Anda di halaman 1dari 17

SGD 1 LBM 3

SKENARIO

Dari berbagai jurnal yang dibaca, Fira mendapatkan informasi bahwa buah markisa
kuning (Passiflora edulis f. flavicarpa) mengandung polifenol dan karotenoid yang
mempunyai efek antioksidan. Sementara itu, senyawa antioksidan diketahui dapat
menghambat pertumbuhan sel kanker melalui mekanisme cell cycle arrest pada fase G1.
Buah markisa kuning juga sudah dibuktikan secara in vitro mempunyai efek sitotoksik pada
lini sel kanker payudara T47D. Fira tertarik untuk melanjutkan penelitian tersebut ke tahap
uji in vivo. Untuk melakukan penelitiannya, Fira merancang desain penelitian yang tepat
dengan mempertimbangkan pemilihan subyek uji, metode uji, parameter yang akan diukur
serta uji analisisnya.

Step 1

1. In vitro: di dalam kaca


2. In vivo: di dalam kehidupan

Step 2

1. Apa saja perbedaan dari in vivo dan in vitro?

In vitro (primary bioassay)


 adalah penelitian yang dilakukan dalam tabung uji atau media kultur di
laboratorium; Terletak di dalam suatu system tetapi di luar tubuh manusia
 Kebutuhan sample yang digunakan lebih sedikit
 Murah dan cepat
 dilakukan mikroorganisme pada tidak hidup tetapi dalam lingkungan terkontrol,
misalnya di dalam tabung reaksi atau cawan Petri
 Jenis penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh dari variabel
eksperimental pada subset dari bagian pokok suatu organisme. Hal ini cenderung
untuk memfokuskan pada organ , jaringan , sel , komponen sel, protein , dan / atau
biomolekul
 in vitro lebih cocok untuk mengamati efek keseluruhan percobaan pada subjek hidup
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 761/Menkes/Sk/Ix/1992
Tentang Pedoman Fitofarmaka)

In vitro :
 Terletak di dalam suatu system tetapi di luar tubuh manusia
 dilakukan mikroorganisme pada tidak hidup tetapi dalam lingkungan terkontrol,
misalnya di dalam tabung reaksi atau cawan Petri
 Jenis penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh dari variabel
eksperimental pada subset dari bagian pokok suatu organisme. Hal ini cenderung
untuk memfokuskan pada organ , jaringan , sel , komponen sel, protein , dan / atau
biomolekul
 tingkat penyederhanaan sistem yang diteliti lebih besar , sehingga peneliti dapat
fokus pada sejumlah komponen. Sebagai contoh , identitas protein dari sistem
kekebalan tubuh ( misalnya antibodi ) , dan mekanisme yang mengenali dan
mengikat antigen asing akan tetap sangat jelas jika tidak untuk penggunaan ekstensif
kerja in vitro untuk mengisolasi protein , mengidentifikasi sel-sel dan gen yang
memproduksi mereka , mempelajari fisik sifat interaksi mereka dengan antigen , dan
mengidentifikasi bagaimana interaksi mereka menyebabkan sinyal seluler yang
mengaktifkan komponen lain dari sistem kekebalan tubuh. Respon seluler adalah
spesies - spesifik , lintas analisis - bermasalah spesies . Metode baru spesies - sasaran
yang sama - , studi multi- organ yang tersedia untuk memotong hidup , pengujian
lintas-spesies

In vivo (secondary bioassay)


 Terletak di dalam tubuh manusia
 Kebutuhan sample yang digunakan lebih banyak
 Mahal dan lama
 dalam lingkungan yang terkendali
Sedangkan uji in vivo digunakan hewan utuh dan kondisi hidup (baik sadar
atau teranestesi). Syarat hewan yg digunakan sangat banyak tgt jenis obatnya,
missal yang jelas harus dilakukan control terhadap galur/spesies, jenis kelamin,
umur, berat badan (mempengaruhi dosis), dan harus dilakukan pada minimal 2
spesies yakni rodent/hewan mengerat dan non rodent. Alasannya krn system
fisiologi dan patologi pada manusia merupakan perpaduan antara rodent dan non
rodent
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 761/Menkes/Sk/Ix/1992
Tentang Pedoman Fitofarmaka)

