Anda di halaman 1dari 18

KODE ETIK GURU DALAM PROFESINYA

Mata Kuliah:
Profesi Keguruan

Dosen Pengampu:
Dra. Hj. Rusdiana Hamid, M.Ag.

Disusun Oleh:
Ahmad Riyadh Maulidi
NIM. 170102010674

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARMASIN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu tercurahkan kehadirat Allah SWT, karena hanya


kepada-Nyalah kita persembahkan segala bentuk pujian. Dia telah memberikan
kita beribu – ribu nikmat yang tak terhitung jumlahnya. Sehingga dengan iringan
rahmat dan hidayah Allah SWT lah, pembuatan makalah ini dapat terselesaikan
dengan tepat waktu.
Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
besar Muhammad SAW karena dari beliaulah kita semua bisa mengetahui hukum
– hukum Allah SWT, sehingga kita bisa membedakan diantara perkara yang hak
dan yang batil dan perkara yang halal dan haram serta bisa mengetahui perkara
yang diridhoi dan dimurkai Allah SWT.
Selain itu, ucapan terimakasih juga penulis haturkan kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan dan pembuatan makalah ini, baik kepada
guru, orang tua, maupun teman–teman sekalian. Adapun tujuan penulisan
makalah yang berjudul “Kode Etik Guru dalam Profesinya” ini yang pertama
ialah untuk memenuhi tugas dari Ibu Dra. Hj. Rusdiana Hamid, M.Ag. pada mata
kuliah Profesi Keguruan dan untuk menambah wawasan kita mengenai apa saja
yang menjadi kode etik seorang guru.
Penulis menyadari bahwa makalah ini memang jauh dari kesempurnaan,
maka sudilah kiranya siapa saja yang membaca makalah ini agar memaklumi akan
kekurangan dari makalah ini dan saran bagi para pembaca sangat terbuka lebar
demi kemajuan akan suatu karya sastra ini.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Banjarmasin, Maret 2019

Penulis

i
i2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................... 2

BAB II : PEMBAHASAN

A. Pengertian Kode Etik Guru .....................................................................


B. Tujuan Kode Etik Guru ...........................................................................
C. Fungsi Kode Etik Guru ..........................................................................
D. Kode Etik Profesi Guru Indonesia .........................................................
E. Kode Etik Guru Menurut Ahli Pendidikan Islam ..................................
F. Sanksi Pelanggaran Kode Etik Guru ......................................................

BAB III : PENUTUP

A. Simpulan ................................................................................................ 16
B. Saran ....................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 18

i3 ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam pengertian sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu
pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang
yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak harus di lembaga
pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, surau, dan di rumah.
Melihat betapa pentingnya peran guru, maka wajiblah seorang guru itu
menjadi teladan bagi anak didiknya, apalagi anak-anak itu bersifat suka meniru.
Di antara tujuan pendidikan yaitu membentuk akhlak yang mulia pada diri pribadi
anak didik dan ini hanya mungkin bisa dilakukan jika pribadi guru berakhlak
mulia pula. Guru yang tidak berakhlak mulia tidak mungkin dipercaya untuk
mendidik. Di antara akhlak mulia guru tersebut adalah mencintai jabatannya
sebagai guru, bersikap adil terhadap semua anak didiknya, berlaku sabar dan
tenang, berwibawa, gembira, bersifat manusiawi, bekerjasama dengan guru-guru
lain dan bekerjasama dengan masyarakat. Akhlak mulia ini lah yang nantinya
tergabung dalam kode etik guru.1

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kode etik guru?
2. Apa saja tujuan kode etik guru?
3. Apa fungsi kode etik guru?
4. Bagaimana kode etik profesi guru indonesia?
5. Bagaimana kode etik guru menurut ahli pendidikan Islam?
6. Apa sanksi bagi pelanggaran kode etik guru?
7. Bagaimana upaya mewujudkan kode etik guru?

1
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1997), h. 31-35.

