secara signifikan lebih besar pada
kelompok trab-phaco pada 6 bulan (P = 0,02). Obat glaukoma lebih banyak digunakan pada
kelompok ECP-phaco dibandingkan kelompok trabphaco dari minggu 1 sampai 6 bulan (P
<0,005); [Gambar 2].

Kelompok ECP-phaco memiliki lebih banyak sel-sel ruang anterior pada 1 minggu
dan 1 bulan (P <0,05), tetapi tidak ada perbedaan pada bulan ketiga dan 6. Pada minggu 1,
kelompok trab-phaco secara signifikan telah mengurangi ketajaman penglihatan (P = 0,03).
Namun, kedua kelompok menunjukkan peningkatan ketajaman penglihatan pada 6 bulan.
Mata ECP-phaco meningkat sebesar 0,24 ± 0,50 unit logMAR (dari sekitar 20/90 ke 20/50)
dan mata trab-phaco sebesar 0,33 ± 0,48 unit logMAR (dari sekitar 20/80 hingga 20/35),
meskipun nilai-nilai ini tidak secara statistik signifikan (P = 0,388).
Komplikasi intraoperatif pada kelompok ECP-phaco termasuk robeknya kapsul
posterior dengan kehilangan vitreous yang membutuhkan vitrektomi anterior (n=2),
sementara satu mata mengalami hifema masif selama prosedur ECP-phaco (dari gangguan
badan siliar), yang mengakibatkan penglihatan yang buruk. dan mencegah aplikasi laser lebih
lanjut. Tidak ada komplikasi intraoperatif pada kelompok trab-phaco.
Tabel 3 merangkum komplikasi pasca operasi dan prosedur tambahan. Pada
kelompok trab-phaco, kelima pasien yang mengalami hipotoni pada minggu pertama
memiliki TIO normal pada kunjungan bulan pertama. Satu pasien mengalami kebocoran bleb,
yang sembuh dalam 1 bulan.

Dikusi
Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam TIO rata-rata diantara mata yang diobati
dengan ECP-phaco atau trab-phaco; namun, mata ECP-phaco membutuhkan lebih banyak
obat (P = 0,004). Kedua prosedur menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam
pengurangan TIO rata-rata dari awal sampai 6 bulan; ECP-phaco menghasilkan 28,8% ±
34,0% dan trab-phaco dalam pengurangan 31,4% ± 25,5% (P = 0,428). Gayton menemukan
hasil yang sama dari penurunan TIO dari 28,8% ± 22,8% untuk ECP-phaco dan 31,9% ±
29,0% untuk trab phaco. Gayton dirawat antara 240 ° dan 270 ° dibandingkan dengan
jangkauan kami yang lebih luas yaitu 140 ° dan 360 °. Selain itu, penelitian menunjukkan
peningkatan penurunan TIO ketika ECP-phaco dibandingkan dengan phaco saja. Francis
melaporkan penurunan TIO 13,6% ± 15,1% dengan ECP-phaco dan 5,1% ± 10,4% dengan
phaco saja, sementara Siegel mencatat pengurangan 12,6% ± 1,4% dengan ECP-phaco dan
7,1% ± 5,9% dengan phaco sendiri, setelah 36 bulan follow-up. [12] Hasil ini menunjukkan
bahwa ECP-phaco adalah metode efektif untuk menurunkan IOP dalam operasi katarak dan
glaukoma gabungan. Keuntungan utama dari ECP adalah mempertahankan konjungtiva,
menyisakan ruang untuk perangkat drainase glaukoma atau drainase masa depan. ECP juga
dapat diulang dan cukup mudah dilakukan dibandingkan dengan trabeculektomi.
Ketika mengevaluasi keberhasilan, lebih banyak mata mencapai keberhasilan penuh
dalam kelompok trab-phaco (69,0%) dibandingkan dengan ECP-phaco (25,0%; P = 0,002)
pada 6 bulan. Akibatnya, lebih banyak kasus ECP-phaco (75,0%) mencapai keberhasilan
yang memenuhi syarat dibandingkan dengan kasus trab-phaco (31,0%; P = 0,002). Temuan
ini menunjukkan bahwa kontrol TIO setelah ECP-phaco membutuhkan lebih banyak obat
dibandingkan dengan trab phaco. Lima melaporkan 90,8% mata mencapai sukses yang
memenuhi syarat (TIO <21 dan> 5 mmHg dengan atau tanpa obat) dan 55,7% mencapai
sukses lengkap (tanpa obat) di mata yang menjalani ECP-phaco, lebih tinggi dibandingkan
dengan penelitian kami. Gayton melaporkan 30% dari kelompok ECP-phaco dikendalikan
(TIO <19 mmHg) tanpa obat dan 65% dikontrol dengan obat-obatan. Hasilnya sebanding
dengan penelitian kami.
Pada 6 bulan, kedua prosedur menunjukkan pengurangan jumlah obat glaukoma dari
awal, meskipun pasien trab-phaco memerlukan pengobatan yang secara signifikan lebih
rendah daripada pasien ECP-phaco (P = 0,02). Lima menemukan penurunan signifikan dari
karakteristik awal 1,44 ± 0,97 hingga 0,37 ± 0,74 (P <0,001) pada pasien ECP-phaco.
Pengurangan obat glaukoma juga dicatat dalam penelitian lain. Hasilnya menyoroti bahwa
ECP-phaco mengurangi jumlah obat glaukoma; namun, pasien trabphaco membutuhkan lebih
sedikit obat untuk mengontrol glaukoma.
Pada kedua kelompok, ketajaman visual meningkat pada 6 bulan dari awal.
Penglihatan secara signifikan lebih buruk dibandingkan dengan awal mula dalam kelompok
trab-phaco pada 1 minggu. Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua
kelompok pada 6 bulan. Lima juga menemukan peningkatan yang signifikan dalam
ketajaman visual logMAR (P = 0,01) pada pasien yang diobati dengan ECP-phaco saja.
Dengan demikian, kedua prosedur tampak serupa dalam hal ketajaman visual.
Pada hari pertama pasca operasi, mata ECP-phaco memiliki TIO yang lebih tinggi
secara signifikan (P = 0,008) dan lebih cenderung memiliki TIO lonjakan (P = 0,04). Hal ini
mungkin disebabkan oleh retorelastik yang ditahan, yang disuntikkan ke sulkus untuk
membantu dalam visualisasi badan siliari selama prosedur. Selain itu, lebih banyak amunisi
pasca operasi diharapkan dalam prosedur ECP-phaco karena kerusakan langsung dari badan
siliaris, yang juga dapat berkontribusi terhadap lonjakan TIO. Lima melaporkan lonjakan TIO
pasca operasi segera di 14,4%, Berke di 14,5%, dan Traynor di 7,1% dari mata yang
menjalani ECP. Berke menganjurkan penghilangan agen viskoelastik secara teliti,
penggunaan inhibitor anhidro karbonat oral (acetazolamide 500 mg), dan obat antiglaucoma
topikal selama periode pasca operasi segera untuk mencegah lonjakan ini. Pemilihan pasien
untuk ECP-phaco juga penting karena mereka dengan glaukoma lanjut (rasio cup-disc> 0,9
dan / atau cacat visual (VF) dalam 10 ° dari xation, dan / atau penyimpangan berarti lebih
buruk dari −12 dB pada humphrey VF 24 ‐2) lebih cocok untuk trab-phaco untuk
menghindari lonjakan TIO yang dapat membahayakan saraf optik yang sudah rentan.

