Anda di halaman 1dari 21

Mata Kuliah : Komunitas Lanjut I

Dosen : Nana Supriyatna.,M.Kep.,Sp.Kom

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN HIV/AIDS


DAN NARKOBA

Oleh Kelompok I:

ANDI NUR AINA S 2017980059


ANDRIYANTO DAI 2017980060
ASRI 2017980062
ASRIADI 2017980063
BAYYU DWISETYO 2017980064

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Keluarga dengan HIV/AIDS dan
NArkoba”, disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunitas Lanjut I.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini tidak dapat
terselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dari
segi isi maupun bentuk. Oleh karena itu, penyusun  memohon sumbang saran dan kritik
konstruktif dari berbagai pihak terutama dari dosen pembimbing mata kuliah Komunitas Lanjut I
untuk kesempurnaan dalam pembuatan makalah yang akan datang.
Akhirnya penyusunan berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita,
khususnya bagi masyarakat luas.

Jakarta, Mei 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
HIV pertama kali diidentifikasi di Amerika Serikat dalam awal 1980-an (A.S.
DHHS, 2008b). Awalnya, penyakit ini bermula pada pria yang berhubungan seks dengan
pria, kemudian terjangkit kepada wanita dan anak-anak tidak diyakini berisiko menjadi
terinfeksi, Namun, Pemahaman ini segera berubah, dan sekarang sekitar 1 juta orang
Amerika terinfeksi HIV, dan sekitar 25% tidak mengetahui bahwa mereka sudah menjadi
pengidap HIV (A.S. DHHS, 2008b). Diseluruh Dunia pada tahun 2013 ada 35 juta orang
hidup dengan HIV yang meliputi 16 juta perempuan dan 3,2 juta anak berusia <15 tahun.
Jumlah infeksi baru HIV pada tahun 2013 sebesar 2,1 juta yang terdiri dari 1,3 juta
dewasa dan 190.000 anak berusia <15 tahun.(Kemenkes, 2014)
Di Indonesia HIV/AIDS pertama kali ditemukan di provinsi Bali pada tahun
1987. Hingga saat ini HIV/AIDS sudah menyebar di 386 kabupaten/kota diseluruh
profinsi di Indonesia. Berbagai upaya penanggulangan sudah dilakukan pemerintah
bekerjasama dengan berbagai lembaga didalam negeri dan diluar negeri. Kasus AIDS di
Indonesia berdasarkan jenis kelamin, sejak dari tahun 1987 sampai 2014 lebih banyak
terjadi pada kelompok laki-laki (54%) dan kelompok perempuan (29%), berdasarkan
jenis pekerjaan paing banyak terjadi pada kelompok Ibu Rumah Tangga, kemudian
Wiraswasta dan pekerja non Profesional (Karyawan). Berdasarkan kelompok berisiko
yang paling banyak adalah heteroseksual (61,2%) , Narkoba IDU (15,2) dan
Homoseksual (2,4%).(Kemenkes,2014)
Pengidap HIV memerlukan pengobatan dengan antiretroviral (ARV) untuk
menurunkan jumlah virus HIV didalam tubuh agar tidak masuk kedalam stadium AIDS,
sedangkan pengidap AIDS memerlukan pengobatan ARV untuk mencegah terjadinya
infeksi opportunistic degan berbagai komplikasinya. Dengan diperkenalkannya ARV
pada 1990-an, banyak penderita HIV yang hidup lebih lama. Pada 2007, uji coba vaksin
HIV pernah diberlakukan namun dihentikan karena vaksin itu dianggap tidak efektif
dalam mengimunisasi peserta.
Oleh karena itu, sebagai perawat wajib untuk memberikan pencegahan
primer,sekunder maupun tersier dengan Pendidikan pencegahan, skrining, dan konseling
adalah prioritas untuk perawat keluarga.

