Anda di halaman 1dari 18

JURNAL MINI RESEARCH

PERBANDINGAN ANAK TIMBANGAN DENGAN PERBEDAAN


MATERIAL DI SUHU YANG BERBEDA
Studi Kasus Badan Standardisasi Metrologi Legal.
Farhan Rimba Adima (A017039)
Program Studi D3 Metrologi dan Instrumentasi, Akademi Metrologi dan Instrumentasi
1
farhanrimba354@gmail.com

Abstract
Indonesia has a variety of modern markets and traditional markets. In practice, the scales are
inseparable from buying and selling transactions in the market, buyers and sellers are convinced that what
is being traded, a tool to help the transaction, which is required every week to be scanned or beaten, is to be
used when the respondent will carry out activities tera and tera repeated they forgot or moved the condition
of the room in accordance with the work assignment that is 20 ± 2 ° C and therefore we will find out most of
the errors from the measurement results of weighing in the laboratory and open space.
Keywords : transactions, error, temperature

Abstraksi
Indonesia memiliki berbagai Pasar modern dan Pasar Tradisional. Pada praktiknya timbangan
merupakan hal yang tidak dapat dilepaskan dari transaksi jual beli di pasar, pembeli dan penjual yakin
dengan apa yang diperjual belikan maka digunakan alat untuk membantu transaksi, yang setiap minggu
diharuskan di tera atau ditera, yang dilapangan untuk digunakan saat penera akan melaksanakan kegiatan tera
dan tera ulang mereka lupa atau pindah kondisi ruangan yang sesuai dengan tugas kerja yaitu 20 ± 2 ° C
maka dari itu kita akan mecari tahu sebagian besar dan kesalahan dari hasil pengukuran penimbangan di
laboratorium dan diruangan terbuka.
Kata kunci : transaksi, error, temperature

PENDAHULUAN
Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas, biasanya terhadap suatu standar
atau satuan ukur. Pengukuran telah menjadi salah satu dari bagian kehidupan yang berjalan secara alami
dikehidupan masyarakat sejak jaman dahulu. Salah satu pengukuran yang paling banyak ditemukan di
masyarakat luas adalah pengukuran berat, yaitu dalam hal jual beli. Hampir tidak mungkin dalam
kehidupan ini melakukan proses jual beli tanpa menggunakan unsur yang berkaitan dengan timbangan,
anak timbangan, berat, dan ukuran. Kebenaran hasil pengukuran dalam proses pengukuran dengan
menggunakan alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya (UTTP) harus dapat
dipertanggungjawabkan. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan umum. Oleh karena itu untuk
menjaga kualitas dari UTTP diperlukan proses kalibrasi, tera, dan tera ulang. Salah satu dari jenis UTTP
menurut metrologi legal adalah Anak timbangan. Anak timbangan (AT) adalah benda ukur massa
diperuntukkan atau dipakai sebagai pelengkap pada alat timbang yang menentukan hasil penimbangan.
Karakter fisik dan metrologisnya diatur, yang meliputi: harga nominal, bahan, konstruksi, dimensi, massa
jenis, kondisi permukaan, penandaan dan kesalahan maksimumnya. Peraturan tentang karakteristik dan
sifat metrologis anak timbangan diatur berdasarkan Surat Edaran Direktur Metrologi tanggal 29 juni 1999
No. 4599/ Dirmet-1.1/ VI/ 1999. Massa nominal anak timbangan disusun berdasarkan kelipatan : 1, 2, 2, 5
dan 10, mulai 1 mg hingga 50 kg. Masing-masing anak timbangan sesuai dengan harga nominal dan
kelasnya mempunyai batas kesalahan yang diijinkan (BKD). Makin tinggi kelasnya makin kecil BKD-nya.
Untuk mengetahui apakah anak timbangan memenuhi BKD sehingga dalam penggunaan tidak merugikan
masyarakat, maka perlu dilakukan peneraan terhadap anak timbangan tersebut. Dan untuk menjaga
ketertelusuran anak timbangan ke standar nasional maupun standar internasional maka secara periodik
anak timbangan tersebut harus dikalibrasi. 2 Berbicara tentang kalibrasi, kalibrasi sendiri menurut ISO/IEC
Guide 17025:2005 dan Vocabulary of International Metrology (VIM) adalah serangkaian kegiatan yang
membentuk hubungan antara nilai yang ditunjukkan oleh instrumen ukur atau sistem pengukuran, atau
nilai yang diwakili oleh bahan ukur, dengan nilai-nilai yang sudah diketahui yang berkaitan dari besaran
yang diukur dalam kondisi tertentu. Atau dengan kata lain kalibrasi adalah kegiatan untuk menentukan
kebenaran konvensional nilai penunjukkan alat ukur dan bahan ukur dengan cara membandingkan
terhadap standar ukur yang mampu telusur (traceable) ke standar nasional maupun internasional untuk
satuan ukuran dan/atau internasional dan bahan-bahan acuan tersertifikasi. Fungsi dari kalibrasi sendiri
adalah untuk menjaga kondisi instrumen ukur dan bahan ukur agar tetap sesuai dengan spesifikasinya, dan
menjamin hasil-hasil pengukuran sesuai dengan standar Nasional maupun Internasional. Pada praktek di
lapangan proses kalibrasi tidak dapat disesuaikan kondisi seperti aturan yang semestinya. Maka dari itu
penera harus mengetahui anak timbangan apa yang tahan dengan kondisi yang ada lapangan. Hal ini
berarti anak timbangan memiliki daya tahan terhadap temperatur yang dinilai lebih besar dari temperatur
yang seharusnya.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Direct Reduction Plant (DRP)
Direct Reduction Plant (DRP) adalah plant penghasil besi/iron making yang menjadi titik hulu dalam
proses industri yang terjadi di PT. Krakatau Steel. Baja yang dihasilkan pada SSP dan BSP berasal dari
bahan baku besi yang dihasilkan dari DRP. DRP menghasilkan besi spons (Fe) hasil pemurnian biji besi/iron
ore (Fe2O3) dengan cara proses reduksi langsung. Selain proses reduksi langsung terdapat juga proses
peleburan biji besi dalam tanur tinggi.
Terdapat dua proses utama yang terjadi pada DRP: proses reformasi dan proses reduksi. Proses reformasi
adalah produksi gas reformer yang akan direaksikan dengan Fe 2O3 untuk mereduksinya menjadi Fe. Proses
reduksi adalah pereduksian Fe2O3 menjadi Fe menggunakan gas reformer. Untuk proses reduksi pada DRP
menggunakan Hyl III, teknologi yang berasal dari perusahaan Tenova asal Mexico.
Untuk dapat melakukan reduksi Fe 2O3 diperlukan suatu gas reformer. Gas reformer perlu diproduksi
terlebih dahulu sebelum akhirnya direaksikan dengan Fe 2O3. Gas reformer adalah gas CO dan H 2 yang
dihasilkan pada reformer plant dimana proses nya berbeda (jauh) dari reaktor. Gas CO berbahaya bagi
manusia karena dapat mengikat Hb pada darah lebih cepat dari O 2 . Sehingga darah dapat terkena keracunan
CO.
PT. Krakatau Steel pada DRP menerapkan zero reformer, sehingga menonaktifkan reformer plant yang
semula digunakan untuk menghasilkan gas reformer. Hal ini dilakukan atas dasar pertimbangan K3 dan
biaya produksi. Proses zero reformer diimplementasikan pada DRP dengan melakukan modifikasi pada Hyl
III yang telah ada dan menonaktifkan reformer plant.

