Anda di halaman 1dari 27

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

“HIV/AIDS” DENGAN TUBERKULOSIS PARU

Oleh:
1. Adiningsih Kurnia Wardani Mattarang (0118003)
2. Fanny Okte Novita Sari (0118015)
3. Putri Diah Ningtyas (0118032)

PROGRAM STUDI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
DIAN HUSADA KOTA MOJOKERTO
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas karunia dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Imunitas HIV- AIDS dengan Komplikasi Tuberkulosis Paru”.

Makalah ini membahas tentang konsep dasar HIV-AIDS, dan konsep


asuhan keperawatan pada pasien HIV-AIDS dengan komplikasi Tuberkulosis
Paru.
Kami berharap makalah ini dapat memotivasi para mahasiswa/i lain
dalam mata kuliah ini. Kami menyadari bahwa makalah kami masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan masukan-
masukan yang bersifat membangun, yaitu berupa kritikan dan saran yang
konstruktif demi memperbaiki dan penyempurnaan pembuatan laporan dan
makalah kami selanjutnya. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
Mojokerto, 22 Maret 2020

(Penulis)
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi
B. Etiologi
C. Manifestasiklinis
D. Patofisiologi
E. Pathway
F. Komplikasi
G. Pemeriksaan penunjang
H. Terapi pengobatan
I. Konsep kebutuhan oksigenasi
J. Penatalaksanaan
K. Konsep Asuhan Keperawatan
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Orang yang terkena virus HIV/AIDS ini akan menjadi rentan terhadap
infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Penyakit AIDS ini telah
menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan menurut UNAIDS dan
WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa
sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat AIDS sebagai salah
satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja,
akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia,
epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3
juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000)
merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini
hidup dengan HIV.Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi
dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia,
peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.
Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai
dengan 31 Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL,
Kemenkes RI tanggal 29 Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS
sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus yang sudah dilaporkan
106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430
kamatian. Angka ini tidak mengherankan karena di awal tahun 2000-an
kalangan ahli epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di
Indonesia yaitu berkisar antara 80.000 – 130.000. Dan sekarang Indonesia
menjadi negara peringkat ketiga, setelah Cina dan India, yang percepatan
kasus HIV/AIDS- nya tertinggi di Asia.
TB ( Tubrkulosis ) merupakan salah satu infeksi oportunistik tersering
menyerang pada orang dengan HIV/AIDS di Indonesia. Infeksi HIV/AIDS
memudahkan terjadinya infeksi mycobacterium tuberculosis. Penderita
HIV/AIDS mempunyai resiko lebih besar menderita TB di bandingkan
dengan non-HIV/AIDS. Resiko HIV/AIDS untuk menderita TB
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi HIV/AIDS KOINFEKSI TB PARU?
2. Apa Etiologi HIV/AIDS KOINFEKSI TB PARU?
3. Bagaimana ManifestasiklinisHIV/AIDS KOINFEKSI TB PARU?
4. Bagaimana Patofisiologi HIV/AIDS KOINFEKSI TB PARU?
5. Bagaimana Pathway HIV/AIDS KOINFEKSI TB PARU?
6. Bagaimana Komplikasi HIV/AIDS KOINFEKSI TB PARU?
7. Bagaimana Pemeriksaan penunjang HIV/AIDS KOINFEKSI TB PARU?
8. Bagaimana Terapi pengobatan HIV/AIDS KOINFEKSI TB PARU?
9. Bagaiamana Penatalaksanaan HIV/AIDS KOINFEKSI TB PARU?
10. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan HIV/AIDS KOINFEKSI TB
PARU?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Apa Definisi HIV/AIDS KOINFEKSI TB PARU?
2. Untuk mengetahui Apa Etiologi HIV/AIDS KOINFEKSI TB PARU?
3. Untuk mengetahui Bagaimana ManifestasiklinisHIV/AIDS KOINFEKSI
TB PARU?
4. Untuk mengetahui Bagaimana Patofisiologi HIV/AIDS KOINFEKSI TB
PARU?
5. Untuk mengetahui Bagaimana Pathway HIV/AIDS KOINFEKSI TB
PARU?
6. Untuk mengetahui Bagaimana Komplikasi HIV/AIDS KOINFEKSI TB
PARU?
7. Untuk mengetahui Bagaimana Pemeriksaan penunjang HIV/AIDS
KOINFEKSI TB PARU?
8. Untuk mengetahui Bagaimana Terapi pengobatan HIV/AIDS KOINFEKSI
TB PARU?
9. Untuk mengetahui Bagaiamana Penatalaksanaan HIV/AIDS KOINFEKSI
TB PARU?
10. Untuk mengetahui Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan HIV/AIDS