1i4
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian kode etik guru.
2. Untuk mengetahui tujuan kode etik guru.
3. Untuk mengetahui fungsi kode etik guru.
4. Untuk mengetahui kode etik profesi guru indonesia.
5. Untuk mengetahui kode etik guru menurut ahli pendidikan Islam.
6. Untuk mengetahui sanksi bagi pelanggaran kode etik guru.
7. Untuk mengetahui upaya mewujudkan kode etik guru.

2i5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kode Etik Guru


Kode etik berasal dari dua kata, yaitu kode yang berarti tulisan yang punya
arti atau maksud tertentu. Sedangkan etik, berarti aturan tata susila, sikap atau
akhlak. Dengan demikian, kode etik secara kebahasaan berarti ketentuan atau
aturan yang berkenaan dengan tata susila atau akhlak.2
Menurut William Lillie, etik adalah ilmu pengetahuan tentang norma atau
aturan tingkah laku kehidupan manusia dalam masyarakat, yang mana ilmu
pengetahuan tersebut menentukan tingkah laku itu benar atau salah, baik atau
buruk atau semacamnya.3 Selain itu, „etik‟ berasal dari bahasa Yunani, „ethos‟
yang berarti watak, adab, atau cara hidup. Dapat diartikan bahwa etik itu
menunjukkan suatu cara berbuat yang menjadi adat karena persetujuan dari
kelompok manusia. Etik biasanya dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai
yang disebut „kode‟, sehingga terjelmalah apa yang disebut „kode etik‟. Secara
harfiah, etika artinya tata susila (etika) atau hal-hal yang berhubungan dengan
kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Jadi, „kode etik guru‟ diartikan
sebagai aturan tata susila keguruan.4 Yang dimaksud dengan pengertian di atas
adalah dalam mengerjakan tugasnya, guru terikat pada aturan-aturan kesusilaan
yang berkaitan dengan baik atau tidaknya sesuatu untuk dikerjakan menurut
ketentuan umum.5
Menurut Ayu Andriani, kode etik guru adalah pedoman bersikap dan
berperilaku guru yang tercermin dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika jabatan

2
Annisa Anita Dewi, Guru Mata Tombak Pendidikan, (Sukabumi: Jejak, 2017), h. 23.
3
William Lillie, An Introduction to Ethics, (New York: Barnes and Noble, 1996), h. 1-2.
4
Syaiful Bahri Djamarah, Guru..., h. 49.
5
Annisa Anita Dewi, Guru..., h. 23.

3i6
guru. Kode etik ini mengatur hubungan guru dengan teman kerja, murid, dan wali
murid, pimpinan dan masyarakat serta dengan misi tugasnya.6 Menurut Besse
Marhawati, kode etik guru adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku
guru, dan oleh karena itu haruslah ditaati oleh guru.7
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa kode etik guru
ialah segala aturan dan norma yang harus ditaati oleh seorang guru dalam
melaksanakan tugasnya.

B. Tujuan Kode Etik Guru


Tujuan dibuatnya kode etik guru adalah untuk menjamin agar tugas dan
pekerjaan keprofesian guru dapat terwujud sebagaimana diamanahkan dalam
Undang-undang Nomor 14 tahun 2003 tentang Guru dan Dosen dengan
mengedepankan kepentingan semua pihak. Pihak penerima layanan keprofesian
diharapkan dapat terjamin haknya untuk memperoleh jasa pelayanan yang
berkualitas sesuai dengan kewajibannya untuk memberikan imbalannya, baik
yang bersifat finansial, maupun secara sosial, moral, maupun kultural. 8 Pihak
pengemban tugas pelayanan keprofesian juga diharapkan terjamin martabat,
wibawa, dan kredibilitas pribadi dan keprofesiannya serta hak atas imbalan yang
layak sesuai dengan jasa pelayanannya.9
Tujuan ditetapkannya kode etik guru ialah:
1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi. Dengan adanya kode etik, maka
setiap profesi tidak dipandang rendah atau remeh terhadap profesi yang
bersangkutan. Oleh karenanya, setiap kode etik suatu profesi akan melarang
berbagai bentuk tindakan atau kelakuan anggota profesi yang dapat
mencemarkan nama baik profesi terhadap dunia luar.