2. Proses Produksi DRP


a. Proses reduksi
Proses reduksi adalah proses pereaksian biji besi dengan gas reformer. Proses ini terjadi pada
reaktor hyl III mengubah iron ore pellet menjadi Direct Reduction Iron (DRI). Dari reaksi antara biji
besi dan gas reformer akan menghasilkan besi spons (Fe), air (H2O), dan gas karbon dioksida (CO2).
Proses ini biasa berlangsung dengan katalis nikel (Ni). Secara sederhana, reaksi kimia yang terjadi
adalah:
Fe2O3 + 3H2  2Fe + 3H2O (reaksi dengan H2)
Fe2O3 + 3CO  2Fe + 3CO2 (reaksi dengan CO)
Reaksi Fe2O3 dengan H2 secara keseluruhan adalah
3Fe2O3 + H2  2Fe3O4 + H2O
Fe3O4 + H2  3FeO + H2O
FeO + H2  Fe + H2O
Reaksi Fe2O3 dengan CO secara keseluruhan adalah
3Fe2O3 + CO  2Fe3O4 + CO2
Fe3O4 + CO  3FeO + CO2
FeO + CO  Fe + CO2
Proses ini berlangsung pada temperatur dan tekanan tinggi pada reaktor. Hasil sisa reaksi seperti
air, CO2, sisa gas alam dan panas digunakan kembali dalam proses reduksi selanjutnya.

b. Proses zero reformer


Pada proses zero reformer, reformasi gas alam terjadi di reaktor (in-situ) dengan katalis Fe.
Katalis Fe diperbarui secara kontinu di zona reduksi baik karburasi maupun peracunan katalis tidak
menjadi masalah untuk proses reformasi in-situ. Konsep kunci untuk proses zero reformer adalah
mendapatkan keuntungan dengan adanya efek katalis Fe pada reaksi reformasi serta proses reformasi
in-situ dengan reduksi iron ore pellet dan karburasi besi spons. Proses ini membutuhkan konsumsi
gas alam terendah dibandingkan dengan operasi DR menggunakan gas reformer.
Sistem reduksi untuk proses zero reformer mencakup Reaktor DR Hyl-III dan sirkuit reduksi.
Pada bagian atas reaktor merupakan zona reduksi yang terjadi pada proses reformasi. Secara teknis,
tahapan dalam proses ini adalah:
1. Gas alam memasuki sirkuit reduksi dan dicampur dengan gas alam recycle tail gas dan steam,
mengalir ke gas heater untuk dipanaskan hingga diatas 910℃
2. Oksigen diinjeksikan pada jalur O 2 SKID yang menghubungkan gas heater dengan reaktor
sehingga gas reduksi mengalami oksidasi parsial dan temperaturnya naik hingga diatas 1020 ℃
3. Gas reduksi memasuki reaktor melalui bagian bawah zona reduksi dan gas mengalir ke atas
memanaskan dan mereduksi IOP yang bergerak turun
4. Reformasi in-situ berlangsung pada zona reduksi bagian bawah berlangsung parallel dengan
tahap reduksi IOP dan karburisasi DRI dimana kandungan Fe pada DRI digunakan sebagai
katalis reaksi reformasi
5. Sisa gas reduksi dikeluarkan menuju heat recuperator untuk memperoleh kembali panas
sensibelnya kemudian gas itu mengalir menuju scrubbing quenching system untuk dibersihkan
dan didinginkan
6. Sebagian gas dibuang untuk mengembalikan tekanan dalam reaktor dan sisanya dikirim ke CO 2
absorber untuk didaur ulang/recycle

