Mata Kuliah:
Profesi Keguruan
Dosen Pengampu:
Dra. Hj. Rusdiana Hamid, M.Ag.
Disusun Oleh:
Ahmad Riyadh Maulidi
NIM. 170102010674
Penulis
i
i2
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : PEMBAHASAN
A. Simpulan ................................................................................................ 16
B. Saran ....................................................................................................... 16
i3 ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pengertian sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu
pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang
yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak harus di lembaga
pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, surau, dan di rumah.
Melihat betapa pentingnya peran guru, maka wajiblah seorang guru itu
menjadi teladan bagi anak didiknya, apalagi anak-anak itu bersifat suka meniru.
Di antara tujuan pendidikan yaitu membentuk akhlak yang mulia pada diri pribadi
anak didik dan ini hanya mungkin bisa dilakukan jika pribadi guru berakhlak
mulia pula. Guru yang tidak berakhlak mulia tidak mungkin dipercaya untuk
mendidik. Di antara akhlak mulia guru tersebut adalah mencintai jabatannya
sebagai guru, bersikap adil terhadap semua anak didiknya, berlaku sabar dan
tenang, berwibawa, gembira, bersifat manusiawi, bekerjasama dengan guru-guru
lain dan bekerjasama dengan masyarakat. Akhlak mulia ini lah yang nantinya
tergabung dalam kode etik guru.1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kode etik guru?
2. Apa saja tujuan kode etik guru?
3. Apa fungsi kode etik guru?
4. Bagaimana kode etik profesi guru indonesia?
5. Bagaimana kode etik guru menurut ahli pendidikan Islam?
6. Apa sanksi bagi pelanggaran kode etik guru?
7. Bagaimana upaya mewujudkan kode etik guru?
1
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1997), h. 31-35.
1i4
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian kode etik guru.
2. Untuk mengetahui tujuan kode etik guru.
3. Untuk mengetahui fungsi kode etik guru.
4. Untuk mengetahui kode etik profesi guru indonesia.
5. Untuk mengetahui kode etik guru menurut ahli pendidikan Islam.
6. Untuk mengetahui sanksi bagi pelanggaran kode etik guru.
7. Untuk mengetahui upaya mewujudkan kode etik guru.
2i5
BAB II
PEMBAHASAN
2
Annisa Anita Dewi, Guru Mata Tombak Pendidikan, (Sukabumi: Jejak, 2017), h. 23.
3
William Lillie, An Introduction to Ethics, (New York: Barnes and Noble, 1996), h. 1-2.
4
Syaiful Bahri Djamarah, Guru..., h. 49.
5
Annisa Anita Dewi, Guru..., h. 23.
3i6
guru. Kode etik ini mengatur hubungan guru dengan teman kerja, murid, dan wali
murid, pimpinan dan masyarakat serta dengan misi tugasnya.6 Menurut Besse
Marhawati, kode etik guru adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku
guru, dan oleh karena itu haruslah ditaati oleh guru.7
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa kode etik guru
ialah segala aturan dan norma yang harus ditaati oleh seorang guru dalam
melaksanakan tugasnya.
6
Ayu Andriani, Praktis Membuat Buku Kerja Guru: Menyusun Buku Kerja 1, 2, 3, dan 4
dengan Mudah dan Sistematis, (Sukabumi: Jejak, 2018), h. 98.
7
Besse Marhawati, Pengantar Pengawasan Pendidikan, (Yogyakarta: Deepublish, 2018),
h. 99.
8
Cicih Sutarsih, Etika Profes, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen
Agama Republik Indonesia, 2009), h. 102.
9
Ayu Andriani, Praktis..., h. 99.
4
i7
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya. Dalam kode
etik, umumnya terdapat larangan-larangan kepada anggotanya untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kesejahteraan para
anggotanya. Misalnya dengan menetapkan tarif-tarif umum bagi honorarium
anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya, sehingga siapa-siapa yang
mengadakan tarif di bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan
rekan seprofesinya.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi. Tujuan lain kode
etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi,
sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas
dan tanggung jawabnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-
ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan
tugasnya.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi. Kode etik juga memuat norma-norma
dan anjuran-anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk
meningkatkan mutu profesi para anggotanya.
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi. Dalam meningkatkan mutu
organisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara
aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegitan
yang dirancang organisasi.10
Menurut Ordi Saondi dan Aris Suherman, ada 5 tujuan kode etik guru:
1. Agar guru mempunyai rambu-rambu yang dapat dijadikan sebagai pedoman
dalam bertingkah laku sehari-hari sebagai pendidik.
2. Agar guru-guru dapat bercermin diri mengenai tingkah lakunya, apakah
sudah sesuai dengan profesi yang disandangnya atau belum.
3. Agar guru-guru dapat menjaga (mengambil langkah preventif), jangan
sampai tingkah lakunya dapat menurunkan martabatnya sebagai seorang
profesional yang bertugas utama sebagai pendidik.