KOINFEKSI TB PARU?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS.
HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas
menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki
CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel
limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan
berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan
dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan
sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan
pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang
terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada
beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).
HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam
sel atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam
kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini
ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit
maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik
(Zein, 2006).
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosisyang dapat menyerang semua bagian tubuh manusia dan yang
paling sering terkena adalah organ paru (Wahid & Suprapto, 2013).
B. Etiologi
Tuberkulosis dapat terjadi pada seseorang yang sistem imunitasnya
menurun akibat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Infeksi HIV
mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular
imunity), sehingga bila terjadi infeksi oportunistik seperti Tuberkulosis maka
penderita akan menjadi sakit parah (Najmah, 2016). HIV memperburuk
infeksi Tuberkulosis dengan mempercepat replikasi dan penyebaran bakteri
penyebab Tuberkulosis (Mulyadi, 2010).
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh  mycobacterium tuberculosis tipe humanus, sejenis kuman yang
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan
kimia serta gangguan fisik (Wahid & Suprapto, 2013).
Basil tipe human  bisa berada di bercak ludah (droplet) dan di udara
yang berasal dari penderita tuberkulosis, dan orang yang rentan terkena akan
mudah terinfeksi bila menghirupnya. Setelah organisme terinhalasi, dan masuk
paru-paru bakteri dapat bertahan hidup dan menyebar ke nodus limfatikus
lokal. Penyebaran melalui aliran darah ini dapat menyebabkan tuberkulosis
pada organ lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai bertahun-tahun
(Nurarif & Kusuma, 2016).
C. Manifestasi Klinis
Gejala HIV ko-infeksi tuberculosis paru menyebar dan mempengaruhi setiap
sistem organ, mulai dari abnormalitas respons imun yang sifatnya ringan tanpa
disertai tanda dan gejala yang jelas hingga imunosupresi yang bermakna,
infeksi yang mengancam jiwa, keganasan, dan efek langsung pada jaringan
tubuh (Suddarth, 2013).
D. Patofisiologi
Tuberkulosis dapat terjadi pada seseorang yang sistem imunitasnya
menurun akibat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). HIV (Human
Immunodeficiency Virus) merupakan sebuah virus yang dapat menyerang
sistem kekebalan tubuh. Virus HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu
seperti sel-sel yang mempunyai antigen CD4 terutama limfosit T4. Virus yang
masuk kedalam limfosit T4 selanjutnya mengadakan replikasi sehingga
menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri (Ersha &
Ahmad, 2018).
Pada penderita HIV jumlah serta fungsi sel CD4 menurun secara
progresif, serta terjadi gangguan pada fungsi makrofag dan monosit. CD4 dan
makrofag merupakan komponen yang memiliki peranan penting dalam
mengatur dan mempertahankan sistem pertahanan tubuh
terhadap mycobacterium (Mulyadi, 2010). Seseorang yang menghirup
basil mycobacterium tuberculosis akan menjadi terinfeksi. Bakteri menyebar
melalui jalan nafas menuju ke alveoli, dimana pada daerah tersebut bakteri
bertumpuk dan berkembang biak. Sistem kekebalan tubuh akan berespons
dengan melakukan reaksi inflamasi dan mengeluarkan zat pirogen yang
mempengaruhi hipotalamus sehingga mengakibatkan peningkatan suhu tubuh.
Neutrofil dan makrofag memfagositosis (menelan) bakteri. Limfosit yang
spesifik terhadap tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan
alveoli dan terjadilah bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam
waktu 2-10 minggu setelah terpapar (Somantri, 2012).
Bakteri menyebar ke organ lain (paru-paru, saluran pencernaan, tulang)
sehingga terjadilah radang tahunan di bronkus dan bakteri tersebut
menghancurkan jaringan ikat sekitar yang mengakibatkan bagian tengah
menjadi nekrosis dan membentuk jaringan keju. Pertahanan primer yang tidak
adekuat menyebabkan terjadinya pembentukan tuberkel yang mengakibatkan
kerusakan alveolar dan terjadi pembentukan sputum berlebih yang
mengakibatkan bersihan jalan nafas menjadi tidak efektif  (Nurarif & Kusuma,
2016).
E. Pathway

