Anda di halaman 1dari 16

“SUMBER HUKUM ISLAM”

Mata Kuliah Pendidikan Ibadah


Dosen Pengampu : Muhammad Irham, S.Sos., M.A.

Dibuat Oleh :

S A P B I K I S (1922201041)

UNIVERSITAS ABDURRAB
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL (B)
PEKANBARU
2020

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 PENGERTIAN SUMBER HUKUM


ISLAM
Pengertian sumber hukum ialah segala sesuatu yang melahirkan atau
menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat,yaitu
peraturan yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan
nyata.
Sumber Hukum Islam ialah segala sesuatu yang dijadikan pedoman
atau yang menjadi sumber syari’at islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist Nabi
Muhammad (Sunnah Rasulullah SAW). Sebagian besar pendapat ulama ilmu
fiqih sepakat bahwa pada prinsipnya sumber utama hukum islam adalah Al-
Qur’an dan Hadist. Disamping itu terdapat beberapa bidang kajian yang erat
berkaitan dengan sumber hukum islam yaitu : ijma’, ijtihad, istishab, istislah,
istihsun, maslahat mursalah, qiyas,ray’yu, dan ‘urf.
Ia menjadi pangkal, tempat kembalinya sesuatu. Ia menjadi pusat, termpat
mengalirnya sesuatu. Ia menjadi sentral dari tempat bergulirnya suatu percikan.
Ia juga menjadi pokok dari pencahnya partikel-partikel yang berserakan.
Sumber hukum Islam merupakan suatu rujukan atau dasar yang utama
dalam pengambilan hukum Islam. Sumber hukum Islam, artinya sesuatu yang
menjadi pokok dari ajaran islam. Sumber hukum Islam bersifat dinamis, benar,
dan mutlak, serta tidak pernah mengalami kemandegan, kefanaan, atau
kehancuran.
Hukum-hukum yang disepakati para ulama ada empat hal, yakni Alquran,
sunah, ijma’ dan qiyas.

2
BAB 2

SUMBER HUKUM ISLAM

2.1. AL-QUR’AN

Al-Qur’an adalah sumber atau dasar hukum yang utama dari semua
ajaran dan syari’at islam. Hal ini ditegaskan di dalam Al-Qur’an yaitu Surah
An-Nisa ayat 105.

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan


membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan
apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu
menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela)
orang-orang yang khianat, (QS. An-Nisa : 105)”.

3
A. Pengertian Al-Quran

Al-Quran merupakan wahyu Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi


Muhammad SAW sebagai pedoman hidup umat manusia. Secara bahasa Al-
Quran artinya bacaan, yaitu bacaan bagi orang-orang yang beriman. Bagi
umat Islam, membaca Al-quran merupakan ibadah.

Dalam hukum Islam, Al-Quran merupakan sumber hukum yang pertama


dan utama, tidak boleh ada satu aturan pun yang bertentangan dengan Al-
Quran.

B. Kedudukan Al Quran

Al Quran merupakan sumber hukum yang pertama dalam Islam sehingga


semua penyelesaian persoalan harus merujuk dan berpedoman kepadanya.
Berbagai persoalan yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan
masyarakat harus diselesaikandengan berpedoman pada Al Quran.

Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Surah An Nisa [4] ayat 59
sebagai berikut.

Rasulullah SAW dalam Hadist riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu
Hurairah bersabda sebagai berikut.
4
Al Quran merupakan sumber hukum pertama yang dapat mengantarkan
umat manusia menuju kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat. Al
Quran akan membimbing manusia ke jalan yang benar.

Al Quran sebagai Asy-Syifa merupakan obat penawar yang dapat


menenangkan dan menentramkan batin. Al Quran sebagai An Nur merupakan
cahaya yang dapat menerangi manusia dalam kegelapan. Al Quran sebagai Al
Furqon merupakan sumber hukum yang dapat membedakan antara yang hak
dan batil. Selain itu, Al Quran sebagai Al Huda merupakan petunjuk ke jalan
yang lurus. Al Quran juga merupakan rahmat bagi orang yang selalu
membacanya.

5
2.2. HADIST

Hadist adalah ucapan Rasulullah SAW tentang suatu yang berkaitan


dengan kehidupan manusia atau tentang suatu hal,atau disebut pula sunnah
Qauliyyah. Hadist merupakan bagian dari sunnah Rasulullah. Pengertian
sunnah sangat luas, sebab sunnah mencakup dan meliputi:

1. Semua ucapan Rasulullah SAW yang mencakup sunnah qauliyah.


2. Semua perbuatan Rasulullah SAW disebut sunnah fi’liyah.
3. Semua persetujuan Rasulullah SAW yang disebut sunnah taqririyah.

6
A. Pengertian Hadist

Menurut para ahli, Hadist identik dengan sunah, yaitu segala perkataan,
perbuatan, takrir (ketetapan), sifat, keadaan, tabiat atau watak, dan sirah
(perjalanan hidup) Nabi Muhammad SAW, baik yang berkaitan dengan
masalah hukum maupun tidak, namun menurut bahasa, Hadist berarti ucapan
atau perkataan.

Adapun menurut istilah, Hadist adalah ucapan, perbuatan, atau takrir


Rasulullah SAW yang diikuti (dicontoh) oleh umatnya dalam menjalani
kehidupan.

B. Kedudukan Hadist

Sebagai sumber hukum Islam, kedudukan Hadist setingkat di bawah Al


Quran. Allah berfirman dalam Surah Al Hasyr [59] ayat 7 sebagai berikut.

Selain itu, Hadist yang diriwayatkan Imam Malik dan Hakim


menyebutkan bahwa Tasulullah meninggalkan dua hal yang jika berpegang
teguh kepada keduanya manusia tidaka akan tersesat. Dua hal tersebut, yaitu
Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW atau Hadist.

Hadist merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al Quran. Dalam


perkembangan dunia yang serba global ini, berbagai ketidakpastian selalu
menerpa kehidupan umat manusia sehingga banyak orang yang bingung dan
menemui kesesatan.

Rasulullah SAW sudah mengantisipasinya dengan menurunkan atau


mewasiatkan dua pusaka istimewa, yaitu Kitabullah (Al Quran) dan Suanah
(Hadist). Barangsiapa yang memegang teguh kedua pusakan tersebut, dia
akan selamat di dunia dan di akhirat. Manusia yang berpedoman kepada

7
Hadist akan selamat. Maksudnya, ia senantiasa menjalankan kehidupan ini
sesuai dengan Al Quran dan Hadist Rasulullah SAW.

Al quran sudah dijamin kemurniannya oleh Allah. Namun, tidak


demikian dengan Hadist. Oleh karena itu, sampai saat ini Anda mengenal
adanya Hadist sahih (benar) dan Hadist maudu’ (palsu). Berbeda dengan Al
Quran yang sempai saat ini tidak ada pembagian ayat sahih  dan
ayat maudu’, karena semua ayat dalam Al Quran adalah benar.

C. Fungsi Hadist terhadap Al Quran

Rasulullah SAW sebagai pembawa risalah Allah bertugas menjelaskan


ajaran yang diturankan Allah SWT melalui Al Quran kepada umat manusia.
Sunah Rasulullah SAW tersebut mendukung atau menguatkan dan
menjelaskan hukum yang ada dalam Al Quran. Fungsi hadis terhadap Al
Quran dapat dikelompokkan sebagai berikut:

 Menjelaskan ayat-ayat Al Quran yang bersifat umum. Contohnya, dalam


Al Quran terdapat ayat tentang shalat. Ayat tersebut dijelaskan oleh hadis
sebagai berikut : “Shalatlah kamu sebagaimana aku shalat”.
 Memperkuat pernyataan yang ada dalam Al Quran. Contohnya, dalam Al
Quran ada ayat sebagai berikut : “Barangsiapa di antara kamu yang
melihat bulan maka berpuasalah”. Ayat tersebut diperkuat olah hadis
Rasulullah sebagai berikut : “Berpuasalah karena melihat bulan dan
berbukalah karena melihat bulan”.
 Menerangkan maksud dan tujuan ayat. Contohnya, dalam Surah At
Taubah [9] ayat 34 dikatakan :
“Orang-orang yang menyimpan emas dan perak, kemudian tidak
membelanjakannya di jalan Allah, gembirakanlah mereka degan azab
yang pedih.” Ayat tersebut dijelaskan oleh hadis berikut :
“Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-
hartamu yang sudah dizakati.”.
 Menerapkan hukum atau aturan yang tidak disebutkan secara zahir
dalam Al Quran.

8
D. Macam-macam Hadist

Diriwayatkan dari segi banyak sedikitnya orang yang meriwayatkan


(perawi), hadis dibagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
1. Hadis Mutawatir
Hadis Mutawatir  adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak sahabat.
Kemudian, diteruskan oleh generasi berikutnya yang tidak
memungkinkan mereka sepakat untuk berdusta. Hal ini disebabkan
banyaknya orang yang meriwayatkannya.
2. Hadis Mayhur
Hadis Mayhur adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua orang sahabat
atau lebih yang tidak mencapai derajat mutawatir. Namun, setelah itu
tersebar dan diriwayatkan oleh sekian banyak tabi’in yang mencapai
derajat mutawatir sehingga tidak memungkinkan jumlah tersebut akan
sepakat berbohong.
3. Hadis Ahad
Hadis Ahad  adalah hadis yang diriwayatkan oleh satu atau dua orang
saja, sehingga tidak mencapai derajat mutawatir.

Ditinjau dari segi kualitas perawinya, hadis dapat dibagi menjadi empat,
yaitu sebagai berikut.
1. Hadis Shaih
Hadis Shaih adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, kuat
hafalannya, tajam penelitiannya, sanad yang bersambung, tidak cacat,
dan tidak bertentangan dengan riwayat orang yang lebih terpercaya.
2. Hadis Hasan
Hadis Hasan adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil,
tetapi kurang kuat ingatannya, sanad-nya bersambung, tidak cacat, dan
tidak bertentangan.
3. Hadis Da’if
Hadis Da’if adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat yang
dipenuhi hadis sahih atau hasan.

9
4. Hadis Maudu’
Hadis Maudu’ adalah hadis palsu yang dibuat orang atau dikatakan orang
sebagai hadis, padahal bukan hadis.

2.3. AL-IJMA’

A. Pengertian Ijma’

Secara bahasa, ijma adalah memutuskan dan menyepakati sesuatu.


Secara istilah, ijma adalah Kesepakatan seluruh ulama mujtahid yang
dilakukan setelah zaman Rasulullah untuk menentukan solusi dari sebuah
masalah dalam perkara agama.
Kata ijma’ berasal dari kata jam’ artinya maenghimpun atau
mengumpulkan. Ijma’ mempunyai dua makna, yaitu menyusun mengatur
suatu hal yang tak teratur,oleh sebab itu berarti menetapkan memutuskan
suatu perkara,dan berarti pula istilah ulama fiqih (fuqaha). Ijma berati
kesepakatan pendapat di antara mujtahid, atau persetujuan pendapat di antara
ulama fiqih dari abad tertentu mengenai masalah hukum.

B. Kedudukan Ijma’

Ijma merupakan sumber hukum Islam ketiga setelah Al Quran dan Hadis.
Ijma dilakukan jika suatu permasalahan sudah dicari dalam Al Quran maupun
hadis, tetapi tidak ditemukan hukumnya. Ijma’ menurut hukum islam pada
prinsipnya ijma’ adalah kesepakatan beberapa ahli istihan atau sejumlah
mujtahid umat islam setelah masa rasulullah tentang hukum atau ketentuan
beberapa masa yang berkaitan dengan syariat atau suatu hal.
Namun, hasil ijma tetap tidak bleh bertentangan dengan Al Quran
maupun hadis. Ijma harus dilakukan ketika suatu masalah dalam perkara
agama tidak dijelaskan secara spesifik didalam Qur’an dan Sunnah.

10
Berkaitan dengan hal tersebut Rasulullah SAW bersabda.

11
Apabila di kaji lebih mendalam dan mendasar terutama dari segi cara
melakukannya, maka terdapat dua macam ijma’ yaitu :

1. Ijma’ shoreh (jelas atau nyata) adalah apabila ijtihad terdapat beberapa ahli
ijtihad atau mujtahid menyampaikan ucapan atau perbuatan masing-
masing secara tegas dan jelas.
2. Ijma’ sukuti (diam atau tidak jelas) adalah apabila beberapa ahli ijtihad
atau sejumlah mujtahid mengemukakan pendapatnya atau pemikirannya
secara jelas.

Apabila ditinjau dari segi adanya kepastian hukum tentang suatu hal,
maka ijma’ dapat digolongkan menjadi :

1. Ijma’ qathi yaitu apabila ijma’ tersebut memiliki kepastian hukum


( tentang suatu hal)
2. Ijma’ dzanni yaitu ijma’ yang hanya menghasilkan suatu ketentuan hukum
yang tidak pasti.

Pada hakikatnya ijma’ harus memiliki sandaran, danya keharusan tersebut


memiliki beberapa aturan yaitu :
Pertama: bahwa bila ijma’ tidak mempunyai dalil tempat sandarannya, ijma’
tidak akan sampai kepada kebenaran.
Kedua: bahwa para sahabat keadaanya tidak akan lebih baik keadaan nabi,
sebagaimana diketahui, nabi saja tidak pernah menetapkan suatu hukum
kecuali berdasarkan kepada wahyu.
Ketiga: bahwa pendapat tentang agama tanpa menggunakan dalil baik kuat
maupun lemah adalah salah.kalau mereka sepakat berbuat begitu berati
mereka sepakat berbuat suatu kesalahan yang demikian tidak mungkin terjadi.
Keempat: bahwa pendapat yang tidak didasarkan kepada dalil tidak dapat
diketahui kaitannya dengan hukum syara’ kalau tidak dapat dihubungkan
kepada syara’ tidak wajib diikuti.

12
2.4. AL-QIYAS

A. Pengertian Qiyas

Qiyas ialah menyamakan suatu peristiwa yang tidak ada hukumnya


dalam nash kepada kejadian yang lain yang hukumnya dalam nash karena
adanya kesamaan dua kejadian dalam illat hukumnya.Seterusnya dalam
perkembangan hukum islam kita jumpai qiyas sebagai sumber hukum yang
keempat. Arti perkataan bahasa arab “Qiyas” adalah menurut bahasa ukuran,
timbangan. Persamaan (analogy) dan menurut istilah ali ushul fiqih mencari
sebanyak mungkin  persamaan antara dua peristiwa dengan mempergunakan
cara deduksi (analogical deduction).
Yaitu menciptakan atau menyalurkan atau menarik suatu garis hukum
yang baru dari garis hukum yang lama dengan maksud memakaiakan garis
hukum yang baru itu kepada suatu keadaan, karena garis hukum yang baru itu
ada persamaanya dari garis hukum yang lama.

B. Kedudukan Qiyas

Yang disebut Qiyas ialah menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain
dalam hukum karena adanya sebab yang antara keduanya.

Adapun rukun atau komponen yang ada di dalam qiyas ada empat. Yakni
masalah yang diqiyaskan (far’), masalah yang dijadikan rujukan qiyas (asl),
hukum dari asl, dan adanya persamaan sebab (illat) antara far’ dan asl.

13
BAB 3
PEMBAGIAN HUKUM ISLAM

Ulama usul fiqh membagi hukum menjadi dua bagian besar, yaitu


hukum taklifi dan hukum wad’i.  Hukum taklifi adalah tuntunan Allah SWT
yang berkaitan dengan perintah melakukan atau larngan melakukan suatu
perbuatan.

Adapun hukum wad’i adalah perintah Allah SWT yang mengandung


pengertian bahwa terjadinya sesuatu merupakan sebab, syarat, atau
penghalang bagi adanya sesuatu.

Hukum taklifi dibagi menjadi lima yang kemudian dinamakan al ahkam


al khamsah (hukum yang lima), yaitu sebagai berikut:

1. Wajib
Wajib  ialah aturan yang harus dikerjakan dengan ketentuan jika
dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika tidak dikerjakan akan
mendapatkan dosa.
Misalnya, Allah SWT mewajibkan shalat fardu dan puasa
(saum) Ramadhan, orang tersebut akan mendapat pahla. Adapun jika tidak
melaksanakan, ia akan mendapat dosa.

2. Sunnah
Sunnah ialah aturan yang bersifat anjuran. Jika orang melaksanakan
anjuran tersebut, ia mendapat pahala. Adapun jika tidak melaksanakan
anjuran tersebut, ia tidak berdosa.
Misalnya, Allah menganjurkan salat rawatibdan puasa Senin-Kamis.
Bagi orang yang melaksanakannya akan mendapatkan pahala dan bagi orang
yang tidak melaksankan tidak mendapat dosa

14
3. Haram
Haram ialah aturan untuk meninggalkan suatu perbuatan karena hal
tersebut dilarang. Bagi orang yang melanggar larangan tersebut, ia akan
mendapat dosa. Adapun bagi orang yang meninggalkan akan mendapat
pahala.
Misalnya, Allah mengharamkan meminum minuman keras (khamr). Bagi
orang yang melakukannya akan mendapat dosa dan bagi yang
meninggalkannya akan mendapatkan pahala.

4. Makkruh
Makruh ialah aturan untuk meninggalkan atau menjauhinya. Dengan
ketentuan, bagi orang yng mematuhi aturan tersebut, ia mendapt pahala.
Adapun bagi orang yang melanggarnya tidak berdosa.
Misalnya, aturan untuk menjauhi makanan berbau keras atau kuat
mislanya (petai atau jengkol). Bagi orang yang mematuhi anjuran tersebut
akan mendapatkan pahala. Adapun bagi orang yang melanggarnya tidak
berdosa.

5. Mubah
Mubah ialah sesuatu yang boleh atau tidak boleh dikerjakan. Jika
seseorang mengerjakan perbuatan tersebut, dia tidak akan mendapat pahala
dan dosa. Demikian juga jika orang yang melakukannya, ia juga tidak akan
mendapatkan pahala maupun dosa.
Misalnya, seseorang duduk atau tidur. Bagi orang yang melakukannya
tidak mendapat pahala maupun dosa. Demikian pula bagi orang yang tidak
melakukannya tidak juga mendapat pahala maupun dosa.

15
Hukum wad’i terdiri atas lima unsur, yaitu sebagai berikut.
1) Sebab, misalnya terbenamnya matahari menjadi sebab wajibnya shalat
Magrib.
2) Syarat, misalnya wudu adalah syarat sahnya shalat.
3) Penghalang, misalnya hubungan waris dapat terhalang jika ahli waris
membuhuh orang yang mewariskan.
4) Sah, misalnya mengerjakan salat Zuhur setelah matahari tergelincir
(sebab), telah berwudu (syarat), dan tidak hadi (penghalang).
5) Batal, misalnya berbicara ketika mengerjalan shalat.

16

Anda mungkin juga menyukai