Anda di halaman 1dari 2

Daftar Pustaka :

MAIN LINK : http://digilib.uin-suka.ac.id/7895/1/AGUS%20MULYANTO%20BOOK%20REVIEW


%20MELACAK%20TEORI%20EINSTEIN%20DALAM%20AL-QUR%27AN.pdf

LINK PENDUKUNG : https://staff.fisika.ui.ac.id/tmart/einstein5.html

LINK PENDUKUNG : https://deebacalah.blogspot.com/2012/01/kecepatan-cahaya-dihitung-dari-al-


quran.html

PEMBUKAAN DAN PENUTUP : http://digilib.uin-suka.ac.id/27086/1/BAB%20I%2C%20V%2C%20DAFTAR


%20PUSTAKA.pdf

Pengenalan

Teori relativitas dimunculkan pertama kali oleh Albert Einstein (1879-1955) telah membuka kebekuan
perkembangan sains dan teknologi. Perkembangan ini sebagai imbasnya, mampu memberikan berbagai
pencerahan yang pada masa klasik Newto dianggap sebagai hal yang irasional, aneh, dan tidak masuk
akal. Munculnya fisika modern ebagai wujud pengembangan teori relativitas telah berhasil
mengungkapfenomena-fenomena aneh di balik alam semesta. Kunci teori relativitas khusus einstein
ialah pengetahuan bahwa kecepatan cahaya adalah tetap. Seorang pengamat, bagaimanapun dia
bergerak, kecepatannya adala tetap. Einstein menjelaskan penalaran ini dengan kereta api yang
bergerak melintasi sebuah peron.

Eksperimen Relativitas pertama Einstein

Dimulai dengan eksperimen seorang penumpang keretaapi yang menjatuhkan batu ke tepi
landasan rel. Dilihat dari pelaku tindakan “nakal” ini, batu tersebut bergerak lurus hingga jatuh
ke tanah. Namun seseorang di luar kereta melihat batu itu bergerak mengikuti lintasan
parabola. Kedua pengamatan yang sangat berbeda ini menghancurkan konsep sistem
koordinat mutlak bagi penjelasan gerak batu. Si pelaku menggunakan sistem koordinat dengan
keretaapi sebagai sistem acuannya, sedangkan pengamat di luar keretaapi menggunakan tepi
landasan rel sebagai acuan koordinatnya. Hasil eksperimen sederhana ini mengantarkan kita
pada kesimpulan bahwa konsep tentang ruang yang di dalamnya kita dapat menjelaskan
segala bentuk gerakan secara unik menjadi semakin kabur dan semakin kehilangan makna.
Apa yang masih dapat kita terima adalah gerak relatif salah satu sistem koordinat terhadap
sistem koordinat yang kita anggap sebagai acuan.

Sistem koordinat relatif ini selanjutnya memfasilitasi pembahasan relativitas secara terbatas.
Mengapa terbatas? Andaikan masinis menjalankan kereta tadi dengan kecepatan v dan
menyalakan lampu lokomotifnya (yang, jika kita mengabaikan indeks bias udara, memiliki
kecepatan c atau sama dengan 300.000 km per detik relatif terhadap lokomotif), maka
pengamat di luar kereta seharusnya mencatat kecepatan cahaya lampu tadi adalah v+c.
Padahal eksperimen yang dilakukan oleh De Sitter, seorang astronomiwan Belanda,
memperlihatkan bahwa kecepatan cahaya selalu sama dengan c, tidak bergantung pada
kecepatan sumbernya. Hal ini juga sesuai dengan prinsip utama relativitas: tidak ada kerangka
acuan yang diutamakan atau dengan kata lain hukum-hukum fisika di kedua kerangka acuan
harus sama. Ketidakcocokan antara prinsip relativitas dengan konstannya kecepatan cahaya
mendorong Einstein untuk kembali menelaah hasil penelitian legendaris H. A. Lorentz yang
menyimpulkan bahwa kecepatan cahaya dalam ruang hampa selalu tetap sama dengan c.
Pengamatan jeli Einstein mengantarkannya pada transformasi Lorentz yang menghubungkan
posisi sebuah titik pada dua kerangka acuan yang bergerak relatif satu sama lain.

Anda mungkin juga menyukai