Infeksi mycobacterium
Faktor risiko : hubungan tuberkolosis
seksual tidak aman,
transfuse darah jarum
suntik yang masuk kedalam tubuh
terkontaminasi, transmisi melalui saluran GI, saluran
ibu ke anak pernapasan, luka terbuka
pada kulit

Menyerang limfosit T
CD4 tuberkulum basil
menginvasi apeks paru

Menurunnya jumlah CD4


basil tuberkulum mencapai
alveolus
Imunosupresif = tubuh
mudah terinfeksi penyakit
memicu reaksi
hipersensitivitas seluler

Mempercepat reaksi makrofag, leukosit


perkeambangan penyakit yang memfagosit bakteri

beberapa bakteri tidak


Respon imun tubuh
dapat dibunuh dan
menurun untuk mencegah
menginvasi dan
TBC
berkembang biak dalam
makrofag

terbentuknya koloni

1 2 3
1 2

kuman TB
respon imun
menyebar
yang lemah
melalui saluran

kecepatan inflamasi
progresivitas saluran
penyakit TBC (limfangitis) dan
di kelenjar limfe
(limfa denitis )
cemas ketidakmmpuan berkembangnya
dalam sebagai penyakit
mempertahankan kronis pelepasan
ansietas hubungan suportif mediator
yang stabil peradangan
penatalaksanan
seperti
dengan
prontaglandin
pengobatan yang
hambatan membutuhkan memicu pusat
interaksi waktu yang lama termostaf
sosial hipotalamus
pasien dapat Peningkatan
mengalami peningkatan
suhu tubuh laju
kesulitan dalam metabolisme
integrasi ( >37,50 C )
pengobatan

Hipertermi Kekurangan
ketidakefektifan
Volume
penatalaksanaan
Cairan
program
terapeutik
3

resolusi focus primer di


jaringan paru

Fibrosis paru

5
nekrosis pengkejuan berkurangnya luas reaksi
total permukaan hipermetabolik
membrane paru

pnurunan nafsu
pembentukan bahan menimbulkan kafasitas difusi makan
jaringan parut pengkejuan respon paru menurun
fibrosa pada mengental pelepasan
alveolus menimbulkan bahan cair intake tidak
obstruksi pada kedalam Sesak nafas mencukupi
bronkus bronkus
pola nafas tidak BB ± > 10% BB
bahan tubercular efektif ideal
yang dilepas dari
bahan bila jaringan kavitas masuk ke
tersebut nekrosis yang tracheobrancial gangguan
mengandung dikeluarkan pemenuhan
bakteri yang saat batuk nutrisi kurang
merangsang dari kebutuhan
batuk penyempitan tubuh
pecahnya lumen bronkus
pembuluh
batuk darah

hemoptoe

sakit pada
saat batuk bersihan
berulang jalan nafas
tidak efektif

Nyeri
akut

4
4 5

berkurangnya menyebabkan penimbunan


oksigenasi darah dan cairan di pleura (efusi pleura)
otak

nyeri dada
pleuritik
suplai O2 keperifer
PH >7,5
SaO2 menurun

Nyeri akut
kerusakan kelemahan dan
pertukaran gas kelelahan

Ketidakefektifan intoleransi aktivitas


Perfusi jaringan
sereberal
F. Komplikasi
1. Tuberkulosis Paru

2. Pneumonia Premosistis

3. Berbagai macam penyakit kanker

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang biasanya dilakukan pada pasien HIV ko-infeksi


tuberculosis paru, antara lain :