4. Agar guru secepatnya dapat kembali (mengambil langkah kuratif), jika
ternyata apa yang mereka lakukan selama ini bertentangan atau tidak sesuai
10
Annisa Anita Dewi, Guru..., h. 24-25.
i85
dengan norma-norma yang telah dirumuskan dan disepakati sebagai kode
etik guru.
5. Agar segala tingkah laku guru senantiasa selaras atau paling tidak, tidak
bertentangan dengan profesi yang disandangnya ialah sebagai seorang
pendidik.11
11
Ordi Saondi dan Aris Suherman, Etika Profesi Keguruan, (Bandung: Rafika Ditama,
2010), h. 13.
12
Besse Marhawati, Pengantar..., h. 100-102.
6i9
D. Kode Etik Profesi Guru Indonesia
Kode etik profesi guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati
dan diterima oleh guru-guru Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam
melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warga
negara. Pedoman sikap dan perilaku dimaksud adalah nilai-nilai yang
membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang tboleh dan tidak boleh
dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik serta pergaulan sehari-hari di dalam dan di luar sekolah.13 Kode etik
profesi guru Indonesia juga dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai dan norma
profesi guru yang tersusun dengan sistematis dalam suatu sistem yang utuh dan
bulat. Adapun teks Kode Etik Guru Indonesia yang telah disempurnakan dalam
Kongres PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) XVI tahun 1989 di Jakarta
adalah sebagai berikut:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia
Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
Maksud dari rumusan ini ialah bahwa guru harus mengabdikan dirinya
secara ikhlas untuk menuntun dan mengantarkan anak didik seutuhnya, baik
jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental agar menjadi insan
pembangunan yang menghayati dan mengamalkan serta melaksanakan berbagai
aktivitasnya dengan mendasarkan pada sila-sila dalam Pancasila.14
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
Berkaitan dengan item ini, maka guru harus mampu mendesain program
pengajaran sesuai dengan keadaan dan kebutuhan setiap diri anak didik. Yang
lebih penting lagi guru harus menerapkan kurikulum secara benar, sesuai dengan
kebutuhan masing-masing anak didik. Kurikulum dan program pengajaran untuk
tingkat SD harus juga diterapkan di SD, begitu juga seterusnya.
13
Sudarwan Danim, Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru, (Bandung: Alfabeta, 2010),
h. 100.
14
AM Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2006), h. 152.
10
i7
3. Guru berusaha memproleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan
untuk melakukan bimbingan dan pembinaan.
Guru dalam belajar mengajar perlu menagadakan komunikasi dan
hubungan baik dengan anak didik. Hal ini terutama agar guru mendapatkan
informasi secara lengkap mengenai diri anak didik, sehingga akan sangat
membantu bagi guru dan siswa dalam upaya menciptakan proses belajar mengajar
yang optimal.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang
berhasilnya proses belajar mengajar.
Maksudnya ialah bagaimana guru dapat menciptakan kondisi-kondisi
optimal sehingga anak merasa belajar, harus belajar, perlu dididik dan perlu
bimbingan.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat
sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama
terhadap pendidikan.
Guru harus membina hubungan baik dengan masyarakat agar dapat
menjalankan tugasnya sebagai pelaksana proses belajar mengajar. Dalam hal ini
mengandung dua dimensi penglihatan, yakni masyarakat di sekitar sekolah dan
masyarakat yang lebih luas. Dilihat dari segi masyarakat sekitar sekolah, bagi
guru sangat penting untuk selalu memelihara hubungan baik, akrena guru akan
mendapat masukan, pengalaman serta memahami berbagai kejadian atau
perkembangan masyarakat itu.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan
mutu dan martabat profesinya.
Cara-cara meningkatkan mutu profesi secara sendiri yaitu dengan
menekuni secara kontinyu pengetahuan yang berhubungan dengan teknik belajar
mengajar, mendalami spesialisasi bidang studinya, melakukan kegiatan mandiri
yang relevan, mengembangkan materi yang sesuai dengan kebutuhan pengajaran,
dan melakukan dialog dengan guru yang lebih senior.
811
i
Adapun cara-cara meningkatkan mutu profesi secara sendiri yaitu dengan
mengikuti berbagai bentuk pelatihan, program pembinaan keprofesian, dan saling
bertukar pikiran dengan teman sejawat.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan
kesetiakawanan sosial.
Kerjasama dan pembinaan hubungan antarguru di lingkungan tempat kerja
merupakan upaya yang sangat penting. Sebab, hal ini akan meningkatkan
kelancaran mekanisme kerja.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi
PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
Hal ini bisa dilakukan dengan mengadakan pertemuan antar guru di
berbagai daerah.
9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang
pendidikan.15
15
Siti Zaenab, Profesionalisme Guru PAUD Menuju NTB Bersaing: Pengantar
Manajemen Pendidikan, Praktik, Teori, dan Aplikasi, (Yogyakarta: Deepublish, 2015), h. 61-62.
9
12
i
9. Memperbaiki sifat anak didiknya dengan lemah lembut terhadap anak
didik yang kurang lancar berbicara.
10. Meninggalkan sifat yang menakutkan pada anak didik yang belum
mengerti atau mengetahui.
11. Berusaha memperhatikan pertanyaan-pertanyaan anak didik walaupun
pertanyaan itu tidak bermutu.
12. Menerima kebenaran dari anak didik yang membantahnya.
13. Menjadikan kebenaran sebagai acuan proses pendidikan walaupun
kebenaran itu datangnya dari anak didik.
14. Mencegah anak didik mempelajari ilmu yang membahayakan.
15. Menanamkan sifat ikhlas pada anak didik serta terus menerus mencari
informasi guna disampaikan pada anak didiknya yang akhirnya mencapai
tingkat taqarrub kepada Allah Swt.
16. Mencegah anak didik mempelajari ilmu fardu kifayah sebelum
mempelajari ilmu fardu ain.
17. Mengaktualisasikan informasi yang akan diajarkan pada anak didik.
Selanjutnya, menurut M. Athiyah Al-Abrasyi yang dikuti oleh Zulhimma
dalam buku Dewi disebutkan bahwa kode etik guru itu sebagai berikut:
1. Mempunyai watak kebapakan sebelum menjadi seorang pendidik
sehingga ia menyayangi anak didiknya seperti menyayangi anaknya
sendiri.
2. Adanya komunikasi yang aktif antara pendidik dan anak didik.
3. Memperhatikan kemampuan dan kondisi anak didiknya.
4. Memperhatikan semua anak didik atau bersikap adil terhadap semua anak
didik.
5. Mempunyai kompetensi keadilan, kesucian, dan kesempurnaan.
6. Ikhlas dalam menjalankan aktivitasnya.
7. Bisa menghubungkan antara materi satu dengan materi yang lain.
8. Memberi bekal anak didik dengan ilmu yang mengacu kepada futuristik.
9. Sehat jasmani dan rohani serta mempunyai kepribadian yang kuat,
tanggung jawab dan mampu mengatasi problem anak didik, serta
1013
i
mempunyai rencana yang matang untuk menatap masa depan yang
dilakukan dengan sungguh-sungguh.16
16
Annisa Anita Dewi, Guru..., h. 28-29.
17
Siti Zaenab, Profesionalisme Guru..., h. 59-60.
14
i11
kode etik guru Indonesia. Hal yang paling mendasar adalah kemauan politik yang
terwujud dalam bentuk kebijakan manajemen guru dan perlakuan terhadap profesi
guru.18
18
Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, (Surabaya:
Usana Offset Printing, 1981), h. 155.
12
15
i
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang diuraikan di atas, maka dapat kita ambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Kode etik guru ialah segala aturan dan norma yang harus ditaati oleh seorang
guru dalam melaksanakan tugasnya.
2. Tujuan adanya kode etik guru adalah untuk menjamin agar tugas dan pekerjaan
keprofesian guru dapat terwujud sebagaimana yang diatur dalam undang-
undang dengan mengedepankan kepentingan semua pihak.
3. Fungsi kode etik guru meliputi fungsi yang berkaitan dengan masa depan
profesi keguruan, tujuan pendidikan, dan tugas guru.
4. Kode Etik Profesi Guru Indonesia mengacu kepada kode etik yang telah
disempurnakan dalam Kongres PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia)
XVI tahun 1989 di Jakarta
6. Sanksi pelanggaran kode etik guru dapat berupa sanksi moral dan sanksi
hukum yang bersifat memaksa.
7. Dalam upaya mewujudkan kode etik guru Indonesia, perlu adanya kerjasama
semua elemen, terutama yang berada di bidang pendidikan.
B. Saran
Setelah membaca pemaparan di atas, maka penulis menyarankan kepada
kita semua agar memahami materi ini. Agar kita sebagai guru nantinya dapat
16
i
13
betul-betul memahami apa saja norma yang harus ditaati sebagai seorang guru.
Sebab bagaimanapun juga, guru merupakan panutan bagi peserta didik.
17
i
14
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, Ayu, Praktis Membuat Buku Kerja Guru: Menyusun Buku Kerja 1, 2, 3,
dan 4 dengan Mudah dan Sistematis, Sukabumi: Jejak, 2018.
Dewi, Annisa Anita, Guru Mata Tombak Pendidikan, Sukabumi: Jejak, 2017.
Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta:
Rineka Cipta, 1997.
Lillie, William, An Introduction to Ethics, New York: Barnes and Noble, 1996.
Saondi, Ordi dan Aris Suherman, Etika Profesi Keguruan, Bandung: Rafika
Ditama, 2010.
15
18
i