Anda di halaman 1dari 9

ANEMIA PADA GAGAL GINJAL

A. Pengertian Anemia
Anemia atau kurang darah adalah suatu kondisi di mana jumlah sel darah merah
(Hemoglobin) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Hemoglobin yang
terkandung di dalam Sel darah merah berperan dalam mengangkut oksigen dari paru-
paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Seorang pasien dikatakan anemia
apabila konsentrasi Hemoglobin (Hb) pada laki-laki kurang dari 13,5 G/DL dan Hematokrit
kurang dari 41%, Pada perempuan konsentrasi Hemoglobin kurang dari 11,5 G/DL atau
Hematocrit kurang dari 36% (Iqfadhila, 2016).

B. Penyebab Anemia pada Gagal Ginjal


Terdapat 3 mekanisme utama yang terlibat pada patogenesis anemia pada gagal
ginjal, yaitu : hemolisis, produksi eritropoetin yang tidak adekuat, dan penghambatan
respon dari sel prekursor eritrosit terhadap eritropoetin. Proses sekunder yang
memperberat dapat terjadi seperti intoksikasi aluminium.
1. Hemolisis
Hemolisis pada gagal ginjal terminal adalah derajat sedang. Pada pasien
hemodialisis kronik, masa hidup eritrosit diukur menggunakan 51Cr menunjukkan
variasi dari sel darah merah normal yang hidup tetapi rata-rata waktu hidup berkurang
25-30%. Penyebab hemolisis terjadi di ekstraseluler karena sel darah merah normal
yang ditransfusikan kepada pasien uremia memiliki waktu hidup yang memendek,
ketika sel darah merah dari pasien dengan gagal ginjal ditransfusikan kepada resipien
yang sehat memiliki waktu hidup yang normal.
Hemolisis dapat timbul akibat kompliksaidari prosedur dialisis atau dari interinsik
imunologi dan kelainan eritrosit. Kemurnian air yang digunakan untuk menyiapkan
dialisat dan kesalahan teknik selama proses rekonstitusi dapat menurunkan jumlah sel
darah merah yang hidup, bahkan terjadi hemolisis. Filter karbon bebas kloramin yang
tidak adekuat akibat saturasi filter dan ukuran filter yang tidak mencukupi, dapat
mengakibatkan denaturasi hemoglobin, pemhambatan hexose monophosphate shunt,
dan hemolisis kronik. Lisisnya sel juga dapat disebabkan tercemarnya dialisat oleh
copper, nitrat, atau formaldehyde.

2. Defisiensi Eritropoetin
Hemolisis sedang yang disebabkan hanya karena gagal ginjal tanpa faktor lain
yang memperberat seharusnya tidak menyebabkan anemia jika respon eritropoesis
mencukupi tetapi proses eritropoesis pada gagal ginjal terganggu. Alasan yang paling
utama dari fenomena ini adalah penurunan produksi eritropoetin pada pasien dengan
gagal ginjal yang berat.
Produksi eritropoetin yang inadekuat ini merupakan akibat kerusakan yang
progresif dari bagian ginjal yang memproduksi eritropoetin. Peran penting defisiensi
eritropoetin pada patogenesis anemia pada gagal ginjal dilihat dari semakin beratnya
derajat anemia. Selanjutnya pada penelitian terdahulu menggunakan teknik bio-assay
menunjukkan bahwa dalam perbandingan dengan pasien anemia tanpa penyakit
ginjal, pasien anemia dengan penyakit ginjal menunjukkan peningkatan konsentrasi
serum eritropoetin yang tidak adekuat.