1. Rapid test

Rapid test merupakan test antibody menggunakan spesimen darah utuh


(whole blood) yang diambil dari ujung maupun fungsi vena, cairan mulut
dan plasma, Rapid test dapat memberikan hasil dalam 20 menit (Scorviani
V. , 2012).

2. Kultur sputum: menunjukkan hasil positif untuk mycobacterium


tuberculosis memberi diagnosis definitif. Akan tetapi mycobacterium
tuberculosis tumbuh lambat, memerlukan 4-8 minggu sebelum dapat
dideteksi menggunakan teknik kultur tradisional. Sedangkan sistem kultur
radiometrik otomatis (seperti bactec) memungkinkan
deteksi mycobacterium tuberculosis dalam beberapa hari (LeMone, 2015).

3. Foto rongent dada (chest x-ray): dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada
lesi awal dibagian paru-paru bagian atas, deposit kalsium pada lesi primer
yang membaik atau cairan pada efusi. Perubahan mengindikasikan TB
yang lebih berat, dapat mencangkup area berlubang dan fibrosa (Somantri,
2012).
4. Darah: pada saat tuberkulosis baru mulai aktif akan didapatkan jumlah
leukosit (sel darah putih) yang sedikit menurun karena pertahanan primer
yang tidak adekuat akibat infeksi HIV dengan nilai normalnya sekitar
5.000-10.000/mm3 (Wahid & Suprapto, 2013).
H. Terapi Pengobatan
1. Terapi obat-obatan
Prinsip pengobatan HIV Ko-Infeksi Tuberkulosis adalah dengan
mendahulukan pengobatan Tuberkulosis (Wijaya, 2017).
Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan) (Wijaya, 2017).
Berdasarkan Somantri (2012), obat-obat anti tuberkulosis terdiri dari:

1. Isoniazid (INH/H)
2. Dosis: 5mg/KgBB, per oral
3. Efek samping: peripheal, neuritis, hepatitis, dan hipersensitif
4. Ethambutol Hydrocloride (EMB/E)

Dengan dosis sebagai berikut:

 Dewasa: 15mg/KgBB per oral, untuk pengobatan ulang mulai dengan


25mg/KgBB/hari selama 60 hari, kemudian diturunkan sampai
15mh/KgBB/hari.
 Anak (6-12 tahun): 10-15mg/KgBB/Hari