EFEK SITOTOKSIK IN VITRO DARI EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (PHALERIA


MACROCARPA) TERHADAP KULTUR SEL KANKER MIELOMA
Uji Aktivitas Sitotoksik. Sediaan uji dan sediaan kontrol pelarut masing-masing sebanyak
0,1 ml dimasukkan dalam sumur microwell plateyang telah berisi 0,9 ml suspensi sel
hasil inisiasi. Replikasi dilakukan sebanyak dua kali. Selanjutnya diinkubasi dalam
inkubator CO2 suhu 37ºC selama 24 jam. Kemudian dari masing-masing sumur diambil
sebanyak 0,1 ml dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambah dengan larutan tripan
blue 0,5% sebanyak 0,1 ml (perbandingan 1:1) dan dihomogenkan. Dari campuran
tersebut dipipet dan diletakkan diatas ruang hitung hemositometer. Perhitungan
dilakukan dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali. Viabilitas sel dihitung

dengan rumus:
(http://journal.unair.ac.id/filerPDF/06%20vol%207%20april%202008%20(48-54).pdf)

Antifungi
UJI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG RAMBUTAN (Nephelium
lappaceum L.) TERHADAP JAMUR Candida Albicans SECARA IN VITRO
Pengujian Aktivitas Antijamur
a. Media dasar PDA dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan mengeras.
b. Pada permukaan lapisan dasar diletakkan 6 pencadang dan diatur sedemikian rupa
sehingga terdapat daerah yang baik untuk mengamati zona hambat yang terjadi.
c. PDA yang mengandung suspensi jamur uji dituang ke dalam cawan petri di sekeliling
pencadang.
d. Dikeluarkan pencadang dari cawan petri sehingga terbentuk sumur yang akan
digunakan untuk larutan uji, larutan kontrol positif (+) dan larutan kontrol negatif (-).
e. Diteteskan larutan uji ekstrak sampel kering etanol, ekstrak sampel basah etanol,
larutan kontrol positif (+) dan larutan kontrol negatif (-).
f. Dilakukan pengulangan secara triplo dengan cara yang sama.
g. Diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 37 C selama 1x24 jam.
h. Diamati zona hambat yang terjadi di sekitar sumuran kemudian diukur diameter zona
hambat secara horizontal dan vertikal dengan menggunakan penggaris berskala.
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=123510&val=5543)

Organ Terisolasi
EFEK EKSTRAK DAUN CIPLUKAN (Physalis minima L) TERHADAP RELAKSASI OTOT
POLOS TERPISAH TRAKEA MARMUT (Cavia porcellus)
METODOLOGI
Percobaan dilakukan dengan menggunakan hewan coba marmut jantan (n=5).
Percobaan dilakukan dengan metoda organ terpisah yaitu menggunakan rantai cincin
trakea yang dimasukkan ke dalam organ bathdan dihubungkan dengan rekorder
macLab. Selama percobaan rantai cicin trakea di dalam organbath direndam cairan
fisiologis Kreb”s yang selalu diganti setiap 15 menit, temperatur dipertahankan 35-37 C
dan terus menerus dialiri gas karbogen (9). Daun ciplukan (Physalis minima L) dibuat
ekstrak dengan menggunakan etanol. Untuk melihat respon relaksasi dari pemberian
ekstrak daun ciplukan, dilakukan stimulasi kontraksi otot polos trakea terlebih
duludengan menggunakan histamin 10-5 M (9,10), jika sudah terjadi kontraksi yang
stabil, kemudian baru ditambahkan ekstrak daunciplukan secara kumulatif dengan dosis
0,3 %, 0,5 %, 0,7 % dan diamati respon relaksasi otot polos trakea dari penurunan kurva
yang terekam di komputer mac lab dan dapat diukur besar kontraksi dan relaksasi
dalam satuan mv. Ekstrak daun ciplukan diberikan secara kumulatif berdasar penelitian
pendahuluan yang didapatkan hasil bahwa efek relaksasi ekstrak daun ciplukan bertahan
lama dan baru hilang responsnya setelah dilakukan pencucian. Data yang diperoleh
adalah besar kontraksi dari otot polos trakea setelah pemberian histamin (kontrol) dan
penurunan kontraksi (relaksasi) otot polos trakea setelah pemberian ekstrak daun
ciplukan (perlakuan). Besar kontraksi yang terekam pada komputer maclab
menggunakan satuan mili volt Data yang didapatkan dianalisis dengan uji anova, dan uji
korelasi regresi.
(http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/viewFile/237/229)

