Abstract
Indonesia has a variety of modern markets and traditional markets. In practice, the scales are
inseparable from buying and selling transactions in the market, buyers and sellers are convinced that what
is being traded, a tool to help the transaction, which is required every week to be scanned or beaten, is to be
used when the respondent will carry out activities tera and tera repeated they forgot or moved the condition
of the room in accordance with the work assignment that is 20 ± 2 ° C and therefore we will find out most of
the errors from the measurement results of weighing in the laboratory and open space.
Keywords : transactions, error, temperature
Abstraksi
Indonesia memiliki berbagai Pasar modern dan Pasar Tradisional. Pada praktiknya timbangan
merupakan hal yang tidak dapat dilepaskan dari transaksi jual beli di pasar, pembeli dan penjual yakin
dengan apa yang diperjual belikan maka digunakan alat untuk membantu transaksi, yang setiap minggu
diharuskan di tera atau ditera, yang dilapangan untuk digunakan saat penera akan melaksanakan kegiatan tera
dan tera ulang mereka lupa atau pindah kondisi ruangan yang sesuai dengan tugas kerja yaitu 20 ± 2 ° C
maka dari itu kita akan mecari tahu sebagian besar dan kesalahan dari hasil pengukuran penimbangan di
laboratorium dan diruangan terbuka.
Kata kunci : transaksi, error, temperature
PENDAHULUAN
Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas, biasanya terhadap suatu standar
atau satuan ukur. Pengukuran telah menjadi salah satu dari bagian kehidupan yang berjalan secara alami
dikehidupan masyarakat sejak jaman dahulu. Salah satu pengukuran yang paling banyak ditemukan di
masyarakat luas adalah pengukuran berat, yaitu dalam hal jual beli. Hampir tidak mungkin dalam
kehidupan ini melakukan proses jual beli tanpa menggunakan unsur yang berkaitan dengan timbangan,
anak timbangan, berat, dan ukuran. Kebenaran hasil pengukuran dalam proses pengukuran dengan
menggunakan alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya (UTTP) harus dapat
dipertanggungjawabkan. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan umum. Oleh karena itu untuk
menjaga kualitas dari UTTP diperlukan proses kalibrasi, tera, dan tera ulang. Salah satu dari jenis UTTP
menurut metrologi legal adalah Anak timbangan. Anak timbangan (AT) adalah benda ukur massa
diperuntukkan atau dipakai sebagai pelengkap pada alat timbang yang menentukan hasil penimbangan.
Karakter fisik dan metrologisnya diatur, yang meliputi: harga nominal, bahan, konstruksi, dimensi, massa
jenis, kondisi permukaan, penandaan dan kesalahan maksimumnya. Peraturan tentang karakteristik dan
sifat metrologis anak timbangan diatur berdasarkan Surat Edaran Direktur Metrologi tanggal 29 juni 1999
No. 4599/ Dirmet-1.1/ VI/ 1999. Massa nominal anak timbangan disusun berdasarkan kelipatan : 1, 2, 2, 5
dan 10, mulai 1 mg hingga 50 kg. Masing-masing anak timbangan sesuai dengan harga nominal dan
kelasnya mempunyai batas kesalahan yang diijinkan (BKD). Makin tinggi kelasnya makin kecil BKD-nya.