B. Tujuan
1. Mengetahui konsep teori terkait Narkoba dan HIV/AIDS
2. Mampu memberikan asuhan keperawatan keluarga pada kelompok berisiko Narkoba
dan HIV/AIDS
BAB II
LANDASAN TEORI

A. NARKOBA
1. Pengertian
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/ bahan berbahaya. Selain
narkoba, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan
Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini, baik "narkoba" ataupun "napza",
mengacu pada kelompok senyawa yang umumnya memiliki risiko kecanduan bagi
penggunanya.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan
(Undang-Undang No. 22 tahun 1997).
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika,
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Bahan adiktif
lainnya adalah bahan lain bukan narkotika atau psikotropika yang penggunaannya
dapat menimbulkan ketergantungan. Minuman beralkohol adalah minuman yang
mengandung etanol yang diproses dari bahan hasil pertanian ataupun secara sintetis
yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi destilasi atau fermentasi tanpa
destilasi, maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan etanol
atau dengan cara pengenceran minuman yang mengandung etanol. Berdasarkan efek
yang ditimbulkan terhadap pemakainya, narkoba dikelompokkan menjadi golongan
halusinogen, depresan, stimulan, dan adiktif.
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA dalam jumlah berlebihan,
secara berkala atau terus-menerus, berlangsung cukup lama sehingga dapat
merugikan kesehatan jasmani, mental dan kehidupan sosial (Joewana, 2004).
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai
setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan
sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada perilaku
psikososial yang berhubungan dengan ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi
karena kebutuhan biologic terhadap obat. Toleransi adalah peningkatan jumlah zat
untuk memperoleh efek yang diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi merupakan
tanda ketergantungan fisik (Stuart & Sundeen, 1998).