c. Proses karburasi
Baja merupakan logam campuran/alloy yang terdiri dari besi (Fe), aluminium (Al), karbon (C),
dan banyak material lain. Tiap material memiliki manfaat tersendiri yang akan mempengaruhi
properti dari alloy yang akan dihasilkan. Pada DRP hasil proses reduksi yang berupa besi (Fe) akan
diikat dengan karbon menghasilkan FeC pada jumlah tertentu. Proses ini dinamakan proses karburasi
yaitu menambahkan deposit karbon pada besi dengan suhu tinggi. Karburasi dilakukan dengan
mereaksikan Fe dengan CO atau CH4.
Reaksi karburasi Fe dengan CO adalah:
3Fe + CO  Fe3C + CO2
2CO  C + CO2
CO + H2  C + H2O
Reaksi karburasi Fe dengan CH4 adalah:
3Fe + CH4  Fe3C + 2H2
CH4  C + 2H2

d. Proses charge dan discharge


Proses charge dan discharge pada reaktor Hyl III sangatlah penting, yaitu berfungsi untuk
menjaga supaya tetap terjadi kelangsungan aliran bijih besi pellet ke dalam reaktor. Pada proses
charge (proses pemasukan bahan baku yang berupa pellet kedalam reaktor) bijih besi pellet
ditransportasukan oleh sistem belt conveyor dan ditampung pada Iron Ore Loading Bin 451-F1/F2.
Tiap reaktor berkapasitas 300 ton tiap satu kontinu produksi. Sebelum pellet dimasukkan, terlebih
dahulu dimasukkan gaunge atau batu sebanyak 50 ton tiap produksi. Gaunge ini berfungsi menahan
pellet agar tidak terbawa aliran gas proses pada saat reaktor bekerja.
Proses discharge merupakan proses pengeluaran besi spons setelah melewati proses cooling.
Besi spons bersama-sama dengan gaunge dikeluarkan dari reaktor, terdapat cluster breaker pada
bagian bawah reaktor yang berfungsi untuk menghancurkan gumpalan besi spons agar dapat
dikeluarkan. Setelah dikeluarkan, besi spons diangkut melalui berbagai belt conveyor dan peralatan
material handling lain untuk disimpan dalam gudang.

3. Direct Reduction Iron


Gambar 3-1 Direct reduction iron

Direct Reduction Iron (DRI), juga disebut sponge iron (besi spons), diproduksi dari reduksi langsung
bijih besi (dalam bentuk lumps, pellets, atau fines) menjadi besi dengan gas pereduksi atau unsur karbon
yang dihasilkan dari gas alam atau batu bara. Besi yang direduksi berasal dari perubahan kimia yang dialami
bijih besi ketika dipanaskan dalam tungku pada suhu tinggi 800 ℃ hingga 1200℃ dengan adanya gas
pereduksi yang disebut syngas yang merupakan campuran hidrogen dan karbon monoksida. Reduksi
langsung mengacu pada proses yang mengurangi oksida besi menjadi besi logam pada suhu dibawah titik
leleh besi. Produk dari proses padat seperti itu disebut Direct Reduction Iron (DRI).
Proses reduksi langsung secara kasar dapat dibagi menjadi dua kategori: berbasis gas dan berbasis
batubara. Dalam dua kasus, tujuan dari proses ini adalah untuk mengusir oksigen yang terkandung dalam
berbagai bentuk bijih besi (bijih berukuran, konsentrat, pellet, skala pabrik, debu tungku, dll). Untuk
mengubah bijih besi menjadi besi logam, tanpa melelehkannya (dibawah 1200 ℃ ), proses reduksi langsung
relatif hemat energi. Baja yang dibuat dengan menggunakan DRI membutuhkan bahan bakar yang jauh lebih
sedikit, sehingga tungku ledakan tradisional tidak diperlukan. DRI paling umum dibuat menjadi baja
menggunakan tungku busur listrik untuk memanfaatkan panas yang dihasilkan oleh produk DRI.

4. Partial Combustion

Gambar 4-1 Oxygen injection


Proses pembakaran parsial (partial combustion) adalah cara me-nginjeksikan oksigen ke dalam aliran
gas reduksi melalui burner yang dipasang pada transferline. Reaksi eksotermik antara gas reduksi dengan
oksigen dapat menaikkan temperatur proses reduksi didalam reaktor. Pada sistem pembakaran parsial, selain
menaikkan energi panas pada gas reduksi, juga menaikkan kandungan gas oksidan oleh proses pembakaran.
Reaksi yang terjadi :
 2H2 + O2 2H2O
 2CO + O2 2CO2
Sirkuit reduksi (reduction circuit) terdiri dari peralatan yang berfungsi untuk mengalirkan dan
mengendalikan gas reduksi. Titik awal dari sirkuit reduksi adalah aliran gas natural yang digunakan sebagai
penambah (make up) untuk proses. Gas natural tersebut dicampur dengan gas reduksi sirkulasi dan steam.
Selanjutnya campuran gas reduksi dipanaskan di gas heater mencapai temperatur 910℃ . Pada transferline,
yaitu peralatan yang menghubungkan gas heater dengan reaktor diinjeksikan oksigen sehingga terjadi proses
pembakaran parsial (partial combustion). Reaksi eksotermik antara gas reduksi dengan oksigen dapat
menaikkan temperatur gas reduksi mencapai 1020℃ .