Untuk mengetahui apakah anak timbangan memenuhi BKD sehingga dalam penggunaan tidak merugikan
masyarakat, maka perlu dilakukan peneraan terhadap anak timbangan tersebut. Dan untuk menjaga
ketertelusuran anak timbangan ke standar nasional maupun standar internasional maka secara periodik
anak timbangan tersebut harus dikalibrasi. 2 Berbicara tentang kalibrasi, kalibrasi sendiri menurut ISO/IEC
Guide 17025:2005 dan Vocabulary of International Metrology (VIM) adalah serangkaian kegiatan yang
membentuk hubungan antara nilai yang ditunjukkan oleh instrumen ukur atau sistem pengukuran, atau
nilai yang diwakili oleh bahan ukur, dengan nilai-nilai yang sudah diketahui yang berkaitan dari besaran
yang diukur dalam kondisi tertentu. Atau dengan kata lain kalibrasi adalah kegiatan untuk menentukan
kebenaran konvensional nilai penunjukkan alat ukur dan bahan ukur dengan cara membandingkan
terhadap standar ukur yang mampu telusur (traceable) ke standar nasional maupun internasional untuk
satuan ukuran dan/atau internasional dan bahan-bahan acuan tersertifikasi. Fungsi dari kalibrasi sendiri
adalah untuk menjaga kondisi instrumen ukur dan bahan ukur agar tetap sesuai dengan spesifikasinya, dan
menjamin hasil-hasil pengukuran sesuai dengan standar Nasional maupun Internasional. Pada praktek di
lapangan proses kalibrasi tidak dapat disesuaikan kondisi seperti aturan yang semestinya. Maka dari itu
penera harus mengetahui anak timbangan apa yang tahan dengan kondisi yang ada lapangan. Hal ini
berarti anak timbangan memiliki daya tahan terhadap temperatur yang dinilai lebih besar dari temperatur
yang seharusnya.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Direct Reduction Plant (DRP)
Direct Reduction Plant (DRP) adalah plant penghasil besi/iron making yang menjadi titik hulu dalam
proses industri yang terjadi di PT. Krakatau Steel. Baja yang dihasilkan pada SSP dan BSP berasal dari
bahan baku besi yang dihasilkan dari DRP. DRP menghasilkan besi spons (Fe) hasil pemurnian biji besi/iron
ore (Fe2O3) dengan cara proses reduksi langsung. Selain proses reduksi langsung terdapat juga proses
peleburan biji besi dalam tanur tinggi.
Terdapat dua proses utama yang terjadi pada DRP: proses reformasi dan proses reduksi. Proses reformasi
adalah produksi gas reformer yang akan direaksikan dengan Fe 2O3 untuk mereduksinya menjadi Fe. Proses
reduksi adalah pereduksian Fe2O3 menjadi Fe menggunakan gas reformer. Untuk proses reduksi pada DRP
menggunakan Hyl III, teknologi yang berasal dari perusahaan Tenova asal Mexico.
Untuk dapat melakukan reduksi Fe 2O3 diperlukan suatu gas reformer. Gas reformer perlu diproduksi
terlebih dahulu sebelum akhirnya direaksikan dengan Fe 2O3. Gas reformer adalah gas CO dan H 2 yang
dihasilkan pada reformer plant dimana proses nya berbeda (jauh) dari reaktor. Gas CO berbahaya bagi
manusia karena dapat mengikat Hb pada darah lebih cepat dari O 2 . Sehingga darah dapat terkena keracunan
CO.
PT. Krakatau Steel pada DRP menerapkan zero reformer, sehingga menonaktifkan reformer plant yang
semula digunakan untuk menghasilkan gas reformer. Hal ini dilakukan atas dasar pertimbangan K3 dan
biaya produksi. Proses zero reformer diimplementasikan pada DRP dengan melakukan modifikasi pada Hyl
III yang telah ada dan menonaktifkan reformer plant.
c. Proses karburasi
Baja merupakan logam campuran/alloy yang terdiri dari besi (Fe), aluminium (Al), karbon (C),
dan banyak material lain. Tiap material memiliki manfaat tersendiri yang akan mempengaruhi
properti dari alloy yang akan dihasilkan. Pada DRP hasil proses reduksi yang berupa besi (Fe) akan
diikat dengan karbon menghasilkan FeC pada jumlah tertentu. Proses ini dinamakan proses karburasi
yaitu menambahkan deposit karbon pada besi dengan suhu tinggi. Karburasi dilakukan dengan
mereaksikan Fe dengan CO atau CH4.
Reaksi karburasi Fe dengan CO adalah:
3Fe + CO Fe3C + CO2
2CO C + CO2
CO + H2 C + H2O
Reaksi karburasi Fe dengan CH4 adalah:
3Fe + CH4 Fe3C + 2H2
CH4 C + 2H2
Direct Reduction Iron (DRI), juga disebut sponge iron (besi spons), diproduksi dari reduksi langsung
bijih besi (dalam bentuk lumps, pellets, atau fines) menjadi besi dengan gas pereduksi atau unsur karbon
yang dihasilkan dari gas alam atau batu bara. Besi yang direduksi berasal dari perubahan kimia yang dialami
bijih besi ketika dipanaskan dalam tungku pada suhu tinggi 800 ℃ hingga 1200℃ dengan adanya gas
pereduksi yang disebut syngas yang merupakan campuran hidrogen dan karbon monoksida. Reduksi
langsung mengacu pada proses yang mengurangi oksida besi menjadi besi logam pada suhu dibawah titik
leleh besi. Produk dari proses padat seperti itu disebut Direct Reduction Iron (DRI).
Proses reduksi langsung secara kasar dapat dibagi menjadi dua kategori: berbasis gas dan berbasis
batubara. Dalam dua kasus, tujuan dari proses ini adalah untuk mengusir oksigen yang terkandung dalam
berbagai bentuk bijih besi (bijih berukuran, konsentrat, pellet, skala pabrik, debu tungku, dll). Untuk
mengubah bijih besi menjadi besi logam, tanpa melelehkannya (dibawah 1200 ℃ ), proses reduksi langsung
relatif hemat energi. Baja yang dibuat dengan menggunakan DRI membutuhkan bahan bakar yang jauh lebih
sedikit, sehingga tungku ledakan tradisional tidak diperlukan. DRI paling umum dibuat menjadi baja
menggunakan tungku busur listrik untuk memanfaatkan panas yang dihasilkan oleh produk DRI.
4. Partial Combustion
5. Fluida Dinamis
a. Hukum kontinuitas
Flow rate didefinisikan sebagai banyaknya volume yang lewat pada suatu satuan waktu tertentu.
Pada suatu sistem pipa flow rate dinyatakan sebagai hasil perkalian luas penampang pipa dengan
kecepatan fluida.
V
Q=
t
Q= A∗v
Berdasarkan gambar 2-3 menunjukkan streamtube yang me-laluinya terdapat aliran yang stabil.
Karena kondisinya stabil, maka prinsip konservasi massa berlaku:
A1 . v 1= A2 . v 2=Q
b. Teorema bernoulli
Teorema Bernoulli adalah penurunan hukum konservasi energi pada suatu fluida yang mengalir.
1
P+ ρ v 2 + ρgh=constant
2
6. Control Valve
Control valve berfungsi sebagai final control element pada sebuah sistem pengendalian proses. Control
valve dipasang pada jalur pipa dimana fluida mengalir. Fluida mengalir dari pipa upstream masuk ke dalam
valve lalu keluar dengan pipa downstream. Control valve didefinisikan sebagai “power-operated device
which changes the fluid flow rate in a process. It consists of a valve connected to an actuator that is capable
of changing the position of a closure member in the valve in response to a signal from controlling system” –
IEC 60534-1 3rd edition (2005).
Flow regulating valve adalah valve yang dapat mengatur besar kecilnya laju aliran proses dari aliran
paling minimal hingga kapasitas maksimal tergantung pada sinyal pengontrol. Pengontrol valve ini adalah
suatu aktuator yang biasanya berupa aktuator pneumatik. Udara bertekanan dimasukkan kedalam aktuator
sehingga diafragma dalam aktuator bergerak menggerakkan pemampat pada valve.
Berdasarkan gambar 6-4, control valve dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan karakteristik alirannya:
1. Quick opening;
Quick opening valve memiliki karakteristik aliran dimana dari flow close hingga aliran maksimum
hanya membutuhkan bukaan valve yang sangat kecil. Valve ini biasa digunakan untuk on-off valve.
2. Linear;
Linear inherent valve memiliki karakteristik aliran yang bukaan valve dan persentase aliran
sebanding dan dapat digambarkan pada satu garis lurus, misalnya bukaan valve 50% akan
menghasilkan 50% dari aliran maksimal. Valve tipe ini bekerja paling optimal jika pressure drop
yang ada konstan tidak bergantung dengan laju aliran.
3. Equal percentage.
Equal percentage valve memiliki karakteristik aliran dimana bukaan valve bertahap yang konstan
akan menyebabkan kenaikan persentase laju aliran yang konstan dengan adanya pressure drop yang
konstan. Valve tipe ini banyak digunakan untuk melinearisasikan valve yang mana pressure drop
berkurang dengan bukaan valve.
ketika ingin menentukan ukuran control valve, diperlukan sebuah per-hitungan dari data proses yang
diketahui. Tujuan dari melakukan penentuan ukuran control valve adalah untuk mendapatkan suatu ukuran
kapasitas valve yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan untuk pengendalian proses variabel. Ada beberapa
aspek yang harus diperhatikan ketika memilih control valve (pemilihan & sizing):
1. Jenis pengendalian proses variabel (flow, pressure, temperature, level, analyzer, dll) atau hanya on-
off control.
2. Karakteristik laju aliran dari control valve (quick opening, linear, equal percentage).
3. Material control valve (stainless steel, carbon steel, dll).
4. Aksesoris control valve: positioner, I/P, limit switch, booster, air set, dll.
5. Fail safe condition, fail opened or fail closed.
6. Actuator (pneumatic, hydrolic or electric).
7. Jenis control valve (globe, butterfly, ball, V-ball, dll).
8. Kondisi proses dari fluida kerja (static pressure, pressure drop, temperature, specific gravity,
viscosity).
7. Flow Coefficient
Suatu valve dapat diukur ratingnya dengan flow coefficient (Cv). Flow coefficient digunakan untuk
menentukan ukuran valve yang diperlukan. Perhitungan pengukuran dan instalasi control valve ditentukan
oleh International Society of Automation (ISA) pada dokumen ISA 75.01.01. Perhitungan Cv berdasarkan
pada kondisi fluida. Fluida incompressible dan compressible membutuhkan cara perhitungan yang berbeda.
Selain itu bilangan Reynolds fluida sangat berpengaruh pada perhitungan ini. Untuk suatu fluida
incompressible dengan aliran laminar maka rumus perhitungan Cv didefinisikan sebagai:
Q SG
C v=
N1 FR √ ΔP
dimana:
Q = laju aliran/flow rate,
N1 = konstanta numeric (dapat merujuk pada ISA 75.01.01 table 1 page 25)
FR = Reynolds number factor,
SG = specific gravity,
∆ P = beda tekanan antara upstream dan downstream.
Pada DRP menggunakan gas alam. Gas alam adalah fluida compressible sehingga untuk menentukan
flow coefficient (Cv) perlu menggunakan rumus khusus. Pada fluida compressible terdapat expansion factor
(Y) yang digunakan untuk mengoreksi perhitungan flow coefficient. Expansion factor (Y) didefinisikan
sebagai:
x
Y =1− , Y > 0.667
3 F k xT
dimana:
∆P
x = perbandingan beda tekanan terhadap tekanan upstream ( x= );
P1
k
Fk = specific heat ratio factor ( F k = );
1,4
XT = pressure differential ratio factor (dapat merujuk pada ISA 75.01.01 table 2 page 26)
Perhitungan nilai flow coefficient untuk compressible fluid dengan expansion factor (Y) adalah:
Q ¿T1Z
C v=
N 7 P1 Y
dimana:
√ x
Q = Flow rate;
N7 = Numerical constant (dapat merujuk pada ISA 75.01.01 table 1 page 25);
P1 = Tekanan upstream;
Gg = Specific Gravity;
T1 = Temperatur fluida;
Z = Compressibility;
x = Perbandingan beda tekanan terhadap tekanan upstream.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertempat pada Direct Reduction Plant – Divisi Maintenance Service-Automation
Electrical and Instrument (MS AEI) PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk. Perusahaan tersebut dipilih karena
perusahaan produksi baja terbesar di Asia Tenggara. PT. Krakatau Steel terletak di Jalan Kawasan Industri
KS No. 285a, citangkil, Cilegon.
Permasalahan yang terjadi yaitu pada sistem O 2 SKID FCV2203 system lama reaktor 2. Masalah yang
dialami oleh instrument ini yaitu pada pembukaan plug FCV2203 mencapai 80%. Hal ini disebabkan oleh
nilai coefficient flow (Cv) yang dapat berpengaruh pada laju aliran (Q). Dalam jurnal ini, akan
diperhitungkan nilai Q pada sistem lama dan diperhitungkan nilai Cv pada sistem baru.
Analisis data yang digunakan untuk mencari nilai Q dan Cv pada jurnal ini yaitu menggunakan metode
ISA. Analisis data disusun dalam frekuensi kemudian ditelaah untuk diambil kesimpulan sebagai jawaban
dari penelitian ini.
Oksigen (O2) memiliki sifat yang sangat berbahaya, yaitu eksplosif. Oksigen atau zat asam adalah unsur
kimia yang mempunyai lambang O dan nomor atom 8. Dalam tabel periodik, oksigen merupakan unsur
nonlogam golongan VIA (kalkogen) dan dapat dengan mudah bereaksi dengan hampir semua unsur lainnya
(utamanya menjadi oksida). Pada partial combustion, terdapat 2 buah SKID untuk masing-masing reaktor.
Untuk reaktor 2, terdapat 2 SKID yaitu SKID 2 (system lama) dan SKID 4 (system baru). Untuk masing-
masing SKID memiliki 2 lances. Untuk supply gas didapatkan dari 2 sumber yaitu PGI (Pabrik Gas Industri)
dan Air Liquide. Supply oksigen dari 2 sumber akan masuk ke SKID 2 dan SKID 4. Untuk SKID 2 akan
dikontrol FCV2203 dengan range 0-5000 NCMH dan SKID 4 akan dikontrol oleh FCV2254 dengan range
0-5000 NCMH. SKID 2 memliki 2 lances, alirannya diindikasi dan ditransmitter oleh FY2203A dengan
range 0-3000 NCMH dan FY2203B dengan range 0-3000 NCMH. SKID 4 juga memiliki 2 lances, alirannya
diindikasi dan ditransmitter oleh FY2254A dengan range 0-3000 NCMH dan FY2254B dengan range 0-
3000 NCMH. Untuk disetiap lances, aliran yang terbaca dalam 0-150 inH2O dengan skala pembukaan valve
0-100% pada temperatur 68℉ .
Setelah itu lance tersebut akan masuk kedalam transferline dimana transferline terdapat aliran gas yang
berasal dari gas heater. Fungsi dari penambahan aliran oksigen dari partial combustion untuk menambahkan
temperatur yang bersumber dari gas heater. Untuk supply nitrogen (N2), digunakan ketika pabrik akan
beroperasi. Sifat dari nitrogen yaitu menyingkirkan (purge) gas sisa dan gas terjebak yang bisa menyebabkan
explosive dan bersifat pembawa (carrier). Maka dari itu, nitrogen berfungsi untuk menyingkirkan dan
membawa gas sisa dan gas terjebak didalam partial combustion.
Gambar 2 Proses inlet reactor 421-D2
Setelah menambahkan gas oksigen dari partial combustion, temperatur aliran akan diindikasi oleh
TI2222 dengan range 0-1290℃ dan dikontrol oleh TIC2223 dengan range 0-1000℃ sebelum memasuki
reaktor 421-D2. Untuk TI2222, range nya melebihi TIC2223. Tujuan melebihkan range temperatur ini yaitu
untuk protection. Naik atau turunnya temperatur bergantung pada aliran O 2 yang ditambahkan. Sensor
thermocouple yang ada pada plant memiliki type S. Sensor thermocouple TI2222 ini akan mengontrol
temperatur akan masuk ke reaktor dengan menambah atau mengurangi aliran yang masuk dari partial
combustion menggunakan mode cascade. partial combustion dapat menambah dan mengurangi temperatur
dengan penambahan supply gas O2.
Q ¿T1Z
C v=
N 7 P1 Y √ x
dimana expansion factor (Y) didapatkan dari:
x
Y =1−
3 Fk XT
Nilai Y haruslah >0,667. Apabila nilai Y kurang dari 0,667, menandakan bahwa aliran tersebut
‘tercekik’. Untuk melakukan perhitungan, maka dibutuhkan informasi parameter dari fluida. Dari
specification valve, didapatkan informasi mengenai fluida yaitu:
Tabel 3-1 Parameter flow gas pada FCV2203 system lama
Parameter Nilai Satuan
Specific Gravity (Gg) 1,104
Compressibility (Z) 0,99
Upstream Pressure (P1) 10 Kg/cm2 g
Downstream Pressure (P2) 7,06 Kg/cm2 g
Temperature (T) 25 ℃
Viscousity (U) 0,0207 cPoise
Specific Heat (k) 1,4
Cv 31
Q ¿T1Z
C v=
N 7 P1 Y
Q
x √ 1,104∗298∗0,99
31=
4,17∗980,665∗0,8638
Q
√
0,294
31= 33,2841
3532,4004
Q=3289,99169
Q ≈ 3290 NCMH
E. Perhitungan flow coefficient FCV2203 system baru
Setelah mengetahui nilai laju aliran (Q) pada system lama terlalu kecil, maka diperlukan perbaikan pada
valve FCV2203 system lama. Perbaikan yang dilakukan yaitu dengan cara bore up plug control valve. Fungsi
dari bore up yaitu untuk menaikkan laju aliran (Q) agar bukaan valve kembali menjadi normal dan stabil.
Untuk specification data masih sama seperti system lama, akan tetapi laju aliran (Q) system berubah dari
sebelumnya.
Setelah didapatkan semua parameter yang dibutuhkan, maka perhitungan flow coefficient (Cv) dapat
dilakukan dan didapatkan:
F. Analisis
Dari perhitungan dengan metode ISA didapatkan bahwa nilai expansion factor Y=0,8638. Nilai ini
sesuai dengan aturan untuk Y dimana Y>0,667 agar aliran tidak tercekik. Sehingga aliran tidak tercekik.
Didalam perhitungan FCV2203 system lama, dari nilai coefficient flow (Cv) yaitu 31, didapatkan nilai
laju aliran (Q) yaitu 3289,99169 atau di-bulatkan menjadi 3290 NCMH. Ketika FCV 2203 system baru, dari
nilai laju aliran (Q) yang diketahui yaitu 5000 NCMH, didapatkan nilai coefficient flow (Cv) yaitu 47,1125
atau dibulatkan menjadi 47,1.
Dari kedua perhitungan menunjukkan nilai coefficient flow yang berbeda. Nilai Cv system lama kecil,
maka laju aliran juga kecil. Apabila laju aliran kecil, maka bukaan valve yang dibutuhkan agar mencapai
hasil yang diinginkan dengan mode cascade harus sebesar mungkin. Setelah FCV2203 diganti dengan
system baru, nilai laju aliran (Q) yang diketahui yaitu 5000 NCMH. Didalam perhitungan system baru,
didapatkan nilai Cv lebih besar dari system lama. Ketika laju aliran besar, maka bukaan valve yang terjadi
akan kembali normal. Hal ini terjadi karena range flow indicator yang berpengaruh pada operasi bukaan
valve.
Dokumen ISA 75.01.01 adalah dokumen standar untuk perhitungan flow coefficient dan laju aliran untuk
control valve. Dokumen ini merupakan dokumen rujukan yang banyak digunakan oleh institusi atau
perusahaan yang bergerak dibidang produksi dan instalasi valve. Dalam pengaplikasian metode dari
dokumen ISA tersebut pada perusahaan valve, metode perhitungan tersebut mengalami modifikasi.
Modifikasi pada metode perhitungan disesuaikan dengan karakteristik valve yang dihasilkan oleh setiap
perusahaan tersebut. Modifikasi tersebut berdasarkan data empiris tiap perusahaan. Setiap valve dan
perusahaan memiliki standar yang berbeda, sehingga produk yang dihasilkan memiliki data yang berbeda-
beda pula. Oleh sebab itu perhitungan flow coefficient dari satu perusahaan dengan perusahaan lain dapat
berbeda.
SARAN
Dari pelaksanaan Kerja Praktik di Dinas Maintenance Service Iron Steel Making (MS ISM) Divisi
Maintenance Service Automation Electric and Instrumentation Direct Reduction Plant (MS AEI DRP) PT.
Krakatau Steel (Persero), penulis menyadari sepenuhnya betapa pentingnya Sistem Instrumentasi dan
Kontrol Otomatis, khususnya DRP. Untuk itulah penulis memberikan saran :
1. Setelah dilakukan service/maintenance terhadap instrumen, perlu di-lakukan penggantian name plate
yang tertera pada instrumen yang sesuai.
2. Perlunya penambahan datasheet spesifikasi instrumen pada instrumen baru secara langsung setelah
instalasi instrumen agar mudah dicari dan digunakan ketika terdapat kerusakan/service.
3. Perlunya penyediaan perangkat pelindung diri (masker, tutup telinga, dll) di setiap ruangan untuk
praktikan dikarenakan DRP ini selalu ber-singgungan dengan berbagai macam polutan (debu dan
suara bising).
DAFTAR PUSTAKA
1. Baumann, Hans D.2009. Control Valve Primer, A User’s Guide, Fourth Edition. The Research
Triangle: ISA
2. Bentley, John P. 2005. Principles of Measurement System Fourth Edition. Essex: Pearson Education
Limited
3. British Standard. Industrial-process control valves. Part 1: Control valve terminology and general
considerations. BS EN 60534-1:2005
4. Damayanti, R, Santosa, P, Santoso B.2015.Penentuan Ukuran Control Valve pada Unit Pengolahan
Air Bebas Mineral Iradiator Gamma PRFN. 12(1):11
5. Flow Equations for Sizing Control Valves, ISA 75.01.01
6. Profil Company. Jakarta: PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Jakarta. 2013
7. Pusdiklat. 1993. Program Pemagangan Proses Direct Reduction Plant. Cilegon, Banten: PT
Krakatau Steel
8. Tenova HYL. 2010. PT Krakatau Steel Zero Reformer Project For 5800 TPD DRI, HYL III DR
Plant. Mexico
9. Yohanes Kurniawan (2017) Bab ii gambaran umum perusahaan Diakses pada tanggal 27 Mei 2019,
pukul 22.06 <URL: https://docplayer.info/48014794-Bab-ii-gambaran-umum-perusahaan.html>