2. Jenis dan efek yang ditimbulkan oleh narkotika 


a) Narkotika merupakan narkoba yang sangat cepat menimbulkan
ketergantungan, berupa serbuk putih dengan rasa pahit. Dalam pasaran
warnanya bisa putih, coklat atau dadu, cara penggunaan dapat disuntikan,
dihirup dan dimakan. Menimbulkan rasa kantuk, lesu, penampilan “dungu”,
jalan mengambang, rasa senang yang berlebihan. Konsumsi dihentikan
menimbulkan rasa sakit dan kejang-kejang, kram perut, menggigil, muntah-
muntah, mata berair, hidung berlendir, hilang nafsu makan dan kehilangan
cairan tubuh. Menimbulkan kematian bila over dosis.
b) Ganja menimbulkan ketergantungan psikis yang diikuti oleh kecanduan fisik
dalam waktu lama, terutama bagi mereka yang telah rutin menggunakannya.
Bentuk daun kering, cairan yang lengket, minyak ‘damar ganja’. Menurunkan
keterampilan motorik, peningkatan denyut jantung, rasa cemas, banyak bicara,
perubahan persepsi tentang ruang dan waktu, halusinasi, rasa ketakutan dan
agresif, rasa senang berlebihan, selera makan meningkat. Pengaruh jangka
panjang peradangan paru-paru, aliran darah ke jantung berkurang, daya tahan
tubuh terhadap infeksi menurun, mengurangi kesuburan, daya pikir berkurang,
perhatian ke sekitar berkurang.
c) Morfin merupakan analgesik yang kuat, tidak berbau, berupa kristal putih
yang warnanya menjadi kecoklatan. Mengurangi rasa nyeri, kantuk atau
turunnya kesadaran. Menyebabkan sembelit, gangguan menstruasi dan
impotensi. Pemakaian dengan jarum suntik menyebabkan HIV/AIDS,
Hepatitis B & C. Pemakaian dikurangi atau dihentikan : hidung berair, keluar
air mata otot kejang, mual, muntah dan mencret.
d) Psikotropika memiliki bentuk berupa tablet dan kapsul warna warni. Cara
penggunaan ditelan secara langsung. Mendorong tubuh melakukan aktivitas
melampaui batas maksimum. Meningkatkan detak jantung dan tekanan darah,
rasa senang yang berlebihan, hilangnya rasa percaya diri. Setelahnya akan
terjadi perasaan lelah, cemas dan depresi yang dapat berlangsung beberapa
hari. Gerakan tak terkontrol, mual dan muntah, sakit kepala, hilang selera
makan dan rasa haus yang berlebihan. Kematian terjadi karena tidak
seimbangnya cairan tubuh, baik karena dehidrasi ataupun terlalu banyak
cairan, menimbulkan kerusakan otak yang permanen.
e) Methamphetamine dikenal shabu atau ubas. Bentuknya berupa serbuk kristal
dan cairan. Mudah larut dalam alkohol dan air. Cara penggunaannya dihisap
dengan bantuan alat (bong). Menimbulkan perasaan melayang sementara yang
berangsur-angsur membangkitkan kegelisahan luar biasa. Aktivitas tubuh
dipercepat berlebihan. Penggunaan shabu yang lama akan merusak tubuh,
bahkan kematian karena over dosis. Pada mata, anda akan melihat sesuatu
yang tidak ingin anda lihat, karena sangat mengerikan. Pada otak,
menyebabkan depresi, kepanikan, kecemasan yang berlebihan dan dapat
menyebabkan kerusakan otak secara permanen. Pada kulit, pembuluh darah
akan mengalami panas berlebihan dan pecah. Pada hati, bahan-bahan kimia
yang terkandung dalam shabu bisa melemahkan aktivitas sel-sel hati yang
mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi hati.
f) Obat penenang dikenal obat tidur, pil koplo, BK, Nipam, Valium, Lexotan,
dll. Bentuknya berupa tablet. Digunakan dengan cara ditelan secara langsung.
Memiliki efek bicara jadi pelo, jalan sempoyongan, persepsi terganggu
memperlambat kerja otak, pernapasan dan jantung. Dalam dosis tinggi akan
membuat pengguna tidur. Penggunaan campuran dengan alkohol akan
menghasilkan kematian. Gejala putus zat bersifat lama dan serius, sakit
kepala, cemas, tidak bisa tidur, halusinasi, mual, muntah dan kejang.
g) Alkohol memiliki efek memperlambat kerja sistem syaraf pusat,
memperlambat refleks motorik, menekan pernafasan, denyut jantung dan
mengganggu penalaran dan penilaian. Menimbulkan perilaku kekerasan,
meningkatkan resiko kecelakaan lalu lintas. Gejala putus zat mulai dari
hilangnya nafsu makan, sensitif, tidak dapat tidur, kejang otot, halusinasi dan
bahkan kematian.
h) Zat yang mudah menguap/solvent dikenal Lem Aica Aibon, Thinner, Bensin,
Spiritus. Efeknya begitu dihisap masuk ke darah dan segera ke otak.
Memperlambat kerja otak dan sistem syaraf pusat. Menimbulkan perasaan
senang, pusing, penurunan kesadaran, gangguan penglihatan dan pelo.
Problem kesehatan terutama merusak otak, ginjal, paru-paru, sumsum tulang
dan jantung. Kematian timbul akibat otak kekurangan oksigen, berhentinya
pernafasan dan gangguan pada jantung.
i) Zat yang menimbulkan halusinasi dikenal jamur, kotoran kerbau, sapi,
kecubung. Efek yang ditimbulkan bekerja pada sistem syaraf pusat untuk
mengacaukan kesadaran dan emosi pengguna. Perubahan pada proses berfikir,
hilangnya kontrol, hilang orientasi dan depresi.

3. Tanda dan gejala

Berikut ini adalah beberapa tanda dan gejala yang sering tampak pada para pengguna
NAPZA, dilihat dari :
a) Ciri-ciri Umum
Terjadi perubahan perilaku yang signifikan, Sulit diajak bicara, Mulai sulit untuk
diajak terlibat dalam kegiatan keluarga, Mulai sering pulang terlambat tanpa alas
an, Mudah tersinggung, Mulai berani membolos dan meninggalkan pekerjaan
sehari-hari
b) Perubahan Fisik dan Lingkungan
Jalan sempoyongan, bicara pelo, dan tampak terkantuk-kantuk, Mata merah dan
berair, Hidung berair atau seperti pilek, Pola tidur berubah, bangun di malam hari
dan bangun di siang hari, Kamar tidak mau diperiksa atau selalu terkunci, Sering
menerima telpon atau tamu yang tidak dikenal, Ditemukan obat-obatan, kertas
timah, jarum suntik, dan korek api di kamar atau di dalam tas, Terdapat tanda-
tanda bekas suntikan atau sayatan di bagian tubuh, Sering kehilangan uang atau
barang di rumah, Mengabaikan kebersihan diri.
c) Perubahan Perilaku Sosial
Menghindari kontak mata langsung ketika berbicara dengan orang lain,
Berbohong atau memanipulasi keadaan, Kurang disiplin, Bengong atau linglung,
Suka membolos sekolah atau dari pekerjaan kantor, Mengabaikan kegiatan
ibadah, Menarik diri dari aktivitas bersama keluarga, Sering menyendiri atau
bersembunyi di kamar mandi, di gudang atau tempat-tempat tertutup.
d) Perubahan Psikologis
Mudah tersinggung, Sering terjadi perubahan mood yang mendadak, Malas
melakukan aktivitas sehari-hari, Sulit berkonsentrasi, Tidak memiliki tanggung
jawab, Emosi tidak terkendali, Tidak peduli dengan nilai dan norma yang ada,
Merasa dikucilkan atau menarik diri dari lingkungan, Cenderung melakukan
tindak pidana kekerasan.