6
Ayu Andriani, Praktis Membuat Buku Kerja Guru: Menyusun Buku Kerja 1, 2, 3, dan 4
dengan Mudah dan Sistematis, (Sukabumi: Jejak, 2018), h. 98.
7
Besse Marhawati, Pengantar Pengawasan Pendidikan, (Yogyakarta: Deepublish, 2018),
h. 99.
8
Cicih Sutarsih, Etika Profes, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen
Agama Republik Indonesia, 2009), h. 102.
9
Ayu Andriani, Praktis..., h. 99.

4
i7
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya. Dalam kode
etik, umumnya terdapat larangan-larangan kepada anggotanya untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kesejahteraan para
anggotanya. Misalnya dengan menetapkan tarif-tarif umum bagi honorarium
anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya, sehingga siapa-siapa yang
mengadakan tarif di bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan
rekan seprofesinya.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi. Tujuan lain kode
etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi,
sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas
dan tanggung jawabnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-
ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan
tugasnya.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi. Kode etik juga memuat norma-norma
dan anjuran-anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk
meningkatkan mutu profesi para anggotanya.
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi. Dalam meningkatkan mutu
organisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara
aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegitan
yang dirancang organisasi.10
Menurut Ordi Saondi dan Aris Suherman, ada 5 tujuan kode etik guru:
1. Agar guru mempunyai rambu-rambu yang dapat dijadikan sebagai pedoman
dalam bertingkah laku sehari-hari sebagai pendidik.
2. Agar guru-guru dapat bercermin diri mengenai tingkah lakunya, apakah
sudah sesuai dengan profesi yang disandangnya atau belum.
3. Agar guru-guru dapat menjaga (mengambil langkah preventif), jangan
sampai tingkah lakunya dapat menurunkan martabatnya sebagai seorang
profesional yang bertugas utama sebagai pendidik.
4. Agar guru secepatnya dapat kembali (mengambil langkah kuratif), jika
ternyata apa yang mereka lakukan selama ini bertentangan atau tidak sesuai

10
Annisa Anita Dewi, Guru..., h. 24-25.

i85
dengan norma-norma yang telah dirumuskan dan disepakati sebagai kode
etik guru.
5. Agar segala tingkah laku guru senantiasa selaras atau paling tidak, tidak
bertentangan dengan profesi yang disandangnya ialah sebagai seorang
pendidik.11

C. Fungsi Kode Etik Guru


1. Fungsi yang Berkaitan dengan Tugas Guru
a. Sebagai pedoman untuk melaksanakan tugas-tugas keguruan khususnya
yang beraitan dengan muatan normatif pendidikan.
b. Sebagai pedoman dalam bertingkah laku agar dapat dijadikan contoh
oleh anak didik dan masyarakat pada umumnya.
c. Sebagai pedoman untuk bergaul dan berhubungan, baik hubungan dan
pergaulan antar sesama pendidik, dengan anak didik dan dengan staf
sekolah maupun masyarakat.
2. Fungsi yang Berkaitan dengan Tujuan Pendidikan
a. Sebagai pedoman agar segala hal yang dilakukan guru tidak bertentangan
dengan misi pendidikan.
b. Sebagai pedoman dalam mewariskan tata nilai dan tata norma
masyarakat pada umumnya yang sesuai dengan misi yang diemban oleh
pendidik.
3. Fungsi yang Berkaitan dengan Masa Depan Profesi Keguruan
a. Sebagai pedoman dalam mewariskan tata nilai dan tata norma agar
profesi keguruan tetap ada.
b. Sebagai arahan dalam mengantisipasi segala bentuk kedinamisan yang
menawarkan standar tingkah laku sehingga keberadaan profesi keguruan
tetap eksis.12

11
Ordi Saondi dan Aris Suherman, Etika Profesi Keguruan, (Bandung: Rafika Ditama,
2010), h. 13.
12
Besse Marhawati, Pengantar..., h. 100-102.