Kelompok ECP-phaco memiliki peradangan ruang anterior yang lebih signifikan pada
1 minggu dan 1 bulan pasca operasi (P <0,03). Pada 6 bulan, tidak ada perbedaan yang
signifikan antara kedua kelompok. Gayton menemukan mata yang lebih tenang dengan ECP-
phaco dibandingkan dengan trab-phaco selama periode pasca operasi awal. Lima menemukan
eksudat brin postoperatif di ruang anterior di 7,06% dari kasus ECP-phaco. Traynor
melaporkan fibrin sementara pada 16,4% dari mata yang telah menjalani ECP-phaco. ECP-
phaco dikaitkan dengan lebih banyak inflamasi intraokular karena penggunaan laser pada
badan siliar, lebih banyak pada sitokin inflamasi dan sel-sel yang akan dilepaskan. Inflamasi
ini dapat dikelola dengan sering menggunakan steroid topikal.
Komplikasi pasca operasi lain dalam kelompok ECP-phaco adalah hifema, yang
tercatat pada satu pasien dan dibersihkan dalam waktu satu minggu. Lima mencatat edema
makula cystoid, CME (4,34%), hypotony sementara (2,17%), dan iris bombé (1,08%). CME
juga dicatat dalam Berke (1%) dan Siegel (3%). Dalam penelitian kami, tidak ada kasus CME
di kedua kelompok. Namun, ini dari evaluasi klinis karena tidak ada tomografi koherensi
optik yang dilakukan pada makula untuk setiap pasien. Dalam kelompok trabfoam, ada
pasien yang mengalami hipoton dini, dengan satu kasus efusi koroid. Semua komplikasi
diselesaikan dalam waktu 1 bulan. Tak satu pun dari mata yang membutuhkan operasi
glaukoma tambahan atau kehilangan penglihatan persepsi cahaya.
Keterbatasan penelitian ini berhubungan dengan sifat retrospektifnya. Ada data yang
hilang dari grafik pasien, dan sejumlah pasien hilang untuk menindaklanjuti. Selanjutnya,
periode follow-up 6 bulan relatif singkat mengingat sifat kronis glaukoma. Mengingat
perbedaan etnis glaukoma, dengan Afrika Amerika dan Hispanik berisiko lebih tinggi, studi
masa depan juga harus mengeksplorasi perbedaan etnis dalam menanggapi pengobatan. Para
pasien tidak diacak ke dalam kelompok, karena mereka dengan konjungtiva yang sehat
mengalami trabphaco, sementara konjungtiva yang lebih tipis mengalami ECP phaco.
Keterbatasan tambahan termasuk kurangnya standarisasi ECP serta kurangnya prosedur
phaco-trabekulektomi standar (ini dilakukan sebagian besar sebagai prosedur dua tempat
tetapi dalam beberapa kasus dilakukan melalui luka superior yang sama).
Secara keseluruhan, ECP-phaco menghasilkan perbaikan yang sama dalam TIO dan
ketajaman visual sebagai trab-phaco selama 6 bulan, ECP-phaco berhubungan dengan
beberapa kasus keberhasilan penuh, dengan banyak pasien yang memerlukan obat tambahan.
Selain itu, pasien dalam kelompok ECP-phaco mengalami lonjakan TIO mendadak yang
lebih tinggi dan reaksi inflamasi ruang anterior. Sebagai perbandingan, pasien trab-phaco
mengalami tingkat keberhasilan yang tinggi tanpa perlu obat pasca operasi. Uji coba
terkontrol acak prospektif dengan periode follow-up lebih lama dapat membantu untuk
menggambarkan dengan lebih baik indikasi untuk ECP-phaco sebagai lawan dari trab-phaco.

Anda mungkin juga menyukai