5. Fluida Dinamis
a. Hukum kontinuitas

Gambar 5-1 Conservation of mass flow rate in a streamtube

Flow rate didefinisikan sebagai banyaknya volume yang lewat pada suatu satuan waktu tertentu.
Pada suatu sistem pipa flow rate dinyatakan sebagai hasil perkalian luas penampang pipa dengan
kecepatan fluida.
V
Q=
t
Q= A∗v
Berdasarkan gambar 2-3 menunjukkan streamtube yang me-laluinya terdapat aliran yang stabil.
Karena kondisinya stabil, maka prinsip konservasi massa berlaku:
A1 . v 1= A2 . v 2=Q

b. Teorema bernoulli
Teorema Bernoulli adalah penurunan hukum konservasi energi pada suatu fluida yang mengalir.
1
P+ ρ v 2 + ρgh=constant
2

6. Control Valve
Control valve berfungsi sebagai final control element pada sebuah sistem pengendalian proses. Control
valve dipasang pada jalur pipa dimana fluida mengalir. Fluida mengalir dari pipa upstream masuk ke dalam
valve lalu keluar dengan pipa downstream. Control valve didefinisikan sebagai “power-operated device
which changes the fluid flow rate in a process. It consists of a valve connected to an actuator that is capable
of changing the position of a closure member in the valve in response to a signal from controlling system” –
IEC 60534-1 3rd edition (2005).

Gambar 6-1 Control valve


Berdasarkan fungsinya, control valve dibedakan menjadi dua yaitu “on-off valve” dan “flow regulating
valve”. On-off valve adalah control valve yang hanya memiliki pengaturan untuk membuka atau menutup
flow (biner) digunakan untuk memulai atau menghentikan aliran proses. On-off valve biasanya menggunakan
aktuator solenoid. On-off valve banyak digunakan untuk safety valve yang berfungsi menghindari terjadinya
kejadian yang tidak diinginkan sebagai Emergency Shut Down (ESD) dan Emergency Venting Valve (ESV).

Gambar 6-2 Anatomi solenoid valve

Flow regulating valve adalah valve yang dapat mengatur besar kecilnya laju aliran proses dari aliran
paling minimal hingga kapasitas maksimal tergantung pada sinyal pengontrol. Pengontrol valve ini adalah
suatu aktuator yang biasanya berupa aktuator pneumatik. Udara bertekanan dimasukkan kedalam aktuator
sehingga diafragma dalam aktuator bergerak menggerakkan pemampat pada valve.

Gambar 6-3 Anatomi control valve

Gambar 6-4 Karakteristik aliran control valve

Berdasarkan gambar 6-4, control valve dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan karakteristik alirannya:
1. Quick opening;
Quick opening valve memiliki karakteristik aliran dimana dari flow close hingga aliran maksimum
hanya membutuhkan bukaan valve yang sangat kecil. Valve ini biasa digunakan untuk on-off valve.
2. Linear;
Linear inherent valve memiliki karakteristik aliran yang bukaan valve dan persentase aliran
sebanding dan dapat digambarkan pada satu garis lurus, misalnya bukaan valve 50% akan
menghasilkan 50% dari aliran maksimal. Valve tipe ini bekerja paling optimal jika pressure drop
yang ada konstan tidak bergantung dengan laju aliran.
3. Equal percentage.
Equal percentage valve memiliki karakteristik aliran dimana bukaan valve bertahap yang konstan
akan menyebabkan kenaikan persentase laju aliran yang konstan dengan adanya pressure drop yang
konstan. Valve tipe ini banyak digunakan untuk melinearisasikan valve yang mana pressure drop
berkurang dengan bukaan valve.
ketika ingin menentukan ukuran control valve, diperlukan sebuah per-hitungan dari data proses yang
diketahui. Tujuan dari melakukan penentuan ukuran control valve adalah untuk mendapatkan suatu ukuran
kapasitas valve yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan untuk pengendalian proses variabel. Ada beberapa
aspek yang harus diperhatikan ketika memilih control valve (pemilihan & sizing):
1. Jenis pengendalian proses variabel (flow, pressure, temperature, level, analyzer, dll) atau hanya on-
off control.
2. Karakteristik laju aliran dari control valve (quick opening, linear, equal percentage).
3. Material control valve (stainless steel, carbon steel, dll).
4. Aksesoris control valve: positioner, I/P, limit switch, booster, air set, dll.
5. Fail safe condition, fail opened or fail closed.
6. Actuator (pneumatic, hydrolic or electric).
7. Jenis control valve (globe, butterfly, ball, V-ball, dll).
8. Kondisi proses dari fluida kerja (static pressure, pressure drop, temperature, specific gravity,
viscosity).
7. Flow Coefficient
Suatu valve dapat diukur ratingnya dengan flow coefficient (Cv). Flow coefficient digunakan untuk
menentukan ukuran valve yang diperlukan. Perhitungan pengukuran dan instalasi control valve ditentukan
oleh International Society of Automation (ISA) pada dokumen ISA 75.01.01. Perhitungan Cv berdasarkan
pada kondisi fluida. Fluida incompressible dan compressible membutuhkan cara perhitungan yang berbeda.
Selain itu bilangan Reynolds fluida sangat berpengaruh pada perhitungan ini. Untuk suatu fluida
incompressible dengan aliran laminar maka rumus perhitungan Cv didefinisikan sebagai:
Q SG
C v=
N1 FR √ ΔP
dimana:
Q = laju aliran/flow rate,
N1 = konstanta numeric (dapat merujuk pada ISA 75.01.01 table 1 page 25)
FR = Reynolds number factor,
SG = specific gravity,
∆ P = beda tekanan antara upstream dan downstream.