Mukolitik
SKRINING KOMPONEN KIMIA DAN UJI AKTIVITAS MUKOLITIK EKSTRAK RIMPANG
BANGLE (Zingiber purpureum Roxb.) TERHADAP MUKOSA USUS SAPI SECARA IN VITRO
Pembuatan Larutan Stok Ekstrak Uji
Larutan stok ekstrak uji dibuat dari ekstrak uji yang ditimbang sesuai kadar yang di-
inginkan (1 % b/v dan 0,5 % b/v) dan dibasahi dengan tween 80 hingga konsentrasi
tween 80 dalam larutan mencapai 1% dengan cara mela-rutkan tween sebanyak 1 g
dengan 100 ml akua-dest, lalu diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam ekstrak uji dan
dihomogenkan hingga terbentuk dispersi ekstrak.
Larutan Stok Kontrol Positif dan Kontrol Negatif
Larutan stok kontrol positif yang diguna-kan asetilsistein 50 mg/ml dengan tween 80
hingga konsentrasi tween 80 dalam larutan mencapai 1 %, sedangkan kontrol negatif
adalah mukus sapi dalam larutan dapar fosfat pH 7.
Pembuatan Dapar Fosfat pH 7
Larutan dapar pH 7 dibuat dengan men-campurkan 125 ml kalium dihidrogen fosfat 0,2
M dengan 72,75 ml natrium hidroksida 0,2 N dan di-encerkan dengan air bebas CO2
hingga 500 ml.
Penyiapan Mukus
Mukus didapatkan dari mukosa usus sapi yang dicuci dengan air mengalir sampai bersih,
kemudian dibelah dan dikerok. Mukus ditampung pada gelas kimia. Mukus yang
didapatkan berwarna putih kecoklatan sampai putih kekuningan.
Pengujian Aktivitas Mukolitik
Efek mukolitik diuji secara in vitro dengan mengukur perubahan viskositas mukus
usus sapi. Hasil pengukuran dibandingkan dengan hasil pa-da kontrol positif dan kontrol
negatif. Campuran mukus dibuat dalam larutan dapar fosfat pH 7 dengan perbandingan
70 : 30. Pengukuran dilakukan dengan menghi-tung efek mukolitik menggunakan alat
viscometer Brookfield spindle no. 3 dengan kecepatan 50 rpm. Sebelumnya, sampel
diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37 C. Pada saat pengukuran, sampel uji
ditempatkan pada plat panas (hot plate) dan dijaga suhunya pada 370,5 C).
Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali untuk masing-masing sampel uji.
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=29862&val=2174)
In vivo :
Analgesik
(http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20311589-S42961-Uji%20efek.pdf)

Antiinflamasi
(http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24139/1/MIGI%20FEBRI
%20ARINI-fkik.pdf)
2. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari in vivo dan in vitro?
uji in vitro harus dilanjutkan uji in vivo

Jenis penelitian in vitro ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh dari


variabel eksperimental pada subset dari bagian pokok suatu organisme. Hal ini
cenderung untuk memfokuskan pada organ, jaringan, sel, komponen sel, protein,
dan/atau biomolekul. Sehingga di dalam penelitian in vitro yang lebih cocok
dibandingkan in vivo untuk menyimpulkan mekanisme biologis tindakan.