4. Terapi
Upaya pemulihan yang sesungguhnya adalah dengan merubah gaya hidup dan
sikap pada seorang pecandu secara mendasar, yaitu pola pikir dan perilaku adiktif
yang menyebabkannya kecanduan narkoba (martono 2006).
a) Pengobatan
Terapi pengobatanyang dilakukan untuk pasien NAPZA misal dengan
detoksifikasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan
gejala putus zat dengan dua cara:
1) Detoksifikasi tanpa substitusi yaitu Klien hanya dibiatkan saja sampai gejala
putus zat tersebut berhenti sendiri. Klien yang ketergantungan tidak diberikan
obat untuk menghilangkan gejala putus obat tersebut.
2) Detoksifikasi dengan substitusi yaitu Putau atau heroin dapat disubstitusi
dengan memberikan jenis opiat misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon.
Substitusi bagi pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti
ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara
penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama
pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala
simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur
atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut.

b) Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan
terpadu melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna
NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan
fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien
baik fisik, mental, sosial, dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus
memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2001).
Sesudah klien penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani
program terapi (detoksifikasi) dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan
dilanjutkan dengan program pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2 (dua)
minggu, maka yang bersangkutan dapat melanjutkan ke program berikutnya yaitu
rehabilitasi (Hawari, 2003).
Menurut Hawari (2003), bahwa setelah klien mengalami perawatan
selama 1 minggu menjalani program terapi dan dilanjutkan dengan pemantapan
terapi selama 2 minggu maka klien tersebut akan dirawat di unit rehabilitasi
(rumah sakit, pusat rehabilitasi, dan unit lainnya) selama 3-6 bulan. Sedangkan
lama rawat di unit rehabilitasi berdasarkan parameter sembuh menurut medis bisa
beragam 6 bulan dan 1 tahun, mungkin saja bisa sampai 2 tahun.
Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani
detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan NAPZA,
oleh karena rasa rindu (craving) terhadap NAPZA yang selalu terjadi (DepKes,
2001).

c) Jenis program rehabilitasi:


1) Rehabilitasi psikososial yaitu Program rehabilitasi psikososial merupakan
persiapan untuk kembali ke masyarakat (reentry program). Oleh karena itu,
klien perlu dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan misalnya dengan
berbagai kursus atau balai latihan kerja di pusat-pusat rehabilitasi. Dengan
demikian diharapkan bila klien selesai menjalani program rehabilitasi dapat
melanjutkan kembali sekolah/kuliah atau bekerja.
2) Rehabilitasi kejiwaan yaitu Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar
klien rehabilitasi yang semua berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif
atau dengan kata lain sikap dan tindakan antisosial dapat dihilangkan,
sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan sesama rekannya maupun
personil yang membimbing dan mengasuhnya. Meskipun sudah menjalani
terapi detoksifikasi, seringkali perilaku maladaptif tadi belum hilang,
keinginan untuk menggunakan NAPZA kembali atau craving masih sering
muncul, juga keluhan lain seperti kecemasan dan depresi serta tidak dapat
tidur (insomnia) merupakan keluhan yang sering disampaikan ketika
melakukan konsultasi dengan psikiater. Oleh karena itu, terapi psikofarmaka
masih dapat dilanjutkan, dengan catatan jenis obat psikofarmaka yang
diberikan tidak bersifat adiktif (menimbulkan ketagihan) dan tidak
menimbulkan ketergantungan. Dalam rehabilitasi kejiwaan ini yang penting
adalah psikoterapi baik secara individual maupun secara kelompok. Yang
termasuk rehabilitasi kejiwaan ini adalah psikoterapi/konsultasi keluarga yang
dapat dianggap sebagai rehabilitasi keluarga terutama keluarga brokenhome.
Gerber (1983 dikutip dari Hawari, 2003) menyatakan jka konsultasi keluarga
perlu dilakukan agar keluarga dapat memahami aspek-aspek kepribadian
anaknya yang mengalami penyalahgunaan NAPZA.
3) Rehabilitasi komunitas yaitu Berupa program terstruktur yang diikuti oleh
mereka yang tinggal dalam satu tempat. Dipimpin oleh seorang mantan
pemakai yang dinyatakan memenuhi syarat sebagai konselor, setelah
mengikuti pendidikan dan pelatihan. Tenaga profesional hanya sebagai
konsultan saja. Di sini klien dilatih keterampilan mengelola waktu dan
perilakunya secara efektif dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat
mengatasi keinginan mengunakan narkoba lagi atau nagih (craving) dan
mencegah relaps. Dalam program ini semua klien ikut aktif dalam proses
terapi. Mereka bebas menyatakan perasaan dan perilaku sejauh tidak
membahayakan orang lain.
4) Rehabilitasi keagamaan, Rehabilitasi keagamaan masih perlu dilanjutkan
karena waktu detoksifikasi tidaklah cukup untuk memulihkan klien
rehabilitasi menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya masing-
masing. Pendalaman, penghayatan, dan pengamalan keagamaan atau
keimanan ini dapat menumbuhkan kerohanian (spiritual power) pada diri
seseorang sehingga mampu menekan risiko seminimal mungkin terlibat
kembali dalam penyalahgunaan NAPZA.

B. HIV
1. Pengertian
Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu infeksi oleh salah satu
dari 2 jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut
limfosit, menyebabkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dan penyakit
lainnya sebagai akibat dari gangguan kekebalan tubuh.
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul
karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau
infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan
lain-lain). Secara definisi, AIDS dimulai dengan rendahnya jumlah limfosit CD4+
(kurang dari 200 sel/mL darah) atau terjadinya infeksi oportunistik (infeksi oleh
organisme yang pada orang dengan sistem kekebalan yang baik tidak menimbulkan
penyakit).
2. Perjalanan Penyakit.
Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah
putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang
terinfeksi.
Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta
melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi
limfosit lainnya dan menghancurkannya. Virus menempel pada limfosit yang
memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian
luar. Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T
penolong.
Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada
sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang
kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing.
Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi
kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang
menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang
berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang
dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan
berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran
limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan
tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.
Beberapa infeksi oportunistik dan kanker merupakan ciri khas dari munculnya AIDS:
a) Pneumonia pneumokistik, Pneumonia karena jamur Pneumocystis carinii
merupakan infeksi oportunistik yang sering berulang pada penderita AIDS.
Infeksi ini seringkali merupakan infeksi oportunistik serius yang pertama kali
muncul dan sebelum ditemukan cara pengobatan dan pencegahannya, merupakan
penyebab tersering dari kematian pada penderita infeksi HIV.
b) Toksoplasmosis, infeksi kronis oleh Toxoplasma sering terjadi sejak masa kanak-
kanak, tapi gejala hanya timbul pada sekelompok kecil penderita AIDS. Jika
terjadi pengaktivan kembali, maka Toxoplasma bisa menyebabkan infeksi hebat,
terutama di otak.
c) Tuberkulosis. Tuberkulosis pada penderita infeksi HIV, lebih sering terjadi dan
bersifat lebih mematikan.Mikobakterium jenis lain yaitu Mycobacterium avium,
merupakan penyebab dari timbulnya demam, penurunan berat badan dan diare
pada penderita tuberkulosa stadium lanjut. Tuberkulosis bisa diobati dan dicegah
dengan obat-obat anti tuberkulosa yang biasa digunakan.
d) Infeksi saluran pencernaan. Infeksi saluran pencernaan oleh parasit
Cryptosporidium sering ditemukan pada penderita AIDS. Parasit ini mungkin
didapat dari makanan atau air yang tercemar.
Gejalanya berupa diare hebat, nyeri perut dan penurunan berat badan.
e) Leukoensefalopati multifokal progresif. Leukoensefalopati multifokal progresif
merupakan suatu infeksi virus di otak yang bisa mempengaruhi fungsi neurologis
penderita. Gejala awal biasanya berupa hilangnya kekuatan lengan atau tungkai
dan hilangnya koordinasi atau keseimbangan. Dalam beberapa hari atau minggu,
penderita tidak mampu berjalan dan berdiri dan biasanya beberapa bulan
kemudian penderita akan meninggal.
f) Infeksi oleh sitomegalovirus. Infeksi ulangan cenderung terjadi pada stadium
lanjut dan seringkali menyerang retina mata, menyebabkan kebutaan. Pengobatan
dengan obat anti-virus bisa mengendalikan sitomegalovirus.
g) Sarkoma Kaposi. Sarkoma Kaposi adalah suatu tumor yang tidak nyeri, berwarna
merah sampai ungu, berupa bercak-bercak yang menonjol di kulit. Tumor ini
terutama sering ditemukan pada pria homoseksual.
h) Kanker. Bisa juga terjadi kanker kelenjar getah bening (limfoma) yang mula-mula
muncul di otak atau organ-organ dalam Wanita penderita AIDS cenderung
terkena kanker serviks. Pria homoseksual juga mudah terkena kanker rektum.