Efek samping: optik neuritis (efek terburuk adalah kebutaan) dan skin rash

 Rifampin/rifampisin (RFP/R)
 Dosis: 10mg/KgBB/hari per oral
 Efek samping: hepatitis, reaksi demam, purpura, nausea, dan vomiting.
 Pyrazinamide (PZA/Z)
 Dosis: 15-30mg/KgBB/hari
 Efek samping: hiperurisme, hepatotoxity, skin rash, artralgia, dister
gastrointestinal.
 Rekomendasi terapi ARV menurut Somantri (2012), pada kasus HIV Ko-
Infeksi TB Paru yaitu :
 Mulai terapi ARV pada semua individu HIV dengan TB Paru aktif, berapapun
jumlah CD4.
 Gunakan AZT (Zidovudin) + 3TC (Lamivudine) + EFV (Efavirenz) sebagai
pilihan pada pasien yang memulai terapi ARV selama dalam terapi TB Paru.
 Mulai terapi ARV sesegera mungkin setelah terapi TB Paru dapat ditoleransi.
Secepatnya 2 minggu dan tidak lebih dari 8 minggu.
 Terapi Oksigenasi
I.  Konsep Kebutuhan Oksigenasi pada Pasien TB Ko-Infeksi
a. Oksigenasi merupakan salah satu komponen yang berupa gas dan
unsur vital dalam proses metabolisme tubuh untuk mempertahankan
kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh (Haswita & Sulistyowati,
2017).
b. Kondisi Gangguan Oksigenasi pada Pasien TB Ko-Infeksi HI
Proses oksigenasi pada kondisi normal terdiri dari 3 tahapan berupa
ventilasi, difusi dan transportasi gas (Haswita & Sulistyowati, 2017).
Namun, pada pasien HIV ko-infeksi tuberculosis kondisi ini akan
mengalami perubahan akibat pertahanan primer yang tidak adekuat
sehingga menyebabkan terjadinya pembentukan tuberkel yang
mengakibatkan kerusakan alveolar dan terjadi pembentukan sputum
berlebih di jalan napas yang mengakibatkan bersihan jalan menjadi
tidak efektif  (Nurarif & Kusuma, 2016).
J. Penatalaksanaan untuk Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif pada Pasien HIV
Ko-Infeksi Tuberculosis Paru
Penatalaksanaan bersihan jalan napas tidak efektif sesuai indikasi yang dapat
dilakukan pada pasien HIV ko-infeksi tuberculosis yaitu :
1. Posisi
Biasanya ventilasi adekuat terpelihara oleh seringnya perubahan posisi.
Untuk memelihara respirasi yang adekuat dapat dilakukan dengan cara
memberikan posisi agar pengembangan dada maksimal seperti posisi
fowlers atau semi fowlers
2. Batuk efektif dan napas dalam
Tujuan napas dalam dan batuk efektif adalah untuk meningkatkan ekspansi
paru, mobilisasi sekret, dan mencegah efek samping dari retensi sekret.
Batuk yang efektif sangat penting karena dapat meningkatkan mekanisme
pembersihan jalan napas (Normal Cleansing Mechanism). Batuk yang
tidak efektif akan menyebabkan efek yang merugikan pada klien dengan
penyakit paru (Somantri, 2012).
3. Inhalasi
Terapi inhalasi yang biasanya dipakai yaitu nebulizer. Kegunaan nebulizer
adalah untuk memberi obat-obatan atau pelembab pada klien. Nebulisasi
menghasilkan kabut dan halimun, gunanya untuk meningkatkan
pembersihan sekresi pulmonal (Somantri, 2012)
K. Konsep Asuhan Keperawatan HIV AIDS KOINFEKSI TB PARU
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Penyakit HIV ko-infeksi tuberculosis dapat menyerang semua umur, mulai
anak-anak sampai orang dewasa dengan komposisi laki-laki dan
perempuan yang hampir sama, dari aspek sosioekonomi penyakit
tuberkulosis paru sering diderita oleh klien dari golongan ekonomi
menengah ke bawah (Somantri, 2012).
2. Status Kesehatan Saat Ini
-Keluhan utama MRS
Biasanya klien mengeluh batuk, batuk darah, sesak napas (Muttaqin,
2012).
-Keluhan utama pengkajian
Gejala umum TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa
sputum, sesak napas, malaise, anoreksia, gejala flu, demam ringan, nyeri