Pada DRP menggunakan gas alam. Gas alam adalah fluida compressible sehingga untuk menentukan
flow coefficient (Cv) perlu menggunakan rumus khusus. Pada fluida compressible terdapat expansion factor
(Y) yang digunakan untuk mengoreksi perhitungan flow coefficient. Expansion factor (Y) didefinisikan
sebagai:
x
Y =1− , Y > 0.667
3 F k xT
dimana:
∆P
x = perbandingan beda tekanan terhadap tekanan upstream ( x= );
P1
k
Fk = specific heat ratio factor ( F k = );
1,4
XT = pressure differential ratio factor (dapat merujuk pada ISA 75.01.01 table 2 page 26)

Perhitungan nilai flow coefficient untuk compressible fluid dengan expansion factor (Y) adalah:

Q ¿T1Z
C v=
N 7 P1 Y
dimana:
√ x

Q = Flow rate;
N7 = Numerical constant (dapat merujuk pada ISA 75.01.01 table 1 page 25);
P1 = Tekanan upstream;
Gg = Specific Gravity;
T1 = Temperatur fluida;
Z = Compressibility;
x = Perbandingan beda tekanan terhadap tekanan upstream.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertempat pada Direct Reduction Plant – Divisi Maintenance Service-Automation
Electrical and Instrument (MS AEI) PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk. Perusahaan tersebut dipilih karena
perusahaan produksi baja terbesar di Asia Tenggara. PT. Krakatau Steel terletak di Jalan Kawasan Industri
KS No. 285a, citangkil, Cilegon.

Permasalahan yang terjadi yaitu pada sistem O 2 SKID FCV2203 system lama reaktor 2. Masalah yang
dialami oleh instrument ini yaitu pada pembukaan plug FCV2203 mencapai 80%. Hal ini disebabkan oleh
nilai coefficient flow (Cv) yang dapat berpengaruh pada laju aliran (Q). Dalam jurnal ini, akan
diperhitungkan nilai Q pada sistem lama dan diperhitungkan nilai Cv pada sistem baru.

Analisis data yang digunakan untuk mencari nilai Q dan Cv pada jurnal ini yaitu menggunakan metode
ISA. Analisis data disusun dalam frekuensi kemudian ditelaah untuk diambil kesimpulan sebagai jawaban
dari penelitian ini.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Hasil analisis dari peran control valve FCV2203 pada supply oksigen dengan mode cascade adalah
sebagai berikut:

A. Proses Sistem O2 SKID pada partial combustion


Gambar 1 Proses partial combustion

Oksigen (O2) memiliki sifat yang sangat berbahaya, yaitu eksplosif. Oksigen atau zat asam adalah unsur
kimia yang mempunyai lambang O dan nomor atom 8. Dalam tabel periodik, oksigen merupakan unsur
nonlogam golongan VIA (kalkogen) dan dapat dengan mudah bereaksi dengan hampir semua unsur lainnya
(utamanya menjadi oksida). Pada partial combustion, terdapat 2 buah SKID untuk masing-masing reaktor.
Untuk reaktor 2, terdapat 2 SKID yaitu SKID 2 (system lama) dan SKID 4 (system baru). Untuk masing-
masing SKID memiliki 2 lances. Untuk supply gas didapatkan dari 2 sumber yaitu PGI (Pabrik Gas Industri)
dan Air Liquide. Supply oksigen dari 2 sumber akan masuk ke SKID 2 dan SKID 4. Untuk SKID 2 akan
dikontrol FCV2203 dengan range 0-5000 NCMH dan SKID 4 akan dikontrol oleh FCV2254 dengan range
0-5000 NCMH. SKID 2 memliki 2 lances, alirannya diindikasi dan ditransmitter oleh FY2203A dengan
range 0-3000 NCMH dan FY2203B dengan range 0-3000 NCMH. SKID 4 juga memiliki 2 lances, alirannya
diindikasi dan ditransmitter oleh FY2254A dengan range 0-3000 NCMH dan FY2254B dengan range 0-
3000 NCMH. Untuk disetiap lances, aliran yang terbaca dalam 0-150 inH2O dengan skala pembukaan valve
0-100% pada temperatur 68℉ .
Setelah itu lance tersebut akan masuk kedalam transferline dimana transferline terdapat aliran gas yang
berasal dari gas heater. Fungsi dari penambahan aliran oksigen dari partial combustion untuk menambahkan
temperatur yang bersumber dari gas heater. Untuk supply nitrogen (N2), digunakan ketika pabrik akan
beroperasi. Sifat dari nitrogen yaitu menyingkirkan (purge) gas sisa dan gas terjebak yang bisa menyebabkan
explosive dan bersifat pembawa (carrier). Maka dari itu, nitrogen berfungsi untuk menyingkirkan dan
membawa gas sisa dan gas terjebak didalam partial combustion.
Gambar 2 Proses inlet reactor 421-D2

Setelah menambahkan gas oksigen dari partial combustion, temperatur aliran akan diindikasi oleh
TI2222 dengan range 0-1290℃ dan dikontrol oleh TIC2223 dengan range 0-1000℃ sebelum memasuki
reaktor 421-D2. Untuk TI2222, range nya melebihi TIC2223. Tujuan melebihkan range temperatur ini yaitu
untuk protection. Naik atau turunnya temperatur bergantung pada aliran O 2 yang ditambahkan. Sensor
thermocouple yang ada pada plant memiliki type S. Sensor thermocouple TI2222 ini akan mengontrol
temperatur akan masuk ke reaktor dengan menambah atau mengurangi aliran yang masuk dari partial
combustion menggunakan mode cascade. partial combustion dapat menambah dan mengurangi temperatur
dengan penambahan supply gas O2.

B. Cara kerja control aliran pada partial combustion


Pada mode operasi DCS yang digunakan pada proses DRP ada 3 mode, yaitu mode manual, auto, dan
cascade. Mode manual adalah mode dimana input perintah untuk pembukaan suatu valve melalui campur
tangan operator. Dengan kata lain, mode manual digunakan untuk buka/tutup nya valve bukan dari
menginginkan hasil keluarannya. Mode auto adalah mode dimana input perintah berasal dari set point.
Dengan kata lain, mode auto digunakan ketika operator menginginkan hasil keluarannya tanpa melihat
buka/tutup nya valve. Mode cascade adalah input perintah yang mengatur hasil keluaran valve, dimana
parameter nya diluar dari media valve itu sendiri (variabel lain). Untuk operasi normal, FCV2203 dan
FCV2254 beroperasi dengan mode cascade tergantung variabel yang dipengaruhi nya yaitu kontrol
temperatur TIC2223. Pada operasi normal, minimal aliran (keadaan Low-Low) yang di harus melalui
FCV2203 dan FCV2254 yaitu 800 NCMH. Apabila laju aliran kurang dari 800 NCMH, maka instrument
tersebut akan trip.
Untuk operasi normal, laju aliran dari FCV2203 dan FCV2254 diatur dengan kontrol cascade dengan
nilai laju aliran yang sama/hampir mendekati antar satu sama lain berdasarkan variabel temperatur TIC2223.
Ketika laju aliran sama/hampir mendekati, output dari PC mengeluarkan gas O 2 dan N2 dengan kobaran api
yang sama besar antar lances. Ketika kobaran api yang dikeluarkan dari lances sama besar, maka temperatur
yang terbaca akan stabil. Apabila temperatur stabil, maka proses reduksi yang terjadi di dalam reaktor akan
baik.
Disisi lain, laju aliran dari FCV2203 dan FCV2254 dapat diatur me-nggunakan kontrol manual. Hal ini
dikarenakan supply dari PGI (Pabrik Gas Industri) yang pertama kali masuk kedalam DRP akan menerima
aliran O2 yang fluktuasi/tidak stabil. Untuk menghindari adanya supply oksigen yang fluktuasi, maka
diperlukan mode manual untuk menstabilkan aliran (keadaan steadystate). Ketika sudah keadaan steadystate,
maka mode kontrol diubah menjadi cascade.

C. Masalah yang pernah terjadi pada FCV2203


Setiap peralatan instrumen pada pabrik pasti memiliki batas untuk digunakan dan perlu dilakukan
service atau kalibrasi agar kembali seperti semula. Masing-masing peralatan instrumen memiliki cara untuk
di perbaiki atau service. Ketika terdapat instrumen yang sedang diperbaiki, maka harus memiliki cadangan
instrumen tersebut agar pabrik tetap beroperasi. Pada operasi terakhir yang dimulai pada tanggal 11 juli 2018
hingga bulan januari 2019, terdapat sedikit masalah pada instrumen FCV2203. Instrumen yang terdapat
masalah ini terpasang pada O 2 SKID system lama reaktor 421-D2. Masalah yang dialami oleh instrumen ini
yaitu pada pembukaan plug FCV2203 mencapai 80%. Hal ini disebabkan oleh nilai coefficient flow (Cv)
yang dapat berpengaruh pada laju aliran (Q). Pada system lama, nilai Cv FCV2203 yaitu 31. Dengan nilai Cv
yang telah diketahui, dapat ditentukan nilai Q. Sebaliknya, pada system baru, range aliran pada FCV2203
diketahui. Dari range aliran, dapat ditentukan nilai Cv. Banyak metode yang digunakan untuk mencari nilai
Cv ini, salah satunya metode ISA.

D. Perhitungan laju aliran FCV2203 system lama


Dikarenakan terdapat permasalahan pada system lama terkait laju aliran (Q), maka perlu dilakukan
perhitungan Q. Perhitungan laju aliran digunakan untuk mengetahui seberapa besar laju aliran pada saat
valve dibuka secara maksimum menggunakan rujukan dari ISA 75.01.01 untuk fluida gas. Persamaan yang
digunakan adalah:

Q ¿T1Z
C v=
N 7 P1 Y √ x
dimana expansion factor (Y) didapatkan dari:
x
Y =1−
3 Fk XT
Nilai Y haruslah >0,667. Apabila nilai Y kurang dari 0,667, menandakan bahwa aliran tersebut
‘tercekik’. Untuk melakukan perhitungan, maka dibutuhkan informasi parameter dari fluida. Dari
specification valve, didapatkan informasi mengenai fluida yaitu:
Tabel 3-1 Parameter flow gas pada FCV2203 system lama
Parameter Nilai Satuan
Specific Gravity (Gg) 1,104
Compressibility (Z) 0,99
Upstream Pressure (P1) 10 Kg/cm2 g
Downstream Pressure (P2) 7,06 Kg/cm2 g
Temperature (T) 25 ℃
Viscousity (U) 0,0207 cPoise
Specific Heat (k) 1,4
Cv 31

Nilai specific heat factor ratio Fk dihitung dan didapatkan nilai


k 1,4
F k= = =1
1,4 1,4
Nilai differential drop ratio XT didapatkan dari referensi ISA 75.01.01. Untuk valve yang digunakan
pada FCV2203 globe valve single port linear dengan flow direction didapatkan nilai XT: 0,72
Sebelum perhitungan dilakukan, perlu dilakukan penyesuaian satuan pada beberapa parameter yang
memiliki satuan. Parameter yang perlu disesuaikan satuannya yaitu tekanan dan temperatur. Parameter
tekanan yang memiliki satuan kg/cm2 g perlu diubah menjadi kPa g.
1 kg/cm2 = 98,0665 kPa
Dari penyesuaian satuan, maka didapatkan P1 = 980,665 kPa g dan P2 = 692,34949 kPa g. Setelah
dilakukan penyesuaian tekanan, maka dapat dilakukan perhitungan nilai x :
P1−P2 980,665−692,34949
x= = =0,294
P1 980,665
Parameter temperatur juga disesuaikan dari ℃ menjadi K, sehingga didapatkan T=298K
Parameter terakhir yang perlu didapatkan adalah numerical constant N7 yang didapatkan dari referensi
ISA 75.01.01 table 1 page 25. N7 memiliki nilai yang berbeda-beda berdasarkan dengan satuan parameter
lain terutama flow dan pressure. Setelah dilakukan penyesuaian satuan, didapatkan flow dengan satuan
NCMH dan pressure kPa maka nilai N7 yang digunakan adalah N7=4,17. Maka perhitungan expantion factor
(Y) adalah:
x 0,294
Y =1− =1− =0,8638
3 Fk XT 3∗1∗0,72
Setelah didapatkan semua parameter yang dibutuhkan, maka perhitungan laju aliran (Q) dapat dilakukan
dan didapatkan :

Q ¿T1Z
C v=
N 7 P1 Y
Q
x √ 1,104∗298∗0,99
31=
4,17∗980,665∗0,8638
Q

0,294
31= 33,2841
3532,4004
Q=3289,99169
Q ≈ 3290 NCMH
E. Perhitungan flow coefficient FCV2203 system baru
Setelah mengetahui nilai laju aliran (Q) pada system lama terlalu kecil, maka diperlukan perbaikan pada
valve FCV2203 system lama. Perbaikan yang dilakukan yaitu dengan cara bore up plug control valve. Fungsi
dari bore up yaitu untuk menaikkan laju aliran (Q) agar bukaan valve kembali menjadi normal dan stabil.
Untuk specification data masih sama seperti system lama, akan tetapi laju aliran (Q) system berubah dari
sebelumnya.

Tabel 3-2 Parameter flow gas pada FCV2203 system baru


Parameter Nilai Satuan
Specific Gravity (Gg) 1,104
Compressibility (Z) 0,99
Upstream Pressure (P1) 10 Kg/cm2 g
Downstream Pressure (P2) 7,06 Kg/cm2 g
Temperature (T) 25 C
Viscousity (U) 0,0207 cPoise
Specific Heat (k) 1,4
Q 5000 NCMH
FK 1
X 0,294
XT 0,72
N7 4,17
Y 0,8638

Setelah didapatkan semua parameter yang dibutuhkan, maka perhitungan flow coefficient (Cv) dapat
dilakukan dan didapatkan:

Q ¿T1Z 5000 1,104∗298∗0,99


C v=
N 7 P1 Y √ x
=
4,17∗980,665∗0,8638 √ 0,294
C v =47,1125
C v ≈ 47,1

F. Analisis
Dari perhitungan dengan metode ISA didapatkan bahwa nilai expansion factor Y=0,8638. Nilai ini
sesuai dengan aturan untuk Y dimana Y>0,667 agar aliran tidak tercekik. Sehingga aliran tidak tercekik.
Didalam perhitungan FCV2203 system lama, dari nilai coefficient flow (Cv) yaitu 31, didapatkan nilai
laju aliran (Q) yaitu 3289,99169 atau di-bulatkan menjadi 3290 NCMH. Ketika FCV 2203 system baru, dari
nilai laju aliran (Q) yang diketahui yaitu 5000 NCMH, didapatkan nilai coefficient flow (Cv) yaitu 47,1125
atau dibulatkan menjadi 47,1.
Dari kedua perhitungan menunjukkan nilai coefficient flow yang berbeda. Nilai Cv system lama kecil,
maka laju aliran juga kecil. Apabila laju aliran kecil, maka bukaan valve yang dibutuhkan agar mencapai
hasil yang diinginkan dengan mode cascade harus sebesar mungkin. Setelah FCV2203 diganti dengan
system baru, nilai laju aliran (Q) yang diketahui yaitu 5000 NCMH. Didalam perhitungan system baru,
didapatkan nilai Cv lebih besar dari system lama. Ketika laju aliran besar, maka bukaan valve yang terjadi
akan kembali normal. Hal ini terjadi karena range flow indicator yang berpengaruh pada operasi bukaan
valve.
Dokumen ISA 75.01.01 adalah dokumen standar untuk perhitungan flow coefficient dan laju aliran untuk
control valve. Dokumen ini merupakan dokumen rujukan yang banyak digunakan oleh institusi atau
perusahaan yang bergerak dibidang produksi dan instalasi valve. Dalam pengaplikasian metode dari
dokumen ISA tersebut pada perusahaan valve, metode perhitungan tersebut mengalami modifikasi.
Modifikasi pada metode perhitungan disesuaikan dengan karakteristik valve yang dihasilkan oleh setiap
perusahaan tersebut. Modifikasi tersebut berdasarkan data empiris tiap perusahaan. Setiap valve dan
perusahaan memiliki standar yang berbeda, sehingga produk yang dihasilkan memiliki data yang berbeda-
beda pula. Oleh sebab itu perhitungan flow coefficient dari satu perusahaan dengan perusahaan lain dapat
berbeda.

KESIMPULAN DAN SARAN


KESIMPULAN
Flow Controller Valve (FCV) merupakan suatu instrumen yang sangat penting untuk suatu proses
produksi. Instrumen ini dipasang disetiap proses plant dimana terdapat aliran pada proses DRP untuk
memantau dan mengontrol laju aliran. DRP bertugas mengolah bahan baku bijih besi/Iron Ore Pellet (IOP)
menjadi besi spons/sponge iron/Direct Reduction Iron (DRI). Pada DRP terdapat banyak proses, salah
satunya proses Partial Combustion (PC). PC adalah menginjeksikan oksigen (O2) kedalam aliran gas reduksi
melalui burner yang dipasang pada transferline. Pada PC dibagi menjadi 2 supply gas yang berbeda, yaitu
nitrogen (N2) dan oksigen (O2). Untuk supply oksigen mendapatkan dari Pabrik Gas Industri (PGI) dan Air
Liquide. Untuk sistem proses yang terjadi pada PC dapat melihat sub-bab 3.3.1. Mode operasi yang
digunakan pada PC yaitu mode cascade. Untuk cara kerja mode cascade yang terjadi pada PC dapat melihat
sub-bab 3.3.2. Dalam laporan ini, difokuskan pada FCV yang ada di O 2 SKID. Pada salah satu FCV yang ada
di O2 SKID pernah terjadi masalah, yaitu pada FCV2203 system lama. Masalah yang terjadi yaitu bukaan
valve FCV2203 system lama mencapai 80%. Setelah diselidiki, masalah tersebut disebabkan oleh nilai flow
coefficient (Cv) yang dimiliki FCV2203 system lama. Nilai Cv dapat menentukan laju aliran yang terjadi
pada valve. Perhitungan laju aliran (Q) FCV2203 system lama dapat melihat sub-bab 3.3.4. Nilai Q yang
didapatkan yaitu 3270 NCMH dengan nilai Cv 31. Untuk saat ini, bukaan valve yang terjadi sudah kembali
normal. Cara yang dilakukan agar bukaan valve kembali normal yaitu dengan cara bore up plug valve.
Setelah dilakukan bore up, range FCV2203 system baru menjadi 5000 NCMH. Dari nilai laju aliran yang
diketahui, maka dapat dicari nilai Cv. Perhitungan Cv dapat melihat sub-bab 3.3.5. Nilai Cv yang didapatkan
yaitu 47 dengan nilai Q 5000 NCMH. Ketika dibandingkan antara system lama dan system baru, nilai Q dari
keduanya sangatlah jauh perbedaanya. Laju aliran yang digunakan yaitu laju aliran maksimum. Ketika laju
aliran bernilai kecil, maka dibutuhkan bukaan valve yang maksimum agar aliran yang mengalir sesuai
dengan perminaan variabel temperatur dengan mode cascade. Berlaku juga untuk sebaliknya. Untuk laju
aliran bernilai besar, maka bukaan valve akan kembali normal dan sesuai dengan permintaan variabel
temperatur dengan mode cascade.

SARAN
Dari pelaksanaan Kerja Praktik di Dinas Maintenance Service Iron Steel Making (MS ISM) Divisi
Maintenance Service Automation Electric and Instrumentation Direct Reduction Plant (MS AEI DRP) PT.
Krakatau Steel (Persero), penulis menyadari sepenuhnya betapa pentingnya Sistem Instrumentasi dan
Kontrol Otomatis, khususnya DRP. Untuk itulah penulis memberikan saran :
1. Setelah dilakukan service/maintenance terhadap instrumen, perlu di-lakukan penggantian name plate
yang tertera pada instrumen yang sesuai.
2. Perlunya penambahan datasheet spesifikasi instrumen pada instrumen baru secara langsung setelah
instalasi instrumen agar mudah dicari dan digunakan ketika terdapat kerusakan/service.
3. Perlunya penyediaan perangkat pelindung diri (masker, tutup telinga, dll) di setiap ruangan untuk
praktikan dikarenakan DRP ini selalu ber-singgungan dengan berbagai macam polutan (debu dan
suara bising).

DAFTAR PUSTAKA
1. Baumann, Hans D.2009. Control Valve Primer, A User’s Guide, Fourth Edition. The Research
Triangle: ISA
2. Bentley, John P. 2005. Principles of Measurement System Fourth Edition. Essex: Pearson Education
Limited
3. British Standard. Industrial-process control valves. Part 1: Control valve terminology and general
considerations. BS EN 60534-1:2005
4. Damayanti, R, Santosa, P, Santoso B.2015.Penentuan Ukuran Control Valve pada Unit Pengolahan
Air Bebas Mineral Iradiator Gamma PRFN. 12(1):11
5. Flow Equations for Sizing Control Valves, ISA 75.01.01
6. Profil Company. Jakarta: PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Jakarta. 2013
7. Pusdiklat. 1993. Program Pemagangan Proses Direct Reduction Plant. Cilegon, Banten: PT
Krakatau Steel
8. Tenova HYL. 2010. PT Krakatau Steel Zero Reformer Project For 5800 TPD DRI, HYL III DR
Plant. Mexico
9. Yohanes Kurniawan (2017) Bab ii gambaran umum perusahaan Diakses pada tanggal 27 Mei 2019,
pukul 22.06 <URL: https://docplayer.info/48014794-Bab-ii-gambaran-umum-perusahaan.html>

Anda mungkin juga menyukai