6i9
D. Kode Etik Profesi Guru Indonesia
Kode etik profesi guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati
dan diterima oleh guru-guru Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam
melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warga
negara. Pedoman sikap dan perilaku dimaksud adalah nilai-nilai yang
membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang tboleh dan tidak boleh
dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik serta pergaulan sehari-hari di dalam dan di luar sekolah.13 Kode etik
profesi guru Indonesia juga dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai dan norma
profesi guru yang tersusun dengan sistematis dalam suatu sistem yang utuh dan
bulat. Adapun teks Kode Etik Guru Indonesia yang telah disempurnakan dalam
Kongres PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) XVI tahun 1989 di Jakarta
adalah sebagai berikut:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia
Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
Maksud dari rumusan ini ialah bahwa guru harus mengabdikan dirinya
secara ikhlas untuk menuntun dan mengantarkan anak didik seutuhnya, baik
jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental agar menjadi insan
pembangunan yang menghayati dan mengamalkan serta melaksanakan berbagai
aktivitasnya dengan mendasarkan pada sila-sila dalam Pancasila.14
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
Berkaitan dengan item ini, maka guru harus mampu mendesain program
pengajaran sesuai dengan keadaan dan kebutuhan setiap diri anak didik. Yang
lebih penting lagi guru harus menerapkan kurikulum secara benar, sesuai dengan
kebutuhan masing-masing anak didik. Kurikulum dan program pengajaran untuk
tingkat SD harus juga diterapkan di SD, begitu juga seterusnya.

13
Sudarwan Danim, Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru, (Bandung: Alfabeta, 2010),
h. 100.
14
AM Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2006), h. 152.

10
i7
3. Guru berusaha memproleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan
untuk melakukan bimbingan dan pembinaan.
Guru dalam belajar mengajar perlu menagadakan komunikasi dan
hubungan baik dengan anak didik. Hal ini terutama agar guru mendapatkan
informasi secara lengkap mengenai diri anak didik, sehingga akan sangat
membantu bagi guru dan siswa dalam upaya menciptakan proses belajar mengajar
yang optimal.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang
berhasilnya proses belajar mengajar.
Maksudnya ialah bagaimana guru dapat menciptakan kondisi-kondisi
optimal sehingga anak merasa belajar, harus belajar, perlu dididik dan perlu
bimbingan.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat
sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama
terhadap pendidikan.
Guru harus membina hubungan baik dengan masyarakat agar dapat
menjalankan tugasnya sebagai pelaksana proses belajar mengajar. Dalam hal ini
mengandung dua dimensi penglihatan, yakni masyarakat di sekitar sekolah dan
masyarakat yang lebih luas. Dilihat dari segi masyarakat sekitar sekolah, bagi
guru sangat penting untuk selalu memelihara hubungan baik, akrena guru akan
mendapat masukan, pengalaman serta memahami berbagai kejadian atau
perkembangan masyarakat itu.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan
mutu dan martabat profesinya.
Cara-cara meningkatkan mutu profesi secara sendiri yaitu dengan
menekuni secara kontinyu pengetahuan yang berhubungan dengan teknik belajar
mengajar, mendalami spesialisasi bidang studinya, melakukan kegiatan mandiri
yang relevan, mengembangkan materi yang sesuai dengan kebutuhan pengajaran,
dan melakukan dialog dengan guru yang lebih senior.

811
i
Adapun cara-cara meningkatkan mutu profesi secara sendiri yaitu dengan
mengikuti berbagai bentuk pelatihan, program pembinaan keprofesian, dan saling
bertukar pikiran dengan teman sejawat.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan
kesetiakawanan sosial.
Kerjasama dan pembinaan hubungan antarguru di lingkungan tempat kerja
merupakan upaya yang sangat penting. Sebab, hal ini akan meningkatkan
kelancaran mekanisme kerja.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi
PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
Hal ini bisa dilakukan dengan mengadakan pertemuan antar guru di
berbagai daerah.
9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang
pendidikan.15

E. Kode Etik Guru Menurut Ahli Pendidikan Islam


Menurut Al-Ghazali dalam buku Dewi disebutkan bahwa ada 17 kode etik
guru, yaitu:
1. Menerima segala problem anak didik dengan hati dan sikap yang terbuka
dan tabah.
2. Bersikap penyantun dan penyayang.
3. Menjaga kewibawaan dan kehormatan dalam bertindak.
4. Menghindari dan menghilangkan sifat angkuh terhadap sesama.
5. Bersifat merendah ketika menyatu dengan sekelompok masyarakat.
6. Menghilangkan aktivitas yang tidak berguna dan sia-sia.
7. Bersifat lemah lembut dalam menghadapi anak didik yang rendah tingkat
IQ nya serta membinanya sampai taraf maksimal.
8. Meninggalkan sifat marah.