Dengan variabel yang juga lebih sedikit dan perseptual diperkuat menyebabkan
reaksi halus, hasil yang umumnya lebih jelas.

Penerapannya yang murah menyebabkan teknik biologi molekular in vitro telah


menggeser dari penelitian in vivo yang lebih istimewa dan mahal dibandingkan
dengan mitra molekulnya. Saat ini, dalam penelitian in vitro adalah vital dan sangat
produktif.

Namun, kondisi terkendali yang terjadi di dalam sistem in vitro berbeda secara
signifikan dari uji in vivo, dan dapat memberikan hasil yang menyesatkan. Oleh
karena itu, dalam studi in vitro biasanya diikuti oleh studi vivo.

Contohnya termasuk:

1) Dalam biokimia, fisiologis stoikiometri konsentrasi non-aktif dapat


mengakibatkan enzim dalam arah terbalik, misalnya beberapa enzim dalam
siklus Krebs mungkin tampak memiliki tata-nama, salah.
2) DNA dapat mengadopsi konfigurasi lainnya, seperti A DNA .

Protein lipat mungkin berbeda seperti dalam sel ada kepadatan tinggi protein lain
dan ada sistem untuk membantu lipat, sementara in vitro, kondisi kurang
bergerombol dan tidak membantu.

3. Bagaimana merencanakan desain penelitian?


4. Apa saja parameter yang akan diukur pada scenario?

In vivo :
Terletak di dalam tubuh manusia  digunakan hewan utuh dan
kondisi hidup (baik sadar atau teranestesi)
dalam lingkungan yang terkendali
Syarat hewan yg digunakan sangat banyak tgt jenis obatnya,
missal yang jelas harus dilakukan control terhadap
galur/spesies, jenis kelamin, umur, berat badan (mempengaruhi
dosis)
harus dilakukan pada minimal 2 spesies yakni rodent/hewan
mengerat dan non rodent. Alasannya krn system fisiologi dan
patologi pada manusia merupakan perpaduan antara rodent dan
non rodent.

kekurangan
Kebutuhan sample yang digunakan lebih banyak
Mahal dan lama

Contoh :
- utk obat fertilitas digunakan hewan uji tikus/rat galur Sprague
Dowley/SD bukan Wistar atau jenis tikus lainnya, krn tikus jenis SD
memiliki anak banyak shg pengamatan akan lbh baik dg jumlah
sample yg banyak.

- Utk uji painkiller digunakan mencit/mice jika utk menilai nyeri


ringan yakni dengan penyuntikan asam asetat glacial ke peritoneum
mencit, tapi jika sasarannya nyeri tekanan digunakan tikus bias
Wistar atau SD, karena tikus akan dijepit ekornya atau telapak
jarinya dengan alat tertentu, sementara kalo nyeri berupa panas,
digunakan boleh mencit atau tikus krn hewan akan diletakkan di hot
plate.

- Utk antidiabetika, seharusnya digunakan babi atau sapi yg


pankreasnya banyak kemiripan dg manusia, namun dengan tikus
sudah cukup dengan adanya keterbatasan subyek uji

- Utk antiemetik/anti muntah digunakan burung merpati, krn


bisa dirangsang utk muntah berkali-kali sbg kuantifikasi, sementara
hewan lain hanya muntah sekali.

- Utk obat antihipertensi, digunakan kucing atau anjing


teranestesi, krn system kardiovaskulernya paling mirip dg manusia

- Utk obat antiinflamasi digunakan baik tikus yang disuntik


karagenan di bawah kulitnya shg melepuh atau telinga mencit
disuntik croton oil, bahkan kaki tikus sering dipotong utk
menimbang udem yg terbentuk

- utk antipiretik/penurun panas, digunakan kelinci utk diukur


suhu duburnya setelah disuntik pyrogen

- Utk asam urat digunakan ayam/burung yg dikasih makan jus hati


ayam (ayam makan ayam) krn metabolisme asam urat pada
manusia mirip dg yg terjadi dg biokimiawi di keluarga burung.

- Uji stamina digunakan tikus atau mencit, krn tubuhnya kuat dan
tahan di dalam air, hewan diuji dg berenang dan lari di treadmill.

- Uji libido, digunakan tikus dalam keadaan estrus/siap menerima


pejantan.

- Utk uji kanker, digunakan punggung tikus yg diimplan dg sel


kanker, atau paru-paru tikus setelah dipejankan benzo(a)pirena

Hasilnya berupa : efek farmakologi, dosis terapi ED50=dosis yang


menghasilkan 50% efek maksimum.
(KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 761/MENKES/SK/IX/1992 TENTANG PEDOMAN
FITOFARMAKA)

5. Bagaimana cara pemilihan subjek uji?


Cara pemilihan
Mencit
Bila dibutuhkan hewan coba dalam jumlah banyak, misalnya pada evaluasi
terhadap toksisitas akut dan kemampuan karsinogenik, maka hewan yang
paling sesuai untuk itu adalah mencit. Kekurangannya adalah kesulitan
memperoleh darah dalam jumlah yang cukup untuk rangkaian pemeriksaan
hematologi.

Tikus
Tikus tampaknya merupakan spesies ideal untuk uji toksikologi karena berat
badannya dapat mencapai 500 gram sehingga lebih mudah dipegang,
dikendalikan atau dapt diambil darahnya dalam jumlah yang relative besar.

Ciri-ciri morfologi Rattus norvegicus antara lain memiliki :


berat 150-600 gram, hidung tumpul dan badan besar dengan panjang 18-25
cm, kepala dan badan lebih pendek dari ekornya, serta telinga relatif kecil
dan tidak lebih dari 20-23 mm (Depkes 2011).

Menurut Besselsen (2004) dan Depkes (2011) taksonomi tikus adalah:


Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Subkelas : Theria
Ordo : Rodensia
Subordo : Sciurognathi
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus

Ada dua sifat utama yang membedakan tikus dengan hewan percobaan
lainnya, yaitu tikus tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak
lazim pada tempat bermuara esofagus ke dalam lambung sehingga
mempermudah proses pencekokan perlakuan menggunakan sonde
lambung, dan tidak mempunyai kandung empedu (Smith dan
Mangkoewidjojo 1988).
Selain itu, tikus hanya mempunyai kelenjar keringat di telapak kaki. Ekor
tikus menjadi bagian badan yang paling penting untuk mengurangi panas
tubuh. Mekanisme perlindungan lain adalah tikus akan mengeluarkan
banyak ludah dan menutupi bulunya dengan ludah tersebut (Sirois 2005).

Terdapat tiga galur atau varietas tikus yang memiliki kekhususan tertentu
yang biasa digunakan sebagai hewan percobaan yaitu (Malole dan Pramono
1989) :
- galur Sprague dawley berwarna albino putih, berkepala kecil dan
ekornya lebih panjang dari badannya,
- galur Wistar ditandai dengan kepala besar dan ekor yang lebih pendek,
dan
- galur Long evans yang lebih kecil daripada tikus putih dan memiliki warna
hitam pada kepala dan tubuh bagian depan.

Tikus yang digunakan dalam penelitian adalah galur Sprague Dawley


berjenis kelamin jantan berumur kurang lebih 2 bulan. Tikus Sprague
Dawley dengan jenis kelamin betina tidak digunakan karena kondisi
hormonal yang sangat berfluktuasi pada saat mulai beranjak dewasa,
sehingga dikhawatirkan akan memberikan respon yang berbeda dan dapat
mempengaruhi hasil penelitian (Kesenja 2005). Tikus putih galur ini
mempunyai daya tahan terhadap penyakit dan cukup agresif dibandingkan
dengan galur lainnya (Harkness dan Wagner 1983).

Anjing
Anjing dengan bulu pendek dan berat sekitar 12 kg paling sesuai untuk uji
toksikologi. Umur paling baik dipakai adalah 14-16 minggu, sementara
dibutuhkan 4 minggu untuk adaptasi dengan lingkungan yang baru.
Primata
Pengguanaan kera lebih menguntungkan dibandingkan pemakaian hewan-
hewan lain, terutama dalam hal berat badan dan postur tubuhnya yang
menyerupai manusia. Postur seperti ini memungkinkan untuk mencatat
observasi penting terutama bila neurophaty perifer merupakan manifestasi
toksik. Kerugiannya perlu banyak hewan yang dibutuhkan untuk uji fertilitas
karena produktivitasnya rendah.
(Kusumawati.2004.Bersahabat dengan hewan coba.Yogyakarta:Gadjah
Mada University Press)
6. Apa saja faktor yang mempengaruhi in vitro maupun in vivo?
7. Bagaimana cara pemilihan metode uji?
8. Bagaimana cara pemilihan analisis uji?

Step 3

1. Apa definisi in vivo dan in vitro?


In vivo: di dalam kehidupan. Suatu uji farmakologis dalam suatu sist tubuh yg hidup.
Subjek uji menggunakan hewan coba sprit mencit, tikus dll.
In vitro: uji farmakologis dalam cawan petri dengan media kultur. Lebih ke sel dan
biomolekuler. Tidak bisa dilakukan uji toksisitas,
Uji ADME (farmakokinetik) tidak bisa secara in vitro/ in vivo?
2. Apa saja perbedaan dari in vivo dan in vitro?

In vivo In vitro
- Terletak di dalam tubuh yg - Di dalam tabung uji / media
hidup contoh : rodent kultur
- Membutuhkan sampel banyak - Sampel yg dibutuhkan sedikit
- Biaya lebih mahal - Yang diuji mikroorganisme
- Waktu lama - Biaya lebih murah
- Hewan uji harus memenuhi - Berfokus pada sel, jaringan, sel,
syarat 3R dan biomolekuler
- Bisa dilakukan untuk hewan non - Primary bioassay
rodent - Untuk uji toksisitas cont: uji
- Secondary bioassay sitotoksik
- Untuk meneliti secara sistemik Apakah uji toksisitas bisa di in
Untuk mengetahui paparan vivo?
obat. Ex: efek obat anti kanker Misal uji efek toksik dari sebuah
thdp hewan uji. Apakah bisa di obat tertentu, dan tingkat sel
uji in vitro? Contoh:
Contoh: Uji anti kanker yg sitotoksik thd
Uji fertilitas. sel kanker
Uji anti emetik pada burung Uji anti mikroba
Uji anti hipertensi pd Uji anti fungi
kucing/anjing Uji anti oksidan
Uji anti kanker  dilihat ada Uji anti inflamasi di lihat anti
efek sistemik atau tidak bodi dan faktor inflamasinya
Uji anti inflamasi dilihat dari Apakah ada yang bisa diujikan
respon inflamasi untuk uji in vivo?

Uji in vitro dilanjutkan dengan uji in vivo?


Uji in vitro banyak pengaruh dr faktor internal dan eksternal bisa dilakukan uji
lanjutan uji in vivo. Target obat untuk makhluk hidup, lebih baik dilanjutkan dengan
uji in vivo.

Uji urutan in vitro (primary bioassay) kemudian di lakukan in vivo (secondary


bioassay)
Bisa aja ada uji yang tidak menggunakan in vitro langsung menggunakan uji in vivo
3. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari in vivo dan in vitro?