dada, batuk darah (Padilla, 2013).
-Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang sering menyebabkan klien TB paru meminta pertolongan
dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu keluhan
respiratoris yang meliputi: batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada.
Dan keluhan sistematis meliputi: demam, keluhan lain (keluhan yang biasa
timbul ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan dan
malaise) (Muttaqin, 2012).
3. Riwayat Kesehatan Terdahulu
-Riwayat penyakit sebelumnya :
Klien sebelumnya pernah menderita HIV sehingga daya tahan tubuhnya
menurun dan memudahkan terjadinya infeksi opportunistik seperti
tuberkulosis (Somantri, 2012).
-Riwayat penyakit keluarga
-Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu mengkaji
apakah pasien sebelumnya menderita penyakit infeksi seperti HIV. Selain
itu perawat juga perlu menanyakan apakah ada anggota keluarga yang juga
mengalami penyakit ini sebagai faktor predisposisi penularan di dalam
rumah (Muttaqin, 2012).
-Alergi (obat, makanan, plester, dll
Adanya alergi obat harus ditanyakan serta reaksi alergi yang timbul,
karena sering kali klien mengacaukan suatu alergi obat dengan efek
samping obat (Muttaqin, 2012).
-Obat-obatan yang digunakan
Mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang
relevan seperti obat-obat anti retro viral (ARV) dan antitusif. Adanya efek
samping yang terjadi di masa lalu (Muttaqin, 2012).
-Riwayat lingkungan
HIV ko-infeksi tuberculosis timbul di lingkungan rumah dengan kepadatan
tinggi yang tidak memungkinkan cahaya matahari masuk ke dalam
rumah (Somantri, 2012).
4. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum
1. Kesadaran
Kesadaran pasien HIV ko-infeksi tuberculosis biasanya adalah
composmentis  (Manurung & Suratun, 2013).
2. Keadaan umum
Keadaan umum pada klien HIV ko-infeksi tuberculosis dapat
dilakukan secara selintas pandang dengan menilai keadaan fisik
tiap bagian tubuh seperti mata, kulit, postur tubuh dan lain
sebagainya (Muttaqin, 2012).
3. Tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan
Tuberkulosis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh
secara signifikan, frekuensi nafas meningkat apabila disertasi
sesak nafas, denyut nadi biasanya normal, dan tekanan darah
biasanya normal (Muttaqin, 2012).
4. Tinggi badan dan berat badan
Klien HIV ko-infeksi tuberculosis biasanya mengalami
penurunan berat badan dalam enam bulan terakhir. Penurunan
berat badan berhubungan erat dengan proses penyembuhan
serta adanya anoreksia dan mual yang sering terjadi disebabkan
karena meminum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) (Manurung &
Suratun, 2013).
5. Body System
1. Sistem Persyarafan
Tidak ada kelainan pada sistem persyarafan kecuali adanya
komplikasi penyakit yang menyertai (Manurung & Suratun,
2013).
2. Sistem Penglihatan
o Inspeksi
Pada pemeriksaan mata biasanya didapatkan adanya
konjungtiva anemis dan sklera ikterik (Muttaqin, 2012).
o Palpasi
Tidak terdapat kelainan pada palpasi sistem penglihatan
kecuali jika adanya komplikasi penyakit yang menyertai
(Manurung & Suratun, 2013).
3. Sistem Pendengaran
Tidak terdapat kelainan pada sistem pendengaran kecuali
jika adanya komplikasi penyakit telinga yang menyertai
(Manurung & Suratun, 2013).
4. Sistem Pernapasan
o Inspeksi
Klien dengan HIV ko-infeksi tuberculosis biasanya tampak
kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter
bentuk dada antero-posterior dibanding proporsi diameter
lateral, sesak napas, peningkatan frekuensi napas, dan
