Bab Ii 080418

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Abortus

2.1.1 Definisi Abortus

Kata abortus (aborsi, abortion) berasal dari bahasa Latin aboriri-keguguran

(to miscarry). Abortus adalah persalinan kurang bulan sebelum usin janin yang

memungkinkan untuk hidup dan dalam hal ini bersinonim dengan keguguran.

Abortus juga berarti induksi penghentian kehamilan untuk menghancukan janin

(Obstetri Williams, 2014).

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu)

pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan

belum mampu untuk hidup diluar kandungan.

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilannya kurang

dari 20 minggu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya amenore, tanda-tanda

kehamilan, perdarahan hebat per vagina, pengeluaran jaringan, plasenta dan

kemungkinan kematian janin (Elisabeth, 2015).

Abortus/keguguran artinya suatu ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi

sebelum janin dapat hidup di luar kandungan dan sebagai batasan digunakan

kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Novvi,

2016).

Aborsi merujuk pada terminasi kehamilan dengan cara apa pun sebelum

janin cukup dapat berkembang dan bertahan hidup. Aborsi juga merupakan

6
7

kehamilan sebelum minggu ke 20 atau kelahiran janin dengan berat badan <500 gr

(Reeder, 2015).

Keguguran yang disebut juga abortus adalah kehamilan yang berakhir

sebelum usianya mencapai 20 minggu atau berat janin belum mencapai 500 gram

(Irmawati, 2016).

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin

dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah usia kehamilan kurang dari

20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

Terdapat dua jenis abortus, yaitu abortus spontan dan abortus provokatus.

Abortus spontan adalah sebagai abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau

medis. Dengan kata lain yang luas digunakan adalah keguguran (miscarriage).

Sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut

sebagai abortus provokatus (Anik Maryunani, 2013).

2.1.2 Etiologi Abortus

Penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan. Pada kehamilan

muda abortus tidak jarang di dahului oleh kematian mudigah. Sebaliknya pada

kehamilan lebih lanjut biasanya janin di keluarkan dalam keadaan masih hidup.

Hal yang menyebabkan abortus dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :

a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau

cacat kelainan berat biasanya menyebabkan kematian mudigah pada hamil

muda.
8

b. Kelainan pada plasenta misalnya endarteritis dapat terjadi di dalam vili koriales

menyebabkan oksigenisasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan

gangguan pertumbuhan dan kematian janin.

c. Penyakit ibu yang kronis dan melemahkan seperti pneumonia, tifus

abdominalis, anemia berat, dan keracunan.

d. Faktor endokrin

1) Faktor endokrin berpotensi menyebabkan aborsi pada sekitar 10-20%

kasus.

2) Hipertiroidisme, defisiensi progesteron dan diabetes militus.

3) Defisiensi progesteron yaitu berkurangnya hormone progesteron pada

korpus luteum yang berfungsi mempertahankan desidua sebelum plasenta

matur.

e. Faktor Imunologi

1) Terdapat antibodi kardiolipid yang mengakibatkan pembekuan darah do

belakang ari-ari sehingga mengakibatkan kematian janin karena kurangnya

aliran darah dari ari-ari tersebut.

2) Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan

abortus spontan berulang antara lain : Antibodi antinuclear, antikoagulan

lupus, dan antibodi cardiolipid.

3) Inkompatibilitas ABO dengan reaksi antigen antibodi dapat menyebabkan

abortus berulang, karena pelepasan histamin menyebabkan vasodilatasi dan

peningkatan fragilitas kapiler.

f. Faktor Nutrisi
9

1) Adanya malnutrisi umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling

besar menjadi predisposisi abortus.

2) Meskipun demikian, belum ditemukan bukti bahwa defisiensi salah

satu/semua nutrient dalam makanan merupakan suatu penyebab abortus

yang penting.

g. Faktor Psikologis

1) Di buktikan bahwa ada hubungan antara abortus yang berulang dengan

keadaan mental akan tetapi belum dapat dijelaskan sebabnya.

2) Biasanya ibu yang belum matang secara emosional merupakan kelompok

yang peka terhadap terjadinya abortus (Anik Maryunani, 2013).

2.1.3 Patofisiologi Abortus

Pada awal abortus terjadi perdarahan desidua basallis, diikuti nekrosis

jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda

asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda

asing tersebut.

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, vili korolis belum menembus

desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada

kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta

tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada hamil

lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan lebih dahulu dari pada plasenta.

Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera dilepas dengan lengkap. Peristiwa

abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniature. Hasil konsepsi pada

abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion
10

kosong atau tampak kecil tanpa bentuk yang jelas, mungkin pula janin telah mati

lama, mola krueta, maserasi, fetus kompresus (Anik Maryunani, 2013).

2.1.4 Klasifikasi Abortus

Klasifikasi abortus adalah sebagai berikut :

a. Abortus Spontan

Abortus terjadi secara alamiah tanpa intervensi luar (buatan) untuk mengakhiri

kehamilan tersebut. Terminologi umum untuk masalah ini adalah keguguran.

Berdasarkan aspek klinis, abortus spontan dibagi menjadi :

1) Abortus Iminens yaitu abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan

pervaginam sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih

baik di dalam rahim.

2) Abortus Insipiens yaitu terjadi perdarahan dari uterus dengan disertai

serviks yang meningkat, rasa mules menjadi lebih sering dan kuat,

perdarahan bertambah tetapi hasil konsepsi masih berada di dalam uterus.

3) Abortus Inkomplit yaitu sebagian dari hasil konsepsi telah keluar dari rahim

dan masih ada yang tertinggal.

4) Abortus Kompletus yaitu seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada

kehamilan kurang dari 20 minggu.

5) Abortus Habitualis yaitu abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut-

turut dan lebih.

6) Missed Abortion yaitu abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah

meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil

konsepsi seluruhnya masih dalam kandungan (Novvi, 2016).


11

7) Aborus infeksiosus yaitu abortus yang di sertai infeksi pada alat genetalia

(Anik Maryunani, 2013).

b. Abortus Provokatus (buatan)

Abortus yang terjadi akibat intervensi tertentu dengan tujuan untuk mengakhiri

proses kehamilan. Terminologi untuk keadaan ini adalah pengguguran (Novvi,

2016).

2.1.5 Diagnosa Abortus

Diagnosa abortus diperlukan beberapa kriteria sebagai berikut :

a. Terdapat keterlambatan datang bulan

b. Terjadi perdarahan disertai sakit perut

c. Pengeluaran hasil konsepsi

d. Pemeriksaan hasil tes hamil masih positif atau sudah negatif

Hasil pemeriksaan fisik terhadap penderita bervariasi :

a. Pemeriksaan fisik bervariasi tergantung jumlah perdarahan

b. Pemeriksaan fundus uteri

c. Tinggi dan besarnya tetap dan sesuai umur kehamilan

d. Tinggi dan besarnya sudah mengecil

e. Fundus uteri tidak teraba diatas sympisis

Pemeriksaan dalam

a. Serviks uteri masih menutup

b. Serviks sudah terbuka dan dapat teraba ketuban dan hasil konsepsi dalam

kavum uteri pada kanalis servikalis

c. Besarnya rahim (uterus) telah mengecil.


12

d. Konsistensi lunak (Saifuddin, 2012).

2.2 Abortus Inkomplit

2.2.1 Definisi Abortus Inkomplit

Abortus inkomplit adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari Rahim

dan masih ada yang tertinggal (Elisabeth, 2015).

Abortus inkomplit adalah sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau teraba

pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta). Perdarahan

biasanya terus berlangsung banyak dan membahayakan ibu. Serviks terbuka

karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing. Oleh

karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi

sehingga ibu merasakan nyeri namun tidak sehebat insipiens (Elisabeth, 2015).

Abortus inkomplit adalah perdarahan pada kehamilan muda dimana

sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri melalui kanalis servikalis

(Sarwono, 2013).

Abortus inkomplit adalah janin yang kemungkinan sudah keluar bersama-

sama dengan plasenta pada abortus yang terjadi sebelum minggu ke 10 tetapi

sesudah usia kehamilan 10 minggu, pengeluaran janin dan plasenta akan terpisah.

Bila plasenta seluruhnya/sebagian tetap tinggal dalam uterus maka bisa

menimbulkan perdarahan (Obsteri Williams, 2014).

Abortus inkomplit yaitu abortus dimana sebagian hasil konsepsi telah keluar

dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal. Abortus ini ditandai dengan

perdarahan sedang banyak, setelah terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan

perdarahan masih berlangsung terus, serviks terbuka karena masih ada benda di
13

dalam uterus yang dianggap orpus alliem, maka uterus akan terus berusaha

mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi tetapi kalau keadaan ini di

biarkan lama, serviks akan menutup kembali, uterus sesuai masa kehamilan, kram

kram atau nyeri perut bagian bawah dan terasa mules, ekspulsi sebagian hasil

konsepsi (Wiknjosastro Hanifa, 2009).

2.2.2 Gejala Klinis :

a. Anamnesis

1) Kram perut bagian bawah

2) Perdarahan banyak dari jalan lahir

b. Periksa dalam

1) Perdarahan sedang hingga banyak

2) Teraba sisa jaringan buah kehamilan

3) Terdapat pembukaan jalan lahir

4) Ostinum uteri terbuka ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan

(Elisabeth, 2015).

2.2.3 Penanganan Abortus Inkomplit

a. Penilaian Awal

1) Nilai keadaan umum pasien

2) Tanda-tanda syok (pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan sistolik <90

mmHg, nadi >112 x/menit)


14

3) Bila syok disertai dengan massa lunak di diagnose nyeri perut bawah,

adanya cairan bebas dalam kavum pelvis pikirkan kemungkinan kehamilan

ektopik yang terganggu

4) Tanda-tanda infeksi atau sepsis (demem tinggi, secret berbau pervaginam,

nyeri perut bawah, dinding perut tegang, nyeri goyang portio, dehidrasi,

gelisah, atau pingsan)

5) Tentukan melali evaluasi medic apakah pasien dapat ditatalaksana pada

fasilitas kesehatan setempat atau dirujuk (Sarwono, 2013).

b. Penanganan Spesifik

1) Dalam keadaan kegawat daruratan karena kekurangan darah, dapat dipasang

infus dan tranfusi darah untuk memulihkan keadaan umum. Diikuti kuretase

langsung umur kehamilan kurang dari 14 minggu dan dengan induksi pada

umur kehamilan diatas 14 minggu (Novvi, 2016).

2) Dalam penanganannya, apabila abortus inkomplit disertai syok karena

perdarahan segera harus diberikan infus cairan NaCl fisiologik atau cairan

Ringer yang disusul dengan tranfusi darah. Setelah syok teratasi, lakukan

kuretase. Pasca tindakan disuntikan intramuskulus ergometrin 0,2 mg IM

atau misoprostol 400 meg peroral untuk mempertahankan kontraksi otot

uterus dan disarankan rawat inap (Anik Maryunani, 2013).

3) Tentukan besar uterus (taksir usia gestasi), kenali dan atasi setiap

komplikasi (perdarahan hebat, syok, infeksi/sepsis).

4) Hasil konsepsi yang terperangkap pada serviks yang disertai perdarahan

hingga ukuran sedang dapat dikeluarkan secara digital atau cunam ovum,

setelah itu evaluasi perdarahan (bila perdarahan berhenti, beri ergometrin


15

0,2 mg IM atau misoprostol 400 mg per oral dan bila perdarahan terus

berlangsung, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan AVM atau D&K dipilih

tergantung usia gestasi, pembukaan serviks dan keberadaan bagian janin).

5) Bila tidak ada tanda infeksi beri antibiotic profilaksis (ampisilin 500 mg oral

atau doksisiklin 100 mg).

6) Bila terjadi infeksi beri ampisilin 1 g dan metronidazol 500 mg setiap 8 jam.

7) Bila terjadi perdarahan hebat dan usia gestasi di bawah 16 minggu segera

lakukan evakuasi dengan AVM.

8) Bila pasien tampak anemia, berikan sulfas ferosus 600 mg per hari selama 2

minggu (anemia sedang) atau tranfusi darah (anemnia berat) (Sarwono,

2013).

2.2.4 Faktor–faktor yang Berhubungan dengan Abortus

Dalam penelitian ini penulis menyimpulkan bahwa ibu yang mengalami

Abortus inkompletus kemungkinan besar usia ibu yang terlalu tua atau terlalu

muda, paritas, umur kehamilan, pendidikan dan pekerjaan.

a. Usia

Usia dianggap penting karena ikut menentukan prognosis persalinan, karena

dapat mengakibatkan kesakitan (komplikasi) baik pada ibu maupun janin.

Umur reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah antara 20-35 tahun

(Sarwono, 2013).

Pada usia kurang dari 20 tahun, organ-organ reproduksi tidak berfungsi dengan

sempurna sehingga bila terjadi kehamilan dan persalinan akan lebih mudah

mengalami komplikasi. Selain itu, kekuatan otot-otot perineum dan otot-otot


16

perut belumbekerja secara optimal sehingga sering terjadi persalinan lama atau

macet yang memerlukan tindakan seperti sectio caesarea. Ibu hamil berumur

muda juga memiliki kecenderungan perkembangan kejiwaannya belum matang

sehingga belum siap menjadi ibu dan menerima kehamilannya dimana hal ini

bisa berakibat terjadinya komplikasi obstetri yang dapat meningkatkan angka

kematian ibu dan perinatal. Faktor resiko untuk persalinan sulit pada ibu yang

pernah melahirkan pada kelompok umur ibu dibawah 20 tahun dan pada

kelompok umur diatas 35 tahun adalah 3 kali lebih tinggi dari kelompok umur

reproduksi sehat (20-35 tahun) (Sarwono, 2013).

Hal ini sesuai dengan pendapat Manuaba (2010) yang menyatakan bahwa

usia juga dapat mempengaruhi kejadian abortus karena pada usia kurang dari 20

tahun belum matangnya alat reproduksi untuk hamil sehingga dapat merugikan

kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan perkembangan janin, sedangkan abortus

yang terjadi pada usia lebih dari 35 tahun disebabkan berkurangnya fungsi alat

reproduksi, kelainan pada kromosom, dan penyakit kronis.

b. Paritas

Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu hidup

diluar rahim (28 minggu) (Praworohardjo, 2011).

1) Primipara adalah seorang wanita yang telah melahirkan bayi viable satu

kali.

2) Multipara adalah seorang wanita yang telah melahirkan bayi viable

sebanyak dua kali atau lebih.

3) Grande multipara adalah seorang wanita yang melahirkan bayi viable lebih

dari atau sama dengan empat kali.


17

Pada umumnya paritas yang tinggi (>3 kali) merupakan salah satu faktor resiko

bagi seseorang wanita/ibu untuk hamil dan melahirkan. Hal tersebut dijelaskan bahwa

setiap kehamilan akan menyebabkan kelainan-kelainan pada uterus. Kehamilan (>3

kali) dapat menyebabkan perubahan pembuluh darah pada tempat inplantasi sehingga

mengganggu aliran darah ke endometrium serta kelainan yang dapat membahayakan

keselamatan ibu dan bayi.

Berdasarkan teori Sarwono (2013) paritas 2-3 merupakan paritas paling ana

ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari 3)

mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Resiko pada paritas satu dapat

ditangani dengan asuhan obstetrik yang lebih baik, sedangkan resiko pada paritas

tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan metode keluarga berencana. Sebagian

kehamilan paritas tinggi adalah tidak direncanakan.

Bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan paritas tinggi mempunyai resiko tinggi

terhadap terjadinya abortus sebab kehamilan yang berulang-ulang menyebabkan rahim

tidak sehat. Dalam hal ini kehamilan yang berulang menimbulkan kerusakan pada

pembuluh darah dingin uterus yang mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin akan

berkurang dibanding pada kehamilan sebelumnya, keadaan ini dapat menyebabkan

kematian pada bayi (Wiknjosastro Hanifa, 2009).

Menurut Musbikin (2008) masa emas usia reproduktif wanita terbatas, batasan ini

terkait dengan faktor reproduksi wanita yang berada pada kondisi yang optimal pada

usia 20-35 tahun. Kehamilan yang terjadi pada usia 35 tahun, terjadi penurunan

kemampuan fisik karena terjadinya proses degeneratif sehingga menimbulkan

komplikasi termasuk abortus.


18

c. Pendidikan

Menurut (Sarwono, 2013), rendahnya tingkat pendidikan wanita

menyebabkan wanita mengalami ketidaktahuan, kebodohan. Sehingga

menyebabkan wanita kurang memanfaatkan fasilitas kesehatan. Dan

kecenderungan untuk mencari fasilitas pelayanan kesehatan yang murah. Jika

dibandingkan ibu yang memiliki pendidikan yang cukup akan lebih mengerti

dalam menggunakan pelayanan antenatal dari pada ibu yang memiliki

pendidikan yang rendah. Pendidikan ibu dapat memperbaiki cara penggunaan

sunber daya keluarga, sehingga akan berdampak positif terhadap kelangsungan

hidup keluarga, salah satunya dalam perawatan ibu hamil. Ibu yang mempuyai

pendidikan tinggi lebih sedikit dipengaruhi oleh praktek-praktek tradisional

yang merugikan terhadap ibu hamil terutama dalam hal kualitas dan kuantitas

pemeriksaan kehamilan.

Sedangkan menurut Prawirohardjo (2010) umumnya ibu mengalami abortus

mempunyai pendidikan 1-9 tahun dan memungkinkan abortus pada pendidikan

terendah lebih besar dibanding kelompok yang berpendidikan lebih tinggi, bahwa

kejadian abortus pada wanita yang berpendidikan lebih rendah lebih banyak.

Berdasarkan Saifudin, dkk (2008) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan semain

rendah kejadian abortus, yaitu tertinggi pada golongan pendidikan SMA, secara

teoritis diharapkan wanita yang berpendidikan lebih tinggi cenderung lebih

memperatikan kesehatan diri dan keluarga.

d. Pekerjaan

Menurut (Sarwono, 2013) rendahnya tingkat pendapatan keluarga (suami dan

istri) dapat menyebabkan kemiskinan, sehingga membuat kurang mampunya

Ibu hamil dalam menjangkau serta memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada.
19

Hal ini berkaitan erat dengan pekerjaan ibu, bila ibu yang bekerja maka

pendapatan keluarga akan bertambah, dan sebaliknya maka pendapatan

keluarga hanya didapatkan dari suami.

Kelompok ibu yang tidak bekarja dan dengan sosial ekonomi yang rendah

memiliki kecenderungan untuk mencari fasilitas kesehatan yang murah.

Sehingga dapat dikatakan bahwa pekerjaan sangat berperan dalam

meningkatkan derajat kesehatan ibu hamil.

Menurut Kusmiyati, dkk (2008) Pekerjaan adalah bekerja atau tidaknya

seorang ibu diluar rumah untuk memperoleh penghasilan yang dapat

membeantu perekonomian keluarga. Namun yang menjadi masalah adalah

kesehatan reproduksi wanita, karena apabila bekerja pada tempat yang

berbahaya seperti bahan kimia, radiasi dan jika terpapar bahan tersebut dapat

mengakibatkan abortus. Karena pada kehamilan trimester pertama, diamana

embrio berdiferensi untuk membentuk system organ. Jadi bahan berbahaya

yang masuk kedalam tubuh wanita hamil dapat mempengaruhi perkembangan

hasil konsepsi. Dalam keadaan ibu yang seperti ini dapat mengganggu

kehamilannya dan dapat mengakibatkan terjadinya abortus.

e. Riwayat Abortus

Setelah 1 kali abortus memiliki 15% untuk mengalami keguguran lagi,

sedangkan bila pernah 2 kali abortus resikonya meningkat 25%. Beberapa studi

memprediksi bahwa resiko abortus setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30-

45% (saifudin, 2008).


20

Menurut Saifudin (2008) Setelah 1 kali abortus memiliki 15% untuk

mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali abortus resikonya

meningkat 25%. Beberapa studi memprediksi bahwa resiko abortus setelah 3

kali abortus berurutan adalah 30-45%. Kejadian abortus diduga mempunyai

efek terhadap kehamilan berikutnya, baik pada timbulnya penyuli kehamilan

maupun pada hasil kehamilan itu sendiri. Wanita dengan riwayat abortus

mempunyai resiko lebih tinggi untuk persalinan prematur, abortus berulang dan

bayi dengan BBLR.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)(2010) Riwayat abortus

adalah sesuatu yang pernah dialami seseorang sebelumnya. Jadi riwayat

abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20

minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

Hal ini sesuai dengan Prawirohardjo (2009) yang menyatakan bahwa

kejadian abortus yang disebabkan karena riwayat abortus sekitar 3-5%. Data

dari beberapa studi menunjukan bahwa setelah 1 kali abortus spontan,

pasangan punya resiko 15% untuk mengalami keguguran lagi sedangkan bila

pernah 2 kali resikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi memprediksi

bahwa resiko abortus setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30-45%.

Ibu dengan riwayat sudah pernah mengalami abortus 2 kali berturut- turut

maka kehamilan berikutnya hanya 63% berjalan normal, tetapi kehamilan

keempat berjalan normal hanya sekitar 16% (Rustam, 2008).


21

2.2.5 Kerangka Teori

Kerangka teori yaitu dukungan dasar teoritis sebagai dasar pemikiran dalam

rangka pemecahan masalah yang dihadapi peneliti. Kerangka teori adalah bagian

dari penelitian, tempat peneliti, memberikan hasil penjelasan tentang hal-hal yang

berhubungan dengan variabel pokok, subvariabel, atau pokok masalah yang ada

dalam penelitiannya (Notoatmodjo, 2010).

Tabel 2.1

Jurnal Penelitian Orang Lain

N Nama Judul Penelitian Variabel Desain Hasil

o Peneliti
1. Riska Hubungan Anemia dengan 1. Anemia dengan uji Chi
Pratiwi Ibu anemia mengalami
Kejadian Abortus inkomplit di
Square
Abortus inkomplit
RSUD Muntilan Jawa Tengah
(37,6%). Tidak anemia
Tahun 2016
(12,4%).p value 0,025
2. Rimonta Hubungan Abortus inkomplit 1. Usia responden dengan 1. Usia responden
febby
2. Riwayat abortus
dengan faktor risiko pada ibu pendekatan (41,54%) p value
3. Usia kehamilan
hamil di rumah sakit Pindad fischer exact test 0,997.

Bandung Periode 2013-2014 2. Riwayat Abortus

(23,85%) p value

0,824

3. Usia kehamilan

(72,31%) p value

0,223
3. Andesia Faktor faktor yang 1. Riwayat Dengan 1. 33,7 % pernah ada
Abortus pendekatan case
Maliana berhubungan dengan riwayat abortus dan
2. umur control
kejadian abortus inkomplit 17,0% tidak pernah
3. Anemia Ibu
di RSU Mayjend H.M
ada riwayat abortus
Ryajudu kota Bumi
2. (27.5%) yang berisiko
22

Lampung utara 2013-2014 (<20 atau >35 tahun)

(16.7%) tidak berisiko

(20-35 tahun) (72.5%)

yang berisiko (<20

atau >35 tahun) dan

(83.3%) tidak berisiko

(20-35 tahun) tidak

mengalami abortus

inkomplit.

3. (27.5%) dengan anemia

dan (16.8%) dengan

tidak anemia yang

mengalami abortus

inkomplit.
4. Krisna dian Gambaran  Kejadian   1. Paritas desain case 1. 31,8 % berparitas 1,
25,7% berparitas > 4,
Abortus inkomplit di 2. Kadar HB series
2. Hb < 11 gr % (31,5
Rumah Sakit Umum 3. Penyakit
%), Hb ≥ 11 gr %
Daerah  Kota Bekasi Jawa Kehamilan (67,5 %).
Barat  tahun 2015.
5 Ani Triana Pengaruh Anemia pada kehamilan 1. Umur Desain case a. 20-35 th ( 23,2%), <20
control dan >35 (76,8%). P
dan Paritas dengan Kejadian 2. Anemia
value 0,407
Abortus inkomplit di RSUD 3. Paritas
b. Anemia (21,6%), Tidak
Arifin Achmad Pekanbaru. Anemia (78,4%). P
value 0,007
c. paritas 0 dan > 4 (46%)
dibandingkan ibu yang
memiliki paritas 1–4
(56%). P value 0,049
23

Tabel 2.2

Kerangka Teori

Faktor faktor yang berhubungan dengan kejadian Abortus inkomplit di RSU

Aulia Jakarta Tahun 2018

 Kelainan pertumbuhan hasil


konsepsi
 Kelainan pada plasenta
 Penyakit ibu yang kronis dan
melemahkan
 Faktor endokrin
 Faktor imunologi
 Faktor nutrisi
 Faktor psikologis

ABORTUS
 Faktor Janin INKOMPLIT
 Faktor Ibu

 Usia
 Paritas
 Pendidikan
 Pekerjaan
 Riwayat Abortus
24

Elisabeth (2015), Prawirohardjo (2011), Sarwono (2013), Novvi (2016),

Saifudin (2008), Obstetri Williams (2014), Anik Maryunani (2013),

Notoatmodjo (2010), Wiknjosastro Hanifa (2009),

Tambahkan teorinya

Dan tambah kerangka konsep

Anda mungkin juga menyukai