In vivo In vitro
kelebihan Bisa melihat efek secara
Lebih murah
sistemik dalam tubuh Membutuhkan sedikit
Bisa meneliti efek
sampel
farmakokinetiknya Waktu dibutuhkan lebih
sebentar
Lebih spesifik karena
lebih molekuler
Tergantung pada
lingkungan biologis,
misalnya harus sesuai
media kulturnya bisa
dimanipulasi sesuai
keinginan
kekurangan Lebih mahal Hanya di sel, tidak tahu
Membutuhkan banyak efek fisiologis tubuh dan
sampel tidak bisa di amati secara
Waktu dibutuhkan lebih sistemik
lama

4. Apa saja faktor yang mempengaruhi validitas dari hasil uji in vitro maupun in vivo?

In vivo In vitro
Faktor internal Faktor eksternal
- Usia: usia hewan coba harus - pH
diperhatikan - kandungan nutrisi
- Jenis kelamin: pada uji hipertensi - suhu
yg jantan lebih stabil, dari segi - kelembapan
hormonnya - dari faktor o2 untuk bakteri aerob/
- Berat badan anaerob
- Sifat genetik: spesies hewan uji - faktor dari peneliti
yg digunakan. Ex. Pada SD lebih Faktor internal
aktif di malam hari -usia sel
Faktor eksternal -jenis sel
- Keadaan kandang
- Suhu
- Cahaya
- Kebisingan
Apa saja kriteria penentuan uji in vitro ataupun in vivo?
- Bila ingin melihat efek thd suatu sistemik tubuh  in vivo
- Bisa berlanjut dr in vitro ke in vivo
- Bisa juga apabila efek atau bukti empirisnya sudah ada, langsung menggunakan in
vivo
- Usia sel lebih pendek dibanding hewan. Apabila melihat toksisitas kronis maupun
subkronis  dilakukan uji in vivo
- Penentuan uji in vivo maupun in vitro tergantung tujuan penelitiannya
5. Bagaimana merencanakan desain penelitian pada efek anti kanker payudara buah
markisa kuning?
Bisa menggunakan post test control group
- Pada hewan coba (tikus) dibuat kanker terlebih dahulu dengan cara diinduksi dgn sel
kanker
- Setelah di induksi diberikan ekstrak buah
- Ditentukan waktu pemberiannya misal 14 hr
- Tikus di matikan dilihat dr histopatologisnya sebagai parameter penelitian
- Hasil di analisis kemudian cek datanya berpasangan atau tidak
Apakah bisa dilakukan prepost test?
Untuk parameter melihat efek berat badan bisa
Tetapi untuk anti kanker dilakukan post test
6. Bagaimana cara pemilihan subjek uji pada efek anti kanker payudara buah markisa
kuning?
Kenapa memilih subjek uji tikus? Galurnya apa?
Bisa tidak menggunakan mencit atau kelinci?
- Mudah dipelihara
- Waktu hidup relative singkat
- Fisiologisnya di sesuaikan terhadap manusia
- Ekstrak mudah di berikan
7. Apa saja parameter yang akan diukur pada efek anti kanker payudara buah markisa
kuning?
- Histopatologi: menggunakan IHC: dinilai sitokin
- Makroskopis: ukuran nodul, ukuran massa tumor
- Selera makan dan berat badan diukur sabagai data tambahan
8. Bagaimana cara pemilihan metode uji?
- Induksi? Bagaimana cara induksi?
- Pengukuran massa
-
9. Bagaimana cara pemilihan analisis uji?
- penentuan skala variabel yang dipakai
ukuran massa: rasio
- lihat jenis hipotesis: komparasi atau korelasi
memakai komparasi
- lihat berpasangan atau tidak? Di skenario tidak berpasangan
- jumlah kelompok
bisa >2 kelompok: kelompok kontrol, kelompok dosis 1, kelompok dosis 2, kelompok
dosis 3, kelompok dosis 4
-

Anda mungkin juga menyukai