menggunakan otot bantu napas. Klien biasanya juga
mengalami batuk produktif disertai adanya peningkatan
produksi sekret dan sekresi sputum yang purulen (Muttaqin,
2012).
o Palpasi
Klien dengan HIV ko-infeksi tuberculosis terjadi penurunan
gerakan dinding pernapasan. Bila terjadi komplikasi efusi
pleura akan terjadi penurunan getaran suara (fremitus vokal)
karena transmisi getaran suara harus melewati cairan yang
berakumulasi di rongga pleura (Muttaqin, 2012).
o Perkusi
Pada klien dengan TB paru tanpa komplikasi, biasanya
akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh
bagian lapang paru. Sedangkan pada klien yang terdapat
komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan redup
sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai banyaknya
akumulasi cairan di rongga pleura (Muttaqin, 2012).
o Auskultasi
Pada klien dengan HIV ko-infeksi tuberculosis didapatkan
adanya suara napas tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit
(Muttaqin, 2012).
5. Sistem Kardiovaskular
o Inspeksi
Perlu diperhatikan adanya keletihan karena kurangnya
suplai oksigen (O2) dari paru-paru yang mengalami
gangguan (Muttaqin, 2012).
o Palpasi
Pada pasien HIV ko-infeksi tuberculosis saat dilakukan
palpasi nadi akan teraba denyut nadi normal (Muttaqin,
2012).
o Perkusi
Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan
efusi pleura masif mendorong ke sisi sehat (Muttaqin,
2012).
o Auskultasi
Tidak didapatkan bunyi jantung tambahan (Muttaqin,
2012).
6. Sistem Pencernaan – Eliminasi Alvi
o Mulut dan tenggorok
Meningkatnya seputum pada saluran napas secara tidak
langsung akan memengaruhi sistem persarafan khususnya
saluran cerna. Klien mungkin akan mengeluh tidak nafsu
makan, disertai dengan batuk, pada akhirnya klien akan
mengalami penurunan berat badan yang signifikan
(Somantri, 2012).
o Abdomen
 Inspeksi
Tidak terjadi kelainan kecuali ada komplikasi
(Somantri, 2012).
 Auskultasi
Adanya penurunan bising usus (Somantri, 2012).
 Palpasi
Tidak ada kelainan pada hepar, gaster, colon, limfa
kecuali adanya komplikasi yang menyertai
(Manurung & Suratun, 2013).
 Perkusi
Pada pemeriksaan perkusi abdomen ditemukan
suara perut tympani maupun hipertympani
(Muttaqin, 2012).
7. Sistem Perkemihan – Eliminasi Urin
o Inspeksi
Terjadi oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal
dari syok. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine
yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan
fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena
meminum OAT terutama Rifampisin (Muttaqin, 2012).
o Palpasi
Tidak ada kelainan pada bladder kecuali adanya komplikasi
yang menyertai (Manurung & Suratun, 2013).
8. Sistem Muskuloskeletal
o Inspeksi
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien HIV ko-
infeksi tuberculosis. Gejala yang muncul antara lain
kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan
jadwal olahraga menjadi tidak teratur (Muttaqin, 2012).
o Palpasi
Tidak ada kelainan pada saat di palpasi kecuali adanya
komplikasi yang menyertai (Manurung & Suratun, 2013).
9. Sistem Integumen
o Inspeksi
turgor kulit buruk, kering, bersisik, hilang lemak subkutis
(Manurung & Suratun, 2013).
o Palpasi
Suhu badan klien biasanya meningkat >37,5 oC (Manurung
& Suratun, 2013).
10. Sistem Endokrin
Tidak terjadi kelainan pada sistem endokrin kecuali ada
penyakit yang menyertai (Somantri, 2012).
11. Sistem Reproduksi
Tidak terjadi kelainan pada sistem reproduksi kecuali ada
penyakit yang menyertai (Muttaqin, 2012).
ANALISA DATA

NO SYMTOM ETIOLOGI PROBLEM


1. DO: - Pecahnya Bersihan jalan
pembuluh darah nafas tidak efektif
DS:

-Gelisah
Hemoptoe
-sianosis
2 DO:-nafsu makan menurun Penurunan nafsu Defisit nutrisi
makan
DS:-BB Menurun minimal 10%
dibawah rentang ideal

Intake tidak
mencukupi
3 DO:- Kerusakan Perfusi serebral
pertukaran gas tidak efektif
DS:-
4 DO:-Merasa bingung Kecepatan Ansietas
Progretivitas TB
-Merasa khawatir dengan akibat
dari kondisi yang di hadapi

DO:-tampak gelisah, tegang Cemas


5 DO:-mengeluh nyeri Nyeri pada Nyeri akut
pleuritik
DS:-tampak meringis

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hemoptoe
(D.0001)
2. Defisit Nutrisi berhubungan dengan Peningkatan laju metabolism
(D.0019)
3. Ketidakefektifan Perfusi jaringan sereberal berhubungan dengan
kerusakan pertukaran gas (D.0017)
4. Ansietas berhubungan cemas (D.0080)
5. Nyeri akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritik (D.0077)
C. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA KRITERIA HASIL INTERVENSI


KEPERAWATAN KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak -Pola nafas efektif Observasi
efektif berhubungan dengan -Frekuensi nafas normal -Monitor pola nafas
hemoptoe (D.0001) (L.01001) -Monitor bunyi nafas
tambahan
Kolaborasi
-Pemberian bronkodilator,
jika perlu
(l.01011)
2. Defisit Nutrisi berhubungan -Frekuensi makan meningkat Observasi
dengan Peningkatan laju -Nafsu makan meningkat -Identifikas status nutria
metabolism (D.0019) -Berat badan normal -Identifikasi kebutuhan
-IMT normal kalori dan jenis nutrient
(L.03030) -Monitor asupan makanan
-Monitor BB
Edukasi
-Anjurkan diet ayng di
programkan
-Kolaborasi dengan ahli
gizi
(l.03119)

3. Risiko Perfusi jaringan -Kognitif meningkat Observasi


sereberal Tidakefektif
-Tekanan intracranial menurun -Identifikasi penyebab
berhubungan dengan
(L.02014) peningkatan TIK, TD,
kerusakan pertukaran gas
pelebaran nadi
(D.0017)
-Monitor kadar co2 dan
pertahankan dalam rentang
yang di indikasikan
(l.06198)
4. Ansietas berhubungan -Perilaku gelisah menurun Observasi
cemas (D.0080) -Verbalisasi khawatir akibat -Identifikasi saat tingkat
kondisi yang dihadapi ansietas berubah
(L.09093) -Monitor tanda ansietas
Terapeutik
-Ciptakan suasana
terapeutik untuk
menumbuhkan
kepercayaan
-Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan,
jika memungkinkan
Kolaborasi
-Pemberian obat
antiansietas jika perlu
(l.09314)
5. Nyeri akut berhubungan -Keluhan nyeri menurun Observasi
dengan nyeri dada pleuritik -Meringis menurun -Identifikasi lokasi,
(D.0077) (L.08066) karakteristik, durasi,
frekuensi kualitas dan
intensitas nyeri
-Identifikasi skala nyeri
Terapeutik
-Beri teknik non
farmakologis
-Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
Edukasi
-Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri
-Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Kolaborasi
-Pemberian analgetik, jika
perlu
(l.08238)

D. Evaluasi
1. Pola nafas normal
2. Nutrisi terpenuhi
3. Kebutuhan oksigen terpenuhi
4. Tidak mengalami ansietas
5. Nyeri menurun
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup
dalam sel atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke
dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini
ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit
maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik
(Zein, 2006).
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosisyang dapat menyerang semua bagian tubuh manusia dan yang
paling sering terkena adalah organ paru (Wahid & Suprapto, 2013).

B. Saran
Semoga setelah membaca makalah konsep asuhan keperawatan ini mahasiswa
dapat melakukan asuhan keperawatan dengan benar
DAFTAR PUSTAKA

http://d3keperawatan.akesrustida.ac.id/2019/08/21/asuhan-keperawatan-klien-yang-
mengalami-hiv-ko-infeksi-tuberculosis-paru-dengan-bersihan-jalan-nafas-tidak-
efektif-di-ruang-sakura-rsd-dr-soebandi-jember-oleh-erina-triwiyanti/
Diakses pada maret 2020
https://www.academia.edu/10007724/Asuhan_Keperawatan_Sistem_Imunitas_HIV-
AIDS?auto=download
Diakses pada maret 2020

Anda mungkin juga menyukai