15
Siti Zaenab, Profesionalisme Guru PAUD Menuju NTB Bersaing: Pengantar
Manajemen Pendidikan, Praktik, Teori, dan Aplikasi, (Yogyakarta: Deepublish, 2015), h. 61-62.

9
12
i
9. Memperbaiki sifat anak didiknya dengan lemah lembut terhadap anak
didik yang kurang lancar berbicara.
10. Meninggalkan sifat yang menakutkan pada anak didik yang belum
mengerti atau mengetahui.
11. Berusaha memperhatikan pertanyaan-pertanyaan anak didik walaupun
pertanyaan itu tidak bermutu.
12. Menerima kebenaran dari anak didik yang membantahnya.
13. Menjadikan kebenaran sebagai acuan proses pendidikan walaupun
kebenaran itu datangnya dari anak didik.
14. Mencegah anak didik mempelajari ilmu yang membahayakan.
15. Menanamkan sifat ikhlas pada anak didik serta terus menerus mencari
informasi guna disampaikan pada anak didiknya yang akhirnya mencapai
tingkat taqarrub kepada Allah Swt.
16. Mencegah anak didik mempelajari ilmu fardu kifayah sebelum
mempelajari ilmu fardu ain.
17. Mengaktualisasikan informasi yang akan diajarkan pada anak didik.
Selanjutnya, menurut M. Athiyah Al-Abrasyi yang dikuti oleh Zulhimma
dalam buku Dewi disebutkan bahwa kode etik guru itu sebagai berikut:
1. Mempunyai watak kebapakan sebelum menjadi seorang pendidik
sehingga ia menyayangi anak didiknya seperti menyayangi anaknya
sendiri.
2. Adanya komunikasi yang aktif antara pendidik dan anak didik.
3. Memperhatikan kemampuan dan kondisi anak didiknya.
4. Memperhatikan semua anak didik atau bersikap adil terhadap semua anak
didik.
5. Mempunyai kompetensi keadilan, kesucian, dan kesempurnaan.
6. Ikhlas dalam menjalankan aktivitasnya.
7. Bisa menghubungkan antara materi satu dengan materi yang lain.
8. Memberi bekal anak didik dengan ilmu yang mengacu kepada futuristik.
9. Sehat jasmani dan rohani serta mempunyai kepribadian yang kuat,
tanggung jawab dan mampu mengatasi problem anak didik, serta

1013
i
mempunyai rencana yang matang untuk menatap masa depan yang
dilakukan dengan sungguh-sungguh.16

F. Sanksi Pelanggaran Kode Etik Guru


Sanksi pelanggaran kode etik guru sudah disiapkan bagi siapa saja yang
melakukan pelanggaran terhadap kode etik guru. Sehingga kode etik yang semula
adalah aturan yang bersifat sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku
guru dapat meningkat menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi hukum
yang sifatnya memaksa, baik sanksi perdata maupun pidana.
Mengingat kode etik adalah alasan moral dan merupakan pedoman sikap,
tingkah laku, dan perbuatan, maka sanksi terhadap pelanggarannya dapat berupa
celaan dari rekannya, dan yang terberat ialah dikeluarkan dari organisasi profesi.
Dengan adanya kode etik suatu organisasi profesi tertentu, menandakan bahwa
organisasi profesi itu telah mantap.17

G. Upaya Mewujudkan Kode Etik Guru


Dalam upaya mewujudkan kode etik guru Indonesia, perlu memperhatikan
sejumlah faktor yang hingga saat ini masih di rasakan sebagai kendala. Faktor-
faktor tersebut adalah:
1. Kualitas pribadi guru
2. Pendidikan guru
3. Sarana dan prasarana pendidikan
4. Sistem pendidikan
5. Kedudukan, karier dan kesejahteraan guru
6. Kebijakan pemerintah
Berbagai pihak yang memiliki keterkaitan (pembuat kebijakan/keputusan,
para pakar, manajer, pelaksana) secara proporsional dan professional seyogyanya
dapat bekerjasama secara sistemik, sinergik, dan simbiotik dalam mewujudkan

16
Annisa Anita Dewi, Guru..., h. 28-29.
17
Siti Zaenab, Profesionalisme Guru..., h. 59-60.

14
i11
kode etik guru Indonesia. Hal yang paling mendasar adalah kemauan politik yang
terwujud dalam bentuk kebijakan manajemen guru dan perlakuan terhadap profesi
guru.18

18
Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, (Surabaya:
Usana Offset Printing, 1981), h. 155.

12
15
i
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang diuraikan di atas, maka dapat kita ambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Kode etik guru ialah segala aturan dan norma yang harus ditaati oleh seorang
guru dalam melaksanakan tugasnya.

2. Tujuan adanya kode etik guru adalah untuk menjamin agar tugas dan pekerjaan
keprofesian guru dapat terwujud sebagaimana yang diatur dalam undang-
undang dengan mengedepankan kepentingan semua pihak.

3. Fungsi kode etik guru meliputi fungsi yang berkaitan dengan masa depan
profesi keguruan, tujuan pendidikan, dan tugas guru.

4. Kode Etik Profesi Guru Indonesia mengacu kepada kode etik yang telah
disempurnakan dalam Kongres PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia)
XVI tahun 1989 di Jakarta

5. Menurut ahli pendidikan Islam, seperti Al-Ghazali dan M. Athiyah Al-Abrasyi,


kode etik guru merupakan hal yang sangat penting, sehingga wajarlah jika
kedua tokoh ini cukup banyak mengemukakan tentang kode etik guru.

6. Sanksi pelanggaran kode etik guru dapat berupa sanksi moral dan sanksi
hukum yang bersifat memaksa.

7. Dalam upaya mewujudkan kode etik guru Indonesia, perlu adanya kerjasama
semua elemen, terutama yang berada di bidang pendidikan.

B. Saran
Setelah membaca pemaparan di atas, maka penulis menyarankan kepada
kita semua agar memahami materi ini. Agar kita sebagai guru nantinya dapat

16
i
13
betul-betul memahami apa saja norma yang harus ditaati sebagai seorang guru.
Sebab bagaimanapun juga, guru merupakan panutan bagi peserta didik.

17
i
14
DAFTAR PUSTAKA

Andriani, Ayu, Praktis Membuat Buku Kerja Guru: Menyusun Buku Kerja 1, 2, 3,
dan 4 dengan Mudah dan Sistematis, Sukabumi: Jejak, 2018.

Danim, Sudarwan, Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru, Bandung: Alfabeta,


2010.

Dewi, Annisa Anita, Guru Mata Tombak Pendidikan, Sukabumi: Jejak, 2017.

Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta:
Rineka Cipta, 1997.

Lillie, William, An Introduction to Ethics, New York: Barnes and Noble, 1996.

Marhawati, Besse, Pengantar Pengawasan Pendidikan, Yogyakarta: Deepublish,


2018.

Saondi, Ordi dan Aris Suherman, Etika Profesi Keguruan, Bandung: Rafika
Ditama, 2010.

Sardiman, AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: RajaGrafindo


Persada, 2006.

Sutarsih, Cicih, Etika Profes, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam


Departemen Agama Republik Indonesia, 2009.

Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, Surabaya:


Usana Offset Printing, 1981.

Zaenab, Siti Profesionalisme Guru PAUD Menuju NTB Bersaing: Pengantar


Manajemen Pendidikan, Praktik, Teori, dan Aplikasi, Yogyakarta:
Deepublish, 2015.

15
18
i

Anda mungkin juga menyukai