3. Tanda dan Gejala


Manifestasi di mulut seringkali merupakan komponen yang penting dan merupakan
indikator diagnosa awal terjangkitnya infesi HIV. Kalsifikasi terkini dari lesi rongga
mulut yang mempunyai assosiasi kuat terhadap infeksi HIV adalah:
1) Infeksi
a) Jamur yaitu Thrush / Pseudomembran Candidiasis, Acute atrophic/erythematous
candidiasis , Chronic hyperplastic candidiasis ,angular cheilitis.

b) Bakteri yaitu Tuberkolosis , Necrotising Ulcerative Gingivitis, Necrotising


Ulcerative Periodontitis , Linear gingivitis erytematous

c) Virus yaitu Herpes (HHV 1-8 ) , Coxsackievirus (Herpangina, HFMD)


2) Immune mediated Aphtosa Major yaitu Necrotising Ulcerative Stomatitis

3) Neoplasma yaitu Kaposi’s Sarcoma dan Non Hodgkin’s Lymphoma

4) Effect dari Antiretroviral (ARV) yaitu Erythema multiform

5) Lain-lain seperti Xerostomia, Nutritional dan Salivary glandula disease

4. Diagnosis HIV/AIDS

Penegakan diagnosa pada prinsipnya harus melakukan anamnesa untuk


mendapatkan informasi sebanyak dan selengkap mungkin tentang riwayat kesehatan
dan gigi pasien, riwayat penyakit-penyakit yang  pernah diderita yang menunjukkan 
gejala HIV; pemeriksaan klinis yang lengkap dan teliti, dan terdapatnya tanda-tanda
infeksi opurtunistik; pemeriksaan penunjang apabila benar-benar diperlukan. Selain
itu riwayat  pergaulan dapat membantu dalam  menegakkan diagnosis AIDS karena
dapat menjadi sumber informasi awal penularan penyakit.

Dokter gigi mempunyai peran yang cukup besar dalam deteksi dan penanganan
penyakit ini, karena 90% HIV-AIDS mempunyai manifestasi di rongga mulut. Selain
itu dokter gigi juga dapat memprediksi progres dari penyakit ini dan memonitor terapi
antiretroviral.

Pemeriksaan laboratorium dalam menentukan diagnosis infeksi HIV dilakukan


secara tidak langsung yaitu dengan menunjukkan adanya antibodi spesifik. Berbeda
dengan virus lain, antibodi tersebut tidak mempunyai efek perlindungan. Pemeriksaan
secara langsung dapat dilakukan, yaitu antara lain dengan melakukan biakan virus,
antigen virus (p24), asam nukleat virus (Branson, 2007).