3. Penghambatan Eritropoesis
Dalam hal pengurangan jumlah eritropoetin, penghambatan respon sel prekursor
eritrosit terhadap eritropoetin dianggap sebagai penyebab dari eritropoesis yang tidak
adekuat pada pasien uremia. Terdapat toksin-toksin uremia yang menekan proses
ertropoesis yang dapat dilihat pada proses hematologi pada pasien dengan gagal
ginjal terminal setelah terapi reguler dialisis. Ht biasanya meningkat dan produksi sel
darah merah yang diukur dengan kadar Fe yang meningkat pada eritrosit, karena
penurunan kadar eritropetin serum. Substansi yang menghambat eritropoesis ini
antara lain poliamin, spermin, spermidin, dan PTH hormon. Spermin dan spermidin
yang kadar serumnya meningkat pada gagal ginjal kronik yang tidak hanya memberi
efek penghambatan pada eritropoesis tetapi juga menghambat granulopoesis dan
trombopoesis. Karena ketidakspesifikkan, leukopenia, dan trombositopenia bukan
merupakan karakteristik dari uremia, telah disimpulkan bahwa spermin dan spermidin
tidak memiliki fungsi yang signifikan pada patogenesis dari anemia pada penyakit
ginjal kronik.
(Longo et al, 2012).

C. Tanda dan Gejala Anemia pada Gagal Ginjal


 Manifestasi klinis yang biasa ditemukan:
- Kelemahan umum/malaise, mudah lelah
- Nyeri seluruh tubuh/mialgia
- Gejala ortostatik (misalnya pusing, dll)
- Sinkop atau hampir sincope
- Penurunan toleransi latihan
- Dada terasa tidak nyaman
- Palpitasi
- Intoleransi dingin
- Gangguan tidur
- Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi
- Kehilangan nafsu makan
 Temuan fisik:
- Kulit (pucat)
- Neurovaskular (penurunan kemampuan kognitif)
- Mata (konjungtiva pucat)
- Kardiovaskular (hipotensi ortostatik, takiaritmia)
- Pulmonary (takipnea)
- Abdomen (asites, hepatosplenomegali)
(Lerma et al, 2013).

D. Pemeriksaan Anemia pada Gagal Ginjal


Pada penyakit ginjal kronik, keadaan anemia yang terjadi tidak sepenuhnya
berkaitan dengan penyakit ginjalnya. Anemia pada penyakit ginjal kronik dapat dijadikan
diagnosis setelah mengeksklusikan adanya defisiensi besi dan kelainan eritrosit lainnya.
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin ≤ 10% atau hematokrit ≤ 30%.
Beberapa hal yang harus diperiksa dahulu sebelum dilakukan pemberian terapi
penambah eritrosit, yaitu:
- Darah lengkap
- Pemeriksaan darah tepi
- Hitung retikulosit
- Pemeriksaan besi (serum iron, total iron binding capacity, saturasi transferin, serum
feritin)
- Pemeriksaan darah tersamar pada tinja
- Kadar vitamin B12
- Hormon paratiroid (National Kidney Foundation, 2002).

E. Penatalaksanaan Anemia pada Gagal Ginjal


Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk pencapaian kadar Hb > 10 g/dL dan Ht >
30%, baik dengan pengelolaan konservatif maupun dengan EPO. Bila dengan terapi
konservatif, target Hb dan Ht belum tercapai dilanjutkan dengan terapi EPO. Dampak
anemia pada gagal ginjal terhadap kemampuan fisik dan mental dianggap dan
menggambarkan halangan yang besar terhadap rehabilitasi pasien dengan gagal ginjal.
Walaupun demikian efek anemia pada oksigenasi jaringan mungkin seimbang pada
pasien uremia dengan penurunan afinitas oksigen dan peningkatan cardiac output saat
hematokrit dibawah 25 %. Walaupun demikian banyak pasien uremia memiliki hipertensi
dan miokardiopati. Karena tubuh memiliki kemampuan untuk mengkompensasi turunnya
kadar hemoglobine dengan meningkatnya cardiac output. Selain itu banyak pasien
memiliki penyakit jantung koroner yang berat dan walaupun anemia dalam derajat sedang
dapat disertai dengan miokardial iskemik dan angina.
Terapi anemia pada gagal ginjal bervariasi dari pengobatan simptomatik melalui
transfusi sel darah merah sampai ke penyembuhan dengan transplantasi ginjal. Transfusi
darah hanya memberikan keuntungan sementara dan beresiko terhadap infeksi (virus
hepatitis dan HIV) dan hemokromatosis sekunder. Peran dari transfusi sebagai
pengobatan anemi primer pada pasien gagal ginjal terminal telah berubah saat dialisis
dan penelitian serologic telah menjadi lebih canggih. Transplantasi ginjal pada banyak
kasus, harus menunggu dalam waktu yang tidak tertentu dan tidak setiap pasien dialisis
memenuhi syarat (MacGinley RJ et al, 2013).

Variasi terapi anemia pada penyakit ginjal kronik adalah sebagai berukut:
1. Suplementasi eritropoetin
2. Pembuangan eritropoesis inhibitor endogen dan toksin hemolitik endogen dengan
terapi transplantasi ginjal ekstra korporeal atau peritoneal dialysis
3. Pembuangan kelebihan aluminium dengan deferoxamine
4. Mengkoreksi hiperparatiroid
5. Terapi Androgen
6. Mengurangi iatrogenic blood loss
7. Suplementasi besi
8. Suplementasi asam folat
9. Transfusi darah
(MacGinley RJ et al, 2013).

Pengobatan Anemia pada Pasien Hemodialisis Kronik


1. Terapi besi dan pemantauan status besi
Bila status besi kurang, maka harus diberikan terapi besi terlebih dahulu sebelum
diberikan terapi EPO.
 Terapi besi intravena
Merupakan cara pemberian besi yang paling baik dibandingkan suntikan IM
maupun oral, terutama pada pasien yang mendapat EPO. Stimulasi eritropoiesis
yang kuat pada terapi EPO menyebabkan kebutuhan besi meningkat dengan cepat
yang tidak tercukupi oleh asupan besi oral. Contoh preparat besi untuk suntikan
intravena : iron Dextran, Sodium ferric gluconate complex, iron hydroxysaccharate.
a. Dosis uji coba (test dose) : dilakukan sebelum mulai terapi besi.
25 mg iron dextran di dalam 50 ml NaCl 0,9%, diberikan intravena selama 30
menit. Bila tidak ada reaksi alergi, lanjutkan dengan terapi induksi besi.
b. Terapi induksi besi
Tujuannya adalah untuk mengkoreksi anemia defisiensi besi absolute dan
fungsional, sampai kadar feritin serum mencapai > 100 µg/L dan ST >20%. Iron
dextran 100 mg diencerkan dengan 50 ml NaCl 0.9 % diberikan IV selama 1-2
jam pertama hemodialisis melalui venous blood line. Dosis ini diulang tiap
hemodialisis sampai 10x (dosis mencapai 1000 mg). Evaluasi status besi
dilakukan 2 minggu pasca terapi induksi besi. Bila target status besi sudah
tercapai (FS>100 µg/L dan ST >20%), lanjutkan dengan terapi pemeliharaan
besi. Bila target belum tercapai, ulangi terapi induksi besi.
c. Terapi pemeliharaan besi
Efek samping terapi besi intravena adalah reaksi alergi dan shock anafilaktik.
Kontraindikasi terapi besi, antara lain bila terdapat reaksi hipersensitivitas,
gangguan fungsi hati berat, dan kandungan besi tubuh berlebih.

 Terapi besi intramuskuler


Merupakan terapi besi alternative bila preparat IV tak tersedia. Jenis preparat yang
tersedia adalah iron dextran. Suntikan pada regio gluteus kuadran luar atas dengan
teknik Z track injection. Dosis uji coba (0.5ml IM)
Dosis terapi induksi besi:
- Jika FS < 30 µg/L diberikan 6 x 100 mg dalam 4 minggu
- Jika FS 31 µg/L sampai <100>L diberikan 4 x 10mg dalam 4 minggu

Suntikan besi IM selain terasa sakit, juga dapat menyebabkan komplikasi


abses, perdarahan, dan kemungkinan terjadi myosarkoma pada daerah suntikan.

 Terapi besi oral


Preparat oral masih bermanfaat terutama pada anemia defisiensi besi yang
tidak mendapat terapi EPO. Akan tetapi sering hasilnya tidak seperti yang
diharapkan karena berbagai hal seperti absorpsi besi yang tidak adekwat pada
pasien hemodialisis dan kurangnya kepatuhan minum obat akibat rasa mual.
Banyak penelitian yang menunjukan bahwa terapi besi oral tidak memadai pada
pasien yang mendapat EPO, namun demikian tetap saja dapat diberikan bila
preparat IV dan IM tidak tersedia. Dosis minimal 200mg besi elemental perhari,
dalam dosis terbagi 2-3x/hari.
Efek samping terapi besi intravena dan intramuskuler adalah reaksi alergi dan
syok anafilaktik. Obat-obat emergensi untuk mengatasi keadaan ini harus
disediakan sebelum terapi dimulai. Kontraindikasi terapi besi antara lain bila
terdapat hipersensitivitas, gangguan fungsi hati berat dan kandungan besi tubuh
berlebih (iron overload).

2. Terapi Eritropoietin
Indikasi terapi EPO bila Hb <>> 100 ug/L dan ST > 20%) dan tidak ada infeksi
berat. Kontraindikasi terapi bila terdapat reaksi hipersensitivitas terhadap EPO dan
pada keadaan hipertensi berat. Hati- hati pada keadaan hipertensi yang tidak
terkendali, hiperkoagulasi dan keadaan overload cairan.
 Terapi induksi EPO
Mulai dengan 2000-4000 IU/xhemodialisis subkutan, selama 4 minggu, Target
respons yang diharapkan adalah Ht naik 2-4% dalam 2-4 minggu atau Hb naik 1-
2g/dL dalam 4 minggu. Kadar Hb dan Ht dipantau setiap 4 minggu. Bila target
respons tercapai, pertahankan dosis EPO sampai target Hb tercapai (> 10 g/dL).
Bila target belum tercapai naikkan dosis EPO 50 %. Namun bila Hb naik terlalu
cepat, 8 g/dL dalam 4 minggu turunkan dosis EPO 25 %. Selama terapi induksi
EPO ini status besi di pantau setiap bulan.
 Terapi pemeliharaan EPO
Diberikan bila target Hb sudah tercapai > 10 g/dL atau Ht > 30%. Angka ini
lebih rendah dibanding panduan DOQI (Dialysis Outcomes Quality Initiative) yang
menargetkan Hb 11-12 g/dL dan Ht 3336%. Dosis pemeliharaan EPO yang
dianjurkan 1-2 kali 2000 IU/minggu. Selama terapi pemeliharaan Hb/Ht diperiksa
setiap bulan dan status besi setiap 3 bulan.

Bila dengan terapi pemeliharaan EPO Hb mencapai >12 g/dL , dosis EPO
diturunkan sebanyak 25%.

3. Terapi pemeliharaan besi


Bertujuan untuk menjaga kecukupan persediaan besi untuk eriptropoiesis selama
pemberian terapi EPO, Target terapi menjaga nilai Feritin serum dalam batas >100
ug/L - <500>20% - <40%.>
Dosis terapi pemeliharaan besi:
- IV : Iron Dextran 50 mg/minggu
Sodium Ferric Gluconate Complex 62,5 mg 2x /minggu
- IM : Iron Dextran 80 mg setiap 2 minggu

Selama terapi pemeliharaan besi, status besi diperiksa setiap 3 bulan. Bila
ditemukan:
- Status besi sesuai target: lanjutkan dosis terapi pemeliharaan besi
FS > 500ug/L atau ST >40%, suplementasi besi di stop selama 3 bulan.
Bila setelah 3 bulan pemeriksaan ulang FS <500>

Respons Terapi EPO Tidak Adekuat:


Pada sebagian kecil pasien yang mendapat terapi EPO gagal mencapai
kenaikan Hb atau Ht yang dikehendaki. Ada banyak faktor yang mempengaruhi
respons EPO. Sebab yang paling sering dijumpai adalah defisiensi besi fungsional.
Disamping itu keadaan hiperparatiroid sekunder dapat menurunkan respons EPO
karena hormon ini mengganggu eritropoeisis pada sumsum tulang. Sebab lain
misalnya intoksikasi Aluminium yang mengganggu absorbsi besi dan menurunkan
respons seluler besi. Adanya inflamasi, infeksi atau penyakit keganasan akan
menurunkan respons terapi EPO. Berbagai sebab lainnya adalah perdarahan kronik,
dialisis tidak adekuat, malnutrisi, defisiensi folat, hemoglobinopati, hemolisis dan
penyakit mielodisplasia.
Efek samping terapi EPO berhubungan dengan hipertensi, kejang dan
hipersensitivitas. Hipertensi dan kejang lebih sering terjadi pada saat terapi induksi
EPO, biasanya bila kenaikan Hb terlalu cepat.

4. Transfusi Darah
Transfusi darah memiliki risiko terjadinya reaksi transfusi dan penularan penyakit
seperti Hepatitis virus B dan C, Malaria, HIV dan potensi terjadinya kelebihan cairan
(overload). Disamping itu transfusi yang dilakukan berulangkali menyebabkan
penimbunan besi pada organ tubuh. Karena itu transfusi hanya diberikan pada
keadaan khusus, yaitu:
- Hb rendah
- Perdarahan akut dengan gejala hemodinamik
- Pasien dengan defisiensi besi yang akan diprogram terapi EPO atau yang telah
dapat terapi EPO tapi respons belum adekuat, sementara preparat besi IV/IM
belum tersedia. Untuk tujuan mencapai status besi yang cukup sebagai syarat
terapi EPO, transfusi darah dapat diberikan dengan hati-hati.

Target pencapaian Hb dengan transfusi 7-9 g/dL, jadi tidak sama dengan target
pencapaian Hb pada terapi EPO. Transfusi diberikan dalam bentuk Packed Red Cell,
untuk menghindari kelebihan cairan diberikan secara bertahap bersamaan dengan
waktu hemodialisis. Bukti klinis menunjukkan bahwa pemberian transfusi sampai Hb
10-12 g/dL tidak terbukti bermanfaat dan menimbulkan peningkatan mortalitas.

5. Terapi adjuvan yang dapat meningkatkan optimalisasi terapi EPO


Beberapa obat di bawah ini dapat meningkatkan optimalisasi terapi EPO, yaitu:
- Asam folat
- Vitamin B6 dan Vitamin B12
- Vitamin C, terutama bermanfaat pada anemia defisiensi besi fungsional yang
mendapat terapi EPO
- Vitamin D, mempunyai efek langsung terhadap prekursor eritroid
- Vitamin E, mencegah induksi stres oksidatif yang diakibatkan terapi besi intra
vena.
- Preparat androgen: bersifat hepatotoksik, karena itu harus digunakan dengan hati-
hati,
DAFTAR PUSTAKA

Lerma EV. Anemia of Chronic Disease and Renal Failure [seria online] 2013 Oct 28 [cited
2016 Mar 9]; [11 screens]. Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1389854-overview#showall

Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser AL, Loscalzo J. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 18th ed. United States of America: The
McGraw-Hill Companies, Inc; 2012.

MacGinley RJ, Walker RG. International Treatment Guidelines for Anaemia in Chronic
Kidney Disease: What has Changed?. MJA 22 July 2013; vol 199 (2).

National institute for Healt and Care Excellence. Anemia Management in People Chronic
Kidney Disease. Manchester: NICE clinical guideline 114. 2011.

National Kidney Foudation. Anemia and Chronic Kidney Disease (Stages 1-4). New York:
NKF. 2010.

National Kidney Foundation. K/DOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney
Disease: Evaluation, Classification and Stratification. Am J Kidney Dis 39:
suppl 1, 2002.

Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K SM, Setiati S,
editors: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5nd ed. Jakarta: Interna Publishing;
2009.p.1035-40.

Anda mungkin juga menyukai

  • Perawatan Nifas
    Perawatan Nifas
    Dokumen7 halaman
    Perawatan Nifas
    Deni Mulyana
    Belum ada peringkat
  • BB - 2 Sop Simulasi Tanggap Bencana
    BB - 2 Sop Simulasi Tanggap Bencana
    Dokumen16 halaman
    BB - 2 Sop Simulasi Tanggap Bencana
    Priyo A. Sancoyo
    Belum ada peringkat
  • PRE-IMPACT &narasi
    PRE-IMPACT &narasi
    Dokumen4 halaman
    PRE-IMPACT &narasi
    N Gita Ardiati R
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Kritis
    Jurnal Kritis
    Dokumen19 halaman
    Jurnal Kritis
    IntanNurSaumiati
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Deni Mulyana
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen12 halaman
    Bab Ii
    Deni Mulyana
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    Deni Mulyana
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Deni Mulyana
    Belum ada peringkat
  • COVER Dan Kata Pengantar
    COVER Dan Kata Pengantar
    Dokumen3 halaman
    COVER Dan Kata Pengantar
    Deni Mulyana
    Belum ada peringkat
  • IMPACT
    IMPACT
    Dokumen3 halaman
    IMPACT
    N Gita Ardiati R
    Belum ada peringkat
  • Pre Impact &narasi
    Pre Impact &narasi
    Dokumen4 halaman
    Pre Impact &narasi
    Kirigaya Kazuto
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi-1
    Daftar Isi-1
    Dokumen3 halaman
    Daftar Isi-1
    Elis Listiawati
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    Elis Listiawati
    Belum ada peringkat
  • Intervensi Keperawatan
    Intervensi Keperawatan
    Dokumen4 halaman
    Intervensi Keperawatan
    Deni Mulyana
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Deni Mulyana
    Belum ada peringkat
  • Leafleat
    Leafleat
    Dokumen2 halaman
    Leafleat
    Deni Mulyana
    Belum ada peringkat
  • Perawatan Nifas
    Perawatan Nifas
    Dokumen7 halaman
    Perawatan Nifas
    Deni Mulyana
    Belum ada peringkat
  • Leafleat 1
    Leafleat 1
    Dokumen2 halaman
    Leafleat 1
    Deni Mulyana
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 1
    Kelompok 1
    Dokumen10 halaman
    Kelompok 1
    IntanNurSaumiati
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 1
    Kelompok 1
    Dokumen10 halaman
    Kelompok 1
    IntanNurSaumiati
    Belum ada peringkat
  • SAP Latihan Fisik
    SAP Latihan Fisik
    Dokumen14 halaman
    SAP Latihan Fisik
    Deni Mulyana
    Belum ada peringkat
  • Sap Fix
    Sap Fix
    Dokumen12 halaman
    Sap Fix
    IntanNurSaumiati
    Belum ada peringkat
  • Sap Igd
    Sap Igd
    Dokumen8 halaman
    Sap Igd
    Deni Mulyana
    Belum ada peringkat
  • Satuan Acara Penyuluhan (Sap) Perawatan Pada Ibu Nifas: Disusun Oleh: Kelompok 2
    Satuan Acara Penyuluhan (Sap) Perawatan Pada Ibu Nifas: Disusun Oleh: Kelompok 2
    Dokumen8 halaman
    Satuan Acara Penyuluhan (Sap) Perawatan Pada Ibu Nifas: Disusun Oleh: Kelompok 2
    Deni Mulyana
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    IntanNurSaumiati
    Belum ada peringkat
  • 3
    3
    Dokumen1 halaman
    3
    IntanNurSaumiati
    Belum ada peringkat
  • Fix Gabung
    Fix Gabung
    Dokumen35 halaman
    Fix Gabung
    Deni Mulyana
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan CHF
    Laporan Pendahuluan CHF
    Dokumen22 halaman
    Laporan Pendahuluan CHF
    faizal
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan CHF
    Laporan Pendahuluan CHF
    Dokumen22 halaman
    Laporan Pendahuluan CHF
    faizal
    Belum ada peringkat