Dibuat Oleh :
S A P B I K I S (1922201041)
UNIVERSITAS ABDURRAB
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL (B)
PEKANBARU
2020
1
BAB 1
PENDAHULUAN
2
BAB 2
2.1. AL-QUR’AN
Al-Qur’an adalah sumber atau dasar hukum yang utama dari semua
ajaran dan syari’at islam. Hal ini ditegaskan di dalam Al-Qur’an yaitu Surah
An-Nisa ayat 105.
3
A. Pengertian Al-Quran
B. Kedudukan Al Quran
Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Surah An Nisa [4] ayat 59
sebagai berikut.
Rasulullah SAW dalam Hadist riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu
Hurairah bersabda sebagai berikut.
4
Al Quran merupakan sumber hukum pertama yang dapat mengantarkan
umat manusia menuju kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat. Al
Quran akan membimbing manusia ke jalan yang benar.
5
2.2. HADIST
6
A. Pengertian Hadist
Menurut para ahli, Hadist identik dengan sunah, yaitu segala perkataan,
perbuatan, takrir (ketetapan), sifat, keadaan, tabiat atau watak, dan sirah
(perjalanan hidup) Nabi Muhammad SAW, baik yang berkaitan dengan
masalah hukum maupun tidak, namun menurut bahasa, Hadist berarti ucapan
atau perkataan.
B. Kedudukan Hadist
7
Hadist akan selamat. Maksudnya, ia senantiasa menjalankan kehidupan ini
sesuai dengan Al Quran dan Hadist Rasulullah SAW.
8
D. Macam-macam Hadist
Ditinjau dari segi kualitas perawinya, hadis dapat dibagi menjadi empat,
yaitu sebagai berikut.
1. Hadis Shaih
Hadis Shaih adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, kuat
hafalannya, tajam penelitiannya, sanad yang bersambung, tidak cacat,
dan tidak bertentangan dengan riwayat orang yang lebih terpercaya.
2. Hadis Hasan
Hadis Hasan adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil,
tetapi kurang kuat ingatannya, sanad-nya bersambung, tidak cacat, dan
tidak bertentangan.
3. Hadis Da’if
Hadis Da’if adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat yang
dipenuhi hadis sahih atau hasan.
9
4. Hadis Maudu’
Hadis Maudu’ adalah hadis palsu yang dibuat orang atau dikatakan orang
sebagai hadis, padahal bukan hadis.
2.3. AL-IJMA’
A. Pengertian Ijma’
B. Kedudukan Ijma’
Ijma merupakan sumber hukum Islam ketiga setelah Al Quran dan Hadis.
Ijma dilakukan jika suatu permasalahan sudah dicari dalam Al Quran maupun
hadis, tetapi tidak ditemukan hukumnya. Ijma’ menurut hukum islam pada
prinsipnya ijma’ adalah kesepakatan beberapa ahli istihan atau sejumlah
mujtahid umat islam setelah masa rasulullah tentang hukum atau ketentuan
beberapa masa yang berkaitan dengan syariat atau suatu hal.
Namun, hasil ijma tetap tidak bleh bertentangan dengan Al Quran
maupun hadis. Ijma harus dilakukan ketika suatu masalah dalam perkara
agama tidak dijelaskan secara spesifik didalam Qur’an dan Sunnah.
10
Berkaitan dengan hal tersebut Rasulullah SAW bersabda.
11
Apabila di kaji lebih mendalam dan mendasar terutama dari segi cara
melakukannya, maka terdapat dua macam ijma’ yaitu :
1. Ijma’ shoreh (jelas atau nyata) adalah apabila ijtihad terdapat beberapa ahli
ijtihad atau mujtahid menyampaikan ucapan atau perbuatan masing-
masing secara tegas dan jelas.
2. Ijma’ sukuti (diam atau tidak jelas) adalah apabila beberapa ahli ijtihad
atau sejumlah mujtahid mengemukakan pendapatnya atau pemikirannya
secara jelas.
Apabila ditinjau dari segi adanya kepastian hukum tentang suatu hal,
maka ijma’ dapat digolongkan menjadi :
12
2.4. AL-QIYAS
A. Pengertian Qiyas
B. Kedudukan Qiyas
Yang disebut Qiyas ialah menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain
dalam hukum karena adanya sebab yang antara keduanya.
Adapun rukun atau komponen yang ada di dalam qiyas ada empat. Yakni
masalah yang diqiyaskan (far’), masalah yang dijadikan rujukan qiyas (asl),
hukum dari asl, dan adanya persamaan sebab (illat) antara far’ dan asl.
13
BAB 3
PEMBAGIAN HUKUM ISLAM
1. Wajib
Wajib ialah aturan yang harus dikerjakan dengan ketentuan jika
dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika tidak dikerjakan akan
mendapatkan dosa.
Misalnya, Allah SWT mewajibkan shalat fardu dan puasa
(saum) Ramadhan, orang tersebut akan mendapat pahla. Adapun jika tidak
melaksanakan, ia akan mendapat dosa.
2. Sunnah
Sunnah ialah aturan yang bersifat anjuran. Jika orang melaksanakan
anjuran tersebut, ia mendapat pahala. Adapun jika tidak melaksanakan
anjuran tersebut, ia tidak berdosa.
Misalnya, Allah menganjurkan salat rawatibdan puasa Senin-Kamis.
Bagi orang yang melaksanakannya akan mendapatkan pahala dan bagi orang
yang tidak melaksankan tidak mendapat dosa
14
3. Haram
Haram ialah aturan untuk meninggalkan suatu perbuatan karena hal
tersebut dilarang. Bagi orang yang melanggar larangan tersebut, ia akan
mendapat dosa. Adapun bagi orang yang meninggalkan akan mendapat
pahala.
Misalnya, Allah mengharamkan meminum minuman keras (khamr). Bagi
orang yang melakukannya akan mendapat dosa dan bagi yang
meninggalkannya akan mendapatkan pahala.
4. Makkruh
Makruh ialah aturan untuk meninggalkan atau menjauhinya. Dengan
ketentuan, bagi orang yng mematuhi aturan tersebut, ia mendapt pahala.
Adapun bagi orang yang melanggarnya tidak berdosa.
Misalnya, aturan untuk menjauhi makanan berbau keras atau kuat
mislanya (petai atau jengkol). Bagi orang yang mematuhi anjuran tersebut
akan mendapatkan pahala. Adapun bagi orang yang melanggarnya tidak
berdosa.
5. Mubah
Mubah ialah sesuatu yang boleh atau tidak boleh dikerjakan. Jika
seseorang mengerjakan perbuatan tersebut, dia tidak akan mendapat pahala
dan dosa. Demikian juga jika orang yang melakukannya, ia juga tidak akan
mendapatkan pahala maupun dosa.
Misalnya, seseorang duduk atau tidur. Bagi orang yang melakukannya
tidak mendapat pahala maupun dosa. Demikian pula bagi orang yang tidak
melakukannya tidak juga mendapat pahala maupun dosa.
15
Hukum wad’i terdiri atas lima unsur, yaitu sebagai berikut.
1) Sebab, misalnya terbenamnya matahari menjadi sebab wajibnya shalat
Magrib.
2) Syarat, misalnya wudu adalah syarat sahnya shalat.
3) Penghalang, misalnya hubungan waris dapat terhalang jika ahli waris
membuhuh orang yang mewariskan.
4) Sah, misalnya mengerjakan salat Zuhur setelah matahari tergelincir
(sebab), telah berwudu (syarat), dan tidak hadi (penghalang).
5) Batal, misalnya berbicara ketika mengerjalan shalat.
16