Anda di halaman 1dari 6

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME LIMA FASE

NEEDHAM BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN HASIL


BELAJAR RANAH KOGNITIF SISWA SMP KELAS VII PADA MATA PELAJARAN
TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK)

Dominggus OS Parsaoran Siahaan Harsa Wara Prabawa


Pendidikan Ilmu Komputer Pendidikan Fisika Pendidikan Ilmu Komputer
domisirius@yahoo.com eureka88@gmail.com

Abstrak diperkuat dengan kriteria effect size Choen yang


menunjukan kategori “sedang”. Porsentase
Perkembangan Teknologi Informasi dan Normalized gain siswa kelas eksperimen sebesar
Komunikasi telah melahirkan inovasi-inovasi 45% lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol
pembelajaran dan media pembelajaran yang dapat sebesar yang memiliki normalized gain sebesar
membantu para pengajar untuk mencapai tujuan 28%. Berdasarkan perhitungan uji gain, terlihat
pembelajaran. Dengan perkembangan tersebut, bahwa model pembelajaran konstruktivisme lima
maka dinilai penting untuk melakukan migrasi dari fase Needham berbantuan multimedia lebih efektif
pembelajaran yang berpusat pada guru ke diterapkan pada kelompok siswa atas.
pembelajaran yang berpusat pada siswa (children
center) untuk membangun pemahamannya secara
mandiri. Maka dari itu penting adanya model dan Kata kunci : konstruktivisme, Lima fase Needham,
media yang mampu membuat siswa belajar Hasil Belajar, Efektivitas pembelajaran.
seutuhnya secara mandiri dan dapat meningkatkan
hasil belajarnya. Penelitian ini termasuk dalam LATAR BELAKANG
kategori quasi-experiment dengan desain
Perkembangan Teknologi Informasi dan
penelitiannya adalah pretest-postest control group Komunikasi yang ada saat ini membuka peluang
design. Penelitian ini meneliti tentang efektivitas sekaligus membawa tuntutan yang tidak sederhana
model pembelajaran konstruktivisme lima fase bagi seluruh segi kehidupan termasuk di dalamnya
Needham berbantuan multimedia untuk adalah pendidikan. Dunia pendidikan menjadi
meningkatkan hasil belajar ranah kognitif siswa tidak terbatas ruang dan waktu dengan adanya
SMP kelas VII pada mata pelajaran TIK. Dalam Teknologi Informasi dan Komunikasi (Wahyudin,
2006: 2.1). Dimanapun, pada kondisi apapun dan
model ini, kegiatan belajar dilakukan dalam lima
kapan pun proses pembelajaran dapat saja
fase yaitu : fase orientasi (engage); fase pencetusan dilaksanakan dengan bantuan TIK, namun kondisi
ide (explore); fase penstrukturan semua ide tersebut tetap memberikan tuntutan yang tidak
(explain), fase aplikasi ide (elaborate) dan fase mudah berupa penguasaan TIK itu sendiri oleh
refleksi (evaluate) . Analisis data dengan uji beda penyelenggara pendidikan. Guru dituntut untuk
rerata gain, didapatkan informasi bahwa kelas dapat menyelenggarakan pembelajaran dengan
dengan model konstruktivisme lima fase Needham pendekatan yang lebih sesuai untuk membangun
pengetahuan siswa secara mandiri. Artinya, dengan
berbantuan multimedia memiliki rerata perkembangan TIK idealnya guru lebih dapat
peningkatan yang lebih baik dibandingkan kelas menciptakan sumber belajar baru. Guru akan lebih
dengan pendekatan konvensional dan memiliki berperan sebagai fasilitator dibandingkan sebagai
kriteria efektivitas “sedang” dibandingkan kelas penyampai utama materi belajar siswa.
konrol dengan kriteria efektivitas “kurang”. Ini

1
Winataputra (2008: 1.1) mengatakan salah Rumusan Masalah
satu kemampuan yang harus dimiliki seorang guru,
sebagai salah satu unsur pendidik agar mampu Berdasarkan latar belakang di atas, penulis
melaksanakaan tugas profesionalnya adalah merumuskan masalah dalam penelitian ini ke dalam
memahami bagaimana peserta didik belajar dan dua pertanyaan, yaitu :
bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran a. Apakah rerata peningkatan hasil belajar siswa
yang mampu mengembangkan kemampuan dan yang dalam pembelajaran menggunakan model
watak peserta didik. Kebanyakan para pendidik konstruktivisme lima fase Needham
tidak menyadari bahwa faktor-faktor internal dan berbantuan multimedia lebih baik daripada
eksternal dari individu seperti kecerdasan siswa yang dalam pembelajaran menggunakan
intelektual, kecerdasan emosiaonal, minat dan model konvensional ?
bakat, motivasi belajar, cara belajar, metoda b. Apakah penerapan model pembelajaran
pembelajaran, sarana dan prasarana, kurikulum Konstruktivisme Lima Fase Needham
(Nelda, 2005) serta interaksi sosialnya dengan berbantuan multimedia efektif dalam
sesama, memberikan pengaruh besar terhadap meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok
pembentukan pengetahuan yang dialami oleh bahasan perangkat keras ?
peserta didik. Pembelajaran yang bersifat
tradisional beranggapan bahwa pengetahuan dapat
dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke KAJIAN PUSTAKA
pikiran siswa hanya dengan pendekatan ceramah
saja, itu tidaklah benar. Pandangan ini perlu digeser Pembelajaran Konstruktivisme
menuju pandangan konstruktivisme yang bersumsi Pembelajaran menurut pandangan
bahwa pengetahuan dibangun dalam diri siswa konstruktivisme menekankan pada peranan siswa
(Cunningham & Duffy, 1996,p.172 dalam Suciati ). dalam membentuk pengethuannya sedangkan guru
McBrien & Brandt (1997) menyatakan lebih berperan sebagai fasilitator yang membantu
konstruktivisme adalah satu pendekatan pengajaran keaktifan siswa tersebut dalam pembentukan
berdasarkan kepada penyelidikan tentang pengetahuan (Suparno, 1997: 18). Bagi kaum
bagaimana manusia belajar. Kebanyakan peneliti kontruktivisme, kegiatan belajar adalah kegiatan
konstruktivisme berpendapat setiap individu yang aktif, dimana pelajar membangun sendiri
membina pengetahuan dan bukannya menerima pengetahuannya. Pelajar mencari arti sendiri dari
pengetahuan daripada orang lain. Penulis berusaha yang mereka pelajari. Hal ini merupakan proses
menerapkan pendekatan konstruktivisme pada mata penyesuaian konsep dan ide-ide baru dengan
pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi kerangka berpikir yang telah ada dalam pikiran
dengan harapan siswa dapat memahami esensi dari mereka, sehingga siswa sendiri bertanggung yang
belajar yang dialami. Model pembelajaran berjawab jawab atas hasil belajarnya (Betterncourt
konstruktivisme yang dirujuk dalam penelitian ini dalam Suparno, 1997 : 62).
adalah konstruktivisme yang dikembangkan oleh Dalam konteks mengajar, kontruktivisme
Needham (1987) yaitu Model Pembelajaran berpandangan bahwa seorang guru berperan
Konstruktivisme 5 Fase Needham. Needham (1987) sebagai fasilitator dan mediator yang membantu
menyatakan dalam model ini proses pembelajaran agar proses belajar murid berjalan dengan baik.
dilakukan dalam lima fase, yaitu : fase orientasi Oleh karena itu, kontruktivisme memandang bahwa
(engage) yang bertujuan untuk menarik perhatian siswa yang membangun sendiri pengetahuannya,
dan minat; fase pencetusan ide (explore); fase maka guru harus melihat mereka bukan sebagai
penstrukturan semua ide (explain), fase aplikasi ide kertas putih kosong seperti tabula rasa, akan tetapi
(elaborate) dan fase refleksi (evaluate). Dalam penekan ada siswa yang belajar bukan pada guru
model pembelajaran konstruktivisme ini, guru yang mengajar.
diberikan kebebasan untuk mengembangkan Menurut Gina Gasong bahwa pembentukan
kegitaan dalam kelasnya berdasarkan situasi pengetahuan menurut konstruktivisme memandang
perkembangan kognitif peserta didik. subjek aktif menciptakan struktur – struktur
kognitif dalam interaksinya dengan lingkungannya.
Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek

2
menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif 3. Fase Penstruktruran Ide
akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui Dalam fase ini, Guru memberikan kegiatan atau
struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu tugas terstruktur untuk ide awal mereka dan
sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah menstruktur ulang dengan pengetahuan yang baru
dan disesuaikan berdasarkan tuntutan dari hasil diskusi yang dilakukan pada Fase
lingkungannya dan organisme yang sedang Pencetusan Ide.
berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara 4. Fase Aplikasi
terus menerus melalui proses rekonstruksi. Dalam fase ini, siswa mengaplikasikan
Yang terpenting dalam teori pengetahuan baru dengan menyelesaikan beberapa
konstruktivisme adalah bahwa dalam proses permasalahan yang diajukan oleh guru untuk
pembelajaran, si belajarlah yang harus dibahas bersama oleh peserta didik dan teman-
mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus temannya.
aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan 5. Fase Refleksi
pembelajar atau orang lain. Mereka harus Fase ini adalah fase terakhir dari Needham
bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. dimana guru mulai mengajukan pertanyaan kepada
Belajar lebih diarahkan pada eksperiemental peserta didik untuk mengukur tingkat pengetahuan
learning yaitu merupakan adaptasi manusia dan pemahaman siswa yang diperolehnya.
berdasarkan pengalaman konskrit di laboratorium,
diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian Hasil Belajar Spiswa
dikontemplasikan dan dijadikan ide dan Benyamin Bloom mengklasifikasikan
pengembangan konsep baru. Karena itu aksentuasi kamampuan hasil belajar ke dalam tiga kategori,
dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah
pendidik melainkan pada peserta didik. psikomotor (Slavin, 2011: 264).
1) Ranah kognitif meliputi kemampuan
Model Pembelajaran Konstruktivisme Lima menyatakan kembali konsep atau prinsip yang
Fase Needham telah dipelajari dan kemampuan intelektual,
Model Pembelajaran Konstruktivisme Lima yang terdiri dari : pengetahuan (C1),
Fase Needham diadopsi dari proyek pembelajaran pemahaman (C2), penerapan (C3), analisi (C4),
yang dikembangkan oleh Needham (1987) dan sintesis (C5), dan evaluasi (C6).
teman-temannya yaitu “Children’s Learning in 2) berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap,
Science Project”. Needham merumuskan lima fase derajat penerimaan atau penolakan terhadap
pembelajaran ini berasaskan pada teori suatu obyek
kontruktivisme dimana didalam kegiatan belajar 3) kompetensi melakukan pekerjaan dengan
individu diperlukan suatu interaksi sosial dan melibatkan anggota badan; kompetensi yang
penstrukturan secara psiklogis terhadap berkaitan dengan gerak fisik.
pengetahuan yang diperolehnya.
Fase-fase Needham yang diadopsi dalam Efektivitas Pembelajaran
CLIS Proyek adalah sebagai berikut : Efektivitas berarti berusaha untuk dapat
1. Fase Orientasi : mencapai sasaran yang telah ditetapkan sesuai
Fase ini bertujuan untuk menarik minat dan dengan kebutuhan yang diperlukan, sesuai pula
perhatian pelajar serta memotivasi pelajar agar dengan rencana, baik dalam penggunaan data,
mereka terus menerus berminat dalam sasaran maupun waktunya atau berusaha melalui
pembelajaran yang berlangsung aktivitas tertentu baik secara fisik maupun non fisik
2. Fase Pencetusan Ide untuk memperoleh hasil yang maksimal baik secara
Dalam fase ini ditekakan perlu mengadakan kuantitatif maupun kualitatif (Said, 1981:83).
aktivitas seperti perbincangan dalam kelompok Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
diskusi kecil, dapat menggunakan kaedah peta (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang
konsep serta membuat penggabungan antara memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan,
pengetahuan awal siswa dengan pengetahuan baru manjur, membawa hasil dan merupakan
yang diperolehnya. keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam
hal ini efektivitas dapat dilihat dari tercapai

3
tidaknya tujuan instruksional khusus yang telah multimedia.
dicanangkan. O1 : Hasil Observasi Ujian Awal sebelum
Efektivitas pembelajaran merupakan suatu perlakuan pada kelas eksperimen dan
ukuran yang berhubungan dengan tingkat kelas kontrol. Diharapkan tidak terlihat
keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. perbedaan yang signifikan antara kedua
Kriteria kefektifan dalam penelitian ini mengacu kelas
pada : O2 : Hasil Observasi Ujian Akhir setelah
a. Ketuntasan belajar, pembelajaran dapat perlakuan dengan pendekatan
dikatakan tuntas apabila sekurang-kurangnya kontruktivisme pada kelas eksperimen
75 % dari jumlah siswa telah memperoleh nilai dan pendekatan konvensional pada kelas
≥ 60 dalam peningkatan hasil belajar (Nugrana, kontrol. Diharapkan terdapat perbedaan
1985: 63) hasil belajar yang signifikan antara
b. Model pembelajaran dikatakan efektif kedua kelas
meningkatakan hasil belajar siswa apabila
secara statistik menunjukan perbedaan yang Populasi dan Sampel Penelitian
signifikan antara pemahaman awal dengan Dalam penelitian ini, populasi yang diambil
pemahaman setelah pembelajaran oleh peneliti adalah SMP Negeri 29 Bandung.
c. Model pembelajaran dikatakan efektif jika Pemilihan sampel penelitian yang dilakukan
dapat meningkatakan minat dan motivasi oleh penulis menggunakan cara sampling
apabila setelah pembelajaran siswa menjadi purposif atau sampling pertimbangan yang
lebih termotivasi untuk belajar lebih giat dan
lebih bersifat studi kasus (Sudjana, 2005:168).
memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Serta
siswa belajar dalam keadaan yang Variabel Penelitian
menyenangkan. Variabel penelitian adalah sesuatu hal yang
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti
METODE PENELITIAN untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi
tentang hal tersebut, kemudian ditarik
Metode yang digunakan dalam penelitian kesimpulannya (Sugiyono, 2002: 31). Penulis
ini adalah metode quasi experiment. Desain menggunakan dua buah variabel sebagai objek
penelitian yang digunakan adalah Pretest – Posttest penelitian ini, yaitu variabel bebas adalah model
Control Group Design (Arikunto, 2010:210). pembelajaran untuk kelas eksperimen adalah Model
Adapun gambaran desain penelitiannya sebagai Pembelajaran Kontruktivisme Lima Fase Needham
berikut : Berbantuan Multimedia dan kelas kontrol adalah
R(E) : O1 X1 O2 Metode Konvensional, sedangkan variabel
R(K) : O1 X2 O2 terikatnya adalah peningkatan hasil belajar siswa.

(R) E : Kelas eksperimen, yaitu kelas yang Instrumen Penelitian


diberikan perlakuan model pembelajaran Instrumen Penelitian adalah alat bantu
kontruktivisme lima fase Needham peneliti di dalam menggunakan suatu metode
berbantuan multimedia. pengumpulan data (Arikunto, 2010: 101). Salah
(R) K : Kelas kontrol, yaitu kelas yang diberikan satu tujuan dibuatnya instrumen penelitian ini untuk
perlakuan metode pembelajaran memperoleh data dan informasi yang lengkap
konvensional. mengenai hal-hal yang ingin dikaji dalam
X1 : Perlakuan yang diberikan, yaitu peneleitian ini. Instrumen yang digunakan dalam
pembelajaran dengan model penelitian ini berupa tes pretes (tes kamapuan awal)
pembelajaran kontruktivisme lima fase dan postes (tes hasil belajar) dan lembar observasi
Needham berbantuan multimedia. kegiatan guru dan siswa.
X2 : Perlakuan yang diberikan, yaitu
pembelajaran dengan metode
pembelajaran konvensional berbantuan

4
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN porsentase efektivitas, diperoleh bahwa kelas
eksperimen memiliki tafsiran efektivitas
Berdasarkan hasil analisis data penelitian “kurang efektif” sedangkan kelas kontrol
yang dibuktikan melalui analisis uji stastistik baik memiliki tafsiran efektivitsa “tidak efektif”.
dengan perhitungan manual maupun dengan Effect size untuk mengukur efek yang
bantuan software PASW Statistics 18 (Sugiyono & ditimbulkan dari parameter yang dujikan adalah
Eri, 2002), maka dapat dikemukakan beberapa sebesar d ≈ 0,3. Nilai tersebut memiliki kriteria
rangkuman dari temuan-temuan yang muncul, yaitu “efek sedang” pada Choen Criterium (Lee A,
1) Kemampuan awal siswa kelas eksperimen dan 2000).
kelas kontrol tidaklah sama, terdapat perbedaan KESIMPULAN
nilai rerata kelas ekperimen (47,25) lebih kecil
dibandingkan kelas kontrol (53,43) dengan Selaras dengan tujuan dari penelitian ini
selisih sebesar 6 poin. Maka diharapkan ketika yaitu untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
siswa kelas eksperimen diberikan perlakuan siswa yang menggunakan model pembelajaran
model pembelajaran konstruktivisme lima fase konstruktivisme lima fase Needham berbantuan
Needham berbantuan multimedia, rerata nilai multimedia dan efektivitas model tersebut
akhir kelas eksperimen dapat menyamai rerata dibandingkan dengan model pembelajaran
kelas kontrol atau bahkan melebihi rerata kelas konvensional, maka dari hasil pengolahan data hasil
kontrol. belajar, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
2) Setelah proses pembelajaran dilaksanakan
dengan memberi perlakuan model 1. Siswa yang diberikan perlakuan model
pembelajaran konvensional pada kelas kontrol pembelajaran konstruktivisme lima fase
dan perlakuan dengan model pembelajaran Needham berbantuan multimedia mempunyai
konstruktivisme lima fase Needham berbantuan rerata peningkatan hasil belajar yang lebih baik
multimedia pada kelas eksperimen, dibandingkan dengan siswa yang diberikan
menunjukan bahwa hasil belajar kedua pembelajaran konvensional. Hal ini
kelompok berbeda tidak terlalu signifikan. Dari ditunjukkan dari peningkatan rata-rata nilai
hasil postes diketahui bahwa nilai kelas siswa pada masing-masing kelas dan dari
eksperimen memiliki rerata sebesar 70,29 perbedaan nilai gain ternormaslisasi. Rata-rata
sedangkan kelas kontrol memiliki rerata nilai siswa kelas eksperimen sebelum diberikan
sebesar 66,47. Kedua kelas memang perlakuan sebesar 14,18 meningkat menjadi
mengalami kenaikan hasil belajar, akan tetapi 21,29 dengan N-Gain sebesar 0,45. Sedangkan
peningkatan hasil belajar kelas eksperimen peningkatan hasil belajar siswa kelas kontrol
lebih besar dibandingkan dengan kelas kontrol. mengalami peningkatan tidak lebih besar dari
3) Untuk mengetahui keefektivan penerapan kelas eksperimen yaitu sebesar 16,00 menjadi
model pembelajaran konstruktivisme lima fase 20,12 dengan N-Gain sebesar 0,28.
Needham berbantuan multimedia pada kelas 2. Model pembelajaran konstruktivisme lima fase
eksperimen dan penerapan model konvensional Needham berbantuan multimedia yang yang
pada kelas kontrol digunakan perhitungan Gain diterapkan peneliti dapat dikatakan “cukup
ternormalisasi. Hasil perhitungan Gain efektif” dalam meningkatkan hasil belajar jika
ternormalisasi diperoleh nilai N-Gain untuk dibandingkan dengan model pembelajaran
kelas eksperimen adalah sebesar 0,45 konvensional. Hal ini dapat ditunjukan dari
sedangkan untuk kelas kontrol sebesar 0,28. kriterium efektivitas untuk model pembelajaran
Kemudian nilai N-Gain pada masing-masing konstruktivisme lima fase Needham berbantuan
kelas diintepretasikan pada kriterium nilai N- multimedia dinyatakan “sedang” dibandingkan
Gain dan diperoleh hasil bahwa kelas dengan kelas kontrol yang berkriteria “rendah”.
ekperimen memiliki kriteria “sedang” Kritria berdasarkan gain ini memiliki kesamaan
sedangkan kelas kontrol memiliki kriteria kriteria yang diukur pada ukuran efek Choen
“rendah”. Begitupun ketika nilai porsentase N- yaitu berkriteria “Efek Sedang”.
Gain kedua kelas diintepretasikan pada tafsiran DAFTAR PUSTAKA

5
Arikunto, Suharsimi. (2010) . Manajemen
Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

Lee A. Becker. (2000). Effect Size (ES). Journal


Online. Diundug dari :
http://web.uccs.edu/becker/Psy590/es.htm

Needham, R & Hill, P ( 1987 ), Teaching Strategies


For Developing Understanding in Science.
University of Leeds. [Journal]

Nelda. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan


dan Bidang Non-Eksakta. Lainnya.Bandung :
Tarsito.

Nugrana, E. (1985). Statistika untuk Penelitian.


Bandung: CV Permadi.

Robert E, Slavin. (2011). PSIKOLOGI


PENDIDIKAN teori & praktik.
Jakarta:Indeks. Ed. IX Jld.2

Said, A.(1981). Belajar dan Faktor-Faktor yang


Mempengaruhinya.Jakarta: Bina Aksara

Suciati. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran.


Jakarta. Penerbit: Universitas Terbuka.

Sudjana, Nana. (2005). Metoda Statistika. Bandung


:Tarsito.

Sugiyono, Eri Wibowo. (2002). Statistika


Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Suparno, Paul. (1997). Filsafat Konstruktivisme


dalam Pendidikan. Yogyakarta : Penerbit
Kanisius

Wahyudi, Din. dkk (2006). Pengantar Pendidikan.


Jakarta. Penerbit: Universitas Terbuka.

Winataputra, Udin S.2008. Teori Belajar dan


Pembelajaran. Jakarta.Penerbit: Universitas
Terbuka

Anda mungkin juga menyukai