Anda di halaman 1dari 63

SAMPUL LUAR

ASUHAN KEPERAWATAN An.R DENGAN HYDROPNEUMOTHORAX


DIRUANG PICU RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5

Ayu Fitriana Sari, S.Kep NIM 19501009


Eva Rouli Yanti, S.Kep NIM 19511039
Resa Misuany Furnanda, S.Kep NIM 19511088
Suci Ramadani, S.Kep NIM 19511102
M.Isfajrian Fadly NIM 18511040

PRESEPTOR AKADEMIK : Ns. M. Zul’ Irfan, M.Kep


PRESEPTOR KLINIK : Ns. Meifera, S.Kep
Ns. Widia Mona, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES PAYUNG NEGERI
PEKANBARU
2020
LEMBAR PERSETUJUAN

ASUHAN KEPERAWATAN An.R DENGAN HYDROPNEUMOTHORAK


DIRUANG PICU RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU

Makalah ini telah diperiksa dan disetujui oleh Preseptor Akademik dan Preseptor
Klinik Program Studi Profesi Ners STIKes Payung Negeri Pekanbaru

Pekanbaru, Februari 2020

Preseptor Klinik I Preseptor Klinik II

Ns. Meifera, S.Kep Ns. Widia Mona, S.Kep

Preseptor Akademik

Ns. M.Zul’ Irfan, M.Kep

ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulilahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga penyusunan makalah ini dapat
terselesaikan. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
menyelesaikan Stase Keperawatan Anak di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Payung Negeri Pekanbaru Program Studi Ners Tahun 2019/2020 dengan judul
“Asuhan Keperawatan An.R dengan Hyropneumothorak Di Ruang PICU RSUD
Arifin Achmad Provinsi Riau”
Dalam penyusunan tugas makalah ini, kami banyak mendapatkan
bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak untuk itu kami mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Ibu Ns. Wardah, M.Kep sebagai Ketua Program Studi Prodi Profesi Ners
2. Ibu Ns. Putri Indah Pratiwi, M.Kep sebagai koordinator Keperawatan Gawat
Darurat.
3. Bapak Ns. M.Zul’Irfan, M.Kep sebagai preseptor akademik di ruang picu
RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru
4. Ibu Ns. Meifera, S.Kep dan Ibu Ns. Widia Mona, S.Kep selaku preseptor
klinik Di Ruang PICU RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan pembaca pada
umumnya. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, Februari 2020

Penyusun

iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................2
C. Tujuan Penulisan........................................................................................2
D. Manfaat Penulisan.....................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI.................................................................................4
A. Konsep Hydropneumothorak.....................................................................4
B. Konsep Asuhan Hydropneumothorak......................................................23
BAB III TINJAUAN KASUS.............................................................................27
A. Gambaran Kasus.....................................................................................27
B. Pengkajian...............................................................................................28
C. Mapping Care Plan Kasus.......................................................................34
F. Intervensi.................................................................................................35
G. Implementasi dan Evaluasi......................................................................39
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................52
A. Pengkajian Keperawatan..........................................................................52
B. Diagnosa Keperawatan............................................................................53
C. Intervensi Keperawatan............................................................................54
D. Implementasi Keperawatan......................................................................55
E. Evaluasi Keperawatan..............................................................................57
BAB V PENUTUP................................................................................................59
A. Kesimpulan..............................................................................................59
B. Saran.........................................................................................................59
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pathway Hidropneumothorak

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hidropneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana terdapat
udara dan cairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya
jaringan paru. Hidropneumotoraks spontan sekunder bisa merupakan
komplikasi dari TB paru dan pneumotoraks yaitu dengan rupturnya fokus
subpleura dari jaringan nekrotik pengkejuan sehingga tuberkuloprotein
yang ada di dalam masuk rongga pleura dan udara dapat masuk dalam
paru pada proses inspirasi tetapi tidak dapat keluar paru ketika proses
ekspirasi, semakin lama tekanan udara dalam rongga pleura akan
meningkat melebihi tekanan atmosfer, udara yang terkumpul dalam
rongga pleura akan menekan paru sehingga sering timbul gagal napas.
Pneumotoraks yaitu keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam
rongga pleura. Dalam keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara,
supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga toraks. Atelektasis
terjadi ketika sebagian atau seluruh paru mengempis atau tidak
mengandung udara. Tidak adanya udara didalam paru terjadi karena
seluruh pernafasan tersumbat sehingga udara dari bronkus tidak dapat
masuk kedalam alveolus, sedangkan udara yang sebelumnya berada di
alveolus diserap habis oleh dinding alveolus yang banyak mengandung
kapiler darah.
Emfisema pulmonum adalah suatu kelainan anatomik paru yang
ditandai oleh pelebaran secara abnormal saluran napas bagian distal
bronkus terminalis, disertai dengan kerusakan dinding alveolus yang
ireversibel.
Pada hakekatnya, pengenalan radiologis dan diagnosis
hidropneumotoraks, pneumotoraks, atelektasis, maupun emfisema
pulmonum sangat diperlukan karena hal ini menentukan terapi dan

1
tatalaksana awal terbaik yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya
terapi yang tidak sesuai dan komplikasi yang tidak diharapkan.
Pencatatan tentang insiden dan prevalensi hidropneumothorak
belum ada dilkakukan, namun insiden dan prevalensi pneumotoraks
berkisar antara 2,4 - 17,8 per 100.000 penduduk per tahun. Menurut Barrie
dkk, seks ratio laki-laki dibandingkan dengan perempuan 5:1. Ada pula
peneliti yang mendapatkan 8:1.

B. Rumusan Masalah
“Bagaimana Asuhan Keperawatan An.R dengan Hydropneumothorak di
ruangan PICU RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien
Hydropneumothorak
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Mampu melakukan pengkajian pada pasien
Hydropneumothorak
b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan sesuai dengan prioritas
pada pasien Hydropneumothorak
c. Mampu menyusun rencana tindakan pada pasien
Hydropneumothorak
d. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien
Hydropneumothorak
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Hydropneumothorak

2
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan Pelayanan Kesehatan
Sebagai bahan informasi bagi pelayanan kesehatan dalam menyusun
rencana perawatan dan asuhan keperawatan yang sistematis dan
komperhensif pada pasien Hydropneumothorak
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber informasi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
tentang pasien dengan Hydropneumothorak
3. Bagi Mahasiswa Keperawatan
Sebagai informasi dalam meningkatkan asuhan keperawatan pada
pasien dengan Hydropneumothorak

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Hydropneumothorak
1. Definisi
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan
cairan didalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan
paru. Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara
dancairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan
paru. Cairan ini bisa juga disertai dengan nanah (empiema) dan hal ini
dinamakan dengan piopneumotoraks (Alsagaff & Hood, 2010).

2. Kalsifikasi dan Etiologi


Hidropneumotoraks dapat dibagi berdasarkan atas beberapa hal, yaitu :
a) Berdasarkan kejadian
1) Hidropneumotoraks spontan primer 
Hidropneumotoraks yang ditemukan pada penderita yang
sebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda sakit. Umumnya
disebabkan oleh pecahnya suatu sub pleura yang biasanya terdapat
di daerah apeks paru. Faktor resiko utama adalah merokok. Pada
beberapa kasus faktor herediter juga memegang peranan, umumnya
penderita berpostur tinggi dan kurus
2) Hidropneumotoraks spontan sekunder 
Hidropneumotoraks yang ditemukan pada penderita yang
sebelumnya telah menderita penyakit, mungkin merupakan
komplikasi dari pneumonia, abses paru, tuberkulosis paru, asma
kistafibrosis dan karsinoma bronkus. Terjadi sebagai komplikasi
penyakit paru dasarnya (underlying lung disease). Beberapa
4
penyakit yang sering menjadi penyebab pneumothoraks antara lain
PPOK tipe emfisema dan tuberkulosis paru.
3) Hidropneumotoraks traumatika
Hidropneumotoraks yang timbul disebabkan robeknya pleura
viseralis mau punpleura parietalis sebagai akibat dari trauma.
b) Berdasarkan tingkat kolapsnya jaringan paru
1) Hidropneumotoraks totalis, apabila seluruh jaringan paru dari satu
hemitoraks mengalami kolaps.
2) Hidropneumotoraks parsialis, apabila jaringan paru yang kolaps
hanya sebagian. Derajat kolaps paru pada pneumothorak totalis
dapat dinyatakan dalam persen dengan rumus sebagai berikut
Rumus mengukur volumenya : (A x B) – (a x b) X 100%
(A x B)

3. Patofisiologi
Hidropneomotoraks dapat disebabkan oleh adanya trauma,
peradangan, udara, cairan. Dari penyebab tersebut dapat menyebabkan
akumulasi cairan dan udara dalam rongga pleura yang menyebabkan
tekanan dalam rongga dada menjadi positif. Akumulasi cairan dan udara
menyebabkan paru-paru kolaps, sehingga terjadi perlengketan antara
pleura parietalis dan pleura visceralis karena pergesekan yang terus
menerus yang menyebabkan robekan pada pleura, jadi cairan pleura bisa
merembes masuk kedalam pleura parietalis. Tindakan untuk mengatasi
hidropneumothoraks adalah dengan WSD, yang bertujuan unruk
mengalirkan udara dan cairan dalam upaya mengembangkan kembali paru-
paru dan membuat tekanan udara negatif pada rongga pleura.

4. Pathway (Terlampir)

5
5. Manifestasi Klinis

6
Tanda dan gejala yang timbul pada Hidropneumotoraks tergantung
pada besarnya kerusakan yang terjadi pada sub pleura dan ada tidaknya
komplikasi penyakit paru. Gejala yang utama adalah berupa rasa sakit
yang tiba - tiba bersifat unilateral diikuti sesak napas. Gejala ini lebih
mudah ditemukan bila penderita melakukan aktivitas berat. Tapi pada
sebagian kasus gejala – gejala masih dapat ditemukan pada aktivitas biasa
atau waktu istirahat.
Selain itu terdapat gejala klinis yang lain yaitu suara melemah, nyeri
menusuk pada dada waktu inspirasi, kelemahan fisik. Pada tahap yang
lebih berat gejala semakin lama akan semakin memberat, penderita gelisah
sekali, trakea dan mediastinum dapat mendorong kesisi kontralateral.
Gerakan pernafasan tertinggi pada sisi yang sakit fungsi respirasi
menurun, sianosis disertai syok oleh karena aliran darah yang terganggu
akibatpenekanan oleh udara, dan curah jantung. Berikut manifestasi umum
hidropneumothoraks:
a. Nyeri tajam pada sisi yang sakit sewaktu bernafas
b. Disnea dan takipnea
c. Penggunaan otot asesori pernafasan
d. Takikardi
e. Diaforesis
f. Gelisah dan agitasi
g. Bunyi dullnes diatas daerah yang sakit
h. Luka memar pada dada
i. Tidakadanya bunyi nafas seirama dengan gerakan dinding dada
j. Pekak dengan perkusi di atas sisi yang sakit

6. Pemeriksaan Penunjang

7
a. Foto Rontgen Gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen
kasus hidropneumotoraks antara lain:
1) Bagian hidropneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang
kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-
kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi
berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
2) Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa
radioopaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini
menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak
selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.
3) Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah.
Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang
sehat, kemungkinan besar telah terjadi hidropneumotoraks ventil
dengan tekanan intra pleura yang tinggi.
4) Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi
keadaan sebagai berikut
a) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi
jantung, mulai dari basis sampai keapeks. Hal ini terjadi
apabila pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga
udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
b) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam
dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di
mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang
lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak
jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila
jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat

8
mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada
depan dan belakang.
c) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan
tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma
Foto Rontegen hidropneumotoraks (PA), bagian yang
ditunjukkan dengan anak panahmerupakan bagian paru yang
kolaps
b. Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi
meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada
pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan
mortalitas sebesar 10%.
c. CT-scan thorax. CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan
antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara
dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara
pneumotoraks spontan primer dan sekunder. Komplikasi dapat berupa
hemopneumotorak, pneumomediastinum dan emfisemakutis, fistel
bronkopleural dan empiema (Sjahriar Rasad, 2009).

7. Komplikasi
a. Infeksi skunder sehingga dapat menimbulkan pleuritis, empyema.
b. Gangguan hemodinamika

8. Penatalaksanaan Medis
Tindakan pengobatan hidropneumotoraks tergantung dari luasnya
permukaan hidropneumotoraks. Tujuan dari penatalaksanaan ini yaitu
untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura, sehingga paru-paru bisa
kembali mengembang. Pada hidropneumotoraks yang kecil biasanya tidak
perlu dilakukan pengobatan, karena tidak menyebabkan masalah
pernafasan yang serius dan dalam beberapa hari udara akan diserap.
9
British Thoracic Society dan American College of Chest Physicians telah
memberikan rekomendasi penanganan hidropneumotoraks adalah :
a. Observasi dan pemberian tambahan oksigen.
Tindakan ini dilakukan apabila luas pneumotoraks <15% dari
hemitoraks. Apabila fistula dari alveoli ke rongga pleura telah
menutup, udara dalam rongga pleura perlahan-lahan akan diresorbsi.
Laju resorbsinya diperkirakan 1,25% dari sisi pneumotoraks perhari.
Laju resorbsi tersebut akan meningkat jika diberikan tambahan
oksigen. Observasi dilakukan dalam beberapa hari (minggu) dengan
foto dada serial tiap 12-24 jam selama 2 hari bisa dilakukan dengan
atau tanpa harus dirawat dirumah sakit. Jika pasien dirawat dirumah
sakit dianjurkan untuk memberikan tambahan oksigen. Pasien dengan
luas pneumotoraks kecil unilateral dan stabil, tanpa gejala
diperbolehkan berobat jalan dandalam 2-3 hari pasien harus control
lagi
b. Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi
dengan atau tanpa pleurodesis..
Tindakan ini dilakukan seawal mungkin pada pasien pneumotoraks
yang luasnya>15%. Tindakan ini bertujuan mengeluarkan udara
drongga pleura (dekompresi).Tindakan dekompresi ini dapat dilakukan
dengan cara :
1) Menusukkan jarum melalui dinding dada sampai masuk rongga
pleura, sehingga tekanan udara positif akan keluar melalui jarum
tersebut.
2) Membuat hubungan dengan udara luar melalui saluran kontra
ventil, yaitu dengan :
a) Jarum infuse set ditusukkan ke dinding dada sampai masuk
rongga pleura, kemudian ujung pipa plastik dipangkal saringan
tetesan dipotong dan dimasukkan ke dalam botol berisi air
10
kemudian klem dibuka, maka akan timbul gelembung-
gelembung udara didalam botol.
b) Jarum abbakoth no 14 ditusukkan ke rongga pleura dan setelah
mandarin di cabut, dihubungkan dengan pipa infuse set,
selanjutnya.
c) Water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (kateter urin) yang steril dimasukkan kerongga
pleura dengan perantaraan trokar atau klem penjepit. Sebelum
trokar dimasukkan ke rongga pleura, terlebih dahulu dilakukan
insisi kulit pada ruang antar sela iga ke enam pada linea
aksilaris media. Insisi kulit juga bisa dilakukan pada ruang
antar iga kedua pada linea mid klavikula. Sebelum melakukan
insisi kulit, daerah tersebut harus dibersihkan cairan disinfektan
dan dilakukan injeksi anastesi local dengan lidokain atau
prokain 2% dan kemudian ditutup dengan kain duk steril.
Setelah trokar masuk kedalam rongga pleura, pipa khusus
(kateter urin) segera dimasukkan ke rongga pleura dan
kemudian trokar dicabut sehingga hanya pipa khusus itu yang
masih tinggal di ruang pleura.
Pemasukan pipa khusus tersebutdiarahkan ke bawah jika
lubang insisi kulitnya ada diruang antar iga kedua. Pipa khusus
atau kateter tersebut kemudian dihubungkan dengan pipa yang
lebih panjangdan terakhir dengan pipa kaca yang dimasukkan
ke dalam air di dalam botol. Masuknya pipa kaca ke dalam air
sebaiknya 2 cm dari permukaan air, supaya gelembung udara
mudah keluar. Apabila paru sudah mengembang penuh
dantekanan rongga pleura sudah negative, maka sebelum
dicabut dilakukan uji coba dengan menjepit pipa tersebut
selama 24 jam.
11
Tindakan selanjutnya adalah melakukan evaluasi dengan
foto dada, apakah paru mengembang dan tidak mengempis lagi
atau tekanan rongga pleura menjadi positif lagi. Apabila
tekanan rongga pleura menjadi positif lagi maka pipa tersebut
belum dapat dicabut. Bilaparu sudah mengembang maka WSD
dicabut. Pencabutan WSD dilakukan saatpasien dalam keadaan
ekspirasi maksimal
3) Torakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya
bleb/bulla4.
4) Torakotomi
Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien
trauma secara umum (primary survey - secondary survey) Tidak
dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis
dan terapi secara konsekutif (berturutan) Standar pemeriksaan
diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien stabil), adalah :
portable x-ray, portable blood examination, portable bronchoscope.
Tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan memindahkan
pasien dari ruang emergency. Penanganan pasien tidak untuk
menegakkan diagnosis akan tetapi terutama untuk menemukan
masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan
penyelamatan nyawa. Pengambilan anamnesis (riwayat) dan
pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan atau setelah melakukan
prosedur penanganan trauma.
Water Sealed Drainage ( WSD ) Merupakan tindakan invasif yang
dialakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga
pleura, rongga thoraks, dan mediastinum dengan menggunakan pipa
penghubung.
1. Indikasi pemasangan WSD:
12
a. Hidropneumotoraks, hemotoraks, empyema
b. Bedah paru:
1)karena ruptur pleura udara dapat masuk ke dalam rongga pleura
2)reseksi segmental msalnya pada tumor, TBC
3)lobectomy, misal pada tumor, abses, TBC
2. Tujuan pemasangan WSD
a. Memungkinkan cairan ( darah, pus, efusi pleura ) keluar dari
rongga pleura
b. Memungkinkan udara keluar dari rongga pleura
c. Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura yang dapat
menyebabkan pneumotoraks
d. Mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan
mempertahankan tekanan negatif pada intra pleura.
3. Prinsip kerja WSD
a. Gravitasi: Udara dan cairan mengalir dari tekanan yang tinggi
ketekanan yang rendah.
b. Tekanan positif: Udara dan cairan dalam kavum pleura ( + 763
mmHg atau lebih ). Akhir pipa WSD menghasilkan tekanan WSD
sedikit ( + 761 mmHg ).
c. Suction

4. Jenis WSD
a. Satu botol
Sistem ini terdiri dari satu botol dengan penutup segel. Penutup
mempunyai dua lobang, satu untuk ventilasi udara dan lainnya
memungkinkan selang masuk hampir ke dasar botol.
Keuntungannya adalah:
13
1) Penyusunannya sederhana
2) Mudah untuk pasien yang berjalan
Kerugiannya adalah :
1) Saat drainase dada mengisi botol lebih banyak kekuatan yang
diperlukan
2) Untuk terjadinya aliran tekanan pleura harus lebih tinggi dari
tekanan botol
3) Campuran darah dan drainase menimbulkan busa dalam botol
yang membatasi garis pengukuran drainase.
b. Dua botol
Pada sistem dua botol, botol pertama adalah sebagai botol
penampung dan yang kedua bekerja sebagai water seal. Pada sistem
dua botol, penghisapan dapat dilakukan pada segel botol dalam air
dengan menghubungkannya ke ventilasi udara.
Keuntungan :
1) Mempertahankan water seal pada tingkat konstan
2) Memungkinkan observasi dan pengukuran drainage yang lebih
baik
Kerugian :
1) Menambah areal mati pada sistem drainage yang potensial
untuk masuk ke dalam area pleura.
2) Untuk terjadinya aliran, tekanan pleura harus lebih tinggi dari
tekanan botol.
3) Mempunyai batas kelebihan kapasitas aliran udara pada
kebocoran udara.
c. Tiga botol
Pada sistem tiga botol, botol kontrol penghisap ditambahkan ke
sistem dua botol. Botol ketiga disusun mirip dengan botol segel
dalam air. Pada sistem ini yang terpenting adalah kedalaman selang
14
di bawah air pada botol ketiga dan bukan jumlah penghisap di
dinding yang menentukan jumlah penghisapan yang diberikan
pada selang dada.
Jumlah penghisap di dinding yang diberikan pada botol ketiga
harus cukup unutk menciptakan putaran-putaran lembut
gelembung dalam botol. Gelembung kasar menyebabkan
kehilangan air, mengubah tekanan penghisap dan meningkatkan
tingkat kebisingan dalam unit pasien. Untuk memeriksa patensi
selang dada dan fluktuasi siklus pernafasan, penghisap harus
dilepaskan saat itu juga.
Keuntungan :
1) Sistem paling aman untuk mengatur pengisapan.
Kerugian :
1) Lebih kompleks, lebih banyak kesempatan untuk terjadinya
kesalahan dalam perakitan dan pemeliharaan.
2) Sulit dan kaku untuk bergerak / ambulansi

d. Perawatan pasca bedah


1) Perhatikan undulasi pada selang WSD
2) Observasi tanda-tanda vital : pernafasan, nadi, setiap 15 menit
pada 1 jam pertama
3) Monitor pendarahan atau empisema subkutan pada luka
operasi.
4) Anjurkan pasien untuk memilih posisi yang nyaman dengan
memperhatikan
5) jangan sampai selang terlipat
15
6) Anjurkan pasien untuk memegang selang apabila akan
mengubah posisi
7) Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan
waktu
8) Ganti botol WSD setiap tiga hari dan bila sudah penuh, catat
jumlah cairan yang dibuang
9) Lakukan pemijatan pada selang untuk melancarkan aliran
10) Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas,
cynosis, empisema.
11) Anjurkan pasien menarik nafas dalam dan bimbing cara batuk
yang efektif
12) Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh
Bila undulasi tidak ada, ini mempunyai makna yang sangat
penting karena beberapa kondisi dapat terjadi antara lain :
1) Motor suction tidak jalan
2) Selang tersumbat atau terlipat
3) Paru-paru telah mengembang
Oleh karena itu harus yakin apa yang menjadi penyebab, segera
periksa kondisi system drainase, amati tanda-tanda kesulitan
bernafas. Cara mengganti botol WSD:
1) Siapkan set yang baru. Botol yang berisi aguades ditambah
desinfektan.
2) Selang WSD diklem dulu
3) Ganti botol WSD dan lepas kembali klem
4) Amati undulasi dalam selang WSD.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Hydropneumothorak


1. Pengkajian Keperawatan Gawat Darurat
a. Primary Survey

16
1) Airway
a) Assessment :
Perhatikan patensi airway dengan, Kaji dan pertahankan jalan
nafas, lakukan head tilt, chin lift jika perlu, gunaka alat bantu
jalan nafas jika perlu, pertimbangkan untuk merujuk ke ahli
anastesi untuk dilakukan intubasi jika tidak mampu
mempertahankan jalan nafas, dengar suara napas, perhatikan
adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada
b) Management :
Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-
lift dan jaw thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan
napas, observasi dan Pemberian O2 apabila fistula yang
menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup,
maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan
diresorbsi, laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila
diberikan tambahan O2, Observasi dilakukan dalam beberapa
hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2
hari, tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks
tertutup dan terbuka re-posisi kepala, pasang collar-neck
lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi
(oral / nasal)
2) Breathing
a) Assesment
Periksa frekwensi napas, perhatikan gerakan respirasi, palpasi
toraks, auskultasi dan dengarkan bunyi napas, Kaji saturasi
oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, pertahankan
saturasi > 92%, berikan oksigen dengan aliran  tinggin melalui
non re-breath mask, pertimbangkan untuk menggunakan bag-
valve-mask ventilation, periksakan gas darah arteri untuk
17
mengkaji PaO2 dan PaCO2, kaji respiratory rate, periksa sistem
pernafasan, cari tanda deviasi trachea, deviasi trachea
merupakan tanda tension pneumothorak
b) Management:
Lakukan bantuan ventilasi bila perlu, lakukan tindakan bedah
emergency untuk atasi tension pneumotoraks, open
pneumotoraks, hemotoraks, flail chest.
3) Circulation
c) Assesment
Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi, periksa
tekanan darah, pemeriksaan pulse oxymetri, periksa vena leher
dan warna kulit (adanya sianosis),  kaji heart rate dan rhytem,
catat tekanan darah, lakukan pemeriksaan EKG, lakukan
pemasangan IV akses, lakukan pemerikasaan darah vena untuk
pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit

d) Management
Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines, torakotomi
emergency bila diperlukan, operasi eksplorasi vaskular
emergency
4) Disability
Lakukan pengkajian tingkat kesadaran dengan menggnakan
pendekatan GCS, adanya nyeri.
Tingkat Kesadaran secara kualitatif :
a) Composmentis : Reaksi segera dengan orientasi sempurna,
sadar akan sekeliling, orientasi baik terhadap orang tempat dan
waktu.
b)  Apatis : Terlihat mengantuk saat terbangun klien terlihat acuh
tidak acuh terhadap lingkungannya.
18
c) Confuse : Klien tampak bingung, respon psikologis agak
lambat.
d) Samnolen : Dapat dibangunkan jika rangsangan nyeri cukup
kuat, bila rangsangan hilang, klien tidur lagi.
e) Soporous Coma : Keadaan tidak sadar menyerupai koma,
respon terhadap nyeri masih ada, biasanya inkontinensia urine,
belum ada gerakan motorik sempurna.
f) Koma : Keadaan tidak sadar, tidak berespon dengan
rangsangan.
Tingkt kesadaran menurut kuantitas dengan GCS:
a) Mata (eye) skor
- Selalu menutup mata dengan rangsangan nyeri 1
- Membuka mata dengan rangsangan nyeri 2
- Membuka mata dengan perintah 3
- Membuka mata spontan 4
b) Motorik (M)
- Tidak berespon dengan rangsangan nyeri 1
- Eksistensi dengan rangsangan nyeri 2
- Fleksi lengan atas dengan rangsangan nyeri 3
- Fleksi siku dengan rangsangan nyeri 4
- Dapat bereaksi dengan rangsangan nyeri 5
- Bergerak sesuai perintah 6
c) Verbal (V)
- Tidak ada suara 1
- Merintih/mengerang 2
- Dapat diajak bicara tapi tidak mengerti 3
- bicara atau jawaban kacau 4
- Dapat berbicara, orientasi baik 5
5) Exposure
Pada saat pasien stabil kaji riwayat kesehatan scara detail dan
lakukan pemeriksaan fisik lainnya
19
a. Secondary Survey
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan sesak seringkali datang mendadak dan semakin lama
semakin berat, nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat
dan tertekan, terasa lebih nyeri pada gerakan pernafasan.
Selanjutnya dikaji apakah ada riwayat trauma yang mengenai
rongga dada seperti peluruh yang menembus rongga dada dan paru,
ledakan yang menyebabkan peningkatan tekanan udara dan terjadi
tekanan di dada yang mendadak menyebabkan tekanan dalam paru
meningkat, kecelakaan lalulintas biasanya menyebabkan trauma
tumpul didada atau tusukan benda tajam langsung menembus
pleura.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan  apakah klien pernah menderita penyakit TB paru,
PPOM, kanker dan tumor metastase ke pleura.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga perlu ditanyakan apakan pernah keluarga klien pernah
menderita penyakit yang sama.
4) Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan klien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya, serta bagaimana prilaku klien pada tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya
5) Pemeriksaan Fisik (Doengoes, M.E. 2000)
a. Sistem Pernapasan :
Sesak napas? Nyeri, batuk-batuk.? Terdapat retraksi
klavikula/dada? Pengambangan paru tidak simetris? Fremitus
menurun dibandingkan dengan sisi yang lain? Pada perkusi
ditemukan adanya suara sonor / hipersonor / timpani,
20
hematotraks (redup)? Pada asukultasi suara nafas menurun,
bising napas yang berkurang / menghilang? Pekak dengan batas
seperti garis miring / tidak jelas? Dispnea dengan aktivitas
ataupun istirahat? Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
b. Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk?
Takhikardia, lemah, Pucat, Hb turun / normal, Hipotensi atau
hipertensi.
c. Sistem Persyarafan :
Kaji 12 saraf cranial klien
a) Nervus I (Olfaktorius) : memperlihatkan gejala penurunan
daya penciuman dan anosmia bilateral.
b) Nervus II (Optikus): memperlihatkan gejala berupa
penurunan gejala penglihatan.
c) Nervus III (Okulomotorius), Nervus IV (Trokhlearis) dan
Nervus VI (Abducens), kerusakannya akan menyebabkan
penurunan lapang pandang, refleks cahaya ,menurun,
perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti
perintah, anisokor.
d) Nervus V (Trigeminus), gangguannya ditandai ; adanya
anestesi daerah dahi. Nervus VII (Fasialis), pada trauma
kapitis yang mengenai neuron motorik atas unilateral dapat
menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan nasolabial,
melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa
pada 2/3 bagian lidah anterior lidah.
e) Nervus VIII (Akustikus), pada pasien sadar gejalanya
berupa menurunnya daya pendengaran dan kesimbangan
tubuh.

21
f) Nervus IX (Glosofaringeus). Nervus X (Vagus), dan
Nervus XI (Assesorius), gejala jarang ditemukan karena
penderita akan meninggal apabila trauma mengenai saraf
tersebut. Adanya Hiccuping (cekungan) karena kompresi
pada nervus vagus, yang menyebabkan kompresi
spasmodik dan diafragma.
Nervus XII (hipoglosus), gejala yang biasa timbul, adalah
jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartria. Hal ini
menyebabkan adanya kesulitan menelan. .
d. Sistem Perkemihan.
Kaji ada dan tidak adanya nya oliguri merupakan tanda pre
shock dan kaji ada tidaknya kelainan pada system perkemihan.
e. Sistem Pencernaan :
Akibat sesak napas klien mungkin akan mengalami mual
muntah dan penurunan nafsu makan dan berat badan.
f. Sistem Muskuloskeletal – Integumen
Kemampuan sendi terbatas? Ada luka bekas tusukan benda
tajam atau tidak? Terdapat kelemahan atau tidak ada? Kulit
pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi subkutan.
g. Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme? Kelemahan.
h. Sistem Sosial / Interaksi.
Tidak ada hambatan.
i. Spiritual
Kaji adanya ansietas, gelisah, bingung, pingsan

b. Tertiyeri Survey
1. Foto Rontgen Gambaran radiologis yang tampak pada foto
rontgen kasus hidropneumotoraks antara lain:
22
a) Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang
kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru.
Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis,
akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b) Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa
radio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini
menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps
paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas
yang dikeluhkan.
c) Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat,
spatium intercostals melebar, diafragma mendatar dan
tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau
trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah
terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang
tinggi.
d) Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi
keadaan sebagai berikut
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam
pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke apeks.
Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah
mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan
terjebak di mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam
dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan
dari pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak
di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju
daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher
terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh
udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup
23
banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut,
bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang.
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka
akan tampak permukaan cairan sebagai garis datar di
atas diafragma Foto Rontegen pneumotoraks (PA), bagian
yang ditunjukkan dengan anak panah merupakan bagian
paru yang kolaps.

2. Analisa Gas Darah


Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran
hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak
diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara
signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
3. CT-Scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara
emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara
dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan
antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidak efektifan perfusi jaringan kardiopulmoner berhubungan
dengan penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
b. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru skunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga
pleura.

24
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
sekret yang berlebihan pada jalan nafas dan penurunan reflek batuk
sekunder akibat nyeri dan keletihan.
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan
ekspansi paru dan kerusakan membran alveolar kapiler
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring / imobilitas,
nyeri kronis, kelemahan umum, ketidak seimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen

3. Tujuan dan Rencana Tindakan Asuhan keperawatan


1) Diagnosa 1 : Ketidak efektifan perfusi jaringan kardiopulmoner
berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
a. Tujuan
Setelalah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …x24
jam diharapakan perfusi jaringan kardiopulmonal kembali efektif
dengan kriteria hasil :
1) Tekanan darah dalam batas normal (Systole 90-120 mmHg,
Diastole 60-100 mmHg)
2) Nadi dalam batas normal (60-100 x/ mnt)
3) Nadi perifer kuat dan simetris
4) Tidak ada edema perifer dan asites
5) Tidak ada bunyi jantung yang tidak normal yaitu bunyi jantung
S3 dan S4
6) Tidak ada angina
7) Tidak ada bunyi napas tambahan, distensi vena leher, edema
pulmoner atrau bising pada pembuluh darah besar
25
8) Tidak ada keletihan dan hipotensi ortostatik
b. Intervensi
1) Pantau nyeri dada (mis: intensitas, durasi dan faktor
predisposisi
2) Observasi adanya perubahan segmen ST pada EKG
3) Pantau frekuensi nadi dan irama jantung
4) Auskultasi bunyi jantung dan paru
5) Pantau hasil pemeriksaan koagulasi (mis: prothombin time
(PT), partial thromboplasti time (PTT) dan hitung trombosit)
6) Pantau nilai elektrolit yang dihubungkan dengan disritmia
(kalium dan magnesium serum)
7) Lakukan penilaian sirkulasi perifer yang komperhensif (mis:
cek nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna dan suhu
ekstremitas )
8) Pantau status cairan meliputi asupan dan haluaran
9) Evaluasi edema dan nadi perifer
10) Pantau adanya peningkatan kegelisahan, ansietas dan terengah-
engah
11) Catat perubahan SaO2, SvO2, dan perubahan nilai GDA jika
diperlukan
12) Tingkatkan istirahat (mis: natasi pengujung dan kendalikan
stimulus lingkungan)
13) Ajarkan pasien dan keluarga untuk menghindari maneuver
valsalva (mis: jangan mengedan saat defekasi)
14) Jelaskan tentang pembatasan asupan kafein, natrium,
kolestrol,dan lemak
15) Jelaskan alasan makan sedikit tapi sering
16) Kolaborasi pemberian pengobatan berddasarkan permintaan
atau protocol yang berlaku (mis: obat-obatan analgesic,
26
antikoagulan, nitrogliserin, vasodilator, deuretik dan
kontraktilitas / inotropik positif)
2) Diagnosa 3 : Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru skunder terhadap peningkatan tekanan
dalam rongga pleura
a. Tujuan :
Setelalah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam
diharapakan pola napas kembali efektif dengan kriteria hasil :
1) Ekspansi paru optimal dan simetris kanan kiri
2) Tidak ada sesak napas
3) RR dalam batas normal (16-20x/mnt)
4) Irama teratur
5) Bunyi nafas terdengar jelas
6) Pergerakan dada simetris
7) Pada foto torak adanya pengembangan paru.
b. Intervensi :
1) Kaji frekuensi napas, irama, kedalaman dan usaha berb=napas
klie
2) Observasi adanya pola napas abnormal seperti
bradipnea,takipnea dan hiperventilasi
3) Monitor hasil rongent
4) Catat pergerakan dada dan penggunaan otot bantu pernapasan
5) Auskultasi suara napas dan catat adanya suara napas tambahn
6) Berikan pasien posisi semi fowler/fowler
7) Ajarkan cara napas dalam yang efektif
8) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang indikasi pemberian
oksigen dan tujuannya
9) Kolaborasi : Pemberian terapi oksigen sesuai indikasi dan obat
bronkodilator
27
10) Monitor aliran oksigen, keefektifan terapi oksigen, dan monitor
adanya kecemasan pasien terhadap oksigen.

3) Diagnosa 2 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan


akumulasi sekret yang berlebihan pada jalan nafas dan penurunan
reflek batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
a. Tujuan :
Setelalah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam
diharapakan bersihan jalan napas kembali efektif dengan kriteria
hasil :
1) Tidak sesak napas
2) Suara napas bronkovesikuler
3) RR dalam batas normal (16-20x/mnt)
4) Dahak dapat keluar
5) Batuk efektif
b. Intervensi
Manajemen jalan napas
1) Kaji kepatenan jalan napas dengan melihat pengembangan
dada, merasakan hembusan napas dan dengarkan adanya suara
napas tambahan (gurgling, snoring, stridor)
2) Monitor status hemodinamik dan status oksigenasi
3) Kaji perlunya dilakukan suction
4) Lakukan pengisapan/suction dengan prinsip 3A (aseptic,
asionotik, atraumatik)

28
5) Auskultasi bunyi napas sebelum dan sesudah dilakuknnya
suction
6) Bersihakan secret dengan menganjurkan batuk efektif atau
pengisapan
7) Alih baring sesuai indikasi
8) Ajarkan cara mengeluarkan sputum dengan batuk efektif
9) Edukasi pentingnya dilakukan suction
10) Jelaskan pada pasien dan keluarga tujuan dari tindakan dan
pengobatan serta alat bantu yang digunakan (missal ventilator,
oksigen, pengisapan)
Kolaborasi
1) Berikan nabulasi ultrasonic sesuai indikasi
2) Laporkan perubahan sehubungan dengan pengkajian data
(misal bunyi napas, sputum, efek dari pengobatan)
3) Lakukan pemeriksaan laboratorium sputum

4) Diagnosa 4 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan


penurunan kemampuan ekspansi paru dan kerusakan membran
alveolar kapiler
a. Tujuan :
Setelalah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam
diharapakan pertukaran gas adekuat dengan kriteria hasil :
1) Tidak sianosis
2) Kesadaran komposmentis
3) Hasil AGD dalam batas normal
4) RR normal (16-20x/mnt)
5) Tidak ada nyeti dada, pusing maupun malaise
b. Intervensi
Manajemen asam basa
29
1) Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernapasan
2) Pertahankan kepatenan jalan napas dan terapi IV
3) Monitor status hemodinamik (Tanda vital dan saturasi O2
secara continue) dan tingkat kesadaran
4) Monitor gambaran seri AGD dan elektroklit
5) Observasi warna kulit, membran mukosa, kuku dan adanya
dispnea
6) Auskultasi bunyi napas abnormal, suara napas tambahan dan
adanya sianosis perifer
7) Catat adanya cianosis perifer
8) Berikan posisi yang nyaman untuk memaksimalkan potensial
ventilasi
9) Berikan posisi semiforler atau posisi yang mengurangi dispnea
10) Bersihakan secret dengan menganjurkan batuk efektif atau
pengisapan
11) Alih baring sesuai indikasi
12) Ajarkan cara mengeluarkan sputum dengan batuk efektif
13) Jelaskan pada pasien dan keluarga tujuan dari tindakan dan
pengobatan serta alat bantu yang digunakan (missal ventikator,
oksigen, pengisapan)
Kolaborasi
1) Berikan oksigen yang dilembabkan sesuai indikasi
2) Berikan bronkodilator sesuai dengan keperluan
3) Berikan nabulasi ultrasonic sesuai indikasi
4) Pasang ventilasi mekanik bila diperlukan
5) Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan akan
pemeriksaan gas darah srteri dan penggunaan alat bantu yang
dianjurkan sesuai dengan adanya perubahan kondisi pasien

30
6) Laporkan perubahan sehubungan dengan pengkajian data
(misal bunyi napas, pola napas, analisa gas darah arteri,
sputum, efek dari pengobatan)
5) Diagnosa 5 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring /
imobilitas, nyeri kronis, kelemahan umum, ketidak seimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
a. Tujuan :
Setelalah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam
diharapakan toleransi aktivitas epektif dengan kriteria hasil :
1) Klien mampu melakukan perawatan diri dengan mandiri
2) Kliem mampu menyeimbangkan aktivitas dan istirahat
3) Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktivitas
4) TTV dalam batas normal (TD: 90-120 mmHg 60-100 mmHg,
Nadi: 60-100 x/ mnt, RR: 12-20 x/ mnt)
5) Tidak ada sesak nafas
b. Intervensi
1) Kaji respon emosi, social, dan spiritual terhadap aktivitas
2) Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan
aktivitas
3) Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas (mis:
takikardia, disritmia lain, dispnea, diaforisis, pucat, tekanan
hemodinamik, dan frekuensi respirasi)
4) Pantau respon oksigen pasien (mis: nadi, irama jantung dan
rekuensi respirasi) terhadap aktivitas perawatan diri
5) Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber-
sumber energy
6) Pantau dan / dokumentasikan pola istirahat pasien dan lamanya
waktu tidur

31
7) Tentukan penyebab keletihan (mis: karena penyebab
pengobatan, nyeri dan perawatan)
8) Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala,
bersandarduduk, berdiri dan ambulasi yang dapat di toleransi
9) Hindari menjadual aktivitas perawatan selama periode istirahat
10) Hindari lingkuangan yang mempunyai konsentrasi oksigen
rendah (misal: pada daerah dataran tinggi, dan pada cuaca yang
panas)
11) Minimalkan stres dan ansietas
12) Cegah hipotermi dan hipertermia serta infeksi
13) Berikan istirahata yang adekuat
14) Batasi rangsangan lingkungan (seperti cahaya dan kebisingan)
untuk memfasilitasi relaksasi
15) Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang tekhenik perawatan
diri yang akan menimbulkan konsumsi oksigen (memantau diri
dan tekhenik berjalan untuk melakukan AKS)
16) Ajarkan pengaturan aktivitas dan tekhenik menejmen waktu
untuk mencegah kelelahan
17) Instruksikan kepada pasien dan keluarga dalam penggunaan
peralatan seperti oksigen selama aktivitas, penggunaan
tekhenik relaksasi (missal: tekhenik distraksi, visualisasi
selama aktivitas)
18) Kolaborasi dalam pemberian anti nyeri sebelum latihan
aktivitas
19) Kolaborasi dengan ahli terapi okupasi fisik dan / rekriasi untuk
merencanakan dan memantau program aktivitas sesuai dengan
kebutuhan
20) Rujuk pada hali gizi untuk merencanakan makanan untuk
meningkatkan asupan makanan yang tinggi energi
32
4. Implementasi
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang sesuai dengan yang
telah direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan keperawatan mandiri merupakan tindakan berdasarkan analisis
dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan
lainnya. Sedangkan tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan
berdasarkan hasil keputusan bersama dengan dokter atau tenaga
kesehatan lainnya (Mitayani,2010). Implementasi keperawatan pada studi
kasus ini disesuaikan dengan intervensi keperawatan yang telah disusun
berdasarkan diagnosa keperawatan prioritas.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah hasil perkembangan berdasarkan tujuan
keperawatan yang hendak dicapai sebelumnya (Mitayani, 2010). Evaluasi
yang digunakan mencakup dua bagian yaitu evalusi formatif yang disebut
juga evaluasi proses dan evaluasi jangka pendek adalah evaluasi yang
dilaksanakan terus menerus terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan. Evaluasi keperawatan pada studi kasus ini disesuaikan dengan
tujuan dan kriteria hasil yang telah disusun berdasarkan diagnosa
keperawatan prioritas.

33
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Gambaran Kasus
Pengkajian dilakukan pada pada tanggal tanggal 10 Februari 2020.
Pasien berinisial An.R berusia 13 tahun masuk ke ruang PICU dengan
diagnosa Hydropneumothorak bilateral + Tb Paru. Keluhan
utama/alasan dirawat Pada tanggal 06-01-2020 Ibu ps mengatakan
batuk yang sudah lama, sesak nafas, keringat dingin dan dada terasa
sakit, Ibu juga mengatakan anaknya sudah terkena TB dan sudah
menjalani pengobatan. Didapatkan hasil pengkajian jalan napas pasien
tidak paten, terdengar suara tambahan yaitu gurgling, terdapat suara
ronkhi di semua lapang paru, pasien tampak sesak dengan RR 38
x/menit, SaO2 100%. TD 114/65 mmHg N: 143 x/menit, CRT 2 detik,
warna kulit normal (tidak ada pucat), GCS E=4, V=Trakeostomi, M=6
Tingkat kesadaran Apatis. Pasien tampak terpasang NGT dengan isi
susu 50 cc/3jam, IVFD D5 1/4 NS 400 cc + D40 100 cc + KCL 20 cc
+ NS 3% 20 cc : 55 cc/jam dengan infus pump, BB 17 Kg, terpasang
O2 4 ltr/menit, terpasang trakeostomi.
Pemeriksaan diagnostik hasil dari Foto Thorak pada tanggal 30
Januari 2020 yaitu: Tampak gambaran WSD Pada hemothorax, Cor :
besar dan bentuk normal, Pulmo : corakan broncovaskular normal.
Tampak gambaran radiolusen corakan vascular pada hemithorax
bilateral.
Terapi yang diberikan: Injeksi Vancomycin 2x200 ml, Injeksi
Lasix 2x10mg, Injeksi Omz 2x20mg, Inf PCT 3X250 mg K/P,
Nebulizer : Flumycyl 2 amp, Ventolin 2 Amp, Oral : INH 1x150 Mg,
B6 1x2 tab, Elzazym 1x1 sachet.

34
B. Pengkajian
I. IDENTITAS PASIEN
NAMA : An. R
TANGGAL LAHIR : 31-03-2006, 13 Th
NO RM : 00906437
TANGGAL PENGKAJIAN : 10-02-2020
II. RIWAYAT KESEHATAN PASIEN
KELUHAN UTAMA :
Pasien tampak batuk berdahak, tapi tidak mampu mengeluarkan dahak
tersebut, Pasien terpasang Trakeostomi, Pasien tampak sesak RR :
38x/Menit, pasien tampak gelisah, pasien tampak keringat dingin, terpasang
NGT, terpasang WSD kiri dan Kanan Kesadaran Apatis GCS E4 M6 VT
III. ALASAN MASUK RUMAH SAKIT
Ps masuk melalui IGD RSUD AA Pada tanggal 06-01-2020 Ibu ps
mengatakan batuk yang sudah lama, sesak nafas, keringat dingin dan dada
terasa sakit, Ibu juga mengatakan anaknya sudah terkena TB dan sudah
menjalani pengobatan.
IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
Apakah ada masalah infeksi atau tes abnormal selama kehamilan
(YA) (TIDAK)
Apakah pengibatan atau perawatan dilakukan selama kehamilan
(YA) (TIDAK)
Usia ibu ketika anak lahir Tahun
Jenis persalinan (Pervaginan) (Cesarian)
Apakah saat anak lahir mengalami masalah seperti kesulitan
pernafasan , infeksi, joundis
(YA) (TIDAK)
Apakah bayi lahir premature
(YA) (TIDAK)
Jika Ya berapa minggu : 36 minggu
Berat Bayi Lahir : 3200 Kg

35
Tempat Lahir : Rumah Bersalin
Pernah Dirawat dirumah sakit : (YA) (TIDAK)
Obat-obatan yang pernah digunakan : Obat OAT
Alergi (Makanan, Obat-obatan, Debu, Cuaca) : Tidak ada alergi
Riwayat Imunisasi :

BCG polio DPT CAMPAK Hepatitis

TANDAVITAL: Suhu : 36,5 ºc, Nadi : 147 x/menit RR: 38X/menit TD:
107/70mmHg
NILAI SKALA NYERI : 5
ANTROPOMETRI : BB 17 Kg
V. PRIMARY SURVEY
1. AIRWAY
Jalan Nafas Tidak Paten, Terdapat suara gurgling
2. BREATHING
Ps tampak sesak, dada simetris, menggunakan otot bantu pernafasan,
terpasang trakeostomoi, distraksi dinding dada, RR 38x/Menit, SPO2 100
% Suara nafas tambahan (ronkhi)
3. CIRCULATION
warna kulit kecoklatan TD 107/70, N :147 CRT 2 Detik.
4. DISABILITY
GCS E4M5Vt, reaksi pupil (+), tidak terdapat cedera, ps tampak selalu
menekuk kakinya.
5. EKSPOSURE
Pasien tampak terpasang WSD kiri dan kanan pada bagian dada

36
VI. PEMERIKSAAN FISIK

SISTEM BENTUK
√ : SIMETRIS YA TIDAK
PERNAFASAN
SUARA: VESIKULER √ STRIDOR RONCHI
WHEEZING RALES
RETRAKSI DINDING
√ DADA : ADA TIDAK
PCH : ADA TIDAK
√ SEKRET : ADA TIDAK
ALAT BANTU
√ NAFAS : YA TIDAK

SISTEM √ IRAMA REGULER IRREGULER


KARDIOVASK
√ SUARA NORMAL MURMUR GALLOP
ULER KEKUATAN NADI : KUAT LEMAH
TIDAK TERABA

CRT : 2 DETIK >2DETIK
CYANOSIS : ADA TIDAK
SUHU AKRAL : √ HANGAT DINGIN
CLUBBING
√ FINGER : YA TIDAK
SISTEM √ FONTANEL : DATAR CEMBUNG
PERSYARAFA CEKUNG TERTUTUP
N YA CAHAYA
MATA : REFLEK TIDAK
A

UKURAN PUPIL : 2/2


KAKU KUDUK
√ YA TIDAK
BABINSKY√ YA TIDAK

37
SISTEM MULUT LABIOPALATOSHIZIS
PENCERNAAN PALATOGNATOSHIZIS
GNASTOHIZIS
ORAL TRUSH
BENTUK ABDOMEN :
√ DATAR CEMBUNG DISTENSI
MASSA HERNIASI STOMA
MUNTAH MUAL
DIARE, JUMLAH… KONSTIPASI
BISING USUS : 20x/menit
SISTEM INKONTINENSIA URINE RETENSI URINE
PERKEMIHAN SAKIT SAAT BAK HEMATURI

LAKI-LAKI :
ORIFISIUM URETRA : LETAK NORMAL
TIDAK √ CISTOTOMI KATETER URINE
KELUARKAN URINE : 400 CC
WARNA : KUNING PEKAT
SISTEM √
KEBERSIHAN: BERSIH KOTOR
INTEGUMAN WARNA :
√ NORMAL ANEMIS IKTERIK
SIANOSIS

KONDISI: UTUH LESI/LECET

SKLEREMA DIAPER RASIH

PURPURA HEMATOM

TURGOR : ELASTIS TIDAK ELASTIS


LUKA : UKURAN - LOKASI : - KONDISI LUKA : -
SISTEM EKSTREMITAS ATAS :
MUSKULOSKE
√ NORMAL POLYDACTILY SINDACTILY
LETAL GARIS SIMIAN FLEKSI EKSTENSI

38
RELAKSASI
EKSTREMITAS BAWAH :
√ NORMAL POLYDACTILY SINDACTILY
GARIS SIMIAN FLEKSI EKSTENSI
RELAKSASI

TUMBUH KEMBANG MOTORIK HALUS : MASALAH YA TIDAK


Tidak ada masalah pada motoric halus
MOTORIK KASAR : MASALAH YA TIDAK
Tidak ada masalah pada motoric kasar
VERBAL : MASALAH YA TIDAK
Pasien terpasang trakeostomi
SOSIAL : MASALAH YA TIDAK
Pasien tidak bisa bergaul dengan teman sebayanya
KOGNITIF (UNTK USIA >6 TAHUN :
√ MASALAH YA TIDAK
PSIKOSOSIAL

VII. HASIL PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

PEMERIKSAAN FOTO-THORAX (30-01-2020)


Tampak gambaran WSD Pada hemithorax
Cor : besar dan bentuk normal
Pulmo : corakan broncovaskular normal. Tampak gambaran radiolusen corakan
vascular pada hemithorax bilateral

VIII. OBAT-OBATAN

Injeksi Vancomycin 2x200 mg


Injeksi Lasix 2x10mg

39
Injeksi Omz 2x20mg
Inf PCT 3X250 mg K/P
Nebulizer : Flumycyl 2 amp
Ventolin 2 Amp
Oral : INH 1x150 Mg
B6 1x2 tab
Elzazym 1x1 sachet

40
C. Maping Care Plan Kasus

ND : Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d DM : Hydropneumothorak ND: Pola Napas tidak efektif b.d hambatan upaya
spasme jalan napas KA : napas (nyeri saat bernapas)
DS: -  Dispnea DS : -
DO:  Takipnea (RR: 38 x/menit DO :
- RR: 38 x/menit (takipnea)  Suara nafas ronkhi di semua lapang paru - Dispnea
- dispnea  Gelisah - Adanya retraksi dinding dada
- Terdengar suara ronkhi di semua lapang  Adanya retraksi dinding dada - RR: 38x/menit (Takipnea)
paru  Nyeri dada - Ekskursi dada berubah
- Sulit bicara  Nafas cepat - Pernapasan dangkal
- Terpasang trakeostomy
 TTV Suhu : 36,5 ºc, Nadi : 147 x/menit RR: 38X/menit
- Sputum berlebih Terapi :
TD: 107/70mmHg
- Tampak gelisah Pemberian O2 4-5 liter/menit
- Nafas cepat Hasil Laboratorium (09 januari 2019)
- Terpasang WSD di kedua thorak - HB : 11,0 g/dL (N: 13.4 – 19.8)
Terapi : - PLT / trombosit : 29 x 10˄3/μL ( N : 150 – 450)
- Flumycyl 2 amp (Nebu) - HTC : 30.2 % (N :41.0 – 65.0 %)
- Ventolin 2 amp (Nebu)
Pemeriksaan Diagnostik
- INH 1x150 Mg
FOTO-THORAX (30-01-2020)
Tampak gambaran WSD Pada hemithorax
Cor : besar dan bentuk normal
ND: defisit nutrisi b.d ketidakmampuan
ND : Hipervolemia b.d kelebihan asupan cairan Pulmo : corakan broncovaskular normal. Tampak gambaran mengabsorbsi nutrien
DS: - radiolusen corakan vascular pada hemithorax bilateral DS : -
DO: DO :
- Dispnea Therapy - BB: 17 kg
- Terdengar suara napas ronkhi Injeksi Vancomycin 2x200 mg, Injeksi Lasix 2x10mg, - Bising Usus 20 x/menit
- BC = +8083,2 cc - Residu : ± 50 cc
Injeksi Omz 2x20mg, Inf PCT 3X250 mg K/P
- Hb ↓: 11,0 g/dL (N: 13.4 – 19.8) - Terpasang NGT
- Ht ↓: 30.2 % (N :41.0 – 65.0 %) Nebulizer : Flumycyl 2 amp
- Membran mukosa pucat
- Oliguria Ventolin 2 Amp
Terapi : Oral : INH 1x150 Mg, B6 1x2 tab, Elzazym 1x1 sachet
Terapi :
- Injeksi Lasix 2x10mg
- B6 1x2 tablet
- Elzazym 1x1 sachet

41
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosis : Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d spasme jalan napas
Kriteria Hasil/Outcomes Intervensi
Bersihan Jalan Napas, Pertukaran Gas Manajemen Jalan Napas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam Pemantauan Respirasi
diharapkan Jalan Napas Pasien Paten dengan kriteria Fisioterapi Dada
hasil : Perawatan Trakheostomi
Terapi Oksigen
Indikator Target Skor Observasi
Batuk efektif Meningkat 5 1. Monitor pola napas
Produksi sputum Menurun 5 2. Monitor bunyi napas tambahan
Dispnea Menurun 5 3. Monitor sputum
Frekuensi Napas Membaik 5 4. Monitor frekuensi napas
Pola napas Membaik 5 5. Monitor saturasi oksigen
PCO2 Membaik 5 Mandiri
PO2 Membaik 5 1. Pertahankan kepatenan jalan napas
Takikardi Membaik 5 2. Posisikan semi fowler atau fowler
3. Lakukan fisioterapi dada
4. Lakukan penghisapan lendir atau suction kurang dari 15
detik
5. Berikan Oksigen
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian ekspektoran, mukolitik
Diagnosis : Pola Napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas (nyeri saat bernapas)
Kriteria Hasil/Outcomes Intervensi
Pola Napas Manajemen Jalan Napas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam Pemantauan Respirasi
diharapkan pernapasan adekuat dengan kriteria hasil : Pengaturan Posisi
Dukungan Ventilasi

42
Indikator Awal Target Observasi
Dispnea Menurun 5 1. Monitor pola napas
Penggunaan otot Menurun 5 2. Monitor bunyi napas tambahan
bantu pernapasan 3. Monitor sputum
Frekuensi napas Membaik 5 4. Monitor frekuensi napas
Kedalaman napas Membaik 5 5. Monitor saturasi oksigen
Ekskursi dada Membaik 5 Mandiri
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Posisikan semi fowler atau fowler
3. Lakukan fisioterapi dada
4. Lakukan penghisapan lendir atau suction kurang dari 15
detik
5. Berikan Oksigen
6. Tempatkan pada posisi terapeutik
7. Tinggikan tempat tidur bagian kepala
8. Motivasi melakukan ROM aktif dan pasif
Edukasi
1. Ajarkan melakukan teknik relaksasi napas dalam
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik jika perlu
Diagnosis : Hipervolemia b.d kelebihan asupan cairan

Kriteria Hasil/Outcomes Intervensi


Keseimbangan Cairan, Status Cairan Manajemen Hipervolemi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 Pemantauan Cairan
jam diharapkan status cairan seimbang dengan kriteria Manajemen Nutrisi
hasil : Pemantauan Hemodinamik
Indikator Target Skor Pemantauan Tanda Vital

43
Haluaran urin Meningkat 5 Manajemen Cairan
Kelembaban membran Menurun 5 Observasi
mukosa 1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia (misal: dispnea,
Tekanan Darah Membaik 5 suara napas tambahan, edema)
Turgor kulit Meningkat 5 2. Monitor Intake dan Output Cairan
Berat Badan Membaik 5 3. Monitor status hidrasi (misal frekuensi nadi, akral, CRT,
Dispnea Menurun 5 kelembaban mukosa, turgor kulit, TD)
Kongesti paru Menurun 5 4. Monitor BB harian
Frekuensi nadi Membaik 5 5. Monitor status hemodinamik
Kadar Hb Membaik 5 6. Monitor jumlah, warna, dan berat jenis urin
Kadar Ht Membaik 5 7. Monitor Tanda-Tanda Vital
Intake Cairan Membaik 5 Mandiri
Batasi asupan cairan dan garam
Tinggikan kepala tempat tidur 30-40o
Catat intake-output dan balance cairan 24 jam
Lakukan oral hygiene
Berikan suplemen makanan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian diuretik
2.

Diagnosis : defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien


Kriteria Hasil/Outcomes Intervensi
Status nutrisi, Berat Badan, Eliminasi Fekal Manajemen Nutrisi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam Promosi Berat Badan
diharapkan status nutrisi membaik dengan kriteria hasil : Pemantauan Nutrisi
Indikator Awal Target Pemantauan Cairan
Nyeri abdomen Menurun 5 Observasi
Residu Membaik 5 1. Monitor asupan makanan

44
Berat Badan Membaik 5 2. Monitor residu
IMT Membaik 5 3. Monitor berat badan
Bising usus Membaik 5 4. Lihat membran mukosa
Membran mukosa Membaik 5 5. Monitor warna konjungtiva
6. Monitor Tanda-tanda vital
7. Monitor waktu pengisian kapiler
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor balance cairan
10. Monitor adanya mual dan muntah
Mandiri
1. Lakukan oral hygiene
2. Sajikan makanan dengan suhu yang sesuai
3. Berikan suplemen makanan
4. Atur posisi semifowler atau fowler
5. Ukur antropometrik
Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur pemantauan
2. Informasikan
hasil pemantauan

45
E. Implementasi dan Evaluasi

46
DIAGNOSA HARI/ TGL
NO IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF
KEPERAWATAN DAN
WAKTU
1 Bersihan Jalan Selasa 11 Observasi Subjektif: -
Napas Tidak Februari 1. Memonitor pola napas : Objectif
Efektif b.d spasme 2020 Dispnea dan Takipnea 1. RR 23 x/menit
2. Memonitor bunyi napas
jalan napas Shift Pagi 2. SaO2 : 100 %
tambahan : Ronkhi di semua
lapang paru 3. Bunyi napas ronkhi
08.00 – 14.00 3. Memonitor sputum : kental dan Analisa
banyak Masalah belum teratasi
4. Memonitor frekuensi napas : Planing
RR 28 x/menit Intervensi dilanjutkan :
5. Memonitor saturasi oksigen : - Monitor status
100%
pernapasan (Pola
Mandiri
1. Mempertahankan kepatenan napas, Frekuensi,
jalan napas bunyi napas)
2. Mengatur Posisi semi fowler - Pertahankan jalan
atau fowler napas
3. Melakukan fisioterapi dada - Atur posisi ps
4. Melakukan penghisapan lendir - lakukan fisioterapi
atau suction kurang dari 15
dada 1 x sehari
detik
5. Memberikan Oksigen 4 - lakukan suction
Ltr/menit setiap 15 atau 20
menit
- beri O2
Selasa 11 Observasi Subjektif: -
Februari 1. Memonitor pola napas : Objectif
2020 Dispnea 1. RR 38 x/menit
2. Memonitor bunyi napas
Shift Siang 2. SaO2 : 100 %
tambahan : Ronkhi di semua
15.00 – 21.00 lapang paru 3. Bunyi napas ronkhi
3. Memonitor sputum : kental dan Analisa
banyak Masalah belum teratasi
4. Memonitor
47 frekuensi napas : Planing
RR 23 x/menit Intervensi dilanjutkan :
5. Memonitor saturasi oksigen : - Monitor status
97%
pernapasan (Pola
Mandiri
napas, Frekuensi,
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan membahas megenai kesamaan teori dan kejadian kasus
dilapangan pada pasien Hydropneumothorak. Tinjauan kasus merupakan kasus
kelolaaan kelompok selama di ruangan mulai dari awal pengkajian , analisa
data, diagnosa, intervensi dan implemantasi ,serta evaluasi.

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dilakukan pada pada tanggal tanggal 10 Februari 2020.
Pasien berinisial An.R berusia 13 tahun masuk ke ruang PICU dengan
diagnosa Hydropneumothorak bilateral + Tb Paru. Keluhan utama/alasan
dirawat Pada tanggal 06-01-2020 Ibu ps mengatakan batuk yang sudah lama,
sesak nafas, keringat dingin dan dada terasa sakit, Ibu juga mengatakan
anaknya sudah terkena TB dan sudah menjalani pengobatan. Didapatkan hasil
pengkajian jalan napas pasien tidak paten, terdengar suara tambahan yaitu
gurgling, terdapat suara ronkhi di semua lapang paru,ps tampak sesak dengan
RR 38 x/menit, SaO2 100%. TD 114/65 mmHg N: 143 x/menit, CRT 2 detik,
warna kuliy kecoklatan, GCS E4VTM6 Tingkat kesadaran Compos Mentis.
Pasien tampak terpasang NGT dengan isi susu 50 cc/3jam, IVFD D5 1/4 NS
400 cc + D40 100 cc + KCL 20 cc + NS 3% 20 cc : 5 cc/jam dengan infus
pump, BB 17 Kg, terpasang O2 4 ltr/menit, terpasang trakeostomy.
Pemeriksaan diagnostik hasil dari Foto Thorak pada tanggal 30
Januari 2020 yaitu: Tampak gambaran WSD Pada hemithorax
Cor : besar dan bentuk normal
Pulmo : corakan broncovaskular normal. Tampak gambaran
radiolusen corakan vascular pada hemithorax bilateral
Terapi yang diberikan: Injeksi Vancomycin 2x200 ml, Injeksi
Lasix 2x10mg, Injeksi Omz 2x20mg, Inf PCT 3X250 mg K/P, Nebulizer :
Flumycyl 2 amp, Ventolin 2 Amp, Oral : INH 1x150 Mg, B6 1x2 tab,
Elzazym 1x1 sachet.

48
B. Diagnosa Keperawatan
Tahap ini merupakan langkah awal yang dilakukan kelompok dalam
melakukan asuhan keperawatan pada An.R. didiagnosa keperawatan yang
didapat adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual atau potensial
pasien terhadap masalah kesehatan perawat mempunyai izin dan berkompeten
untuk mengatasinya. Respon aktual dan potensial pasien didapatkan dari data
dasar pengkajian, tinjauan literatur yang berkaitan, catatan medis pasien, dan
konsultasi dengan professional lain yang kesemuanya dikumpulkan selama
pengajian (potter & perry,2005).
Menurut Herdman.T.Heather 2012, diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada Hydropneumothorak adalah:
a) Ketidakefektifan perfusi jaringan kardiopulmoner b.d penurunan
konsentrasi Hb dalam darah
b) Ketidaefektifan pola napas b.d menurunnya ekspansi paru sekunder
terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura
c) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d akumulasi sekret yang berlebihan
di jalan napas dan penurunan reflek batuk sekunder akibat nyeri dan
keletihan
d) Gangguan pertukaran gas b.d penurunan kemampuan ekspansi paru dan
kerusakan membran alveolar kapiler
e) Intoleransi aktivitas b.d tirah baring/imobilitas, nyeri kronis, kelemahan
umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Sedangkan diagnose yang didapatkan pada kasus yaitu:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas
2. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas (nyeri saat
bernapas)
3. Hipervolemia b.d kelebihan asupan cairan
4. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien

49
Pengangkatan diagnosa ini didapatkan dari hasil pengkajian
dengan menggunakan format pengkajian neonatus STIKes Payung Negeri.,
Kelompok menegakkan diagnosa kasus berdasarkan standar diagnosa
keperawatan Indonesia (SDKI) edisi ke-1, cetakan III tahun 2017 dan
disesuaikan dengan keadaan pasien.

C. Intervensi Keperawatan
Penyusunan intervensi keperawatan dilakukan sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang telah ditegakan. Intervensi atau perencanaan
adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat
pada klien dan hasil yang diperlukan ditetapkan dan intervensi
keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter & Perry,
2005).
Adapun acuan dalam penyusunan intervensi kelompok
menggunakan Nursing Intervention Classifciation (NIC) dan Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yang disesuaikan dengan
keadaan pasien dan kebutuhan pasien. Dalam penerapan intervensi
kelompok membuat kriteria hasil/ outcomes, kelompok juga membuat
penilaian indicator awal dan indicator target tujuannya untuk mengetahui
catatan perkembangan pasien setelah dilakukan intervensi keperawatan.
Kelompok membuat intervensi berdasarkan ONEC yaitu (observasi,
nursing/mandiri, edukasi dan kolaborasi).
Kelompok juga menerapkan beberapa jurnal Evidence Based
Nursing (EBN) sebagai dasar untuk melakukan Intervensi kepada pasien.
Yang artinya tidak lagi berdasarkan pengalaman atau kebiasan semata,
namun juga berdasarkan bukti ilmiah dari buku maupun jurnal.
Dari beberapa diagnose diangkat, yaitu:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas
Intervensi yang diberikan pada kasus tersebut sesuai dengan SIKI
(Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) Ed 1 Cetakan II yaitu
meliputi auskultasi suara napas, beri minum air hangat, lakukan

50
fisioterapi dada, dan lakukan pemberian nebulizer, dan lakukan
penghisapan lendir/suction.
2. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas (nyeri saat
bernapas)
Intervensi yang diberikan pada kasus tersebut sesuai dengan SIKI
(Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) Ed 1 Cetakan II yaitu
meliputi hitung frekuensi pernapasan, beri O2, posisikan semi fowler
atau fowler, tinggikan tempat tidur bagian kepala.
3. Hipervolemia b.d kelebihan asupan cairan
Intervensi yang diberikan pada kasus tersebut sesuai dengan SIKI
(Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) Ed 1 Cetakan II yaitu
meliputi monitor dan catat intake dan output cairan harian, lakukan
oral hygiene, batasi asupan cairan dan garam, monitor jumlah, warna
urine.
4. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
Intervensi yang diberikan pada kasus tersebut sesuai dengan SIKI
(Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) Ed 1 Cetakan II yaitu
meliputi monitor BB pasien, lihat adanya residu sebelum beri
makanan, lihat ada tidaknya mual dan muntah.

D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994 dalam Potter & Perry, 2011).
Implementasi yang dilakukan selama 5 hari kelompok memberikan
nya sesuai dengan intervensi yang dibuat dan yang telah disusun, yaitu:
1. Mengatur posisi semi fowler kepada pasien. Semi fowler merupakan
posisi dengan meninggikan kepala dan tubuh sebesar 45-65o diatas
tempat tidur, posisi ini diindikasikan pada pasien yang mengalami
sesak napas, sulit bernapas dan pada pasien yang mengalami masalah

51
jantung (Sigalingging, 2013). Kelompok memberikan posisi semi
fowler ini dengan menambah bantalan dengan lipatan selimut dan
meninggikan tempat tidur dibagian kepala agar An.R tidak merasa
sesak dan RR kembali normal.
2. Auskultasi pada daerah paru untuk mengetahui bunyi napas dan
didapatkan suara ronkhi di semua lapang paru. Ronkhi merupakan
bunyi monofonik bernada rendah yang menunjukkan adanya sekret
dan obstruksi didalam jalan napas (Tao & Kendall, 2013). Auskultasi
dilakukan pada seluruh dada dan punggung. Caranya adalah dari kanan
ke arah kiri atau sebaliknya dengan melakukan perbandingan
kemudian dari bagian atas ke bawah dengan menekan daerah stetoskop
(Hidayat, 2008). Kelompok melakukan auskultasi pada saat pengkajian
dengan meminta pasien bernapas secara biasa kemudian melakukan
auskultasi seperti yang telah disebutkan.
3. Beri minum air hangat sebelum dilakukan fisioterapi dada. Air hangat
dapat mempermudah pengenceran sekret melalui konduksi yang
mengakibatkan arteri pada area sekitar leher vasodilatasi dan
mempermudah cairan pada pembuluh darah dapat diikat oleh sekret
(Soemantri, 2008).
4. Lakukan fisioterapi dada. Fisioterapi dada merupakan tindakan dengan
melakukan postural drainage, clapping dan vibrating pada pasien
dengan gangguan sistem pernapasan dengan tujuan meningkatkan
efisiensi pola pernapasan dan membersihkan jalan napas ( Hidayat &
Uliyah, 2011).
Fisioterapi dada secara umum bertujuan untuk membantu
membersihkan dan mengeluarkan sekret serta melonggarkan jalan
nafas, fisioterapi dada dilakukan dengan 3 teknik yaitu postural
drainage, perkusi (clapping) dan getaran (vibrating) (Maidartati,
2014). Clapping dilakukan dengan cara menepuk-nepukkan tangan
yang dibentuk seperti mangkuk (cupping hand) pada posisi yang
ditentukan, secara berirama, sementara bagian tubuh lain dalam

52
posisi rileks, clapping dilakukan selama 1-2 menit pada pasien dengan
tingkat sekret ringan, 3-5 menit untuk sekret berat, kemudian
anjurkan pasien menarik nafas dalam secara perlahan lalu lakukan
vibrating (Hidayati dkk, 2014). Vibrating dilakukan dengan meletakan
tangan dengan menghadap ke bawah didaerah dada yang akan
didrainase dengan tangan dan lengan menempel dan jari yang
merapat, kemudian anjurkan pasien menarik nafas dan
mengeluarkannya lewat mulut, lakukan getaran pada saat pasien
ekspirasi. Selanjutnya anjurkan pasien batuk dan mengeluarkan
sekret kedalam pot sputum (Sigalingging, 2013).
Kelompok melakukan suction setelah dilakukan fisioterapi dada
didapatkan warna kuning, tekstur sputum kental. Sputum yang kental,
peningkatan volume sputum dan sifat sputum menjadi asam serta
terjadi perubahan kimia merupakan akibat dari adanya infeksi bakteri
pada saluran pernafasan (Sutedjo, 2013). Warna kuning, hijau atau
coklat pada sputum menandakan adanya infeksi bakteri. Sputum yang
berwarna kuning kecoklatan (karena bercampur darah) menandakan
penyakit Tuberkulosis. Namun warna kuning pada sputum bisa
diakibatkan karena jumlah eosinofil yang banyak, dengan demikian
kondisi ini menandakan alergi, bukan infeksi. Sputum yang selalu
bercampur dengan darah dapat ditemukan pada pasien yang
menderita karsinoma (Morton dkk, 2012).

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah proses keperawatan untuk mengukur
respon pasien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan pasien
kearah pencapaian tujuan.
Kelompok melakukan evaluasi sumatif kepada pasien disetiap
akhir shift lalu menilai perubahan dari perencanaan indicator awal ke
indicator target. Evaluasi sumatif adalah tes hasil belajar/ intervensi yang
telah dilakukan untuk menentukan hasil yang telah kelompok capai

53
perubahan dari indicator awal berat ke indicator target sedang atau
normal. Melihat respon pasien berdasarkan SOAP yang meliputi respon
subjektif respon yang diakatakan oleh pihak keluarga setelah dilakukan
implementasi,, objektif yang mampu dilihat atau dikaji, analisa
menetukan diagnosa keperawatan belum teratasi dan masih belum teratasi
sepenuhnya dan planning atau rencana tindakan asuhan keperawatan yang
akan dilakukan selanjutnya.

54
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah kelompok melakukan asuhan keperawatan pada An.R dengan
Hydropneumothorak, maka kelompok dapat mengambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Masalah yang menjadi perioritas dalam kasus ini sesuai dengan yang
ditemukan pada klien An.R dengan Hydropneumothorak. Masalah utama
pada kasus ini adalah bersihan jalan napas tidak efektif diikuti dengan
masalah keperawatan pola napas tidak efektif, hipervolemia, dan defisit
nutrisi
2. Diagnosa keperawatan yang ditegakan berdasarkan etiologi yang ditemukan
pada kasus dan disesuaikan dengan teori yang ada.
3. Rencana tindakan keperawatan pada kasus ini telah disusun dengan
diagnosa keperawatan yang ditegakan dan merujuk pada teori yang ada.
4. Implementasi dalam hal ini menerapkan rencana tindakan yang nyata pada
klien sesuai dengan perencanaan yang disusun. Hubungan perawat dengan
klien serta keluarga klien yang terbuka memudahkan perawat untuk
mengadakan pendekatan untuk melaksanakan kegiatan yang sudah
direncanakan.

B. Saran
Menyadari dalam penulisan dan penyelesaian makalah ini masih banyak
kekurangan sehingga disini kelompok mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk meningkatkan pemberian asuhan keperawatan pada An.R
dengan Hydropneumothorak

55
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mukti dkk (2009) Pedoman Diagnosis dan Terapi lab ilmu penyakit paru
RSUD Dr Soetomo Surabaya. Surabaya
Afif Muttaqin, (2008). Asuhan Keperawatan klien dengan gangguan sistem
pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Alsagaf Hood dan Mukti Abdul H, (2002). Dasar-Dasar Ilmu Diagnostik Fisik
Paru. Surabaya: Airlangga.
Alsagaff Hood, (2010), Dasar Ilmu Penyakit Paru, Jakarta: EGC
Amirulloh R. Penatalaksanaan Pneumotoraks di Dalam Praktek. http://www.
Asril Bahar, 2008. Penyakit-penyakit pleura, buku ajar penyakit dalam. Jilid balai
penerbit fk ui, Jakarta.
Budi Swidarmoko, Agus dwi Susanto. (2010). Pulmonologi Intervensi dan Gawat
Darurat Nafas. Jakarta: FK UI.
Carpenito,L.J (2008) Buku Saku Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC
Darmanto Djojodibroto, 2009, Respirologi, Jakarta: EGC
Doengoes, M.E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi
3. Jakarta: EGC.
Hidayat, A. A. A. (2008). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta : Salemba
Medika.
Hidayat, A. A. A., & Uliyah, M. (2011). Praktik Kebutuhan Dasar Manusia.
Surabaya : Health Books Publishing
Herdman. T. Heather (2012). NANDA International Diagnosis Keperawatan
Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC
Kahar Kusumawidjaja, (2008), Pleura dan Mediastinum, Radiologi diagnositik,
kalbe.co.id. [diakses tanggal 01 Oktober 2012]
Maidarti. (2014). “Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Bersihan Halan Napas
Pada Anak Usia 1-5 Tahun Yang Mengalami Gangguan Bersihan Jalan
Napas Di Puskesmas Moch. Ramdhan Bandung”. Jurnal Ilmu Keperawatan.
Volume 2, No.1
Mansjoer dkk, (2007). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi-3 Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
Morton, P. G., Fontine, D., Hudak, C. M., & Gallo, B. M. (2012). Keperawatan
Kritis Pendekatan Asuhan Holistik Vol.1 Edisi 8. Jakarta : EGC
Sigalingging, G. (2013). Buku Panduan Laboratorium Kebutuhan Daasr
Manusia. Jakarta : EGC
Seomantri, Irman. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
Sutedjo, A. Y. (2013). Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Yogyakarta : Amara Books
Tao, L., & Kendall K. (2013). Sinopsis Organ System Pulmonologi Pendekatan
dengan Sistem Terpadu dan Dsiertai Kumpulan Kasus Klinik. Tanggerang :
Karisma publishing group
Sjahriar rasad, (2009), Radiologi Diagnostik, Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Wilkinson. M. Judhit, (2006).Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan
Intervensi NIC dan Kreteria Hasil NOC. Edisi-7. Jakarta: EGC
Hudak, C.M. (2010) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai