Anda di halaman 1dari 17

PENGARUH SENYAWA ANTHOCYANIN PADA KULIT BAWANG MERAH

(Allium cepa L.) TERHADAP EFEK ANTIOKSIDAN PADA GRANUL


EFFERVESCENT

TUGAS TEKNOLOGI SEDIAAN BAHAN ALAM

Disusun Oleh :

1. Gusti Dilla Jayanti ( 1041711065 )


2. Luthfita Elvira Puteri ( 1041711084 )
3. Marcelline Samantha Cristie ( 1041711086 )
4. Maulani Umi Hanik ( 1041711088 )

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI
“YAYASAN PHARMASI” SEMARANG
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bawang merah adalah salah satu rempah multiguna. Paling penting


didaya gunakan sebagai bahan bumbu dapur sehari- hari dan penyedap berbagai
masakan. Kegunaan lain dari umbi bawang merah adalah sebagai obat tradisional
untuk pelayanan kesehatan masyarakat. Sudah sejak lama, nenek moyang
menggunakan umbi bawang merah sebagi obat nyeri perut dan penyembuhan
luka atau infeksi. Selain itu banyak digunakan untuk penyembuhan penyakit
demam, kencing manis dan batuk (Wibowo, 1999).

Umbi bawang merah mengandung senyawa - senyawa yang dipercaya


berkhasiat sebagai antiinflamasi dan antioksidan seperti kuersetin yang bertindak
sebagai agen untuk mencegah sel kanker. Kuersetin, selain memiliki aktivitas
sebagai antioksidan, juga dapat beraksi sebagai antikanker pada regulasi siklus
sel, berinteraksi dengan reseptor estrogen (ER) tipe II dan menghambat enzim
tirosin kinase (Klohs, 1997). Kandungan lain dari bawang merah diantaranya
protein, mineral, sulfur, antosianin, kaemferol, karbohidrat, dan serat (Rodrigues,
2003).

Limbah bawang merah yang biasanya langsung dibuang, padahal


terdapat kandungan yang bermanfaat. Kulit bawang merah mengandung senyawa
flavonoid , alkaloid, polifenol, seskuiterpenoid, monoterpenoid, steroid,
triterpenoid serta kuinon (Soebagio, 2007). Kulit bawang merah mengandung
zat warna alam yaitu senyawa antosianin dan flavonoida. Antosianin juga
memiliki kemampuan sebagai pengikat radikal bebas dan menghambat tahap
insiasi reaksi kimiawi yang menyebabkan karsinogen (Arja dkk., 2013).
Antosianin dapat meningkatkan respons antioksidan tanaman untuk pertahanan
hidup pada stres biotik atau abiotik (Susanti, 2012). Antioksidan sebagai
senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah proses oksidasi
lipid, dengan cara menunda atau mencegah terjadinya reaksi outoksidasi radikal
bebas dalam oksidasi lipid (Kochhar dan Rossell, 1990).

Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian ini untuk


mendapatkan produk baru dari kulit bawang merah dimana berupa produk
minuman yang praktis dan rasa yang disukai konsumen, dengan demikian
mendorong peningkatan pemanfaatan produk ekstrak kulit bawang merah.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada alasan pemilihan judul maka permasalahan yang
dirumuskan sebagai berikut :
a. Apakah di dalam kulit bawang merah terdapat kandungan antosianin?
b. Bagaimana aktivitas antioksidan kulit bawang merah yang baik untuk
dikonsumsi berdasarkan potensi kesehatan?
c. Bagaimana kulit bawang merah dapat dikembangkan sebagai sediaan farmasi?

1.3. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan:
a. Melakukan pemisahan senyawa pada kulit bawang merah secara maserasi
b. Melakukan isolasi dan identifikasi senyawa pada kulit bawang merah
c. Mengetahui kandungan antosianin dengan metode DPPH
d. Melakukan pembuatan dan pengujian granul effervescent dari kulit bawang
merah

1.4. Manfaat Penelitian


Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini antara lain:
a. Memberikan informasi tentang cara identifikasi antosianin dalam kulit
bawang merah
b. Memberikan informasi tentang aktivitas antioksidan kulit bawang merah
yang baik untuk dikonsumsi berdasarkan potensi kesehatan
c. Memberikan informasi kepada masyarakat akan manfaat obat dari kulit
bawang merah yang dapat dijadikan granul effervescent.

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Bawang Merah

Bawang merah biasanya memiliki jumlah umbi per rumpun bervariasi antara
sampai 8 umbi dan bentuk umbinya dapat bervariasi mulai dari bentuk agak bulat
sampai berbentuk lebih gepeng (Sunaryono dan Sudamo 1989, Rukman 1994).
Menurut Tjitrosoepomo (2010), bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Liliales

Famili : Liliaceae

Genus : Allium

Spesies : Allium ascalonicum L.


Bawang merah tumbuh baik pada tanah subur, gembur, dan banyak
mengandung bahan organik dengan dukungan jenis tanah lempung berpasir atau
lempung berdebu, derajat keasaman tanah (pH) tanah untuk bawang merah antara
5,5-6,5, tata air (drainase) dan tata udara (aerasi) dalam tanah berjalan baik, tidak
boleh ada genangan (Sudirja, 2007).

Bawang merah tidak berbatang, daun tunggal memeluk umbi lapis. Umbi
lapis menebal dan berdaging, warna merah keputihan. Perbungaan berbentuk
bongkol, mahkota bunga berbentuk bulat telur. Buah batu bulat, berwarna hijau. Biji
segitiga warna hitam. Bagian yang digunakan umbi lapis (Fauzi DA, 2008).

Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak
lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk ke
dalam kelompok rempah tidak bersubtitusi yang berfungsi sebagai bumbu 21
penyedap makanan serta bahan obat tradisional (Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, 2007).

Bawang merah mengandung kuersetin, antioksidan yang kuat yang bertindak


sebagai agen untuk menghambat sel kanker. Kandungan lain dari bawang merah
diantaranya protein, mineral, sulfur, antosianin, karbohidrat, dan serat (Rodrigues et
al., 2003).

Satu setengah sampai tiga setengah ons bawang segar apabila dikonsumsi
secara teratur mengandung kuersetin yang cukup sebagai perlindungan terhadap
kanker. Bawang kaya akan flavonoid yang telah diketahui untuk mendeaktifkan
banyak karsinogen potensial dan pemicu tumor seperti menganggu pertumbuhan sel
sensitif estrogen pada kanker payudara (Anonim , 2007).

2.2 Antosianin

Antosianin berasal dari kata anthos (Yunani) yang berarti bunga dan kyanos
(Yunani) yang berarti biru adalah pigmen yang tergolong dalam kelompok senyawa
flavonoid. Flavonoid umumnya larut dalam air sehingga dapat diekstraksi dengan
alkohol (Harborne, 1987).

Fungsi antosianin sebagai antioksidan di dalam tubuh sehingga dapat


mencegah terjadinya aterosklerosis, penyakit penyumbatan pembuluh darah.
Antosianin bekerja menghambat proses aterogenesis dengan mengoksidasi lemak
jahat dalam tubuh, yaitu lipoprotein densitas rendah. Kemudian antosinin juga
melindungi integritas sel endotel yang melapisi dinding pembuluh darah sehingga
tidak terjadi kerusakan (Ginting 2011). Berbagai manfaat positif dari antosianin untuk
kesehatan manusia adalah untuk melindungi lambung dari kerusakan, menghambat
sel tumor, meningkatkan kemampuan penglihatan mata, serta berfungsi sebagai
senyawa anti-inflamasi yang melindungi otak dari kerusakan. Selain itu, beberapa
studi juga menyebutkan bahwa senyawa tersebut mampu mencegah obesitas dan
diabetes, meningkatkan kemampuan memori otak dan mencegah penyakit neurologis,
serta menangkal radikal bebas dalam tubuh (Harborne 1987). Antosianin adalah
senyawa yang bersifat amfoter, yaitu memiliki kemampuan untuk bereaksi baik
dengan asam maupun dengan basa. Dalam media asam antosianin berwarna merah,
dan pada media basa berubah menjadi ungu dan biru (Man 1997).

2.3 Ekstraksi Antosianin

Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan senyawa metabolit sekunder


dengan bantuan pelarut. Ekstraksi akan lebih cepat dilakukan pada suhu tinggi, tetapi
hal ini dapat mengakibatkan beberapa komponen mengalami kerusakan (Harborne,
1987). Pemilihan metode ekstraksi senyawa ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu
sifat jaringan tanaman, sifat kandungan zat aktif serta kelarutan dalam pelarut yang
digunakan. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar
dan senyawa non-polar dalam pelarut non-polar.

Antosianin, seperti flavonoid lainnya merupakan struktur dengan cincin


aromatik yang berisi substituen komponen polar dan residu glikosil sehingga
menghasilkan molekul polar. Dengan keadaannya yang polar, antosianin lebih mudah
larut dalam air atau pelarut polar dibanding dalam pelarut non-polar (Jackman &
Smith, 1996).

Metode pembuatan ekstrak yang dipakai dalam penelitian ini adalah maserasi.
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif mudah
larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam
cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirat, dan lain-lain. Cairan peyari yang
digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain. Keuntungan cara
penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan
sederhana dan mudah dilakukan.

Penyarian dengan cara maserasi perlu dilakukan pengadukan untuk meratakan


konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia, sehingga dengan pengadukan
tersebut tetap terjaga derajat perbedaan konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara
larutan di dalam sel dengan larutan di luar sel. Hasil penyarian dengan cara maserasi
ini perlu dibiarkan waktu tertentu untuk mengendapkan zat-zat tidak diperlukan tetapi
ikut terlarut dalam cairan seperti malam dan lain-lain (Piyukrit Tongbun et al., 2012).

2.4 Antioksidan

Antioksidan merupakan inhibitor yang bekerja menghambat oksidasi dengan


cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif yang
relatif stabil (Widodo, 1997). Tubuh Manusia sebenarnya dapat menghasilkan
antioksidan tapi jumlahnya tidak mencukupi untuk menetralkan radikal bebas yang
jumlahnya semakin menumpuk di dalam tubuh. Oleh karena itu, tubuh memerlukan
antioksidan dari luar berupa makanan atau suplemen (Rahardjo dan Hernani, 2005).
Antioksidan digolongkan ke dalam dua kelompok, yang pertama antioksidan alami,
contohnya: superoksida dismutase (SOD), glutation peroxidase, polifenol, flavonoid,
karatenoid dan vitamin E. Kedua, Antioksidan sintetis antara lain: BHA (butylated
hidroxyanisole) dan BHT (butylate hydroxytoluene) (Winarsi,2007).
Metode yang sering digunakan untuk mengukur aktifitas total antioksidan
total suatu senyawa yaitu Uji DPPH, DPPH atau 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (α,α-
difenil-βpikrilhidrazil) merupakan suatu radikal bebas yang mengakibatkan
terbentuknya warna ungu pada larutan DPPH sehingga bisa diukur absorbansinya
pada panjang gelombang sekitar 520 nm. Ketika larutan DPPH dicampur dengan
senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen, maka warna ungu dari larutan akan
hilang seiring dengan tereduksinya DPPH (Antolovich dkk, 2002). Uji aktivitas
antioksidan dengan menggunakan metode ini berdasarkan dari hilangnya warna ungu
akibat tereduksinya DPPH oleh antioksidan. Intensitas warna dari larutan uji diukur
melalui spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang sekitar 520 nm. Pada
metode ini memiliki keuntungan, yaitu lebih sederhana dan waktu analisis yang lebih
cepat (Antolovich dkk, 2002).

2.5 Granul Effervescent

Granul berasal dari kata granula yang artinya butir. Pada umum sebelum
pecetakan tablet, bahan obat (zat aktif) dan bahan pembantu digranulasi, sehingga
menjadi butir granul, granul tersebut mempuyai daya lekat dan daya alirnya menjadi
lebih baik. Ukuran biasanya berkisar ayakan 4-12 mesh. Umumnya granul dibuat
dengan cara melembutkan serbuk yang diinginkan atau campuran serbuk yang
diingin. Setelah dibuat dan dibiarkan beberapa waktu, granul tidak segera mengering
seperti balok bila dibandingkan dengan serbuknya. Hal ini karena luas permukaan
granul lebih kecil dibandingkan serbuk (Ibrahim F., 1989).

Granul effervescent di definisikan sebagai bentuk sediaan yang menghasilkan


gelembung sebagai hasil reaksi kimia dalam larutannya. Produk dalam effervescent
merupakan bentuk pangan yang cukup dikenal karena memiliki beberapa
keuntungulan diantaranya praktis, mempuyai rasa yang menarik dan mudah larut
dalam air. Sediaan effervescent yang paling sederhana, mudah dan praktis dibuat
adalah granul (Rosmala Dewi et al., 2014).

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia dan Teknologi Farmasi Sekolah


Tinggi Ilmu Farmasi “Yayasan Pharmasi Semarang”. Dimana waktu penelitian
direncanakan dilakukan dari bulan Juni-Desember 2020.

3.2 Alat dan Bahan


Alat

1. Rotary evaporator
2. Spektrofotometer UV-Vis
3. Corong kaca
4. Neraca analitik
5. Kertas saring
6. Peralatan gelas
7. Blender
8. Corong pisah
9. Kromatografi kolom
10. Ayakan no.20
11. Waterbath

Bahan

1. Kulit bawang merah kering


2. Etanol 96%
3. N-heksan
4. Etil asetat
5. Aquadest
6. HCl
7. NaOH
8. Silica gel
9. Pelat sselulosa
10. Asam sitrat
11. Na Bikarbonat
12. Laktosa
13. Aspartam
14. PVP

3.3 Cara Kerja

Preparasi Sampel

Pengumpulan limbah kulit bawang merah

Sampel dicuci sampai bersih

Dikeringkan di udara terbuka tanpa terkena cahaya matahari langsung, dengan tujuan
untuk menghilangkan kadar air yang terkandung di dalamnya dan sekaligus
mencegah terjadinya pembusukan sehingga dapat menghasilkan mikroorganisme

Sampel yang telah kering dihaluskan dengan blender untuk memperluas permukaan
serta membantu pemecahan dinding dan membran sel, sehingga lebih mudah
memaksimalkan proses ekstraksi.

Ekstraksi dan Fraksinasi sampel

Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi. Proses ekstraksi ini dilakukan
untuk menghindari kerusakan dari sebagian senyawa golongan flavonoid yang tidak
tahan panas. Selain itu senyawa flavonoid juga mudah teroksidasi pada suhu yang
tinggi. Metode maserasi ini memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode lainnya
khususnya dalam hal isolasi senyawa bahan alam, karena selain murah dan mudah
dilakukan, dengan adanya perendaman sampel dengan pelarut maka akan terjadi
pemecahan dinding dan membran sel yang diakibatkan oleh adanya gaya difusi.
Serbuk kulit bawang merah direndam dengan etanol 96%, ditutup dan didiamkan
selama 24 jam dan setiap hari diaduk selama beberapa menit, kemudian disaring
dengan kertas saring. Residu yang dihasilkan kemudian diremaserasi kembali dengan
penambahan etanol 96% setiap harinya selama 3 hari. Filtrat yang diperoleh
dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak pekat
kulit bawang merah. Pemilihan pelarut etanol dikarenakan etanol bersifat polar,
universal, dan mudah didapat (Trifani 2012) dan juga sifatnya yang mudah menguap
sehingga mudah dipisahkan dari ekstrak.

Ekstrak pekat difraksinasi kembali dengan dilarutkan menggunakan aquadest untuk


melarutkan senyawa-senyawa yang terdapat pada ekstrak. Setelah itu ditambahkan n-
heksana dikocok dan didiamkan selama beberapa menit. Penambahan n-heksana
bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang bersifat nonpolar seperti
klorofil, triterpen, lemak dan senyawa nonpolar lainnya. Fraksi air dipisahkan dengan
corong pisah lalu ditambahkan dengan etil asetat untuk memisahkan senyawa-
senyawa yang bersifat semipolar. Ketiga fraksi yang dihasilkan yaitu fraksi air, n-
heksana dan etil asetat selanjutnya diuji fitokimia kemudian dipekatkan dengan
menggunakan waterbath.

Uji Kualitatif Antosianin

Diambil ekstrak sebanyak 3 ml, ditambahkan dengan HCl 2 M kemudian dipanaskan


pada suhu 100°C selama 5 menit. Karakteristik antosianin yaitu warna merah tidak
akan pudar.

Ekstrak kulit bawang merah ditambahkan dengan NaOH 2 M tetes demi tetes terjadi
perubahan berwarna hijau kebiru-biruan yang kemudian lama-lama memudar menjadi
warna kuning (Harbone, 1996)

Isolasi dan Identifikasi Antosianin

Ekstrak kasar (tanpa partisi) dipekatkan menggunakan rotary evaporator suhu


ditambah dengan sejumlah silica gel hingga menjadi padatan / serbuk berwarna
merah, kemudian dimasukkan ke dalam sistem kollom kromatografi yang sudah diisi
dengan silica gel sampai hampir penuh sebagai fase diam. Setelah itu dilakukan elusi
dengan etil asetat sebagai fase gerak. Setelah terjadi pemisahan dan semua fraksi non-
antosianin turun, fraksi antosianin (warna merah) yang tertinggal di bagian atas
diambil dengan cara dikerok, dan dikeringkan dengan N2 untuk menghilangkan sisa
etil asetat, kemudian diekstrak dengan metanol yang mengandung 1 % HCl. Filtrat
diuapkan dengan rotary evaporator suhu untuk memperoleh ekstrak pekat.

Identifikasi antosianin dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis (Harborne,


1996). Ekstrak antosianin ditotolkan pada pelat selulosa kemudian dikeringkan
dengan diuapi gas N2, selanjutnya dilakukan pengembangan satu arah dengan fase
gerak BAA (n-butanol : asam asetat : H2O = 4 : 1 : 5, v/v, lapisan atas) dan HCl 1 %
(H2O : HCl pekat = 97 : 3, v/v). Warna visual, warna di bawah sinar UV, dan nilai Rf
dari masing -masing spot dicocokkan dengan Tabel Referensi antosianin.

Hasil KLT kemudian dikeringkan di udara terbuka dan diperiksa di bawah


sinar UV kemudian dihitung nilai Rf-nya. Noda yang memiliki nilai Rf yang sesuai
dengan Rf Antosianin dikerok dan dilarutkan dalam pelarut metanol - 0,01 % HCl,
kemudian diidentifikasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan larutan
standarnya rutin.

Uji Antioksidan

Ekstrak dilarutkan dalam etanol dan dibuat dengan rentang konsentrasi


tertentu. Latutan ekstrak DPPH dalam etanol ditambahkan ke dalam larutan
sampel. Campuran diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit. Kemudian diukur
serapanya menggunakan spektrofotometer. Asam askorbat digunakan sebagai kontrol
positif.

Pembuatan Sediaan Granul Effervescent Ekstrak Etanol Kulit Bawang Merah

Ekstrak kering kulit bawang merah (Allium cepa L.) ditambah dengan asam
sitrat, laktosa, aspartam, serta sebagian PVP yang dibasahi dengan essence jeruk di
dalam alkohol 70% (1:4) hingga massa dapat dikepal. Komponen basa yaitu natrium
bikarbonat dan sisa PVP dibasahi dengan essence jeruk dalam alkohol 70% (1:4)
hingga massa dapat dikepal. Masing-masing komponen diayak dengan ayakan No. 20
dan 24, lalu granul yang diperoleh dikeringkan dalam almari pengering selama 24
jam. Granul asam dan granul basa yang telah kering ditambahkan aerosil dan
dicampur hingga homogen

Uji Karakteristik Fisik Sediaan Granul Effervescent Ekstrak Etanol Kulit


Bawang Merah

A. Pengujian waktu alir. Ditimbang 100 gram granul, dimasukkan ke dalam corong
yang tertutup ujung tangkainya. Dibuka tutup corong, dicatat waktu yang diperlukan
oleh granulat yang mengalir seluruhnya.

B. Pengujian sudut diam. Ditimbang 100 gram granul, dimasukkan ke dalam corong
yang tertutup ujung tangkainya.Dibuka tutup corong, dibiarkan granul mengalir
membentuk kerucut yang stabil.Diukur tinggi kerucut (h) dan jari-jari (r), dihitung
dengan rumus tan α = h/r.

C. Pengujian kandungan lembab. Sejumlah 5,0 gram granul dimasukkan ke dalam


alat pengukur kadar air Moisture Analyzer . Alat dijalankan kemudian dibaca
kandungan lembab dalam granul.

D. Pengujian waktu larut. Diambil satu sachet granul effervescent (15 gram)
dilarutkan dalam 200 ml air pada suhu kamar tanpa pengadukan. Dicatat waktu larut
granul.

E. Pengujian tanggapan rasa. Diambil satu sachet granul effervescent (15 gram)
dilarutkan dalam 200 ml air pada suhu kamar tanpa pengadukan. Dicatat rasa yang
dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA

Ansel H.C. and Ibrahim F., 1989, Pengantar sediaan farmasi, Penerbit
Universitas Indonesia.
Anonim., 2007. Pengenalan dan Pengendalian Beberapa OPT Benih Hortikultura.
Proyek Pengembangan Penyuluhan Pertanian Pusat, Departemen Pertanian.
Jakarta.
Antolovich, M., P. D. Prenzler, E. Patsalides, S. McDonald, and K. Robards. 2002.
Methods for Testing Antioxidant Activity. Analyst. 127: 183–198.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Penerbit ITB. Bandung.
Harborne, J., 1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Cetakan kedua. Penerjemah: Padmawinata, K. dan I. Soediro.
Bandung: Penerbit ITB.
Jackman, R. L., & Smith, J. L. (1996). Anthocyanin and Betalains. In G. A. Henry, &
J. D. Houghton (Eds.), Natural Food Colourant 2nd Edition (pp. 243-280).
London: Chapman and Hall.
Lestario, L. N., Rahayuni, E., & Timotius, K. H. 2011. Kandungan Antosianin dan
Identifikasi Antosianidin dari Kulit Buah Jenitri (Elaeocarpus angustifolius
Blume).
Purwandari, L.E. 2007. Optimasi Campuran Asam Sitrat-Asam Tartrat dan Natrium
Bikarbonat sebagai Eksipien dalam pembuatan Granul Effervescent Ekstrak
Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrizha Roxb.) secara Granulasi Basah
dengan Metode Desain Faktorial. Skripsi. Yogyakarta:Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma.
Piyukrit Tongbun, Suwit Suwanno, & Sutira Saupak. (2012). The efficiency of
antibacterial activity of Gacinia atroviridis water extraction, 5(1).
Rahayu, S., N. Kurniasih & V. Amalia. 2015. Ekstraksi Dan Identifikasi Senyawa
Flavonoid Dari Limbah Kulit Bawang Merah Sebagai Antioksidan Alami. Al
Kimiya, 2(1)
Rodrigues A., Fogliano V., Graziani G., Mendes, S., Vale, A. And Goncalves, C.
2003. Nutrition Value of Onion Regional Varieties in Northwest Portugal.
EJEAFChe 2(4)

Rosmala Dewi, Iskandarsyah, & Dewi Oktarina. (2014). Tablet Effervescent Ekstrak
Belimbing Wuluh ( Averrhoa bilimbi L.) dengan variasi Kadar Pemanis
Aspartam
Sunarjono, H. dan P. Soedomo. 1983. Budidaya Bawang Merah (Allium ascalonicum
L.) Cetakan Kedua. Bandung. Sinar Baru.
Sudirja, 2007. Pedoman Bertanam Bawang. Kanisius, Yogyakarta.

Tjitrosoepomo, gembong. 2010. Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta.Yogyakarta:


Gajah Mada University press.
Winarsi H, 2007. Antioksidan alami dan radikal bebas potensi dan aplikasinya
dalam
kesehatan. Yogyakarta. Kanisius.
Zhang shi-lin, dkk. 2016. Quantification and analysis of anthocyanins and flavonoids
compositions, and antioxidant activities in onions with three different colors.
Journal of Integrative Agriculture

Anda mungkin juga menyukai