Pemeriksaan adanya antibodi spesifik dapat dilakukan dengan Rapid Test, Enzime
Linked Sorbent Assay (ELISA) dan Western Blot. Sesuai dengan pedoman  nasional,
diagnosis HIV dapat ditegakkan dengan 3 jenis pemeriksaan Rapid Test yang berbeda
atau 2 jenis pemeriksaan Rapid Test yang berbeda dan 1 pemeriksaan ELISA. Pada
pemeriksaan ELISA, hasil test ini positif bila antibodi dalam serum mengikat antigen
virus murni di dalam enzyme-linked antihuman globulin. Pada minggu 23 masa sakit
telah diperoleh basil positif, yang lama-lama akan menjadi negatif oleh karena
sebagian besar HIV telah masuk ke dalam tubuh .Interpretasi pemeriksaan ELISA
adalah pada fase pre AIDS basil masih negatif, fase AIDS basil telah positif. Hasil
yang semula positif menjadi negatif, menunjukkan prognosis yang tidak baik
(Branson, 2007).

Pemeriksaan Western Bolt merupakan penentu diagnosis AIDS setelah test


ELISA dinyatakan positif. Bila terjadi serokonversi HIV pada test ELISA dalam
keadaan infeksi HIV primer, harus segera dikonfirmasikan dengan test WB ini. Hasil
test yang positif akan menggambarkan garis presipitasi pada proses elektroforesis
antigen-antibodi HIV di sebuah kertas nitroselulosa yang terdiri atas protein struktur
utama virus. Setiap protein terletak pada posisi yang berbeda pada garis, dan
terlihatnya satu pita menandakan reaktivitas antibodi terhadap komponen tertentu
virus (Harris dan Bolus, 2008).

5. Penatalaksanaan HIV/AIDS

Hanya sedikit penderita AIDS yang meninggal karena efek langsung dari infeksi
HIV. Biasanya kematian terjadi karena efek kumulatif dari berbagai infeksi
oportunistik atau tumor. Organisme dan penyakit yang dalam keadaan normal hanya
menimbulkan pengaruh yang kecil terhadap orang yang sehat, pada penderita AIDS
bisa dengan segera menyebabkan kematian, terutama jika jumlah limfosit CD4+
mencapai 50 sel/mL darah.

Secara umum penatalaksanaan HIV/AIDS terdiri atas beberapa jenis yaitu


pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral (ARV),
pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi opportunistik menyertai
infeksi HIV/AIDS dan pengobatan suportif (Bertozzi et al., 2006).

C. ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

1. Pengertian
Asuhan keperawatan yang diberikan pada keluarga pada dasarnya adalah serangkaian
kegiatan yang diberikan melalui praktik keperawatan kepada keluarga untuk
membantu menyelesaikan masalah kesehatan dengan menggunakan proses
keperawatan
2. Tujuan
Tujuan dari keperawatan keluarga adalah ditingkatkannya kemampuan keluarga
dalam :
a. Memahami Narkoba dan HIV/AIDS dalam keluarga
b. Memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi Narkoba dan HIV/AIDS
c. Melakukan tindakan keperawatan pada anggota keluarga dengan HIV/AIDS
d. Memanfaatkan sumber daya yang ada dalam masyarakat misalnya Puskesmas,
Puskesmas pembantu, Pusat rehabilitasi, Kartu Sehat untuk memperoleh
pelayanan kesehatan.
e. Menurunkan stigma social

3. Proses Keperawatan
Menurut Allender dan spardley (2001) hal-hal yang perlu dikaji oleh keluarga dalam
melakukan pemenuhan tugas keperawatan keluarga adalah :
a. Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah Narkoba dan
HIV/AIDS, yang perlu dikaji adalah sejauh mana keluarga mengetahui faktafakta
mengenai Narkoba dan HIV/AIDS meliputi : pengertian, tanda dan gejala, factor
penyebab, dan yang mempengaruhi serta persepsi keluarga tentang Narkoba dan
HIV/AIDS.
b. Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai
tindakan kesehatan yang tepat, hal yang perlu dikaji adalah :
1) Apakah masalah ini dirasakan oleh semua anggota keluarga?
2) Apakah keluarga menyerah terhadap masalah yang dialami?
3) Apakah keluarga merasa takut dengan akibat dari Narkoba dan HIV/AIDS
yang dirasakan?
4) Apakah keluarga mempunyai sifat negative terhadap masalah ini ?
5) Apaka keluarga dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang ada ?
6) Apakah keluarga kurang percaya terhadap tenaga kesehatan ?
7) Pakah keluarga mendapat informasi yyang salah terhadap tindakan dalam
mengatasi Narkoba dan HIV/AIDS
c. Untuk mengetahui kemampuan keluarga klien dengan Narkoba dan HIV//AIDS
dalam memberkan perawatan yang perlu dikaji adalah :
1) Sejauh mana keluarga mengetahui keadaan penyakitnya (sifat, penyebaran,
komplikasi, dan cara perawatan HIV/AIDS) ?
2) Sejauh mana keluarga mengetahui tentang sifat dan perkembangan perawatan
yang dibutuhkan ?
3) Sejauh mana keuarga mengetahui sumber-sumber yang ada dalam keluarga
(anggota keluarga yang bertanggung jawab, sumber keuangan/financial,
fasilitas fisik, dan psikososial) ?
4) Sejauh mana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas yang diperlukan untuk
perawatan ?
5) Bagaimana sikap keluarga terhadap yang sakit ?
d. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga memelihara lingkungan
rumah yang sehat, hal yang perlu dikaji adalah :
1) Sejauh mana keluarga mngetahui sumber-sumber keluarga yang dimiliki?
2) Sejauh mana keluarga melihat kentungan/manfaat pemeliharaan lingkungan ?
3) Sejauh mana keluarga mengetahui pentingnya hygiene sanitasi ?
4) Sejauh mana keluarga mengetahui upaya pencegaha penyakit ?
5) Sejauh mana sikap/pandangan keluarga terhadap hygiene sanitasi ?
6) Sejauh mana kekompakan antara anggota keluarga ?
e. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga menggunakan
fasilitas/pelayanan kesehatan dimasyarakat, hal yang perlu dikaji adalah :
1) Sejauh mana keluarga megetahui keberadaan fasilitas kesehatan ?
2) Sejauh mana keluarga memahami keuntungan-keuntungan yang dapat
diperoleh dari fasilitas kesehatan ?
3) Sejauh mana tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas dan fasilitas
kesehatan?
4) Apakah keluarga mempunyai pengalaman yang kurang baik terhadap petugas
kesehatan ?
5) Apakah fasilitas kesehehatan yang ada terjangkau oleh keluarga
Diagnosa Keperawatan yang Biasa muncul :
1. Ketidakefektifan manajemen kesehatan di keluarga
2. Kurang efektifnya koping keluarga
3. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit
4. Gangguan kemampuan untuk manajemen pengobatan
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya
sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Etiologi AIDS disebabkan oleh
virus HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab
utama AIDS diseluruh dunia. Cara penularan AIDS yaitu melalui hubungan seksual,
melalui darah (tansfuse darah, penggunaan jarum suntik dan terpapar mukosa yang
mengandung AIDS), transmisi dari ibu ke anak yang mengidap AIDS.

B. SARAN
Berdasarkan simpulan di atas, kami mempunyai beberapa saran, diantaranya adalah :
Keluarga dapat mengenali tentang pengertian AIDS dan Narkoba dan memberikan
asuhan keperawatan keluarga AIDS pada keluarga dengan penderita AIDS
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam .,Kurniawati, Ninuk Dian. 2007 . Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi
HIV/AIDS. Salemba Medika : Jakarta
Riasmiani, Ni made.,Et all. 2017. Panduan Asuhan Keperawatan Individu, keluarga,
Kelompok, dan Komunitas dengan modifikasi NANDA, NCP, NOC dan NIC di puskesmas dan
Masyarakat. UIP : Jakarta.
Friedman, Marilyn M. 2010. Buku ajar keperawatan keluarga : Riset, Teori dan Praktek.
EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai